Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 101

NEUROLOGI

Revised by :

Eldwin Suputro

Grace Setiawan

Rita Sulistyaningsih
tetanus  Level Kompetensi 4
Sumber: Manual of Neurologic Therapeutics, 7th Edition, Adams. R.D, et al, Tetanus in : Principles of Neurology, McGraw-Hill,ed 1997, 1205-
1207.
Definisi Etiologi dan Mode of Transmission Patogenesis
Tetanus adalah infeksi yang menyerang Etiologi: Tetanospasmin adalah toksin yang
sistem saraf dan ditimbulkan oleh bakteri Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa
mematikan yaitu Clostridium tetani (C. Clostridium tetani. Bakteri ini berspora, level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
tetani) dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, a. Toxin menghalangi neuromuscular
juga bisa pada manusia dan juga pada tanah transmission dengan cara
Penyakit tetanus ini biasanya akut dan yang terkontaminasi dengan tinja binatang menghambat pelepasan acethyl-
menimbulkan paralitik spastik yang tersebut. choline dari terminal nerve di otot.
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin b. Karakteristik spasme dari tetanus
merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Mode of Transmission: terjadi karena toksin mengganggu
Clostridium tetani Bakteri c.tetani  masuk pada luka yang fungsi dari refleks synaptik di spinal
terkontaminasi akibat terpotong, tertusuk, cord.
luka bakar, atau infeksi tali pusat (tetanus c. Kejang pada tetanus, mungkin
neonatorum)  menghasilkan tetanospasmin disebabkan pengikatan toksin oleh
 menyerang saraf perifer  berimigrasi cerebral ganglioside.
secara sentripetal atau retrogard  masuk ke d. Beberapa penderita mengalami
CNS. gangguan dari Autonomik Nervous
Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga System (ANS) dengan gejala :
menyebar secara luas melalui darah berkeringat, hipertensi yang fluktuasi,
(hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic. periodisitik takikhardia, aritmia
jantung, peninggian cathecholamine
dalam urine.
Tetanospasmin  menekan neuron spinal dan
menginhibisi batang otak  kegagalan
mekanisme inhibisi notmal  menyebabkan
peningkatan aktifitas dari neuron-neuron yang
mempersarafi m.masetter  trismus.
M.masetter adalah otot yang paling sensitive
terhadap toksin tetanus
KLASIFIKASI Subjective dan Objective Diagnosis dan Diagnosis Banding
Ada empat bentuk tetanus yang dikenal Gejala klinis bagi tetanus adalah: 1. Antibiotika
secara klinis, yakni : 1. Kejang bertambah berat selama 3 Dewasa: parenteral Peniciline 1,2 juta unit/hari
1. Tetanus lokal hari pertama, dan menetap selama selama 10 hari, IM
Pada tetanus lokal dijumpai 5 -7 hari. Anak: Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/12 jam,
adanya kontraksi otot yang 2. Setelah 10 hari kejang mulai IM, diberikan selama 7-10 hari
persisten, pada daerah tempat berkurang frekuensinya *Bila sensitif terhadap peniciline, diganti dengan
dimana luka terjadi (agonis, 3. Setelah 2 minggu kejang mulai tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi
antagonis, dan fixator). hilang. dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam
Kontraksi otot tersebut 4. Biasanya didahului dengan dosis terbagi ( 4 dosis )*
biasanya ringan, bisa bertahan ketegangaan otot terutama pada *Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
dalam beberapa bulan tanpa rahang dari leher. Kemudian timbul digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24
progressif dan biasanya kesukaran membuka mulut ( jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari*
menghilang secara bertahap. trismus, lockjaw ) karena spasme
Tetanus lokal ini bisa berlanjut Otot masetter. 2. Antitoksin
menjadi generalized tetanus, 5. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan
tetapi dalam bentuk yang (opistotonus , nuchal rigidity). dosis 3000-6000 U, 1x pemberian saja, secara IM.
ringan dan jarang menimbulkan 6. Risus sardonicus karena spasme *Tidak boleh diberikan secara intravena karena
kematian. otot muka dengan gambaran alis TIG mengandung "anti complementary
tertarik keatas, sudut mulut tertarik aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
2. Cephalic tetanus keluar dan ke bawah, bibir tertekan mencetuskan reaksi allergi yang serius.*
Cephalic tetanus adalah bentuk kuat .
yang jarang dari tetanus. Masa 7. Gambaran umum yang khas berupa Bila TIG tidak ada, gunakan tetanus antitoksin,
inkubasi berkisar 1 –2 hari, badan kaku dengan opistotonus, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,
yang berasal dari otitis media tungkai dengan dengan cara pemberiannya: 20.000 U dari
kronik, luka pada daerah muka 8. Eksistensi, lengan kaku dengan antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan
dan kepala, termasuk adanya mengepal, biasanya kesadaran NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena,
benda asing dalam rongga tetap baik. diberikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah
hidung. 9. Karena kontraksi otot yang sangat dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM
kuat, dapat terjadi asfiksia dan pada daerah pada sebelah luar.
3. Generalized Tetanus sianosis, retensi urin, bahkan dapat 3. Antikonvulsi
Bentuk ini yang paling banyak terjadi fraktur collumna vertebralis
dikenal. Trismus merupakan ( pada anak ).
gejala utama yang sering
dijumpai ( 50 %), yang Diagnosis
disebabkan oleh kekakuan Secara primer ditegakkan dari segi klinis,
otot-otot masseter, bersamaan dan sekunder berdasarkan epidemiologis
dengan kekakuan otot leher penyakit ini. Riwayat luka yang
yang menyebabkan terjadinya terkontaminasi kotoran, tanah, tinja atau
kaku kuduk dan kesulitan material lainnya atau dengan riwayat
menelan. Gejala lain berupa persalinan yang tidak higenis sangat
Risus Sardonicus (Sardonic grin) membantu dalam menegakkan diagnosis.
yakni spasme otot-otot muka, Pada pemeriksaan laboratorium bisa
opistotonus ( kekakuan otot didapatkan SGOT, CPK meninggi serta
punggung), kejang dinding dijumpai myoglobinuria.
perut.
Diagnosis Banding:
4. Neonatal tetanus 1. Meningoencephalitis: demam,
Gejala pertama yang trismus (-), CSF abnormal
ditemukan setelah bayi 2. Polio : trismus (-), paralisa tipe
berumur 3 hingga 10 hari flaccid, CSF abnormal
dengan symptom kesukaran 3. Rabies: riwayat gigitan binatang
menyusu dan menangis yang (+), trismus (-), oropharyngeal
berlebihan. Kesukaran spasm (+)
menyusu disebabkan oleh
trismus. Trismus dan risus
sardonicus adalah gejala yang
paling sering ditemukan.
Headache
Literatur: Slide kuliah neurologi semester 5, Current medical diagnosis & treatment LANGE, Panduan diagnosis dan terapi RSSA FKUB
Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis
a. Tension (LeveL  Di eksaserbasi oleh stress emotional, rasa lapar, noise atau Pada pasien dengan TTH ada gejala
Kompetensi 4) glare. menonjol  nyeri tekan yang bertambah
 Lebih sering muncul pada wanita disbanding laki- laki dengan pada palpasi jaringan miofasial perikranial.
perbandingan 5:4 Mekanisme timbulnya nyeri berasal dari :
 Prevalensi meningkat pada umur 30-39 tahun - Sensitisasi nosiseptor miofasial
perifer
- Sensitisasi second order neuron
pada level kornu dorsalis
- Sensitisasi neuron supraspinal

b. Migraine (LeveL  Terjadi secara episodic mengikuti awal onset pada masa Berhubungan dengan neurovascular
Kompetensi 3a) aldolesence atau early adult life dysfunction. Nyeri kepala berasal dari
 Biasanya ditemukan family history of migraine dilatasi pembuluh darah yang di inervasi
 Dieksaserbasi oleh emosi, stress fisik, kurang atau terlalu lama oleh nervus trigeminal  release
tidur, fatigue, makanan yg menganding nitrite atau tyramine, neuropeptida dari parasimpatis nerve fibers
alcohol, menstruation, kontrasepsi oral
 Biasa terjadi pada individu yang sensitive dengan cahaya
terang, keramaian, atau bau-bauan

c. Trigeminal neuralgia  Adalah kondisi yang mempengaruhi salah satu saraf besar di Idiopathic neuralgia, tetapi ada beberapa
(LeveL Kompetensi area kepala, yaitu trigeminal nerve argument yang menyebutkan :
3a)  Sering terjadi pada wanita dibandingkan laki- laki dan - Space occupying lesion
biasanya menyerang pada usia 50 tahun keatas - Kompresi mikrovaskular dari
trigeminal root
- TN yang tipikal bisa disebabkan oleh
multiple sclerosis
Subyektif & Obyektif Penatalaksanaan
a. Tension  Intensitas : constant daily headache, 1. Farmakologis
ringan sampai sedang  Serangan akut
 Kualitas : Pericranial tenderness, poor - Analgesic ibuprofen 800 mg/hr, acetaminophen 1000mg/hari, aspirin
concentration, tight in quality but not 1000 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/hari
pulsatile, tidak berhubungan dengan - Kafein (adjuvant analgetik) 65 mg
gejala focal neurologic - Muscle relaxant cyclobenzapine, chlorzoxazone, carisoprodol
- Bilateral  Akut dan kronis
- Tidak diperberat oleh aktifitas a. Anti-depressant
- Mual muntah (-) - Tidak insomnia  antidepressant non sedative (fluksetine, bupropion,
- Fotofobia atau fonofobia (-) desipramin, sentralin, protriptilin)
 Site of pain : didaerah depan, atas - Insomnia  amitriptilin, notriptili, trimipramin, imipramin
atau belakang bagian kepala, lebih b. Antianxietas golongan benzodiazepine (lorazepam, alprazolam, diazepam)
terasa parah disekitar leher dan  harus dititrasi secara perlahan agar tidak menimbulkan efek withdrawl
kepala belakang c. Botulinum toxin A
2. Non farmakologis
Pemeriksaan fisik : Palpasi Pericranial - behaviour  stress management, terapi relaksasi
tenderness - Terapi fisik  massage, kompres panas/dingin, ultrasound, TENS, akupuntur
- Terapi psikologis

Subyektif & Obyektif Penatalaksanaan


b. Migraine  Intensitas : sering beberapa kali dalam seminggu atau hanya sekali dalam beberapa thn Serangan akut :
 Kualitas : - Analgesic
- Dull dan pulsatile - Ergot alkaloid
- Nausea, vomiting, fotofobi, fonofobi - Triptan
- Gangguan penglihatan dan lapang pandang Profilaksis :
 Site of pain : Lateralized atau generalized - Beta blocker
Tipe migraine : - Ca antagonis
1. Without aura (common migaine) - Antiserotonin
2. With aura (classic migraine) (methysergide)
*Aura visual disturbance berlangsung sekitar 15 mnt (cahaya silau, garis zigzag, bright
spot), numbness pd tangan, lidah, sebagian wajah, / kelemahan pada satu lengan
Subyektif & Obyektif PenatalaksanaaN
c. Trigeminal  Intensitas : Hilang dan timbul dalam hitungan hari, minggu, bahkan sebulan sekali Medikamentosa :
neuralgia  Kualitas : Grup anticonvulsant
- Nyeri wajah : - Carbamazepine (first choice) 
 Tiba- tiba dimulai dosis 100-200 mg 2-3 kali
 Episodik dan singkat per hari  ditingkatkan dan
 Electric shock- like dititrasi berdasarkan nyerinya 
 Tipikal pada satu sisi wajah, jarang bilateral dosis maintenance 200 atau 400
- Di trigger dan precipitated oleh faktor sentuhan, pergerakan, terkena mg per hari
angin dan mengunyah (ES : hipersensifitas, ngantuk,
- Episode nyeri menjadi lebih sering ataxia, leucopenia, penurunan
 Site of pain : Nyeri muncul pertama disatu sisi mulut dan menyebar sampai mental acuity)
telinga, mata, dan lubang hidung sesisi - Jika nyeri tidak membaik,
kombinasi dengan obat lain
Berdasarkan International Headache Society (IHS) : seperti baclofen, phenytoin,
1. Paroxysmal facial pain selama beberapa detik atau tidak lebih dari dua menit valproate, gabapentin, tetapi
2. Nyeri dengan karakteristik : belum ada studi lebih lanjut
- Distribusi sepanjang satu atau lebih dari divisi saraf trigeminal tentang keefektifannya
- Tiba- tiba, tajam, superficial, kualitas seperti tertusuk atau perasaan - Surgical jika nyeri tidak
terbakar membaik dengan terapi
- Intensitas nyeri yang parah farmakologis atau pemberian
- Di presipitasi pada area trigger, atau karena aktivitas seperti makan, obat yang menimbulkan efek
berbicara samping dan tidak bisa ditoleransi
- Diantara serangan tidak ada gejala
3. Tidak ada deficit neurologis
4. Serangan bersifat strereotyped dan bersifat individual

LIHAT ALGORITMA untuk MEMPERMUDAH pemahaman


SILAHKAN DIBALIK
Algoritma : PENGObatan pada pasien dengan migraine
Algoritma : pengobatan untuk menegemen profilaksis dari migraine
Bell’s palsy  Level Kompetensi : 4
Literatur: Slide kuliah neurologi semester 5, Current medical diagnosis & treatment LANGE, Panduan diagnosis dan terapi RSSA FKUB

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


1, Bell’s Palsy (Kompetensi - Insiden wanita dan pria sama Masih idiopatik, tetapi ada teori semntara :
4) - Angka kejadian lebih tinggi pada wanita 1. Teori iskemik vascular  ketidakstabilan otonomik dengan
Penyakit idiopatik yang hamil dan penderita diabetes mellitus respon simpatis yang berlebihan dan menyebabkan
menyerang system saraf - Menyerang semua kelompok umur, spasme pada arteriol dan statis pada vena di bagian
tepi dan bersifat akut  terutama kelompok 15-45 tahun bawah kanalis spinalis  iskemik dan oedem
saraf fasialis (N.Fasialis) 2. Teori infeksi virus  otitis media, meningitis bakteri, HIV,
HSV

Subyektif & Obyektif Penatalaksanaan


 Subjektif :  Medikamentosa :
- Tidak dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup mata - Kortikosteroid  prednisone 1 mg/v
- Nyeri retroaurikular - Antiviral  acyclovir 5x400mg selama 7 hari
- Ganggguan rasa kecap - Metilkobalamin (vit B12)  3x500mg
- Hiperakusis  Fisioterapi :
- Rasa baal atau tebal pada sisi yg terkena - Terapi panas superficial dan dalam
 Objektif :
Pemeriksaan fisik : Tambahan :
- Lipatan wajah dan lipatan nasolabial menghilang, sudut mulut jatuh Derajat parese N.fasialis (House Brackmann Classification of Facial)
- Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna  fenomena bell’s (mata berputar Derajat 1  fungsional normal
Derajat 2 angkat alis(+), ttp mata komplit, mulut sdkt
keatas saat berusaha menutup mata)
asimetris
- Produksi air mata kurang  iritasi mata Derajat 3 angkat alis dikit, tutup mata komplit dengan
 Pemeriksaan Penunjang pada kasus yang tidak sembuh sempurna dan mencari usaha, mulut bergerak sedikit lemah dengan usaha
etiologi Derajat 4  angkat alis (-), tutup mata inkomplit dengan
- Pencitraan (CT scan dan MRI) usaha, mulut bergerak asimetris dengan usaha maksimal
- Elektrodiagnosis (ENMG) Derajat 5  angkat alis (-), tutup mata inkomplit dengan
usaha, mulut sedikit bergerak
Derajat 6  tidak bergerak sama sekali
BPPV  Level Kompetensi : 4 (papat cuy)
Literatur: THT FKUI

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Adalah suatu kelainan pada telinga  Primer / idiopatik (50-70%) BPPV  stimulasi mekanis abnormal pada 1/lebih
dalam dengan episode positional  Sekunder (30%-50%) saluran setengah lingkaran pada inner ear.
vertigo yang berulang  Trauma (kepala, biasa usia < 50 tahun) Pada penderita BPPV, terjadi perubahan
 Inflamasi (vestibular neuritis) keseimbangan pada saluran setengah lingkaran.
 Lainnya (degenerasi, meniere, Gangguan ini terjadi akibat adanya partikel
gentamycin, migrain) kalsium (otoconia) yang berada di dalam saluran
setengah lingkaran dan membentuk sedimen.
Partikel kalsium ini secara normal berperan
dalam menekan membrane gelatinosa. Terdapat
2 mekanisme :
 Dislokasi otoconia pada cupula
(cupulolithiasis)
 Dislokasi otoconia trus nyumbat si canal
(Canalolithiasis)

Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan


Tanda : Non farmakologis :
 Vertigo  Epley maneuver
 Paroksismal (30-60 detik)
 Terjadi ketika penderita melakukan posisi tertentu
Gejala :
 Nistagmus rotasi
 Nistamus berlangsung singkat (30-60 detik)
Pemeriksaan fisik :
 Tekanan darah biasanya terganggu juga
 Periksa saraf kranialis! Jika ada defisit neuro fokal  pikirkan stroke
 Tes pendengaran (pikirkan kalo ada OMSK sampe ada kolesteatoma,
trus sampe ke inner ear, bisa vertigo juga, so check it!)
 Pergerakan bola mata, untuk menginduksinya pake dix hallpike ya!
Tapi sekali keluar nistagmusnya jangan lupa langsung di appley
manuver
Interpretasi dix hallpike : abnormal jika timbul nistagmus posisional khas,
dengan adanya masa laten, <30 detik, ada vertigonya juga muncul,
adanya gejala fatigue pada nistagmus tersebut (makin lama makin pelan
dan menghilang)

 Liberatory maneuver
 Brandt daroff exercises
Farmakologis :
 Anti vertigo :
 beta histin 1x1 (8mg)
 Flunarisin 5-10mg 3x1
 Promethazine 12,5 mg 4x1
Pemeriksaan penunjang :
 ENG (elector nystagmography) : ngliat nistagmus lebih detail
 Skull ap lat : misal untuk penderita trauma
 CT scan : misal ada penurunan kesadaran
Manuver Liberatory

Brandt Daroff exercise


Meningitis  Level Kompetensi 3B
Sumber: Manual of Neurologic Therapeutics, 7th Ed.
Definisi Etiologi dan Patogenesis Patofisiologi
Nyeri kepala yang disebabkan oleh adanya Etiologi: Meningitis Viral: virus masuk melalui fecal
reaksi inflamasi infeksius pada piaarachnoid 1. Meningitis viral oral  ikut peredaran darah  menembus
80% : enterovirus  secara fecal-oral Blood Brain Barrier  bercampur dalam CSF
Secara garis besar dibagi menjadi 2: 2. Meningitis bacterial  meningitis
1. Meningitis Viral Dewasa: s.pneumoniae Meningitis Bakteri: bakteri berkolonisasi di
2. Meningitis Bakterial Anak dan remaja: Neisseria nasofaring  masuk dalam peredaran darag
3. Meningitis Tuberkulosis meningitides, H. influenzae  menembus Blood Brain Barrier 
Neonatus: Listeria monocytogenes bercampur dalam CSF  meningitis
3. Meningitis tuberculosis: Meningitis TB: pada infeksi primer  otak
mycobacterium tuberkulosis dan selaput otak dihuni oleh sejumlah kecil
organism patogen  membentuk fokal
infeksi  membentuk lesi kaseosa yang
semakin besar  lama kelamaan akan
rupture  meningitis

Subjective dan Objective Penatalaksanaan


1. Gejala yang sering muncul adalah akit kepala di semua tempat Meningitis Viral: hanya diberikan terapi suportif tanpa ada terapi
dengan intensitas berat, berlangsung beberapa jam sampai hari, antivirus yang spesifik.
dan seringkali disertai demam Meningitis Bakterial: sebelum agen kausatif pasti diketahui, harus
2. Pada meningitis TB, penderita umumnya sudah sakit lebih lama, segera ditangani dengan:
dan hasil hapusan darah tepi jarang menunjukkan peningkatan sel o Ampicillin, 2 g IV setiap 4 jam; dengan
darah putih. o Ceftriaxone, 2 to 3 g IV setiap 12 jam; atau
3. Pada meningitis TB, pada pencitraan otak sering ditemukan: o Cefotaxime, 2 g IV setiap 4 jam
hidrosefalus, lesi massa (tuberculoma, abses tuberkulosa), dan Meningitis TB: ditangani sesuai dengan infeksi primernya
infark. Semua pasien yang dicurigai meningitis TB idealnya (pengobatan TB)
dilakukan pencitraan otak sebelum pungsi lumbal.
4. Diagnosis ditegakkan melalui pungsi lumbal dan analisa cairan
spinal. Dapat dilakukan pencitraan otak (CT-Scan atau MRI) terlebih
dahulu apabila kita mencurigai adanya space occupying lesion atau
hidrosefalus.

