Professional Documents
Culture Documents
Rumaysho
Rumaysho
Rumaysho
Banyak hadits menerangkan bahwa istri kita di surga tetap lebih baik dari
hurul ‘iin (bidadari surga). Walaupun hadits yang membicarakan hal tersebut
dho’if.
Namun para ulama menerangkan bahwa istri kita lebih utama dari bidadari di
surga.
Istri kita di dunia ketika masuk surga akan lebih baik dari bidadari surga,
bahkan istri kita sendiri yang paling disenangi dan paling disukai suaminya.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa rombongan
yang pertama kali masuk surga berbentuk semisal bulan di malam purnama.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya pula, apakah kecantikan bidadari surga sama
dengan istri kita sebagaimana disebut dalam Al-Quran?
Jawab Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, yang nampak, istri kita
lebih baik daripada bidadari surga dilihat dari kecantikannya. Demikian
disebut dalam Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb 2/4 sebagaimana penomoran Asy-
Syamilah
Referensi:
Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 218912: https://islamqa.info/ar/218912
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
JUMLAH ISTRI DI SURGA
Kita lihat dahulu, ada kekhususan bagi syuhada (yang mati syahid di medan
perang), akan mendapatkan 72 bidadari. Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib Al-
Kindi radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صاَلل رَيِنغدفرَر دلرَه دفىِ أدشودل ددنفدعلة دوديِدرىَ دمنقدعددهرَ دمدن انلدجشندة دورَيِدجاَرَر دمنن دعدذا د
ب خ دت د ا دس ت دللِششدهيِدد دعنندد ش د
َضرَع دعدلِىِ درنأدسده دتاَرَج انلدودقاَدر انلديِاَرَقودترَة دمنندهاَ دخنيِرر دمدن التدننديِا
انلدقنبدر دوديِأندمرَن دمدن انلدفدزدع الدنكدبدر دورَيِو د
دودماَ دفيِدهاَ دورَيِدزشورَج انثدندتنيِدن دودسنبدعيِدن دز نودجةة دمدن انلرَحودر انلدعيِدن دورَيِدششفرَع دفىِ دسنبدعيِدن دمنن أددقاَدردبده
“Bagi orang yang mati syahid di sisi Allah enam keutamaan: (1) ia diampuni
tatkala pertama kali darahnya muncrat; (2) ia melihat tempat duduknya di
surga; (3) ia diselamatkan dari siksa kubur; (4) ia diamankan tatkala hari
kebangkitan; (4) kepalanya diberi mahkota kewibawaan, satu berlian yang
menempel di mahkota itu lebih baik dari pada dunia seisinya; (5) ia dinikahkan
dengan 72 gadis dengan matanya yang gemulai; (6) ia diberi hak memberi
syafaat 70 orang dari kerabatnya.” (HR. Ahmad, 4: 131; Tirmidzi, no. 1663;
Ibnu Majah, no. 2799. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
ل الشدذىَ أدنحديِاَ د
َك دلدنا رَثشم ديِندرَخرَل دبنيِدترَه دفدتندرَخرَل دعدلِنيِده دز نودجدتاَهرَ دمدن انلرَحودر انلدعيِدن دفدترَقولددن انلدحنمرَد د ش د
تَك – دقاَدل – دفديِرَقورَل دماَ أ رَنعدطدىِ أددحرد دمنثدل دماَ أ رَنعدطيِ ردوأدنحديِاَدناَ دل د
“Kemudian ia masuk rumahnya dan masuklah menemuinya dua biadadari
surga, lalu keduanya berkata: Segala puji bagi Allah yang telah
menghidupkanmu untuk kami dan yang menghidupkan kami untukmu. Lalu
laki-laki itu berkata: “Tidak ada seorangpun yang dianugerahi seperti yang
dianugerahkan kepadaku.” (HR. Muslim, no. 188)
Dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri inilah, Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan,
Hal ini dikuatkan pula dengan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صرَقودن دفيِدهاَ دولدَِهلل لد ديِنب ر، صودردة انلدقدمدر دلنيِدلِدة انلدبنددر َصودررَترَهنم دعدلِىِ ر َأدشورَل رَزنمدرلة دتلِدرَج انلدجشندة ر
ب دوانلدف ش
ِهلل دودمدجاَدمرَررَهرَم، ضدة طرَهنم دمدن الشذده د َِهلل أدنمدشاَ ر، ب
َِهلل آدنديِرَترَهنم دفيِدهاَ الشذده ر، طودنَطودن دولد ديِدتدغشو ر َخ ر
ديِنمدت د
حلد دمننرَهنم دز نودجدتاَدن ِهلل دولدرَكلُل دوا د، ك َِهلل دودرنشرَحرَهرَم انلدمنس ر، َالدلرَشوةر
“Rombongan yang pertama kali masuk surga berbentuk rembulan di malam
purnama. Mereka tidak akan meludah, tidak akan berdahak, dan tidak akan
buang air di dalamnya. Bejana-bejana dan sisir-sisir mereka terbuat dari emas
dan perak. Tempat bara api mereka terbuat dari kayu wangi. Keringat mereka
adalah minyak kesturi. Setiap mereka memiliki dua istri.” (HR. Bukhari, no.
3245 dan Muslim, no. 5065)
Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Al-Musayyib, ‘Ikrimah, Al-Hasan Al-
Bashri, Qatadah, Al-A’masy, Sulaiman At-Taimi, Al-Auza’i, semuanya
menafsirkan bahwa yang dimaksud ayat ini adalah mereka sibuk menggauli
para perawan. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Kartsir, 6: 347)
Tentunya jika seorang mukmin menghendaki lebih dari dua bidadari maka
akan dikabulkan oleh Allah berdasarkan keumuman firman Allah,
Apa saja yang dihasratkan dan diminta oleh penghuni surga maka akan
dikabulkan oleh Allah.
Dari ‘Abdullah bin Qais, dari bapaknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
Kita kadang tak sadar dengan perkara syirik, masih saja diri kita terjerumus
di dalamnya begitu juga orang sekitar kita. Karena syirik ada yang berupa
amalan hati seperti RIYA’ dan TAWAKKAL pada selain Allah. Begitu pula
banyak di antara kita yang meremehkan perkara shalat. Lihatlah banyak yang
mengaku muslim namun shalatnya sering bolong-bolong.
INGATLAH!
Syirik tidak akan diampuni jika dibawa mati. Lebih parah lagi, sudah
terjerumus syirik ditambah lagi meninggalkan shalat.
Moga Allah memberikan kita taufik dan hidayah supaya dijauhkan dari DOSA
SYIRIK dan DOSA MENINGGALKAN SHALAT.
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
Coba perhatikan balasan untuk mereka yang lambungnya jauh dari tempat
tidurnya karena sibuk shalat malam,
( دفدل16) جدع ديِندرَعودن درشبرَهنم دخ نوةفاَ دودطدمةعاَ دودمشماَ دردزنقدناَرَهنم رَيِنندفرَقودن دتدتدجاَدفىِ رَجرَنورَبرَهنم دعدن انلدم د
ضاَ د
(17) س دماَ أ رَنخدفديِ دلرَهنم دمنن قرَشردة أدنعرَيِلن دجدزاةء دبدماَ دكاَرَنوا ديِنعدمرَلِودن
دتنعدلِرَم دننف ر
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada
Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa
apa rezki yang Kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat
yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa
yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 16-17)
Allah membalas dengan surga yang belum pernah dilihat oleh mata dan belum
pernah didengar oleh telinga. Kenapa dibalas dengan sesuatu yang tidak
pernah kita lihat? Hal itu dikarenakan shalat malam itu dilakukan diam-diam.
Karenanya Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,
أخفىِ القوم أعماَل فأخفىِ ا تعاَلىِ لهم ماَ ل عيِن رأت ول أذن سمعت
“Jika suatu kaum menyembunyikan amalannya, maka Allah akan
menjanjikan pada mereka sesuatu yang mereka tidak pernah memandangnya
dan tidak pernah mendengarnya.” (Tafsir Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-
Qur’an, Penerbit Dar Al-Fikr, 14: 67)
تاَمل كيِف قاَبل ماَ اخفوه من قيِاَم اللِيِل باَلجزاء الذيِ اخفاَه لهم مماَ ل تعلِمه نفس
“Renungkanlah, bagaimanakah bentuk balasan bagi yang melaksanakan
shalat malam dengan sembunyi-sembunyi, mereka mendapatkan balasan
dengan sesuatu yang jiwa mereka tidak mengetahuinya.”
Kalau amalan shalat malam kita disembunyikan, maka akan terhapus dosa
sebagaimana kata Ka’ab Al-Ahbar,
من تعبد ل ليِلِة حيِث ل يِراه أحد يِعرفه خرج من ذنوبه كماَ يِخرج من ليِلِته
“Siapa yang beribadah pada Allah pada malam hari saat tak seorang pun
melihatnya, maka dosa-dosanya akan keluar sebagaimana ia mau keluar
untuk shalat malamnya.” (Hilyah Al-Auliya’, 5: 383. Dinukil dari Ta’thir Al-
Anfas, hlm. 235)
Putriku bercerita :
Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai.
Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-
akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku
berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.
Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di
tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku,
"Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah)
terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya
doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"
Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di
sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan
dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi
melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah
ayahku…
Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan
memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha
menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah
engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata
kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun
keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang,
tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.
Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- :
"Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah
Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…".
Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya
kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, ظا ووهاوو اا اخييررا رحافف ر
يووتتتووللى ال لSungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang
صتتالففحييون
Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum
kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti
melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan
sholat duha atau tidak..??
Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi
kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya
hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra,
Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha
suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah
menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan
menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi
suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…
Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya
kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di
tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut
mengatur…
Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah
ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah
tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu
keselamatan telah tertutup…
Maka ketuklah pintu langit dengan do'a, dan yakinlah dengan pengabulan
Allah….
Demikianlah….Alhamdulillahi Robbil 'Aaalamiin (SELESAI…)
Janganlah pernah putus asa…jika Tuhanmu adalah Allah…
Cukup ketuklah pintunya dengan doamu yang tulus…
Hiaslah do'amu dengan berhusnudzon kepada Allah Yang Maha Suci
Lalu yakinlah dengan pertolongan yang dekat dariNya…
(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html ,
Diterjemahkan oleh Firanda Andirja)
SUDAH PENUHI HAL INI PADA ORANG TUA KITA?
Ada beberapa bentuk berbuat baik pada orang tua mungkin di antara kita
belum memenuhinya dan patut untuk diingatkan:
1. Berbuat baik dan mengabdi pada keduanya dengan JIWA DAN HARTA
selama mereka masih hidup.
2. Memenuhi janji mereka yang belum dipenuhi setelah meninggal dunia.
3. Mendo’akan mereka berdua di SETIAP WAKTU.
4. Memuliakan teman-teman dekat dari orang tua. Dalam hadits disebutkan,
bentuk berbakti yang paling baik adalah menyambung hubungan dengan
teman baik dari bapaknya.
Bentuk durhaka yang sederhana saja yang disebutkan oleh para ulama, coba
perhatikan ungkapan di bawah ini.
“Ketika orang tuamu memandangmu (ingin berbicara padamu, pen.), engkau
malah menoleh pada lainnya.”
Anak lelaki yang paling kecil seumuran denganku (yaitu sekitar 45 tahunan).
Yang menakjubkan, seluruh anak-anaknya berbakti kepada pamanku".
Mampukah kita membalas budi orang tua? Terutama ibu kita yang
menanggung kesulitan ketika hamil, melahirkan, menyusui hingga menyapih.
Ada seorang anak yang diceritakan pernah memikul ibunya ketika thowaf
keliling Ka’bah, itu pun belum bisa dikatakan membalas setarik nafas yang ia
keluarkan ketika melahirkan kita. Wallahul musta’an.
Ada dua hadits yang disebutkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Adabul
Mufrod pada hadits no. 10 dan 11 yang menerangkan bagaimana balas budi
pada orang tua sebagaimana berikut ini.
لو يويجفزىِ وولودد ووالفودها إفلل أوين يوفجودها وميملايوركا فويويشتوفريوها فويايعتفقوها
“Seorang anak tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika dia
menemukannya dalam keadaan diperbudak, lalu dia membelinya kemudian
membebaskannya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 10,
shahih) Lihat Al Irwa’ (1737): [Muslim: 20, kitab Al ‘Itqu, hal 25-26]
Orang itu lalu berkata, “Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi
kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Belum, walaupun setarik nafas yang ia
keluarkan ketika melahirkan.” Beliau lalu thawaf dan shalat dua raka’at pada
maqam Ibrahim lalu berkata, “Wahai Ibnu Abi Musa (Abu Burdah),
sesungguhnya setiap dua raka’at (pada makam Ibrahim) akan menghapuskan
berbagai dosa yang diperbuat sesudahnya.” (Dikeluarkan oleh Bukhari dalam
Adabul Mufrod no. 11, shahih secara sanad)
Jika kita telah melihat kedua hadits di atas bahwa jasa orang tua (terutama
ibu) teramat sulit itu dibalas, lantas bagaimana kita membalas jasa mereka?
Jadilah anak yang berbakti, taat pada perintah mereka selama dalam
kebaikan, jadi pula anak sholih yang rajin menyertai mereka dalam do’a-do’a
kita. Jika mereka telah tiada, banyak doakan mereka, jadilah anak sholih yang
giat ibadah karena setiap amalan anak bermanfaat bagi orang tua yang sudah
tiada, juga ikatlah hubungan baik dengan kerabat dan kolega mereka. Ibnu
Umar berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Semoga kita jadi anak yang berbakti dan dimudahkan untuk meraih surga
dengan bakti tersebut. Wallahu waliyyut taufiq.
Sekarang kita akan mengetahui lebih jauh mengenai khitan dan hukumnya.
adalah untuk menjaga agar di sana tidak terkumpul kotoran, juga agar leluasa
untuk kencing, dan supaya tidak mengurangi kenikmatan dalam
bersenggama. (Fiqh Sunnah, 1/37)
Hukum khitan
Allah Ta’ala berfirman, ك أوفن اتلبفيع فمللةو إفيبورافهيوم وحفنيفرتتا ووومتتا وكتتاون فمتتون ايلاميشتتفرفكيون
“ ثالم أويووحييونا إفلويي وKemudian
kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang
yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.” (An Nahl : 123)
2. Nabi memerintah laki-laki yang baru masuk Islam dengan sabdanya,” ك أويل ف
ق وعين و
وشتتتتيعور ايلاكيفتتتتفر ووايختوتفتتتتينHilangkanlah rambut kekafiran yang ada padamu dan
berkhitanlah.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi, dan dihasankan oleh Al Albani).
Hal ini menunjukkan bahwa khitan adalah wajib.
Jika hadits ini dha’if, maka khitan tetap wajib bagi perempuan sebagaimana
diwajibkan bagi laki-laki, karena pada asalnya hukum untuk laki-laki juga
berlaku untuk perempuan kecuali terdapat dalil yang membedakannya dan
dalam hal ini tidak terdapat dalil pembeda.
Khitan pada laki-laki terdapat suatu maslahat di dalamnya karena hal ini
akan berkaitan dengan syarat sah shalat yaitu thoharoh (bersuci). Jika kulit
pada kemaluan yang akan dikhitan tersebut dibiarkan, kencing yang keluar
dari lubang ujung kemaluan akan ada yang tersisa dan berkumpul pada
tempat tersebut.
Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit/pedih tatkala bergerak dan jika
dipencet/ditekan sedikit akan menyebabkan kencing tersebut keluar sehingga
pakaian dapat menjadi najis. Adapun untuk perempuan, tujuan khitan adalah
untuk mengurangi syahwatnya.
Dan ini adalah suatu bentuk kesempurnaan dan bukanlah dalam rangka
untuk menghilangkan gangguan.” (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, I/99-100 dan
Asy Syarhul Mumthi’, I/110)
Kesimpulan :
Hal ini sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata
bahwa, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqah Hasan dan
Husain dan mengkhitan mereka berdua pada hari ketujuh (setelah kelahiran,-
pen).” (HR. Ath Thabrani dalam Ash Shogir)
Kedua hadits ini memiliki kelemahan, namun saling menguatkan satu dan
lainnya. Jalur keduanya berbeda dan tidak ada perawi yang tertuduh berdusta
di dalamnya. (Lihat Tamamul Minnah, 1/68)
Sangat baik sekali jika khitan dilakukan ketika anak masih kecil agar luka
bekas khitan cepat sembuh dan agar anak dapat berkembang dengan
sempurna. (Lihat Al Mulakkhos Al Fiqh, 37). Selain itu, khitan pada waktu
kecil akan lebih menjaga aurat, dibanding jika dilakukan ketika sudah besar.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Pengertian Salaf
Oleh karena itu, Fairuz Abadi dalam Al Qomus Al Muhith mengatakan, ”Salaf
juga berarti orang-orang yang mendahului kamu dari nenek moyang dan
orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu.” (Lihat Al
Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani , ’Amr Abdul Mun’im Salim dan Al Wajiz
fii Aqidah Salafish Sholih , Abdullah bin Abdul Hamid Al Atsary)
Mungkin banyak orang saat ini yang merasa asing dengan kata salaf, namun
kata ini tidaklah asing di kalangan ulama. Imam Bukhari -ahli hadits
terkemuka- menuturkan,”Rasyid bin Sa’ad mengatakan,’Dulu para SALAF
menyukai kuda jantan, karena kuda seperti itu lebih tangkas dan lebih kuat’.”
Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari bahwa salaf tersebut
adalah para sahabat dan orang setelah mereka.
Imam Nawawi –ulama besar madzhab Syafi’i- mengatakan dalam kitab beliau
Al Adzkar, ”Sangat bagus sekali do’a para SALAF sebagaimana dikatakan Al
Auza’i rahimahullah Ta’ala, ’Orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat
istisqo’ (minta hujan), kemudian berdirilah Bilal bin Sa’ad, dia memuji Allah
…’.” Salaf yang dimaksudkan oleh Al Auza’i di sini adalah Bilal bin Sa’ad, dan
Bilal adalah seorang tabi’in. (Lihat Al Manhajus Salaf ’inda Syaikh al-Albani )
Siapakah Salaf?
Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,”Sebaik-baik manusia adalah
generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya
lagi.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan Tirmidzi).
Setelah kita mengetahui bahwa salaf adalah generasi terbaik umat ini, maka
apakah kita wajib mengikuti jalan hidup salaf?
Allah telah meridhai secara mutlak para salaf dari kaum muhajirin dan anshor
serta kepada orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah Ta’ala
berfirman yang artinya,”Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100).
Untuk mendapatkan keridhaan yang mutlak ini, tidak ada jalan lain kecuali
dengan mengikuti salafush sholih.
Allah juga memberi ancaman bagi siapa yang mengikuti jalan selain orang
mukmin. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang
bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115).
Yang dimaksudkan dengan orang-orang mukmin ketika ayat ini turun adalah
para sahabat (para salaf). Barangsiapa yang menyelisihi jalan mereka akan
terancam kesesatan dan jahannam. Oleh karena itu, mengikuti jalan salaf
adalah wajib.
Setelah kita mengetahui bahwa mengikuti jalan hidup salafush sholih adalah
wajib, maka bolehkah kita menyandarkan diri pada salaf sehingga disebut
salafi (pengikut salaf)? Tidakkah ini termasuk golongan/kelompok baru
dalam Islam?
Orang yang mengikuti jalan hidup Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan
sahabatnya (salafush sholih) inilah yang selamat dari neraka. Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Yahudi telah terpecah
menjadi 71 golongan; satu golongan masuk surga, 70 golongan masuk neraka.
Nashrani terpecah menjadi 72 golongan; satu golongan masuk surga, 71
golongan masuk neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-
Nya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan; satu golongan masuk surga
dan 72 golongan masuk neraka.
Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita, Ada seseorang yang bertanya kepada
Imam Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu
bertanya, “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam
Syafi’i.
“Setiap hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku.”
“Setiap masalah yang di sana ada hadits shahihnya menurut para ahli hadits,
lalu hadits tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan
rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah
matiku.”
“Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih
maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok.”
“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah
sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal
baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa
pun.”
Perkataan Imam Syafi’i di atas memiliki dasar dari dalil-dalil berikut ini di
mana kita diperintahkan mengikuti Al Qur ’an dan hadits dibanding perkataan
lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Rabbmu
sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak
menyadarinya” (QS. Az Zumar: 55). Sebaik-baik yang diturunkan kepada kita
adalah Al Qur ’an dan As Sunnah adalah penjelas dari Al Qur ’an.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr: 7).
Semoga kata-kata Imam Syafi’i di atas menjadi teladan bagi kita dalam
berilmu dan beramal. Tidak membuat kita jadi fanatik dan taklid buta pada
suatu madzhab. Boleh saja kita menjadikan madhzab Syafi’i sebagai jalan
mudah dalam memahami hukum Islam. Namun ingat, ketika pendapat
madzhab bertentangan dengan dalil, maka dahulukanlah dalil.
Kalau kita mau melihat perkataan Imam Syafi’i secara seksama yang
dikatakan oleh Imam Nawawi, akan ada petunjuk bahwa dzikir setelah shalat
tidak perlu dikeraskan terus menerus.
Silakan kaji.
Dari Ibnu Jarir, ia berkata, ‘Amr telah berkata padaku bahwa Abu Ma’bad –
bekas budak Ibnu ‘Abbasmengabarkan
Cukup bagi imam dan makmum berdzikir pada Allah setelah selesai shalat
dengan disirrkan (dilirihkan). Kecuali jika imam ingin mengajarkan pada
makmum, maka ia boleh menjaherkan hingga makmum itu paham, setelah itu
tetap disirrkan (dilirihkan). Demikian hadits tersebut dipahami. (Syarh Shahih
Muslim, 5: 76)
Referensi:
Al- Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj . Cetakan pertama, tahun 1433
H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
Ada tiga sifat nabi Ibrahim – kholilullah (kekasih Allah)- yang bisa kita tiru.
Apalagi bagi orang yang ditimpa musibah dan mengharap terus jalan keluar
dari Allah, termasuk juga bagi yang berharap memiliki keturunan namun tak
kunjung diberi.
Moga kita bisa meniru sifat mulia Nabi Ibrahim di atas. Wallahu waliyyut
taufiq.
Referensi:
Para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Kita semua
pasti tahu bahwa shalat adalah perkara yang amat penting. Bahkan shalat
termasuk salah satu rukun Islam yang utama yang bisa membuat bangunan
Islam tegak.
Namun, realita yang ada di tengah umat ini sungguh sangat berbeda. Kalau
kita melirik sekeliling kita, ada saja orang yang dalam KTP-nya mengaku
Islam, namun biasa meninggalkan rukun Islam yang satu ini. Mungkin di
antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat sekali sehari, itu pun
kalau ingat.
Mungkin ada pula yang hanya melaksanakan shalat sekali dalam seminggu
yaitu shalat Jum’at. Yang lebih parah lagi, tidak sedikit yang hanya ingat dan
melaksanakan shalat dalam setahun dua kali yaitu ketika Idul Fithri dan Idul
Adha saja.
Memang sungguh prihatin dengan kondisi umat saat ini. Banyak yang
mengaku Islam di KTP, namun kelakuannya semacam ini. Oleh karena itu,
pada tulisan yang singkat ini kami akan mengangkat pembahasan mengenai
hukum meninggalkan shalat.
Semoga Allah memudahkannya dan memberi taufik kepada setiap orang yang
membaca tulisan ini.
Para Ulama Sepakat Bahwa Meninggalkan Shalat Termasuk Dosa Besar yang
Lebih Besar dari Dosa Besar Lainnya
Apakah Orang yang Meninggalkan Shalat Bisa Kafir alias Bukan Muslim?
Jadi, intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara para ulama
termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana hukum meninggalkan shalat
menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Silakan simak pembahasan selanjutnya.
Banyak ayat yang membicarakan hal ini dalam Al Qur’an, namun yang kami
bawakan adalah dua ayat saja.
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam-
sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat
(hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang
hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas,
sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang
merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim,
namun tempat orang-orang kafir.
ب ووآوومون وووعفمول و
صالفرحا إفلل ومين وتا و
”kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh”. Maka seandainya
orang yang menyiakan shalat adalah mu’min, tentu dia tidak dimintai taubat
untuk beriman.
وريأ ا
س الويمفر افليسلوام وووعاموادها ال ل
صلوةاا
”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah
shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam
Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi).
Dalam hadits ini, dikatakan bahwa shalat dalam agama Islam ini adalah
seperti penopang (tiang) yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh
(ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan islam, bisa ambruk
dengan hilangnya shalat.
Umar mengatakan,
“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.”
(Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot,
Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy
dalam sunannya, juga Ibnu ’Asakir. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan
oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209).
Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut,
tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Oleh karena itu,
hukum bahwa meninggalkan shalat adalah kafir termasuk ijma’ (kesepakatan)
sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab Ash
Sholah.
لو يووريوون وشييرئا فمون الويعومافل تويراكها اكيفدر وغييور ال ل-صلى ا عليه وسلم- ب اموحلمةد
صلوفةا وكاون أو ي
صوحا ا
[Kasus Kedua] Kasus kali ini adalah meninggalkan shalat dengan menganggap
gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika diajak untuk
melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini berlaku hadits-
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kafirnya orang
yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas
ulama salaf dari shahabat dan tabi’in.
[Kasus Ketiga] Kasus ini yang sering dilakukan kaum muslimin yaitu tidak
rutin dalam melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka
dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan
tidak kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap
lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang
benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah [Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir
hidupnya].
[Kasus Keempat] Kasus ini adalah bagi orang yang meninggalkan shalat dan
tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka
hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh).
Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang
dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
[Kasus Kelima] Kasus ini adalah untuk orang yang mengerjakan shalat hingga
keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering
mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir,
namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah
berfirman,
ووييدل لفيلام و
( اللفذيون هايم وعين و4) صنليون
(5) صولتففهيم وسااهوون
Penutup
Sudah sepatutnya kita menjaga shalat lima waktu. Barangsiapa yang selalu
menjaganya, berarti telah menjaga agamanya. Barangsiapa yang sering
menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi.
Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga kita
dapat mengingatkan kerabat, saudara dan sahabat kita mengenai bahaya
meninggalkan shalat lima waktu. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi
wa sallam
Baiknya istri kita tidak jadi konsumsi umum. Yang biasa terjadi adalah di
media sosial seperti Facebook, dll. Ada istri foto selfie sendirian. Ada pula yang
memamerkan kemesraan dengan suami di medsos.
Yang terjadi pula istri suka berdandan untuk orang lain ketika keluar rumah.
Sedangkan untuk suami? Dandannya pas-pasan, bahkan lebih senang
memamerkan bau keringat daripada kecantikannya.
Begini alasannya …
Seorang suami ketika sudah melakukan akad nikah, berarti perwalian dari
orang tua perempuan sudah berpindah padanya. Sehingga nafkah istri
sepenuhnya jadi tanggung jawab suami.
Nah … jika demikian berarti kecantikan istri secara mutlak milik suami dong.
Jika demikian, apakah layak istri itu diobral, ditonton banyak orang? Setiap
orang boleh menikmati kecantikannya?
Kalau penulis sendiri lebih senang kecantikan dan keelokan istri jadi milik
suami. Bukan diumbar di depan umum. Tidak pula dengan menyuruh istri
berdandan ketika keluar rumah.
Salah satu contoh istri teladan adalah Ummu Sulaim yang memiliki nama asli
Rumaysho. Meskipun anaknya kala itu meninggal dunia, ia masih tetap
berdandan cantik untuk suaminya. Dandanannya itu spesial untuk suaminya,
bukan yang lainnya. Kisahnya sebagai berikut.
َت َلنبهلهنهاَ َنل َكتنددثكوُا َأننباَ َطنبلنحنة َهباَببنههه َنحتت َأنككوُنن َأنننا ه
ت َاببنن َلنهب َطنبلنحنة َمبن َأكدم َكسلنبيمم َفنفنقاَلن ب س َقناَنل َنماَ ننعبن َأنن م
ه
صنتكع ت َلنكه َأنبحنسنن َنماَ َنكاَنن َتن ن صنتفنع بب َ– َفنفنقاَنل َ– َ كتث َتن ن ت َإهلنبيه َنعنشاَءء َفنأننكنل َنونشهر ن أكنحددثككه َ– َنقاَنل َ– َفننجاَنء َفنفنقتربن ب
ت َلنبوُ َأنتن َقنفبوُءماَ َأننعاَكروا ك َفنفوُقنع َهباَ َفنفلنتماَ َرأنت َأننته َقنبد َنشبهع َوأنصاَ ه ه
ت َنياَ َأننباَ َطنبلنحنة َأننرأنيب ن
ب َمبنفنهاَ َنقاَلن ب
نن ن ن ن ب ك قنفببنل َنذل ن ن ن ن
ب َنونقاَنل ه ت َنفاَبحتنهس ه م
َ َنقاَلن ب.نعاَهرينفتنفكهبم َأنبهنل َبفنبيت َفنطنلنبكوُا َنعاَهرينفتنفكهبم َأننلكبم َأنبن َنبيننفكعوُكهبم َنقاَنل َنل
َ َقناَنل َفنفغنض ن.ك ب َاببفنن ن
َفنأنبخبنفنركه َه نباَ َنكاَنن-صلى َال َعليه َوسلم-َ َ َنفاَنبطنلننق َنحتت َأننتى َنركسوُنل َاللتهه.ت َ كتث َأنبخبنفبرتههن َهباَببهن تنفنربكتهن َنحتت َتنفلنطتبخ ك
ه
ه ه
تَ َنقاَنل َفننحنملن ب.«َ َ َ» َنباَنرنك َاللتكه َلنككنماَ َهف َنغاَبههر َنبليفلنتككنما-صلى َال َعليه َوسلم-َ فنفنقاَنل َنركسوُكل َاللته
Dari Anas, ia berkata mengenai putera dari Abu Thalhah dari istrinya Ummu
Sulaim. Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, “Jangan beritahu Abu
Thalhah tentang anaknya sampai aku yang memberitahukan padanya.”
Abu Thalhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak
mengetahui hal itu hinggga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari
tentang kematian anakku?”
Kenapa dandanan istri hanya untuk suaminya, bukan jadi konsumsi umum?
Lihatlah perintah Allah,
لاَههلهيتهة َا ب ك
لونل ه
نوقنفبرنن َهف َبفككيوُتككتن َنونل َتنفبنفتربجنن َتنفبنفرنج َا بن
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzab:
33).
Maqatil bin Hayan mengatakan bahwa yang dimaksud berhias diri adalah
seseorang memakai khimar (kerudung) di kepalanya namun tidak
menutupinya dengan sempurna. Dari sini terlihatlah kalung, anting dan
lehernya. Inilah yang disebut tabarruj (berhias diri) ala jahiliyyah. Silakan kaji
dari kitab Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6: 183 (terbitan Dar
Ibnul Jauzi).
Itu tanda wanita shalihah tidaklah suka dandan keluar rumah. Dandanan
cantiknya spesial untuk suaminya saja.
Jika Anda -para suami- mendapati istri yang disayangi, yang selalu menjaga
kecantikannya hanya untuk suami saja, maka bersyukurlah. Karena itulah
ciri-ciri wanita terbaik sebagaimana disebut dalam hadits berikut ….
خيفنر َنقاَنل َالتهت َتنكسركه َإهنذا َ نظننر َنوتكهطيعككه َإهنذا َأننمنر َنونل َكتناَلهكفكه َهف ه صتلى َاللتكه َنعلنبيهه َنونسلتنم َأن ر ه ه ه ه
ي َالندنساَء َ ن ب قينل َلنركسوُل َاللته َ ن
ه ه ه
نفبفسنهاَ َنونماَ نلاَ َبناَ َينبكنرهك
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah
wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika
dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami
pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no.
3231 dan Ahmad 2: 432. Al-Hafizh Abu Thahir menyatakan bahwa sanad
hadits ini hasan)
Bandingkan dengan wanita saat ini, bahkan yang sudah berhijab. Mereka
lebih ingin jadi konsumsi umum daripada untuk suaminya sendiri. Itulah
bedanya wanita muslimah dahulu yang shalihah dengan yang sekarang yang
semakin rusak.
Semoga Allah beri hidayah pada para istri untuk menjadi istri shalihah serta
membahagiakan suami dan keluarga.
Bismillah … Segala pujian hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Hukum Menggambar
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang
yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan lalat
atau semut kecil (jika mereka memang mampu)!” (HR. Bukhari no. 5953 dan
Muslim no. 2111, juga Ahmad 2: 259, dan ini adalah lafazhnya)
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Siapakah yang lebih zholim daripada orang
yang mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan semut kecil, biji
atau gandum (jika mereka memang mampu)! ” (HR. Bukhari no. 7559)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau bersabda,
“Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari
kiamat adalah tukang penggambar.” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no.
2109)
صووور ياوعلذابوون يويووم ايلقفوياومفة ياوقاال لوهايم أويحايوا وما وخلويقتايم إفلن اللفذيون يو ي
صنواعوون هوفذفه ال ص
س بفونافف ة
خ ففيوها صوورةار اعنذ و
ب وحلتى يوينفاوخ ففيوها الصرووح وولويي و ومين و
صلوور ا
“Jibril ‘alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda,
“Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di
dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan
bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai
berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya
”terdapat gambar-gambar. (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani
)mengatakan bahwa hadits ini shahih
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut
gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini
)shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921
Mari kita perhatikan hadits Sa’id bin Abil Hasan berikut ini.
