Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 68

RANGKAIAN LISTRIK 1

Dosen Pembimbing : Herman Yani, S.T.,M.Eng

DISUSUN OLEH :

NAMA : INDRIAWATI

NIM : 061730310156

KELAS : 1 LA

PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


TAHUN AKADEMIK 2017/2018
i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
rangkaian listrik

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah rangkaian listrik ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

ii
Daftar Isi
Halaman

Halaman Judul ........................................................................................................... i


Kata Pengantar............................................................................................................ ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii

BAB I BESARAN, SATUAN DAN DIMENSI


1.1 Besaran .................................................................................................... ............ 4
1.2 Satuan ...................................................................................................... ............ 4
1.3 Pengertian Dimensi dan Dimensi Besaran Pokok dan Besaran Turunan............. 7
1.4 Besaran, Satuan, dan Konversi Satuan Listrik dan SI ......................................... 10
Latihan Soal ............................................................................................................... 22

BAB II KUANTITAS – KUANTITAS LISTRIK


2.1 Kuantitas – Kuantitas Listrik ............................................................................... 23
Latihan Soal ............................................................................................................... 27

BAB III HUKUM KIRCHOFF


3.1 Hukum Kirchoff ................................................................................................... 28
Latihan Soal ................................................................................................................ 30

BAB IV HAMBATAN JENIS BAHAN


4.1 Hambatan Jenis Bahan ......................................................................................... 32
Latihan Soal ................................................................................................................ 34

BAB V ANALISA RANGKAIAN


5.1 Analisis Node ....................................................................................................... 36
Latihan Soal .......................................................................................................... 37
5.2 Analisis Super Node ............................................................................................. 40
Latihan Soal .......................................................................................................... 41
5.3 Analisis Mesh ....................................................................................................... 43
Latihan Soal .......................................................................................................... 44
5.4 Analisis Super Mesh ............................................................................................. 46
Latihan Soal .......................................................................................................... 46
5.5 Teorema Superposisi ............................................................................................ 48
Latihan Soal .......................................................................................................... 50
5.6 Teorema Thevenin ................................................................................................ 53
Latihan Soal .......................................................................................................... 56
5.7 Teorema Norton .................................................................................................... 59
Latihan Soal .......................................................................................................... 63

Daftar Pustaka............................................................................................................. 66
iii
BAB I
BESARAN, SATUAN DAN DIMENSI

1.1 BESARAN
Fisika yaitu salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang memerlukan banyak sekali
pengukuran-pengukuran misalnya, panjang, berat, massa, waktu dan sebagainya.
Pengukuran adalah proses membandingkan nilai besaran yang diukur dengan besaran
sejenis yang dipakai sebagai satuan. Hasil dari pada pengukuran merupakan besaran.
Besaran adalah sesuatu yang dapat di ukur dan dinyatakan dengan angka atau nilai dan
memiliki satuan. Dalam fisika terdapat dua besaran yaitu besaran pokok dan besaran
turunan.
Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa sesuatu itu dapat dikatakan sebagai besaran harus
mempunyai 3 syarat yaitu
1. Dapat diukur atau dihitung
2. Dapat dinyatakan dengan angka-angka atau mempunyai nilai
3. Mempunyai satuan
Besaran berdasarkan cara memperolehnya dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
1. Besaran Fisika yaitu besaran yang diperoleh dari pengukuran. Karena diperoleh dari
pengukuran maka harus ada alat ukurnya. Sebagai contoh adalah massa. Massa
merupakan besaran fisika karena massa dapat diukur dengan menggunakan neraca.
2. Besaran non Fisika yaitu besaran yang diperoleh dari penghitungan. Dalam hal ini
tidak diperlukan alat ukur tetapi alat hitung sebagai misal kalkulator. Contoh besaran
non fisika adalah Jumlah.
Besaran Fisika sendiri dibagi menjadi 2
1. Besaran Pokok adalah besaran yang ditentukan lebih dulu berdasarkan kesepatan para
ahli fisika. Besaran pokok yang paling umum ada 7 macam yaitu Panjang (m), Massa
(kg), Waktu (s), Suhu (K), Kuat Arus Listrik (A), Intensitas Cahaya (cd), dan Jumlah
Zat (mol). Besaran pokok mempunyai ciri khusus antara lain diperoleh dari pengukuran
langsung, mempunyai satu satuan (tidak satuan ganda), dan ditetapkan terlebih dahulu.
2. Besaran Turunan adalah besaran yang diturunkan dari besaran pokok. Besaran ini ada
banyak macamnya sebagai contoh gaya (N) diturunkan dari besaran pokok massa,
panjang dan waktu. Volume (meter kubik) diturunkan dari besaran pokok panjang, dan
lain-lain. Besaran turunan mempunyai ciri khusus antara lain : diperoleh dari
pengukuran langsung dan tidak langsung, mempunyai satuan lebih dari satu dan
diturunkan dari besaran pokok.

1.2 SATUAN
Pada umumnya dalam Ilmu Fisika dan Ilmu Teknik ada dua macam sistem satuan yang
sering digunakan yaitu:
- Sistem Inggris
- Sistem Metrik
- Sistem Internasional
1. Sistem Inggris
Sistem Inggris disebut juga sistem fps (food-pound-second). Sistem satuan ini
didasarkan pada gaya (F), panjang (L) dan waktu (T). Sistem fps (food-pound-second)
disebut juga sebagai sistem gravitasi Inggris dan dipakai di negara-nagara yang berbahasa
Inggris di dalam kehidupannya sehari-hari serta dipakai dalam pengerjaan mesin-mesin.
 Satuan Gaya
Menurut sistem fps, satuan dari gaya adalah pound. Dimana satu pound sama dengan
½ 1046 gaya gravitasi terhadap kilogram standard internasional jika ditimbang di suatu
tempat dimana besar percepatan gravitasinya 32.174 ft/det2.

4
 Satuan Panjang
Satuan dari panjang menurut sistem fps adalah foot. Foot didefinisikan sebagai
1200/3937 m. Standar ini tidak diakui secara resmi, namun dipakai secara luas dalam industri
dan perdagangan.
 Satuan Massa
Satuan dari massa dalam sistem fps adalah slug. Satu slug kira-kira sama dengan 14,6
kg.
2. Sistem Metrik
Sistem metrik atau disebut juga sistem metrik absolut didasarkan pada panjang (L),
massa (M) dan waktu (T). Sistem ini secara resmi dignakan pertama kali pada tahun 1866 di
Perancis.
Sistem metrik terdiri atas 2 bagian yaitu:
- Sistem MKS (meter – kilogram – sekon)
- Sistem CGS (centimeter – gram – sekon)
 Sistem MKS
Satuan-satuan yang digunakan dalam sistem MKS adalah sebagai berikut :
- panjang menggunakan satuan meter (m)
- massa menggunakan satuan kilogram (kg)
- waktu menggunakan satuan sekon atau detik (s atau det).
 Sistem CGS
Perbedaan sistem CGS dan MKS adalah terletak pada pemakaian centimeteer dan gram
yang merupakan satu kelipatan dari meter dan kilogram. Satuan-satuan yang digunakan dalam
sistem CGS adalah sebagai berikut :
- panjang menggunakan satuan centimeter (cm)
- massa menggunakan satuan gram (gr)
- waktu menggunakan satuan sekon atau detik (s atau det).

3. Sistem Internasional (SI)


Sistem Internasional merupakan suatu pengembangan sistem metrik. Sistem ini
dirsmikan penggunaannya di Perancis pada tahun 1960. Di dalam Sistem Internasional (SI)
terdapat tujuh buah besaran pokok berdimensi dan dua buah besaran tambahan tak
berdimensi.
Tujuh buah besaran pokok dalam SI adalah sebagai berikut:
Besaran Pokok Satuan Lambang
Panjang Meter m
Massa Kilogram kg
Waktu Sekon/Detik s
Arus Listrik Ampere A
Suhu Kelvin K
Intensitas Cahaya Kandela cd
Jumlah zat Mole mol

Sedangkan dua buah besaran tambahan tak berdimensi dalam Sistem Internasional
adalah sebagai berikut:
Besaran Tambahan Satuan Lambang
Sudut datar Radian Rad
Sudut ruang Steradian Sr

5
 Satuan Panjang
Satuan panjang adalah jarak antara dua titik di dalam ruang. Lebar, tinggi, jari-jari
lingkaran termasuk dalam besaran panjang. Dalam SI satuan panjang adalah meter. Tahun
1960 para ahli menetapkan bahwa satu meter sama dengan 1.650.763,73 kali panjang
gelombang pancaran sinar jingga-merah dari atom kripton-86 dalam ruang hampa. Alat ukur
panjang adalah mistar, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Pada mikrometer sekrup
mempunyai tingkat ketelitian 0,01 mm sedangkan jangka sorong mempunyai tingkat
ketelitian 0,1 mm .
 Satuan Massa
Satuan standar untuk massa adalah kilogram. Massa adalah jumlah materi yang
terkandung dalam suatu benda. Satu kilogram adalah massa sebuah silinder logam yang
terbuat dari campuran platina iridium yang disimpan di lembaga Berat dan Ukuran
Internasional di Paris, Prancis. Massa kilogram standar juga disamakan dengan massa dari 1
liter air murni pada suhu 4oC.
 Satuan Waktu
Satuan waktu dalam SI adalah sekon atau detik. Pada mulanya satuan waktu didasarkan
pada waktu perputaran bumi mengelilingi sumbunya. Untuk mendapatkan pengukuran waktu
yang lebih teliti, sekarang orang menggunakan jam atom. Jam ini diatur oleh gerakan atom
tertentu (misalnya atom Cesium) dimana 1 detik adalah 9.192.631.770 periode getaran atom
cesium-133.

 Satuan Arus Listrik


Arus listrik diukur dalam satuan Ampere. Satu ampere didefinsikan sebagai jumlah
muatan listrik sebesar satu coulomb yang melewati suatu penampang dalam waktu 1 detik (1
coulomb = 6.25.10-18).
 Satuan Suhu
Pertama kali yang dijadikan titik acuan suhu adalah titik lebur es yang bersuhu 0oC dan
titik didih air yang bersuhu 100oC pada tekanan 76 cmHg.
Pada tahun 1954, diputuskan bahwa titik lebur es adalah T = 273,15 K dan titik didih air
adalah T = 373, 15 K pada tekanan 76 cmHg.
 Satuan Intensitas Cahaya
Satuan kandela didefinisikan sebagai sebuah benda berwarna hitam yang mempunyai luas
satu meter persegi dan bersuhu titik lebur platina (1773oC), dimana akan memancarkan
cahaya dengan arah tegak lurus dengan kuat cahaya sebesar 6 x 105 kandela.
 Satuan Jumlah Zat
Satuan jumlah zat adalah mol. 1 mol zat terdiri atas 6,025 x 1023 buah partikel. Bilangan
6,025 x 1023 disebut sebagai bilangan Avogadro.

C. BESARAN TURUNAN
Besaran Turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari besaran pokok. Jika
suatu besaran turunan merupakan perkalian besaran pokok , satuan besaran turunan itu juga
merupakan perkalian satuan besaran pokok, begitu juga berlaku didalam satuan besaran
turunan yang merupakan pembagian besaran pokok.
Contoh :
Luas = Panjang x Lebar
Satuan luas = satuan besaran panjang x satuan besaran panjang
=mxm
= m2
Di dalam sistem Internasional (SI), besaran turunan mempergunakan sistem satuan
MKS (meter – kilogram – sekon).
Berikut ini beberapa besaran turunan dalam SI yang mempunyai nama satuan
tertentu.

6
Besaran Pokok Satuan Lambang
Gaya Newton N
Energi Joule J
Daya Watt W
Tekanan Pascal Pa
Frekuensi Hertz Hz
Muatan Listrik Coulomb C
Beda Potensial Volt V
Hambatan Listrik Ohm Ω
Kapasitas Kapasitor Farad F
Fluks Magnet Tesla T
Induktansi Henry H
Fluks Cahaya Lumen ln
Kuat Penerangan Lux lx

Sedangkan berikut ini merupakan tetapan-tetapan yang ada di dalam fisika yaitu:
a. Tetapan gravitasi (G) = 6,67 x 10-11 newton.m2.kg2
b. Percepatan gravitasi (g) = 9,80 m/det2
c. Tetapan gas ideal (R) = 8316,96 joule.kg.mol.oK
d. Tetapan Boltzmann (k) = 1,38042 x 10-23 joule.oK
e. Tetapan Stefan Boltzmann ( ) = 5.6687 x 10-8 joule m2.det.oK4
f. Volume normal gas ideal (Vo) = 22,4 m3/kg.mol

Berikut ini dapat anda lihat Tabel Faktor pengali dan Nama Awalan untuk satuan (Tabel 1.2)

1.3 PENGERTIAN DIMENSI DAN DIMENSI BESARAN POKOK DAN BESARAN


TURUNAN
Dimensi suatu besaran adalah penggambaran atau cara penulisan suatu besaran dengan
menggunakan simbol (lambang) besaran pokok. Hal ini berarti dimensi suatu besaran
menunjukkan cara besaran itu tersusun dari besaran-besaran pokok. Apapun jenis satuan
besaran yang digunakan tidak mempengaruhi dimensi besaran tersebut, misalnya satuan
panjang dapat dinyatakan dalam m, cm, km, ft, keempat satuan ini mempunyai dimensi yang
sama yaitu L.
Pada sistem satuan internasional (SI), ada tujuh besaran pokok yang berdimensi, sedangkan
dua besaran pokok tambahan tidak berdimensi. Cara penulisan dimensi dari suatu besaran
dinyatakan dengan lambang huruf tertentu dan diberi kurung persegi. Berikut tabel besaran
pokok beserta dimensinya :
7
DIMENSI UNTUK BESARAN POKOK
Dimensi dari besaran turunan dapat disusun dari dimensi besaran-besaran pokok. Berikut
tabel besaran turunan :

8
DIMENSI UNTUK BEBERAPA BESARAN TURUNAN
Tidak hanya berpaku pada tabel diatas, cukup banyak besaran turunan lainnya yang dapat
dibuat dimensinya untuk membuktikan kebenaran dari besaran atau persamaan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan besaran turunan makin meningkat sehingga dapat
dikatakan dimensi besaran turunan dapat terus diperbaharui.