Bakterial Viral TB
Leukosit CSF 1000-5000/mm3 100-1000/mm3 100-500/mm3
Predominan Neutrofil Limfosit Limfosit
Tekanan CSF Tinggi Agak tinggi Tidak spesifik
Protein CSF +++ ++ 100-500mg/dL
Glukosa CSF <35mg/Dl Normal <45mg/dL
Mensefalitis  Level 3B

DEFINISI ETIOLOGI PATOGENESIS


Encephalitis Adalah suatu iritasi dan inflamasi 1. Bakteri
pada parenkim otak, tersering karena infeksi. otitis media, mastoiditis, sinusitis, osteomielitis, abses otak Radang lokal + lekosit
Encephalitis sering terjadi pada anak-anak. PMN  proliferasi jar.ikat & astrosit  kapsul  jar.rusak
2. Parasit
-Malaria cerebral
-Toksoplasmosis
-sistiserkosis
3. Jamur
4. Virus (paling banyak) penyebab tersering herpes, measles, rubella
Virus  SSP secara hematogen & neurogen  menginfeksi meningen  masuk ke
parenkim otak melalui sel ependim & pial linings
5. Riketsia

Penyebab Lainnya:
1. Reaksi alergi terhadap vaksinasi
2. Penyakit autoimun

Gejala Subyektif dan pemeriksaan Terapi


Gejala Ensefalitis sangat bervariasi dari ringan – berat. Bersifat akut Penatalaksanaa Encephalitis adalah sbb:
atau perlahan-lahan  Rawat inap
 Masa prodromal 1-4 hari dg gejala sbb:  Menjaga jalan nafas
 Demam  Pemberian makanan enteral / parenteral
 Sakit kepala  Menjaga keseimbangan cairan & elektrolit
 Pusing  Koreksi gangguan asam basa
 Muntah  Pemberian antibiotik sampai terbukti bukan disebabkan
 Nyeri tenggorokan bakteri
 Malaise  Antiviral (acyclovir 10 mg/kg) jika disebabkan oleh HSV /
 Nyeri pd ekstremitas varisela
 Pucat  Pengobatan suportif & simptomatik
 Ruam kulit kadang didapatkan pd infeksi : enterovirus, varisela  Atasi kejang
& zoster  Antipiretik
 Tanda ensefalitis berat:  Pemberian dexametason 1 mg/kg dilanjutkan 0,25-0,5
 Gelisah, iritabel mg/kg/hr atau manitol 1,5-2 g/kg iv dalam 8-12 jam  pd
 Perubahan perilaku peningkatan TIK
 Gangguan kesadaran & kejang
 Kadang disertai tanda neurologis fokal
 Tanda rangsang meningeal dapat terjadi

Assessment untuk Encephalitis:


 Diagnosis virus penyebab
 Riwayat penyakit
 Paparan hewan
 Gambaran fisik ensefalitis
 Laboratorium : DL, kultur darah, FH, glukosa & elektrolit
 Imaging: CT Scan dan MRI
 Lumbar Puncture : pleositosis (MN), kadar protein tinggi
Malaria serebri Level Kompetensi : 3B

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Adalah suatu akut ensefalopati Malaria  P.falsiparum, P.vivax, P.ovale, Patogenesis dari malaria serebral masih belum
yang menurut WHO definisinya P.malariae dimengerti dengan baik. Patogenesis dari malaria
adalah memenuhi 3 kriteria : KOMA Yang paling sering menyebabkan komplikasi serebral berdasar pada kelainan histologis. Eritrosit
yang tidak dapat dibangunkan atau berat (serebri) : P.falsiparum yang mengandung parasit (EP) muda (bentuk cincin)
KOMA yang MENETAP > 30 menit bersirkulasi dalam darah perifer tetapi EP matang
setelah kejang disertai adanya P. menghilang dalam sirkulasi dan terlokalisasi pada
Falsiparum yang dapat ditunjukkan pembuluh darah organ disebut sekuester. Eritrosit
dan penyebab lain telah matang lengket pada sel endotel vaskular melalui knob
disingkirkan. yang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga EP
matang melekat pada endotel venula/ kapiler yang
disebut sitoadherens. Kira-kira sepuluh atau lebih
eritrosit yang tidak terinfeksi menyelubungi 1 EP
matang membentuk roset. Adanya sitoadherens,
roset, sekuester dalam organ otak dan menurunnya
deformabilitas EP menyebabkan obstruksi
mikrosirkulasi akibatnya hipoksia jaringan

Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan


Penderita p.f yang non imun, diagnosa telat, terapi tertunda, obat g Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah
isa masuk gara2 pasien muntah2 terus, resisten OAM  3-7 hari malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan
setelah panas akan cepat masuk ke koma! Bahkan pada anak2 lebih
dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu:
pendek lagi, 2-3 hari bisa masuk dalam koma.
1. Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan dan
Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi,
nutrisi
deserebrasi, opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan
2. Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur
retina, angka kematian tinggi
3. Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena over
Gejala dapat disertai gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea,
hidrasi
athetosis.
4. Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap ½ jam.
ingat, rule out dulu penyebab lain ,karena pengobatan malaria dengan
Perhatikan timbulnya ikterus
kina seringkali akan nyebabin hipoglikemi. Kina  stimulasi insulin.
dan perdarahan.
Malaria serebri sering disertai bentuk lain, pada anak sering ada
hipoglikemi, kejang, anemia berat. 5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.
Pada dewasa sering terjadi kidney failure berat, ikterus, odem paru. 6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
7. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi trendelenburg,
Pemeriksaan penunjang : perhatikan warna dan
 Pemeriksaan mikros : sediaan darah tebal dan hapusan darah temperatur kulit
tipis (Hayoo.. pas IPD perna buat kagak wkwk)  berguna 8. Cegah hiperpireksi
untuk hitung jumlah parasit, dan identifikasi parasit. Bila (-) 9. Pemberian cairan: oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila tidak
ulangi setiap 6-12 jam! ada dehidrasi
 QBC (semi quantitative buffy coat) : sensitif namun tidak 10. Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan garam
spesifik karena tidak bisa mengidentifikasi jenis parasit. 11. Perhatiksn kebersihan mulut
 Rapid manual test : seperti dipstick, sensitifitas 73% spesifisitas 12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi
82% 13. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan
 PCR : udah tau lah ya kalo ini ^^ 14. Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas
lembab
KRITERIA DIAGNOSIS Malaria Serebri: 15. Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin,
 Penderita berasal dari daerah endemis atau berada pada letakkan posisi kepala
daerah endemis sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan
 Demam atau riwayat demam tinggi obat harus hati-hati.
 Manifestasi serebral, dengan penyebab lain telah disingkirkan
 Ditemukan parasit dalam sediaan darah tepi Untuk malarianya : lihat lampiran
 Tidak ditemukan lelainan CSF berarti Untuk komplikasinya : lihat lampiran
untuk malaria tanpa komplikasi liat di IPD bos :D regimennya berbeda
soalnya…
Regimen pada malaria berat (dengan komplikasi)

Penanganan komplikasi
Poliomyelitis SKDI level 3B

Definisi Etiologi Patogenesis


POLIOMYELITIS: penyakit menular akut Poliomyelitis akut disebabkan oleh virus RNA Transmisi  fecal-oral
yang disebabkan oleh virus dengan kelompok enterovirus dari keluarga Virus terdapat dalam sekresi oral selama beberapa
predileksinya merusak anterior horn picornavirus minggu dan dalam tinja selama beberapa bulan
cell of the spinal cord dan batang otak
(brain stem) dengan akibat kelumpuhan Virus masuk mulut  multiplikasi pada faring dan
otot-otot dengan distribusi dan tingkat GIT masa inkubasi 6-20 hari muncul gejala awal
yang bervariasi serta bersifat permanen  Virus menginvasi jaringan limfoid lokal masuk
melalui aliran darah  menginfeksi sel pada central
nervous system  Replikasi dari poliovirus pada
motor neuron bagian anterior horn dan brain stem
menghasilkan kerusakan sel manifestasi tipikal
dari poliomielitis

Outcome dari infeksi polio


1. Infeksi tanpa gejala  penyakit hanya
diketahui dengan menemukan virus pada
tinja atau meningginya titer antibodi.
2. Infeksi abortif 
 timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari
 gejala demam, malaise, nyeri kepala, sakit
tenggorok, anoreksia, muntah, nyeri otot
dan perut serta kadang-kadang diare.
 sukar dibedakan dengan penyakit virus
lainnya
3. Poliomyelitis nonparalitik
 kekakuan pada otot belakang leher,
punggung dan tungkai
 Kernig dan Brudzinsky (+)
 Tanda tripod  bila anak berusaha duduk
dari sikap tidur, maka ia akan menekuk
kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua
lengan menunjang ke belakang pada tempat
tidur.
 Head drop yaitu bila tubuh penderita
ditegakkan dengan menarik pada kedua
ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke
belakang.
 Refleks tendon biasanya normal.
4. Poliomyelitis paralitik
 Gambaran klinis sama dengan poliomielitis
non paralitik
 flaccid paralysis yang biasanya unilateral dan
simetris.
 Reflek tendon menghilang
 bisa disertai dengan kelumpuhan vesika
urinaria, atonia usus, dan kadang-kadang
ileus paralitik.

Subyektif dan Pemeriksaan Penatalaksanaan


a. Gejala ringan TERAPI
 terjadi 1-3 hari sebelum timbulnya  Tahap Akut
kelumpuhan keluhan gastrointestinal Pada tahap akut, pengobatan terutama medikamentosa. Perawatan umum
seperti mual dan muntah, kram, nyeri perut, untuk mengurangi demam untuk pencegahan infeksi pernapasan sekunder,
dan diare. dan pengobatan setiap kelumpuhan otot-otot pernapasan adalah aspek utama
 manifestasi sistemik  sakit tenggorokan, dari pengobatan. Splinting untuk mengurangi nyeri dan kejang dan mencegah
demam, malaise, dan sakit kepala. perkembangan cacat.
 biasanya berlangsung selama 2-3 minggu  Tahap Pemulihan
sampai 2 bulan. Pengobatan dalam tahap pemulihan terutama oleh departemen ortopedi,
b. Gejala berat melibatkan fisioterapi dan splinting.
Gejala yang berhubungan dengan sistem saraf Tujuan dari pengobatan adalah sebagai berikut:
pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus polio, o Untuk membantu pemulihan otot yang lumpuh
termasuk meningitis aseptik (atau nonparalytic polio), o Untuk mencegah kecacatan dengan penggunaan perangkat orthotic.
polio ensefalitis, bulbar polio, dan poliomyelitis. Fisioterapi
Fisioterapi efisien meliputi tahap pengelolaan poliomyelitis, terapi latihan,
PEMERIKSAAN FISIK hidroterapi, dan stimulasi listrik otot sangat penting dalam pengelolaan kelumpuhan
 Tanda-tanda vital otot.
 Kelemahan otot pemeriksaan motorik. Manajemen Orthotic
 Kelemahan pada bagian proksimal biasanya
muncul secara asimetris, lebih banyak terjadi
pada bagian vertebra lumbalis dibandingkan
cervikal
 Pemeriksaan sensoris dalam batas normal
 Refleks tendon berkurang atau tidak ada.
 Atrofi otot dapat dideteksi 3 minggu setelah
onset paralisis, yang terjadi maksimal pada
12-15 minggu.
 50% pasien dewasa dengan poliomyelitis
mengalami retensi urin akut.
 Kekakuan dan nyeri di leher dan punggung
karena iritasi meningeal, serta kelainan fungsi
otonom
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Tes Lumbal pungsi
 Pleositosis selama periode sebelum timbulnya
kelumpuhan pada poliomyelitis akut.
 Kadar protein dalam CSF mungkin meningkat
sedikit dengan glukosa normal, kecuali pada
pasien dengan kelumpuhan yang parah, yang
mungkin menunjukkan peningkatan protein
100-300 mg / dL selama beberapa minggu.
 Pemeriksaan darah lengkap (CBC), karena
mungkin terjadi leukositosis.
 Penemuan virus dalam spesimen tinja sangat
penting untuk diagnosis penyakit polio.
 Dalam kasus yang jarang terjadi, virus dapat
diisolasi dari CSF atau serum, berbeda dengan
penyakit lumpuh yang disebabkan oleh
enterovirus lain.
 Tes ini memerlukan demonstrasi tambahan
kenaikan 4 kali lipat titer antibodi virus untuk
membuat diagnosis spesifik.
 Polymerase chain reaction secara rutin
digunakan untuk membedakan strain tipe
virus dari strain vaksin
RABIES  Level Kompetensi : 3B
Literatur:
 C.Jackson Alan, Erik C Johannsen – Rabies and Other Rhabdovirus Infections – Harrison’s principle of int. med.
 WHO guidance about rabies pre-post exposure for human, 2002

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Infeksi virus akut dari sistem saraf Etiologi dari penyakit rabies adalah Lyssavirus Perjalanan virus rabies dari binatang ke manusia
pusat yang disebarkan oleh binatang dari famili rhabdoviridae. Rhabdos : Rodlike, sebagai berikut :
yang terinfeksi. Setelah fase merupakan bentuk khas dari virus famili ini  Inokulasi dari virus (dari gigitan binatang yang
prodromal, manifes palign sering (nice to know ) terinfeksi, biasanya anjing)
dari rabies adalah ensefalitis.  Setelah gigitan, virus akan bereplikasi di otot,
Penyakit ini sangat berbahaya dan dan nantinya akan masuk ke saraf perifer (mot
membutuhkan penanganan yang ataupun sens).
cepat, karena resiko kematian  Umumnya dari gigitan sampai manifestasi klinis
sangat besar. terdapat masa inkubasi 1-3 bulan. Dalam fase
inilah pentingnya injeksi rabies PEP (rabies
postexposure prophylaxis), injeksi PEP sebelum si
virus kusam ke saraf perifer sangat penting!
Kalau terlambat, efek PEP akan sangat terbatas.
 Setelah masuk k esaraf perifer lewat reseptor
ach nicotinic, si rabies jalan2 lewat jaras perifer
ke CNS (spinal cord, brainstem, brain)
 Lalu terjadilah disfungsi saraf di otak, setelah
infeksi CNS, si rabies balik lagi infeksi saraf
perifer semua! (kelenjar, liver, otot, kulit,
adrenal, jantung)
Untuk lebih jelasnya, lihat lampiran bos 

Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan


Manifestasi klinis : Terapi untuk pasien yang udah kena rabies dan dalam masa
 Masa prodromal (1-7 hari) : demam, malaise, nyeri kepala, neurologis akut  its too late.. there is no established treatment for
nausea, agitasi, parestesia fokal, nyeri rabies. Prognosis untuk pasien dengan rabies hanya beberapa hari
 Fase neurologis akut, dibagi jadi 2 bentuk, 80% bentuknya akan meninggal meskipun sudah masuk dalam ICU.
adalah ensefalitis rabies, 20% paralitik rabies Maka dari itu pentingnya prevention dalam penyakit ini :
 Ensefalitis rabies : demam,kejang, confusion, halusinasi,  PEP (Post Exposure Prophylaxis) : diberikan sesuai “Essen”
hiperaktif, spasme faringeal (hidrofobik, aerofobik)  Regimen : pada hari 0,3,7,14,28. Pada hari 0 atau pada saat
diduga karena masuknya virus ke brainstem, akhirnya luka. Masukkan pada area deltoid, karena pada gluteus,
mengganggu saraf inspiratori, efeknya saraf pengatur kebanyakan gak masuk otot bos, lemak e banyak.
pernapasan bingung, ketika ada air atau udara masuk  RIG (Rabies Immunoglobulin) : 20 IU/kg (Human RIG),
faring, ada manifestasi protektif yang lebai  spasme 40IU/kg (Equine RIG).  sebanyak mungkin dimasukkan
faringeal. Kombinasi spasme dan hipersalivasi inilah yang secara infiltrasi disekitar luka, sisanya masuk IM.
nyebabin penderita rabies biasanya mulutnya berbusa Untuk lebih jelasnya, lihat lampiran bos 
bos!
 Paralitik rabies : untuk alasan yang gk diketahui, pada
jenis ini, kelemahan otot lebih dominan daripada gejala2
rabies ensefalitis. Gejalanya ascending flaccid paralysis 
sering MISDIAGNOSED sebagai GBS bos!

Pemeriksaan Penunjang :
 CBC biasanya normal
 Pemeriksaan CSF : pleositosis MN (mononuklear), protein
meningkat sedikit
 CT scan normal
 MRI abnormal pada otak dan brainstem, namun nonspesifik
 EEG juga abnormal, tapi nonspesifik
 Pada biopsi CNS, ada namanya Babes Nodule (dunno why it
has to be called that way haha..) , terus ada juga karakteristik
yang paling khas dari rabies adanya Negri Body pada
perubahan degenerasi saraf.

