Bagun Gusy

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Todaro (2006) salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan
pembangunan suatu negara adalah pemerataan pertumbuhan perekonomian di setiap wilayah
yang terdapat pada negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai
gambaran mengenai dampak dari kebijakan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur
keberhasilan pembangunan. Arsyad (2010) berpendapat jika pertumbuhan ekonomi
merupakan proses perubahan kondisi perekonomian suatu wilayah secara berkesinambungan
menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu karena dalam pembangunan
ekonomi terdapat suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk peningkatan kesejahteraan secara lebih spesifik. Kegiatan
perekonomian yang relatif berubah-ubah dalam kurun waktu tertentu seringkali dipicu oleh
berbagai aspek dengan bermacam-macam dampak baik positif maupun negatif
Masalah ketertinggalan wilayah yang terjadi di Indonesia telah melahirkan kondisi
yang semakin diperburuk dengan adanya krisis ekonomi yang mempengaruhi berbagai bidang
kehidupan masyarakat, baik ekonomi, sosial dan budaya. Daerah atau kawasan yang relatif
lambat perkembangannya mengalami berbagai kesulitan dan akan membuat daerah atau
kawasan tersebut akan semakin tertinggal dari daerah atau kawasan yang lain mulai dari
tingkat kesejahteraan masyarakat, pendapatan dan lainnya serta dapat memicu perubahan
kondisi ekonomi wilayah (Amalia, 2012). Hal tersebut dikarenakan adanya korelasi atau
hubungan yang cukup erat antara keduanya, sebab ketika terjadinya ketertinggalan di suatu
wilayah atau kota maka akan timbul dampak lainnya seperti munculnya kasus kemiskinan,
menurunnya inflasi perkotaan, serta meningkatnya angka kriminalitas pada suatu wilayah.
Menurut dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS
PPDT) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal
Nomor 07/PER/M-PDT/III/2007, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan daerah tertinggal
adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang
dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional.
Salah satu kabupaten di Indonesia yang mengalami ketertinggalan yaitu Kabupaten
Sampang yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini ditetapkan sebagai daerah
tertinggal dan menjadi prioritas pembangunan daerah tertinggal berdasarkan berbagai
indikator seperti persentase penduduk miskin yang mencapai angka 50%, pengeluaran
konsumsi per kapita, tingkat pendapatan daerah regional bruto (PDRB), kualitas sumber daya
manusia serta kondisi infrastruktur yang belum memadai (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sampang, 2018). Oleh karena itu, diperlukan adanya perumusan arahan pengembangan
daerah tertinggal yang sesuai untuk karakteristik atau tipe daerah tertinggal Kabupaten
Sampang melalui strategi pembangunan sektor – sektor atau komoditas ekonomi unggulan
seperti tanaman bahan pangan seperti padi, jagung, kedelai, jambu air serta tanaman
perkebunan seperti jambu mete, tebu, dan tembakau yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya
untuk merencanakan pembangunan ekonomi guna mempercepat laju pertumbuhan
perekonomian yang ada.
Berdasarkan hal tersebut, maka disusunlah laporan ekonomi wilayah terkait
permasalahan ketertinggalan yang berlokasi studi di Kabupaten Sampang untuk selanjutnya
dilakukan analisis melalui berbagai teori analisis ekonomi wilayah terkait yang dapat dijadikan
sebagai acuan dalam penyelesaian permasalahan yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkanlah rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana permasalahan ketertinggalan di Kabupaten Sampang;
2. Bagaimana identifikasi pada faktor – faktor penyebab timbulnya permasalahan ekonomi
wilayah, dampak serta implikasinya di Kabupaten Sampang;
3. Bagaimana analisis yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan
ketertinggalan di Kabupaten Sampang melalui pendekatan teori ekonomi wilayah;
4. Bagaimana rekomendasi dan upaya yang dapat diberikan untuk menyelesaikan
permasalahan ekonomi wilayah di Kabupaten Sampang.

1.3 Tujuan dan Sasaran


Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari dibuatnya laporan ini untuk
menganalisis masalah ketertinggalan wilayah di Kabupaten Sampang serta melakukan analisis
untuk mengetahui konsep penanganan yang meliputi upaya dan rekomendasi untuk
menyelesaikan masalah tersebut melalui pendekatan teori ekonomi wilayah. Adapun sasaran
dari dibuatnya laporan ini, antara lain:
1. Mengidentifikasi permasalahan ketertinggalan di Kabupaten Sampang;
2. Mengidentifikasi faktor – faktor penyebab timbulnya permasalahan ekonomi wilayah,
dampak serta implikasinya di Kabupaten Sampang;
3. Menganalisis penyelesaian permasalahan ketertinggalan di Kabupaten Sampang melalui
pendekatan teori ekonomi wilayah; dan
4. Memberikan rekomendasi dan upaya untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi
wilayah di Kabupaten Sampang.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup terbagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup wilayah studi dan ruang
lingkup substansi.

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Studi


Ruang lingkup wilayah studi dalam penulisan laporan ini yaitu berada di Kabupaten
Sampang, Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas wilayah sebesar 1.233,30 km2. Secara
administrasi kabupaten ini dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu sebelah utara oleh Laut Jawa,
sebelah timur yaitu Kabupaten Pamekasan, sebelah selatan berbatasan dengan Selat Madura,
dan sebelah barat oleh Kabupaten Bangkalan.

1.4.2 Ruang Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi dalam penulisan laporan ini meliputi identifikasi terhadap faktor
– faktor yang memengaruhi permasalahan ketertinggalan wilayah yang terjadi di Kabupaten
Sampang. Selanjutnya pada laporan ini juga akan menganalisis konsep penanganan, meliputi
upaya dan rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Agar tujuan dan
sasaran dalam laporan dapat tercapai, maka digunakan beberapa ilmu dan teori ekonomi
wilayah yang akan diterapkan pada laporan ini antara lain analisis location quotient (LQ), dan
shift share.

