Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 27

BAB 1

SKENARIO

Seorang anak laki-laki bernama Bryan, berusia 4 tahun dengan berat badan 10kg dan tinggi
badan 83 cm, dibawa ibunya ke dokter karena kakinya bengkak dan tidak mau makan. Ibunya
mengatakan bahwa setiap kali diberi makan ia muntah, sering menangis dan badan lemas.
Menurut ibunya Berat Badan anaknya terlalu kurus, tidak sesuai dengan teman sebayanya
dan ibunya jarang membawa anaknya ke POSYANDU. Keterangan dari ibunya,Bryan tidak
diberi ASI Eksklusif dan pemberian makanan tambahannya sejak umur 3 bulan sering
diberikan bubur halus dicampur dengan susu formula.

1
BAB 2

KATA KUNCI

1. Terlalu kurus
Suatu keadaan dimana perbandingan BB (Berat Badan) dan Tinggi Badan tidak
seimbang.
2. Kaki bengkak
Suatu keadaan dimana ada pengumpulan cairan pada suatu jaringan atau rongga-
rongga badan tertentu.
3. Muntah
Suatu gejala dimana keluarnya lagi makanan yang berada di lambung melalui mulut.
4. Posyandu
Posyandu atau Pusat Pelayanan Terpadu yaitu pusat kegiatan masyarakat yang pada
dasarnya merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan
kesehatan, tempat masyarakat dapat memperoleh pelayanan KB, Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA), Gizi, Imunisasi dan penanggulangan diare pada waktu dan tempat yang
sama (Effendy,1998)
5. Badan Lemas
Suatu keadaan dimana badan tidak sanggup untuk beraktivitas, cepat merasa lelah.
6. ASI Eksklusif
ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan atau makanan padat
apapun kecuali vitamin, mineral, atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia
6 bulan.
7. Pemberian Makanan Pendamping
Makanan pendamping yaitu makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,
diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan, guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Depkes, 2006)

2
BAB 3

PROBLEM

1. Bagaimana permasalahan gizi yang dialami oleh An.Bryan?


2. Penyakit apa saja yang berhubungan dengan gizi buruk atau KEP?
3. Bagaimana patogenesis & patofisiologis terjadinya KEP?
4. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan?
5. Bagaimana penatalaksanaannya?
6. Bagimana cara pencegahannya?

3
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Batasan

Gizi buruk atau Kekurangan Energi Protein (KEP) atau Malnutrisi Energi Protein
(MEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat
badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan
sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi
baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh
dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
4.1.1 Etiologi
KEP dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab
anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit
/ terkena infeksi. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
a. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi.
b. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak
tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan
kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya
cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam
folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat
disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
c. Pola makan yang salah
Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan,
mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama
miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada
kualitas pengasuhan anak. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat
tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya

4
kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu
dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur,
santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein
maupun kalori yang cukup
d. Sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara
terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan
kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit
tertentu.

4.2 Patofisiologi - Patomekanisme

4.2.1 Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin
C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan
cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut
akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.
Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf
motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein,
maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke
jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.

5
4.2.2 Patomekanisme

6
4.3 Jenis-jenis Penyakit yang Berhubungan

4.3.1 Marasmus (Atrofi infantile, kelemahan, insufisiensi nutrisi bayi


(athrepesia)

Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
hygien jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu
atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis marasmus berasal dari
masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang
tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat
mengakibatkan malnutrisi.
Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan
berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian
terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran
usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya
subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-
mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi
biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi
mucus dan sedikit.5
Menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang
dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri
yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis
besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan
orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

7
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital

c.Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng,


deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d.Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI
kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia,


lactose intolerance

g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab
maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang
akan menimbulkan marasmus

i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus,


meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan
kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak
mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan
menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

4.3.2 Malnutrisi protein (Malnutrisi protein-kalori (PCM), kwashiorkor)


Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutri protein berat (MEP
berat) dan masukan kalori tidak cukup. Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang
gemuk (suger baby). Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau
kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi vitamindan
mineral dapat turut menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala tersebut. Bentuk malnutrisi
yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah
industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak

8
lagi menghisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun,
biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan
dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan
anak normal.5
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh
kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi,
maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel,
karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita
kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka
plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik
dan onkotik (Sadewa, 2008).