FUNGSI DIMENSI
Jika dipahami dengan seksama, dapat diambil kesimpulan beberapa fungsi dari dimensi, yaitu
:

1. Dimensi digunakan untuk membuktikan kebenaran suatu persamaan.


Pembelajaran ilmu fisika banyak bentuk-bentuk penjelasan sederhana untuk memudahkan
seperti persamaan fisika. Bagaimana cara membuktikan kebenarannya? Salah satunya adalah
dengan analisa dimensional.
Analisis Dimensional
Analisis dimensional adalah suatu cara untuk menentukan satuan dari suatu besaran turunan,
dengan cara memperhatikan dimensi besaran tersebut. Salah satu manfaat dari konsep dimensi
adalah untuk menganalisis atau menjabarkan benar atau salahnya suatu persamaan (fungsi
dimensi). Metode penjabaran dimensi atau analisis dimensi menggunakan aturan :

 Dimensi ruas kanan sama dengan dimensi ruas kiri


 Setiap suku berdimensi sama

Contoh :
Sebuah benda yang bergerak diperlambat dengan perlambatan a yang tetap dari kecepatan v0
dan menempuh jarak sebesar S maka akan berlaku hubungan v02=2aS. Buktikan kebenaran
persamaan itu dengan analisa dimensional!
Penyelesaian :
Kecepatan awal v0 = m/s [v0] = [L][T]-1
Percepatan a = m/s2 [a] = [L][T]-2
Jarak Tempuh S = m [S] = [L]
Persamaan :
V02=2aS
Dimensinya:

Karena kedua ruas kiri dan kanan sama, artinya persamaannya kemungkinan besar benar.

2. Dimensi digunakan untuk menurunkan persamaan suatu besaran dari besaran-


besaran yang mempengaruhinya.
Untuk membuktikan hukum-hukum fisika dapat dilakukan prediksi-prediksi dari besaran yang
mempengaruhinya. Dari besaran-besaran ini dapat ditentukan persamaan dengan analisa
dimensional. Bahkan hubungan antar besaran dari sebuah eksperimen dapat ditindak lanjuti
dengan analisa ini.

3. Juga berfungsi untuk menunjukkan kesetaraan beberapa besaran

9
1.4 BESARAN, SATUAN DAN KONVERSI SATUAN LISTRIK DAN SI

1. Besaran – Besaran Fisis, Standar dan Satuan

Pembentuk utama fisika adalah besaran-besaran fisis yang dipakai untuk menyatakan
hukum-hukum Fisika, misalnya panjang, massa, waktu , gaya, kecepatan, massa jenis,
resistivitas, temperatur, intensitas cahaya dan banyak lagi yang lainnya. Ada banyak besaran
fisis dan kadang-kadang saling bergantungan satu dengan yang lainnnya, sehingga
pengaturannya menjadi sulit, misalnya laju (speed) adalah perbandingan antara panjang
dengan waktu. Yang harus dilakukan adalah memilih jenis besaran fisis sebagai besaran dasar.
Besaran-besaran lain dapat diturunkan dari besaran dasar ini. Standar hanya diberikan untuk
besaran-besaran dasar saja. Misalnya bila kita pilih panjang sebagai besaran dasar, maka kita
harus menentukan sebuah standar dasar untuk panjang yang kita definisikan berdasarkan
penelitian di laboratorium pengukuran.

Timbul pertanyaan berapa banyak besaran dasar yang harus kita tetapkan?, besaran
apa saja yang masuk sebagai besaran dasar? dan siapa yang harus menetapkan besaran dasar
tersebut?.

Jawabannya kita harus memilih sesedikit mungkin besaran dasar, tetapi harus dapat
memberikan gambaran lengkap dan sederhana tentang fisika. banyak pilihan yang mungkin,
misalnya dalam salah satu sistem, gaya dipilih sebagai besaran dasar, sedangkan dalam sistem
yang kita gunakan nanti (sistem SI) gaya merupakan besaran turunan. Sebuah lembaga Berat
dan Ukuran Internasional (International Bereau of Weights and Measures) yang terletak di
kota Paris Prancis dan didirikan pada tahun 1875 menjadi sebuah lembaga internasional yang
menetapkan besaran dasar. Badan ini berhubungan dengan semua laboratorium standar yang
ada di seluruh dunia dan secara berkala mengadakan pertemuan untuk membuat resolusi dan
rekomendasi. Pertemuan pertama diadakan tahun 1889.

Sebuah standar untuk besaran dasar harus memiliki sifat tetap dan tidak berubah
seiring dengan waktu. contoh misalnya kita menetapkan besaran dasar adalah panjang. Maka
kita harus menentukan standar untuk panjang. misalnya kita tetapkan panjang 1 yard adalah
jarak dari ujung hidung ke ujung jari telunjuk yang direntangkan ke arah depan. Tentu saja
standar ini sangat tidak tetap, karena jarak dari ujung hidung ke ujung jari telunjuk setiap
orang adalah berbeda-beda, sehingga sangat sulit untuk menentukan standar 1 yard dengan
cara ini. Sering kali juga kita membuat perbandingan standar secara tidak langsung misalnya :
ada 3 persoalan pengukuran panjang (jarak) berikut ini: (a) jarak dari Great Nebula di galaksi
andromeda ke bumi, (b) tinggi badan orang dan (c) jarak antara inti-inti di dalam molekul
NH3 . Jelaslah bahwa teknik pengukurannya akan sangat berbeda, misalnya untuk persoalan a
dan c tidak dapat kita ukur dengan menggunakan penggaris atau meteran.

2. Sistem Satuan Internasioanl

Konferensi umum mengenai Berat dan Ukuran ke 14 (1971), menetapkan 7 buah


besaran dasar yaitu :

1. Panjang satuan meter (m)


2. Massa satuan kilogram (kg)
3. Waktu satuan detik (s)
4. Arus listrik satuan Ampere (A)
5. Temperatur termodinamika satuan Kelvin (K)
6. Jumlah zat satuan mol (mol)
7. Intensitas cahaya satuan candela (cd)
10
Seringkali kita harus menyatakan besaran fisi seperti jari-jari bumi atau selang waktu
antara 2 kejadian nuklir dalam satuan SI (dasar dan turunan). kita menjumpai bilangan –
bilangan yang sangat besar atau sangat kecil. agar lebih sederhana, maka konferensi umum
mengenai Berat dan Ukuran ke 14 juga menganjurkan penggunaan awalan yang diberikan
seperti berikut ini:

Awalan simbol Contoh Nilai


Eksa E Em 1 10-18
Peta P Pm 103 10-15
Tera T Tm 106 10-12
Giga G Gm 109 10-9
Mega M Mm 1012 10-6
Kilo k km 1015 10-3
hekto h hm 1016 10-2
deka da dam 1017 10-1
Besaran Meter 1018 1
(m)
desi d dm 1019 101
senti c cm 1020 102
mili m mm 1021 103
mikro m μm 1024 106
nano N nm 1027 109
piko P pm 1030 1012
femto F fm 1033 1015
atto A am 1036 1018

Ada sistem lain selain sistem internasional yang sering kita jumpai di dalam fisika
yaitu sistem cgs dan sistem British. Berikut ini beberapa faktor konversi satuan dari sistem SI
ke sistem cgs dan british.

1. Sudut bidang

o ‘ “ Radian Putaran
1 derajat 1 60 3600 1,745 x 10-2 2,778 x 10-3
1 menit 1,667 x 10-2 1 60 2,909 x 10-4 4,630 x 10-7
1 detik 2,778 x 10-4 1,667 x 10-2 1 4,848 x 10-6 7,716 x 10-7
1 radian 57,30 3438 2,063 x 105 1 0,1592
1 putaran 360 2,16 x 104 1,296 x 106 6,283 1

2. Sudut ruang

1 bola = 4π steradian = 12,57 Steradian

11
3. Panjang

Cm meter km in ft mi
1 cm 1 10-2 10-5 0,3937 3,281 x 6,214 x
10-2 10-6
1m 100 1 10-3 39,3 3,281 6,214 x
10-4
1 km 10 1000 1 3,937 x 3281 0,6214
104
1 inci 2,540 2,540 x 2,540 x 1 8,333 1,578 x
10-2 10-5 10-5
1 kaki 30,48 0,3048 3,048 x 12 1 1,894 x
10-4 10-4
1 mil 1,609 x 1609 1,609 6,336 x 5280 1
105 104

1 angstrom = 10-10 m

1 miles laut = 1852 m = 1.151 miles = 6076 ft

1 tahun cahaya = 9,4600 x 1012 km

1 parsec = 3,084 x 1013 km

1 fathom = 6 ft

1 yard = 3 ft

1 rod = 16,5 ft

1 mil = 10-3 in

4. Massa

g kg slug u oz lb ton
1 gram 1 0,001 6,852 x 6,024 x 3,527 x 2,205 x 1,102 x
10-5 1023 10-2 10-3 10-6
1 1000 1 6,852 x 6,024 x 35,27 2,205 1,102 x
kilogram 10-2 1026 10-3
1 slug 1,459 x 14,59 1 8,789 x 514,8 32,17 1,609 x
104 1027 10-2
1u 1,66 x 1,66 x 1,137 x 1 5,855 x 3,66 x 1,829 x
10-24 10-27 10-28 10-26 10-27 10-30
1 ons 28,35 2,835 x 1,943 x 1,708 x 1 6,250 x 3,125 x
10-2 10-3 1025 10-2 10-5
1 pon 453,6 0,4536 3,108 x 2,732 x 16 1 0,0005
10-2 1026
1 ton 9,072 x 907,2 62,16 5,465 x 3,2 x 2000 1
105 1029 104

12
5. Waktu

yr d h min Sekon
1 tahun 1 365,2 8,766 x 103 5,259 x 105 3,156 x 107
1 hari 2,738 x 10-3 1 24 1440 8,640 x 104
1 jam 1,141 x 10-4 4,167 x 10-2 1 60 3600
1 menit 1,901 x 10-6 6,944 x 10-4 1,667 x 10-2 1 60
1 detik 3,169 x 10-8 1,157 x 10-5 2,778 x 10-4 1,667 x 10-2 1

6. Gaya

Dyne Newton lbf pdl gf kgf


1 dyne 1 10-5 2,248 x 7,233 x 1,020 x 1,020 x
10-6 10-5 10-3 10-6
1 Newton 105 1 0,2248 7,233 102,0 0,1020
1 pon 4,448 x 4,448 1 32,17 453,6 0,4536
105
1 poundal 1,383 x 0,1383 3,108 x 1 14,10 1,410 x
104 10-2 10-2
1 gram 980,7 9,807 x 2,205 x 7,093 x 1 0,001
gaya 10-3 10-3 10-2
1 kgf 9,807 x 9,807 2,205 70,93 1000 1
105

7. Tekanan

atm Dyne/cm2 Inci air Cm-Hg Pascal Lb/in2 Lb/ft2


1 atm 1,013 x 1,013 x
1 406,8 76 14,70 2116
106 106
1 9,86
4,015 x 7,501 x 1,450 x 2,089 x
dyne/cm 9x 1 0,1
10-4 10-5 10-5 10-3
2 10-7
1 inci air 2,45
3,613 x
8x 2491 1 0,1868 249,1 5,202
10-2
10-3
1 cm-Hg 1,31
1,333 x
6x 5,353 1 1333 0,1934 27,85
105
10-2
1 Pascal 9,86
4,015 x 7,501 x 1,450 x 2,089 x
9x 10 1
10-3 10-4 10-4 10-2
10-6
1 psi 6,80
6,895 x 6,895 x
5x 27,68 5,171 1 144
104 103
104
1 lb/ft2 4,72
3,591 x 6,944 x
5x 478,8 0,1922 47,88 1
10-2 10-3
10-4

13
Satuan tekanan

Pound per
Atmosfer Atmosfer
Pascal Bar Torr inci
teknikal standar
persegi
Pa bar at atm torr psi
1.0197×10− 9.8692×10− 7.5006×10− 145.04×10
1 Pa ≡ 1 N/m2 10−5 5 6 3 −6


14.503774
1 bar 105 106 dyne/cm 1.0197 0.98692 750.06
2 4

0.980665
1 at 0.980665 ≡ 1 kp/cm2 0.96784 735.56 14.223
×105
1.01325
1 atm 1.01325 1.0332 1 ≡ 760 14.696
×105
1.3595×10− 1.3158×10− ≡ 1 torr 19.337×10
1 Torr 133.322 1.3332×10−3 3 3 −3
= 1 mmHg
6.895×10 70.307×10− 68.046×10−
1 psi 3 68.948×10−3 3 3 51.715 ≡ 1 lbf/in2