س إفننىس – رضى ا عنهما – إفيذ أووتاها وراجدل فووقاول ويا أووبا وعلبا ة ت فعينود ايبفن وعلبا ةوعين وسفعيفد يبفن أوفبى ايلوحوسفن وقاول اكين ا
تك إفلل وما وسفميع ا س لو أاوحندثا وصافويور .فووقاول ايبان وعلبا ةصنواع هوفذفه التل و صينوعفة يوفدىِ ٍ،ووإفننى أو ي
إفينوسادن ٍ،إفنلوما ومفعيوشفتى فمين و
او اموعنذباها ٍ،وحلتى يوينفاوخ ففيوها صوورةار فوإ فلن ل
صلوور ا اف – صلى ا عليه وسلم – يواقوال وسفميعتاها يواقوال » ومين و وراسوول ل
صنووع ٍ،ت إفلل أوين تو ي ك إفين أوبويي و خ ففيوها أوبوردا « .فووروبا اللراجال وريبووةار وشفديودةار ووا ي
صفولر وويجهاها .فووقاول ووييوح و الصرووح ٍ،وولويي و
س بفونافف ة
س ففيفه ارودح ك بفهووذا اللشوجفر ٍ،اكنل وشيىةء لويي و فووعلويي و
Dari Sa’id bin Abil Hasan, ia berkata, “Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu
‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi
beliau lantas ia berkata, “Wahai Abu ‘Abbas, aku adalah manusia.
Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar
seperti ini.” Ibnu ‘Abbas kemudian berkata, “Tidaklah yang kusampaikan
berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, “Barangsiapa yang
membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh
pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut
selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata
Ibnu ‘Abbas, “Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon
atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh.” (HR. Bukhari no. 2225)
Hadits ini menunjukkan bahwa gambar yang masih dibolehkan untuk dilukis
adalah gambar yang tidak memiliki ruh yaitu selain hewan dan manusia.
Hadits Sa’id di atas juga menunjukkan terlarangnya pekerjaan pelukis yang
hasil karyanya dengan melukis makhluk yang memiliki ruh. Namun jika yang
digambar adalah pepohonan, laut, gunung dan selain gambar yang memiliki
ruh, tidaklah masalah.
Jika kita sudah mengetahui secara jelas hukum gambar makhluk yang
memiliki ruh, sekarang kita beralih pada permasalahan yang lebih
kontemporer yang tidak dapati di masa silam. Mengenai masalah foto dari
jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang pendapat). Ada yang melarang
dan menyatakan haram karena beralasan:
Hadits yang membicarakan hukum gambar itu umum, baik dengan melukis
dengan tangan atau dengan alat seperti kamera. Lalu ulama yang melarang
membantah ulama yang membolehkan foto kamera dengan menyatakan bahwa
alasan yang dikemukakan hanyalah logika dan tidak bisa membantah sabda
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga mengharamkan dengan
alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut shuroh (gambar) walaupun
dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian.
Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas
yang telah disebutkan. Sisi pendalilan mereka:
Alasan kedua ini disampaikan oleh Syaikhuna –Syaikh Sa’ad Asy Syatsri
hafizhohullah, yang di masa silam beliau menjadi anggota Hay-ah Kibaril
‘Ulama (kumpulan ulama besar Saudi Arabia).
Pendapat kedua yang membolehkan foto hasil kamera, kami rasa lebih kuat
dengan alasan yang sudah dikemukakan.
Demikian pembahasan kami secara singkat dari penjelasan para ulama yang
kami peroleh. Moga bermanfaat. Semoga Allah senantiasa memberikan kita
ketakwaan untuk menjauhi segala yang Allah larang.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi
sempurna. Hanya Allah yang memberi taufik.
[1] Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalah guru penulis sendiri,
Syaikh Sholeh Al Fauzan –hafizhohullah-. Kami mendengar langsung ketika
beliau menjelaskan mengenai hukum gambar dari kitab Ad Durun Nadhid
karya Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, 18 Muharram 1433 H.
[2] Syaikh Sa’ad Asy Syatsri menyampaikan hal ini dalam sesi tanya jawab
Dauroh sehari mengenai masalah fitnah, 20 Muharram 1433 H di Masjid
Jaami’ ‘Utsman bin ‘Affan, Riyadh, KSA. Beliau menjadi pemateri ketiga
dengan materi “Qowa’id wa Dhowabith Ta’amul ‘indal Fitnah”. Tanya jawab ini
di rekaman penulis berada pada menit 83 – 85.
Kita sudah mengetahui hukum patung sebelumnya. Lantas bagaimana dengan hukum boneka
untuk mainan anak-anak?
Kebanyakan ulama -dari Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali- berpendapat bahwa diharamkan
membuat gambar dan patung kecuali untuk boneka (mainan anak-anak).
Al Qodhi ‘Iyadh menukil akan kebolehan tersebut dan ia katakan bahwa ini adalah pendapat
mayoritas ulama. Begitu pula Imam Nawawi mengikuti pendapat ini dalam Syarh Muslim.
Beliau rahimahullah berkata bahwa dikecualikan dari larangan gambar atau patung yaitu jika
dimaksudkan untuk boneka anak-anak karena ada dalil yang menunjukkan keringanan hal ini.
Kebolehan di sini terserah mainan tersebut dalam bentuk manusia atau hewan, baik berbentuk
tiga dimensi ataukah tidak, begitu pula yang berbentuk imajinasi yang tidak ada wujud aslinya
seperti kuda yang memiliki sayap.
Namun ulama Hambali memberikan syarat kebolehannya jika tidak ada kepala atau anggota
badannya tidak sempurna sehingga tidak dianggap bernyawa. Sedangkan ulama lainnya tidak
mempersyaratkan seperti itu.
Jumhur (baca: mayoritas ulama) berdalil dengan pengecualian di atas berdasarkan hadits ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata,
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menyebutkan, “Para ulama berdalil dengan hadits ini akan
bolehnya gambar (atau patung atau boneka) berwujud perempuan dan bolehnya mainan untuk
anak perempuan. Hadits ini adalah pengecualian dari keumumann hadits yang melarang
membuat tandingan yang serupa dengan ciptaan Allah. Kebolehan ini ditegaskan oleh Al Qodhi
‘Iyadh dan beliau katakan bahwa inilah pendapat mayoritas ulama.” (Fathul Bari, 10: 527).
Sedangkan Ibnu Hajar berpendapat bahwa kebolehan bermain dengan boneka seperti ini telah
mansukh (dihapus). Namun hadits ‘Aisyah lainnya menunjukkan bahwa klaim mansukh tersebut
tidaklah tepat.
ت ونافحيوةو النسيتفر
ت فريدح فووكوشفو ي ك أويو وخييبوور ووففى وسيهووتفوها فسيتدر فوهوبل ي فمين وغيزووفةا توابو و-صلى ا عليه وسلم- ا قوفدوم وراسوال ل ف
ع فووقاول » وما وووروأىِ بويينوهالن فووررسا لوها وجوناوحافن فمين فروقا ة.ت بوونافتى وقالو ي.« ب فووقاول » وما هووذا ويا وعائفوشةا ت لفوعائفوشةو لاوع ة
وعين بوونا ة
و
.« س لها وجوناوحافن و و ي و و و ل و
قاول » فور د. قالت وجوناوحافن.« قاول » وووما هوذا الفذىِ وعلييفه.س و و و و ل و و
قالت فور د.« هووذا اللفذىِ أورىِ وويسطهان
ي
ك وحلتى ورأويي ا
.ت نوووافجوذاه ضفح و ت أولن لفاسلوييوماون وخييلر لووها أويجنفوحةد وقالو ي
ت فو و ت أووما وسفميع ووقالو ي
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tiba dari perang Tabuk atau Khoibar, sementara
kamar ‘Aisyah ditutup dengan kain penutup. Ketika ada angin yang bertiup, kain tersebut
tersingkap hingga mainan boneka ‘Aisyah terlihat. Beliau lalu bertanya, “Wahai ‘Aisyah, apa
ini?” ‘Aisyah menjawab, “Itu mainan bonekaku.” Lalu beliau juga melihat patung kuda yang
mempunyai dua sayap. Beliau bertanya, “Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini
apa?” ‘Aisyah menjawab, “Boneka kuda.” Beliau bertanya lagi, “Lalu yang ada di bagian
atasnya itu apa?” ‘Aisyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau bertanya lagi, “Kuda mempunyai dua
sayap!” ‘Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman
mempunyai kuda yang punya banyak sayap?” ‘Aisyah berkata, “Beliau lalu tertawa hingga aku
dapat melihat giginya.” (HR. Abu Daud no. 4932 dan An Nasai dalam Al Kubro no. 890. Al
Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan). Hadits ini diceritakan setelah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Tabuk. Ini sudah menunjukkan bahwa
hadits ini tidak dimansukh (dihapus) karena datangnya belakangan.
Ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hambali beralasan dengan pengecualian tersebut bahwa
mainan tadi dibolehkan karena ada hajat untuk mendidik anak. Ini berarti, jika tujuannya hanya
sekedar dipajang di rumah, maka tentu tidak dibolehkan karena ada bahasan sendiri tentang
hukum memajang gambar.
Dari penjelasan di atas, berarti dibolehkan boneka untuk mainan anak perempuan dalam rangka
mendidik mereka supaya anak perempuan bisa jadi lebih penyayang. Namun aman dan lebih
selamat (baca: sikap wara’), boneka tersebut tanpa wujud yang sempurna, tanpa kepala atau
wajahnya dihilangkan. Wallahu a’lam.
Referensi:
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Al Hafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al ‘Asqolani,
terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H.
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu-un Al Islamiyyah, Kuwait, jilid
ke-12.
Sumber : https://rumaysho.com/3568-hukum-boneka.html
Hukum Membuat Patung
Aug 23, 2013Muhammad Abduh Tuasikal, MScUmum8
Bagaimana hukum membuat patung? Ada patung yang tidak diagungkan, hanya sedekar
dipajang. Ada juga patung besar yang dijadikan sebagai monumen. Ada pula yang diagungkan
secara berlebihan sehingga akhirnya disembah atau diibadahi seperti di zaman nabi Nuh ‘alaihis
salam. Mari kita lihat ulasan para ulama secara singkat mengenai hukum membuat patung.
Menurut jumhur ulama dari madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hambali berpendapat akan
haramnya membuat shuroh, baik itu gambar tiga dimensi (yaitu patung), begitu pula gambar
selain itu. Bahkan Imam Nawawi katakan bahwa haramnya hal ini adalah ijma’ (kata sepakat
ulama). Namum klaim ijma’ tersebut tidaklah tepat karena ulama Malikiyah menyelisihi dalam
hal ini. Pendapat mayoritas ulama inilah yang lebih tepat berdasarkan dalil-dalil larangan
membuat sesuatu yang serupa dengan ciptaan Allah.
ٍ فولولما ورآها وراسوال، ت بفقفوراةم فلى وعولى وسيهووةةا فلى ففيوها توومافثيال ا – صلى ا عليه وسلم – فمين وسفوةر ووقويد وستوير ا قوفدوم وراسوال ل ف
ت فووجوعيلوناها ق ل
وقالو ي. « اف ضااهوون بفوخيل ف س وعوذاربا يويووم ايلقفوياومفة اللفذيون يا وا – صلى ا عليه وسلم – هوتووكها وووقاول » أووشصد اللنا ف لف
فووساودةار أويو فووساودتوييفن
“Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dari suatu safar dan aku ketika itu
menutupi diri dengan kain tipis milikku di atas lubang angin pada tembok lalu di kain tersebut
terdapat gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau
merobeknya dan bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya pada hari kiamat
adalah mereka yang membuat sesuatu yang menandingi ciptaan Allah.” ‘Aisyah mengatakan,
“Akhirnya kami menjadikan kain tersebut menjadi satu atau dua bantal.” (HR. Bukhari no.
5954 dan Muslim no. 2107).
“Sesungguhnya orang yang peling berat siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah al
mushowwirun (pembuat gambar).” (HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109).
Mengenai hukum membuat bentuk tiga dimensi (patung), mayoritas ulama -selain Malikiyah-
mengharamkannya karena berdalil dengan dalil-dalil di atas. Dikecualikan untuk mainan anak-
anak, sesuatu yang dianggap remeh (dihinakan), begitu pula sesuatu yang sifatnya temporer
(tidak permanen) seperti jika dibuat dari manis-manisan dan adonan roti.
3- Menyerupai orang musyrik dalam membuat patung walau patung tersebut tidak disembah.
Jika sampai disembah, maka lebih jelas lagi terlarangnya.
Yang termasuk dalam larangan adalah untuk patung yang memiliki ruh yaitu manusia dan hewan,
tidak pada tumbuhan. Lihat bahasan “Hukum Memajang Foto Makhluk Bernyawa“.
Dalam Al Mughni karya Ibnu Qudamah disebutkan, “Ketika gambar atau patung dibentuk dari
badan tanpa kepala atau kepala tanpa badan atau dijadikan kepala tetapi bagian lainnya adalah
berbentuk lainnnya selain hewan, ini semua tidak termasuk dalam larangan.”
Namun menurut ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa jika bagian tubuh lain tidak ada, lalu
masih tersisa kepala, maka pendapat yang rojih (kuat), gambar atau patung tersebut masih tetap
haram.
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR.
Al-Baihaqi 7: 270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash
Shohihah no. 1921)
Membuat gambar atau patung imajinasi tetap masuk dalam hukum haram menurut ulama
Syafi’iyah. Seperti misalnya manusia yang memiliki sayap dan sapi yang memiliki paruh yang
ini semua tidak pernah nyata ada di makhluk. Namun beda halnya jika gambar atau patung untuk
mainan anak-anak karena ‘Aisyah dahulu pernah memiliki mainan berupa kuda yang memiliki
sayap. Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tertawa karena melihat ‘Aisyah
seperti itu sampai kelihatan gigi geraham beliau.[1]
Kalau demikian terlarang membuat patung, maka jelaslah bagaimana hukum jual beli patung dan
berprofesi sebagai pembuat patung, semuanya dihukumi haram. Namun penjelasannya akan
dihadirkan sendiri.
Demikian materi hukum membuat patung yang Rumaysho.Com sampaikan. Penjelasan di atas
penulis ringkas dari Ensiklopedia Fikih yang diterbitkan oleh Kementrian Agama Kuwait. Moga
bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, juz ke 12, hal. 92-111, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu-un Al
Islamiyyah.
Sumber : https://rumaysho.com/3566-hukum-membuat-patung.html
Hukum Memajang Foto Makhluk Bernyawa
Mar 14, 2011Muhammad Abduh Tuasikal, MScUmum417
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
Dalam berbagai hadits dilarang bagi kita untuk memajang gambar makhluk bernyawa. Gambar
yang terlarang dibawa ini adalah gambar manusia atau hewan, bukan gambar batu, pohon dan
gambar lainnya yang tidak memiliki ruh. Jika gambar tersebut memiliki kepala, maka
diperintahkan untuk dihapus. Karena kepala itu adalah intinya sehingga gambar itu bisa
dikatakan memiliki ruh atau nyawa. Agar lebih jelas perhatikan terlebih dahulu hadits-hadits
yang menerangkan hal tersebut. Hanya Allah yang beri taufik.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
”Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar
makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106)
ت وونووهى أوين يو ي
صنووع وذلف و
ك صووفر ففي ايلبويي ف
نووهى رسول ا صلى ا عليه وسلم وعفن ال ص
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau
melarang untuk membuat gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan beliau berkata bahwa hadits ini
hasan shahih)
Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
kepadanya,
“Jangan kamu membiarkan ada gambar kecuali kamu hapus dan tidak pula kubur yang
ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969) Dalam riwayat An-Nasai,
ت إفلل و
طوميستووها صوورةار ففي بويي ة
ووول ا
“Dan tidak pula gambar di dalam rumah kecuali kamu hapus.” (HR. An Nasai no. 2031. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
“Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan
beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim
dan Ismail ‘alaihimas ssalam tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib), maka
beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka, demi Allah keduanya tidak pernah
mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR. Ahmad 1/365. Kata Syaikh Syu’aib Al
Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan periwayatnya tsiqoh, termasuk
perowi Bukhari Muslim selain ‘Ikrimah yang hanya menjadi periwayat Bukhari)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahku
sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar.
Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai
tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda,
“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk
lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua
bantal darinya.”
“Saya membuat makanan lalu mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk datang.
Ketika beliau datang dan masuk ke dalam rumah, beliau melihat ada tirai yang bergambar,
maka beliau segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke
dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5351. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Pelajaran:
Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, menunjukkan bahwa yang dimaksud
gambar yang terlarang dipajang adalah gambar makhluk bernyawa (yang memiliki ruh) yaitu
manusia dan hewan, tidak termasuk tumbuhan. Sisi pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan
agar bagian kepala dari gambar tersebut dihilangkan, barulah beliau akan masuk ke dalam
rumah. Ini menunjukkan larangan hanya berlaku pada gambar yang bernyawa karena gambar
orang tanpa kepala tidaklah bisa dikatakan bernyawa lagi.
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR.
Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash
Shohihah no. 1921)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bisakah engkau jelaskan
mengenai jenis gambar yang mesti dihapus?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Gambar yang mesti dihapus adalah setiap gambar manusia
atau hewan. Yang wajib dihapus adalah wajahnya saja. Jadi cukup menghapus wajahnya
walaupun badannya masih tersisa. Sedangkan gambar pohon, batu, gunung, matahari, bulan dan
bintang, maka ini gambar yang tidak mengapa dan tidak wajib dihapus. Adapun untuk gambar
mata saja atau wajah saja (tanpa ada panca indera, pen), maka ini tidaklah mengapa, karena
seperti itu bukanlah gambar dan hanya bagian dari gambar, bukan gambar secara hakiki.” (Liqo’
Al Bab Al Maftuh, kaset no. 35)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam kesempatan yang
lain bahwa gambar makhluk bernyawa boleh dibawa jika darurat. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
ditanya, “Dalam majelis sebelumnya, engkau katakan bahwa boleh membawa gambar dengan
alasan darurat. Mohon dijelaskan apa yang jadi kaedah dikatakan darurat?”