NOTE :
LAMPIRAN RABIES

Spasme hidrofobik dari


otot inspiratori pada
pasien dengan rabien
ensefalitis yang berusaha
menelan air

Algoritma untuk PEP rabies


KOMA Level : 3B

Definisi Etiologi Diagnosis


KOMA: Koma adalah suatu keadaan Koma kortikal bihemisfer: PENILAIAN DERAJAT KOMA
pasien yang tidak dapat dibangunkan • Vasculer general
dan tidak memberi respon terhadap • Hipoksia-anoksia Glasgow Coma Scale (GCS) Pittsburg Brain Stem
semua rangsangan, baik dari dalam • Metabolit / Toxic Score(PBBS)
Mata Reflek bulu mata
maupun dari luar • Elektrolit Spontan :4 Ya=2 Tidak=1
• Demam tinggi Dengan perintah suara : 3 Reflek kornea
KLASIFIKASI • Ensefalitis / Meningitis rangsang nyeri :2 Ya=2 Tidak=1
A.BERDASAR TOPIS LESI : Negatif :1
Verbal Reflek mata
 Koma Kortikal BiHemisfer Koma diensefalik
Orientasi :5 boneka/ reflek
 Koma Diensefalik CVA Bleeding Disorientasi :4 kalori
B. BERDASAR ANATOMI LESI : Tumor inappropriate word :3 Ya=5 Tidak=1
 Lesi Supra Tentorial Abscess Suara tanpa arti :2 Pupil kanan reaksi
Negative :1 terhadap cahaya
 Lesi Infra Tentorial EDH
Ya=2 Tidak=1
C. BERDASAR ETIOLOGI : SDH
Motorik Pupil kiri reaktif
 Koma Neurologi Edema Otak Obey :6 terhadap cahaya
 Koma Non Neurologis Hidrosefalus Localize pain :5 Ya=2 Tidak=1
/ Koma Metabolit Contusio Serebri Menghindar rangsangan :4 Reflek muntah/
Flexi/decorticate :3 reflek batuk
/ Ensefalopati Ekstensi/decerebrate :2 Ya=2 Tidak=1
KOMA + DEFISIT NEURO FOKAL / + TANDA Negative :1
Lateralisasi NEUROLOGIS Total GCS Total PBSS
CVA Baik: 15 Baik: 15
Tumor Buruk:3 Buruk: 6
Abscess Anamnesis
Encefalitis Hetero anamnesis yang teliti: cari riwayat penyakit
Epi / Subdural B sistemik dan riwayat pengobatan, kondisi neurologis
Contusio S sebelumnya, seputar awitan (apakah ada trauma,
Hidrosefalus pemakaian obat-obatan, toksin)
Status internal.
KOMA + TANDA MENINGEAL + LIQUOR  Keadaan Umum
ABNORMAL +/- LATERALISASI  Tekanan darah, nadi, frekuensi napas/menit,
Meningitis suhu aksila
Meningoenseflaitis  Kepala/Leher: anemi, icteric, cyanosis,
SAH edema, pernapasan cuping hidung,
KOMA + TANPA DEFISIT NEURO FOKAL / perbesaran kelenjar limfe.
+ TANPA Tanda LATERALISASI NEUROLOGIS  Thorax: Paru (rhonki, wheezing,) jantung
+ TANPA Tanda MENINGEAL (bunyi jantung)
Uremia  Abdomen :soefl, flat, Bising Usus,
Hepatikum meteorismus.
Diabetik Ketosidosis  Ekstremitas : anemi, icteric, cyanosis, edema,
Hipoglikemia akral, Capillary Refill Time.
Anoksia Status neurologis.
Synkope  GCS, Fungsi Luhur, Meningeal Sign,
Shok Brudzinski I/II, Kernig.
Gangguan Elektrolit  N.cranialis
Intoksikasi Pemeriksaan penunjang
 Darah: fungsi ginjal, fungsi hati, kadar gula
darah, serum elektrolit
 Oftalmoskop
 Pungsi lumbal bila tidak ada kontra indikasi
 Elektro Encepalograph (EEG)
 CT scan
 MRI

DIAGNOSIS Penatalaksanaan
Px Koma  Basic Life Support + 5B (breath Blood Brain Bladder Bowel)
B1 BREATH:
1. Bersihkan & Lancarkan jalan nafas
2. Pasang oksigen
3. Bila gagal nafas:
 Pasang mayo tube atau intubasi endo trachea
 Pasang Ambu Bag
 Resusitasi Kardio Pulmonal
4. Ambil darah arteri  analisa gas darah
5. Kalau perlu X foto thorac
6. Monitor terus : Freq, ritme, sesak nafas
B2 BLOOD
1. Ambil darah vena  Lab cito yang sesuai
2. Pasang infus N.S.
3. Pertahankan & Monitor “Tensi & Nadi” adekuat
Dehidrasi  BJ Plasma  ganti defisit
Tensi Rendah  • IV Dopamine 3 gr/kg IV
 Drip 50 – 500 gr/500
4. ECG
B3 BRAIN
1. Koma dengan tidak diketahui penyebab:
- Glukose 50% 50 cc IV
- Thiamine 100 mg IV
- Naloloxe 0,6 – 0,8 mg IV
2. Kejang-kejang
• Diazepam 10 mg /Ivulangi tiap 15 menit
• Phenytoin 10 – 18 mg/kg
50 mg / 100 cc NS  IV / Drip PELAN
3. Tanda Herniasi Otak / TIK meningkat
• Konsul cito neurologi / bedah saraf
• Dexa methasone 10 mg / IV, diulangi 5 mg / 6 jam
• Infus Drip Manittol 20 % 0,5 – 1 gr / Kg BB
Drip 15 – 30 menit, diulangi tiap 4 jam
• + Furosemide 0,5 – 1 mg / Kg IV
4. Trauma Kepala :
• X foto cranium AP / Lat / Basis Cranii
• X foto vertebra cervical AP / Lat / Obliq
• Dexametasone 4 x 5 mg / IV
• Piracetam
5. Kaku kuduk  K. Neuro / LP
6. Suhu tinggi  • Injeksi xylomidon
• Kompres dingin
7. Gelisah : • Diazepam 10 mg IV
• Chlorpromazine 25 mg / IM
B4 BLADDER:
1. Pasang daner catheter foley & Urobag
2. Ambil urine  Lab cito
3. Monitor urine tampung 24 jam
4. Perhatikan balance cairan & elektrolit
B5 BOWEL
1. Pasang NGT : mulai hari 2
2. Posisi diubah tiap 2 jam
3. Perhatikan : - Decubitus
- Hipostatik pneumonia
- Aspirasi
Cerebrovaskular disease  Level Kompetensi : 3b
Literatur: Slide kuliah neurologi semester 5, Current medical diagnosis & treatment LANGE

NO Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


1. TIA Penyebab : embolization 1. Oklusi arteri cerebral oleh karena :
(Kompetensi - Cardiac  atrial fibrillation, rheumatic heart disease, - Emboli material thrombus dari jantung atau sumber
3b) mitral valve disease, endocarditis, myocardial infarction, lain didaerah proximal
Gejala atau atrial sepat defect - Aterosklerosis arteri besar dan medium
tanda - Pembuluh darah  fibromuscular dysplasia, - Hipertrofi dan gangguan pada lumen akibat eksposure
neurologis atherosclerosis of aortic arch, giant cell arteritis, SLE, kronis dari hipertensi maupun diabetes mellitus
fokal yang meningovascular syphilis 2. Oklusi vascular lain  diseksi arterial, vasospasme,
berlangsung - Hematologic  polycytemia, sickle cell anemia, emboli materi lain seperti lemak, udara, tumor, cairan
< 24 jam hyperviscosity syndrome, anemia berat yang disertai amnion atau peralatan medic intravaskular
penyakit arteri serebral

Subyektif & Obyektif Penatalaksanaan


- ACM  parese kontralateral, hemiparese, hemisensori, Penilaian resiko stroke :
sering hilang lapang pandang kontra dan afasia - Age >60 tahun (1 poin)
- ACA dominan kelemahan tungkai bawah dan deficit - Blood pressure  sistolik > 140, diastolic >90 (1poin)
sensoris kontralateral - Clinical feature  kelemahan unilateral (2 poin), gangguan bicara tanpa
- ACP homonym hemi-atau quadrantanopsia kelemahan (1 poin)
kontralateral, deficit area kortex (kehilangan memori, - Duration >60 mnit (2 poin), 10-59 mnit (1 poin)
alexia, agnosia) - Diabetes (1 poin)
- Arteri mid basilar  disartria, diplopia horizontal, - >4 : resiko tinggi & ≤4 : resiko rendah
vertigo, quadriparesis Farmakologis :
- Top of the basilar  disfungsi occipital, thalamus,  Terapi antitrombotik (sifatnya individual)
mesensefalon - aspirin (monoterapi) 50-325 mg per hari
Pemeriksaan lab yang rutin diperiksa DL, elektrolit, fungsi - Aspirin 25 mg kombinasi dypiridamole 200 mg atau
renal, kolesterol, GD, EKG - Clopidogrel 15 mg monoterapi
Permeriksaan penunjang  CT scan atau MRI dalam 24 jam  Prevensi sekunder  Modifikasi life style, Penurunan tekanan darah,
Antiplatelet, Antikoagulan  disertai atrial fibrillation atau kelainan katub
jantung, Penurunan kadar kolesterol  statin & Manajemen diabetes
No Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis
2. Stroke (Kompetensi 3b)
a. Perdarahan  Etiologi : Hipertensi khsusnya yang tidak  Perdarahan intraserebral pada
Hilangnya sebagian atau seluruh terkontrol, merupakan penyebab utama, selain umumnya disebabkan karena hipertensi
fungsi neurologis (fokal atau global) itu pecahnya aneurisma, AVM, angioma  Terjadi ketika arteri kecil yang berada
yang mendadak, berlangsung > 24 kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan. didalam otak rupture yang letaknya
jam  pecahnya pembuluh darah  Faktor resiko : sesuai perjalanan weakness pada tubuh,
secara spontan 1. Unmodified akibat lipohyalinosis dan
- Usia microaneurysms (Charcot-Bouchard
- Jenis kelamin aneurysms).
- Genetic  Rupture aneurism yang mendadak lebih
2. Modified sering menyebabkan perdarahan
- Hipertensi intrserebral dari pada subarachnoid.
- Merokok  Arterioverrous malformations bisa
- Alcohol rupture dan menyebabkan intracerebral
- Obesitas haemorrhage.
- Kolesterol tinggi  Pasien dengan kelainan bleeding
disorders, juga yang berhubungan
dengan obat (antikoagulan dan
trombolitik seperti streptokinase), bisa
menyebabkan perdarahan intraserebral
 SAH  rupture saccular aneurysms
b. Trombosis Etiologi : Trombus terbentuk melalui lesi pembuluh
Gangguan fungsi otak (deficit - Atherotrombosis arteri besar darah yang rusak atau endotel yang
neurologis fokal atau global) timbul - Cardioembolism terkelupas  akumulasi dan aktivasi
mendadak akibat tersumbarnya - Small vessel disease (stroke lacunar) platelet dan tissue factor mengawali
aliran darah ke otak pembentukan thrombin  plak fibrosa 
rupture plak fibrosa  terbentuk trombus
STROKE PERDARAHAN

Subyektif & Obyektif Penatalaksanaan


a. Perdarahan Defisit neurologis fokal :  Penatalaksanaan umum  fungsi fital
- Lumpuh sebelah tubuh  Penatalaksanaan khusus
- Hemiparese N. fascialis o Operatif, jika:
- Hemiparesthesia - Volume > 30 cc atau diameter > 3 cm pada
- Tidak bisa bicara dan mengerti pembicaraan fossa posterior
- Pusing berputar - Perdarahan serebellum
- Penglihatan ganda - Letak lobar dan kortikal + tanda
Defisit neurologis global : peningkatan TIK dan acaman hernia otak
- Penurunan kesadaran - Hidrosefalus akibat perdarahan
- Nyeri kepala o Terapi komplikasi antiedema (mannitol
- Muntah 20%), antibiotic, antidepresan,
- Kejang antikonvulsan
Pemeriksaan fisik : o Penatalaksanaan faktor resiko
- Saraf kranialis - Antidiabetika
- Rangsang selaput otak - Antihipertensi :
- Motorik - Bila TDS >180 TDD >120 atau MAP >130
- Sensorik  nicardipin. diltiazem  20-25 %
- Fungsi kognitif dalam 1 jam pertama
Pemeriksaan Lab GD, elektrolit, fungsi ginjal, DL, profil pembekuan - Amtidislipidemia
darah, fugsi liver, saturasi oksigen
Pemeriksaan penunjang CT scan atau MRI serial (1,3,6,12,24,48,72
jam post onset), EKG, CXR, angiografi, pungsi lumbal (curiga SAH), EEG
jika kejang
STROKE TROMBOTIK

Subyektif & Obyektif Penatalaksanaan


b.Trombotik Defisit neurologis fokal : IDEM stroke perdarahn 1. Terapi umum  ABCD
Pemeriksaan fisik : IDEM stroke perdarahn + 2. Penatalaksanaan diruang inap
tanda trauma (thorax, abdomen, kulit, - Euvolemia  cairan isotonis
ekstremitas) - Nutrisi  kalori 25-30 kkal/kgBB/hari
 Pemeriksaan Lab GD, elektrolit, - Mengatasi komplikasi
fungsi ginjal, DL, profil pembekuan darah, 3. Penatalaksanaan khusus stroke trombitik akut
fugsi liver, saturasi oksigen - Antiplatelet agregasi  320 mg dalam 24-48
 Pemeriksaan penunjang CT scan atau - Terapi trombolitik
MRI tanpa kontras (24 jam pertama), EKG, - Penatalaksanaan hipertensi  apabila TDD > 140 (atau > 110 pada
CXR, angiografi pemberian trombolitik), atau TDS >220 dan TDD>120  drip kontinyu
nicardipin atau diltiazem (dosis 5 mg/jam iv, dinaikkan 2,5 mg sampai 15
mg/jam)  20-25% dari TD jam pertama
- Neuroproteksi :
o Hiperventilasi terkendali
o Mengatasi hiperglikemia
o Meninggikan posisi kepala 30°
o Mencegah hipertermi
o Pemberian obat  citicholin 250-15—mg/hari dalam 24 jam
pertama atau piracetam
Subarachnoid haemorrhage  Level Kompetensi : 3b
Literatur:
 Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF ilmu Penyakit Saraf Unair 2006
 Emergency Medicine – James G Adams – Saunders Elsevier, 2008
 Hunt W, Hess R (1968). "Surgical risk as related to time of intervention in the repair of intracranial aneurysms". Journal of Neurosurgery

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Secara harafiah berarti adanya darah pada Dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: Untuk non traumatik, khususnya aneurisma,
rongga subaraknoid dan merupakan  Trauma adanya aneurisma sangatlah jarang bisa
kadaruartan neurologis Merupakan penyebab paling sering terjadi. Faktor yang menentukan rupturnya
 Non Trauma aneurisma tersebut ialah hipertensi, dan
80% penyebab disebabkan karena ruptur hipertensi juga lah yang dapat menyebabkan
dari aneurisma pembuluh intrakranial, ruptur dari aneurisma tersebut.
lebih jelasnya lihat lampiran bos  Perlu diingat juga, aneurisma yang tidak
Selain itu, bisa disebabkan juga karena pecah juga bisa nyebabin gejala  emboli
20% lainnya disebabkan perdarahan MAV, yang asale dari aneurisma itu.
sebagian kecil disebabkan kelainan Rupturnya aneurisma akan secara tiba2
pembekuan darah, tumor otak. menaikkan TIK sangat besar  onset simtom
Untuk selanjutnya, penggunaan istilah SAH tiba2. Perdarahan yang ada bisa tetap di
merujuk pada perdarahan non-traumatik  rongga subaraknoid atau bisa meluas ke
parenkim otak, bisa juga ke ventrikel.
Vasospasme bisa terjadi beberapa jam
setelah SAH, biasanya dalam 14 hari setelah
SAH memperburuk prognose.

NOTE :
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
Gejala klinis : Tatalaksana :
 “Worst headache of my life” (THUNDERCLAP headache)   Perawatan umum : 6B
25% penderita  pesan CT scan!  Perawatan khusus : tergantung etiologi
 Penglihatan ganda, kehilangan penglihatan di sekelilingnya  Pemberian Ca channel blocker : Nimodipine (Untuk mengurangi
 Derajat PSA (Hunt Hess) vasospasme) 60mg PO setiap 4 jam, hati2 karena pemberian ini
dimaksudkan untuk mencegah vasospasme, namun kadang
 Derajat I : Asimtomatik, headache dan kaku kuduk ringan
berlebihan sehingga terjadi hipotensi dan akhirnya malah
 Derajat II : Headache sedang berat, kaku kuduk, (-) def mengurangi perfusi serebral. Kombinasikan dengan NE atau
neurologis, kecuali pada saraf kranial phenylephine jika perlu.
 Derajat III : Konfusi, GCS menurun, defisit fokal ringan  Antisipasi kenaikan TIK (Hiperventilasi ringan, manitol, sedasi)
 Derajat IV : Stupor, hemiparese ringan-berat, deserebrasi,  Pengobatan suportif :
gangguan fungsi vegetatif  Pemberian cairan yg cukup
 Derajat V : koma dalam, deserebrasi, moribund  Oksigenasi
appearance  Analgesic adekuat (Jgn aspirin)
Pemeriksaan Fisik :  Berikan fenitoin profilaksis untuk mencegah kejang
 10% penderita memiliki perdarahan subhialoid pada  Pembedahan : Apabila terdapat aneurisma serebri yang pecah
funduskopi mata, edema papil, hilang penglihatan monokuler
 Meningkatnya TD, TD labil seiring meningkatnya TIK
 Meningeal sign (+)
 Bisa terjadi aritmia jantung
 Defisit neurologis global atau fokal pada lebih dari 25%
 Kejang
Pemeriksaan Penunjang :
 Pada pungsi lumbal  xantochrome, pungsi lumbal dilakukan
apabila dalam 12 jam onset, tidak dapat dikerjakan CT scan,
atau CT scan normal, sedangkan klinis sangat mencurigakan
SAH
 CT scan (Lampiran)
 MRI tidak bisa menunjukkan gambaran SAH
 Periksa Troponin I: prediksi hebat untuk komplikasi kardial dan
pulmonal
 Angiografi dilakukan sebagai persiapan operasi
Lampiran subarachnoid haemorrhagic