8. Energi
BTU erg ft.lb hp.h Joul cal kW.h eV Me kg
e V
1,05 3,92 6,58 6,58 1,17
1 2,930
1 5x 777,9 9x 1055 252,0 5x 5x 4x
BTU x 10-4
1010 10-4 1021 1015 10-14
9,48 3,72 2,778 6,24 6,24 1,11
7,376 2,389
1 erg 1x 1 5x 10-7 x 10- 2x 2x 3x
x 10-8 x 10-8
10-11 10-14 14
1011 105 10-24
1,28 1,35 5,05 8,46 8,46 1,50
1 1,35 0,323 3,766
5x 6x 1 1x 4x 4x 9x
ft.lb 6 9 x 10-7
10-3 107 10-7 1018 1012 10-17
2,68 2,68 1,67 1,67 2,98
1 1,980 6,414 0,745
2545 5x 1 5x 6x 6x 8x
hp.h x 106 x 105 7
1013 106 1025 1019 10-11
9,48 3,72 6,24 6,24 1,11
0,737 0,238 2,778
1J 1x 107 5x 1 2x 2x 3x
6 9 x 10-7
10-4 10-7 1018 1012 10-17
1 3,96 4,18 1,55 2,61 2,61 4,65
4,18 1,163
kalor 8x 6x 3,087 9x 1 3x 3x 9x
6 x 10-6
i 10-3 107 10-6 1019 1013 10-17
2,24 2,24 4,00
1 3,6 x 2,655 1,34 3,6 x 8,601
3413 1 7x 7x 7x
kWh 1013 x 106 1 106 x 105
1025 1019 10-11
1,51 1,60 1,182 5,96 1,60 3,827 4,450 1,78
1 eV 9x 2x x 10- 7x 2x x 10- x 10- 1 10-6 3x
10-22 10-12 19
10-26 10-19 20 26
10-36

14
1,51 1,60 1,182 5,96 1,60 3,827 4,450 1,78
1Me
9x 2x x 10- 7x 2x x 10- x 10- 106
1 3x
V
10-16 10-6 13
10-20 10-13 14 20
10-30
8,52 8,98 3,34 8,98 5,61 5,61
6,629 2,147 2,497
1 kg 1x 7x 8x 7x 0x 0x 1
x 1016 x 1016 x 1010
1013 1023 1010 1016 1035 1029

9. Daya

Btu/h Ft.lb/s hp cal/s kW Watt


1 btu/h 1 0,2161 3,929 x 7,000 x 2,930 x 0,2930
10-4 10-2 10-4
1 ft.lb/s 4,628 1 1,818 x 0,3239 1,356 1356
10-3
1 hp 2545 550 1 178,2 0,7457 745,7
1 cal/s 14,29 3,087 5,613 x 1 4,186 x 4,186
10-3 10-3
1 kW 3413 737,6 1,341 238,9 1 1000
1W 3,413 0,7376 1,341 x 0,2389 0.001 1
10-3

10. Muatan

abcoul A.h Coulomb Statcoul


1 abcoulomb 1 2,778 x 10-3 10 2.998 x 1010
1 Ampere-hour 360 1 3600 1,079 x 1013
1 Coulomb 0,1 2,778 x 10-4 1 2,998 x 109
1 StatCoulomb 3,336 x 10-11 9,266 x 10-14 3,336 x 10-10 1

11. Arus Listrik

1 abAmpere = 10 Ampere = 2,998 x 10^10 statAmp

1 Ampere = 0,1 abAmp = 2,998 x 10^9 statAmp

1 statAmpere = 3,336 x 10^-11 abAmp = 3,366 x 10^-10 Ampere

12. Potensial, tegangan gerak listrik

1 abVolt = 10^-8 Volt = 3,336 x 10^-11 statVolt

1Volt = 10^8 abVolt = 3,336 x 10^-3 statVolt

1 statVolt = 2,998 x 10^10 abVolt = 299,8 Volt

13. Resistansi

1 abOhm = 10^-9 Ohm = 1,113 x 10^-21 statOhm

1 Ohm = 10^9 abOhm = 1,113 x 10^-12 statOhm

15
1 statOhm = 8,987 x 10^20 abOhm = 8,987 x 10^11 Ohm

14. Kapasitansi

1 abFarad = 10^9 farad = 8,987 x 10^20 statFarad

1 farad = 10^9 abFarad = 8,987 x 10^11 statFarad

1 statFarad = 1,113×10^-21 abF = 1,113 x10^-12 Farad

15. Induktansi

1 abHenry = 10^-9 Henry = 1,113 x 10^-21 statHenry

1 Henry = 10^9 abHenry = 1,113 x 10^-12 statHenry

1 statHenry = 8,987 x 10^20 abHenry = 8,987 x 10^11 Henry

16. Fluks magnetik

1 Maxwell = 10^-8 Weber

1 Weber = 10^8 Maxwell

17. Medan magnet

1 Gauss = 0,0001 Tesla

1 tesla = 10.000 Tesla

1 Tesla = 1 Weber/m^2

3. Standar Besaran Dasar

Seperti telah dibahas sebelumnya suatu besaran dasar harus mempunyai standar yang
baku yang tidak dapat berubah seiring dengan perubahan waktu. Secara umum ada 7 buah
standar yang harus ditetapkan untuk 7 buah besaran dasar yaitu panjang, massa, waktu, kuat
arus listrik, jumlah zat, temperatur dan intensitas cahaya.

3.1 Standar besaran panjang

Untuk mengetahui asal-usul standar panjang ada baiknya kita lihat kilas balik ke abad
ke-18. Pada waktu itu, ada dua pendekatan yang bersaing untuk mendefinisi satuan standar
panjang. Beberapa menyarankan mendefinisikan 1 meter sebagai panjang pendulum yang
memiliki setengah-periode satu detik, yang lain menyarankan mendefinisikan 1 meter sebagai
sepersepuluh juta dari panjang garis meridian bumi sepanjang kuadran (seperempat lingkar
bumi). Pada 1791, segera setelah Revolusi Perancis, Akademi Ilmu Pengetahuan Perancis
memilih definisi meridian daripada definisi pendulum karena gaya gravitasi bervariasi sedikit
di atas permukaan bumi, mempengaruhi periode pendulum.

Jadi 1 meter untuk pertama kalinya distandarkan berdasarkan sepersepuluh juta jarak
dari kutub utara ke katulistiwa yang melewati kota Paris di Prancis. Pada tahun 1889,
dibuatlah sebuah meteran standar dari bahan paduan platinum – iridium (10%). Pada meteran
16
standar ini dibuat 2 buah goresan dari emas yang digores pada suhu 0 derajat Celsius yaitu
pada titik leleh es. Jarak antara 2 goresan inilah yang disebut sebagai 1 meter. Namun seiring
perkembangn jaman, jarak 2 goresan ini masih memberikan angka ketidakpastian yang cukup
besar sehingga pada tahun 1960 definisi 1 meter diganti dengan panjang gelombang radiasi
isotop kripton-86. Kemudian pada tahun 1989 definisi 1 meter kembali diganti dengan jarak
yang ditempuh oleh cahaya yaitu 1 meter adalah jarak yang ditempuh oleh cahayadiruang
hampa selama 1 / 299.792.458 detik. Namun meteran standar dari bahan platinum-iridium
yang dibuat pada tahun 1889 masih tetap dijaga dan disimpan di Paris Prancis.

3.2 Standar satuan massa

Pada akhir abad ke 18 didefiniskan 1 kilogram adalah banyaknya massa air dengan
volume 1 liter pada suhu 4 derajat Celsius. Kemudian pada tahun 1889 dibuatlah sebuah
standar 1 kilogram dengan menggunakan bahan platinum-iridium (10%) dengan bentuk
silinder yang disimpan secara khusus. Jadi 1 kilogram dideklarasikan sebagai massa yang
terkandung di dalam silinder platinum-iridium ini.

Perlu dibedakan dengan tegas perbedaan antara berat dan massa. Massa adalah isi
suatu zat sedangkan berat dipengaruhi oleh gravitasi. Massa setiap benda adalah tetap dan
massa merupakan besaran dasar sedangkan berat adalah besaran turunan dari massa yang
sangat dipengaruhi oleh besar gravitasi bumi.

3.3 Standar satuan waktu

Pada awalnya 1 detik didefinisikan sebagai 1/86.400 waktu matahari yang diukur
melalui pengamatan astranomis yang sangat teliti dan lama. Namun ketidakberaturannya
rotasi bumi sangat memperngaruhi hasil pengukuran waktu matahari ini. Pada tahun 1967
definisi 1 detik didefinisikan sebagai waktu perioda sebesar 9.192.631.770 dari radiasi atom
Cesium 133 yang bertransisi diantara 2 hiperfine level dari ground state.

3.4 Standar satuan Candela

Pada tahun 1909 Laboratorium nasional milik USA, Prancis dan Inggris mulai
bersama-sama menetapkan standar untuk 1 candela yaitu dengan menggunakan filament
lampu karbon. Pada saat yang sama Jerman juga mendefinisikan 1 Hefner Candela sebagai
standar nyala api yang besarnya 9/10 dari standar internasional 1 candela.

Pada tahun 1948 standar 1 candela diganti dengan menggunakan satuan Photometric
yang berdasarkan radiasia benda hitam (Black Body Radiation) pada temperatur beku lelehan
platinum (2045 K).

Pada tahun 1979 dibuat aturan baru karena sangat sulit untuk mengukur radiasi benda
hitam dari lelehan platinum. yaitu didefinisikan 1 candela sebagai besarnya intensitas cahaya
langsung dari sumber radiasi cahaya monokhomatik pada frekuensi 540 x 10^12 Hz dengan
intensitas radiasi secara langsung sebesar 1/683 Watt per Steradian.

3.5 Standar satuan Ampere

Satuan listrik secara internasional untuk arus dan hambatan listrik mulai dibahas pada
kongres internasional untuk listrik di Chicago pada tahun 1893 dan definisi 1 Ampere dan 1
Ohm secara internasinaol mulai dibahas pada konferensi internasional di London pada tahun
1908.

17
Pada Tahun 1946 ditetapkan 1 Ampere sebagai arus konstan yang mengalir pada 2
konduktor paralel yang memiliki panjang yang tidak terhingga dengan penampang berbentuk
lingkaran yang terpisah pada jarak 1 meter di dalam ruang hampa dan akan memberikan gaya
tarik antar kawat sebesar 2 x 10^-7 Newton/ meter panjang kawat.

3.6 Standar satuan Kelvin (temperatur termodinamika)

1 kelvin ditetapkan sebagai 1/273,16 dari temperatur termodinamik tripel point air.
Sedangkan untuk satuan celsius, titik nol ditetapkan pada titik beku air pada tekanan 1 atm
dan titik 100 derajat Celsius ditetapkan pada titik didih ari murni pada tekanan 1 atm. Beda
antara Kelvin dan Celsius adalah 273,15 namun dalam perhitungan sering ditulis 273 saja.

3.7 Standar satuan Mole

Mole adalah satuan jumlah zat dan banyak digunakan dalam cabang ilmu kimia. Di
Fisika satuan ini jarang sekali digunakan namun tidak salahnya kita juga mengetahui Standar
internasional untuk 1 mole. Satu mol didefinisikan sebagai jumlah zat suatu sistem yang
mengandung “entitas elementer” (atom, molekul, ion, elektron) sebanyak atom-atom yang
berada dalam 12 gram karbon-12. sehingga 1 mol besi akan sama dengan 1 mol emas, akan
sama dengan 1 mol oksigen dan sebagainya.

4. Sistem satuan British-Amerika

Selain sistem satuan Internasional yang telah digunakan secara luas diseluruh dunia,
pada saat ini masih ada sistem satuan lama yaitu sistem satuan British (atau lebih dikenal
dengan sistem Inggris). Sistem ini banyak digunakan di Inggris dan Amerika. Ada baiknya
kita juga mengenal sistem satuan ini. berikut ini adalah daftar satuan Inggris untuk besaran
dasar dan konversinya.