1.5 Sistematika Pembahasan


Dalam penulisan laporan terkait ekonomi wilayah di Kabupaten Sampang terdiri dari
tatanan pembahasan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, dan
sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi dasar teori yang digunakan dalam analisis terkait ekonomi wilayah yaitu
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini berisi gambaran umum terkait gambaran umum administrasi Kabupaten Sampang,
gambaran umum Kabupaten Sampang berdasarkan kebijakan penataan ruang, dan gambaran
umum perekonomian Kabupaten Sampang.
BAB IV ANALISIS
Bab ini berisi analisis perekonomian Kabupaten Sampang meliputi analisis
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan lesson learned yang dapat diambil dari penulisan laporan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Pembangunan


Menurut Widodo (2006), perencanaan pembangunan didefinisikan sebagai upaya yang
dilakukan oleh sebuah institusi publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang
harus dilakukan di sebuah wilayah baik negara maupun di daerah dengan didasarkan
keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Artinya, dalam sebuh proses
perencanaan, lembaga perencana wajib memperhatikan kondisi sosial, budaya, ekonomi,
keamanan, kondisi fisik, segi pembiayaan serta kualitas sumber daya yang ada di wilayah
tersebut.
Menurut (Tarigan, 2005). Perencanaan pembangunan wilayah tidak terlepas dari apa
yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Pelaku pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh
masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di
wilayah tersebut. Dalam kelompok pelaku, termasuk di dalamnya pemerintah pusat,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, investor asing, pengusaha
swasta dalam negeri, BUMN, BUMD, koperasi dan masyarakat umum.

2.2 Sektor Ekonomi Unggulan


Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah, diperlukan pengembangan sektor
ekonomi yang dapat memberikan pengaruh besar bagi pengembangan ekonom lainnya.
Dengan kata lain, diperlukan pengembangan sektor ekonomi unggulan yang diharapkan dapat
memacu perkembangan sektor lain dan lebih jauh pengembangan ekonomi wilayah secara
keseluruhan. Dalam pengembangan ini tidak hanya diperlukan pengembangan sektor
ekonomi, tetapi amat diperlukan pengembangan sub sektor ekonomi dan khususnya
pengembangan komoditas unggulan (Effendy, 1981).
Sektor ekonomi unggulan sebagai sektor ekonomi yang unggul atau mempunyai daya
saing dalam beberapa periode tahun terakhir dan kemungkinan prospek sektor ekonomi di
masa yang akan datang dengan kriteria yang sama. Dalam hal ini, sektor ekonomi yang
dianggap unggul tersebut baik terhadap persoalan sosial maupun lingkungan. Sektor ekonomi
unggulan dapat didefinisikan sebagai sektor ekonomi yang mampu menunjang dan
mempercepat pembangunan dan pertumbuhan perekonomian daerah yang mempunyai daya
saing serta pengembangannya tidak mengakibatkan sektor lain menjadi “mati” dan
menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai contoh yaitu peningkatan aktivitas
eksplorasi penambangan memungkinkan terjadinya kerusakan lingkungan terutama di sekitar
lokasi penambangan. Oleh karena itu, pengembangan sektor pertambangan dan penggalian
harus mempertimbangkan aspek lingkungan sektor ekonomi unggulan penting untuk
diidentifikasi oleh suatu daerah. Faktor keterbatasan dana dan sumber daya menjadikan
Pemerintah Daerah tidak memungkinkan untuk bisa mengembangkan seluruh sektor yang
dimiliki secara bersamaan. Langkah yang bisa dijadikan pilihan adalah dengan melakukan
investasi pada satu atau beberapa sektor usaha saja. Sektor yang dipilih merupakan sektor
ekonomi unggulan (Widodo, 2006).

2.3 Kriteria Sektor Unggulan


Perencanaan pembangunan daerah berbasis sektor ekonomi unggulan. Konsep ini
menekankan penggerak pembangunan suatu daerah pada sektor unggulan, baik di tingkat
domestik maupun internasional. Ada beberapa kriteria mengenai sektor ekonomi unggulan,
(Adisasmita, 2006) diantaranya:
1. Sektor unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (Forward dan
Backward Linkages) yang kuat, baik sesama sektor unggulan maupun sektor-sektor
lainnya.
2. Sektor unggulan mampu bersaing (Competitiveness) dengan sektor sejenis dari wilayah
lain baik regional atupun internasional.
3. Sektor unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (Prime Mover) pembangunan
perekonomian. Artinya, sektor unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang
signifikan pada peningkatan produksi, sektorsektor lain dan pendapatan masyarakat.
4. Pengembangan sektor unggulan berorientasi pada kelestarian lingkungan hidup.
Apabila sektor unggulan sudah memasuki fase penurunan, maka pengembangan
selanjutnya dapat diteruskan dengan cara:
1. Memperkuat strategi pemasaran pada sektor unggulan, seperti mempengaruhi
konsumen untuk terus mengkonsumsi komoditas tersebut, dengan melakukan promosi.
2. Meningkatkan kualitas sektor agar tetap memiliki daya saing, sehingga permintaan
terhadap sektor tersebut tidak menurun secara drastis.
3. Menciptakan permintaan oleh industri antara (intermediary industri) yang berarti
sekaligus menciptakan nilai tambah baru bagi perekonomian daerah yang bersangkutan.

2.4 Analisis Ekonomi Basis


Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi
suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari
luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan
penciptaan peluang kerja (Arsyad, 1999).
Perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu kegiatan-kegiatan basis
dan kegiatan-kegiatan bukan basis. Kegiatan-kegiatan basis adalah kegiatan-kegiatan yang
mengekspor barang-barang atau jasa-jasa ke tempat di luar batas-batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan atau yang memasarkan barang-barang atau jasa-jasa mereka
kepada orang-orang di luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan bukan basis adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang
yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas
perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor
barang-barang, jadi luas lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama
adalah bersifat lokal (Glasson, 1977).