4.3.3 Marasmus-Kwarshiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus, dengan standar WHO-NCHS BB/U < 60% disertai edema yang tidak mencolok.
Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan
yang normal serta memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

4.4 Gejala Klinis


4.4.1 Marasmus
Gejala dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004) antara lain:6
1. Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
2. Perubahan mental
3. Kulit kering, dingin dan kendur
4. Rambut kering, tipis dan mudah rontok
5. Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
6. Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
7. Sering diare atau konstipasi
8. Kadang terdapat bradikardi

9
9. Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
10. Kadang frekuensi pernafasan menurun

4.4.2 Kwashiorkor
Gejala dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:6
1. Perubahan mental sampai apatis
2. Sering dijumpai Edema
3. Atrofi otot
4. Gangguan sistem gastrointestinal
5. Pandangan mata sayu
6. Perubahan rambut menjadi merah seperti jagung serta mudah rontok tanpa rasa sakit
7. Kelainan kulit berupa crazy pavement dermatosis
8. Pembesaran hati
9. Anemia

4.4.3 Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwahiorkor dan
Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.

4.5 Pemeriksaan Fisik Penyakit

4.5.1 Marasmus

Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kekuningan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa
lapar.

4.5.2 Kwashiorkor

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya

10
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh.

4.5.3 Marasmus-Kwashiorkor

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

4.6 Pemeriksaan Penunjang


4.6.1 Antropometri

Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi


tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sebagai
indicator status gizi dapat dilakukan dengan mengatur beberapa parameter,yaitu ukuran
tunggal dari tubuh manusia antara lain umur,berat badan,tinggi badan,lingkar lengan
atas,lingkar kepala,lingkar dada,lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit.

4.6.2 Biokimia

Penilaian status gizi dengan bikimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara
labratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Protein(KEP),maka
analisis biokimia yang banyak diperhatikan adalah yang menyangut nilai protein dalam darah
atau hasil metabolisme dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama-
sama urin. Penilaian pre-albumin dalam kaitannya Daya Status Gizi.

Status Gizi Nilai Prealbumin µg/dl


Baik *) 23,8 +/- 0,9
Gizi Sedang *) 16,5 +/- 0,8
Gizi Kurang *) Maramus **) 12,4 +/- 1,0
Gizi Buruk*) Marasmus-Kwashiorkor *) 7,6 +/- 0,6
3,3 +/- 0,2
**)
Kashiorkor **) 3,2 +/- 0,4

11
Keterangan : * ) Menurut klasifikasi Waterlow

**) Menurut klasifikasi Welcome

4.6.3 Biofisik
a. Tes Radiologi
b. Tes fungsi fisik
c. Tes serologic
Pengukuran dilakukan pada kasus dengan KEP berat, dengan melihat noda pada
epitel mukosa oral dimana apabila dinyatakan positif KEP.

4.6.4 Hitung darah lengkap (CBC)


Untuk mengetahui kadar hemoglobin : pada tingkat < 40 g/ L diindikasi adanya
anemia.
4.6.5 Hapusan darah tepi
Pemeriksaan secara mikroskopik untuk mengetahui apakah ada infeksi dari parasit
4.6.6 Tes urine
Untuk mengetahui kadar albumin dan protein tubuh dalam batas normal atau tidak.
Batasan dan Interprestasi Kadar Serum Protein dan Serum Albumin
No Senyawa dan Umur(tahun) Kurang Kriteria margin Cukup
satuan
1. Serum Albumin < 1,5 <2- 2+,5
(gr/100 ml)

1-5 - <3,0 3,0+


6-16 - <3,5 3,5+
16+ <2,8 2,8-3,4 3,5+
Wanita Hamil <3,0 3,0-3,4 3,5+
2. Serum Protein <1 - <5,0 5,0+
(gr/100ml)
1-5 - <5,5 5,5+
6-16 - <6,0 6,0+
16+ 6,0 60-6,4 6,5+

12
Wanita hamil 5,5 5,5-5,9 6,0 +

4.6.7 Feses lengkap


Untuk mengetahui apakah ada infeksi parasit yang bisa memperparah kondisi
kesehatan penderita.