Besaran panjang dalam satuan British antara lain :


1 mil = 0,001 in
1 caliber = 0,01 in
1 hand = 4 in
1 foot = 12 in
1 yard = 36 in = 3 ft
1 pace = 60 in = 5 ft
1 fathom = 72 in = 6 ft = 2 yd
1 rod = 198 in = 16,5 ft = 5,5 yd
1 chain = 792 in = 66 ft = 22 yd = 4 rods
1 furlong = 7920 in = 660 ft = 220 yd = 10 chain
1 statute mile = 63360 in = 5280 ft = 1760 yd = 8 furlongs
1 league = 190080 in = 15840 ft = 5280 yd = 3 miles
1 nautical mile = 6076,12 ft
Besaran massa dalam satuan British :
Besaran massa dalam satuan Inggris, banyak sekali jenisnya namun secara garis besar
dapat dibedakan menjadi 2 sistem lagi yaitu sistem Avoirdupois dan sistem Troy. Sistem
avoirdupois banyak digunakan untuk menyatakan massa komoditas yang diadaptasikan dari
bahasa Prancis yaitu : “aveir de pois” yang jika diterjemahkan menjadi “barang berat” untuk
membedakan barang yang dijual dalam bentuk potongan. Sedangkan sistem Troy banyak
digunakan untuk menyatakan barang-barang logam, permata, obat-obatan dan sebagainya.
Sistem Avoirdupois
1 grain (gr) = 1/7000 pound avoirdupois
1 dram (dr) = 1/256 pound avoirdupois
18
1 ounce (oz) = 16 drams
1 pound (lb) = 16 ounces = 7000 grains
1 stone (st) = 14 pounds
1 short hundred weight (cwt) = 100 pounds
1 long hundred weight (cwt) = 112 pounds
1 short ton (tn) = 2000 pounds
1 long ton (tn) = 2240 pounds
sistem Troy :
1 grain (G) = 1/5760 pound troy
1 scruple = 20 grains
1 penny weight (dwt) = 24 grains
1 dram = 3 scruples = 60 grains
1 ounce = 8 drams = 480 grains
1 pound = 12 ounces = 5760 grains
Besaran luas dan volume dalam satuan British
berikut ini sistem satuan Inggris untuk besaran turunan luas area :
1 square mil = 0,000001 sq in
1 square foot = 144 sq in
1 square yard = 9 sq ft = 1296 sq in
1 square rod = 30,25 sq yd = 272,255 sq ft = 39204 sq in
1 square chain = 16 sq rods = 484 sq yd
1 rood = 2,5 sq chains = 40 sq rods = 1210 sq yd
1 acre = 10 sq chains = 160 sq rods = 4840 sq yd
1 square mile = 640 acres
1 subdivision = 40 acres
1 section = 16 subdivisions = 640 acres
1 township = 36 sections = 576 subdivision = 23040 acres.
Untuk satuan volume dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
volume menurut standar imperial :
1 dram (dr) = 60 minims (min)
1 teaspoon (tsp) = 100 min
1 tablespoon (tbs) = 3 tsp = 300 min
1 ounce (oz) = 1 3/5 tbs = 4 4/5 tsp = 8 dr = 480 min
1 gill (gi) = 5 oz
1 cup (c) = 8 oz
1 pint (pt) = 2,2 pt = 20 oz
1 quart (qt) = 2 pt = 5 c = 40 oz
1 gallon (gal) = 4 qt = 8 pt = 20 c = 160 oz
1 peck (pk) = 2 gal = 8 qt = 16 pt
1 bushel (bu) = 4 pk = 8 gal = 32 qt = 64 pt
1 barrel (bbl) = 26,5 gal(wine) = 36 gal(beer)
1 hogshead = 52,5 gal(wine) = 54 gal(beer)
Sistem satuan volume untuk zat cair menurut sistem US adalah:
1 dram(dr) = 60 min
1 teaspoon (tsp) = 1 1/3 dram = 80 min
1 tablespoon (tbs) = 3 tsp = 4 dr = 240 min
1 ounce (oz) = 2 tbs = 6 tsp = 8 dr = 480 min
1 gill (gi) = 4 oz
1 cup (c) = 8 oz
1 pint (pt) = 2c = 16 oz
1 fifth = 4/5 qt = 25 3/5 oz
1 quart (qt) = 2 pt = 4 c = 320 oz
1 gallon (gal) = 4 qt = 8 pt = 16 c = 1280 oz
19
1 barrel (bbl) = 31,5 gal
1 barrel minyak = 42 gal
1 hogshead = 63 gal = 2 bbl
satuan volume untuk benda padat (tepung) sistem US adalah :
1 quart (qt) = 2 pt
1 gallon (gal) = 4 qt = 8 pt
1 peck (pk) = 2 gal = 8 qt = 16 pt
1 bushel (bu) = 4 pk = 8 gal = 32 qt = 64 pt

bila dalam sistem internasional (SI) dikenal dengan MKS (meter, kilogram sekon) maka
dalam sistem Inggris dikenal istilah FPS (foot, pound, second). Berikut ini daftar besaran fps
yang umum digunakan dalam bidang Fisika dan teknik.

Besaran Satuan Singkatan


Jarak Foot ft
Waktu second s
Kecepatan ft/s
Percepatan ft/s2
Gravitasi bumi 32,1740486 ft/s2
Pound Gaya lbf
Gaya
Poundal pdl
slug slug
Massa
Pound massa lbm
Energi ft.lb atau ft.pdl
Daya ft.lb/s atau ft.pdl/s
Momen inersia slug.ft2 atau lb.ft2
Torsi ft.lb atau ft.pdl
Massa jenis slug/ft3atau lbm/ft3
Berat jenis lbf/ft3 atau pdl/ft3
Tekanan lbf/ft2 atau pdl/ft2

Standar Besaran dan Satuan Listrik / Elektronika


Berikut ini adalah Besaran-besaran Listrik dan Elektronika serta Satuan-satuan Listrik
dan Elektronika yang sering digunakan dalam ilmu kelistrikan dan Elektronika. Standar yang
digunakan pada umumnya adalah SI yaitu Standard Internasional.
Besaran Satuan Simbol

Tegangan Volt V

Arus Listrik Ampere A

Hambatan/Resistansi Ohm Ω

Konduktansi Siemens G

Kapasitansi Farad F

Muatan Listrik Coulomb C

Induktansi Henry H

20
Daya Listrik Watt W

Impedansi Ohm Ω

Frekuensi Hertz Hz

Energi Joule J

Prefix/Awalan Satuan SI

Yang dimaksud dengan Prefix Satuan SI adalah awalan yang digunakan dalam satuan
SI untuk membentuk sebuah satuan yang menandakan kelipatan dari satuan tersebut. Dibawah
ini adalah Prefix satuan SI yang pada umumnya digunakan dalam ilmu kelistrikan dan
Elektronika.

Prefix Simbol Desimal 10n

Terra T 1.000.000.000.000 1012

Giga G 1.000.000.000 109

Mega M 1.000.000 106

kilo k 1.000 103

- - 1 100

centi c 1/100 10-2

mili M 1/1.000 10-3

micro µ 1/1.000.000 10-6

nano N 1/1.000.000.000 10-9

pico p 1.000.000.000.000 10-12

Contoh-contoh Penulisan Satuan SI

Contoh-contoh penulisan satuan-satuan tersebut diantaranya seperti berikut ini :

 1kV = 1 kilo Volt = 1.000 Volt


 1mA = 1 mili Ampere = 1/1000 Ampere atau 0,001 Ampere
 1MΩ = 1 Mega Ohm = 1.000.000 Ohm
 1µF = 1 micro Farad = 1/1.000.000 Farad

21
Latihan Soal
1. 1 kilometer = .... milimeter
a. 108
b. 107
c. 106
d. 105
e. 104
Jawab : c. 106 karena dalam anak tangga dari kilometer ke milimeter turun 6 tangga jadi dikalikan
1.000.000
2. Dimensi Gaya dalam SI yaitu ....
a. [M][L][T]-2
b. [M][L]-2[T]-2
c. [M][L]-1[T]-2
d. [M][L]2[T]-2
e. [M][L]2[T]-3
Jawab : a. [M][L][T]-2 karena satuan gaya = Newton (N) , maka analisis dimensinya = [ massa] x
[percepatan] = kg x ms-2 Jadi dimensinya = [M][L][T]-2

22
BAB II
KUANTITAS – KUANTITAS LISTRIK

2.1 KUANTITAS – KUANTITAS LISTRIK

Pemindahan tenaga listrik terjadi karena aksi muatan listrik. Untuk penunjukan kuantitas
listrik, maka muatan listrik biasanya dinyatakan dengan Q atau q dan diukur dalam coulomb
( disingkat C ). Sebagai konvensi yang umumnya diikuti dalam buku ini, maka huruf-huruf
besar di gunakan untuk menyatakan kuantitas-kuantitas yang tidak berubah dengan waktu ;
huruf - huruf kecil menunjukkan kuantitas-kuantitas yang berubah dengan waktu. Walaupun
kita dapat merasakan sebuah kawat atau benda yang serupa yang menangkut sebuah muatan
namun sukar bagi kita untuk membayangkan muatan yang terpisah dari benda tersebut. Sifat
dasar muatan listrik paling baik dimengerti dengan mempelajari pengaruh-pengaruh yang
dihasilkan muatan tersebut. Pembenaran adanya partikel-partikel bermuatan didasarkan pada
banyak sekali bukti nyata eksperimental dan model-model teoretis yang meramalkan sifat
yang diamati.

Salah satu di antara fenomena yang pertama diamati dalam pengkajian muatan listrik
adalah bahwa ada dua macam muatan : yakni yang postif dan negatif. Proton-proton
dianggap bermuatan positif, dan elektron-elektron dianggap bermuatan negatif. Muatan pada
sebuah elektron, yang kadang-kadang dinamakan muatan elektron, adalah - 1,602 X 10⁻¹⁹ C
sehingga hampir sebanyak 6,3 X 10¹⁸ elektron diperlukan untuk membentuk satu coulomb.

Sebuah efek yang paling penting dari sebuah muatan listrik adalah bahwa muatan listrik
tersebut dapat menghasilkan gaya. Secara spesifik, maka sebuah muatan akan menolak
muatan-muatan lain yang tandanya sama ; muatan tersebut akan menarik muatan-muatan lain
yang tandanya berlawanan. Karena muatan pada sebuah elektron adalah negatif, maka setiap
muatan yang menarik ( atau ditarik oleh ) sebuah elektron dengan demikian adalah sebuah
muatan positif ; salah satu contohnya adalah muatan pada sebuah proton. Perhatikan bahwa
gaya tarikan atau tolakan dirasakan sama besarnya oleh masing-masing muatan atau partikel-
partikel bermuatan. Besarnya gaya di antara dua benda bermuatan sebanding dengan hasil
kali muatan-muatan dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak di antara muatan-muatan
tersebut.

Yakni, gaya F di antara dua benda yang bermuatan Q₁ dan Q₂ diberikan oleh hukum
Coulomb sebagai :

F = k Q₁Q₂

di mana d adalah jarak di antara muatan-muatan dan k adalah sebuah konstanta yang
bergantung pada medium yang mengelilingi muatan-muatan tersebut. Arah gaya adalah
sepanjang garis yang menghubungkan kedua muatan. Perhatikan bahwa persamaan ini adalah
sama macamnya seperti hubungan yang mengatur gaya-gaya gravitas di antara dua massa.
Hubungan seperti itu dinamakan hukum kuadrat balik ( inverse square laws ).

23
Situasi ini dapat di jelaskan dengan mengatakan bahwa terdapat sebuah daerah pengaruh
di sekitar sebuah muatan listrik yang di dalamnya akan dikerahkan sebuah gaya bila muatan
baru ditempatkan dalam kedudukan yang lebih jauh. Daerah pengaruh sperti itu dinamakan
sebuah medan ( field ), medan yang ditimbulkan oleh kehadiran muatan-muatan listrik adalah
sebuah medan listrik ( electric field ). Karena kita sekarang membicarakan muatan yang
diam, maka medan tersebut dapat dinamakan sebuah medan elektrostatik ( electrostatic field
). Perhatikanlah sekali lagi keserupaannya yang umum dengan gaya gravitas dan gravitasi.
Bila kita misalnya mengatakan, bahwa sebuah kendaraan ruang angkasa telah meninggalkan
medan gravitasi bumi, maka kita mengartikan bahwa gaya gravitas yang beraksi pada
kendaraan tersebut telah menjadi sangat kecil. Jelaslah bahwa pernyataan yang serupa dapat
dibuat mengenai sebuah partikel bermuatan terhadap sebuah medan listrik.

Medan listrik didefinisikan di sebuah titik sebagai gaya per satuan muatan positif. Yakni,
medan listrik di suatu titik adalah gaya, yang ditanyakan oleh besar dan arahnya, yang akan
beraksi pada satu satuan muatan positif di titik tersebut. Kontribusi kepada medan seluruhnya
di suatu titik dibuat oleh semua muatan yang cukup dekat untuk mempengaruhi besar dan
arah medan tersebut.

Kita skearang sudah siap untuk memikirkan mengenai kerja dan perpindahan tenaga yang
ada sangkut-pautnya dengan gaya listrik. Misalkan kita memindahkan sebuah muatan positif
di dalam sebuah medan listrik dalam arah yang berlawanan dengan arah medan, yakni yang
melawan gaya yang beraksi pada muatan tersebut yang ditimbulkan oleh muatan-muatan
listrik yang lain. Misalnya, jika medan tersebut ditimbulkan oleh sebuah muatan negatif yang
berada di dekatnya, maka kita akan menggerakan muatan positif tersebut semakin jauh dari
muatan negatif tersebut. Nah kerja akan dilakukan di dalam menggerakan muatan untuk
melawan gaya-gaya yang beraksi pada muatan tersebut, sama halnya sperti kerja yang
dilakukan di dalam mengangkat sebuah berat dalam medan gravitasi bumi. Lagi pula, dalam
hal ini berlaku hukum kekekalan tenaga ; yakni, partikel tersebut sekarang akan berada dalam
sebuah kedudukan yang tenaga potensialnya lebih tinggi, sama halnya sperti berat yang
diangkat akan memiliki tenaga potensial yang lebih besar. Akibatnya, kita dapat memikirkan
penyimpanan tenaga dengan menggunakan medan tersebut dan seterusnya kita dapat
memikirkan pemindahan tenaga ini untuk melakukan kerja.