2.4.1 Location Quotient


Kemampuan suatu daerah dalam kegiatan tertentu dapat diketahui dengan
menggunakan Teknik Analisis LQ (Location Quotient: LQ). Teknik ini menyajikan
perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan
kemampuan yang sama pada daerah yang lebih luas. Satuan yang digunakan sebagai ukuran
untuk menghasilkan koefisien LQ, adalah jumlah tenaga kerja, hasil produksi, atau satuan
lainnya yang dapat digunakan sebagai kriteria (Nyoman, 2008). Struktur perumusan LQ
memberikan beberapa nilai, yaitu LQ > 1, LQ = 1, LQ < 1. Jika memakai nilai produksi sebagai
bahan perhitungan, maka:
1. LQ lebih besar dari 1 (LQ > 1): berarti komoditas tersebut merupakan sektor basis
artinya produksi komoditas yang bersangkutan sudah melebihi kebutuhan konsumsi di
daerah dimana komoditas tersebut dihasilkan dan kelebihannya dapat dijual keluar
daerah.
2. LQ lebih kecil dari satu (LQ < 1): produksi komoditas tersebut belum mencukupi
kebutuhan konsumsi di daerah yang bersangkutan dan pemenuhannya didatangkan dari
daerah lain.
3. LQ sama dengan satu (LQ = 1): produksi komoditas yang bersangkutan hanya cukup
untuk kebutuhan daerah setempat.
Location quotient atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya
peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri
tersebut secara nasional. Ada banyak variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum
adalah nilai tambah (tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja. Berikut ini yang
digunakan adalah nilai tambah (tingkat pendapatan). Rumusnya adalah sebagai berikut.
Vik
LQ = Vk
Vip
Vp
Dimana:
Vik = nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kota)
Vk = PDRB total semua sektor di daerah studi k
Vip = nilai output (PDRB) sektor i daerah referensi p (provinsi)
Vp = PDRB total semua sektor di daerah referensi p

2.4.2 Static Location Quotient


Formula untuk SLQ adalah:
Vik/Vk
SLQ =
Vip/Vp
Dimana:
Vik = nilai PDRB sektor i daerah studi (kabupaten)
Vk = nilai PDRB total daerah studi (kabupaten)
Vip = nilai PDRB sektor i daerah referensi (provinsi)
Vp = nilai PDRB total daerah referensi (provinsi)
Kemungkinan nilai SLQ yang diperoleh adalah:
1. SLQ > 1: ini berarti daerah studi (kabupaten) memiliki spesialisasi disektori
dibandingkan sektor yang sama di tingkat daerah referensi (provinsi).
2. SLQ < 1: ini berarti sektor i bukan merupakan spesialisasi daerah studi (kabupaten)
dibandingkan sektor yang sama di tingkat daerah referensi (provinsi).
3. SLQ = 1: ini berarti bahwa sektor i terspesialisasi baik di daerah studi (kabupaten)
maupun daerah referensi (provinsi).

2.4.3 Dynamic Location Quotient


Sedangkan formula untuk DLQ adalah:
(1 + gij)/(1 + gj)
DLQ =
(1 + Gi)/(1 + G)
Dimana:
gij = laju pertumbuhan sektor i di daerah j
Gi = laju pertumbuhan sektor i di wilayah referensi
gj = rata-rata laju pertumbuhan di daerah j
G = rata-rata laju pertumbuhan di wilayah referensi
Kemungkinan nilai DLQ yang diperoleh adalah:
1. DLQ > 1: ini sektor mempunyai potensi perkembangan lebih cepat dibanding daerah
(kabupaten) lain di wilayah referensi (provinsi).
2. DLQ < 1: ini sektor mempunyai potensi perkembangan lebih lambat dibanding daerah
kabupaten) lain di wilayah referensi (provinsi).
3. DLQ = 1: ini sektor mempunyai potensi perkembangan sama cepat dibanding daerah
(kabupaten) lain di wilayah referensi (provinsi).

2.5 Analisis Shift-Share


Analisa shift-share adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa data statistik
regional, baik berupa pendapatan per kapita, output, tenaga kerja maupun data lainnya.
Dalam analisis ini, akan diperlihatkan bagaimana keadaan pertumbuhan di daerah dengan
dibandingkan pada pertumbuhan nasional. Tujuan dari analisis shift-share adalah untuk
melihat dan menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan
membandingkan dengan wilayah yang lebih luas (wilayah referensi). Menurut Robinson
(2004) analisis shift-share dapat digunakan untuk membandingkan perbedaan laju
pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah kabupaten dengan daerah provinsi atau
daerah propinsi dengan wilayah nasional. Analisis Shift Share merupakan metode lanjutan dari
analisis LQ dimana LQ hanya melihat potensi ekonomi basis namun tidak menjelaskan kinerja
secara time series. Sedangkan analisis Shift Share menjelaskan perubahan perekonomian
dengan membagi menjadi national share, industry share dan regional share.

2.5.1 Komponen Analisis Shift-Share


Dalam analisis shift share diasumsikan bahwa perubahan produksi/kesempatan kerja
dipengaruhi oleh 3 komponen pertumbuhan wilayah yakni Pertumbuhan Nasional (PN),
Pertumbuhan Proporsional (PP), dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).

A. Pertumbuhan Nasional (PN)


Pertumbuhan Nasional (KPN) merupakan komponen share dan sering disebut dengan
national share. PN adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang
disebabkan oleh perubahan produksi, kebijakan ekonomi nasional dan kebijakan lain yang
mampu mempengaruhi sektor perekonomian dalam suatu wilayah. Sehingga dalam
komponen ini dapat dilihat bagaimana pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
terhadap daerah. Contoh kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan kurs, pengendalian
inflasi, dan masalah penggangguran serta kebijakan dalam perpajakan.
B. Pertumbuhan Proporsional (PP)
Pertumbuhan Proporsional (PP) merupakan komponen proportional shift yaitu
penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan wilayah. PP adalah
perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh komposisi
sektor dalam permintaan produk akhir, serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
Sehingga penerapan PP ini dapat mengukur perubahan relatif (naik/turun) suatu sektor
daerah terhadap sektor yang sama di tingkat nasional atau dalam hal ini disebut juga
pengaruh bauran industri (industri mix).
1. Apabila PP bernilai positif (PP > 0) pada wilayah/daerah yang berspesialisasi dalam
sektor yang secara nasional tumbuh cepat.
2. Apabila bernilai negatif (PP<0) pada wilayah/daerah yang berspesialisasi dalam sektor
yang secara nasional tumbuh lambat.

C. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)


Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) merupakan komponen lokasional atau regional
atau sisa lebihan. PPW adalah perubahan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah yang
disebabkan oleh keunggulan komparatif wilayah tersebut, adanya dukungan kelembagaan,
prasarana sosial ekonomi, serta kebijakan lokal di wilayah tersebut.
1. Apabila PPW bernilai positif (PPW > 0) pada sektor yang mempunyai keunggulan
komparatif (kompartif advantage) di wilayah/daerah tersebut juga sebagai keuntungan
lokasional.
2. Apabila PPW bernilai negatif (PPW < 0) pada sektor yang tidak mempunyai keunggulan
komparatif/ tidak dapat bersaing.