13
BAB 5

HIPOTESIS AWAL
Hipotesis awal dari pasien adalah :
1. Marasmus
2. Kwashiorkor
3. Marasmus-Kwashiorkor

14
BAB 6

ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 Data Pasien

Nama: An.Bryan

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 4 tahun
Alamat: Jl.Banjir Terus no.23 Desa Hujan Badai Kec.Muara Sungai Kab.Batu
Kali
Keluhan Utama: bengkak pada kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Muntah
b. Kaki bengkak
c. Terlalu kurus
d. Menangis terus-terusan (cengeng)
e. Badan Lemas
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Pemberian ASI hanya 1 bulan pertama
b. Sering mengalami muntah
c. 1 minggu kemarin diare
d. Pemberian makanan tambahan bubur halus dicampur susu formula sejak 3 bulan
pertama
Riwayat Keluarga : Tidak ada yang seperti ini
Riwayat Sosial:
a. Sulit makan
b. Ibu jarang membawa ke Posyandu
c. Ibunya memberikan makanan tambahan sejak anak umur 3 bulan
d. Ibu jarang mencuci tangan sebelum makan

6.2 Pemeriksaan Fisik :


a. Keadaan Umum: cengeng
BB: 10kg
TB: 83cm

15
Nadi: 96x/menit
Suhu: 36,9 C
b. Kepala/Leher :
1. A/I/C/D : -/-/-/-
2. Rambut : merah dan sering rontok
3. Mata : sayu (cowong)
c. Thorax : Pulmo dan Cor DBN
d. Abdomen: Asites (+)
e. Ekstremitas : Dorsum pedis oedem dan akral dingin

6.3 Perbandingan gejala klinis Kwashiorkor dengan Marasmus

16
BAB 7

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Kelompok kami menentukan diagnosa yang tepat pada skenario 2 ini adalah an.Bryan
mengalami KEP atau Gizi Buruk dengan klasifikasi Kwashiorkor.

17
BAB 8

MEKANISME DIAGNOSIS

Gambaran Klinis Marasmus Kwashiorkor

Keluhan Utama : Bengkak - 


pada kaki (odem dorsum
pedis)

Muntah Gangguan pencernaan 


yang sering terjadi diare

Terlalu Kurus  

Cengeng  

Badan Lemas  

Rambut merah, rontok Rambut kering, tipis, Rambut sudah kemerahan


namun biasanya hanya seperti rambut jagung dan
berubah warna menjadi rontok tanpa rasa sakit
kuning (ringan)

Mata sayu (cowong) wajah seperti orang tua 

Abdomen (+) Asites Dapat kembung, datar,  tampak seperti anak


gambaran usus dapat gemuk (suger baby)
dengan mudah dilihat

18
BAB 9

PENATALAKSANAAN

Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui
yaitu fase stabilisasi ( Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 –
6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan
pelayanan sbb :2

No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1 Hipoglikemia

2 Hipotermia

3 Dehidrasi

4 Elektrolit

5 Infeksi

6 MulaiPemberian

makanan

7 Tumbuh kejar

(Meningkatkan

Pemberian Makanan)

8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe

9 Stimulasi

10 Tindak lanjut

19
1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia


mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat
berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang
dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula
yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara
berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di
atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak
dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran
1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi
ditambahkan 5% glukosa.
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam.
Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-
sonde) (RSCM, 2003).

2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2
hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat
badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.

3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa
yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan
kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan
mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia

20
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.

d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI


secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total
50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam
folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.

SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI


BURUK

1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)


Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi
buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat
menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak
tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak
mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU
kabupaten.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)


Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak
harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap
anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat
bernafas. Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan
lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak.
Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak)
setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan
selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.

3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan


Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan
dehidrasi adalah :

a. Ada riwayat diare sebelumnya


b. Anak sangat kehausan
c. Mata cekung
d. Nadi lemah

21
e. Tangan dan kaki teraba dingin
f. Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit


Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :

a. Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.

b. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)


Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan
keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.

5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi

Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :

UMUR KOTRIMOKSASOL AMOKSISILI


N
ATAU (Trimetoprim + Sulfametoksazol)
 Beri 3 kali
BERAT  Beri 2 kali sehari selama 5 hari
sehari
BADAN
untuk 5
hari
Tablet Tablet Anak Sirup/5ml Sirup
dewasa 20 mg trimeto 40 mg trimeto
80 mg trimeto prim + 100 mg prim + 200 mg 125 mg
prim + 400 sulfametok sulfametok per 5 ml
mg
sazol sazol
sulfametok

sazol

2 sampai 4 bulan

(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml

22
4 sampai 12
bulan ½ 2 5 ml 5 ml
(6 - < 10 Kg)

12 bln s/d 5 thn

(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml

6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk

7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)

TAHAPAN PEMBERIAN DIET

FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI

FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75  FORMULA WHO


100 ATAU PENGGANTI

FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro


Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun
anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian
besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional


Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan :

- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan

23
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah


Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan
dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.