Sebuah kuantitas listrik yang penting, yakni selisih potensial ( potential difference ) atau
tegangan ( voltage ), akan didefinisikan sebagai kerja per satuan muatan positif di dalam
menggerakan sebuah muatan di antara dua titik di dalam medan tersebut. Secara matematis,
maka definisi ini dinyatakan sebagai :

V =W atau W = VQ
Q

di mana V adalah selisih potensial dalam volt dan W adalah kerja yang dilakukan di dalam
mengankut sebuah muatan Q di antara dua titik a dan b. Huruf E digunakan juga untuk
menyatakan tegangan; di dalam artikel ini, kedua huruf tersebut digunakan. Bila terdapat
pilihan E atau V karena penggunaan yang lazim atau karena kebiasaan, maka pilihan
tersebut harus diikuti. Karena kerja adalah gaya F dikali jarak l di antara a dan b dan
karena kekuatan medan listrik ξ adalah gaya per satuan muatan, maka persamaan ini
seringkali di berikan sebagai :

V = Fl =ξl
Q
24
Dalam persamaan di atas dianggap bahwa gaya ( medan ) beraksi dalam arah yang
didefinisikan oleh a dan b. Jika tenaga semakin besar sewaktu bergerak dari a ke b , maka
terdapat suatu kenaikan tegangan dalam arah a ke b. Sebaliknya, akan terdapat suatu
penurunan tegangan bila muatan positif yang sama kehilangan tenaga sewaktu bergerak dari
b ke a. Jelaslah bahwa penurunan tegangan dari b ke a mempunyai nilai yang sama sperti
kenaikan a ke b. Akan tetapi, kita perhatikan bahwa penurunan tegangan di antara b dan
a adalah negatif dari kenaikan tegangan dari b ke a.

Kita mengenal alat-alat untuk mendapatkan kerja yang berguna dari berat yang bergerak ke
kedudukan yang potensialnya lebih rendah dalam medan bumi. Barangkali yang paling
berguna untuk dipikirkan adalah sebuah kincir air untuk mendapatkan kerja dari arus air yang
terjun. Dalam cara yang kurang lebih analog dengan itu maka kita dapat memperoleh kerja
dari arus muatan yang bergerak di bawah pengaruh gaya-gaya ke sebuah kedudukan yang
potensialnya lebih rendah.

Pemikiran paragraf sebelumnya akan menyampaikan kita ke kesimpulan bahwa untuk


tujuan teknik, maka kita terutama berminat untuk mempelajari muatan yang bergerak dan
pemindahan tenaga resultan. Secara khas ( walaupun tidak secara eksklusif ) kita berminat
mempelajari situasi di mana gerak tersebut dibatasi ke sebuah jalan tertentu yang dibentuk
oleh bahan-bahan seperti tembaga dan alumunium, seperti yang telah diperlihatkan oleh
pengalaman, adalah penghantar ( conductor ) listrik yang baik. Bertentangan dengan itu,
maka bahan-bahan lain, seperti Bakelite, mirka, gelas, dan polietilen, dikenal sebagai
penghantar yang sangat buruk. Bahan-bahan tersebut dinamakan isolator ( insulator ) dan
digunakan untuk membatasi listrik ke jalan penghantar spesifik dengan membentuk rintangan
kepada penyimpangan dari jalan-jalan ini, yang dinamakan rangkaian ( circuit ).

Banyaknya muatan yang bergerak per satuan waktu dinamakan arus ( current ).
Bayangkanlah bahwa kita berdiri di sebuah titik dalam sebuah rangkaian dan mengamati
muatan tersebut lewat. Misalkan kita melihat banyaknya muatan yang lewat persatuan waktu
adalah uniform sebesar Q coulomb tiap-tiap t detik. Maka banyaknya muatan yang lewat
per satuan waktu mempunyai nilai tetap sebesar :

I = Q
t

Seringkali banyaknya muatan yang mengalir per satuan waktu berubah dengan waktu,
sehingga nilai arus tersebut pun berubah. Jadi, arus sesaat i di dalam sebuah rangkaian dapat
di tuliskan sebagai :

i = dq atau q = ∫ i dt
dt

Satuan arus adalah ampere ( disingkat A ). Satu ampere terdapat bila arus mengalir
sebanyak satu coulomb per detik. Kita harus menentukan arah dan ukuran arus tersebut.
Secara historis, sebagai hasil percobaan Benyamin Franklin dengan kilat, maka sebuah arus
positif disusun dari arus muata positif. Kita sekarang mengetahui bahwa arus dalam
penghantar biasa terdiri dari pergeseran elektron, tetapi konvensi tersebut belum berubah.
Arus positif berdasarkan definisi adalah arah aliran muatan positif, yang bertentangan dengan
arah aliran elektron.
25
Dalam sebuah arus searah ( direct current ) ( dc ), aliran muatan semuanya adalah
dalam satu arah untuk perioda waktu yang ditinjau. Contoh gambar sebagai berikut :

KUANTITAS - KUANTITAS LISTRIK FUNDAMENTAL

memperlihatkan sebuah grafik arus searah sebagai fungsi waktu; secara lebih spesifik,
maka grafik tersebut memperlihatkan sebuah arus searah yang tetap ( steady ), karena
besarnya adalah konstan sebesar nilai I.

Dalam sebuah arus bolak balik ( alternating current ) ( ac ), maka mula-mula muatan
mengalir dalam satu arah dan kemudian dalam arah lain, dan mengulangi siklus ini
dengan frekuensi tertentu. Variasi arus dengan waktu seringkali adalah seperti yang
diperlihatkan gambar di bawah ini :

KUANTITAS - KUANTITAS LISTRIK FUNDAMENTAL

dimana gelombang tebal memperlihatkan satu siklus nilai yang lengkap dan perpanjangan
yang digambarkan dengan titik-titik menyatakan arus yang terus mengikuti pola siklus
ini. Arus listrik yang biasa digunakan di ruman di Amerika serikat misalnya, biasanya
mempunyai bentuk gelombang seperti ini dan berubah-ubah pada frekuensi sebesar 60
siklus per detik. Satuan frekuensi adalah Hertz ( disingkat Hz dan menyamai satu siklus
perdetik).
Jenis medan kedua yang sangat penting dalam perpindahan tenaga adalah medan
magnet ( magnetic field ) yang terdapat di sekitar elemen yang mengangkut arus. Medan
magnet menyebabkan gaya akan dikerahkan pada elemen lain yang mengangkut arus dan
pada bahan magnet. Karena medan tersebut dapat mengerahkan sebuah gaya maka
sebagai konsekuensinya meda tersebut dapat menghasilkan kerja, yang berarti bahwa
tenaga dapat disimpan di dalam medan magnet tersebut. Medan listrik dan medan magnet
kedua-duanya terdapat secara bersamaan; medan listrik disebabkan oleh kehadiran
muatan, dan medan magnet disebabkan oleh gerak muatan. Situasi yang serupa
didapatkan dalam sistem mekanis. Sebuah massa akan mampu menyimpan tenaga karena
kedudukannya ( tenaga potensional ) atau karena geraknya ( tenaga kinetik ).
26
Latihan Soal
1. Diketahui suatu muatan 50 C yang mengalir setiap 5 sekon. Berapakah arus yang
mengalir ....
a. 3 A
b. 5 A
c. 7 A
d. 8 A
e. 10 A
Jawab : e. 10 A , I = Q/t
= 50 C/ 5 s = 10 A

2. Dua muatan disusun seperti pada gambar di bawah ini. Muatan di A adalah +8 mikro
Coulomb dan muatan di B adalah -5 mikro Coulomb. Besar gaya listrik yang bekerja
pada kedua muatan adalah… (k = 9 x 109 Nm2C−2, 1 mikro Coulomb = 10−6 C)

a. 4,5 x 10-9
b. 4 x 10-9
c. 5 x 10-9
d. 3 x 10-9
e. 3,5 x 10-9

Jawab : b. 4 x 10-9

Rumus hukum Coulomb :

Besar gaya listrik yang bekerja pada kedua muatan :

27
BAB III
HUKUM KIRCHOFF

3.1 HUKUM KIRCHOFF


Hukum Kirchhoff adalah dua persamaan yang berhubungan dengan arus dan beda potensial
(umumnya dikenal dengan tegangan) dalam rangkaian listrik. Hukum ini pertama kali
diperkenalkan oleh seorang ahli fisika Jerman yang bernama Gustav Robert Kirchhoff (1824-
1887) pada tahun 1845.

Banyak dari rangkaian listrik sederhana (Gambar 1.1) yang tidak dapat dianalisis dengan
hanya mengganti kombinasi rangkaian seri dan paralel resistor dalam menyederhanakan
rangkaian yang memiliki banyak resistor.

Contoh rangkaian sederhaa yang tidak dapat dianalisis dengan mengganti kombinasi resistor
seri atau paralel dengan resistansi ekivalen mereka. (Tipler, Physics for Scientist and
Engineer 5th Edition)

Tegangan jatuh pada dan tidaklah sama karena adanya ggl . Sehingga, rangkaian
kedua resistor ini tidaklah paralel juga bukanlah rangkaian seri, karena arus yang mengalir
pada kedua resistor tidaklah sama. Namun, ada hukum yang berlaku pada rangkaian yang
memliki arus tetap (tunak). Hukum ini adalah hukum Kirchhoff 1 dan 2.

Hukum Kirchhoff 1

Hukum Kirchhoff 1 dikenal sebagai hukum percabangan (junction rule), karena hukum ini
memenuhi kekekalan muatan. Hukum ini diperlukan untuk rangkaian yang multisimpal yang
mengandung titik-titik percabangan ketika arus mulai terbagi. Pada keadaan tunak, tidak ada
akumulasi muatan listrik pada setiap titik dalam rangkaian. Dengan demikian, jumlah
muatan yang masuk di dalam setiap titik akan meninggalkan titik tersebut dengan jumlah
yang sama.

Hukum Kirchhoff 1 menyatakan bahwa:

“Jumlah arus listrik yang masuk melalui titik percabangan dalam suatu rangkaian listrik
sama dengan jumlah arus yang keluar melalui titik percabangan tersebut”

Ilustrasi hukum Kirchhoff tentang titik percabangan. Arus I_1yang mengalir melalui titik
percabangan a akan sama dengan jumlah I_2+I_3 yang keluar dari tiik percabangan

Secara umum rumus hukum Kirchhoff 1 dapat dituliskan sebagai berikut:

28
Gambar 1.2 menunjukkan suatu titik percabangan dari 5 buah kawat yang dialiri arus
dan .

Dalam rentang waktu , muatan mengalir melalui titik percabangan dari arah
kiri. Dalam rentang waktu juga, muatan dan bergerak ke arah
kanan meninggalkan titik percabangan. Karena muatan tersebut bukan berasal dari titik
percabangan dan tidak juga menumpuk pada titik tersebut dalam keadaan tunak, maka
muatan akan terkonservasi di titik percabangan tersebut, yaitu:

Hukum Kirchhoff 2

Bunyi hukum Kirchhoff 2 adalah sebagai berikut:

“Pada setiap rangkaian tertutup, jumlah beda potensialnya harus sama dengan nol”

Hukum Kirchhoff 2 juga sering disebut sebagai hukum simpal (loop rule), karena pada
kenyataannya beda potensial diantara dua titik percabangan dalam satu rangkaian pada
keadaan tunak adalah konstan. Hukum ini merupakan bukti dari adanya hukum konservasi
energi. Jika kita memiliki suatu muatan Q pada sembarang titik dengan potensial V, dengan
demikian energi yang dimiliki oleh muatan tersebut adalah QV. Selanjutnya, jika muatan
mulai bergerak melintasi simpal tersebut, maka muatan yang kita miliki akan mendapatkan
tambahan energi atau kehilangan sebagian energinya saat melalu resistor baterai atau elemen
lainnya. Namun saat kebali ke titik awalnya, energinya akan kembali menjadi QV.

Sebagai contoh penggunaan hukum ini (Gambar 1.3), dua baterai yang berisi hambatan
dalam dan serta ada 3 hambatan luar. Kita akan bisa menenutukan arus dalam rangkaian
tersebut sebagai fungsi GGL dan hambatan.

Rangkaian berisi 2 buah baterai dan 3 resistor eksternal. Tanda plus minus pada resistor
digunakan untuk mengingatkan kita sisi mana pada setiap resistor yang berada pada
potensial lebih tinggi untuk arah arus yang diasumsikan.

Secara umum rumus hukum Kirchhoff 2 dapat dinyatakan sebagai berikut:

29
Latihan Soal

1. Perhatikan gambar rangkaian tertutup dibawah ini!

Apabila dan , maka kuat arus yang mangalir pada rangkaian adalah

a. 2 A
b. 1 A
c. 0,5 A
d. 3 A
e. 4 A

Jawab: C. 0,5 A

maka

2. Pada rangkaian listrik di bawah ini diberikan diberikan dan . Jika saklar S
ditutup, tentukan besarnya daya pada !

a. 9 Watt b. 8 Watt c. 8,5 Watt d. 9,5 Watt e. 9,75 Watt

30
Jawab: A. 9 Watt

31
BAB IV
HAMBATAN JENIS BAHAN

4.1 HAMBATAN JENIS BAHAN


Hambatan jenis adalah kecenderungan suatu bahan untuk melawan aliran arus listrik. Faktor
yang menentukan besar kecilnya nilai hambatan jenis suatu penghantar adalah bahan kawat
penghantar tersebut.