2.5.2 Model Analisis Shift-Share


Adapun model analisis shift-share dipaparkan sebagai berikut.
PE = PN + PP + PW
𝑌𝑡 𝑌𝑖𝑡 𝑌𝑡 𝑦𝑖𝑡 𝑌𝑖𝑡
PE = (𝑌𝑜 − 1) + (𝑌𝑖𝑜 − 𝑌𝑜
) + (𝑦𝑖𝑜 − 𝑌𝑖𝑜
)

PE = (Ra-1) + (Ri-1) + (ri-Ri)


PB = PP + PPW
Keterangan:
PE = Pertumbuhan Ekonomi
PN = Pertumbuhan Nasional
PP = Pertumbuhan Proporsional
PPW = Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Yt = Indikator ekonomi wilayah Nasional (akhir tahun analisis)
Yo = Indikator ekonomi wilayah Nasional (awal tahun analisis)
Yit = Indikator ekonomi wilayah Nasional sektor i (akhir tahun analisis)
Yio = Indikator ekonomi wilayah Nasional sektor i (awal tahun analisis)
yit = Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i (akhir tahun analisis)
yio = Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i (awal tahun analisis)
Jika PB = 0, maka sektor tersebut progresif
Jika PB > 0, sektor tersebut maju
Jika PB < 0, sektor tersebut mundur

2.6 Pendekatan Tipologi Klassen


Alat Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan
struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya
membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan
pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai
sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang
diamati dapat dibedakan menjadi empat klasifikasi, yaitu sektor unggulan, sektor potensial,
sektor berkembang, dan sektor terbelakang (Kuncoro, 2002). Penjelasan kriteria tipologi
klassen adalah sebagai berikut.
Tabel 2. 1 Kriteria Tipologi Klassen
Kriteria PB > 0 PB < 0
Merupakan sektor non basis dengan Merupakan sektor non basis dengan
LQ < 1
pertumbuhan cepat pertumbuha lambat
Merupakan sektor basis dengan Merupakan sektor basis dengan
LQ > 1
pertumbuhan cepat pertumbuhan lambat
Sumber: Kuncoro, 2002

Berdasarkan klasifikasi tipologi klassen yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam


penelitian ini dibatasi pada klasifikasi sektor unggulan, hal tersebut disesuaikan dengan tujuan
penelitian, yakni merumuskan arahan pengembangan komoditas unggulan.
BAB III
GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Sampang


Kabupaten Sampang merupakan satu dari empat Kabupaten yang terletak di Pulau
Madura. Kabupaten ini terletak antara 1130 08’ sampai dengan 1130 39’ Bujur Timur dan 06
005’ sampai dengan 070 13’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sampang 1.233.30
km2. Kabupaten Sampang terdiri 14 kecamatan dan 180 Desa/Kelurahan. Secara administrasi
batas-batas wilayah Kabupaten Sampang adalah sebagai berikut:
Sebelah utara: Laut Jawa
Sebelah selatan: Selat Madura
Sebelah timur: Kabupaten Pamekasan
Sebelah barat: Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang terletak kurang lebih 100 km dari Surabaya, yang dapat ditempuh
melalui Jembatan Suramadu kurang lebih 5 menit dan dilanjutkan dengan perjalanan darat
kurang 1,5 jam. Persebaran penduduk di wilayah Kabupaten Sampang secara keseluruhan
tidak merata. Persebaran penduduk cenderung berorientasi ke wilayah pusat pemerintahan
atau pusat perekonomian daerah seperti kawasan pertanian, perikanan, peternakan, industri,
pertambangan, perdagangan dan jasa. Demikian juga dengan kepadatan penduduk,
kepadatan penduduk cenderung terkonsentrasi atau lebih tinggi pada daerah perkotaan
karena daerah tersebut merupakan pusat aktivitas menarik penduduk untuk beraktivitas dan
bertempat tinggal. Jumlah penduduk akhir tahun 2016 Kabupaten Sampang sebanyak
117.671, terdiri dari penduduk laki-laki 57.679 jiwa dan penduduk perempuan 59.992 jiwa
dengan kepadatan penduduk sebanyak 1.680,77 jiwa. Berikut ini merupakan peta administrasi
Kabupaten Sampang.
Gambar 3. 1 Peta Administrasi Kabupaten Sampang
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Sampang, 2015

3.2 Gambaran Umum Kabupaten Sampang Berdasarkan Kebijakan Penataan


Ruang
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang Tahun 2012 – 2032
yang disusun sesuai dengan amanat Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 adapun tujuan
penataan ruang sebagai pengembangan agropolitan, industri dan pariwisata. Penataan ruang
ini dilakukan untuk untuk mewujudkan pengembangan agropolitan, industri dan pariwisata
sekaligus memeratakan kesenjangan perkembangan wilayah utara dan selatan di Kabupaten
Sampang. Pengembangan kawasan agropolitan, pengembangan industri dan pengembangan
pariwisata akan menjadi sektor andalan pembangunan daerah hingga 20 tahun mendatang.
Fungsi perkotaan agropolitan dengan kegiatan perdagangan skala lokal, industri kecil,
peternakan, kehutanan dan konservasi, pertanian, perkebunan, holtikultura, pertambangan
dan migas. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang meliputi satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya
alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan
satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
Agropolitan adalah kota pertanianyang tumbuh dan berkembang kare-na berjalannya
sistem dan usaha agribisnisserta mampu melayani, mendorong, menarik dan menghela
kegiatan pembangunanpertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Pengembangan kawasan
agropolitan merupakan gerakan dari dan untukmasyarakat di wilayah/ kawasan,
olehkarenanya peran institusi pemerintah lebihdiarahkan pada tindakan motivasi, fasilitasi,
stimulasi dan stabilisasi gerakan tersebut. Agropolitan Kabupaten Sampang ditetapkan oleh
Gubernur Jawa Timur sejak tanggal 7 Februari 2012. Berikut disajikan tabel terkait data
agropolitan di Kabupaten Sampang.
Tabel 3. 1 Kawasan Agropolitan Kabupaten Sampang
Kec. Banyuates
Lokasi Kec. Ketapang
Kec. Tambelangan
Luas Kawasan 356,28 km2
Jumlah Desa 44 Desa
Jumlah Penduduk 209.385 jiwa
Sumber: Agropolitan Kabupaten Sampang, 2013