24
BAB 10

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

10.1 Cara Penyampaian Prognosis Terhadap Pasien/Keluarga Pasien


1. Memberitahu kepada keluarga pasien dengan sangat hati-hati bahwa anak si
pasien menderita penyakit Marasmus-Kwashirokor
2. Jelaskan pada keluarga pasien tentang penyakit yang diderita pasien dengan
menggunakan bahasa awam / bukan bahasa medis
3. Jelaskan pada keluarga pasien bahwa penyakit tersebut bisa sembuh
4. Jelaskan pada keluarga pasien untuk terapi dan pencegahannya
5. Jelaskan pada keluarga pasien untuk memberi nutrisi yang cukup kepada
pasien
10.2 Tanda Untuk Merujuk Pasien
Karena fasilitas medis yang tersedia kurang memadai untuk melakukan pengobatan,
maka untuk pertolongan medis lebih lanjut, dapat di rujuk ke spesialis yang
berpotensi dalam bidangnya.

10.3 Peran pasien/keluarga untuk penyembuhan


1. Menjaga asupan gizi agar tetap seimbang
2. Mengatur pola makan yang baik
3. Melakukan pemeriksaan rutin terhadap balita ke POSYANDU

10.4 Pencegahan Penyakit


Upaya terhadap pencegahan dan penanggulangan KEP pada masyarakatmerupakan
tindakan-tindakan preventif.
A. Penanggulagan Taraf Makro
Merupakan upaya yang harus dilaksanaka oleh berbagai instansi yang
memerlukan koordinasi, bahkan mungkin diperlukan bantuan dan kerja sama
dengan Negara lain. Upaya yang dilakukan :
1. Perbaikan ekonomi Negara
2. Peningkatan pendidikan umum dan pendidikan gizi
3. Penyuluhan gizi
4. Peningkatan produksi bahan makanan

25
5. Peningkatan monitoring pasca panen, untuk menghindarkan penghamburan
bahan makanan
6. Mengatur Keluarga Berencana, merupakan factor yang pengaruhnya
signifikan terhadap pencegahan KEP(Kekurangan Energi Protein) dalam
masyarakat.
B. Penanggulangan Taraf Mikro
Merupakan upaya yang ditinjau satu persatu penyebab internal maupun
eksternal yang kemudian dicari alternative perbaikannya atau pemecahannya.
Upaya penanggulangan yang bertaraf mikro :
1. Pengetahuan Ilmu Kesejahteraan Keluarga
2. Peninngkatan Penghasilan Keluarga
3. Penambahan persediaan bahan makanan keluarga
4. Pengaturan distribusi makanan menurut kebutuhan fisik akan zat gizi anggota
keluarga
5. Keterampilan menanggulagi penderita KEP ditingkatkan dengan berbagai
proyek sendiri oleh Pemerintah maupun oleh swasta atau secara swakarya leh
masyarakat sendiri misalkan upaya penyuluhan tentang kesehatan yang di
PUSKESMAS maupun berbagai upaya perbaikan gizi lainnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Fikawati,Sandra,Syafiq A. Kajian Implementasi Dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif


Dan Inisiasi Menyusui Dini Di Indonesia. 2010. Online:
www.journal.ui.ac.id/upload/artikel/642-1299-2-PB.pdf. (diakses pada tanggal 28 Mei
2013)
2. Nasru,E. Dasar-Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran:EGC.
1998.
3. Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun
2006 .- , Jakarta, Depkes RI,2006.
4. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku
Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid I. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik
Indonesia;2007.
5. Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatrics. 15th Edition.
Philadelphia : W.B. Saunders Company;2000.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi Jakarta
: IDAI;2004.
7. Matondang CS, Wahidayat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke 2.
Jakarta : CV Sagung Seto;2003.
8. Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi.Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
9. London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dietary Management of PEM (Not
Published, 1998)
10. WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely Malnourished Children,
WHO Searo, 1998.

27

You might also like