Professional Documents
Culture Documents
BAB 1-mk
BAB 1-mk
SKENARIO
Seorang anak laki-laki bernama Bryan, berusia 4 tahun dengan berat badan 10kg dan tinggi
badan 83 cm, dibawa ibunya ke dokter karena kakinya bengkak dan tidak mau makan. Ibunya
mengatakan bahwa setiap kali diberi makan ia muntah, sering menangis dan badan lemas.
Menurut ibunya Berat Badan anaknya terlalu kurus, tidak sesuai dengan teman sebayanya
dan ibunya jarang membawa anaknya ke POSYANDU. Keterangan dari ibunya,Bryan tidak
diberi ASI Eksklusif dan pemberian makanan tambahannya sejak umur 3 bulan sering
diberikan bubur halus dicampur dengan susu formula.
1
BAB 2
KATA KUNCI
1. Terlalu kurus
Suatu keadaan dimana perbandingan BB (Berat Badan) dan Tinggi Badan tidak
seimbang.
2. Kaki bengkak
Suatu keadaan dimana ada pengumpulan cairan pada suatu jaringan atau rongga-
rongga badan tertentu.
3. Muntah
Suatu gejala dimana keluarnya lagi makanan yang berada di lambung melalui mulut.
4. Posyandu
Posyandu atau Pusat Pelayanan Terpadu yaitu pusat kegiatan masyarakat yang pada
dasarnya merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan
kesehatan, tempat masyarakat dapat memperoleh pelayanan KB, Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA), Gizi, Imunisasi dan penanggulangan diare pada waktu dan tempat yang
sama (Effendy,1998)
5. Badan Lemas
Suatu keadaan dimana badan tidak sanggup untuk beraktivitas, cepat merasa lelah.
6. ASI Eksklusif
ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan atau makanan padat
apapun kecuali vitamin, mineral, atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia
6 bulan.
7. Pemberian Makanan Pendamping
Makanan pendamping yaitu makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,
diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan, guna memenuhi kebutuhan gizi
selain dari ASI (Depkes, 2006)
2
BAB 3
PROBLEM
3
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Batasan
Gizi buruk atau Kekurangan Energi Protein (KEP) atau Malnutrisi Energi Protein
(MEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat
badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan
sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi
baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh
dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk
kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
4.1.1 Etiologi
KEP dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab
anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit
/ terkena infeksi. Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
a. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi.
b. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah usia 6 bulan anak
tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan
kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya
cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam
folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat
disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
c. Pola makan yang salah
Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan,
mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama
miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada
kualitas pengasuhan anak. Kebiasaan, mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat
tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya
4
kebiasaan memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu
dini, berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging, telur,
santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan lemak, protein
maupun kalori yang cukup
d. Sering sakit (frequent infection)
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara negara
terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan
kebersihan / personal hygine yang masih kurang, serta ancaman endemisitas penyakit
tertentu.
4.2.1 Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi
karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan
dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin
C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut.
Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan
cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut
akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.
Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella
negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf
motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter.
Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein,
maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke
jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
5
4.2.2 Patomekanisme
6
4.3 Jenis-jenis Penyakit yang Berhubungan
Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau
hygien jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu
atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis marasmus berasal dari
masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang
tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak terganggu, atau karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat
mengakibatkan malnutrisi.
Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan
berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi
berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian
terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran
usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya
subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-
mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi
biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi
mucus dan sedikit.5
Menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang
dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri
yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis
besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan
orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
7
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital
d.Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI
kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab
maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang
akan menimbulkan marasmus
8
lagi menghisap, dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun,
biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan
dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan
anak normal.5
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema adalah
edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh
kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi,
maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel,
karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita
kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka
plasma pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan
mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema
biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik
dan onkotik (Sadewa, 2008).
4.3.3 Marasmus-Kwarshiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus, dengan standar WHO-NCHS BB/U < 60% disertai edema yang tidak mencolok.
Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan
yang normal serta memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
9
9. Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
10. Kadang frekuensi pernafasan menurun
4.4.2 Kwashiorkor
Gejala dari Kwashiorkor menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:6
1. Perubahan mental sampai apatis
2. Sering dijumpai Edema
3. Atrofi otot
4. Gangguan sistem gastrointestinal
5. Pandangan mata sayu
6. Perubahan rambut menjadi merah seperti jagung serta mudah rontok tanpa rasa sakit
7. Kelainan kulit berupa crazy pavement dermatosis
8. Pembesaran hati
9. Anemia
4.4.3 Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwahiorkor dan
Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.