Adapun produk unggulan agropolitan di Kabupaten Sampang yaitu Semangka, Jambu


Mente, Cabe Jamu, dan Bentul dengan diversifikasi produk unggulan cabe jamu sebagai bahan
obat tradisional, Mente dan Bentul sebagai makanan ringan dan tepung serta Melon sebagai
minuman dan kripik. Kebijakan Pengembanagan Agropolitan, Industri, Dan Pariwisata Dengan
Strategi Meliputi :
1. Mengembangkan kawasan perdesaan sesuai potensi kawasan;
2. Mengembangkan sistem agropolitan di kawasan perdesaan;
3. Mengembangkan sarana dan prasarana pada wilayah perkotaan;
4. Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung agropolitan, industri, dan
pariwisata; dan
5. Mengembangkan sumberdaya manusia pada kawasan agropolitan.
Pengembangan ekonomi Kabupaten Sampang diarahkan pada pengembangan
minapolitan, agropolitan dan wisata. Secara umum, Kabupaten Sampang berkembang dengan
baik pada sektor Industri Garam, Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan
Pariwisata dengan kegiatan ekonomi utama seperti tambak dan industri garam, perkebunan
tembakau, peternakan sapi, perikanan tangkap dan wisata pantai.
Tabel 3. 2 Tipologi Kawasan Unggulan
No Kawasan Potensial Tipologi Komoditas Unggulan
Cabe jamu, jagung, tebu, semangka,
Kawasan VII: Kecamatan
mete, bentul, wijen, sapi potong dan
1. Ketapang, Banyuates, Klaster Agropolitan
wisata (hutan kera nepa, air terjun
Tambelangan
toroan,mangrove)
Kawasan X:
Kecamatan Camplong, Klaster Minapolitan,
2. Garam, wisata alam
Sampang, Sreseh, Garam dan Wisata
Penagrengan
Kawasan IX: Bentul, Ubi Kayu, Kedelai, Kelapa,
3. Kecamatan Robatal, Klaster Agropolitan Temulawak, Asam Jawa, Pisang
Kedungdung Pengolahan Kripik
Jambu Mete, Cabe Jamu, Asam
Kawasan VIII: Kecamatan
4. Klaster Agropolitan Jawa, Pengemas Kacang Mete dan
Sokobanah, Ketapang
Cabe Jamu
Perikanan Tangkap Industri
5. Kawasan XI: Pulau Mandangin Klaster Minapolitan
Pembuatan Perahu
Sumber: http://investasi.bpws.go.id/index.php/klaster-sampang/

Sasaran pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Sampang adalah untuk


mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan, melalui:
1. Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi,
produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan
dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisien dan
a. menguntungkan serta berwawasan lingkungan;
2. Penguatan kelembagaan petani
3. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia agroinput, pengolahan hasil,
pemasaran, dan penyediaan jasa)
4. Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan Pembangunan Terpadu;
5. Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi;
6. Peningkatan sarana-prasarana meliputi: jaringan jalan termasuk jalan usaha tani (farm
road), irigasi, pasar, air bersih, pemanfaatan air limbah, dan sampah
7. Peningkatan sarana -prasarana kesejahteraan sosial meliputi pendidikan, kesehatan,
kebudayaan, dan sarana-prasarana umum lainnya seperti listrik, telekomunikasi dan lain
sebagainya.

3.3 Gambaran Umum Perekonomian Kabupaten Sampang


BAB IV
ANALISIS

4.1 Identifikasi Sektor Basis di Kabupaten Sampang


Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat kondisi ekonomi basis di Kabupaten
Bangkalan adalah dengan menggunakan perhitungan LQ (Location Quotient) dengan
menggunakan data PDRB Kabupaten Bangkalan. Dalam perhitungan sektor basis
menggunakan LQ tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan SLQ
(Static Location Quotient) dan DLQ (Dynamic Location Quotient). Dalam penelitian kali ini
perhitungan sektor basis menggunakan SLQ. Berikut merupakan hasil perhitungan dari SLQ.
Tabel 4. 1 Analisis LQ Sektor dan Sub-Sektor Kabupaten Sampang
Sub Kategori PDRB LQ
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.57
a. Tanaman Pangan 6.11
b. Tanaman Hortikultura 1.95
c. Tanaman Perkebunan 2.27
d. Peternakan 2.32
e. Jasa Pertanian dan Perburuan 2.49
2. Kehutanan dan Penebangan Kayu 0.80
3. Perikanan 3.25
Pertambangan dan Penggalian 4.85
1. Pertambangan Minyak, Gas dan Panas 5.77
Bumi
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0.00
3. Pertambangan Bijih Logam 0.00
4. Pertambangan dan Penggalian Lainnya 3.55
Industri Pengolahan 0.12
1. Industri Batubara dan Pengilangan Migas 0.00
2. Industri Makanan dan Minuman 0.10
3. Pengolahan Tembakau 0.06
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 0.10
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas 0.00
Kaki
Sub Kategori PDRB LQ
6. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan 0.46
Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu,
Rotan dan Sejenisnya
7. Industri Kertas dan Barang dari Kertas, 0.01
Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman
8. Industri Kimia, Farmasi dan Obat 0.00
Tradisional
9. Industri Karet, Barang dari Karet dan 0.00
Plastik
10. Industri Barang Galian bukan Logam 0.54
11. Industri Logam Dasar 0.00
12. Industri Barang dari Logam, Komputer, 0.15
Barang Elektronik, Optik dan Peralatan
Listrik
13. Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL 0.00
14. Industri Alat Angkutan 0.03
15. Industri Furnitur 0.39
16. Industri pengolahan lainnya, jasa 0.39
reparasi dan pemasangan mesin dan
peralatan
Pengadaan Listrik dan Gas 0.10
1. Ketenagalistrikan 0.26
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 0.04
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0.78
Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi 0.93
Perdagangan Besar dan Eceran; 0.94
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
1. Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan 0.38
Reparasinya
2. Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan 1.15
Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 0.28
Sub Kategori PDRB LQ
1. Angkutan Rel 0.00
2. Angkutan Darat 0.66
3. Angkutan Laut 0.67
4. Angkutan Sungai Danau dan 0.15
Penyeberangan
5. Angkutan Udara 0.00
6. Pergudangan dan Jasa Penunjang 0.12
Angkutan; Pos dan Kurir
Penyediaan Akomodasi dan Makan 0.07
Minum
1. Penyediaan Akomodasi 0.17
2. Penyediaan Makan Minum 0.08
Informasi dan Komunikasi 0.95
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.48
1. Jasa Perantara Keuangan 0.10
2. Asuransi dan Dana Pensiun 1.34
3. Jasa Keuangan Lainnya 1.05
4. Jasa Penunjang Keuangan 0.00
Real Estate 0.81
Jasa Perusahaan 0.38
Administrasi Pemerintahan, 2.03
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan 1.15
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.87
Jasa lainnya 0.68
Sumber: Analisis Penulis, 2018