Hambatan Jenis

Kawat penghantar yang dipakai pada kawat listrik pasti mempunyai hambatan, meskipun
nilainya kecil. Kita mungkin menduga bahwa hambatan yang dimiliki kawat yang tebal lebih
kecil daripada kawat yang tipis, karena kawat yang lebih tebal memiliki area yang lebih luas
untuk aliran elektron. Kita tentunya juga memperkirakan bahwa semakin panjang suatu
penghantar, maka hambatannya juga semakin besar, karena akan ada lebih banyak
penghalang untuk aliran elektron.

Berdasarkan eksperimen, Ohm juga merumuskan bahwa hambatan R kawat logam


berbanding lurus dengan panjang l, berbanding terbalik dengan luas penampang lintang
kawat A, dan bergantung kepada jenis bahan tersebut. Secara matematis dituliskan :

R=ρ

dengan:

R=hambatan kawat penghantar (Ω)


l = panjang kawat penghantar (m)
A = luas penampang lintang penghantar (m2)
ρ = hambatan jenis kawat penghantar (Ω.m)

Konstanta pembanding disebut hambatan jenis (resistivitas). Hambatan jenis kawat berbeda-
beda tergantung bahannya.

Berdasarkan persamaan dan contoh tersebut, terlihat bahwa apabila kawat penghantar makin
panjang dan hambatan jenisnya makin besar, maka nilai hambatannya bertambah besar.
Tetapi apabila luas penampang kawat penghantar makin besar, ternyata nilai hambatannya
makin kecil. Untuk nilai hambatan jenis suatu penghantar besar kecilnya sudah ditentukan
para ilmuwan.

Nilai Hambatan Jenis Berbagai Bahan

Berikut adalah hambatan jenis beberapa bahan pada suhu 20 oC

Hambatan Jenis Konduktor


Bahan Hambatan Jenis ρ (Ωm) Koefisien muai, α (oC)-1
Perak 1,59 x 10-8 0,0061
Tembaga 1,68 x 10-8 0,0068
Emas 2,44 x 10-8 0,0034
Alumunium 2,65 x 10-8 0,00429
Tungsten 5,60 x 10-8 0,0045
Besi 9,71 x 10-8 0,00651

32
Platina 10,6 x 10-8 0,003927
Air Raksa 98 x 10-8 0,0009
Nikrom 100 x 10-8 0,0004

Hambatan Jenis Semikonduktor


Bahan Hambatan Jenis ρ (Ωm) Koefisien muai, α (oC)-1
Karbo (grafit) (3-60) x 10-5 – 0,0005
Germanium (1-500) x 10-3 – 0,05
Silikon 0,1 – 60 – 0,07

Hambatan Jenis Isolator


Bahan Hambatan Jenis ρ (Ωm) Koefisien muai, α (oC)-1
Kaca 1011 – 1014 –
Karet 108 – 1013 –
Porselin 1012 – 1014 –
Mika 1013 –
Ebonit 10 – 1016
13

Nilai hambatan suatu penghantar (R) sebanding dengan hambatan jenis (ρ) , pengaruh suhu
terhadap hambatan sehingga dapat ditulis :

Rt = R0 (1 + αΔT)

Dengan :

Rt = hambatan akhir (Ω)


R0 = hambatan mula-mula (Ω)

Hambatan jenis suatu penghantar bergantung pada suhu penghantar tersebut. Secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

ρt = ρ0 (1+αΔT)

Dengan :

α = koefisien suhu hambatan


ΔT = pertambahan suhu (oC)
ρt = hambatan jenis akhir (Ωm)
ρ0 = hambatan jenis mula-mula (Ωm)

33
Latihan Soal
1. Berapakah hambatan seutas kawat aluminium (hambatan jenis 2,65 × 10-8Ω .m) yang
memiliki panjang 40 m dan diameter 4,2 mm?
a. 7,0 x 10-2 Ω
b. 7,2 x 10-2 Ω
c. 7,4 x 10-2 Ω
d. 7,8 x 10-2 Ω
e. 7,6 x 10-2 Ω

Jawab: e. 7,6 x 10-2 Ω


ρ = 2,65 × 10-8 Ω .m
l = 40 m
d = 4,2 mm → r = 2,1 mm = 2,1 × 10-3 m
R = ... ?
Cari terlebih dahulu luas penampang (A) penghantar tersebut dengan menggunakan
rumus luas lingkaran, yakni:
L = πr2
L = (22/7) x (2,1 × 10-3 m) 2
L = 13,86 x 10-6 m2
L = 1,4 x 10-5 m2
Jadi besarnya hambatan dari penghantar tersebut dapat dicari dengan menggunkan rumus:
R = ρl/A
R = 2,65 × 10-8 Ω .m x 40 m /1,4 x 10-5 m2
R = 7,6 x 10-2 Ω

2. Seutas kawat nikrom yang panjangnya 3 meter memiliki hambatan 20 ohm. Kawat
nikrom kedua panjangnya sama, tetapi diamaternya ½ kali diameter kawat pertama.
Berapakah hambatan kawat yang kedua?
a. 40 Ω
b. 60 Ω
c. 80 Ω
d. 90 Ω
e. 50 Ω

Jawab:
l1 = l2 = 3 m
d2 = ½ d1
R1 = 20 Ω
ρ1 = ρ2
R2 = ... ?
Karena diameter d2 = ½ d1 maka jari-jari kawat tersebut juga sama yaitu r2 = ½ r1. Cari
terlebih dahulu luas penampang (A) kawat nikron yang kedua dengan menggunakan
rumus luas lingkaran, yakni:
L = πr2 maka
L1 = πr2
L2 = π(½ r1)2 => L2 = ¼ πr12 => L2 = ¼L1
Jadi, A2 = ¼A1

34
Hambatan jenis kedua dari penghantar tersebut dapat dicari dengan menggunkan rumus:
R = ρl/A
ρl = R.A
Dalam hal ini panjang dan hambatan jenis kawat sama, oleh karena itu:
(ρl)1 = (ρl)2
R1A1 = R2A2
20 Ω A1 = R2 x ¼A1
R2 = 4 x 20 Ω
R2 = 80 Ω

35
BAB V
ANALISA RANGKAIAN
5.1 ANALISIS NODE
Analisis node berprinsip pada Hukum Kirchoff I (KCL=Kirchoff Current Law atau Hukum Arus
Kirchoff = HAK ) dimana jumlah arus yang masuk dan keluar dari suatu titik percabangan akan
sama dengan nol, dimana tegangan merupakan parameter yang tidak diketahui. Atau analisis
node lebih mudah jika pencatunya semuanya adalah sumber arus.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada analisis node, yaitu :
 Tentukan node referensi sebagai ground (potensial nol).
 Tentukan node voltage, yaitu tegangan antara node non referensi dan ground.
 Asumsikan tegangan node yang sedang diperhitungkan lebih tinggi daripada tegangan node
manapun, sehingga arah arus keluar dari node tersebut positif.
 Jika terdapat N node, maka jumlah node voltage adalah (N-1). Jumlah node voltage ini sama
dengan banyaknya persamaan yang dihasilkan (N-1).
 Analisis node mudah dilakukan bila pencatunya berupa sumber arus. Apabila pada rangkaian
tersebut terdapat sumber tegangan, maka sumber tegangan tersebut diperlakukan sebagai
supernode, yaitu menganggap sumber tegangan tersebut sebagai satu node.
Contoh :

Jumlah node = 5, yaitu : a, b, c, d, e=f=g=h


Jumlah junction = 3, yaitu : b, c, e=f=g=h

36
Latihan Soal
1.

nilai arus ( i ) dengan menggunakan analisis node adalah ....


a. 0,5 A
b. 0,75 A
c. 0,8 A
d. 1 A
e. 1,2 A
Jawab : d. 1 A

∑ i masuk + ∑ i keluar = 0 maka diperoleh rumus ∑ i masuk = ∑ i keluar

Tinjau V1 :

∑i=0
4A-7A-i1-i2 = 0
-3A-i1-i2 = 0
i1+i2 = -3

V1-Vg + V1-V2 = -3
4 Ohm 8 Ohm

V1-0 + V1-V2 = -3
4 8

37
V1 + V1 – V2 = -3
4 8 8

2 x V1 + V1 – V2 = -3 (samakan penyebutnya)
2x 4 8 8

2V1 + V1 – V2 = -3
8 8

3V1 – V2 = -3
8

3V1 – V2 = -24.............(1)

Tinjau V2 :

∑i=0
7A-i3-i4 = 0
i3+i4 = 7

V2-V1 + V2-Vg = 7
8 Ohm 12 Ohm

V2 – V1 + V2 = 7
8 8 12

3 x V2 – 3 x V1 + 2 x V2 = 7 (samakan penyebutnya)
3x8 3x8 2 x 12

3V2+2V2 – 3V1 = 7
24 24

5V2-3V1 = 7
24

-3V1 + 5V2 = 168.............(2)

Eleminasi Persamaan 1 dan 2


3V1 – V2 = -24
-3V1 + 5V2 = 168 +
4V2 = 144
V2 = 36

Subtitusi V2 ke persamaan 1
3V1 – V2 = -24
3V1 – 36 = -24
3V1 = -24 + 36
38
3V1 = 12
V1 = 12 = 4
3

i1 = V1-Vg = 0
4 Ohm= 4-0 = 1A
4

Maka dapat diketahui bahwa nilai i pada rangkaian tersebut adalah 1 A.

2.

Nilai I1 pada rangkaian dengan analisis node adalah ...


a. 1,4 A
b. 2,5 A
c. 3 A
d. 1,54 A
e. 2,0 A
Jawab : d. 1,54 A

Node 1: -5+I1+I2+I3=0

Dari Hukum Ohm : I1=V1/R1

I2=V2/R2
I3=V3/R3
Maka : -5+(V1/R1)+(V2/R2)+(V3/R3)=0 Karena V1=V2=V3=V (dianggap)
-5+(V*1/R1)+(V*1/R2)+(V*1/R3)=0
-5+(V*1/3)+(V*1/2)+(V*1/4)=0 dikalikan 12
-60+4*V+6*V+3*V=0
-60+13*V1=0
V=60/13=4,62V
I1=V/R1=4,62/3=1,54A

39
5.2 ANALISIS SUPERNODE

Analisis node mudah dilakukan bila pencatunya berupa sumber arus. Apabila pada rangkaian
tersebut terdapat sumber tegangan, maka sumber tegangan tersebut diperlakukan sebagai
supernode, yaitu dengan menganggap sumber tegangan tersebut sebagai satu node.

Contoh :

Langkah-langkah yang dilakukan :


• Menentukan node referensinya/ground
• Menentukan node voltage
• Tegangan Sumber sebagai supernode
• Jumlah N=3, jumlah persamaan (N-1)=2
• Tinjau node voltage di V

40
Latihan Soal
1. Nilai i dengan analisis supernode adalah ...
a. 0,5 A
b. 1 A
c. 1,5 A
d. 2 A
e. 2,5 A

Jawab : a. 0,5 A

Tinjau tegangan Va :
i = 0
i1 + i2 – 1 = 0
(Va  20) Va
 1  0
10 10
2Va  20
1
10
2Va  20  10
Va  15V
20  Va 20  15
i   0,5 A
10 10
2. Nilai arus i dengan analisis super node adalah ...
a. 0,5 A
b. 1 A
c. 1,5 A
d. 2 A
e. 2,5 A

Jawab : b. 1 A

41
Tinjau node voltage va :

v −14 v v + 4 v + 4
a + a+ a + a = 0

4 2 12 4
3va − 42 + 6va + va + 4 + 3va + 12 = 0
13va − 26 = 0
va = 26/ 13 = 2 V
sehingga : i =Va / 2 = 2/2 = 1A

42
5.3 ANALISIS MESH
Mesh adalah sebuah loop yang tidak terdiri dari apapun loop lain di dalamnya.
Teknik analisis Mesh , menggunakan arus mesh sebagai variabel, bukan arus dalam elemen
untuk menganalisis rangkaian. Oleh karena itu, metode ini benar-benar mengurangi jumlah
persamaan harus dipecahkan. Analisis Mesh menerapkan Kirchhoff Voltage Law (KVL) untuk
menentukan arus dikenal di sirkuit tertentu. Mesh analisis juga disebut sebagai metode jala-saat
atau analisis lingkaran. Setelah menemukan arus jala menggunakan KVL, tegangan di mana saja
di sirkuit tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Ohm.
Langkah-langkah untuk Analisis Mesh :
1) Periksa apakah ada kemungkinan untuk mengubah semua sumber arus di sirkuit yang
diberikan kepada sumber tegangan.
2) Menetapkan arah saat ini untuk masing-masing jala dalam rangkaian tertentu dan mengikuti
arah yang sama untuk setiap mesh.
3) Terapkan KVL untuk setiap mesh dan menyederhanakan persamaan KVL.
4) Memecahkan persamaan simultan berbagai jerat untuk mendapatkan arus mesh dan
persamaan ini persis sama dengan jumlah jerat hadir dalam jaringan.
Pertimbangkan bawah sirkuit DC untuk menerapkan analisis saat mesh, sehingga arus di
jerat yang berbeda dapat ditemukan. Pada gambar di bawah ini ada tiga jerat hadir sebagai Acda,
CBDC dan ABCA tapi jalan ABDA tidak mesh. Sebagai langkah pertama, arus yang melalui
masing-masing jala ditugaskan dengan arah yang sama seperti yang ditunjukkan pada gambar.