Derajat Penampilan perdarahan

1 Tidak jelas

2 Ketebalan kurang dari 1mm

3 Ketebalan lebih dari 1mm

4 Setiap ketebalan dengan perdarahan intraventricular atau ekstensi parenkim


SAH terlihat dari adanya hiperdens
Hipertensi ensefalopati  Level kompetensi 3B
Definisi Etiologi Patofisiologi
Sindroma ensefalopati akut yang Hipertensi maligna dengan sebab yang Ada 2 macam mekanisme yang diajukan sebagai
disebabkan kenaikan mendadak dari bermacam-macam patofisiologi dari hipertensi ensefalopati:
tekanan arterial dan kegagalan dari 1. Glomerulonefritis akuta 1. Hipertensi akut  vasokonstriksi 
batas atas autoregulasi serebral 2. Krisis hipertensi karena katekolamin penurunan aliran darah  trombosis
3. Acute renal artery occlusion karena intravaskuler  iskemik dan edema sitotoksik
trombosis atau embolism 2. Peningkatan mendadak dari tekanan darah 
4. Penyakit aterotrombotik renal kerusakan (breakdown) autoregulasi
5. Pengobatan rekombinan eritropoetin pembuluh darah serebral  ekstravasasi
6. Pre-eklampsia cairan menuju jaringan otak dan sekitarnya 
7. Eklampsia edema vasogenik
Pada pasien normotensi, aliran darah tetap sama
dengan MAP (Mean Arterial Pressure) antara 60
sampai 160 mmHg dan adalah nilai untuk autoregulasi
tekanan cerebral. Hal ini terjadi melalui vasokonstriksi
dan vasodilatasi sesuai dengan kenaikan atau
penurunan tekanan darah sistemik. Ketika tekanan
darah melebihi batas dari autoregulasi, terjadilah
kerusakan autoregulasi yang menyebabkan kelebihan
perfusi. Ketika autoregulasi vasokonstriksi gagal maka
pembuluh darah dilatasi dan terjadilah edema
cerebral.
Subjective dan Objective Penatalaksanaan
Anamnesa: Agen pilihan pada hipertensi emergensi harus disesuaikan dengan
Tanda dan gejala hipertensi ensepalopati berupa sakit kepala dan target yang ingin dicapai. Secara umum tekanan darah harusnya
gejala neurologis fokal yang berhubungan dengan edema subkortek diturunkan antara 10%-15% atau sampai MAP 110 mmHg.
terutama pada struktur occipital, temporal, parietal dan fosa posterior 1. Golongan Vasodilator
seperti yang terjadi pada stroke iskemia. Edema yang terjadi adalah Nitroprusside: 0,25-10 ug/kg/menit infuse intravena
edema vasogenik. Tedapat juga gangguan keseimbangan seperti tanda Nitrogliserin: 5-100 ug/menit iv infuse
vestibular yang positif dan nistagmus. Fenoldopam: 0,1-0,6 ug/kg/menit iv infuse
Kejang, letargi, bingung, sakit kepala, kesulitan penglihatan dan Nicardipin: 5-15 mg/jam iv
yang lebih jarang adalah edema batang otak dan serebral dengan Hidralazin: 10-20 mg iv
obstruksi ventrikel keempat dan hidrosepalus ringan. Selain itu, gejala Enalaprilat: 1,25 -5,00 mg tiap 6 jam
lain yang dapat muncul adalah ataksia, halusinasi yang merupakan 2. Inhibitor Adrenergic
gangguan pada korteks dan hemiparesis serta kejang. Fentolamin: 5-15 mg iv
Pemeriksaan Fisik Esmolol: 200-500 ug/kg/menit untuk 4 menit kemudian 50-300
1. Hipertensi krisis ug/kg/menit
Pada pengukuran tekanan darah didapatkan tekanan darah sistolik Labetolol: 20-80 mg iv setiap 10 menit 2 mg/menit iv infuse
>180 mmHg dan tekanan diastolik >120mmHg. 64% dari hipertensi 3. Diuretic
krisis berkembang menjadi hipertensi urgensi dan 36% sisanya Furosemid: 20-40 mg dalam 1-2 menit
berkembang menjadi hipertensi emergensi.
2. Papil edema Pilihan terapi pada hipertensi ensepalopati adalah esmolol, labetolol,
Dengan direk funduskopi untuk melihat ada tidaknya perubahan nicardipine, maupun fenoldopam.
pada retina pasien. Sensitifitas dari pemeriksaan ini adalah 68%,
yang berarti 68% pasien dengan hipertensi ensepalopati
menunjukkan perubahan pada retinanya. Rendahnya nilai
sensitifitas ini disebabkan adanya inervasi dari saraf simpatik retina
yang dominant berasal dari arteri cerebri media, sedangkan pada
pasien hipertensi ensepalopati bagian yang sering terkena adalah
bagian arteri posterior dan sirkulasi vertebrobasiler.
3. Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi pada pasien hipetensi
ensepalopati karena adanya lesi pada lobus occipitalis maupun lesi
pada retina. Lesi pada retina dapat berupa perdarahan fundus
maupun eksudasi.17
4. Defisit nerurologis fokal
Defisit yang terjadi kadangkala masuk dalam kriteria diagnosis
untuk stroke. Fasenya yang akut disertai edema yang luas dapat
menyebabkan munculnya defisit neurologi fokal mirip stroke.
Pemeriksaan Penunjang: CT-scan, MRI
Kejang  level 3A

DEFINISI ETIOLOGI & PATOFISIOLOGI KLASIFIKASI


SEIZURE : bentuk serangan Patofisiologi: menurunnya SEIZURE GENERAL
cetusan potensial inhibisi, meningkatnya eksitasi a. Absence :
abnormal berlebihan dari 1. Typical ( Petit Mal )
sekelompok neuron kortek MEKANISME  INHIBISI • ± 75% penderita anak
/ subkortek - Defek inhibisi GABA-A • Hilang kesadaran, mendadak (Absans), berhentinya aktifitas motorik,
Bisa sebagai serangan - Defek inhibisi GABA-B tonus normal bengong dan unaware
Epilepsi maupun bukan. - Defek aktivasi neuron GABA • ± 10 detik, onset tiba2
mis : akibat Uremia , - Defek buffer Ca2+ intrasel • Berulang, kadang diikuti kedipan mata + gerak motorik.
Gangg.Elektrolit dll MEKANISME  EKSITASI • Gambaran EEG: Spike-Wave Paroxysm dalam frekwensi 3 Hz, simetris
-  aktifasi reseptor NMDA dan sinkron
EPILEPSI : - keadaan -  sinkronisasi neuron neuron 2. Atypical khas ada learning disability & kelainan neurologi
serangan klinis akibat krn interaksi ephaptic ( non
cetusan potensial sinaps/interaksi elektrolit
abnormal berlebihan dari ekstrasel )
sekelompok neuron kortek
/ subkortek (Seizure) Fokus epileptogenik adalah
- cenderung berulang & suatu tempat / fokus di kortek /
Stereotipi sub kortek dimana sekelompok
- diluar serangan normal neuron menjadi hipereksitabel
b. Tonik dan atau Klonik :
1. Tonik-Klonik (Grand Mal )
Kejang general  focus di centre
• Kehilangan kesadaran (jatuh) dengan “epileptic cry”  fleksi tonik
cephalic/ARAS
ekstremitas (singkat)  fase rigiditas & ekstensi aksial, bola mata ke
Kejang parsial  focus di korteks
atas, rahang mengatup kuat, badan kaku (adduksi dan ekstensi),
(lobus temporal dan frontal >>)
tangan mengepal, sianosis (10 - 30 detik)  Fase klonik pada keempat
ekstremitas, otot rahang & wajah, saliva banyak.
• Gejala autonom: muka merah, tensi, nadi, hipersalivasi, ngompol
• Mengenai semua umur
2. Tonik
• Kontraksi otot tonik (kaku), mendadak, kesadaran turun, lama 20-60
detik, sering saat tidur
• Dimulai ekstensi leher, kontraksi otot wajah, dan pernafasan serta
otot ekstremitas (abduksi bahu dan elevasi lengan)
• Jeritan dan Apneu
3. Klonik
• berupa gerakan jerking ritmik, tanpa konfus/kelelahan setelah
serangan
• Neonatus, bayi dan anak
4. Atonik (Astatik)
• Kehilangan kekuatan/tonus otot, mendadak
• Classic drop attack (Astatic Seizure)  Penderita Kolaps/jatuh
• Kedua kelopak mata turun, kepala terangguk, badan terkulai  Drop
ke tanah
• Lama ± 15 detik, segera recovery
• Kerusakan otak difus, Learning Disability, Epilepsi Simptomatik berat.

c. Mioklonik :
• Kontraksi singkat sekelompok/beberapa kelompok otot, kedua sisi
tubuh
• Kontraksi tunggal / berulang, ringan / Berat
• Recovery cepat dan segera sadar
• Diinduksi: gerakan, suara, kejutan, stimulasi fotik, ketukan
• Learning Disability: Juvenil Myoclonic epilepsy, Lennox-Gastaut
syndrome

PARTIAL SEIZURE
a. Partial Sederhana ( Simple )
1. Parsial Motor: Jerking/klonus, spasme, stifnes  salah satu
anggota tubuh, kmdn jadi separo tubuh.
2. Parsial Sensoris:
- Halusinasi sensasi; rasa tidak enak, mati rasa, sengatan listrik,terbakar,
nyeri, panas
- Fenomena visual
- Rasa tidak enak di epigastrik
- Ilusi
3. Parsial Autonomik
- Perubahan warna kulit, tekanan darah, detak jantung, berkeringat,
frekwensi nafas, pupil
- Rasa aneh dan tak enak di perut, dada dan kepala

4. Parsial Psikis
Sebagai “Aura” dari Parsial Kompleks
• Dysphasic symptom
• Dysmnestic symptom (gangguan memori)
• Cognitif symptom
• Affective symptom (takut, depresi, marah, pikiran erotik, tertawa2)
• Illusion (Bentuk, Ukuran, Berat)
• Structured Hallucination (visual, auditorik, eustatorik)

b. Partial Komplek / Psikomotor


• Terjadi penurunan kesadaran (impaired)
• Ada 3 komponen
• Aura: Parsial sederhana, waktu singkat
• Gangguan kesadaran: setelah atau simultan dengan aura
• bengong dan motor arrest, diikuti spasme /jerking otot
• Automatisme: gerakan motorik involunter, kesadaran menurun dan
total amnesia. Gerakan motorik lebih kompleks dan mempunyai
tujuan  oro-alimentary, mimicry, verbal automatisme, violent
behavior

DIAGNOSIS PENATALAKSANAAN
Anamnesis: Penatalaksanaan medikamentosa
1. Tentang bangkitan kejang  gejala sebelum,  Terapi dimulai dengan monoterapi,
selama, sesudah kejang  obat anti epilespsi (OAE) pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis
2. Etiologi kejang sindrom epilepsi.
 Epilepsy?  mulai dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau
 Non epilepsy  electrolyte imbalance, timbul efek samping.
psikogenik, trauma, tumor, stroke  Bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
Pemeriksaan Fisik bangkitan, ditambahkan OAE kedua.
mencari adanya tanda-tanda dari gangguan yang  Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan
berhubungan dengan epilepsy (trauma kepala, infeksi bertahap (tapering off) perlahan-lahan.
telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan  Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapt
neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau diatasi dengan menggunakan dosis maksimal kedua OAE pertama.
obat terlarang, kanker, dan penyakit sistemik lainnya)  Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
Pemeriksaan Neurologi setelah 2 tahun bebas bangkitan,
Pemeriksaan Lab  pada dewasa diperlukan waktu 5 tahun.
DL hemoglobin, leukosit, hematkrit, trombosit,
hapusan darah tepi, serum elektrolit (natrium, Tipe bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua OAE lini ketiga
kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hepar (SGOT, umum (tambahan) (tambahan)
SGPT, gamma GT, alkali fosfatase), ureum, kreatinin,
1. Absence Sodium Valproate Ethosuximide Levetiracetam
dan lainnya (atas indikasi)
EEG Lamotrigine Zonisamide
X Foto Kepala 2. Mioklonik Sodium Valproate Topiramate Lamotrigine
Cairan Otak  LP = Lumbal Pungsi Levetiracetam CLobazam
CT Scan Zonisamide Carbamazepine
Phenobarbital
3. Tonik klonik Sodium Valproate Lamotrigine Topiramate
Carbamazepine Oxcarbazepine Levetiracetam
Phenitoin Zonisamide
Phenobarbital Primidone
4. Atonik Sodium valproate Lamotrigine Felbamate
Topiramate
STATUS EPILEPSI  Level Kompetensi : 3B  Literatur: sumber Pedoman Tatalaksana Epilepsi PERDOSSI dan PDT Neurologi RSSA

Definisi Etiologi dan Faktor Resiko Patogenesis


 Status Epileptikus adalah  Status epileptikus dapat merupakan manifestasi eksaserbasi Kejang terjadi karena peningkatan
bangkitan yg berlangsung lebih dari penyakit epilepsi yang sebelumnya telah diderita ataupun eksitasi dan pengurangan inhibisi pada
dr 5 menit, / adanya dua manifestasi pertama pada penyakit epilepsi tingkat neurochemical. Glutamat
bangkitan / lebih dimana  Penyebab paling sering adalah penghentian secara tiba-tiba adalah neurotransmiter eksitatori
diantara bangkitan-bangkitan konsumsi obat anti epilepsi pada penderita utama dan keterlibatan reseptor
tadi tdk terdapat pemulihan  Beberapa faktor pencetus: NMDA (N-methyl-D-aspartate).
kesadaran.  Stroke, Hipoxia, toxin Sementara Gamma-aminobutyric acid
 Klasifikasi  Tumor, Infeksi SSP (meningitis, abses, ensefalitis (GABA) adalah neurotransmiter
 Konvulsif (bangkitan umum  Trauma kepala, SAH inhibitori yang utama. Status
tonik-klonik)  Obat-obatan (isoniazid, kokain, teofilin) epileptikus diduga terjadi karena
 Non-Konvulsif (bukan tonik-  Elektrolit (hipo/hipernatremia, hiperkalsemia, hepatic encephalopathy kegagalan proses inhibisi ini.
klonik)

Subyektif dan Obyektif Penatalaksanaan


Gejala klinis status epileptikus dapat diikuti perkembangannya melalui stadium-stadium: Pengobatan:
1. Prestatus: suatu fase sebelum status yang ditandai dengan meningkatnya serangan2 1. Pemberian OAE emergensi: diazepam 0,2
sebelum menjadi status. Penanganan stadium disini dapat mencegah terjadinya status mg/KgBB dengan kecepatan pemberian 5
2. Early status: yaitu 30 menit pertama, dimana aktifitas serangan konvulsif terus mg/menit IV, dapat diulang sekali bila kejang
menerus bersamaan dengan aktifitas serangan elektrografi. Gangguan metabolik akibat masih berlangsung setelah 5 menit.
status merupakan mekanisme homeostasis. 2. Jika kejang masih berlangsung setelah
3. Established status: berlangsung dari 30-60 menit dimana pada awalnya mekanisme pemberian diazepam kedua, beri fenitoin IV 15-
homeostatik gagal dan terjadi perubahan2 mayor fungsi vital tubuh 20 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit.
4. Refractory status: berlangsung lebih dari 1 jam dan menetap meskipun sudah diterapi Dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB
dengan lini pertama. 3. Bila kejang tetap tidak teratasi, pasien
5. Stable status: akan muncul jika serangan terus menerus berlangsung selama berjam- dipindahkan ke ICU dengan pemberian propofol
jam. Aktifitas kejang motorik secara bertahap akan berkurang. Koma dalam dan (2 mg/kgBB bolus IV, diulang jika perlu) atau
manifestasi motorik menjadi terbatas dapat berupa gerakan halus (twitch) sekitar mata midazolam (0,1 mg/kgBB dengan kecepatan 4
atau mulut. g/menit)
Spinal cord transection Level Kompetensi : 3B
Literatur:
 Wilkinson and Lennox. 2005. Essential Neurology 4 th edition. Massachusetts: Blacwell Publishing
 Baehr and Frotsher. 2005. Duus Topical Diagnosis in Neurology 4 th edition
Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis
Suatu sindroma klinis dari cedera Spinal Cord Transection (disingkat SCT ben
spinal cord  paralisis UMN gampang), bisa disebabkan :
bilateral di bawah level lesi  Trauma  paling sering!
 Kompresi (tumor, hematom, abses)
 Transverse myelitis (viral, post viral,
demyelinisasi)

Paling sering pada laki-laki, 20-24 tahun, paling


sering level C5 kemudian C4, C6
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
SCT pada awalnya akan didahului dengan periode arefleksia  SPINAL Sebelum masuk rumah sakit, tugas kita sebagai dokter umum nih
SHOCK, pelajari apa gejala2 spinal shock! Kebanyaken ^^ (ciehh..)  pastikan dukungan tekanan darah dan oksigen,
beberapa minggu atau bulan  periode peningkatan refleks, yang imobilisasi!!. Setelah sampai RS segera injeksikan metilprednisolon
pertama kembali adalah refleks bulbocavernosa (pelajari bagaimana bolus IV. Observasi selalu tanda vital, pasang kateter. Terapi definitif
melakukan pemeriksaannya jg ya!). harus dilakukan dalam 8 jam pertama seperti operasi.
klasifikasi :
1. SCT pada cervical : diatas C3  fatal, fungsi nafas (phrenicus dan
intercostalis) hilang  butuh ventilator. Kalo pada dibawah C3 
tetraparese, juga intercostalis terganggu sehingga fgs pernapasan
jg terganggu.
2. SCT pada thoracic cord: pada torakal bagian atas tdk mengganggu
ekstremitas atas, namun pernafasan terganggu, ileus paralitik jg
bisa karena n. splanchnicus terganggu. Kalo torakal bawah, gk
ngganggu otot2 pernapasan.
3. SCT pada lumbar : biasanya fatal, karena disini onok arteri yang
menyuplai spinalcord bagian bawah (great radicular artery) 
infark pada lumbalis dan sacralis
4. SCT pada epiconus : gangguan pada ekstremitas bawah,
tergantung myotome nya ya! Pelajari lagi myotome, kalo yang
kena L4-S1 berarti gk bisa eksternal rotasi, L4-L5 ekstensi pinggul
gk bisa dsb.. fungsi seksual juga hilang, pada pria biasanya bisa
terjadi priapismus.
5. SCT pada conus : lesi pada dibawah S3, jarang pol terjadi. Bisa
kena tumor, iskemi, herniasi lumbalis yang udah stage2 akhir tuh.
Lesi pada konus medularis saja akan mengakibatkan arefeleksia
detrusor dengan retensi urin dan inkontinensia overflow,
inkontinensia fekal, impotensi, saddle anesthesia, serta hilangnya
refleks anal
Pemeriksaan fisik : sesuai ASIA! Lihat lampiran
Pemeriksaan penunjang: foto polos, CT scan, MRI  terbaik untuk
lihat spinal cord!
Lampiran SCT!

Gambar 4. Derajat kerusakan menurut ASIA. 9

Gambar 5. ASIA’s Standard neurological classification of Spinal cord Injury (sensoris).


Acute medulla compression  Level Kompetensi 3B
Definisi Etiologi Patofisiologi
Penekanan pada medula spinalis karena Kompresi epidural : Kompresi medula spinalis oleh karena
trauma dan penyakit tertentu yang dapat 1) Tumor metastasis (terutama dari paru dan trauma tidak langsung dari tulang belakang
menekan medula spinalis dan mengganggu payudara) kompresi medula spinalis dapat berupa hiperekstensi, hiperfleksi,
fungsi normalnya. mungkin merupakan gejala suatu tekanan vertikal (terutama pada T.12 sampai
keganasan. L.2, dan rotasi. Gejala yang ditimbulkan
2) Trauma adalah berupa oedema, perdarahan
3) Limfoma perivaskuler dan infark di sekitar pembuluh
4) Mieloma multipel darah.
5) Abses atau hematom epidural Akibat hiperekstensi, dislokasi, fraktur
6) Protrusio diskus intervertebralis servikal dan whislap, radiks saraf spinalis dapat
atau torakal tertarik dan mengalami jejas/ reksis.pada
7) Spondilosis atau spondilolistesis trauma whislap. Radiks columna 5-7 dapat
8) Subluksasio atlantoaksial (arthritis mengalami hal demikian, dan gejala yang
reumatika) terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang
Kompresi intradural ekstramedular: bersifat hiperpatia, Gambaran tersebut
1) Meningioma disebut hematorasis atau neuralgia
2) Neurofibroma radikularis traumatik yang reversibel.