Berdasarkan hasil analisis LQ pada tabel sub kategori PDRB di atas, maka dapat
diketahui jika pada Kabupaten Sampang terdapat banyak sektor basis yaitu sektor atau
kegiatan ekonomi yang melayani baik pasar domestik maupun pasar luar daerah itu sendiri
yang didominasi oleh pertambangan dan penggalian yang mencapai angka 4.85 serta
pertanian, kehutanan dan perikanan yang mencapai nilai basis 2.57. Untuk sub sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan komoditas yang paling berpotensi yaitu jenis tanaman
pangan dan sektor perikanan. Sedangkan untuk sub kategori pertambangan dan penggalian
nilai basis paling tinggi berada pada sektor pertambangan minyak, gas dan panas bumi dan
pertambangan, penggalian lainnya, namun sisanya merupakan sektor non basis. Diketahui
pula jika pada kategori industri pengolahan, pengadaan listrik dan gas, konstruksi merupakan
sektor non basis karena hasil analisis LQ menunjukkan jika sub – sub kategori tersebut tidak
mencapai angka 1. Pada perdagangan besar dan eceran; Reparasi mobil dan sepeda motor
ada dua jenis hasil sektor yaitu non basis pada perdagangan mobil, sepeda motor dan
reparasinya serta sektor basis pada Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda
Motor dengan angka yang tidak cukup tinggi yaitu hanya mencapai 1.15. Untuk sektor lainnya
yang tersisa seperti Transportasi dan Pergudangan, Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum, Informasi dan Komunikasi, Jasa Keuangan dan Asuransi, Real Estate, Jasa
Perusahaan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, Jasa lainnya merupakan sektor non basis
yang tidak diprioritaskan pengembanganya.
Dengan demikian, jenis sektor seperti pertanian, kehutanan dan perikanan serta
pertambangan dan pengggalian dan jagung yang menjadi sektor basis di Kabupaten Sampang
mengalami surplus produksi atau terpusat di dan mempunyai potensi untuk diekspor.
Besarnya nilai LQ yang mencapai angka paling besar yaitu 4.85.

4.2 Analisis Shift Share


Pada tahap ini teknik analisis yang digunakan adalah shift share, untuk mengetahui
sumber atau komponen pertumbuhan pada suatu wilayah. Analisa komponen pertumbuhan
wilayah bertujuan untuk mengetahui sektor dan su sektor mana saja yang memiliki daya saing
(comparative advantage), tingkat pertumbuhan dan progresifitas tinggi pada sektor atau
komoditas tertentu. Berikut tabel hasil perhitungan analisis shift share.
No Sektor/Sub-Sektor KPP Keterangan
Pertanian, Peternakan, Perburuan
-0.054 Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
dan Jasa Pertanian di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. Tanaman Pangan -0.086
lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
2. Tanaman Hortikultura 0.008
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
3. Tanaman Perkebunan -0.095
lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
4. Peternakan -0.004
lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
5. Jasa Pertanian dan Perburuan 0.067
cepat di skala regional
No Sektor/Sub-Sektor KPP Keterangan
Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
Kehutanan dan Penebangan Kayu -0.109
di skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Perikanan 0.185
skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
Pertambangan dan Penggalian -0.429
di skala regional
Pertambangan Minyak, Gas dan Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. -0.589
Panas Bumi lambat di skala regional
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0.000 Tidak ada
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
3. Pertambangan Bijih Logam -0.511
lambat di skala regional
Pertambangan dan Penggalian Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
4. -0.034
Lainnya lambat di skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
Industri Pengolahan -0.018
di skala regional
Industri Batubara dan Pengilangan Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. -0.264
Migas lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
2. Industri Makanan dan Minuman 0.158
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
3. Pengolahan Tembakau 0.029
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi -0.055
lambat di skala regional
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
5. 0.086
Alas Kaki cepat di skala regional
Industri Kayu, Barang dari Kayu
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
6. dan Gabus dan Barang Anyaman -0.225
lambat di skala regional
dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
7. Kertas, Percetakan dan Reproduksi -0.249
lambat di skala regional
Media Rekaman
Industri Kimia, Farmasi dan Obat Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
8. -0.007
Tradisional lambat di skala regional
Industri Karet, Barang dari Karet Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
9. -0.368
dan Plastik lambat di skala regional
No Sektor/Sub-Sektor KPP Keterangan
Industri Barang Galian bukan Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
10. -0.166
Logam lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
11. Industri Logam Dasar -0.070
lambat di skala regional
Industri Barang dari Logam,
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
12. Komputer, Barang Elektronik, Optik -0.091
lambat di skala regional
dan Peralatan Listrik
Industri Mesin dan Perlengkapan Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
13. -0.077
YTDL lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
14. Industri Alat Angkutan -0.178
lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
15. Industri Furnitur -0.049
lambat di skala regional
Industri pengolahan lainnya, jasa
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
16. reparasi dan pemasangan mesin -0.293
lambat di skala regional
dan peralatan
Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
Pengadaan Listrik dan Gas -0.455
di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. Ketenagalistrikan -0.126
lambat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
2. Pengadaan Gas dan Produksi Es -0.538
lambat di skala regional
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
-0.113
Limbah dan Daur Ulang di skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Konstruksi 0.083
skala regional
Perdagangan Besar dan Eceran; Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
0.028
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor skala regional
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. -0.062
dan Reparasinya lambat di skala regional
Perdagangan Besar dan Eceran, Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
2. 0.064
Bukan Mobil dan Sepeda Motor cepat di skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Transportasi dan Pergudangan 0.276
skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. Angkutan Rel 0.708
cepat di skala regional
No Sektor/Sub-Sektor KPP Keterangan
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
2. Angkutan Darat 0.228
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
3. Angkutan Laut 0.334
cepat di skala regional
Angkutan Sungai Danau dan Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
4. 0.043
Penyeberangan cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
5. Angkutan Udara 0.494
cepat di skala regional
Pergudangan dan Jasa Penunjang Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
6. 0.149
Angkutan; Pos dan Kurir cepat di skala regional
Penyediaan Akomodasi dan Makan Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
0.260
Minum skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. Penyediaan Akomodasi 0.517
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
2. Penyediaan Makan Minum 0.227
cepat di skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
Informasi dan Komunikasi -0.043
di skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.207
skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
1. Jasa Perantara Keuangan 0.232
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
2. Asuransi dan Dana Pensiun 0.230
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
3. Jasa Keuangan Lainnya 0.117
cepat di skala regional
Spesialisasi sub-sektor yang tumbuh
4. Jasa Penunjang Keuangan 0.060
cepat di skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Real Estate 0.001
skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Jasa Perusahaan 0.067
skala regional
Administrasi Pemerintahan,
Spesialisasi sektor yang tumbuh lambat
Pertahanan dan Jaminan Sosial -0.183
di skala regional
Wajib
No Sektor/Sub-Sektor KPP Keterangan
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Jasa Pendidikan 0.021
skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.061
skala regional
Spesialisasi sektor yang tumbuh cepat di
Jasa lainnya 0.001
skala regional
Sumber: Analisis Penulis, 2018