Kedua, untuk setiap mesh kita harus menerapkan KVL. Dengan menerapkan KVL sekitar loop
pertama atau mesh kita temukan :
V1 - V3 - R2 (I1 - I3) - R4 (I1 - I2) = 0
V1 - V3 = I1 (R2 + R4) - I2R4 - I3R2…................... (1)
Demikian pula, dengan menerapkan KVL sekitar mesh kedua ,
-V2 - R3 (I2 - I3) - R4 (I2 - I1) = 0
- V2 = - I1R4 + I2 (R3 + R4) - I3 R3........................... (2)
Dan dengan menerapkan KVL sekitar mesh ketiga atau loop yang yang ditemukan, V3 - R1I3 -
R3 (I3 - I2) - R2 (I3 - I1) = 0
V3 = - I1R2 - I2R3 + I3 (R1 + R2 + R3)........................... (3)
Oleh karena itu, dengan memecahkan di atas tiga persamaan kita bisa mendapatkan arus mesh
untuk setiap mesh di sirkuit yang diberikan.

43
Latihan Soal
1. Nilai arus i dengan analisis mesh adalah ...
a. 1 A
b. 2 A
c. 3 A
d. 4 A
e. 5 A

Jawab : b. 2 A

Tinjau loop I1 :

Σv = 0

− 16 + 2I1 + 9 + 3(I1 − I 2 ) = 0

5I1 − 3I 2 = 7........(1)

Tinjau loop I2 :

Σv = 0

− 9 + 6 + 6I 2 + 3(I 2 − I1 ) = 0

− 3I1 + 9I 2 = 3........(2)

Substitusikan persamaan (1) dan (2) :

5I1 − 3I 2 = 7.......... x3

− 3I1 + 9I 2 = 3........x1 +
12I1 = 24

I1 = 24/ 12= 2A

sehingga : i = I1 = 2A

44
2. Nilai tegangan v dengan analisis mesh adalah ....
a. 2V
b. 4V
c. 6V
d. 8V
e. 10 V

Jawab : d. 8 V

Tinjau loop I1:

− 18 + 5I1 + 12(I1 − I 2 ) =
0 17I1 −12I 2 = 18..........(1)
Tinjau loop I2:

20I 2 + 40I 2 + 12(I 2 − I1 ) = 0

− 12I1 + 72I 2 = 0..........(2)

substitusikan persamaan (1) dan (2) :


72
−12I + 72I = 0 → I = I

1 2 1 12 2

17I1 −12I 2 = 18

102I 2 −12I 2 = 18 → 90I 2 = 18

I2 = 18/ 90 = 2/10 A

sehingga : v = I 2 x40Ω = 2/10 x40 = 8 V

45
5.4 ANALISIS SUPERMESH

Apabila ada sumber arus, maka diperlakukan sebagai supermesh. Pada supermesh,
pemilihan lintasan menghindari sumber arus karena pada sumber arus tidak diketahui besar
tegangan terminalnya.

Latihan Soal
1. Nilai i dengan analisis supermesh adalah ....
a. 4 A
b. 3 A
c. 2 A
d. 0,5 A
e. 1 A

Jawab: e. 1 A

Tinjau loop I1 :

I1 = 9A

Tinjau loop I2 dan I3 :

I3 − I 2 = 3A

I3 = 3 + I 2 .......................................(1)

Tinjau lintasan supermesh :

Σv = 0

8(I 2 − I1 ) + 16I 2 + 12I3 = 0..............(2)

substitusikan persamaan (1) dan (2) :

8(I 2 − 9) + 16I 2 + 12(3 + I 2 ) = 0

8I 2 − 72 + 16I 2 + 36 + 12I 2 = 0
36I = 36 → I = 36/ 36 = 1 A
46
2. Nilai i dengan analisis supermesh adalah ...
a. 1 A
b. 2 A
c. 3 A
d. 4 A
e. 5 A

Jawab: e. 5 A

Tinjau loop I1 dan I2 :


I
2 − I1 = 6A
I
1 = I 2 − 6................................. (1)

dim ana : i = I1

Tinjau lintasan supermesh :

Σv = 0

− 12 + 1.I1 + 2i + 3I 2 = 0

− 12 + I1 + 2I1 + 3I 2 = 0

3I1 + 3I 2 = 12............................(2)

Substitusikan persamaan (1) dan (2) :

3(I 2 − 6) + 3I 2 = 12

3I 2 −18 + 3I 2 = 12
30
6I = 30 → I = = 5A

2 2 6

47
5.5 TEOREMA SUPERPOSISI

Arus atau tegangan yang melalui sebuah elemen dalam sebuah jaringan linear dua arah
yang memiliki beberapa sumber sama dengan jumlah aljabar arus atau tegangan yang dihasilkan
secara terpisah oleh masing-masing sumber. Teorema superposisi berlaku untuk semua
rangkaian linear dan bilateral. Dalam teorema superposisi ini terdapat dua atau lebih sumber
yang bebas. Sumber tersebut bisa tegangan dengan tegangan dan bisa tegangan dengan arus.
Sumber- sumber tersebut tidak dapat bekerja secara bersamaan atau hanya berpatokan pada satu
sumber saja. Sumber-sumber ini bekerja satu persatu. Sumber-sumber tegangan yang akan di
tahan sewaktu salah satu sumber lain (sumber tunggal) bekerja digantikan oleh
rangkaian hubung singkat (short), sumber-sumber arus digantikan dengan rangkaian terbuka
(o.c).

Teorema superposisi digunakan untuk menghitung besar arus pada masing-masing beban
dengan menentukan terlebih dahulu arah arus pada rangkaian. Dibawah ini adalah contoh
gambar rangkaian listrik yang dapat di analisis dengan metode atau teorema superposisi.

Sifat- Sifat Teorema Superposisi


1. Berpatokan pada satu sumber, sumber (E) yang lain di hubung singkat (short) atau jika pada arus
(I) dalam rangkaian terbuka (o.c)
2. Tidak berpengaruh dengan sumbernya
3. Besar I akan sama dengan + apabila searah
4. Jika > maka - atau sebaliknya
Langkah-langkah Analisa Teorema Superposisi
a. Menghitung arus dengan dua sumber tegangan.
1. Berpatokan pada V1 dan pada V2 di short.
 Cari arus yang dihasilkan oleh V1 saja. Ganti sumber tegangan V2 dengan hubung singkat

 Carilah arus pada I11 dengan menggantikan R1, R2 dan R3 menjadi R

48
 Setelah RT di ketahui maka I11, I21, I31 dapat di cari

2. Bepatokan pada V2 saja dan pada V1 di short

 Cari arus yang dihasilkan oleh V2 saja. Ganti sumber tegangan V1dengan hubung singkat.

 Carilah arus pada I12 dengan menggantikan R1, R2 dan R3 menjadi R5

 Setelah RT di ketahui maka I12, I22, I32 dapat di cari

b. Menghitung arus menggunakan sumber tegangan dan arus.

1. Berpatokan pada I dan E di hubung singkat


 Cari arus yang dihasilkan oleh I saja.
 Ganti sumber tegangan E dengan hubung singkat. (Lihat gambar di bawah ini)

I3 tidak dicari karena tidak ada arus yang melewati R3

2. Berpatokan pada sumber tegangan (E)

 Cari arus yang dihasilkan oleh tegangan E saja.

 Ganti arus I dengan rangkaian terbuka (o.c)

49
Latihan Soal
1. Berapakah arus i dengan teorema superposisi ...
a. 0,5 A
b. 1 A
c. 1,5 A
d. 2 A
e. 2,5 A

Jawab: a. 0,5 A

Pada saat sumber tegangan aktif/bekerja maka sumber arus tidak aktif (diganti dengan
tahanan dalamnya yaitu tak hingga atau rangkaian open circuit) :

20
maka : i1 = = 1⋅ A
10 + 10

Pada saat sumber arus aktif/bekerja maka sumber tegangan tidak aktif (diganti dengan
tahanan dalamnya yaitu nol atau rangkaian short circuit) :

10
i2 = − .1 = −0,5 ⋅ A
10 + 10

sehingga :

i = i1 + i2 = 1 − 0,5 = 0,5A

50
2. Nilai i dengan superposisi adalah ....
a. 1 A
b. 2 A
c. 3 A
d. 4 A
e. 5 A

3. Jawab:c. 3 A
Pada saat sumber Is = 8A aktif/bekerja maka sumber arus 4A diganti dengan tahanan
dalamnnya yaitu tak hingga atau rangkaian open circuit :

i = 3 x(3i − 8)

1 3+2 1
3

i1 = 5 x(3i1 − 8)
24
5i1 = 9i1 − 24 → i1 = 4 = 6A
Pada saat sumber Is = 4A aktif/bekerja maka sumber arus 8A diganti dengan tahanan
dalamnnya yaitu tak hingga atau rangkaian open circuit :

i = 3 x(3i + 4)

2 3+2 2

i2 = 5 x(3i2 + 4)

5i2 = 9i2 + 12 → i1 =-12 = −3A

4
sehingga : i = i1 + i2 = 6 − 3 = 3A

51
i = 3 x(3i + 4)

2 3+2 2

i2 = 5 x(3i2 + 4)

5i2 = 9i2 + 12 → i1 =-12 = −3A

4
sehingga : i = i1 + i2 = 6 − 3 = 3A

52
5.6 TEOREMA THEVENIN

Teorema Thevenin adalah salah satu teori elektronika atau alat analisis yang
menyederhanakan suatu rangkaian rumit menjadi suatu rangkaian sederhana dengan cara
membuat suatu rangkaian pengganti yang berupa sumber tegangan yang dihubungkan secara seri
dengan sebuah resistansi yang ekivalen. Teorema Thevenin ini sangat bermanfaat apabila
diaplikasikan pada analisis rangkaian yang berkaitan dengan daya atau sistem baterai dan
rangkaian interkoneksi yang dapat mempengaruhi satu rangkaian dengan rangkaian lainnya.
Teorema Thevenin ini ditemukan oleh seorang insinyur yang berasal dari Perancis yaitu M.L.
Thevenin.

Teorema Thevenin menyatakan bahwa :

“Setiap Rangkaian linear yang terdiri dari beberapa tegangan dan resistor dapat digantikan
dengan hanya satu tegangan tunggal dan satu resistor yang terhubung secara seri”

Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menganalisis dan menghitung suatu rangkaian linear
dengan menggunakan Teorema Thevenin.

1. Lepaskan Resistor Beban


2. Hitung atau ukur tegangan rangkaian terbukanya. Tegangan inilah disebut dengan Tegangan Thevenin
atau Thevenin Voltage (VTH).
3. Lepaskan sumber arus listriknya dan hubungsingkatkan sumber tegangannya.
4. Hitung atau ukur tegangan Resistansi rangkaian terbuka tersebut. Resistansi ini disebut dengan Resistansi
Thevenin atau Thevenin Resistance (RTH).
5. Gambarkan lagi suatu rangkaian baru berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada langkah 2 yaitu
tegangan rangkaian terbuka (VTH) sebagai tegangan sumber dan Resistansi Thevenin (RTH) pada
pengukuran di langkah 4 sebagai Resistor yang dihubungkan secara seri. Hubungkan kembali Resistor
Beban yang kita lepaskan di langkah 1. Rangkaian inilah sebagai Rangkaian Ekivalen Thevanin atau
rangkaian rumit yang telah disederhanakan berdasarkan teorema Thevenin.
6. Langkah yang terakhir adalah temukan arus listrik yang melalui Resistor Beban tersebut dengan
menggunakan Hukum Ohm (IT = VTH/(RTH + RL)

Berikut ini adalah contoh kasus untuk menganalisis Rangkaian Linear dengan menggunakan
Teorema Thevenin (mengikuti langkah-langkah diatas).

Pada gambar dibawah ini, carikan VTH, RTH dan arus beban dan tegangan pada resistor beban
dengan menggunakan Teorema Thevenin.

53
Langkah 1.

Lepaskan Resistor beban 5kΩ.

Langkah 2.

Hitung atau ukur tegangan rangkaian terbukanya. Tegangan inilah disebut dengan Tegangan
Thevenin atau Thevenin Voltage (VTH).

Setelah kita buka Resistor beban (langkah 1), rangkaiannya akan berbentuk seperti pada gambar
dibawah ini. Arus listrik yang mengalir ke Resistor 12kΩ dan 4kΩ adalah 3mA (Ingat Hukum
Ohm, I= V/R = 48V/(12kΩ+4kΩ) = 0,003A atau 3mA). Resistor 8kΩ tidak dihitung, karena
Resistor 8kΩ adalah rangkaian terbuka maka arus tidak akan mengalir sampai ke resistor
tersebut.

Tegangan pada Resistor 4kΩ adalah 12V yaitu dengan perhitungan 3mA x 4kΩ. Dengan
demikian, Tegangan pada Terminal AB juga adalah 12V. Oleh karena itu, VTH = 12V.

Langkah 3.

Lepaskan sumber arus listriknya dan hubungsingkatkan sumber tegangannya seperti pada
gambar dibawah ini :

54
Langkah 4.

Hitung atau ukur tegangan Resistansi rangkaian terbuka tersebut. Resistansi ini disebut dengan
Resistansi Thevenin atau Thevenin Resistance (RTH).

Kita telah menghilangkan Sumber Tegangan 48V dengan melepaskan sumber arus listriknya dan
hubungsingkatkan sumber tegangannya seperti pada langkah ke-3, sehingga sumber tegangan
adalah ekivalen dengan 0 (V=0). Maka hubungan Resistor 8kΩ adalah seri dengan Paralel
resistor 4kΩ dan 12kΩ. Jadi perhitungan untuk mencari RTH adalah sebagai berikut :

RTH = 8kΩ + ((4kΩ x12kΩ)/(4kΩ+12kΩ)


RTH = 8kΩ + 3kΩ
RTH = 11kΩ

Langkah 5.