Ekspansi Intrameduler
1) Glioma
2) Ependimoma
3) Malformasi arteriovena.
Karakteristik Sindrom Cedera Medula Spinalis

Karakteristik Central cord Anterior cord Brown Posterior


klinis syndrome syndr sequard syndr cord syndr

Kejadian Sering Jarang Jarang Sangat Jarang


Biomekanik Hiperekstensi Hiperfleksi Penetrasi Hiperekstensi
Motorik Gangguan b ervariasi; Sering komplit paralisis (ggn Kelemahan anggota gerak G a n g g u a n bervariasi;
jarang paralisis komplet tractus desenden) biasanya ipsilateral lesi;ggn tract ggn tract desenden ringan
bilateral desenden (+)
Protopatik G angguan bervariasi tdk Sering hilang total (ggn tract Sering hilang total (ggn Gangguan bervariasi,
khas asenden); bilateral tractus asenden) biasanya ringan
kontralateral
Propioseptor Jarang sekali terganggu Biasanya utuh Hilang total ipsilateral; ggn Terganggu
tractus asenden
Perbaikan Sering cepat & nyata; Paling buruk diantara lainnya Fungsi buruk namun NA
khas independensi paling baik
Kelemahan tangan & jari
menetap
Subjective dan Objective Penatalaksanaan
Anamnesa: Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis:
Kelemahan atau kelumpuhan serta berkurangnya atau hilangnya rasa di Servikal : pasang kerah fiksasi leher atau collar
bawah daerah yang mengalami cedera. Tumor atau infeksi di dalam atau di T h orakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace)
sekitar medula spinalis bisa secara perlahan menekan medula, sehingga Lumbal : lakukan fiksasi dengan korset lumbal.
timbul nyeri pada sisi yang tertekan disertai kelemahan dan perubahan
rasa. Jika keadaan semakin memburuk, nyeri dan kelemahan akan Penggunaan kortikosteroid bila diagnosis ditegakkan < 3
berkembang menjadi kelumpuhan dan hilangnya rasa, dalam beberapa hari jam pasca trauma metilprednisolon (MP) 30 mg/kg BB iv bolus
atau minggu. Jika aliran darah ke medula spinalis terputus, maka selama 15 mnt selanjutnya infus terus menerus MP selama 23
kelumpuhan dan hilangnya rasa bisa terjadi dalam waktu hanya beberapa jam dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam.
menit.
Bila 3-8 jam: terapi sama, hanya infus MP dilanjutkan untuk 47
Pemeriksaan Fisik jam .Bila >8 jam tidak dianjurkan untuk pemberian MP.
- Kelainan pada ekstremitas atas biasanya akan lebih parah daripada
kelainan pada ekstremitas bawah, dan terutama terjadi pada otot-otot Terapi yang lainya dapat menggunakan antipiretik, analgetik,
tangan bagian distal. antibiotik bila ada infeksi, anti spastisitas otot sesuai keadaan
- Kehilangan kemampuan sensori hingga derajat tertentu, meskipun sensasi klinik, mencegah dekubitus, pemberian antioksidan untuk
sakral biasanya masih utuh. Kemampuan kontraksi anus dan tonus sfingter mencegah proses sekunder, operatif bila ada fraktur atau
serta refleks babinsky harus diperiksa. herniasi diskus yg menekan MS.
- Refleks regang otot biasanya hilang pada awalnya tapi dapat kembali
muncul namun disertai oleh spatisitas otot yang bersangkutan.
Penunjang
- X-ray cervical spine; menunjukkan gambaran fraktur maupun dislokasi
dan derajat spondilitik pada korpus vertebra cervikal. Foto pada posisi
leher ekstensi dan fleksi dapat membantu mengevaluasi stabilitas
ligamentum flavum.
- CT Scan pada cervical spine; menunjukkan adanya gangguan pada
kanalis spinalis dan dapat memberikan informasi mengenai deajat
penekanan yang terjadi pada medula spinalis.
- MRI; dapat menunjukkan secara langsung tekanan/jepitan pada medula
spinalis oleh tulang, vertebral disc atau hematoma
GUILLAIN BARRE SYNDROME  Level Kompetensi : 3b
Literatur:
 Arnason B.G.W. 1985. Inflammatory polyradiulopathy in Dick P.J. et al Peripheral neuropathy. Philadelphia : WB. Sounders.
 Asbury A.K. 1990. Gullain-Barre Syndrome : Historical aspects. Annals of Neurology (27): S2-S6
 Asbury A.K. and David R. Crnblath. 1990. Electrophysiology in Guillain-Barre Syndrome. Annals of Neurology (27): S17

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Suatu polineuropati yang bersifat ascending Etiologi belum dapat diketahui pasti, beberapa Mekanisme SGB belum diketahui pasti.
dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai keadaan/penyakit yang mendahului dan Mekanisme :
3 minggu setelah infeksi akut berhubungan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya 1. Terdapat antibodi atau adanya respon
dengan proses autoimun dimana targetnya SGB, antara kekebalan seluler (celi mediated immunity)
adalah saraf perifer, radiks, dan nervus lain: terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
kranialis.  Infeksi(pernafasan atas gastrointestinal) 2. adanya auto antibodi terhadap sistem
 Vaksinasi saraf tepi
 Pembedahan 3. didapatkannya penimbunan kompleks
 Penyakit sistematik : antigen antibodi dari peredaran pada
o Keganasan pembuluh darah saraf tepi yang
o systemic lupus erythematosus menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
o tiroiditis Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB
o penyakit Addison dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai
peristiwa sebelumnya, yang paling sering
adalah infeksi virus.

Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan


Diagnosa SGB ditegakkan secara klinis : Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan
Kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan secara
didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam umum bersifat simptomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini
disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup
motorik perifer. lama dan angka kecacatan(gejala sisa) cukup tinggi sehingga
Kriteria diagnosa National Institute of Neurological and Communicative pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
Disorder and Stroke (NINCDS): mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan
 Terjadinya kelemahan yang progresif melalui sistem imunitas (imunoterapi).
 Hiporefleksi Kortikosteroid
II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB: Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat
a. Klinis: steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
 Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, Plasmaparesis
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 Plasmaparesis / plasma exchange bertujuan utk mengeluarkan faktor
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
 Relatif simetris memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih
 Gejala gangguan sensibilitas ringan cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
 Gejala saraf kranial pada ± 50% terjadi parese N VII dan sering perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan
bilateral mengganti 200-250 ml plasma /kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis
 Pemulihan : Dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (mgg pertama).
dapat memanjang sampai beberapa bulan. Pengobatan imunosupresan:
 Disfungsi otonom : Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, 1. Imunoglobulin IV
hipertensi dangejala vasomotor. Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
 Tidak ada demam saat onset gejala neurologis dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yg kuat menyokong diagnosa: ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan
dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hr sampai
 Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi
sembuh.
peningkatan pada LP serial
2. Obat sitotoksik
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah  6 merkaptopurin
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
(6-MP) atau azathioprine atau cyclophosphamid
 Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan
Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal
sakit kepala.
MYASTHENIA GRAVIS  Level Kompetensi : 3b
Literatur:: Slide semester 5, CURRENT Medical diagnosis & treatment LANGE, Panduan diagnosis dan terapi RSSA FKUB

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Myasthenia gravis adalah suatu kelainan - Pada laki- laki umur 50-60 tahun, Penurunan reseptor asetilkolin pada
autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan perempuan 20-30 tahun postsynaptic membrane otot  menurunkan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang - Insiden lebih sering pada wanita, rasio 3:2 efisiensi dari transmisi neuromuskular  aksi
dipergunakan secara terus-menerus dan Drug induce potensial yang terjadi kecil dan gagal
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. - Antibotik  aminoglycoside, quinolon menyebabkan trigger muscle action 
Bila penderita beristirahat, maka tidak lama - Beta blocker  propanolon, atenolol, weakness
kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. metoprolol
Penyakit ini timbul karena adanya gangguan - Magnesium
Penurunan ReseptorASetilkolin
dari synaptic transmission atau pada - Derivate quinine  quinidin, chloroquin
neuromuscular junction - Penicillamine
Pasien dengan Myastihenia Gravis Patogenesis Myasthenia Gravis
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
- Weakness yang bersifat fluktuatif dengan remisi dan eksaserbasi, Tidak ada obat dikenal untuk myasthenia gravis. Namun, pengobatan
tanpa kehilangan reflex dan gangguan sensasi  memberat dengan mungkin untuk memiliki waktu yang lama tanpa gejala (remisi).
aktivitas Perubahan gaya hidup sering yang disarankan:
- Kebanyakan diawali gejala diplopia dan ptosis yang asimetris yang - Penjadwalan waktu istirahat
mereda saat istirahat - Penutup mata adalah penglihatan ganda adalah mengganggu
- Kesulitan untuk menelan - Menghindari stres dan paparan panas, yang dapat membuat gejala
- 85 % kasus menjadi generalized  Kelemahan tersebut akan lebih buruk
menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke
otot ekstremitasv terutama bagian proximal dan biasanya asimetris Medikamentosa :
- Gangguan pada otot facial, ocular, masticatory, pharyngeal  Neostigmine atau pyridostigmine untuk meningkatkan komunikasi
kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring antara saraf dan otot.
sehingga timbullah kesukaran menelan dan berbicara  Prednison dan lainnya (seperti azathioprine, siklosporin, atau
mikofenolat mofetil) jika untuk menekan respon sistem kekebalan
 Diagnosis miastenia gravis dapat dilakukan dengan beberapa tes, tubuh, jika Anda memiliki gejala berat dan obat-obatan lain tidak
antara lain : bekerja dengan baik
1. Uji Tensilon (edrophonium chloride) : injeksitensilon 2 mg iv, bila  Plasmapheresis juga dapat membantu mengurangi gejala selama 4
tidak terdapat bereaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon – 6 minggu dan sering digunakan sebelum operasi.
secara intravena. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia  Infus imunoglobulin intravena dapat bekerja dengan baik sebagai
gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. plasmapheresis
2. Uji Prostigmin (neostigmin), pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5  Pembedahan untuk mengangkat timus (thymectomy) dapat
mg prostigmin merhylsulfat secara intramuskular (bila perlu, diberikan menyebabkan remisi permanen atau kurang perlu untuk obat-
pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh obatan, terutama bila ada tumor.
miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus
atau kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
3. Uji Kinin, diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam
kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet).
Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka
gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat.
aids dengan komplikasi  level 3A

DEFINISI ETIOLOGI & Patofisiologi


NEURO AIDS : gangguan HIV memasuki otak melalui sel CD4+ yang GEJALA KLINIS
neurologis yang merupakan terinfeksi dan monosit yang melalui BBB 1) Gangguan kognitif
konsekuensi utama dari menginfeksi sel mikroglia residen CNS lainnya a. Mudah lupa
kerusakan sistem saraf pusat dan astrosit. b. Sulit berkonsentrasi
dan perifer oleh Human Monosit dari sirkulasi perifer berdiferensiasi c. Bingung
immunodeficiency virus (HIV). menjadi makrofag saat memasuki CNS dan d. Lambat berpikir
HIV adalah retrovirus patogen berperan penting dalam patogenesis HAD. Sekali 2) Gangguan motorik
yang dapat memicu disfungsi HIV memperoleh akses ke CNS, makrofag otak dan a. Gangguan keseimbangan
dan degenerasi neurons. sel mikroglia berperan sebagai reservoir utama b. Tungkai terasa lemah
Sindrom klinis yang HIV-1 dan alat replikasi HIV. 3) Gangguan perilaku
diidentifikasi meliputi a. Apati dan penarikan sosial
neuropati sensorik, b. Depresi
myelopathy, demensia HIV dan c. Mudah tersinggung
gangguan kognitif atau motorik d. Psikosis, mania
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan neurologi
1) Gangguan fungsi luhur yang berkaitan dengan perhatian dan
konsentrasi, kecepatan pengolahan informasi, dan visuospasial [7]
2) Gangguan motorik yang meliputi):
i. Perlambatan gerakan volunter
ii. Gejala pyramidal
1. parese UMN
2. peningkatan tonus
3. spastisitas
4. penurunan gait
5. hiperrefleksi
iii. gejala ekstra pyramidal
1. penurunan koordinasi
2. ataksia
3. gangguan gerakan motorik halus
4. tremor
5. gangguan gerakan mata halus
6. penurunan frekuensi berkedip
7. pendataran ekspresi wajah
8. nistagmus
iv. frontal release sign (misalnya reflek snout)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Neuropsychological Assesment
- HIV Dementia Score (HDS) : Menilai fungsi kognitif
2) Neuroimaging
- CT scan: kalsifikasi basal ganglia
- MRI
3) Laboratorium
- Pemeriksaan darah
i. HIV ELISA
ii. HIV western blot
iii. CD4+ count
iv. Viral load
4) Pemeriksaan CSF
i. Marker virus (viral load CSF)
ii. Marker host (CCL2/MCP1, β2-Microglobulin, Neopterin,
TNFα, Fas dan FasL [4]

KOMPLIKASI PENATALAKSANAAN
1) AIDS dementia complex (ADC) 1. Highly Active Anti-Retroviral Therapy (HAART)
Atau ensefalopati terkait HIV, muncul terutama pada orang 2. Nutrisi (antioksidan, misalnya vitamin E, selenium)
dengan infeksi HIV lebih lanjut. Gejala termasuk ensefalitis 3. Konsultasi psikiatri
(peradangan otak), perubahan perilaku, dan 4. Konsultasi rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan kapasitas
penurunan fungsi kognitif secara bertahap, termasuk kesulitan fungsional
berkonsentrasi, ingatan dan perhatian.
2) Limfoma sususnan saraf pusat (SSP)
Tumor ganas yang mulai di otak atau akibat kanker yang
menyebar dari bagian tubuh lain. Limfoma SSP hampir selalu
dikaitkan dengan virus Epstein-Barr
3) Meningitis kriptokokus neuropati
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans,
yang umum ditemukan pada tanah dan tinja burung.
4) Infeksi virus herpes
Virus herpes zoster yang menyebabkan cacar dan sinanaga,
dapat menginfeksi otak dan mengakibatkan ensepalitis dan
mielitis
5) Infeksi cytomegalovirus (CMV)
Dapat muncul bersamaan dengan infeksi lain. Gejala
ensepalitis CMV termasuk lemas pada lengan dan kaki,
masalah pendengaran dan keseimbangan, tingkat mental yang ALGORITMA NEUROAIDS
berubah, demensia, neuropati perifer, koma dan penyakit
retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.
6) Neurosifilis
7) Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
8) Stroke
9) Ensefalitis toksoplasma
10) Mielopati vakuola
SPONDILITIS TB  Level Kompetensi : 3B  Literatur:Medscape

Definisi Etiologi dan Faktor Resiko Patogenesis


Spondilitis TB atau  Penyakit paling sering  Spondilitis TB merupakan hasil penyebaran bakteri secara hematogen dari luar
penyakit Pott disebabkan oleh spinal. Pada anak-anak fokus primer paling sering adalah paru-paru, sedangkan
adalah bentuk mycobacterium tuberculosis, dewasa dari ekstrapulmoner (ginjal, usus, tonsil)
tuberkulosis tetapi juga dapat disebabkan  Vertebrae thorakal bawah dan lumbl atas (T8-L3) adalah yang paling sering
ekstrapulmonal oleh mycobacterium jenis lain. terkena
yang mengenai  Faktor resiko  Bagian tulang belakang yang paling sering diserang adalah peridiskal anterior (area
tulang belakang  Bayi dan anak metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior/area subkondral). Infeksi pada tempat
(spine). Infeksi ini  Malnutrisi ini dapat menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior menuju korpus vertebrae
merupakan  Perokok, pengguna diatas/bawah nya.
 Destruksi di bagian anterior ini akan menyebabkan vertebrae kolaps dan menghasilkan
peradangan kortikosteroid
deformitas kifosis
granulomatosa yang  HIV, diabetes, leukemia  Lesi dapat juga dimulai dari sentral korpus vertebrae tunggal sehingga sering disalahartikan
bersifat kronik  Kemiskinan sebagai tumor.
destruktif.  Kelainan neurologis dapat terjadi akibat kifosis atau adanya perluasan infeksi
granulomatous ke dalam kanalis spinalis.
Subyektif dan Obyektif Penatalaksanaan
 Gejala sistemik TB: lemah, BB menurun, nafsu makan menurun, demam di malam hari, Pengobatan Konservatif
keringat malam 1. Bedrest (immobilisasi spinal)
 Kaku dan nyeri pada tulang belakang 2. Penggunaan korset/brace
 Benjolan (abses) di retrofaring, paravertebral, abdominal, ingiuinal, perineal, gluteal 3. Obat anti TB: INH, Rifampisin, etambutol,
 Gejala defisit neurologis: paraplegi, paresis, parestesia, nyeri radikular, cauda equina pirazinamid
synrome Pengobatan selama 6-9 bulan dengan regimen
Pemeriksaan Fisik: deformitas Kifosis dan didaptkan Gibbus sama dengan TB paru
Pemeriksaan penunjang 4. Operatif, Indikasi:
1. LED meningkat (> 100 mm/jam), uji tuberkuln positif  Kegagalan terapi konservatif (paraplegi
2. Biakan kuman (aspirasi pus paravertebral), biopsi histopatologi (ada tuberkel) memburuk)
3. Foto thoraks  TB paru; Foto vertebrae: osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus  Didapatkan abses besar yang membutuhkan
vertebrae dan penyempitan diskus intervertebralis dan mungkin bisa didaptkan abses drainase
paravertebral dan abses psoas. Abses paravertebral di daerah servikal berbentuk  Ada penekanan medulla spinalis
sarang burung (bird’s nets). Prognosis: baik bila ditangani lebih awal
Cluster headache  Level Kompetensi : 3b
Literatur:
 Slide Headache kita 
 Dr. Hasan Sjahrir Sp S. 2004. Mekanisme terjadinya nyeri kepala primer dan prospek pengobatannya.
 Emedicine
Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis
Vascular headache, predominantly unilateral Lebih sering pada PRIA (kalo migrain and TTH Sebenarnya patfisnya masi belum jelas,
on the same side, usually associated with smua ne dominan pada wanita) namun ada beberapa hipotesis :
flushing, sweating, rinorhoe, and increased Pemicu headache: 1. Hemodinamik (Vasodilatasi)
lacrimation – Ad Hoc Committee in  Injeksi subcutane histamin (69%) 2. Trigeminal nerve
Classification of Headache  Stres, alergi, season changes, GTN 3. Autonomic nerve (Efek simpatis,
 Perokok berat horner syndrome, parasimpatis 
 Gangguan pola tidur lakrimasi rinorrhea, hidung buntu)
 Hormon abnormality 4. Ritme sirkadian (Diperkirakan karena
 Alkohol cluster headache selalu serangannya
 Faktor resiko : pada waktu yang sama setiap hari)
 Laki-laki, >30 tahun, alkoohol, trauma 5. Serotonin
kepala sebelumnya 6. Histamin
7. Sel mast
Lebih jelasnya baca ebook/slide ya 