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa perhitungan PP digunakan untuk melihat


spesialisasi sektor dan sub-sektor yang ada di Kabupaten Sampang itu sendiri dimana terdapat
beberapa sebagian sub-sektor yang memiliki pertumbuhan yang cepat. Setelah melakukan
perhitungan PP, dilakukanlah perhitungan PPW dimana bertujuan untuk mengetahui
keunggulan dari komoditas yang ada di Kabupaten Bangkalan melalui masing-masing
kecamatan yang ada. Berikut merupakan perhitungan PPW.
No Sektor/Sub-Sektor KPPW Keterangan
Pertanian, Peternakan, Perburuan
0.018 Memiliki daya saing
dan Jasa Pertanian
1. Tanaman Pangan -0.005 Tidak memilik daya saing

2. Tanaman Hortikultura -0.101 Tidak memilik daya saing

3. Tanaman Perkebunan 0.022 Memiliki daya saing

4. Peternakan -0.115 Tidak memilik daya saing

5. Jasa Pertanian dan Perburuan -0.014 Tidak memilik daya saing


Kehutanan dan Penebangan Kayu 1.565 Memiliki daya saing
Perikanan -0.006 Tidak memilik daya saing
Pertambangan dan Penggalian -0.175 Tidak memilik daya saing
Pertambangan Minyak, Gas dan
1. -0.132 Tidak memilik daya saing
Panas Bumi
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0.000 -

3. Pertambangan Bijih Logam 0.000 -


Pertambangan dan Penggalian
4. 0.711 Memiliki daya saing
Lainnya
Industri Pengolahan -0.067 Tidak memilik daya saing
Industri Batubara dan Pengilangan
1. 0.000 -
Migas
2. Industri Makanan dan Minuman -0.063 Tidak memilik daya saing

3. Pengolahan Tembakau -0.109 Tidak memilik daya saing


No Sektor/Sub-Sektor KPPW Keterangan
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi -0.038 Tidak memilik daya saing
Industri Kulit, Barang dari Kulit dan
5. -0.036 Tidak memilik daya saing
Alas Kaki
Industri Kayu, Barang dari Kayu
6. dan Gabus dan Barang Anyaman 0.002 Memiliki daya saing
dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari
7. Kertas, Percetakan dan Reproduksi 0.002 Memiliki daya saing
Media Rekaman
Industri Kimia, Farmasi dan Obat
8. -0.118 Tidak memilik daya saing
Tradisional
Industri Karet, Barang dari Karet
9. 0.000 -
dan Plastik
Industri Barang Galian bukan
10. 0.032 Memiliki daya saing
Logam
11. Industri Logam Dasar 0.000 -
Industri Barang dari Logam,
12. Komputer, Barang Elektronik, Optik -0.013 Tidak memilik daya saing
dan Peralatan Listrik
Industri Mesin dan Perlengkapan
13. 0.000 -
YTDL
14. Industri Alat Angkutan -0.056 Tidak memilik daya saing

15. Industri Furnitur 0.019 Memiliki daya saing


Industri pengolahan lainnya, jasa
16. reparasi dan pemasangan mesin 0.038 Memiliki daya saing
dan peralatan
Pengadaan Listrik dan Gas 0.245 Memiliki daya saing
1. Ketenagalistrikan -0.159 Tidak memilik daya saing

2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 0.553 Memiliki daya saing


Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
0.066 Memiliki daya saing
Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi -0.034 Tidak memilik daya saing
Perdagangan Besar dan Eceran;
0.134 Memiliki daya saing
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor
1. 0.072 Memiliki daya saing
dan Reparasinya
No Sektor/Sub-Sektor KPPW Keterangan
Perdagangan Besar dan Eceran,
2. 0.119 Memiliki daya saing
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan -0.063 Tidak memilik daya saing
1. Angkutan Rel 0.000 -

2. Angkutan Darat 0.053 Memiliki daya saing

3. Angkutan Laut -0.259 Tidak memilik daya saing


Angkutan Sungai Danau dan
4. 0.113 Memiliki daya saing
Penyeberangan
5. Angkutan Udara 0.000 -
Pergudangan dan Jasa Penunjang
6. -0.030 Tidak memilik daya saing
Angkutan; Pos dan Kurir
Penyediaan Akomodasi dan Makan
-0.088 Tidak memilik daya saing
Minum
1. Penyediaan Akomodasi -0.437 Tidak memilik daya saing

2. Penyediaan Makan Minum -0.052 Tidak memilik daya saing


Informasi dan Komunikasi 0.062 Memiliki daya saing
Jasa Keuangan dan Asuransi -0.052 Tidak memilik daya saing
1. Jasa Perantara Keuangan -0.079 Tidak memilik daya saing