Hubungkan secara Seri Resistor RTH dengan sumber tegangan VTH dan hubungkan kembali
Resistor Beban 5kΩ seperti pada gambar dibawah ini. Inilah hasil dari perhitungan Teorema
Thevenin atau disebut dengan Rangkaian Ekivalen Thevenin.

Langkah 6.
Sekarang mari kita aplikasikan ke teori Hukum Ohm, hitung total arus beban dan tegangan beban
seperti pada gambar 6.

Mecari Arus Beban (IL) :

IL = VTH/(RTH + RL)
IL = 12V / (11kΩ + 5kΩ)
IL = 12/16kΩ
IL = 0,75Ma

DanMencari Tegangan Beban (VL) :

VL = IL x RL
VL = 0,75mA x 5kΩ
VL = 3,75V

Dari Rangkaian aslinya sampai ke Rangkaian Ekivalen Thevenin, kita dapat melihat perbedaan
yang sangat besar, rangkaian Ekivalen Thevenin lebih sederhana dan mudah.
55
Latihan Soal
untuk sumber bebas/ independent
1. Nilai arus i dengan teorema Thevenin adalah ....
a. 19/7 A
b. 19/8 A
c. 19/3 A
d. 19/4 A
e. 19/5 A

Jawab: b. 19/8 A

Tentukan titik a-b pada R dimana parameter i yang ditanyakan, hitung tegangan dititik
a-b pada saat terbuka :

Vab = Voc = −5 + 4.6 = −5 + 24 = 19V

Mencari Rth ketika semua sumber bebasnya tidak aktif (diganti dengan tahanan
dalamnya) dilihat dari titik a-b :

Rth = 4Ω

Rangkaian pengganti Thevenin :

sehingga :

i = 19/8 A

56
2. Nilai arus i dengan teorema Thevenin adalah ....
a. 1 A
b. 2 A
c. 3 A
d. 4 A
e. 5 A

Jawab: b. 2 A

Tentukan titik a-b pada R dimana parameter i yang ditanyakan, hitung tegangan
dititik a-b pada saat terbuka :

dengan analisis node :

Tinjau node voltage v1 :


v v −12
1 + 1 −3=0

6 12

2v1 + v1 −12 − 36 = 0

48
3v1 = 48 → v1 = 3 = 16V
57
sehingga :

Vab = Voc = 4.3 + v1 = 12 + 16 = 28V

Mencari Rth ketika semua sumber bebasnya tidak aktif (diganti dengan
tahanan dalamnya) dilihat dari titik a-b :

6x12
R = + 4 = 4 + 4 = 8Ω

th 6 + 12

Rangkaian pengganti Thevenin :

sehingga :

28 28
i=8 +6 = 14 = 2A

58
5.7 TEOREMA NORTON

Teorema Norton (Norton Theorem) adalah salah satu Teori atau alat analisis yang dapat
digunakan untuk menyerderhanakan suatu rangkaian linear yang rumit menjadi rangkaian yang
lebih sederhana. Berbeda dengan Teorema Thevenin yang penyederhanaannya menggunakan
sumber tegangan (Voltage Source) ekivalen dengan merangkai resistor ekivalen secara seri,
Teorema Norton menyederhanakannya dengan menggunakan sumber Arus (Current Source)
ekivalen dan perangkaian resistor ekivalen secara paralel.

Teorema Norton ini berasal dua orang peneliti yang bernama Hans Ferdinand Mayer dari
Siemens & Halske dan Edward Lawry Norton dari Bell Labs. Karena ditemukan oleh dua orang
peneliti, Teorema Norton ini juga sering disebut dengan Teorema Mayer – Norton (Mayer –
Norton Theorem).

Teorema Norton menyatakan bahwa :

“Setiap jaringan listrik linear atau rangkaian rumit tertentu dapat digantikan oleh rangkaian
sederhana yang hanya terdiri dari sebuah Arus sumber (IN) dan sebuah Resistor yang
diparalelkan (RN).”

Rangkaian pengganti tersebut dinamakan juga dengan Rangkaian Ekivalen Norton.

Berikut ini adalah langkah-langkah untuk menganalisis dan menghitung suatu rangkaian linear
dengan menggunakan Teorema Norton.

1. Hubung singkat Resistor Beban.


2. Hitung atau ukur arus pada rangkaian hubung singkat tersebut. Arus ini disebut dengan Arus Norton (IN).
3. Buka Arus Sumber, Hubung singkat Tegangan sumber dan lepaskan Resistor Beban.
4. Hitung atau ukur Resistansi Rangkaian Terbuka. Resistansi ini dinamakan dengan Resistansi Norton (RN).
5. Gambarkan kembali dengan memasukan nilai arus pada rangkaian yang dihubungsingkat di langkah 2.
Rangkaikan Arus sumber dan Resistansi pada Rangkaian terbuka yang dilakukan pada langkah 5 secara
paralel. Hubungkan kembali Resistor Beban yang kita lepaskan pada langkah 3. Ini merupakan rangkaian
yang telah disederhanakan berdasarkan teorema Norton atau biasanya disebut dengan Rangkaian Ekivalen
Norton.
6. Carikan Arus Beban yang mengalir dan Tegangan Beban pada Resistor Beban berdasarkan aturan
Pembagi Arus listrik (Current Divider Rule).
IL = IN / (RN/(RN+RL)

Berikut ini adalah contoh kasus untuk menganalisis Rangkaian Linear dengan menggunakan
Teorema Norton dengan mengikuti langkah-langkah diatas.

Pada gambar dibawah ini, carikan Nilai Resistansi Norton (RN) dan Arus Norton (IN) serta
Tegangan Beban (VL) pada Resistor Beban (RL) dengan menggunakan Teorema Norton.
59
Penyelesaian :

Langkah 1.

Hubung singkat Resistor beban 15Ω seperti pada gambar berikut ini :

Langkah 2.

Hitung atau ukur arus rangkaian hubung singkat tersebut. Arus ini disebut dengan Arus Norton
(IN).Kita telah melakukan hubungsingkat (short) terminal AB untuk mendapatkan Arus Norton
(IN) sehingga Resistor 60Ω dan 30Ω menjadi terhubung secara paralel. Kedua resistor tersebut
kemudian terhubung seri terhadap resistor 20Ω.
Dengan demikian Total Resistansi (Rt) yang akan terhubung ke Sumber adalah sebagai berikut :

Rt = 20Ω + (60Ω || 30Ω) ⇒ (yang dimaksud dengan “||” adalah Paralel )


Rt = 20Ω + ((30Ω x 60Ω) / (30Ω + 60Ω))
Rt = 20Ω + 20Ω
Rt = 40Ω

Setelah mendapatkan nilai Total Resistor (Rt), maka selanjutnya adalah menghitungkan Arus
listrik yang mengalir dengan menggunakan Hukum Ohm :

It = V / Rt
It = 12V / 40Ω
It = 0,3A

Kemudian carikan nilai arus sumber (ISc) yang juga sama dengan nilai arus Norton (IN) dengan
menggunakan prinsip Pembagi Arus (Current Divider Rule).

ISc = IN = 0,3A ((60Ω / (30Ω + 60Ω))


ISc = IN = 0,2A

Jadi Arus Norton adalah 0,2A.

60
Langkah 3.

Lepaskan Arus Sumbernya, Short atau Hubungsingkatkan Tegangan Sumber dan lepaskan
Resistor Beban seperti pada gambar dibawah ini :

Langkah 4.

Hitung atau ukur Resistansi Rangkaian Terbuka. Resistansi ini dinamakan dengan Resistansi
Norton (RN). Karena Tegangan sumber dihubungsingkatkan pada langkah 3, maka tegangan
sumbernya sama dengan 0. Seperti pada gambar, kita dapat melihat Resistor 30Ω adalah
berhubungan Seri dengan Resistor 60Ω dan 20Ω. Perhitungan untuk mencari Resistor Norton
(RN) adalah sebagai berikut :

RN = 30Ω + (60Ω || 20Ω)) ⇒ (yang dimaksud dengan “||” adalah Paralel )


RN = 30Ω + ((60Ω x 20Ω) / (60Ω + 20Ω))
RN = 30Ω + 15Ω
RN = 45Ω

Jadi, Nilai Resistor Norton (RN) adalah 45Ω.

Langkah 5.

Hubungkan Resistor Norton (RN) secara paralel dengan sumber arus (IN) dan pasangkan kembali
Resistor beban seperti pada gambar dibawah ini :

61
Langkah 6.

Langkah terakhir adalah menghitung nilai arus beban dan nilai tegangan beban pada Resitor
beban berdasarkan Hukum Ohm :

Menghitung Arus Beban (IL) yang mengalir melalui Resistor beban (RL)

IL = IN x ((RN / (RN + RL))


IL = 0,2A x ((45Ω / ((45Ω + 15Ω))
IL = 0,15A

Dan

Menghitung Tegangan Beban (VL) pada Resistor Beban (RL)

VL = IL x RL
VL = 0,15A x 15Ω
VL = 2,25V

Jadi Arus Beban yang mengalir melalui Resistor Beban adalah 0,15A, sedangkan Tegangan
bebannya adalah 2,25V.

Dari Rangkaian aslinya sampai ke Rangkaian Ekivalen Norton, kita dapat melihat perbedaan
yang sangat besar, rangkaian Ekivalen Norton lebih sederhana dan lebih mudah untuk
merangkainya.

62
Latihan Soal
untuk sumber bebas/ independent
1. Nilai arus i dengan teorema Norton adalah ....
a. 15/8 A
b. 16/8 A
c. 17/8 A
d. 13/8 A
e. 19/8 A

Jawab: e. 19/8 A

Tentukan titik a-b pada R dimana parameter i yang ditanyakan, hitung isc = iN saat
R = 4Ω dilepas :

Analisis mesh :

- Tinjau loop I1 :

I1 = 6A................................ (1)
- Tinjau loop I3 :

Σv = 0

− 5 + 8(I3 − I 2 ) = 0
8(I3 − I 2 ) = 5
substitusikan..pers.(2) :

3 I2
8( 2 −I2)=5

5
4I 2 = 5 → I 2 = 4A

5 19
sehingga : isc = iN = I1 − I 2 = 6 − 4= 4A
63
Mencari Rth ketika semua sumber bebasnya tidak aktif (diganti dengan
tahanan dalamnya) dilihat dari titik a-b :

RN = 4Ω

Rangkaian pengganti Norton :

4 4 19 19
i= i = . = A
4+ 4 N 8 4 8

2. Nilai v dengan teorema Norton adalah ....


a. 2 V
b. 4 V
c. 6 V
d. 8 V
e. 10 V

Jawab: d. 8 V

Mencari isc :

64
20.12 15
20Ω //12Ω → Rp = = Ω
20 + 12 2

Rp 152 54
V = x18 = 18 = V
1

Rp + 5 15 + 5 5
2

V1 27
i =i = = A

sc N 20 50

5.12 60
5Ω //12Ω → Rp = = Ω
5 + 12 17

60 400
RN = Rp + 20Ω = + 20 = Ω
17 17

Rangkaian pengganti Norton :

400
17 x40 400

RN // 40Ω → Rp = = Ω
400 27
17 + 40

27 400
sehingga : v = iN xRp = x = 8V
50 27

65
DAFTAR PUSTAKA

Faisal. 2015. “Besaran Satuan dan Dimensi”


Dalam https://sainsmini.blogspot.co.id/2015/02/besaran-satuan-dan-dimensi.html
Diakses tanggal 3 Januari 2018
Hadi, Abdul. 2015. “Rumus Fungsi Dimensi”
Dalam http://www.softilmu.com/2015/12/Pengertian-Rumus-Fungsi-Dimensi-Fisika-
Adalah.html
Diakses tanggal 3 Januari 2018
Obray. 2014. “Kuantitas – kuantitas Listrik Fundamental”
Dalam http://obray-inisetut.blogspot.co.id/2014/08/kuantitas-kuantitas-listrik
fundamental.html
Diakses tanggal 3 Januari 2018
Avero, Faruk. 2016. “Hukum Kirchoff”
Dalam http://www.studiobelajar.com/hukum-kirchhoff/
Diakses tanggal 3 Januari 2018
Loan, College. 2015. “Hambatan Jenis”
Dalam http://fisikazone.com/hambatan-jenis/
Diakses tanggal 3 Januari 2018
Gurumuda. 2014. “Hukum Coulomb”
Dalam https://gurumuda.net/contoh-soal-hukum-coulomb.htm
Diakses tanggal 5 Januari 2018
Mafiaol, Mafia. 2013. “Hambatan Jenis”
Dalam http://mafia.mafiaol.com/2013/04/cara-menghitung-hambatan-jenis-suatu.html
Diakses tanggal 5 Januari 2018
Elkatechno. 2017. “Analisis Node”
Dalam http://elkatechno.blogspot.co.id/2017/02/penjelasan-analisis-node-dan-contoh-
soal.html
Diakses tanggal 5 Januari 2018
Sejati, Purnomo. 2011. “Analisis Node”
Dalam https://purnomosejati.wordpress.com/2011/08/25/analisis-node/
Diakses tanggal 5 Januari 2018

66
67
1

You might also like