NOTE :
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
Gejala klinis : Tatalaksana :
 Sakit (digambarkan sebagai sakit pedih dan berat)  No therapy for curing the cluster headache
 Onset mendadak (puncak 10-15 menit)  Dibagi menjadi pengobatan simtomatik, dan profilaksis.
 Unilateral wajah (Selalu pada sisi yang sama)  Pengobatan simtomatik (Cepat dan Segera) :
 Karakter (Membosankan, pedih, seolah2 mata didorong  Oksigen 7lpm (merelieve pain setelah 15 menit)
 Sumatriptan injeksi
keluar)
 Ergotamin
 Distribusi (Divisi pertama dan kedua trigeminus)
 Pengobatan profilaksis :
 Periodesitas (keteraturan sirkadian)  Antikonvulsan
 Lakrimasi, injeksi konjungtiva  Kortikosteroid
 Hidung buntet, rinore  Pembedahan direkomendasikan pada orang dengan gejala kronik non
 Edema kelopak mata ipsilateral responsif, bertujuan untuk merusak jaras nyeri pada cluster
 Miosis atau ptosis ipsilateral headache
 Flushing ipsilateral
Pemeriksaan Fisik : biasanya normal, sesuaikan dengan gejala klinis
Pemeriksaan Penunjang :
 Neuroimaging : CT scan untuk rule out DD
meniere disease  Level Kompetensi 3A
Definisi Etiologi Patofisiologi
Suatu penyakit pada telinga bagian a. Virus Hidrops endolimfatik terjadi pada semua pasien
dalam yang bisa mempengaruhi Antibodi Herpes Simplex Virus (HSV) sering dengan penyakit Meniere.
pendengaran dan keseimbangan, yang ditemukan pada pasien Meniere Pecahnya kantung endolimfatik  influx
ditandai dengan keluhan berulang b. Herediter potassium endolymph ke perilymph 
berupa vertigo, tinnitus, dan c. Gangguan autoimun menghasilkan perbedaan gradient depolarisasi
berkurangnya pendengaran secara d. Cedera kepala biokimia sel-sel rambut koklea dan vestibular 
progresif, biasanya pada satu telinga Jaringan parut akibat trauma pada telinga fungsi sel rambut hilang secara akut  mulai
dalam dianggap dapat mengganggu aliran menyeimbangkan tekanan  fluktuasi ionic
hidrodinamik dari endolimfatikus. berulang  degenerasi sel-sel rambut.
e. Hidrops endolimfatik yang disebabkan adanya
beberapa mekanisme fisiologis, yaitu: Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba
 Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung dari vertigo kemungkinan disebabkan terjadinya
arteri. penonjolan-penonjolan keluar dari labirin
 Berkurangnya tekanan osmotik di dalam membranasea pada kanal ampulla. Penonjolan
kapiler. kanal ampulla secara mekanis akan memberikan
 Meningkatnya tekanan osmotik ruang gangguan terhadap krista
ekstrakapiler.
 Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, Tinnitus dan perasaan penuh di dalam telinga

sehingga terjadi penimbunan endolimfe. pada saat serangan mungkin disebabkan

 Hipoplasia pada vestibular aqueduct. tingginya tekanan endolimfatikus


f. Infeksi telinga tengah.
Subjective dan Objective Penatalaksanaan
Gejala Meniere sangat bervariasi, tidak semua penderita mengalami
gejala yang sama. Namun, yang disebut "Classic Meniere" dianggap
memiliki empat gejala berikut:
 Episode periodik vertigo (pusing berputar).
 Berfluktuasi, progresif, unilateral (pada satu telinga) atau
bilateral (di kedua telinga) kehilangan pendengaran,
biasanya pada frekuensi rendah.
 Tinnitus unilateral atau bilateral.
 Sebuah sensasi penuh atau tekanan dalam satu atau
kedua telinga.

Pemeriksaan Fisik
Diagnosis dugaan hidrops endolimfatik didasarkan pada gejala
klinis. Tidak ada tes diagnostik khusus untuk penyakit Meniere dan
diagnosis definitif hanya dapat dibuat postmortem.

Pemeriksaan Penunjang
Tes pendengaran (tes penala) - Pada tes penala didapatkan kesan
tuli sensorineural pada penyakit Meniere.
Tes gliserin - Pasien diberikan minum gliserin 1,2 ml/kgBB setelah
itu diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa
kembali dan dibandingkan. Adanya perbedaan bermakna
menunjukkan adanya hydrops endolimfe.
Tes kalori - Tes ini dilakukan untuk menilai fungsi keseimbangan,
Setiap telinga dites secara terpisah, Pada telinga masing – masing
disemprotkan secara bergantian air dingin dan air hangat. Setelah
beberapa saat akan timbul nistagmus yang arahnya berlawanan
dengan arah semprotan.
Audiometri - Audiometri harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai penyakit Meniere. Pola audiometri yang paling umum di
awal penyakit Meniere adalah frekuensi rendah atau gabungan
rendah dan tinggi.
Tes vestibular - Merupakan evaluasi vestibular standar termasuk
electronystagmography (ENG)
Tes hidrops endolimfatik - Tes khusus untuk hidrops endolimfatik
termasuk gliserin, urea, atau sorbitol "stres" tes dan
electrocochleography. Tes-tes ini memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang rendah. Vestibular Evoked Myogenic Potensial
(VEMP) adalah tes terbaru untuk menghambat refleks sacculocollic
yang menunjukkan perubahan karakteristik gejala pada pasien
Meniere, dan mungkin mendeteksi hidrops sakular awal sebelum
timbulnya gejala klasik Meniere.
demensia  Level 3A

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


DEMENTIA: kelainan fungsi intelek yang DEMENTIA ALZHEIMER Plak amiloid
didapat dan bersifat menetap, dengan Etiologi: • Kelompok protein abnormal yang disebut amiloid beta
adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5  Penyebab pasti blm • Ditemukan di sepanjang neuron yang mengalami
komponen fungsi luhur yaitu gangguan diketahui degenerasi
bahasa, memori, visuospasial, emosi  Diduga karena: Neurofibril yang kusut
dan kognisi intoksikasi logam, • Perubahan pada protein ‘tau’ yang berputar membentuk
gangguan imunitas, sepasang filamen helix yang bergumpal dan menjadi
Dementia Reversibel: infeksi virus, polusi kusut
Circulation: pendarahan subdural udara/industri, trauma, • Mikrotubul terdistintegrasi
kronis, demensia multiinfark. neurotransmiter, • Menganggu komunikasi antar sel saraf dan menyebabkan
Encephalitis : demensia paralitika presdiposisi heriditer. kematian sel
Metabolism : hipoglikemia, kekurangan Faktor resiko
vitamin B1 dan B2.  Usia, jenis kelamin
Endocrine :Hipotiroidi, wanita, riw. Keluarga dg
panhipotuitarisme. dementia, hipertensi,
Neoplasm: Tumor fosa anterior, merokok, DM,
mengioma, neurinoma. hiperkolesterol
Trauma: Kontusio Cerebri, Hidrosefalus Faktor Protektif
Epilepsi : Bila Penderita sering Kejang.  Education, active
Drugs: Barbiturat, Psikofarmaka, cognitive involvement,
Antikolinergik. physical activity, dietary
vitamins, diet with high
Dementia Ireversibel: antioxidant content,
Paling banyakdemensia alzheimer. NSAID
Ada juga demensia pick, demensia
Jacob-Creutzfeldt, dan demensia
Huntington.
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
Kriteria Dx Dementia (Menurut DSM IV) Medikamentosa :
A . Ada bukti ggn MEMORI pendek & panjang  Inhibitor kolinesterase  galantamine, fisostigmin
B . Setidaknya satu :  Thiamin
1. Ggn Daya pemikiran abstrak  Haloperidol 1-5 mg/hari
2. Ggn Daya Nilai  Tricyclic antidepressant 25-100mg/hari
3. Ggn Fungsi Luhur : Afasia , Agnosia Apraksia , Konstruksional
C. Tidak ada ggn. kesadaran (delirium) Non-Medikamentosa:
D. A dan B mengganggu Kerja , ADL & sosial Fungsi kognisi
E. Ditemukan/dicurigai penyebab ( Ax Px Lab ) bila tak ada dianggap Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual :
Non Organik  Orientasi realitas
 Stimulasi Kognisi : Memory Enhancement Program
Pemeriksaan (neuropsikologis)  Reminiscence
Mini Mental State Examination (MMSE)  Olahraga Gerak latih Otak
Clock Drawing Test (CDT) Edukasi Pengasuh
Activity of Daily Living (ADL)  Training dan Konseling
Instrumental Activity of Daily Living ( IADL) Intervensi Lingkungan
 Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah, Fasilitas
Lab (u/ menyingkirkan peny. Dementia lainnya)
aktivitas, Terapi cahaya, Terapi musik, Pet Therapy
Darah lengkap, elektrolit, ginjal, hati, hormon tiroid, kadar vitamin
Pengangan Gangguan Perilaku
B12. Pem HIV dan neurosifilis
 Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga (menyanyi,
Pem cairan otak atas indikasi
ibadah, rekreasi, dll)
Imaging  Menghindari tugas yang kompleks dan bersosialisasi.
MRI  kelainan kortikal, atropi hipokampus, amigdala, serta
pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii
MMSE ALGORITMA DIAGNOSIS DEMENSIA ALZHEIMER
Parkinson’s disease  Level Kompetensi : 3a
Literatur: Slide kuliah neurologi semester 5, Current medical diagnosis & treatment LANGE, HARRISON’S

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


5. Parkinson’s disease (Kompetensi 3a) - Umumnya mengenai umur diatas 50 thaun Ketidakseimbangan antara saraf
Gangguan ekstrapiramidal yang sering - Perbandingan antara laki- laki dan perempuan eksitatorik dan inhibitorik :
dijumpai, merupakan bagian dari 3:2 1. Adanya ketidakseimbanganantara
parkinsonisme/ sindroma parkinson - Juvenile parkinsonism  usia < 40 tahun (5%) jalur langsung (putamen ke globus
 Etiologi  degenerasi neuron  kematian sel palidus internus) dan jalur tidak
melalui jalur nekrosis dan apoptosis langsung (putamen ke globus
a. Kelainan metabolism : stroke, asfiksia, palidus internus melalui globus
hipoglikemi palidus eksternus) dan nucleus
b. Eksotoksisitas  sianida, karbon subtalamikus
monoksida, asam nitropropionik, asam - Jalur langsung ( ) dan jalur tak
malonik langsung ( )  yang menuju
c. Stress oksidatif  reaksi berlebihan dari talamokorteks menurun 
radikal bebas terhadap protein, membrane hiperkinesia
lemak dan DNA  membunuh sel neuron - Jalur langsung ( ) dan jalur tak
 Faktor genetic gen a-synuclein, Parkin, UCHL1, langsung ( )  yang menuju
LRRK-2 talamokorteks meningkat 
hipokinesia
2. Ketidakseimbangan antara jalur
dopaminergik dengan jalur
kolinergik
- Dopaminergik ( )  hiperkinesia
- Kolinergik ( )  hipokinesia

Subyektif & Obyektif Penatalaksanaan


- Parkinsonisme/ sindroma Parkinson  sindroma klinis yang ditandai Goal terapi  menjaga fungsi dan kualitas hidup serta mencegah
oleh tremor istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya reflex drug-induced complication.
postural 1. Penanganan suportif  KIE
- Penyakit Parkinson  ditandai kehilangan yang massif dari sel- sel 2. Penanganan medikamentosa :
berpigmen dari substansia nigra pars kompakta dan terdapatnya Lewy - Dopamine agonis  initial treatment of choice
Bodies - Levodopa/carbidopa  meningkatkan availabilitas dari
Subjektif : precursor dopamin
a. Gejala prodromal : lelah, letih, gangguan kepribadian sebelum - MAO-inhibitor
muncul gejala motorik 3. Terapi operatif  jika dengan obat tidak membaik, usia <
b. Gejala utama : 50 tahun, msh bisa berjalan, fungsi luhur baik, tidak ada
1. Resting tremor bertambah bila emosi, frekuensi 4-6 x/detik, pola gangguan sistemik berat
seperti menghitung koin (pill rolling)  awalnya dari tangan meluas ke 4. Rehabilitatif  terapi fisik, okupasi, wicara dan psikoterapi
kaki, bibir, dan seluruh badan
2. Rigiditas  hipertoni seluruh gerakan, cogwheel phenomena
3. Akinesia/bradikinesia - Hipokinesia gerakan volunteer menjadi
lambat dan sulit, terutama gerakan halus, posisi jalan khas, wajah
seperti topeng.
4. Ketidakstabilan postur kurangnya keseimbangan dan perasaan tidak
tenang saat berdiri atau berubah posisi badan
 Gejala 1,2,3 adalah gejala cardinal (bisa satu/ lebih, asimetris/simetris,
unilateral/bilateral)
 Ada respon yang jelas terhadap pemberian terapi levodopa
EPILEPSI  Level Kompetensi : 3A
Literatur: sumber Pedoman Tatalaksana Epilepsi PERDOSSI dan PDT Neurologi RSSA