Syaikh rahimahullah menjawab, “Darurat yang dimaksud adalah semisal gambar yang ada pada
mata uang atau memang gambar tersebut adalah gambar ikutan yang tidak bisa tidak harus turut
serta dibawa atau keringanan dalam qiyadah (pimpinan). Ini adalah di antara kondisi darurat
yang dibolehkan. Orang pun tidak punya keinginan khusus dengan gambar-gambar tersebut dan
di hatinya pun tidak maksud mengagungkan gambar itu. Bahkan gambar raja yang ada di mata
uang, tidak seorang pun yang punya maksud mengagungkan gambar itu.” (Liqo’ Al Bab Al
Maftuh, kaset no. 33)
Penjelasan hukum dalam tulisan di atas semata-mata berdasarkan dalil dari sabda Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan atas dasar logika semata. Semoga Allah
menganugerahkan sifat takwa sehingga bisa menjauhi setiap larangan dan mudah dalam
melakukan kebaikan. Wallahu waliyyut taufiq.
Sumber : https://rumaysho.com/1620-hukum-memajang-foto-makhluk-bernyawa.html
KITA AKAN DIPIMPIN OLEH YANG SEMISAL KITA
Di antaranya, kita bisa tahu bagaimanakah keadaan umat Islam saat ini. Ada
yang berilmu dan paham akan akidah, sehingga daerahnya memiliki pemimpin
yang baik dan seorang muslim.
Dalil pertama,
Dalil kedua,
Dalil ketiga,
Kandungan ayat ini adalah “Jika kalian adalah orang-orang yang taat dan
patuh niscaya Allâh Azza wa Jalla akan menjadikan orang yang penuh kasih
sayang sebagai pemimpin kalian. Namun jika kalian pelaku kemaksiatan,
niscaya Allâh akan menjadi orang jahat sebagai penguasa kalian.”
Dalil keempat,
Dalil kelima,
Ada perkataan yang sudah masyhur pula walau berasal dari hadits dho’if,
Pertama, giatkan terus majelis ilmu, karena umat Islam akan semakin jaya
dengan majelis ilmu dan dakwah.
Kedua, perbaiki akidah umat. Karena dakwah seperti inilah yang lebih
maslahat yang akan memperbaiki akidah umat sehingga Islam bisa jaya.
Allah Ta’ala berfirman,
َر
دولددقند دبدعنثدناَ دفيِ رَكلُل أشملة دررَسوةل أددن انعرَبرَدوا ش د
ا دوانجدتدنرَبوا الشطاَرَغو د
ت
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang
mengajak; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36). Ayat yang
mulia ini menunjukkan bahwa dakwah seluruh rasul adalah dakwah tauhid.
Kalau kita tempuh dakwah ini, itulah jalan keselamatan dan jalan terbaik
yang kita tempuh.
Yang ketiga, patut diingat adalah dakwah dengan akhlak. Karena dakwah
seperti inilah yang lebih mengena dan akan lebih membuat tertarik non-Islam.
لقَاد ت ل رَدتلُمدم د
صاَلددح الدنخ د َإدشندماَ رَبدعنث ر
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.” (HR.
Ahmad, 2: 381, shahih)
Waktu menunjukkan pukul 04.30 di jam tangan kami. Dan memang sengaja
kami setting agar tetap mengikuti Waktu Indonesia Barat.
Saat pukul 05.35, waktu di jam tangan kami, dari ruang pilot sudah
meneriakkan, “Sekarang waktu Shalat Fajar (Shalat Shubuh).”
Pelajaran Penting
2. Kami baru tahu ada musholla di dalam pesawat. Ini baru kami temui di
pesawat Saudia Airlines, belum di maskapai lainnya.
4. Sempat terjadi dialog dengan orang Indo yang ikut shalat. Kala itu ia
mengambil tayamum dengan debu di dinding pesawat. Orang Saudi sempat
menasihati. “Masih ada air dan bisa gunakan sedikit-sedikit saja. Tidak boleh
beralih pada tayamum.”
Memang benar, kami juga praktikkan seperti itu selama shalat di pesawat. Air
masih ada, dan Insya-Allah masih cukup untuk jamaah 400-an. Tak boleh
beralih sama sekali pada tayamum dalam kondisi ada air yang mencukupi
seperti itu.
Akhirnya, setelah dinasihati dengan baik dan santun, sambil kami juga
menerjemahkan perkataan orang Saudi, orang Indo pun beralih memakai air.
Semoga bisa jadi pelajaran berharga dan jadi penyemangat kita untuk
beribadah.
Tentunya tidak seorang muslimpun yang melarang tahlilan, bahkan yang melarang tahlilan
adalah orang yang tidak diragukan kekafirannya. Akan tetapi yang dimaksud dengan istilah
"Tahlilan" di sini adalah acara yang dikenal oleh masyarakat yaitu acara kumpul-kumpul di
rumah kematian sambil makan-makan disertai mendoakan sang mayit agar dirahmati oleh Allah.
Lebih aneh lagi jika ada yang melarang tahlilan langsung dikatakan "Dasar wahabi"..!!!
Seakan-akan pelarangan melakukan acara tahlilan adalah bid'ah yang dicetus oleh kaum
wahabi !!?
Sementara para pelaku acara tahlilan mengaku-ngaku bahwa mereka bermadzhab syafi'i !!!.
Ternyata para ulama besar dari madzhab Syafi'iyah telah mengingkari acara tahlilan, dan
menganggap acara tersebut sebagai bid'ah yang mungkar, atau minimal bid'ah yang makruh.
Kalau begitu para ulama syafi'yah seperti Al-Imam Asy-Syafii dan Al-Imam An-Nawawi dan
yang lainnya adalah wahabi??!!
A. Ijmak Ulama bahwa Nabi, para sahabat, dan para imam madzhab tidak pernah tahlilan
Tentu sangat tidak diragukan bahwa acara tahlilan –sebagaimana acara maulid Nabi dan bid'ah-
bid'ah yang lainnya- tidaklah pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak juga
para sahabatnya, tidak juga para tabi'in, dan bahkan tidak juga pernah dilakukan oleh 4 imam
madzhab (Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii, dan Ahmad rahimahumullah).
Akan tetapi anehnya sekarang acara tahlilan pada kenyataannya seperti merupakan suatu
kewajiban di pandangan sebagian masyarakat. Bahkan merupakan celaan yang besar jika
seseorang meninggal lalu tidak ditahlilkan. Sampai-sampai ada yang berkata, "Kamu kok tidak
mentahlilkan saudaramu yang meninggal??, seperti nguburi kucing aja !!!".
Tidaklah diragukan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah kehilangan banyak
saudara, karib kerabat, dan juga para sahabat beliau yang meninggal di masa kehidupan beliau.
Anak-anak beliau (Ruqooyah, Ummu Kaltsum, Zainab, dan Ibrahim radhiallahu 'anhum)
meninggal semasa hidup beliau, akan tetapi tak seorangpun dari mereka yang ditahlilkan oleh
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apakah semuanya dikuburkan oleh Nabi seperti menguburkan
kucing??.
Istri beliau yang sangat beliau cintai Khodijah radhiallahu 'anhaa juga meninggal di masa hidup
beliau, akan tetapi sama sekali tidak beliau tahlilkan. Jangankan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100,
ke-1000 bahkan sehari saja tidak beliau tahlilkan. Demikian juga kerabat-kerabat beliau yang
beliau cintai meninggal di masa hidup beliau, seperti paman beliau Hamzah bin Abdil
Muthholib, sepupu beliau Ja'far bin Abi Thoolib, dan juga sekian banyak sahabat-sahabat beliau
yang meninggal di medan pertempuran, tidak seorangpun dari mereka yang ditahlilkan oleh Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam.
Demikian pula jika kita beranjak kepada zaman al-Khulafaa' ar-Roosyidin (Abu Bakar,
Umar, Utsman, dan Ali) tidak seorangpun yang melakukan tahlilan terhadap saudara mereka atau
sahabat-sahabat mereka yang meninggal dunia.
Nah lantas apakah acara tahlilan yang tidak dikenal oleh Nabi dan para sahabatnya, bahkan
bukan merupakan syari'at tatkala itu, lantas sekarang berubah statusnya menjadi syari'at yang
sunnah untuk dilakukan??!!, bahkan wajib??!! Sehingga jika ditinggalkan maka timbulah
celaan??!!
" aka perkara apa saja yang pada hari itu (pada hari disempurnakan Agama kepada Nabi, yaitu
M
masa Nabi dan para sahabat-pen) bukan merupakan perkara agama maka pada hari ini juga
bukan merupakan perkara agama.”(Al-Ihkam, karya Ibnu Hazm 6/255)
Bagaimana bisa suatu perkara yang jangankan merupakan perkara agama, bahkan tidak dikenal
sama sekali di zaman para sahabat, kemudian lantas sekarang menjadi bagian dari agama !!!
B. Yang Sunnah adalah meringankan beban keluarga mayat bukan malah memberatkan
Yang lebih tragis lagi acara tahlilan ini ternyata terasa berat bagi sebagian kaum muslimin
yang rendah tingkat ekonominya. Yang seharusnya keluarga yang ditinggal mati dibantu,
ternyata kenyataannya malah dibebani dengan acara yang berkepanjangan…biaya terus
dikeluarkan untuk tahlilan…hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, hari ke-1000…
Tatkala datang kabar tentang meninggalnya Ja'far radhiallahu 'anhu maka Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam berkata :
"Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far, karena sesungguhnya telah datang kepada mereka
perkara yang menyibukan mereka" (HR Abu Dawud no 3132
طوعارما يايشبفاعهايم فإن ذلك اسنلةد ووفذيكدر وكفريدم وهو متتن ت وولوييلوتففه و
ت في يويوفم يوامو ا ت أو فذيِ قوورابوتففه أوين يويعومالوا فلويهفل ايلومين فب لففجيورافن ايلومين ف ووأافح ص
اا عليه وسلم ايجوعالوا فلفل وجيعفوةر طووعارمتا فتإنه قتد وج اوءهايم اف صلى ل ي وجيعفوةر قال رسول ل ففيعفل أويهفل ايلوخييفر قويبلوونا ووبويعودونا فلونلها لولما جاء نويع ا
أو يمتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتدر يو يشتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتوغلاهايم
"Dan aku menyukai jika para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk membuat makanan bagi
keluarga mayat yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat.
Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang
baik sebelum kami dan sesudah kami, karena tatkala datang kabar tentang kematian Ja'far maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'afar,
karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka" (Kitab Al-Umm 1/278)
PERTAMA : Pendapat madzhab Syafi'i yang mu'tamad (yang menjadi patokan) adalah
dimakruhkan berta'ziah ke keluarga mayit setelah tiga hari kematian mayit. Tentunya hal ini jelas
bertentangan dengan acara tahlilan yang dilakukan berulang-ulang pada hari ke-7, ke-40, ke-100,
dan bahkan ke-1000
"Para sahabat kami (para fuqohaa madzhab syafi'i) mengatakan : "Dan makruh ta'ziyah (melayat)
setelah tiga hari. Karena tujuan dari ta'ziah adalah untuk menenangkan hati orang yang terkena
musibah, dan yang dominan hati sudah tenang setelah tiga hari, maka jangan diperbarui lagi
kesedihannya. Dan inilah pendapat yang benar yang ma'ruf…." (Al-Majmuu' Syarh Al-
Muhadzdzab 5/277)
Setalah itu al-Imam An-Nawawi menyebutkan pendapat lain dalam madzhab syafi'i yaitu
pendapat Imam Al-Haromain yang membolehkan ta'ziah setelah lewat tiga hari dengan tujuan
mendoakan mayat. Akan tetapi pendapat ini diingkari oleh para fuqohaa madzhab syafi'i.
"Dan Imam al-Haromain menghikayatkan –satu pendapat dalam madzhab syafi'i- bahwasanya
tidak ada batasan hari dalam berta'ziah, bahkan boleh berta'ziah setelah tiga hari dan meskipun
telah lama waktu, karena tujuannya adalah untuk berdoa, untuk kuat dalam bersabar, dan
larangan untuk berkeluh kesah. Dan hal-hal ini bisa terjadi setelah waktu yang lama. Pendapat ini
dipilih (dipastikan) oleh Abul 'Abbaas bin Al-Qoosh dalam kitab "At-Talkhiis".
Al-Qoffaal (dalam syarahnya) dan para ahli fikih madzhab syafi'i yang lainnya
mengingkarinya. Dan pendapat madzhab syafi'i adalah adanya ta'ziah akan tetapi tidak ada
ta'ziah setelah tiga hari. Dan ini adalah pendapat yang dipastikan oleh mayoritas ulama.
Al-Mutawalli dan yang lainnya berkata, "Kecuali jika salah seorang tidak hadir, dan hadir setelah
tiga hari maka ia boleh berta'ziah"
Lihatlah dalam perkataan al-Imam An-Nawawi di atas menunjukkan bahwasanya dalih untuk
mendoakan sang mayat tidak bisa dijadikan sebagai argument untuk membolehkan acara tahlilan
!!!
Mereka (para ulama madzhab syafi'i) berkata : Yang dimaksud dengan "duduk-duduk untuk
ta'ziyah" adalah para keluarga mayat berkumpul di rumah lalu orang-orang yang hendak
ta'ziyah pun mendatangi mereka.
Mereka (para ulama madzhab syafi'i) berkata : Akan tetapi hendaknya mereka (keluarga mayat)
pergi untuk memenuhi kebutuhan mereka, maka barang siapa yang bertemu mereka memberi
ta'ziyah kepada mereka. Dan hukumnya tidak berbeda antara lelaki dan wanita dalam hal
dimakruhkannya duduk-duduk untuk ta'ziyah…"
"Dan aku benci al-maatsim yaitu berkumpulnya orang-orang (di rumah keluarga mayat –pen)
meskipun mereka tidak menangis. Karena hal ini hanya memperbarui kesedihan, dan
membebani pembiayayan….". ini adalah lafal nash (pernyataan) Al-Imam Asy-syafi'i dalam
kitab al-Umm. Dan beliau diikuti oleh para ahli fikih madzhab syafi'i.
Dan penulis (kitab al-Muhadzdzab) dan yang lainnya juga berdalil untuk pendapat ini dengan
dalil yang lain, yaitu bahwasanya model seperti ini adalah muhdats (bid'ah)" (Al-Majmuu'
Syarh Al-Muhadzdzab 5/278-279)
Sangat jelas dari pernyataan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ini bahwasanya para ulama
madzhab syafi'i memandang makruhnya berkumpul-kumpul di rumah keluarga mayat karena ada
3 alasan :
(1) Hal ini hanya memperbarui kesedihan, karenanya dimakruhkan berkumpul-kumpul meskipun
mereka tidak menangis
KETIGA : Madzhab syafi'i memandang bahwa perbuatan keluarga mayat yang membuat
makanan agar orang-orang berkumpul di rumah keluarga mayat adalah perkara bid'ah
ت وولوييلوتففه طووعارما يايشبفاعهايم فإن ذلك اسنلةد ووفذيكدر وكفريدم وهو متتن ت في يويوفم يوامو ا ت أو فذيِ قوورابوتففه أوين يويعومالوا فلويهفل ايلومين فب لففجيورافن ايلومين ف ووأافح ص
طوعارمتا فتإنه قتد وج اوءهايم اا عليه وسلم ايجوعالوا فلفل وجيعفوةر و اف صلى ل ي وجيعفوةر قال رسول ل ففيعفل أويهفل ايلوخييفر قويبلوونا ووبويعودونا فلونلها لولما جاء نويع ا
أو يمتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتدر يو شتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتتوغلهايم
ا ي
"Dan aku menyukai jika para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk membuat makanan bagi
keluarga mayat yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat.
Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang
baik sebelum kami dan sesudah kami, karena tatkala datang kabar tentang kematian Ja'far maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'afar,
karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka" (Kitab Al-Umm 1/278)
Akan tetapi jika ternyata para wanita dari keluarga mayat berniahah (meratapi) sang mayat maka
para ulama madzhab syafi'i memandang tidak boleh membuat makanan untuk mereka (keluarga
mayat).
Para sahabat kami (para ahli fikih madzhab syafi'i) rahimahullah berkata, "Jika seandainya para
wanita melakukan niahah (meratapi sang mayat di rumah keluarga mayat-pen) maka tidak boleh
membuatkan makanan bagi mereka. Karena hal ini merupakan bentuk membantu mereka dalam
bermaksiat.
Penulis kitab as-Syaamil dan yang lainnya berkata : "Adapun keluarga mayat membuat makanan
dan mengumpulkan orang-orang untuk makan makanan tersebut maka tidak dinukilkan sama
sekali dalilnya, dan hal ini merupakan bid'ah, tidak mustahab (tidak disunnahkan/tidak
dianjurkan)".