2. Asuransi dan Dana Pensiun -0.045 Tidak memilik daya saing

3. Jasa Keuangan Lainnya 0.010 Memiliki daya saing

4. Jasa Penunjang Keuangan 0.000 Tidak memilik daya saing


Real Estate 0.014 Memiliki daya saing
Jasa Perusahaan -0.101 Tidak memilik daya saing
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial 0.055 Memiliki daya saing
Wajib
Jasa Pendidikan 0.054 Memiliki daya saing
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.089 Memiliki daya saing
Jasa lainnya -0.024 Tidak memilik daya saing
Dapat dilihat pada tabel diatas, sektor dan sub-sektor yang memiliki daya saing pada
Kabupaten Sampang terdapat 23 sektor dan sub-sektor, dimana diantaranya 10 sektor dan
13 sub-sektor berdaya saing. PPW bertujuan untuk melihat daya saing dari masing-masing
komoditas yang memiliki keunggulan komparatif. Dari hasil perhitungan PP dan PPW tersebut
maka dilakukanlah perhitungan PB yang bertujuan untuk melihat tingkat progresifitas dari
setiap sektor yang ada, berikut merupakan hasil perhitungan PB pada masing-masing sektor
dan sub-sektor di Kabupaten Sampang.
No Sektor/Sub-Sektor PB Keterangan
Pertanian, Peternakan, Perburuan
-0.036 Tidak dapat ditingkatkan
dan Jasa Pertanian
1. Tanaman Pangan -0.091 Tidak dapat ditingkatkan

2. Tanaman Hortikultura -0.092 Tidak dapat ditingkatkan

3. Tanaman Perkebunan -0.073 Tidak dapat ditingkatkan

4. Peternakan -0.119 Tidak dapat ditingkatkan

5. Jasa Pertanian dan Perburuan 0.053 Dapat ditingkatkan


Kehutanan dan Penebangan Kayu 1.456 Dapat ditingkatkan
Perikanan 0.179 Dapat ditingkatkan
Pertambangan dan Penggalian -0.603 Tidak dapat ditingkatkan
Pertambangan Minyak, Gas dan
1. -0.721 Tidak dapat ditingkatkan
Panas Bumi
2. Pertambangan Batubara dan Lignit 0.000 -

3. Pertambangan Bijih Logam -0.511 Tidak dapat ditingkatkan


Pertambangan dan Penggalian
4. 0.677 Dapat ditingkatkan
Lainnya
Industri Pengolahan -0.085 Tidak dapat ditingkatkan
Industri Batubara dan Pengilangan
1. -0.264 Tidak dapat ditingkatkan
Migas
2. Industri Makanan dan Minuman 0.095 Dapat ditingkatkan

3. Pengolahan Tembakau -0.080 Tidak dapat ditingkatkan

4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi -0.093 Tidak dapat ditingkatkan


Industri Kulit, Barang dari Kulit dan
5. 0.050 Dapat ditingkatkan
Alas Kaki
Industri Kayu, Barang dari Kayu
6. dan Gabus dan Barang Anyaman -0.222 Tidak dapat ditingkatkan
dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya
Industri Kertas dan Barang dari
7. Kertas, Percetakan dan Reproduksi -0.248 Tidak dapat ditingkatkan
Media Rekaman
Industri Kimia, Farmasi dan Obat
8. -0.125 Tidak dapat ditingkatkan
Tradisional
No Sektor/Sub-Sektor PB Keterangan
Industri Karet, Barang dari Karet
9. -0.368 Tidak dapat ditingkatkan
dan Plastik
Industri Barang Galian bukan
10. -0.134 Tidak dapat ditingkatkan
Logam
11. Industri Logam Dasar -0.070 Tidak dapat ditingkatkan
Industri Barang dari Logam,
12. Komputer, Barang Elektronik, Optik -0.105 Tidak dapat ditingkatkan
dan Peralatan Listrik
Industri Mesin dan Perlengkapan
13. -0.077 Tidak dapat ditingkatkan
YTDL
14. Industri Alat Angkutan -0.233 Tidak dapat ditingkatkan

15. Industri Furnitur -0.031 Tidak dapat ditingkatkan


Industri pengolahan lainnya, jasa
16. reparasi dan pemasangan mesin -0.255 Tidak dapat ditingkatkan
dan peralatan
Pengadaan Listrik dan Gas -0.210 Tidak dapat ditingkatkan
1. Ketenagalistrikan -0.285 Tidak dapat ditingkatkan

2. Pengadaan Gas dan Produksi Es 0.015 Dapat ditingkatkan


Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
-0.047 Tidak dapat ditingkatkan
Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi 0.049 Dapat ditingkatkan
Perdagangan Besar dan Eceran;
0.162 Dapat ditingkatkan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Perdagangan Mobil, Sepeda Motor
1. 0.011 Dapat ditingkatkan
dan Reparasinya
Perdagangan Besar dan Eceran,
2. 0.183 Dapat ditingkatkan
Bukan Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan 0.213 Dapat ditingkatkan
1. Angkutan Rel 0.708 Dapat ditingkatkan

2. Angkutan Darat 0.281 Dapat ditingkatkan

3. Angkutan Laut 0.075 Dapat ditingkatkan


Angkutan Sungai Danau dan
4. 0.156 Dapat ditingkatkan
Penyeberangan
5. Angkutan Udara 0.494 Dapat ditingkatkan
No Sektor/Sub-Sektor PB Keterangan
Pergudangan dan Jasa Penunjang
6. 0.119 Dapat ditingkatkan
Angkutan; Pos dan Kurir
Penyediaan Akomodasi dan Makan
0.172 Dapat ditingkatkan
Minum
1. Penyediaan Akomodasi 0.080 Dapat ditingkatkan

2. Penyediaan Makan Minum 0.175 Dapat ditingkatkan


Informasi dan Komunikasi 0.019 Dapat ditingkatkan
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.155 Dapat ditingkatkan
1. Jasa Perantara Keuangan 0.153 Dapat ditingkatkan

2. Asuransi dan Dana Pensiun 0.185 Dapat ditingkatkan

3. Jasa Keuangan Lainnya 0.127 Dapat ditingkatkan

4. Jasa Penunjang Keuangan 0.060 Dapat ditingkatkan


Real Estate 0.015 Dapat ditingkatkan
Jasa Perusahaan -0.034 Tidak dapat ditingkatkan
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial -0.128 Tidak dapat ditingkatkan
Wajib
Jasa Pendidikan 0.075 Dapat ditingkatkan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.150 Dapat ditingkatkan
Jasa lainnya -0.023 Tidak dapat ditingkatkan
Dari tabel diatas dapat diketahui sektor dan sub-sektor yang dapat ditingkatkan yaitu
30 sektor dan sub-sektor terdiri dari 10 sektor dan 20 sub-sektor di Kabupaten Sampang.
Untuk proses selanjutnya yaitu tipologi klassen yang bertujuan untuk menentukan komoditas
unggulan dilihat dari penilaian hasil perhitungan SLQ dan PB yang dipaparkan pada sub-bab
berikutnya.

4.3 Analisis Tipologi Klassen


4.4 Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

You might also like