Definisi Etiologi dan Faktor Resiko Patogenesis


 Seizure/bangkitan adalah aktifitas Etiologi Seizure: meningkatnya eksitasi dan menurunnya inhibisi
sekelompok neuron yang abnormal dan 1. Idiopatik: tidak terdapat lesi Mekanisme Inhibisi: defek pada reseptor inhibisi GABA-A
berlebihan struktural di otak atau defisit dan GABA-B, defek buffer Ca2+ intrasel
 Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) neurologis Mekanisme eksitasi: peningkatan aktifasi reseptor NMDA
adalah manifestasi klinik yang disebabkan 2. Kriptogenik: dianggap
oleh aktifitas listrik neuron otak yang simptomatik tetapi penyebabnya
abnormal dan berlebihan, bersifat tiba- belum diketahui. Ex: sindrom
tiba, sementara, dan stereotipik West, sindrom Lennox-Gastaut, Klasifikasi ILAE 1981
 Epilepsi adalah suatu keadaan yang epilepsi mioklonik 1. Partial (focal) seizure
ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang 3. Simtomatik: bangkitan epilepsi A. Simple partial seizure
berselang lebih dari 24 jam yang timbul disebabkan oleh kelainan/lesi Motoric, Somatosensoric, Autonomic, and Psychic
tanpa provokasi. struktural pada otak, misalnya: B. Complex partial seizure
 Sindroma epilepsi adalah kumpulan gejala cedera kepala, infeksi SSP, C. Partial Seizure evolving to secondarily generalized
dan tanda klinik yang unik untuk suatu kelainan kongenital, lesi desak seizures
epilepsi mencakup tipe bangkitan, etiologi, ruang, CVA, toksik (obat, alkohol), 2. Generalized seizure
anatomi, faktor presipitasi, usia awitan, metabolik, neurodegeneratif Absence, Myoclonic, Clonic, Tonic, Tonic-clonic, Atonic
berat, kronisitas dan prognosis. 3. Unclassified epileptic seizure
Subyektif dan Obyektif Penatalaksanaan
A. Contoh bentuk bangkitan epilepsi A. Prinsip terapi Obat anti-epilepsi (OAE)
1. Bangkitan parsial sederhana (Simple partial seizure) 1. OAE mulai diberikan bila
 Tidak terjadi perubahan kesadaran  Diagnosis epilepsi telah dipastikan (confirm)
 Bangkitan mulai dari lengan, tungkai, atau muka (unilateral/fokal) kemudian minimum 2 bangkitan dalam setahun
menyebar pada sisi yang sama (jacksonian march)  Pasien dan atau keluarganya telah menerima
 Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang penjelasan tentang tujuan pengobatan dan
 Gejala epilepsi ini disebut aura, biasanya langsung diikuti dengan tipe bangkitan kemungkinan efek samping OAE
parsial kompleks 2. Dimulai dengan monoterapi, sesuai dengan jenis
bangkitan/sindrom epilepsi
2. Bangkitan parsial kompleks (Complex partial seizure) 3. Mulai dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
 Bangkitan fokal disertai gangguan kesadaran (kesadaran berkabut) dosis efektif tercapai atau tiimbul efek samping
 Sering diikuti dengan automatisme yang stereotipik seperti mengunyah, 4. Bila dengan dosis maksimum obat pertama tidak
menelan, tertawa, dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas dapat mengontrol bangkitan maka ditambahkan OAE
 Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang kedua
 Sering disertai aura (gejala pada tipe bangkitan parsial sederhana) 5. OAE ketiga ditambahkan bila OAE pertama dan
3. Bangkitan umum sekunder (Partial Seizure evolving to secondarily generalized kedua tidak dapat mengatasi bangkitan
seizures) B. OAE lini pertama
 Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu 1. Lena (absence): asam valproat . lamotrigin
singkat menjadi bangkitan umum 2. Parsial: carbamazepine, fenitoin, fenobarbital,
 Bangkitan parsial dapat berupa aura gabapentin
 Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik 3. Tonik-klonik: asam valproat, carbamazepin, fenitoin,
4. Bangkitan umum lena (Absence seizure) fenobarbital
4. Miotonik, atonik, unclassified: asam valproat
 Gangguan kesadaran mendadak (absence) berlangsung beberapa detik
C. Dosis OAE
 Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
1. Asam valproat: 500-2500 mg, 2-3x/hari, titrasi naik
 Mata memandang jauh ke depan
500 mg/hari, steady state 2-4 hari
 Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Carbamazepin: 400-1600mg, 2-3x/hari, titrasi naik
 Sesudah itu pasien melanjutkan aktifitas semula 200mg/hari, steady state 2-7 hari
5. Bangkitan umum tonik-klonik 3. Fenitoin: 200-400mg, 1-2x/hari, titrasi naik
 Bisa didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik 100mg/hari, steady state 3-15 hari
 Kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik diikuti gerakan 4. Fenobarbital: 50-200mg, 1x/hari, titrasi naik 50
kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 mg/hari, steady state 8-30 hari
detik, dapat disertai mulut berbusa 5. Gabapentin: 900-3600mg, 2-3x/hari, titrasi naik 300-
 Selesai bangkitan pasien lemas (fase flaksid) dan tampak bingung 900mg/hari, steady state 2 hari
 Pasien sering tidur setelah bangkitan selesai D. Efek samping OAE
B. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis: mencari penyebab epilepsi seperti 1. Sindrom Steven-Johnson
trauma kepala, infeksi telinga/sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik 2. Hepatotoksik, kecuali gabapentin
fokal atau difus, kecanduan alkohol/obat, atau kanker 3. Teratogenik: gabapentin, lamotrigine
C. Pemeriksaan Penunjang: Darah lengkap, SE, GDA, fungsi hepar dan fungsi ginjal 4. Anemia aplastik: carbamazepin, fenitoin
EEG  membantu menunjang diagnosis dan penentuan jenis bangkitan maupun Penghentian OAE: minimal 2 tahun bebas bangkitan dan
sindrom epilepsi. Paling baik dilakukan saat pasien kejang, karna jika tidak kejang gambaran EEG normal
EEG biasanya normal. MRI dan CT-Scan  mendeteksi lesi epileptogenik di otak
Neurogenic bladder  Level Kompetensi : 3A
Literatur:
 Medical Disability Advisor. Neurogenic bladder.
 Rackley, Raymond, Edward David Kim, et al. 2011. Neurogenic bladder. (online)
 del Popolo, Giulio, et al. 2008. Diagnosis and Therapy for Neurogenic bladder Dysfunctions in Multiple Sclerosis Patients. Springer
Verlag.
Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis
Merupakan suatu kondisi Etiologi: Lesi otak : lesi otak diatas pons  merusak kontrol
abnormalitas fungsi vesika urinaria  Lesi otak : stroke, tumor otak, parkinson, miksi, namun reflek miksi masih tetap ada, gejala yang
akibat suatu kerusakan saraf yang cerebral palsy muncul urgensi inkontinensia  pengosongan sangat
mengontrol kemampuan VU untuk  Lesi medula spinalis : MS sering, kuantitas sedikit.
terisi, menyimpan, dan  Lesi sacral cord : tumor, HNP, injury Lesi medulla spinalis : injuri antara pon sampai sacral
mengeluarkan urin fraktur pelvis, paska histerektomi radikal. cord  urgency incontinensia (hampir sama seperti
Abnormalitas ini dapat berupa  Lesi saraf perifer : DM, AIDS, GBS, herpers lesi otak). Segera setelah orang kena trauma spinal 
underactive (tidak dapat genitoanal. syok spinal  kematian sistem saraf, setelah 6-12
mengosongkan) atau overactive minggu, reaktivasi  hiperstimulasi pada organ yg
(pengosongan terlalu cepat, terlalu dipengaruhi  makanya urgency inkontinensia,
sering). namun bedanya disini juga otot spingter eksterna juga
Perlu diinget, orang dengan kontraksi pisan, jadi gejalanya pengen kencing tapi
neurogenic bladder  gampang seng keluar sangat lah sedikit! (detrusor-sphincter
kena UTI dan renal damage! dyssinergia)
Lesi sacral cord : injuri ada pada radiks saraf terkait
yang keluar dari sacral cord  mencegah
pengosongan VU. Dibagi jadi 2 nih, ada sensory
neurogenic bladder (Pasien g bisa ngerasa VU nya
penuh juga gk iso kencing) motor neurogenic bladder
(Pasien ngerasa VU nya penuh tpi gk iso kencing).
Lesi Saraf perifer : DM, AIDS, merusak persarafan
perifer ke VU, menyebabkan distensi VU juga gak
nyeri.
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
Anamnesa Riwayat Spesifik Terapi konservatif non invasif :
 Rasa penuh di area kandung lemih - Third party bladder expression (Crede)
 Mengejan saat miksi - Voiding with abdominal straining (Valsalva)
 Sulit memulai kencing - Triggered reflex voiding
 Tidak dapat mempertahankan aliran kencing Rehabilitasi traktus urinarius bagian bawah
 Tidak lampias saat akhir miksi - Behavioural modification technique : untuk meningkatkan
 Rasa tidak nyaman di perut bawah kelancaran miksi dan meliputi bladder training serta modifikasi
 Urgensi tapi urin yang keluar sangat sedikit gaya hidup.
 Constant dribbling - Pelvic floor muscle exercise
 UTI rekuren - Pelvic floor electrostimulation
Lesi neurologis yang terkait kelainan traktus urinarius dibagi - Biofeedback : mendukung modifikasi pola miksi
menjadi 3 lokasi yaitu suprapontine, suprasakral, dan subsakral. Pada Terapi obat
lesi suprapontine muncul neurogenic contracting detrusor, di - Agen antikolinergik : antikolinergik berikatan pada reseptor
suprasakral berupa neurogenic overactive detrusor dengan detrusor- muskarinik dan digunakan untuk menurunkan overaktivitas
sphincter dyssinergia, dan di subsakral berupa neurogenic acontractile detrusor dan meningkatkan bladder compliance. Oxybutynin,
detrusor. trospium chloride, tolterodine dan propiverine merupakan obat-
Pemeriksaan fisik : obat yang sudah terbukti efektif, dapat ditoleransi dengan baik
 Secara umum untuk mengetahui letak lesi neurologis (kayak dan aman meskipun digunakan untuk terapi jangka panjang.
stroke bos ) - Phosphodiesterase inhibitor : memberikan efek yang signifikan
 Pemeriksaan neurourologi (baru tau kan? Ane juga baru tau pada overaktivitas detrusor dan dapat digunakan sebagai terapi
hahaha…) ternyata maksudnya funsi motoris sensoris area alternatif atau dikombinasikan dengan obat antikolinergik.
suprapubis, klit genital dan perineal - Terapi untuk underaktivitas detrusor dapat diberikan agen
Pemeriksaan penunjang : kolinergik seperti bethanechol chloride dan distigmine bromide
 Urinalisis dan kultur urin : untuk mengetahui apakah ada UTI. yang telah terbukti mampu meningkatkan kontraktilitas detrusor
 Sitologi urin : untuk mengetahui apakah ada karsinoma insitu dan memicu pengosongan kandung kemih tapi tidak digunakan
pada vesika urinaria. Adanya karsinoma insitu dapat secara rutin pada klinis. Terapi kombinasi agen kolinergik dengan
menyebabkan frekuensi dan urgensi. alpha blocker lebih efektif dibandingkan monoterapi.Agen alpha
 Profil chem : BUN dan kreatinin (gangguan fungsi ginjal) blocker dapat menurunkan tahanan pada outlet kandung kemih
 Lainnya tergantung penyakitnya apa  terlalu banyak T.T dan profilaksis disrefleksia otonomik pada pasien dengan injuri
medulla spinalis
Terapi invasif minimal:
 Kateterisasi
 Intravesical drug treatment : antikolinergik
 Intravesical electrostimulation
 Injeksi botulinum toxin ke bladder (cool!)
The last but not least , there is always surgery for the patien who cant
be treated with conservative treatment 
kalau belum jelas, baca lebih dalam lagi ya. Cuma gak garansi keluar di
ukdi huehehehehe

NOTE :
radicular syndrome Level 3A

Definisi Patofisiologi
beberapa gabungan perubahan pada spinal root di dalam canalis Radicular syndrome seringkali disebabkan oleh saraf-saraf yang terjepit
intraspinalis. Gejala ini mencakup nyeri di leher atau punggung, sesuai atau teriritasi. Cabang-cabang persarafan ini membawa sinyal menuju
dengan perjalanan saraf yang terkena, dan bisa juga berakibat mati bagian-bagian tubuh sesuai dengan perjalanannya. Radicular syndrome
rasa, berkurangnya refleks tendon, dan kelemahan juga bisa disebabkan karena adanya tekanan langsung oleh karena
herniasi diskus ataupun perubahan generative pada spinal.
Gejala-gejala sensori lebih umum daripada gejala motoris, dan
kelemahan otot seringkali menjadi tanda keparahan penyakit ini

Diagnosis Penatalaksanaan
Penegakan diagnosis yang benar dimulai dengan pemeriksaan fisik 1. Terapi non-invasif
yang menyeluruh dari leher, punggung, lengan, dan ekstremitas - Terapi fisik
bawah. Masing-masing bagian tersebut harus diperiksa kekuatan, - Manipulasi chiropractic
kelenturan, sensasi, dan refleks. - NSAID
Pemeriksaan MRI berguna dalam menunjukkan penekanan saraf. CT- - KIE pasien
scan seringkali digunakan untuk memeriksa struktur tulang belakang - Injeksi steroid epidural (pada kasus berat)
yang terlibat, sehingga dapat menunjukkan seberapa banyak jarak 2. Terapi pembedahan
yang tersisa untuk saraf dan korda spinalis dalam kanalis spinalis. Terapi pembedahan dipertimbangkan apabila dokter ingin
menurunkan tekanan pada saraf secara cepat. Selain itu, terapi
pembedahan dipertimbangkan pada pasien-pasien yang tidak
berespon terhadap terapi medikamentosa
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS  Level Kompetensi : 3A  Literatur: PDT Neurologi RSSA, Medscape

Definisi Etiologi dan Faktor Resiko Patogenesis


HNP adalah Beberapa faktor resiko:  Kemampuan menahan air dari nukleus pulposus berkurang secara progresif dengan
suatu keadaan  Rokok bertambahnya usia.
dimana  Batuk kronis  Perubahan degenerasi ditandai dengan penurunan vaskularisasi ke dalam diskus disertai
sebagian atau  Megemudi berkurangnya kadar air dalam diskus sehingga diskus mengkerut, akibatnya diskus menjadi
seluruh bagian  Peningktan tekanan kurang elastis
dari nukleus diskus (duduk lama,  Penurunan kadar air ini akan mengurangi fungsi diskus sebagai bantalan, sehingga bila ada gaya
pulposus mengangkat berat) tekan maka akan disalurkan ke anulus secara asimetris, akibatnya bisa terjadi cedera atau
mengalami robekan pada anulus
penonjolan ke  Material nukleus yang bocor ke canalis vertebralis akan menyebabkan respons inflamasi pada
dalam kanalis serabut saraf. Selain itu, materi nukleus ini juga dapat menyebabkan neural toxicity yang akan
spinalis mengiritasi serabut saraf sehingga terjadi nyeri radikular.
 Pada keadaan dekompresi saraf spinal oleh karena penonjolan, tidak menyebabkan nyeri. Jika
dekompresi terjadi pada saraf motoris maka akan timbul weakness, sebaliknya jika terkena
saraf sensoris akan timbul numbness.
Subyektif dan Obyektif Penatalaksanaan
Gejala klinis Pengobatan Konservatif
 Iskialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan n.ischiadikus 4. Tirah baring selama 2-4 hari
 Nyeri bersft tajam, sprt terbakar & berdenyut menjalar sampai di bwh lutut 5. Medikasi: analgetik/NSAID, muscle relaxant, opioid, analgetik
 Nyeri akan meningkat bila terjadi peningkatan tekanan intratekal adjuvan (amitriptiln, carbamazepin, gabapentin)
atau intradiskal seperti mengejan, batuk, bersin, mengangkat benda 6. Terapi fisik: traksi pelvis, Ultrasound wave diatermi, kompres
berat, membungkuk panas/dingin, TENS, korset lumbal, menurunkan berat badan,
 Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan bersepeda, berenang
miksi, defekasi dan disfungsi seksual Terapi bedah jika:
Pemeriksaan neurologi 5. Terapi konservatif gagal
1. Tes Laseque, Bragard, Sicard 6. Iskialgia memberat
2. Tes untuk meningkatkan tekanan intratekal: tes Nafziger, tes Valsava 7. Ada gangguan miksi, defekasi maupun seksual
Pemeriksaan Penunjang  Elektromiografi (EMG), foto polos lumbar & 8. Ada bukti klinis terganggunya radiks saraf (weakness & numbness)
MRI : gold standar HNP 9. Mengganggu ADL
referred pain  Level 3A

DEFINISI ETIOLOGI MANIFESTASI KLINIS


Referred Pain Convergence Theory
Pain arising from a  The cells in columna posterior that
visceral organ radiates to receive noxious sensations from
the afferents in the skin also receive
dermatome level that input from nociceptors in the
receives sensory fibers viscera
from  When visceral afferents receive a
the organ concerned. strong stimulation  the cortex
may misinterprete the source

Facilitation Theory
the visceral pain facilitates input from a
somatic structure
Contoh:
Phantom Limb: suatu tipe dari referred pain, merupakan sensasi nyeri
dari lengan/kaki yang hilang, dan seseorang sudah tidak lagi
menerima rangsangan fisik pada daerah tersebut. Phantom limb
dirasakan hampir sebagian besar pada orang2 dengan kaki yang telah
diamputasi atau quadriplegia.

Miokard Infark: khas nyeri dada sebelah kiri dirasakan hingga bahu
dan lengan kiri dan sampai ke rahang
CARPAL TUNNEL SYNDROME  Level Kompetensi : 3A
Literatur :Richard S.Snell, Anatomi Klinik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1997 & Mahar Marjono, dkk, Neurologi Klinis Dasar, edisi I

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Sindroma dengan gejala kesemutan Faktor resiko :  Carpal tunnel yang mirip terowongan berada di pergelangan tangan
dan rasa nyeri pada pergelangan  Umur (29-62 dibentuk oleh 8 tulang carpal dan fleksor retinaculum atau ligamentum
tangan terutama 3 jari pertama tahun) carpal tranversalis. Di dalam carpal tunnel dilewati oleh tendon fleksor
yaitu, ibu jari, telunjuk, dan jari  Jenis kelamin digitorum profunda dan superficialis, tendon polisis longus, N.
tengah sebagai akibat adanya (PR>LK 5X) Medianus(paling superficial dibawah ligamentum karpi tranversum).
tekanan pada saraf medianus  Hobi/kebiasaan  Bila kedudukan antara telapak tangan terhadap lengan bawah bertahan
dalam terowongan karpal yang (Pergelangan secara tidak fisiologis untuk waktu lama, maka gerakan-gerakan tangan
letaknya dipergelangan tangan. tangan bergerak akan mengakibatkan tepi lig. Carpi tranversum bersentuhan dengan N.
ritmik dan terus- medianus secara berlebihan. Ada bagian persendian tangan yang
menerus) mengalami tekanan atau regangan yang berlebih dan sebagai mekanisme
 Riwayat penyakit kompensasi, tubuh berusaha memperkuat bagian yang mendapat
(RA, DM, bebaban berlebih ini antara lain dengan memepertebal tepi lig. Carpi
menopause, tranversum. Penebalan ini akan mempersempit terowongan ini sehingga
obesitas) mengiritsi N. medianus. Iritasi secara terus menerus pada nervus
 Riwayat pekerjaaan medianus ini bisa di akibatkan berbagai macam factor (sistemik/lokal).
 N. medianus sendiri 94% merupakan sensoris , sedangkan 6% merupakan
motoris.
 Dengan demikian, pada awalnya gejala berupa parestesia sampai
hipoanestesia. Bila sudah ada gejala motorik, maka iritasi sudah
berlangsung lama.
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
Manifestasi klinis : 1.Bidai pergelangan tangan : biasanya digunakan pada pasien
 Sensasi terbakar pada jari-jari dengan gejalaringan sampai sedang yang berlangsung kurang dari
 Kulit tangan kering dan mengkilap 1 tahun. Digunakanuntuk imobilisasi tangan supaya tidak fleksi
 Gejala bertahap dan ekstensi tangan
 Nyeri pada tangan dan pergelangan 2.Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID).
 Rasa baal dan kesemutan pada jari, terutama jari tengah dan manis Berfungsi untuk menghilangkan
 Lemah dalam mencengkram nyerijikaterdapatperadangan.Contoh:ibuprofen,ketoprofen, dan
 Tangan terasa seperti membengkak meloxicam.
 Nyeri semakin parah saat malam hari, biasanya menggangu tidur 3.Kortikosteroid.
 Flick sign  gejala mereda saat mengibaskan pergelangan tangan Disuntikan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkannyeri
Pemeriksaan fisik : dan mengurangi peradangan serta mengecilkan lig. Carpi
– Tinel’s sign (tapping median nerve) tranversum yang membesar.
– Phalen’s test (compression of nerve) 4.Operasi.
– Muscle strength (thenar strength) Diindikasikan jika gejala CTS menetap selama 6-8 minggu terapi
Lab tests  X-ray, MRI konservatif gagal atau jika ada deficit neurologis progresif.
Electrodiagnostic tests Bertujuan untuk mengurangi tekanan di carpal tunnel
– Electromyography yaitudengan cara membelah lapisan transcutaneus
– Nerve conduction (electric shocks) (TCL/Transcutaneus layer).

NOTE :
TARSAL TUNNEL SYNDROME  Level Kompetensi : 3A

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Suatu kondisi yang disebabkan oleh kompresi Banyak faktor yang ikut berperan terhadap Diduga faktor mekanik dan faktor vaskular
dari nervus tibialis atau percabangannya yang terjadinya tarsal tunnel neuropati. Massa memegang peranan penting dalam terjadinya
melewati bagian sebelah bawah dari flexor jaringan lunak berperan utama terjadinya tarsal tunnel sindrom. Tekanan yang berulang-
retinaculum setinggi pergelangan kaki atau kompresi neuropati pada posterior nervus ulang dan lama pada saraf akan menyebabkan
lebih ke distal tibialis. Contoh massa seperti lipoma, peninggian tekanan intravesikular. Akibatnya
penebaan tendon, neoplasma didalam kanalis aliran darah vena vesikular melambat.
tarsal, tumor pada nervus dan varises vena. Kongesti yang terjadi akan mengganggu nutrisi
Deformitas juga berperan terhadap neuropati intravesikular lalu diikuti anoksia yang akan
karena dapat meningkatkan tekanan atau merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan
kompres pada nervus tibialis. mengakibatkan kebocoran protein sehingga
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap terjadi edema epineural. Apabila kondisi ini
terjadinya tarsal tunnel sindrom : terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural
• Kompresi akibat kompartemen yang yang merusak serabut saraf. Penekanan yang
menyempit berulang pada saraf yang melebihi tekanan
• Adanya pembengkakan jaringan sekitar perfusi kapiler akan menyebabkan terjadinya
• Ketegangan berulang-ulang pada saraf gangguan mikrovaskular. Hal ini menyebabkan
yang melalui struktur yang mengalami hilangnya lapisan mielin sehingga terjadi
kelainan. keterlambatan konduksi saraf pada daerah
• Tekanan oleh karena penyembuhan yang terkena.
tulang yang kurang baik (malunion) Ketika kompresi yang akut terjadi, konduksi
• Gesekan yang disebabkan oleh saraf terhambat. Kompresi yang semakin
penyempitan yang berulang-ulang dari berat menimbulkan iskemik dan timbulnya
serabut saraf peninggian tekanan intravesikular akan makin
• Dislokasi yang berulang-ulang memperparah kerusakan saraf. Akibat
kerusakan ini, penyembuhan menjadi lambat
dan berlangsung lama dan penyembuhan
dapat tidak sempurna
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
 Anamnesis  Medikamentosa :
Rasa sakit, gejala yang palin sering terjadi pada sindrom tarsal tunnel, Pemberian analgesic dan NSAID dapat dilakukan pada TTS. Selain
biasanya rasa terbakar atau kesemutan. Hal itu dapat terjadi ketika itu dapat dilakukan injeksi lokal steroid ke dalam kanal tarsal.
seseorang berdiri, berjalan atau menggunakan sepatu jenis tertentu. Daerah Terapi konservatif dilakukan dalam pengobatan awal neuropati
rasa sakit di sekitar kaki biasanya makin parah selama berjalan dan bisa terowongan tarsal termasuk penggunaan anestesi lokal dan
hilang dengan istirahat. Adakalanya, rasa sakit juga terjadi selama istirahat. steroid soluble, yang dapat membantu dalam pengurangan nyeri.
Pada beberapa kasus atropi pada otot intrinsik kaki perlu diperhatikan.  Surgical therapy
Meskipun hal ini mungkin secara klinis sulit dipastikan. Eversi dan dorsofleksi Ketika terapi konservatif selama 6-8 minggu gagal untuk
dapat memperparah gejala. mengurangi gejala-gejala pasien, intervensi bedah dapat
 Pemeriksaan fisik dilakukan.
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan penurunan sensitivitas terhadap
sentuhan ringan, tusukan peniti, dan suhu
Ditemukan tinel sign yaitu suatu radiasi nyeri dan parastesia sepanjang
perjalanan saraf seringkali dapat dirangsang dari posterior ke medial
malleolus.Dilakukan dengan perkusi pada terowongan tarsal dengan posisi
tangan sedikit dorsofleksi.
Ditemukan juga Phalen sign dengan cara penderita melakukan fleksi secara
maksimal. Bila dalam waktu 30 detik timbul gejala diatas, tes ini menyokong
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk
menegakkan diagnosa.
 Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan lab
 Electromyography (EMG) dan nerve conduction velocity
(NCV)
 Radiologis : Magnetic resonance imaging (MRI)
Neuropati  Level Kompetensi : 3A
Literatur:
 Peripheral Neuropathy, from: www.ninds.nih.gov
 Richard S.Snell, Anatomi Klinik, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1997
 Mahar Marjono, dkk, Neurologi Klinis Dasar, edisi I, Dian Rakyat, Jakarta, 2000