Ini adalah perkataan penulis asy-Syaamil. Dan argumen untuk pendapat ini adalah hadits Jarir
bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia berkata, "Kami memandang berkumpul di rumah keluarga
mayat dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayat termasuk niyaahah". Diriwayatkan
oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Maajah dengan sanad yang shahih" (Al-Majmuu' Syarh Al-
Muhadzdzab 5/290)
Diantara para ulama madzhab syafi'i lainnya yang menyatakan dengan tegas akan bid'ahnya
tahlilan adalah :
"Aku telah melihat pertanyaan yang ditujukan kepada para mufti kota Mekah tentang makanan
yang dibuat oleh keluarga mayat dan jawaban mereka tentang hal ini.
(Pertanyaan) : Apakah pendapat para mufti yang mulia di tanah haram –semoga Allah senantiasa
menjadikan mereka bermanfaat bagi manusia sepanjang hari- tentang tradisi khusus orang-orang
yang tinggal di suatu negeri, yaitu bahwasanya jika seseorang telah berpindah ke daarul jazaa'
(akhirat) dan orang-orang kenalannya serta tetangga-tetangganya menghadiri ta'ziyah (melayat)
maka telah berlaku tradisi bahwasanya mereka menunggu (dihidangkannya) makanan. Dan
karena rasa malu yang meliputi keluarga mayat maka merekapun bersusah payah untuk
menyiapkan berbagai makanan untuk para tamu ta'ziyah tersebut. Mereka menghadirkan
makanan tersebut untuk para tamu dengan susah payah. Maka apakah jika kepala pemerintah
yang lembut dan kasih sayang kepada rakyat melarang sama sekali tradisi ini agar mereka
kembali kepada sunnah yang mulia yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dimana beliau berkata, "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far", maka sang kepala
pemerintahan ini akan mendapatkan pahala karena pelarangan tersebut?. Berikanlah jawaban
dengan tulisan dan dalil !!"
Jawaban :
"Segala puji hanya milik Allah, dan semoga shalawat dan salam untuk Nabi Muhammad,
keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya setelahnya. Ya Allah aku meminta kepadMu
petunjuk kepada kebenaran.
Benar bahwasanya apa yang dilakukan oleh masyarakat berupa berkumpul di keluarga mayat dan
pembuatan makanan merupakan bid'ah yang munkar yang pemerintah diberi pahala atas
pelarangannya ….
Dan tidaklah diragukan bahwasanya melarang masyarakat dari bid'ah yang mungkar ini,
padanya ada bentuk menghidupkan sunnaah dan mematikan bid'ah, membuka banyak
pintu kebaikan dan menutup banyak pintu keburukan. Karena masyarakat benar-benar bersusah
payah, yang hal ini mengantarkan pada pembuatan makanan tersebut hukumnya haram. Wallahu
a'lam.
Ditulis oleh : Yang mengharapkan ampunan dari Robnya : Ahmad Zainy Dahlan, mufti madzhab
Syafi'iyah di Mekah"
Penulis Raddul Muhtaar berkata, "Dan dibenci keluarga mayat menjamu dengan makanan karena
hal itu merupakan bentuk permulaan dalam kegembiraan, dan hal ini merupakan bid'ah"…
Dan dalam al-Bazzaaz : "Dan dibenci menyediakan makanan pada hari pertama, hari ketiga,
dan setelah seminggu, serta memindahkan makanan ke kuburan pada waktu musim-musim
dst"…
Ditulis oleh pelayan syari'at dan minhaaj : Abdurrahman bin Abdillah Sirooj, Mufti madzhab
Hanafiyah di Kota Mekah Al-Mukarromah…
Ad-Dimyathi berkata : Dan telah menjawab semisal dua jawaban di atas Mufti madzhab
Malikiah dan Mufti madzhab Hanabilah" (Hasyiah I'aanat at-Thoolibin 2/165-166)
Penutup
Pertama : Mereka yang masih bersikeras melaksanakan acara tahlilan mengaku bermadzhab
syafi'iyah, akan tetapi ternyata para ulama syafi'iyah membid'ahkan acara tahlilan !!. Lantas
madzhab syafi'iyah yang manakah yang mereka ikuti ??
Kedua : Para ulama telah ijmak bahwasanya mendoakan mayat yang telah meninggal
bermanfaat bagi sang mayat. Demikian pula para ulama telah berijmak bahwa sedekah atas nama
sang mayat akan sampai pahalanya bagi sang mayat. Akan tetapi kesepakatan para ulama ini
tidak bisa dijadikan dalil untuk melegalisasi acara tahlilan, karena meskipun mendoakan mayat
disyari'atkan dan bersedakah (dengan memberi makanan) atas nama mayat disyari'atkan, akan
tetapi kaifiyat (tata cara) tahlilan inilah yang bid'ah yang diada-adakan yang tidak dikenal oleh
Nabi dan para sahabatnya. Kreasi tata cara inilah yang diingkari oleh para ulama syafi'iyah,
selain merupakan perkara yang muhdats juga bertentangan dengan nas (dalil) yang tegas :
- Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu : "Kami memandang berkumpul di rumah
keluarga mayat dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayat termasuk niyaahah".
Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Maajah dengan sanad yang shahih"
- Berlawanan dengan sunnah yang jelas untuk membuatkan makanan bagi keluarga mayat
dalam rangka meringankan beban mereka
Bid'ah sering terjadi dari sisi kayfiyah (tata cara). Karenanya kita sepakat bahwa adzan
merupakan hal yang baik, akan tetapi jika dikumandangkan tatkala sholat istisqoo, sholat
gerhana, sholat 'ied maka ini merupakan hal yang bid'ah. Kenapa?, karena Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah melakukannya.
Demikian juga bahwasanya membaca ayat al-kursiy bisa mengusir syaitan, akan tetapi jika ada
seseorang lantas setiap kali keluar dari masjid selalu membaca ayat al-kursiy dengan dalih untuk
mengusir syaitan karena di luar masjid banyak syaitan, maka kita katakan hal ini adalah bid'ah.
Kenapa?, karena kaifiyyah dan tata cara seperti ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para
sahabatnya.
Ketiga : Kalau kita boleh menganalogikan lebih jauh maka bisa kita katakan bahwasanya orang
yang nekat untuk mengadakan tahlilan dengan alasan untuk mendoakan mayat dan
menyedekahkan makanan, kondisinya sama seperti orang yang nekat sholat sunnah di waktu-
waktu terlarang. Meskipun ibadah sholat sangat dicintai oleh Allah, akan tetapi Allah telah
melarang melaksanakan sholat pada waktu-waktu terlarang.
- Dan hadits Jarir bin Abdillah tentang berkumpul-kumpul di keluarga mayat termasuk
niyaahah yang dilarang.
Keempat : Untuk berbuat baik kepada sang mayat maka kita bisa menempuh cara-cara yang
disyari'atkan, sebagaimana telah lalu. Diantaranya adalah mendoakannya kapan saja –tanpa harus
acara khusus tahlilan-, dan juga bersedakah kapan saja, berkurban atas nama mayat, menghajikan
dan mengumrohkan sang mayat, dll.
Adapun mengirimkan pahala bacaan Al-Qur'an maka hal ini diperselisihkan oleh para ulama.
Dan pendapat yang dipilih oleh Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah bahwasanya mengirimkan
pahala bacaan al-Qur'an tidak akan sampai bagi sang mayat.
Kelima : Kalaupun kita memilih pendapat ulama yang menyatakan bahwa mengirim bacaan al-
qur'an akan sampai kepada mayat, maka kita berusaha agar kita atau keluarga yang
mengirimkannya, ataupun orang lain adalah orang-orang yang amanah.
Adapun menyewa para pembaca al-Qur'an yang sudah siap siaga di pekuburan menanti
kedatangan para peziarah kuburan untuk membacakan al-quran dan mengirim pahalanya maka
hendaknya dihindari karena :
- Jika ternyata terjadi tawar menawar harga dengan para tukang baca tersebut, maka hal ini
merupakan indikasi akan ketidak ikhlasan para pembaca tersebut. Dan jika keikhlasan mereka
dalam membaca al-qur'an sangat-sangat diragukan, maka kelazimannya pahala mereka juga
sangatlah diragukan. Jika pahalanya diragukan lantas apa yang mau dikirimkan kepada sang
mayat??!!
- Para pembaca sewaan tersebut biasanya membaca al-Qur'an dengan sangat cepat karena
mengejar dan memburu korban penziarah berikutnya. Jika bacaan mereka terlalu cepat tanpa
memperhatikan tajwid, apalagi merenungkan maknanya, maka tentu pahala yang diharapkan
sangatlah minim. Terus apa yang mau dikirimkan kepada sang mayat ??!!
Pertanyaan :
Ustadz, saya ada pertanyaan. Apakah mungkin melihat Nabi shallallahu 'alahi
wa sallam dalam mimpi?, dan jika mungkin, maka bagaimana dengan
pengakuan Habib Munzir bahwa Ia bertemu Nabi dalam mimpi dan Nabi
mengabarkan bahwa Habib Munzir akan menyusul Nabi sebelum umur 40
tahun?? Jazaakallahu khoiron atas jawabannya.
JAWAB :
Bermimpi ketemu Nabi shallallahu 'alahi wasallam merupakan perkara yang
mungkin terjadi berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Akan tetapi para ulama
telah sepakat jika seseorang bermimpi bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam pun, lalu Nabi menyampaikan sesuatu dalam mimpi tersebut maka
mimpi tersebut tidak bisa dijadikan dalil dalam penentuan hukum yang baru,
apalagi sampai merubah atau memansukhkan suatu hukum.
Demikian juga halnya jika Nabi mengabarkan hal yang ghoib tentang masa
depan. Paling banter hanya sebagai 'isti'naas (penguat) saja dan bukan
penentu atau kepastian.
ضاون اا وعلوييفه وووسللوم ففي ايلومونافم فووقاول لوها الللييلوةا أولوال وروم و
صللى ل س ايلفهولول فووروأىِ إينوسادن النلبف ل
ي و ت لوييلوةا الثلولفثيون فمين وشيعوباون وولويم يوور اللنا ا
لويو وكانو ي
ضي و ي و
صوحابفونا وونوقول القا ف و و ي
ب الومونافم ووول لغيره ذكره القاضي حسين ففي الفوتاووىِ ووآوخاروون فمين أ ي ي صافح ف ي و
صيوام بفهوذا الومونافم ول لف و
صلح ال ل لويم يو ف
ع وعلوييفهض ا ي فليجوما و
فعويا د
Aku telah menjelaskan dengan disertai dalil-dalil di awal dari (kitab) Syarh
Shahih Muslim…, bahwasanya syarat seorang perawi dan pembawa kabar
berita, serta syarat seorang saksi, adalah harus dalam keadaan sadar/terjaga
tatkala menerima berita. Dan ini merupakan perkara yang disepakati (ijmak)
para ulama. Dan tentunya pada tidur tidak ada sikap terjaga dan juga tidak
ada sifat ad-dobth, maka ditinggalkan mengamalkan mimpi ini, dikarenakan
ketidakberesan dhobth sang perawi, bukan karena ragu tentang mimpinya"
(Al-Majmuu' 6/281-282))
فنقلوا التفاق على أنه ل يغير بسبب ما يراه النائم ما تقرر فى الشرع وليس هذا الذىِ ذكرناه مخالفا لقوله صلى اتت عليتته وستتلم
من رآنى فى المنام فقد رآنى فان معنى الحديث أن رؤُيته صحيحة وليست من أضغاث الحلم وتلبيس الشيطان ولكتتن ل يجتتوز
اثبات حكم شرعى به لن حالة النوم ليست حالة ضبط وتحقيق لما يسمعه الرائى وقد اتفقوا على أن من شتترط متتن تقبتتل روايتتته
وشهادته أن يكون متيقظا ل مغفل ول سىء الحفظ ول كثير الخطأ ول مختل الضبط والنائم ليس بهتتذه الصتتفة فلتتم تقبتتل روايتتته
أما اذا رأىِ النبى صلى ا عليه و سلم يأمره بفعل ما هو مندوب إليه أو ينهاه عن منهى عنتته أو يرشتتده إلتتى... لختلل ضبطه
فعل مصلحة فل خلف فى استحباب العمل على وفقه لن ذلك ليس حكما بمجرد المنام بل تقرر من أصل ذلك الشيء وا أعلم
"Barang siapa yang melihatku dalam mimpi maka sungguh ia telah melihatku"
Karena makna hadits ini adalah bahwasanya mimpi melihat Nabi adalah benar
dan bukan dari jenis mimpi-mimpi kosong dan tipuan syaitan, akan tetapi
tidak boleh menetapkan hukum syari'at dengan mimpi tersebut.
Karena kondisi tidur bukanlah kondisi dhobth dan tahqiq terhadap apa yang
didengar oleh orang yang mimpi tersebut.
Dan orang yang sedang tidur tidak memiliki sifat-sifat ini maka tidaklah
diterima riwayatnya karena ketidakberesan dhobithnya…
Syaitan Tidak Bisa Meniru Rupa dan Sifat Nabi Tapi Bisa Mengaku Sebagai
Nabi
Memang benar bahwasanya Syaitan tidak bisa meniru rupa dan bentuk Nabi
meskipun dalam mimpi, akan tetapi syaitan bisa mengaku sebagai Nabi
dengan rupa selain rupa Nabi.
ٍ فوإ فلن اللشيي و،ومين ورآفني ففي ايلومونافم فوقويد ورآفني حقرا
طاون ول يوتوومثلال فبي
ووإفلن اللشيي و
طاون لو يوتووراوءىِ فبي
"Dan sesungguhnya syaitan tidak bisa menampakkan dirinya dengan rupaku"
(HR Al-Bukhari no 6995)
Adapun jika seseorang melihat dalam mimpinya ada yang mengaku sebagai
Nabi akan tetapi ternyata sifat-sifatnya menyelisihi dengan sifat-sifat Nabi
yang ma'ruuf maka bukan Nabilah yang telah ia lihat, akan tetapi syaitan yang
mengaku sebagai Nabi.
Inilah pendapat yang benar yang sesuai dengan dzohir hadits-hadits tentang
melihat Nabi dalam mimpi, dan juga sesuai dengan praktek para sahabat dan
tabi'in. Jika ada orang yang mengaku melihat Nabi dalam mimpinya dan
ternyata tidak sesuai dengan sifat-sifat Nabi maka di sisi mereka dia tidaklah
melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Al-Hakim meriwayatkan :
»ومين ورآفنتتي:صللى اا وعلوييفه وووسللوم اف و وقاول وراسوال ل:اا وعينها يواقوال ضوي ل ٍ أونلها وسفموع أووبا هاورييورةاو ور ف، وحلدثوفني أوفبي:ٍ وقاول،بصفم يبفن اكلويي ة وعين وعا ف
ات وعلوييتتفه وووستللوم فوتتوذوكير ا
ت ا لى ل صت
و ا وه ا
تت ي
ي و أ ر ي
د و
تت ق ا
:ت ي
لت ا قو ٍ،س
ة و بتا
ل ع ن
فف و و ي
تت
ب ا ه ب تا ي
ث ل
د ح
و و ف :بيو
و فأ ل و
قا «بي ل ل ث
و و و ا فمو تي لو ن و
طا ي
ي ل
ش ال ل
ن إ ني
و ف ف رآ ي
د و قو ف ففي ايلومونافم
»إفنلها وكاون يايشبفهاها:س ٍ فووقاول ايبان وعلبا ة،»الوحوسون يبون وعلفيي فووشبليهتاها بففه ي
"Ibnu Sirin berkata : (Yaitu) jika ia melihat Nabi dengan rupa Nabi" (Atsar
mu'allaq ini disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya setelah
hadits no 6993)
Riwayat ini juga telah diriwayatkan dengan sanad bersambung oleh Al-Hafiz
Ibnu Hajar :
صتتفوةر لو ف لوها فص و ٍ فوإ فين وو و،ف فلي اللفذيِ ورأوييتواه ف: ص وعلوييفه وراجدل أونلها وروأىِ النلبفلي صلى ا عليه و سلم وقاول
ص ي وكاون اموحلماد يبان فسييفريين إفوذا قو ل
و و ا
ليم توورها: يويعفرفوها قاول
ٍ بفودفليةل أولن اللرائفتتوي قوتتيد يوتتوراها،ٍ أولن اكلل ومين وروأىِ ففي ومونافمفه أونلها ورآها فوقويد ورآها وحفقيقورة،« »ومين ورآفني فوقويد ورآفني وحريقا:س وميعونى قويولففه وولويي و:ثالم وقاول
ل
صتتلى ااتت وعلوييتتفه ل صووار النلبفني وف ا و
ووول يواجواز أين تويختولف و.ِصفوةة أيخورى ا ٍ وووغييفرفه وعولى ف،صفوةة ٍ وويووراها اللرافئي وعولى ف،صووةر اميختولففوةة ت وعولى ا وملرا ة
ا و ي ا و ل ل و و ي ي و و و
:ٍ إفذ لتيم يوقتيل،ٍ إفذ ل يوتومثال الشييطان فبي، فقد ورآفني.صوورتفي الفتي خلفقت وعلييوها ا ي ا ل و و
ومن ورآفني وعلى ا:ث ي ي و ل ا
ٍ ووإفنوما وميعنى الوحفدي ف،صفاتاه و وووسللوم وول ف
و
ي قوتتيد ي و ا
صلها يويرفجتتاع إفلوتتى ألن الوميرئفتت ل ٍ وووحا ف،فوهووذا وما ناقفول وعفن ايبفن اريشةد... ٍ،« »ومين ورآفني فوقويد ورآفني:ومين وروأىِ أونلها ورآفني فوقويد ورآفني؛ ووإفنلوما وقاول
ٍ ووإففن ايعتوقوود اللرافئي أونلها هاوو،اا وعلوييفه وووسللوم صللى ل يواكوان وغييور النلبفني و.