4.5.1 Marasmus
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kekuningan,
gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa
lapar.
4.5.2 Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
10
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh.
4.5.3 Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk
pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).
4.6.2 Biokimia
Penilaian status gizi dengan bikimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara
labratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Protein(KEP),maka
analisis biokimia yang banyak diperhatikan adalah yang menyangut nilai protein dalam darah
atau hasil metabolisme dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama-
sama urin. Penilaian pre-albumin dalam kaitannya Daya Status Gizi.
11
Keterangan : * ) Menurut klasifikasi Waterlow
4.6.3 Biofisik
a. Tes Radiologi
b. Tes fungsi fisik
c. Tes serologic
Pengukuran dilakukan pada kasus dengan KEP berat, dengan melihat noda pada
epitel mukosa oral dimana apabila dinyatakan positif KEP.
12
Wanita hamil 5,5 5,5-5,9 6,0 +
13
BAB 5
HIPOTESIS AWAL
Hipotesis awal dari pasien adalah :
1. Marasmus
2. Kwashiorkor
3. Marasmus-Kwashiorkor
14
BAB 6
Nama: An.Bryan
Umur : 4 tahun
Alamat: Jl.Banjir Terus no.23 Desa Hujan Badai Kec.Muara Sungai Kab.Batu
Kali
Keluhan Utama: bengkak pada kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Muntah
b. Kaki bengkak
c. Terlalu kurus
d. Menangis terus-terusan (cengeng)
e. Badan Lemas
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Pemberian ASI hanya 1 bulan pertama
b. Sering mengalami muntah
c. 1 minggu kemarin diare
d. Pemberian makanan tambahan bubur halus dicampur susu formula sejak 3 bulan
pertama
Riwayat Keluarga : Tidak ada yang seperti ini
Riwayat Sosial:
a. Sulit makan
b. Ibu jarang membawa ke Posyandu
c. Ibunya memberikan makanan tambahan sejak anak umur 3 bulan
d. Ibu jarang mencuci tangan sebelum makan
15
Nadi: 96x/menit
Suhu: 36,9 C
b. Kepala/Leher :
1. A/I/C/D : -/-/-/-
2. Rambut : merah dan sering rontok
3. Mata : sayu (cowong)
c. Thorax : Pulmo dan Cor DBN
d. Abdomen: Asites (+)
e. Ekstremitas : Dorsum pedis oedem dan akral dingin
16
BAB 7
Kelompok kami menentukan diagnosa yang tepat pada skenario 2 ini adalah an.Bryan
mengalami KEP atau Gizi Buruk dengan klasifikasi Kwashiorkor.
17
BAB 8
MEKANISME DIAGNOSIS
Terlalu Kurus
Cengeng
Badan Lemas
18
BAB 9
PENATALAKSANAAN
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 fase yang harus dilalui
yaitu fase stabilisasi ( Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), fase rehabilitasi (Minggu ke 3 –
6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan
pelayanan sbb :2
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
makanan
7 Tumbuh kejar
(Meningkatkan
Pemberian Makanan)
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
19
1. Tahap Penyesuaian
2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2
hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat
badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari.
3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa
yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan
kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan
mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
a. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia
20
c. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
21
e. Tangan dan kaki teraba dingin
f. Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :
sazol
2 sampai 4 bulan
22
4 sampai 12
bulan ½ 2 5 ml 5 ml
(6 - < 10 Kg)
MAKANAN KELUARGA
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
23
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
24
BAB 10
25
5. Peningkatan monitoring pasca panen, untuk menghindarkan penghamburan
bahan makanan
6. Mengatur Keluarga Berencana, merupakan factor yang pengaruhnya
signifikan terhadap pencegahan KEP(Kekurangan Energi Protein) dalam
masyarakat.
B. Penanggulangan Taraf Mikro
Merupakan upaya yang ditinjau satu persatu penyebab internal maupun
eksternal yang kemudian dicari alternative perbaikannya atau pemecahannya.
Upaya penanggulangan yang bertaraf mikro :
1. Pengetahuan Ilmu Kesejahteraan Keluarga
2. Peninngkatan Penghasilan Keluarga
3. Penambahan persediaan bahan makanan keluarga
4. Pengaturan distribusi makanan menurut kebutuhan fisik akan zat gizi anggota
keluarga
5. Keterampilan menanggulagi penderita KEP ditingkatkan dengan berbagai
proyek sendiri oleh Pemerintah maupun oleh swasta atau secara swakarya leh
masyarakat sendiri misalkan upaya penyuluhan tentang kesehatan yang di
PUSKESMAS maupun berbagai upaya perbaikan gizi lainnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
27