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Kegagalan saraf membawa Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan neuropati, antara lain: Terdapat berbagai macam teori
informasi dari dan menuju otak dan  Herediter peneyebab neuropati, diantaranya
medula spinalis. Hal ini dapat o Penyakit Charcot-marie-Tooth adalah :
menyebabkan rasa nyeri, kehilangan o Friedreich’s ataxia  Teori Metabolik
sensasi, dan ketidak mampuan  Penyakit sistemik atau metabolik  Teori Neurovaskuler/vaskuler
untuk mengontrol kerja otot o Diabetes Melitus (neuropati diabetik) (iskemik-hipoxik)
o Defesiensi B12 (Cyano cobalamin)  Teori Oto-imun
o Peminum alkohol (Alkoholik neuropati)  Teori perubahan support
o Uremia (akibat gagal ginjal) neurotropik
 Akibat Infeksi atau inflamasi  Iskemia syaraf/hipoksia
o AIDS, Hepatitis, Colorado tick fever, Difteri, Sindrom
Guillain Barre, Lepra, Poliartritis nodosa, Reumathoid
Artritis, Sarkoidosis, Sifilis, Sistemik Lupus Eritematosus
(SLE) & Amiloid
 Akibat terpapar toksin
o N2O & Logam berat(arsen, merkuri)
 Neuropati akibat sekunder dari penggunaan obat (cysplatin,
isoniazid, vincristine, floroquinolone)
 Penyebab lain
o Iskemia
o Terpapar udara dingin dalam waktu lama.
o Bell’s palsy
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
Manifestasi Klinis : Medikamentosa :
 Tergantung pada jenis saraf (sensorik, motorik, otonom)  Obat-obatan analgetik (aspirin, ibuprofen)kurang efektif
 Perubahan sensasi(sensorik) : terbakar, nyeri, geli, tebal, atau mati mengatasi nyeri neuropati
rasa, atau ketidakmampuan untuk membedakan posisi  Antikonvulsi (Gabapentin) dan antidepresan (amitiptylin)lebih
 Kesulitan untuk bergerak(motorik): kelemahan, atropi, kejang otot, efektif, tetapi memiliki efek samping : mengantuk, pusing, tekanan
paralisis darah menurun, dan keletihan, leukopenia, mual, muntah, dan
 Gejala otonom : Penglihatan kabur, Gangguan produksi keringat, pusing
Pusing yang terjadi saat berdiri atau pingsan karena turunnya  Topikal : krem Capsaicin (Zostrix)
tekanan darah, Intoleransi terhadap panas, perut kembung,  Injeksi : Memblok saraf (Lidokain) bermanfaat bila disertai dengan
merasa perut penuh (sebah), Diare, Konstipasi, Inkontinensia urin, pengobatan lain seperti medikasi dan fisioterapi.
Impotensi  Menghindari pencetus(obat-obatan, racun, gula darah)
Gejala biasanya memberat pada malam hari.  Pemberian suplemen vitamin B12
Non-Medikamentosa:
Pemeriksaan:  Fisioterapi (SWD, TENS)
 Pemeriksaan neurologis : (abnormalitas motorik, sensorik,  Massase
otonom,reflek-reflek fisiologis dan patologis)  Akupuntur
 Pemeriksaan fisik
 EMG(membedakan neuropati dengan kerusakan pada otot
(miopati))
 EEG (epilepsi)
 Biopsi saraf
 Pemeriksaan darah (diabetes, defesiensi vitamin)
 Pemeriksaan radiologis dan imaging (bila diperlukan)
Peroneal palsy  Level Kompetensi : 3A
Literatur:
 Adam n victor principles of neurooo 
 Marciniak, Christina, Fibular neuropathy
Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis
Merupakan mononeuropati paling Etiologi paling sering : trauma, contoh: Patogenesisnya dibagi menjadi 2, yaitu:
sering pada ekstremitas inferior  Recurring external pressure (bed rest,  Stretching yang berlebihan
sering menyilakan kaki) Terjadinya gangguan pada saraf peroneal,
 Laserasi dari gergaji, baling-baling jika terjadi regangan yang berlebihan,
kapal, emotong rumput, dsb.. misalnya adanya dislokasi dari sendi knee,
laserasi dari saraf peroneal, dan berbagi
macam aktivitas olahraga lainnya.
 Kompresi yang berlebihan
Berdasarkan jeni kompresinya, bisa dibagi
menjadi eksternal dan internal.
Bila eksternal, berarti datang dari luar, yaitu
kebiasaan crossing legs, bed ridden..
Kalo internal, berarti seperti pregnancy
(jaringan subkutan menebal, penekanan
saraf peroneal dimungkinkan terjadi),
adanya ganglia intra neural juga bisa..

Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan


Anamnesis : • Common peroneal nerve seringkali kembali sendiri fungsinya
 Penting untuk ditanyakan, apa faktor resiko yang dalam 3 bulan setelah cidera.
menyebabkan! (kehamilan, kebiasaan menyilangkan kaki, dan • Hilangkan nyeri  terapi suhu, topical lidocaine 3x1, capsaicin
sebagainya) topical 3x1, SSRI  fluoxetine 1x20mg, antiepilepsi 
 Bila ada lesi dari nervus fibularis komunis, manifestasi: gabapentin 1x300mg, opioids μ-receptor agonis  fentanil
 Drop foot patch
 High stepping gait • Splint AFO  menahan posisi kaki, menstabilkan cara
 Tidak bisa dorsofleksi kaki berjalan, mencegah tersandung karena foot drop, dan
 Tidak bisa eversi kaki mencegah kontraktur tumit.
 Gangguan sensoris daerah anterolateral kaki dan dorsum • Bila tidak ada perbaikan dalam 2-3 bulan,  indikasi operasi.
kaki. (tendon transfer  keren nih  )
 Bila lesi pada n. fibularis superfisialis
 Hilang sensoris pada 4 jari utama
 Nyeri bagian lateral kaki
 Mati rasa dan parestesia pada kaki
 Kelemahan pada eversi dari kaki
 Hilang rasa pada dorsum kaki
 Bila lesi pada n fibularis profunda
 Kelemahan dorsofleksi
 Nyeri pada waktu dorsofleksi
 Hilang sensasi pada area kecil antara jari1 dan jari 2
Pemeriksaan fisik :
 Lakukan semua pemeriksaan neurologis lengkap! (karena
tidak semata2 pasien datang dengan drop foot pasti lesi
nervus fibularis, namun lesi di atas dari itu juga bisa
menyebabkan drop foot, misalnya, pada stroke lacunar pada
homunculus kaki, juga bisa, meskipun jarang ), juga pasti
ada yang membedakan, misalnya jika lesi pada n.fibularis
dibandingkan dengan lesi pada sciatic nerve, pasti kelainan
akan lebih banyak terdapat pada lesi sciatic nerve, meskipun
sama2 lower motor neuron. Sedangkan jika lesi n. fibularis
dibandingkan pada lesi pada spinal cord atau korteks motorik,
maka akan terdapat perbedaan tonusnya!
 Pada lesi n fibularis, periksa sensoris dan motoris
(miotom)nya, tonus kaki sisi lesi akan menurun, powernya
juga akan menurun sesuai inervasi saraf fibularis, contoh:
 L2 – m. illipsoas – fleksi hip  normal
 L3 – M.quadriceps femoris – ekstensi lutut  normal
 L4 – m. anterior tibialis – dorsofleksi kaki  menurun
 L5 – m. ekstensor hallucis longus – dorsofleksi ibu jari 
normal
 S1 – m gastrocnemius, peroneus longus brevis 
plantarfleksi kaki dan eversi : menurun
Pemeriksaan penunjang :
 Struktural :
 X-ray
 Ct-scan
 Mri
 Fungsional
 EMG

Ini nih gan dasar berpikirnya kalo ada keluhan seperti itu 
Amnesia pasca trauma

definisi Etiologi dan faktor resiko patogenesis


Amnesia pasca trauma: 1. Cedera kepala primer  hasil dari kerusakan Patofisiologi yang pasti belum diketahui
Periode setelah trauma kapitis mekanik yang terjadi saat injury. Contoh fraktur Pengolahan suatu memori baru melibatkan
dimana informasi tentang kejadian tengkorak, EDH SDH SAH ICH dan difus axonal korteks serebri, proyeksi subkortikal,
yang berlangsung tidak disimpan. injury hippocampus, diencephalon, dan thalamus.
Suatu gangguan mental dg 2. Cedera kepala sekunder  terjadi setelah Semuanya merupakan area yang sering
karakteristik disorientasi, gangguan trauma awal, ditandai dgn kerusakan neuron mengalami kerusakan pada Traumatic Brain
atensi, kegagalan memori kejadian akibat efek fisiologis sistemik dari injury. Injury.
dari hari ke hari, ilusi, dan salah dalam Contoh oedem cerebri, hipoksia, iskemi Lesi pada lobus frontalis juga berperan dalam
mengenali teman dan keluarga. cerebral, dll. terjadinya PTA, karena kerusakan pada area
ini berkaitan dgn terjadinya iritabilitas,
agresifitas, disinhibisi.

Subyektif dan pemeriksaan Penatalaksanaan


Klasifikasi
PTA retrograde: hilangnya kemampuan untuk mengingat secara total Perkiraan Durasi dari PTA berdasarkan tingkat keparahan brain injury:
atau parsial kejadian yang terjadi sesaat sebelum trauma kapitis GCS Duration of PTA Duration of LOC
PTA anterograde: suatu deficit dalam membentuk memori baru Mild 13-15 <1 jam <1jam
setelah kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi Moderate 9-12 30 min-24 jam 1 jam-24 jam
yang tidak akurat Severe 3-8 >24jam >24 jam

Gejala Klinis: Tx: Suportif!


 Disorientation/confusion a. Environmental Modification  melibatkan kerjasama semua
 Restlessness, thrashing, needing to wander tenaga kesehatan, menciptakan lingkungan tenang, nyaman
 Aggression and/or agitation dan memberikan stimulus sedikit demi sedikit untuk
 Combative membantu pasienmemperoleh kembali ingatannya.
 Moaning, calling out,”child-like behaviour” b. Management of aggression 
 Disinhibited or inappropriate social behavior Harus diperiksa dulu  agitasi karena apa? Jangan2 ada
 Fear and paranoia peningkatan TIK atau kegawatan lainnya.
 Over sensitivity to light Antiepilepsi seperti carbamazepin n as. Valproat bole diberikan
 Fatigue untuk mengatasi agitasi.
 Decreased attention and/or concentration Benzodiazepin TIDAK BOLEH diberikan karena dpt
 Fixation on a single topic menimbulkan perburukan dari confusion/amnesia
 Lack of continuous memory
 Hallucinations
 Sleep/wake cycle disrupted
TUMOR CNS (PRIMER & SEKUNDER)  Level Kompetensi : 2
Literatur :
1. Mahar, M., Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta, 2000 : 390 – 402
2. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1999 : 201 – 207
3. Adams and Victors, Intracranial Neoplasms & Paraneoplastic Disorders in Manual of edisi 7, McGraw Hill, New York, 2002 : 258 – 263
4. Ausman. Intra cranial neoplasma in AB Berker (ed.) Clinical neurology. Philadelphia:Harper & Row, 1987:57-66

Definisi Etiologi & Faktor Resiko Patogenesis


Suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak Faktor resiko: -
(benigna) ataupun ganas (maligna),  Herediter
membentuk massa dalam ruang tengkorak —-Riwayat tumor otak dalam satu anggota
kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang keluarga jarang ditemukan kecuali pada
belakang (medulla spinalis).Neoplasma pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa dapat dijumpai pada anggota-anggota
tumor primer maupun metastase. Apabila sel- sekeluarga.
sel tumor berasal dari jaringan otak itu  Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell
sendiri(meningioma, astrositoma dan Rest)
neurofibroma), disebut tumor otak primer dan Ada kalanya sebagian dari jaringan embrional
bila berasal dari organ-organ lain tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan
(metastase) seperti ; kanker paru, payudara, merusak jaringan di sekitarnya. Perkembangan
prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor abnormal itu dapat terjadi pada
otak sekunder kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan
kordoma.
 Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka
terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada
bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu
glioma.
 Virus
 Substansi-substansi Karsinogenik
Subyektif & Obyektif (pemeriksaan fisik & pemeriksaan penunjang) Penatalaksanaan
-Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, Pemilihan jenis terapi pada tumor otak tergantung pada beberapa
karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala meragukan tapi faktor, antara lain :
umumnya berjalan progresif.  kondisi umum penderita
—-Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:  tersedianya alat yang lengkap
 Gejala serebral umum  pengertian penderita dan keluarganya
Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia)  luasnya metastasis. (5)
berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan Adapun terapi yang dilakukan, meliputi :
aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, Penurunan TIK
ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian manitol 20% atau
pada 65% kasus. pemberian steroid. Pemberian steroid secara dramatis mengurangi
Gejala lain berupa : edema sekeliling tumor intrakranial, namun tidak berefek langsung
1. Nyeri Kepala terhadap tumor.
Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan Pembedahan
berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada —-Pembedahan dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis histologik
saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian dan untuk mengurangi efek akibat massa tumor. Kecuali pada tipe-tipe
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor tumor tertentu yang tidak dapat direseksi.
asthenia perlu dicurigai tumor otak —-Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembedahan
2. Muntah tumor otak yakni: diagnosis yang tepat, rinci dan seksama,
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih perencanaan dan persiapan pra bedah yang lengkap, teknik
sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah neuroanastesi yang baik, kecermatan dan keterampilan dalam
bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual. pengangkatan tumor, serta perawatan pasca bedah yang baik,
3. Kejang Berbagai cara dan teknik operasi dengan menggunakan kemajuan
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada teknologi seperti mikroskop, sinar laser, ultrasound aspirator, bipolar
25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan coagulator, realtime ultrasound yang membantu ahli bedah saraf
2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai mengeluarkan massa tumor otak dengan aman.
penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila: Radioterapi
 Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun —-Tumor diterapi melalui radioterapi konvensional dengan radiasi
 Mengalami post iktal paralisis total sebesar 5000-6000 cGy tiap fraksi dalam beberapa arah.
 Mengalami status epilepsi Kegunaan dari radioterapi hiperfraksi ini didasarkan pada alasan bahwa
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi sel-sel normal lebih mampu memperbaiki kerusakan subletal
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain dibandingkan sel-sel tumor dengan dosis tersebut. Radioterapi akan
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% lebih efisien jika dikombinasikan dengan kemoterapi intensif.
pasen dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan Kemoterapi
25% pada glioblastoma. —-Jika tumor tersebut tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan,
4. Gejala peningkatan tekanan intrakranial kemoterapi tetap diperlukan sebagai terapi tambahan dengan metode
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang yang beragam. Pada tumor-tumor tertentu seperti meduloblastoma
timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan dan astrositoma stadium tinggi yang meluas ke batang otak, terapi
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil edem. tambahan berupa kemoterapi dan regimen radioterapi dapat
Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh membantu sebagai terapi paliatif.
PTIK.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
1. Lobus frontal 5. Tumor di ventrikel ke III
 Perubahan kepribadian  Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
 Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi
kontra lateral, kejang fokal peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
 Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom 6. Tumor di cerebello pontin angie
foster kennedy  Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia  Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya
2. Lobus parietal berupa gangguan fungsi pendengaran
 Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal  Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari
hemianopsi homonym daerah pontin angel
 Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan 7. Tumor Hipotalamus
pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom  Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
gerstmann’s  Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
3. Lobus temporal perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism,
 Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
yang didahului dengan aura atau halusinasi 8. Tumor di cerebelum
 Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese  Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat
 Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat erjadi disertai dengan papil udem
diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.  Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
4. Lobus oksipital spasme dari otot-otot servikal
 Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan 9. Tumor fosa posterior
 Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia  Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma
Diagnosis Pemeriksaan penunjang Gambaran CT Scan tumor otak
—-Diagnosa dilakukan untuk mengetahui —-Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus —-CT Scan merupakan alat diagnostik yang
informasi jenis tumor, karakteristiknya, dilakukan pemeriksaan yang spesifik untuk penting dalam evaluasi pasen yang diduga
lokasinya, batasnya, hubungannya dengan memperkuat diagnosa dan mengetahui letak menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan
system ventrikel, dan hubungannya dengan tumor. untuk mendeteksi tumor yang berpenampang
struktur vital otak misalnya sirrkulus willisi dan  Elektroensefalografi (EEG) kurang dari 1 cm dan terletak pada basis
hipotalamus. Pemeriksaan tambahan  Foto polos kepala kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak,
mencakup ct scan dan mri bila perlu diberikan  Arteriografi umumnya tampak sebagai lesi abnormal
kontras agar dapat mengetahui batas-batas  Computerized Tomografi (CT Scan) berupa massa yang mendorong struktur otak
tumor. Pemeriksaan invasive seperti  Magnetic Resonance Imaging (MRI) disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi
angiografi serebral yang dapat memberikan jaringan udem yang terlihat jelas karena
gambaran system pendarahan tumor, dan densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
hungannya dengan system pembuluh darah perdarahan atau invasi mudah dibedakan
sirkulus willisy selain itu dapat mengetahui dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya
hubungan massa tumor dengan vena otak dan yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan
sinus duramatrisnya yang fital itu. terlihat lebih nyata bila pada waktu
Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala- pemeriksaan CT Scan disertai dengan
gejala yang dirasakan oleh penderita yang pemberian zat kontras.
mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang —-
telah diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya Penilaian CT Scan pada tumor otak: (11)
nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan Tanda proses desak ruang:
melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin  Pendorongan struktur garis tengah itak
ditemukan adanya gejala seperti edema papil  Penekanan dan perubahan bentuk
dan deficit lapangan pandang.(9,10) ventrikel
Kelainan densitas pada lesi:
 hipodens
 hiperdens atau kombinasi
kalsifikasi, perdarahan
Udem perifokal
Lampiran  sama seperti bodrex 07 

You might also like