"Kemudian Ibnu Rusyd berkata : Dan bukanlah makna sabda Nabi ((Barang
siapa yang melihatku maka telah melihat aku sesungguhnya)) bahwasanya
seluruh orang yang melihatnya dalam mimpi berarti telah melihatnya secara
sesungguhnya.
Buktinya bahwasanya orang yang mimpi terkadang melihat Nabi dalam rupa
yang bervariasi. Seseorang yang mimpi melihat Nabi dengan sifat tertentu, dan
orang lain mimpi dengan sifat yang lain.
Akan tetapi makna hadits adalah "Barang siapa yang melihatku dalam rupaku
yang aku diciptakan di atas rupa tersebut, maka ia sungguh telah melihatku,
karena syaitan tidak bisa menyerupaiku".
Karena Nabi tidaklah berkata, "Barang siapa yang melihat bahwasanya ia telah
melihatku maka ia sungguh telah melihatku". Akan tetapi Nabi hanyalah
berkata, "Barang siapa yang melihatku maka sungguh ia telah melihatku"…
Inilah yang dinukil dari Ibnu Rusyd, yang kesimpulannya adalah kembali
kepada bahwasanya yang dilihat dalam mimpi bisa jadi bukan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun dalam keyakinan orang yang bermimpi
apa yang dilihatnya adalah Nabi" (Al-I'tishoom 1/335)
Tidak ada hadits yang mendukung pendapat ini kecuali hadits yang lemah
sebagaimana telah dijelaskan kelemahannya oleh Ibnu Hajar.
Setelah menyebut atsar Ibnu Abbas dan Muhammad bin Sirin yang
menyatakan bahwa melihat Nabi harus dengan rupa Nabi, Ibnu Hajar
berkata :
ويعارضه ما أخرجه بن أبي عاصم من وجه آخر عن أبي هريرةا قال قال رسول ا صلى ا عليه و سلم متتن رآنتتي فتتي المنتتام
فقد رآني فوإ فنني أاورىِ ففي اكنل ا
صيوور ةةا وفي سنده صالح مولى التوأمة وهو ضتتعيف لختلطتته وهتتو متتن روايتتة متتن ستتمع منتته بعتتد
الختلط
"Dan atsar-atsar (Ibnu Abbas dan Ibnu Sirin-pen) bertentangan dengan hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi 'Aashim dari sisi lain dari Abu Huroiroh, ia
berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa
yang melihatku dalam mimpi maka ia sungguh telah melihatku, karena
sesungguhnya aku dilihat dalam seluruh bentuk". Pada sanadnya seorang
rawi yang bernama Sholeh Maula At-Tauamah karena ikhtilaath, dan ini
adalah riwayat dari orang yang mendengar darinya setelah ikhtilath" (Fathul
Baari 12/384)
Para ulama yang berpendapat mungkinnya Nabi dilihat dalam mimpi dalam
rupa selain beliau, mereka mengatakan : Jika Nabi dilihat dalam rupa selain
rupa beliau maka mimpi tersebut butuh takwil.
Akan tetapi –wallahu A'lam- pendapat yang benar bahwa disyaratkan untuk
melihat Nabi dalam mimpi adalah dalam rupa Nabi yang sesungguhnya, jika
tidak maka apa faedah dari sabda Nabi "Karena sesungguhnya syaitan tidak
bisa meniru rupaku" (dalam riwayat lain: "Tidak bisa menampakkan dirinya
dengan rupaku", dalam riwayat lain : Tidak bisa mengkhayalkan dengan
rupaku")??
Karenanya jika ada seseorang yang melihat Nabi dalam bentuk seorang yang
sudah tua yang rambut dan janggutnya semuanya sudah putih maka dia tidak
melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena disebutkan dalam hadits-
hadits bahwasanya jumlah rambut uban Nabi shallallahu 'alahi wa sallam
kurang dari 20 helai.
KHUROFAT SEPUTAR MIMPI BERTEMU NABI
Banyak khurofat yang timbul akibat pengakuan sebagian orang bahwa mereka
telah bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mimpi.
Pertama :
Kisah surat wasiat dari penjaga kuburan Nabi yang bernama Syaikh Ahmad
yang sempat heboh beberapa waktu yang lalu, yang ternyata hanyalah
kedustaan. Isi surat tersebut adalah :
“Ini adalah wasiat dari Madinah Munawwarah dari Ahmad Khodim Al Haram
An Nabawi ”
Dalam wasiat ini dikatakan: pada suatu malam Jum’at aku pernah tidak tidur,
membaca Al Qur’an, dan setelah membaca Asma’ul Husna aku bersiap siap
untuk tidur, tiba tiba aku melihat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
yang telah membawa ayat-ayat Al Qur’an dan hukum-hukum yang mulia,
kemudian beliau berkata: wahai Syaikh Akhmad, aku menjawab: ya, ya
Rasulullah, wahai orang yang termulia diantara makhluk Allah, beliau berkata
kepadaku: aku sangat malu atas perbuatan buruk manusia itu, sehingga aku
tak bisa menghadap Tuhanku dan para malaikat, karena dari hari Jum’at ke
Jum’at telah meninggal dunia sekitar seratus enam puluh ribu jiwa (160 000)
dengan tidak memeluk agama Islam.
Kemudian beliau menyebut contoh contoh dari perbuatan maksiat itu, dan
berkata: “maka wasiat ini sebagai rahmat bagi mereka dari Allah Yang Maha
Perkasa”, selanjutnya beliau menyebutkan sebagian tanda tanda hari kiamat
dan berkata: “wahai Syaikh Ahmad, sebarkanlah wasiat ini kepada mereka,
sebab wasiat ini dinukil dari Lauhul Mahfudz, barang siapa yang menulisnya
dan mengirimnya dari suatu negara ke negara lain, dari suatu tempat ke
tempat yang lain, baginya disediakan istana dalam surga, dan barang siapa
yang tidak menulis dan tidak mengirimnya, maka haramlah baginya syafaatku
di hari kiamat nanti, barang siapa yang menulisnya sedangkan ia fakir maka
Allah akan membuat dia kaya, atau ia berhutang maka Allah akan
melunasinya, atau ia berdosa maka Allah pasti mengampuninya, dia dan
kedua orang tuanya, berkat wasiat ini, sedangkan barang siapa yang tidak
menulisnya maka hitamlah mukanya di dunia dan ahirat.”
Kemudian beliau melanjutkan: “Demi Allah 3x wasiat ini adalah benar, jika
aku berbohong, aku keluar dari dunia ini dengan tidak memeluk agama Islam,
barang siapa yang percaya kepada wasiat ini, ia akan selamat dari siksaan
neraka, dan jika tidak percaya maka kafirlah ia.” (silahkan lihat bantahan
Syaikh Bin Baaz terhadap surat ini di
http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/02/09/wasiat-bohong-dari-syaikh-
ahmad-penjaga-kubur-rasulullah/)
Kedua :
Khurofat Ibnu 'Arobi (tokoh pujaan kaum sufi, wafat 638 H) dalam kitabnya
"Fushus Al-Hikam". Ia berkata di pembukaan kitabnya :
Lihatlah khurofat kelas kakap yang dipropagandakan oleh Ibnu 'Arobi. Buku
yang katanya langsung pemberian Rasulullah ini (tanpa ada tambahan dan
pengurangan sedikitpun) ternyata isinya adalah kekufuran yaitu aqidah
wihdatul wujud. Dan buku ini isinya cukup panjang dan tebal sekitar 200
halaman, yang ini menunjukkan bahwa Ibnu 'Arobi mimpinya sangat lama,
karena dia harus menghafal isi kitab tersebut yang diajarkan oleh Nabi,
karena ia mengaku tidak menambah satu huruf pun. Jangan-jangan
mimpinya selama seminggu ??!!
"Musa adalah penyejuk mata bagi Fir'aun dengan keimanan yang Allah
berikan kepada Fir'aun tatkala tenggelam. Maka Allahpun mencabut
nyawanya dalam keadaan suci dan tersucikan, tidak ada sedikit dosapun,
karena Allah mencabut nyawanya tatkala ia beriman sebelum ia melakukan
dosa apapun. Dan Islam menghapuskan dosa-dosa sebelumnya. Dan Allah
menjadikan Fir'aun sebagai tanda atas perhatianNya kepada siapa yang Ia
kehendaki, agar tidak seorangpun putus asa dari rahmat Allah" (Fushush Al-
hikam hal 201)
bahwa peraktaan Fir'aun "Aku adalah Tuhan kalian Yang Tertinggi" adalah
perkataan yang benar, karena Fir'aun dzatnya adalah Allah itu sendiri,
meskipun rupanya adalah rupa Fir'aun. (Fushush Al-Hikam hal 211)
Ketiga :
Jika perkaranya demikian maka percuma mempelajari ilmu hadits dan juga
ilmu al-Jarh wa At-Ta'diil…!!!. Sungguh letih dan percuma keletihan mereka
para ahlul hadits yang telah meletakan kerangka ilmu mushtolah Al-Hadits,
dan juga ilmu Al-Jarh wa At-Ta'diil???
Demikian juga saya tidak pernah menemukan dalam kitab fikih madzhab
manapun ada seorang ulama yang kemudian merojihkan suatu pendapat dan
melemahkan pendapat yang lain dengan dalih bahwa ia sudah
menanyakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melalui mimpi…!!!
Bahkan kenapa para sahabat mesti khilaf dalam banyak hal…bahkan hingga
terjadi pertumpahan darah jika ternyata bisa dengan mudah mendiskusikan
permasalahan kepada Nabi lewat mimpi??!!
Kesimpulan dalam masalah mimpi bertemu Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam adalah sebagai berikut :
1. Jika ada seseorang yang mengaku bermimpi ketemu Nabi, maka tidak perlu
kita dustakan, apalagi jika seseorang tidak dikenal pendusta. Berbeda jika
halnya yang mengaku tersebut adalah seseorang yang terkenal suka
berdusta
Adapun mengenai mimpi Habib Munzir, maka terlebih dahulu kita cantumkan pengakuan Habib
Munzir tentang mimpinya tersebut sebagai berikut :
Aku teringat mimpiku beberapa minggu yg lalu, aku berdiri dg pakaian lusuh bagai kuli yg
bekerja sepanjang hari, dihadapanku Rasulullah saw berdiri di pintu kemah besar dan megah,
seraya bersabda : “semua orang tak tega melihat kau kelelahan wahai munzir, aku lebih tak tega
lagi…, kembalilah padaku, masuklah kedalam kemahku dan istirahatlah…
Ku jenguk dalam kemah mewah itu ada guru mulia, seraya berkata :kalau aku bisa keluar dan
masuk kesini kapan saja, tapi engkau wahai munzir jika masuk kemah ini kau tak akan kembali
ke dunia..
Maka Rasul saw terus mengajakku masuk, “masuklah.. kau sudah kelelahan.., kau tak punya
rumah di dunia(memang saya hingga saat ini masih belum punya rumah) , tak ada rumah
untukmu di dunia, karena rumahmu adalah disini bersamaku.., serumah denganku.., seatap dg
ku…, makan dan mium bersamaku .. masuklah,,,
Lalu aku berkata : lalu bagaimana dg Fatah Jakarta? (Fatah tegaknya panji kedamaian Rasul
saw), maka beberapa orang menjawab dibelakangku : wafatmu akan membangkitkan ribuan hati
utk meneruskan cita citamu,..!!, masuklah,,,!
Lalu malaikat Izrail as menggenggamku dari belakang, ia memegang dua pundakku, terasa
seluruh uratku sudah digenggamannya, seraya berkata : mari… kuantar kau masuk.. mari…
Maka kutepis tangannya, dan aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka
Rasul saw memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..
Aku terbangun…
Semalam ketika aku rebah dalam kegelapan kulihat dua tamu bertubuh cahaya, namun wajahnya
tidak bertentuk kecuali hanya cahaya, ia memperkenalkan bahwa ia adalah Izrail as..
Kukatakan padanya : belum… belum.. aku masih ingin bakti pada guru muliaku.. pergilah dulu,
maka ia pun menghilang raib begitu saja.
Tahun 1993 aku bermimpi berlutut dikaki Rasul saw, menangis rindu tak kuat untuk ingin
jumpa, maka Sang Nabi saw menepuk pundakku… tenang dan sabarlah..sebelum usiamu
mencapaii 40 tahun kau sudah kumpul bersamaku”
Usia saya kini 37 tahun pada 23 feb 73, dan usia saya 38 tahun pada 19 muharram ini.
Peradangan otak ini adalah penyakit terakhirku, aku senang wafat dg penyakit ini, karena Rasul
saw beberapa bulan sebelum wafatnya terus nebgeluhkan sakit kepala..
Salam rinduku untuk kalian semua jamaah Majelis Rasulullah saw kelak, jika terjadi sesuatu
padaku maka teruskan perjuanganku.. ampuni kesalahanku.., kita akab jumpa kelak dg
perjumpaan yg abadi..
Amiin..
Kalau usiaku ditakdirkan lebih maka kita terus berjuang semampunya, tapi mohon jangan siksa
hari hariku.. hanya itu yg kuminta)) (lihat http://majeliskecil.wordpress.com/2011/05/06/pesan-
wasiat-habib-munzir/)
((namun saya sangat mencintai Rasul saw, menangis merindukan Rasul saw, dan sering
dikunjungi Rasul saw dalam mimpi, Rasul saw selalu menghibur saya jika saya sedih, suatu
waktu saya mimpi bersimpuh dan memeluk lutut beliau saw, dan berkata wahai Rasulullah saw
aku rindu padamu, jangan tinggalkan aku lagi, butakan mataku ini asal bisa jumpa dg mu..,
ataukan matikan aku sekarang, aku tersiksa di dunia ini,,, Rasul saw menepuk bahu saya dan
berkata :
munzir, tenanglah, sebelum usiamu mencapai 40 tahun kau sudah jumpa dgn ku.., maka
saya terbangun….))
Habib Munzir juga berkata : ((usia saya kini 38 tahun jika dg perhitungan hijriah, dan 37 th jika
dg perhitungan masehi, saya lahir pd Jumat pagi 19 Muharram 1393 H, atau 23 februari 1973 M.
Perjanjian Jumpa dg Rasul saw adalah sblm usia saya tepat 40 tahun, kini sudah 1432 H,
mungkin sblm sempurna 19 Muharram 1433 H saya sudah jumpa dg Rasul saw, namun apakah
Allah swt akan menambah usia pendosa ini..?)) (lihat :
http://majeliskecil.wordpress.com/2011/04/10/biografi-habib-munzir-bin-fuad-al-musawa/)
Jika kita memperhatikan pengakuan Habib Munzir di atas maka dalam mimpi tersebut
nampak bahwa Nabi mengabarkan kepada Habib Munzir tentang masa depan, yaitu bahwa
Habib Munzir akan meninggal sebelum berumur 40 tahun
Tentunya sebagaimana telah kita jelaskan, bahwasanya mimpi ketemu Nabi yang seperti ini tidak
bisa dijadikan sebagai kepastian, akan tetapi sebagai kemungkinan, karena para ulama telah
sepakat mimpi bukanlah dalil dan hujjah.
Hal ini terbukti jika kita memperhatikan umur Habib Munzir tatkala meninggal usianya telah
melewati 40 tahun tidak sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam mimpinya. Karena Habib Munzir lahir pada tanggal 23 februari 1973 (bertepatan dengan
19 Muharram 1393 H) dan wafat pada tanggal 15 September 2013 (bertepatan dengan 9
Dzulqo'dah 1434 H). Sehingga dengan demikian beliau wafat tatkala berumur 40 tahun lebih
sekitar 7 bulan (menurut kalender masehi) atau berumur 41 tahun lebih sekitar 11 bulan
(menurut kalender Hijriyah)
Jika kita menjadikan mimpi sebagai dalil maka melazimkan Nabi telah salah atau berdusta dalam
mimpi tersebut... karena pengkhabaran Nabi menyelisihi kenyataan.
Akan tetapi ada yang sangat menarik perhatian saya dari perkataan Habib Munzir berikut
dalam mimpinya ((Lalu malaikat Izrail as menggenggamku dari belakang, ia memegang dua
pundakku, terasa seluruh uratku sudah digenggamannya, seraya berkata : mari… kuantar kau
masuk.. mari…
Maka kutepis tangannya, dan aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka
Rasul saw memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..Aku terbangun…))
Ini adalah mimpi yang aneh, karena kita ketahui bersama bahwasanya malaikat Izrail bukan
berada dibawah perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena kenyataannya jika malaikat
maut menjemput Khadijah istri Nabi, atau anak-anak beliau, atau sahabat-sahabat beliau, atau
paman beliau, maka Nabi tidak bisa menolak tugas malaikat maut tersebut untuk mencabut
nyawa mereka. Karenanya Nabipun bersedih dengan wafatnya Khodijah, demikian juga
pamannya Hamzah, serta putra beliau Ibrahim, akan tetapi Nabi tidak kuasa untuk mengatur
malaikat maut (atau yang disebut Izrail). Akan tetapi namanya mimpi memang sering aneh-aneh
dan tidak bisa disamakan dengan kenyataan.
Lebih anehnya lagi, Habib Munzir mengaku melihat dan menolak malaikat Izrail yang hendak
mencabut nyawanya dalam keadaan terjaga. Seakan-akan Habib Munzir ingin membuktikan
kebenaran mimpinya tersebut. Perhatikan perkataan Habib Munzir ((Maka kutepis tangannya,
dan aku berkata, saya masih mau membantu guru mulia saya…, maka Rasul saw
memerintahkan Izrail as untuk melepaskanku..Aku terbangun…
Semalam ketika aku rebah dalam kegelapan kulihat dua tamu bertubuh cahaya, namun
wajahnya tidak bertentuk kecuali hanya cahaya, ia memperkenalkan bahwa ia adalah Izrail
as..
Kukatakan padanya : belum… belum.. aku masih ingin bakti pada guru muliaku..
pergilah dulu, maka ia pun menghilang raib begitu saja)), demikian perkataan Habib
Munzir…
- Dalam keadaan terjaga Habib Munzir bertemu malaikat yang bercahaya. Yang ternyata
malaikat tersebut adalah Izrail. Karomah ini tidak pernah dialami oleh Abu Bakar, Umar bin Al-
Khottob, Utsman bin 'Affaan, dan Ali bin Abi Tholib
- Habib Munzir bisa menolak malaikat Izra'il yang hendak mencabut nyawanya….,
sungguh karomah yang luar biasa yang mengalahkan para sahabat??!!
Para ulama telah membahas apakah mungkin manusia bisa bertemu denga malaikat dengan rupa
aslinya (berupa cahaya)??. Karena dalil-dalil yang ada dalam al-Qur'an tatkala para Nabi
bertemu hanya bertemu dengan para malaikat tatkala malaikat menjelma seperti manusia, bukan
dalam bentuk bercahaya. Bahkan tatkala para malaikat bertemu dengan Nabi Ibrahim (dalam
bentuk manusia sebagai tamu Nabi Ibrahim), sampai-sampai Nabi Ibrahim tidak mengetahui
kalau mereka itu malaikat. Nabi Ibrahim menyangka mereka manusia biasa, sampai-sampai
beliau menghidangkan makanan buat para malaikat tersebut.
Allah berfirman :
غ إفولى أويهلففه فووجاوء بففعيجةل(فوورا و٢٥) (إفيذ ودوخالوا وعلوييفه فووقاالوا وسلرما وقاول وسلدم قويودم امينوكاروون٢٤) ف إفيبورافهيوم ايلاميكورفميون ضيي فث و ك وحفدي ا هويل أووتا و
و
ت ايمورأتاتتها ففتتي و
صتتلرةةا ي و ل
(فوأقبولو ف٢٨) ف ووبوشاروها بفاغلةم وعفليةم ا ر
س فمنهايم فخيفوة وقالوا ل تووخ يي و ا ي و
(فوأيووج و٢٧) (فوقولربوها إفلوييفهيم وقاول أل توأاكلوون٢٦) وسفميةن
(وقاالوا٣١) طبااكيم أوصيوها ايلاميروسالوون (وقاول فووما وخ ي٣٠ ) ك وقاول ورصبفك إفنلها هاوو ايلوحفكيام ايلوعفليام(وقاالوا وكوذلف و٢٩) ت وعاجودز وعفقيدمت وويجهووها وووقالو ي صلك ي فو و
(٣٤) ك لفلاميسفرففيون ي ي ر ر و ا و
(اموسلوومة فعنود وربن و٣٣) (لفنيرفسول وعلييفهيم فحوجاورةا فمين فطيةن٣٢) إفنا أيرفسلونا إفلى قويوةم اميجفرفميون ي ا ل
"Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (Yaitu malaikat-
malaikat) yang dimuliakan?. (ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:
"Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal."
Maka dia (Ibrahim) pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya
daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: "Silahkan
anda makan." (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap
mereka. mereka berkata: "Janganlah kamu takut", dan mereka memberi kabar gembira
kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Kemudian isterinya datang
memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan tua
yang mandul". Mereka berkata: "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya Dialah
yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. Ibrahim bertanya: "Apakah urusanmu Hai Para
utusan?". Mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum
Luth), agar Kami timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah, yang ditandai di sisi Tuhanmu
untuk membinasakan orang-orang yang melampaui batas" (QS Adz-Dzaariyaat : 24-34)
Demikian juga tatkala Jibril bertemu dengan Maryam 'alaihas salaam, Allah berfirman :
ت فمين ادونففهيم فحوجاربا فوأ ويروسيلونا إفلوييوها ارووحونا فوتوومثلول لووها بووشررا وسفورييا
وفاتلوخوذ ي
Maka ia (Maryam) Mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus
roh Kami (Jibril) kepadanya, Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang
sempurna" (QS Maryam : 17)
Demikian juga para sahabat telah melihat malaikat Jibril tatkala malaikat Jibril 'alaihis Salam
datang menemui Nabi dalam bentuk manusia. Akan tetapi saya belum menemukan riwayat yang
shahih bahwasanya ada seorang sahabat yang bertemu malaikat dalam bentuk cahaya, bentuk
aslinya !!! Seluruh riwayat-riwayat tentang para sahabat yang melihat malaikat semuanya tatkala
malaikat dalam bentuk manusia, dan juga para sahabat semuanya menyangka bahwa para
malaikat tersebut hanyalah manusia biasa.
Adapun melihat malaikat dalam bentuk aslinya (bercahaya) maka Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam –yang merupakan manusia termulia, dan juga diberikan kekuatan
ruhani- namun tatkala melihat malaikat Jibril dalam bentuk aslinya maka Nabi mengalami
ketakutan yang sangat luar biasa. Itupun Nabi hanya melihat Jibril dalam rupa aslinya dua kali.
Hal ini dikarenakan Allah tidak menciptakan kekuatan pada manusia untuk mampu melihat
malaikat dalam rupa aslinya. Karenanya tatkala kaum musyrikin meminta agar diutus rasul dari
malaikat maka Allah tidak memenuhi permintaan mereka. Allah berfirman :
ض وملئفوكتتةد يويماشتتوون (قاتتيل لوتتيو وكتتاون ففتتي الير ف٩٤) ااتت بووشتتررا وراستتول س أوين يايؤفمانوا إفيذ وجاوءهاام ايلهاتتودىِ فإل أوين قوتتاالوا أوبووعتت و
ث ل وووما ومنووع اللنا و
ر و و ي ل و ن
(٩٥) امطومئفنيون لنوزلونا وعلييفهيم فمون اللسومافء وملكا وراسول ي
"Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk
kepadanya, kecuali Perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi
rasuI?" Katakanlah: "Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai
penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit kepada mereka seorang Malaikat menjadi
Rasul" (Al-Isroo' 94-95)
Akan tetapi kaum musyrikin akan bertemu dengan malaikat tatkala adzab akan menimpa mereka
atau tatkala kematian menjemput mereka. Allah berfirman :
"Pada hari mereka melihat malaikat (yaitu di hari kematian mereka-pen) dihari itu tidak ada
kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: "Hijraan mahjuuraa" (QS Al-
Furqon : 22)
Intiny…apakah yang dilihatnya oleh Habib Munzir Nabi atau bukan?? Apakah benar ia bertemu
dengan malaikat??, Jika benar, lantas apakah tubuh yang bercahaya tersebut benar-benar
malaikat?? Benarkah ia bisa menolak malaikat maut ('Izroil) ??.
Bagaimanapun juga akhirnya tatkala malaikat 'Izroil mendatangi Habib Munzir di kamar
mandi maka Habib Munzir tidak bisa lagi menolaknya. Wallahu A'lam.
Tiga yang menemani kita sampai ke kubur, dua akan pulang, satu akan tetap
menemani kita di alam kubur.
“Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu
tetap bersamanya di kubur. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta dan
amalnya. Yang kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang tetap
bersamanya di kubur adalah amalnya.” (HR. Bukhari, no. 6514; Muslim, no.
2960)
Pertama adalah keluarganya, yaitu anak dan kerabatnya, begitu pula sahabat
dan kenalannya.
Ketiga adalah amalannya, yaitu amal baik atau buruk yang pernah ia lakukan.
Keluarga dan harta tadi akan kembali.
“Mayit akan diikuti oleh keluarga, harta dan amalnya. Itu adalah umumnya.
Bisa jadi ada mayit yang hanya diikuti oleh amalnya saja, tanpa membawa
harta dan keluarga ketika diantar ke kuburan.” (Fath Al-Bari, 11: 365)
Disebutkan dalam hadits Al-Bara’ bin ‘Azib yang panjang tentang pertanyaan
di alam kubur. Ada ketika itu datang seseorang yang berwajah tampan dan
berpakaian bagus, baunya pun wangi. Ia adalah wujud dari amalan shalih
seorang hamba.
Sedangkan orang kafir didatangi oleh orang yang berwajah jelek. Itu adalah
wujud dari amalan jeleknya. (HR. Ahmad, 4: 287. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih, perawinya adalah perawi yang
shahih)
Lantas amal kita bagaimana? Sudahkah amal kita siap untuk menemani kita
kelak di alam kubur?
Dalam tafsir Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Abbas, beliau radhiyallahu ‘anhu
mengatakan,
« اللهتتم: « هل تعلمون أن إسرائيل يعقتتوب ؟ » فقتتالوا: حضرت عصابة من اليهود نبي ا صلى ا عليه وسلم فقال لهم
« أشهد عليهم: ٍ قال النبي صلى ا عليه وسلم، « نعم
Jadi, sangat jelas dalam hadits ini bahwa Israel adalah Nabi Ya’qub ‘alaihis
salam.
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Yaqub yang mempunyai
perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya
Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka)
akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang
pilihan yang paling baik.” (QS. Shad: 45-47)
Lihatlah dalam ayat ini, Allah betul-betul memuji Nabi Allah Ya’qub, begitu
pula kakeknya Nabi Ibrahim dan bapaknya Nabi Ishaq.
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa mereka memiliki ‘ulil aydi’ yaitu kekuatan
dalam melakukan ketaatan dan memiliki ‘al abshor’ yaitu kepandaian dalam
agama dan ilmu.
Itulah pujian Allah kepada Ya’qub dan sangat mulianya kedudukan beliau
‘alaihis salam dalam agama ini.
Berkebalikan dengan Nabi Ya’qub ‘alaihis salam, Allah sangat sering mencela
orang Yahudi di dalam Al Qur’an dan melaknat mereka serta Allah sangat
murka pada mereka.
Yang Paling Dekat dengan Agama Nabi Ya’qub bukan Orang Yahudi
Yang mewarisi agama Nabi Ya’qub dan kakeknya Ibrahim ‘alaihimas salam
adalah orang-orang yang beriman.
Perhatikan pula dalam ayat berikut diceritakan bahwa Ibrahim ‘alaihis salam
berlepas diri dari orang Yahudi, Nashrani dan orang musyrik.
Allah Ta’ala berfirman, صورانفرييا وولوفكين وكاون وحفنيرفتا اميستلفرما ووومتا وكتاون فمتون ايلاميشتفرفكيون
وما وكاون إفيبورافهيام يواهوفدرييا ووول نو ي
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi
dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)
Walaupun orang Yahudi berasal dari keturunan Ibrahim dan Israel (Ya’qub),
namun kita umat Islam harus meyakini bahwa mereka adalah musuh-musuh
Allah dan musuh para Rasul yaitu Muhammad, Ibrahim dan Israel (Ya’qub).
Jadi, orang yang paling dekat dengan Ibrahim dan Ya’qub adalah orang yang
beriman dan bukanlah orang Yahudi yang merupakan musuh Allah.
Janganlah Mengarahkan Celaan Pada Seorang Nabi
Setelah kita tahu bahwa Yahudi bukanlah Israel, lantas pantaskah kita
mengarahkan cercaan dan celaan pada Israel atau negeri Israel?
Yang lebih tepat adalah cercaan tersebut diarahkan pada mereka orang
Yahudi yang merupakan musuh Allah, bukan kepada Israel yakni Nabi Ya’qub
yang penuh dengan kemuliaan. Semoga hal ini bisa jadi perenungan bagi kita
semua.
Ketahuilah bahwa celaan kepada Nabi yang mulia ini yaitu dengan mencela
Israel (Ya’qub) tidaklah akan berpengaruh padanya sama sekali sebagaimana
pula dahulu orang Quraisy mencela Nabi yang mulia yaitu Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun celaan tersebut tidak berpengaruh dan
dipalingkan dari beliau. Marilah kita merenungkan hadits yang mulia ini,
Saat terjadinya konflik antara Yahudi (bukan Israel) dengan saudara kami
sesama muslim di Palestina barulah kami berani menghadirkan pembahasan
ini ke tengah-tengah pembaca. Lihatlah korban ratusan jiwa berjatuhan
diakibatkan ulah mereka dan setiap harinya korban masih terus bertambah.
Ingatlah saudaraku, kejadian yang terjadi saat ini menandakan bahwa mereka
kaum Yahudi tidaklah pernah ridho dengan kita umat Islam sampai kita mau
melepaskan agama kita. Inilah watak jelek mereka yang pertama.
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut. صاورىِ وحلتى توتلبفوع فمللتوهايم ك ايليواهواد ووول النل و
ضى وعين و
وولوين توير و
ك فمتون ايلفعيلتفم ومتا ولت و
ك فمتون ل
افتت فمتتين وولفتتيي ووول نو ف
صتيةر ت أويهوواوءهايم بويعود اللفذيِ وجاوء و
اف هاوو ايلهاودىِ وولوئففن اتلبويع و
قايل إفلن هاودىِ لOrang-
orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu
mengikuti agama mereka. (QS. Al Baqarah: 120)
Yahudi dan Nashrani pada zaman ini berbeda dengan yang dulu. Benarkah
demikian? Ini sungguh kekeliruan yang sangat besar yang berasal dari orang
yang ingin mengaburkan ajaran Islam.
Berdasarkan ayat di atas sangat jelas sekali bahwa Yahudi dan Nashrani tidak
akan ridho kepada kita selamanya. Inilah watak orang Yahudi dan Nashrani
sampai hari kiamat. Dari watak jelek mereka yang pertama ini, sekarang
kita akan melihat watak mereka yang lainnya.
Watak Yahudi Kedua: Orang Yahudi selalu menyembunyikan kebenaran
Allah Ta’ala berfirman, ق ووهاتتيمب يويعفرافونوها وكوما يويعفرافوون أويبوناوءهايم ووإفلن فوفريرقا فمينهايم لويويكتااموون ايلوح ل
اللفذيون آوتوييوناهاام ايلفكوتا و
“ يويعلواموونOrang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat
dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya
sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan
kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 146)
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut ini, افتت اتلوختاذوا أويحبوتتاورهايم وواريهوبتانوهايم أويروباربتا فمتين ادوفن ل
ووايلومفسيوح ايبون وميريووم وووما أافماروا إفلل لفيويعابتادوا إفلورهتا ووافحتردا ول إفولتهو إفلل اهتوو اس يبوحانوها وعلمتا يايش فراكوونMereka menjadikan
orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah, dan
(juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; Tidak ada Rabb yang
berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan. (QS. At Taubah : 31)
Dalam shohih Muslim pada Bab Sihir, ‘Aisyah berkata, صلى ا عليه- اف وسوحور وراسوول ل
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, ت وراسوول أولن ايمورأوةار يواهوفديلةر أوتو ي
فووسأ ولووها وعتتين وذلفتت و-صلى ا عليه وسلم- اف
ك فووقتالو ي
ت بفوشاةةا وميساموومةة فوأ ووكول فمينوها فوفجىوء بفوها إفولى وراسوفل ل-صلى ا عليه وسلم- اف ل
قوتتاول فوومتتا فزيلتت ا.« وقاول قوتتاالوا أولو نويقتالاهوتتا قوتتاول » لو.« ى
ت وقاول أويو وقاول » وعلو ل.« ك
ك وعولى وذا ف ت لويقتالو و
وقاول » وما وكاون ل.ك
اا لفياوسلنطو ف أووريد ا
صتلى اتت عليتته وستتلم- افتت ت وراستتوفل ل أويعفرفاهوتتا ففتى لوهوتتووا ف-. “Sesungguhnya seorang wanita Yahudi
pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa
daging kambing yang sudah diracuni. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memakan daging tersebut. Lalu wanita tadi dipanggil untuk
menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya tentang perbuatan wanita tersebut tadi. Wanita
tersebut pun berkata, “Aku ingin membunuhmu.” Lantas Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Allah tidaklah memberimu kekuatan untuk
maksudmu tadi.” (Periwayat hadits ini ada yang mengatakan), “(Allah tidaklah
memberimu kekuatan) untuk mencelakakanku.” Lantas para sahabat berkata,
“Apakah sebaiknya dia dibunuh saja?” (HR. Bukhari no. 2617 dan Muslim no.
2190)
Allah Ta’ala berfirman, ب لويو يوارصدونواكيم فمين بويعفد فإيومانفاكيم اكلفاررا وحوسردا فمين فعينتتفد أوينفافستفهيم فمتتين وولد وكفثيدر فمين أويهفل ايلفكوتا ف
او وعولى اكنل وشييةء قوفديدر صفواحوا وحلتى يوأيتفوي ل
اا بفأ ويمفرفه إفلن ل “ بويعفد وما توبويلون لوهاام ايلوح صSebahagian besar Ahli
ق وفايعافوا ووا ي
Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada
kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka
sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan
biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya . Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah: 109)
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إفوذا
“ وسللوم وعلويياكام ايليواهواد فوإ فنلوما يواقوال أووحادهاام اللساام وعلويي وJika seorang Yahudi memberi salam
فوقاتتيل وووعلوييتت و. ك
ك
padamu dengan mengatakan ‘Assaamu ‘alaikum’ (semoga kamu mati), maka
jawablah ‘wa ‘alaika’ (semoga do’a tadi kembali padamu).” (HR. Bukhari no.
6257)
Setelah kita mengetahui sebagian watak jelek Yahudi, masihkan ada rasa
simpati pada perlakuan dan tindak tanduk mereka. Sudah nampak jelas
kejahatan mereka orang Yahudi, bukan hanya dengki dan menyembunyikan
kebenaran yang mereka perbuat bahkan mereka menyakiti dan ingin
membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah kita kaum muslimin
yang sudah lama ditinggal oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini
masih berharap kebaikan mereka? Inilah sunatullah (ketetapan Allah) yang
terjadi saat ini di negeri Palestina. Mereka kaum Yahudi memborbardir umat
Islam tanpa henti. Tunggu saatnya pembalasan kami.
Para pembaca yang semoga selalu mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala. Allah
menciptakan kita, tidaklah untuk dibiarkan begitu saja. Tidaklah kita
diciptakan hanya untuk makan dan minum atau hidup bebas dan gembira
semata. Akan tetapi, ada tujuan yang mulia dan penuh hikmah di balik itu
semua yaitu melakukan ibadah kepada Sang Maha Pencipta. Ibadah ini bisa
diterima hanya dengan adanya tauhid di dalamnya. Jika terdapat noda-noda
syirik, maka batallah amal ibadah tersebut.
Perlu pembaca sekalian ketahui bahwa ibadah tidak akan diterima kecuali
apabila memenuhi 2 syarat :
Ada permisalan yang sangat bagus mengenai syarat ibadah yang pertama
yaitu tauhid. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab dalam risalahnya yang berjudul Al Qawa’idul Arba’. Beliau
rahimahullah berkata,”Ketahuilah, sesungguhnya ibadah tidaklah disebut
ibadah kecuali dengan tauhid (yaitu memurnikan ibadah kepada Allah semata,
pen). Sebagaimana shalat tidaklah disebut shalat kecuali dalam keadaan
thaharah (baca: bersuci).
Apabila syirik masuk dalam ibadah tadi, maka ibadah itu batal. Sebagaimana
hadats masuk dalam thaharah.” Maka setiap ibadah yang di dalamnya tidak
terdapat tauhid sehingga jatuh kepada syirik, maka amalan seperti itu tidak
bernilai selamanya. Oleh karena itu, tidaklah dinamakan ibadah kecuali
bersama tauhid. Adapun jika tanpa tauhid sebagaimana seseorang
bersedekah, memberi pinjaman utang, berbuat baik kepada manusia atau
semacamnya, namun tidak disertai dengan tauhid (ikhlas mengharap ridha
Allah) maka dia telah jatuh dalam firman Allah yang artinya,”Dan Kami hadapi
segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu
yang beterbangan.” (Al Furqon : 23). (Abrazul Fawa’id)
Namun syarat ikhlas dan tauhid agar ibadah diterima tentu saja jauh berbeda
jika dibanding dengan syarat thaharah agar shalat diterima. Apabila seseorang
shalat dalam keadaan hadats dengan sengaja, maka terdapat perselisihan
pendapat di antara ulama tentang kafirnya orang ini. Akan tetapi, para ulama
tidak pernah berselisih pendapat tentang kafirnya orang yang beribadah pada
Allah dengan berbuat syirik kepada-Nya (yaitu syirik akbar) yang dengan ini
akan menjadikan tidak ada satu amalnya pun diterima. (Lihat Syarhul
Qawa’idil Arba’, Syaikh Sholeh Alu Syaikh)
Syirik Akbar Akan Menghapus Seluruh Amal
Jenis syirik yang berada di bawah syirik akbar dan tidak mengeluarkan
pelakunya dari Islam adalah syirik ashgar (syirik kecil). Walaupun dinamakan
syirik kecil, akan tetapi tetap saja dosanya lebih besar dari dosa besar seperti
berzina dan mencuri. Salah satu contohnya adalah riya’ yaitu memamerkan
amal ibadah untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Dosa ini yang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat khawatirkan akan menimpa para sahabat
dan umatnya.
Pada kenyataannya banyak manusia yang terjerumus di dalam dosa syirik
yang satu ini. Banyak orang yang mengerjakan shalat dan membaca Al Qur’an
ingin dipuji dengan memperlihatkan ibadah yang mulia ini kepada orang lain.
Tatkala orang lain melihatnya, dia memperpanjang ruku’ dan sujudnya dan
dia memperbagus bacaannya dan menangis dengan dibuat-buat. Semua ini
dilakukan agar mendapat pujian dari orang lain, agar dianggap sebagai ahli
ibadah dan Qori’ (mahir membaca Al Qur’an).
Ibrahim At Taimi berkata: ”Dan siapakah yang lebih merasa aman tertimpa
bala’ (yaitu syirik) setelah Nabi Ibrahim.” Tidaklah seseorang merasa aman
dari syirik kecuali dia adalah orang yang paling bodoh tentang syirik. (Fathul
Majid)
Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ِهلل دكاَدن دلرَه دبرَكلُل، ت ِهلل دودددناَ دوانسدتدمدع دوأدنن د، ِهلل دودبشكدر دوانبدتدكدر، دمنن انغدتدسدل ديِ نودم انلرَجرَمدعدة دودغشسدل
ص د
َرَخنطدولة ديِنخ ر
طودهاَ أدنجرَر دسدنلة د
َصديِاَرَمدهاَ دودقديِاَرَمدها
“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan
anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati
khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam,
maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR.
Tirmidzi no. 496. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ada tafsiran lain mengenai makna mandi dalam hadits di atas. Sebagaimana
kata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad,
ِهلل وكذا فشسره وكيِع، جاَمع أهلِه: ِ )دغشسل( أي: قاَل الماَم أحمد
Imam Ahmad berkata, makna ghossala adalah menyetubuhi istri. Demikian
ditafsirkan pula oleh Waki’.
Tafsiran di atas disebutkan pula dalam Fathul Bari 2: 366 dan Tuhfatul
Ahwadzi, 3: 3. Tentu hubungan intim tersebut mengharuskan untuk mandi
junub.
Namun kalau kita lihat tekstual hadits di atas, yang dimaksud hubungan
intim adalah pada pagi hari pada hari Jum’at, bukan pada malam harinya.
Sebagaimana hal ini dipahami oleh para ulama dan mereka tidak
memahaminya pada malam Jum’at.
أيِعجز أحدكم أن يِجاَمع أهلِه فيِ كل: ويِؤيِده حديِث:وقاَل السيِوطيِ فيِ تنويِر الحوالك
ِ أخرجه البيِهقيِ في.ِهلل وأجر غسل امرأته، أجر غسلِه:ِهلل فإن له أجريِن اثنيِن،يِوم جمعة
.شعب اليِماَن من حديِث أبيِ هريِرة
As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik dan beliau menguatkan hadits tersebut
berkata: Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari
Jum’at (artinya bukan di malam hari, -pen)? Karena menyetubuhi saat itu
mendapat dua pahala: (1) pahala mandi Jum’at, (2) pahala menyebabkan istri
mandi (karena disetubuhi). Yaitu hadits yang dimaksud dikeluarkan oleh Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits Abu Hurairah.
Dan sah-sah saja jika mandi Jum’at digabungkan dengan mandi junub.
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Jika seseorang meniatkan mandi
junub dan mandi Jum’at sekaligus, maka maksud tersebut dibolehkan.” (Al-
Majmu’, 1: 326)
Yang tepat, yang dianjurkan adalah hubungan intim pada pagi hari ketika
mau berangkat Jumatan, bukan di malam hari.
Wallahu a’lam.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Mau tahu bagaimana kenikmatan di surga? Silakan kaji faedah surat Yasin
berikut ini.
( رَهنم دوأدنزدوارَجرَهنم دفيِ دظدللل دعدلِىِ انلددرادئدك55) شرَغلل دفاَدكرَهودن َب انلدجشندة انلديِ نودم دفيِ ر إدشن أد ن
صدحاَ د
(57) ( دلرَهنم دفيِدهاَ دفاَدكدهرة دودلرَهنم دماَ ديِشدرَعودن56) رَمشتدكرَئودن
“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam
kesibukan (mereka). Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang
teduh, bertelekan di atas dipan-dipan. Di surga itu mereka memperoleh buah-
buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. (Kepada mereka dikatakan):
“Salam”, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS.
Yasin: 55-57)
1. Yang dimaksud penghuni surga dalam keadaan sibuk, kata Al-Hasan Al-
Bashri, “Mereka sibuk menikmati kenikmatan yang ada di surga,
sedangkan penduduk neraka sibuk dengan azab di neraka.” Ibnu Kisan
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah di surga mereka sibuk berziarah
(berkunjung) satu dan lainnya. (Tafsir Al-Baghawi, 23: 644)
2. Maksud ayat 56, mereka dan istri mereka berada di naungan pohon-pohon,
bertelekan (berbaring) di atas dipan-dipan. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:
347). “Muttaki’iina” yang dimaksud disebutkan dalam tafsir surat Al-Kahfi
ayat 31, yaitu bersandar. Ada juga yang mengartikan berbaring atau duduk
bersila. Al-araik, bentuk plural dari kata arikah. Secara bahasa
maksudnya, tempat duduk panjang yang ada sandaran seperti sofa. Namun
secara jelas yang dimaksud arikah adalah ranjang yang berada di bawah
hajalah, yaitu rumah seperti kubah yang dihiasi dengan kain dan penutup
(seperti kamar mempelai). (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 156)
3. Maksud ayat 57, orang yang di surga akan menikmati berbagai buah.
(Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 348)
4. Semua kesenangan di surga diperoleh secara sempurna. Yang didapatkan
oleh yang masuk surga adalah istri yang begitu cantik menawan yang enak
dipandang. Bidadari tersebut adalah bidadari bermata jelita serta
tergabung padanya kecantikan wajah, keelokan badan, dan kebagusan
akhlak. Yang masuk surga tersebut akan bertelekan di atas dipan yang
dihiasi dengan kain yang dipercantik dan terlihat menawan. Ia pun
bersandarkan pada dipan dengan begitu santainya, terlihat begitu
mendapatkan nikmat dan menyenangkan. Buah-buahan yang ia rasakan
begitu banyak yang bentuknya beraneka ragam seperti anggur, buah tin,
delima dan lainnya. Apa saja yang ia minta di surga akan diberi. (Tafsir As-
Sa’di, hlm. 739)
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Jika seseorang mandi Jum’at sebelum terbit fajar
(sebelum masuk waktu Shubuh, -pen), maka mandi Jum’atnya tidak sah menurut pendapat
terkuat dalam madzhab Syafi’i, seperti ini pula dikatakan oleh mayoritas ulama. Namun Al
Auza’i menganggapnya sah.”
Imam Nawawi rahimahullah kembali melanjutkan, “Jika seseorang mandi setelah terbit fajar,
maka mandi Jum’atnya sah menurut ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama. Demikian
dinyatakan oleh Ibnul Mundzir, Al Hasan Al Bashri, Mujahid, An Nakho’i, Ats Tsauri, Ahmad,
Ishaq, Abu Tsaur. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa mandi Jum’at tidak sah kecuali
dilakukan ketika hendak berangkat shalat Jum’at. Namun para ulama tadi menyatakan bahwa
mandi Jum’at sebelum terbit fajar tidaklah sah, dan yang menyatakan sah hanyalah Al Auza’i. Al
Auza’i menyatakan bahwa boleh mandi sebelum fajar bagi yang ingin mandi junub dan mandi
Jum’at.” (Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab, Imam Nawawi, 2; 285)
Al Bahuti Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Awal mandi Jum’at adalah ketika terbit fajar
dan tidak boleh sebelumnya. Namun yang paling afdhol adalah ketika hendak berangkat shalat
Jum’at. Inilah yang lebih mendekati maksud.” (Kasyaful Qona’ ‘an Matnil Iqna’, Al Bahuti, 1:
415, Mawqi’ Al Islam)
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa mandi Jumat dibolehkan di pagi hari. Adapun yang
lebih afdhol adalah jika dilakukan menjelang akan berangkat shalat Jum’at.
Sumber : https://rumaysho.com/10339-mandi-jumat-di-pagi-hari.html
Amalan Istimewa di Hari Jumat
Mar 18, 2010Muhammad Abduh Tuasikal, MScAmalan28
Dalam tulisan kali kami akan memberikan pembahasan mengenai amalan-amalan istimewa di
hari Jum’at yang penuh berkah yang bisa dimanfaatkan oleh setiap muslim sebagai tabungan
pahala baginya di hari kiamat yang hanya bermanfaat amalan.
Pertama: Terlarang mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat dan siang harinya dengan
berpuasa
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini menunjukkan dalil yang tegas dari
pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah dan yang sependapat dengan mereka mengenai
dimakruhkannya mengerjakan puasa secara bersendirian pada hari Jum’at. Hal ini dikecualikan
jika puasa tersebut adalah puasa yang berpapasan dengan kebiasaannya (seperti berpapasan
dengan puasa Daud, puasa Arofah atau puasa sunnah lainnya, pen), ia berpuasa pada hari
sebelum atau sesudahnya, berpapasan dengan puasa nadzarnya seperti ia bernadzar meminta
kesembuhan dari penyakitnya. Maka pengecualian puasa ini tidak mengapa jika bertepatan
dengan hari Jum’at dengan alasan hadits ini.”[2]
Kedua: Ketika shalat Shubuh di hari Jum’at dianjurkan membaca Surat As Sajdah dan Surat Al
Insan
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh di hari Jum’at “Alam
Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri
lam yakun syai-am madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.”[3]
Catatan: Maksud membaca surat As Sajdah adalah membaca suratnya bukan memaksudkan
untuk mengkhususkan ketika itu dengan surat yang ada ayat sajdahnya sebagaimana hal ini
disalahpahami oleh sebagian orang. Sehingga tidak perlu mencari surat-surat lain yang terdapat
ayat sajdah dan dibaca ketika Shalat Shubuh pada hari Jum’at. Ini sungguh salah dalam
memahami hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukup perkataan Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu berikut sebagai nasehat,
ضللوةد
ٍ اكصل بفيدوعةة و،ٍ وول تويبتوفداعوا فوقويد اكففيتايم،اتلبفاعوا
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat bid’ah. Karena
(sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.”[4]
ٍ فوومين وكاون أويكثوورهايم، ى ففى اكنل يويوفم اجاموعةةض وعلو ل صلوةاو أالمفتى تايعور ا صلوفةا ففى اكنل يويوفم اجاموعةة فوإ فلن و أويكثفاروا وعلو ل
ى فمون ال ل
صلوةار وكاون أويقوربوهايم فمننى ومينفزلوةر
ى و وعلو ل
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan
diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku,
dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.”[5]
إن من قرأ سورةا الكهف يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di
antara dua jum’at”[6]. Dalam lafazh lainnya dikatakan,
ت ايلوعفتي ف
.ق ضاوء لوها فمون الصنوفر ففيوما بويينوها ووبوييون ايلبويي ف
ف لوييلوةو ايلاجاموعفة أو و
ومين قوورأو اسوورةاو ايلوكيه ف
“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, maka ia akan mendapat cahaya
antara dirinya dan rumah yang mulia (Mekkah).”[7]
Juga dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ٍ ومن قرأ عشر آيات من، ٍ كانت له نورا يوم القيامة من مقامه إلى مكة، من قرأ سورةا الكهف كما أنزلت
سبحانك اللهم وبحمدك ل إله إل أنت أستغفرك: ٍ ومن توضأ ثم قال، آخرها ثم خرج الدجال لم يسلط عليه
ٍ ثم طبع بطابع فلم يكسر إلى يوم القيامة، وأتوب إليك كتب في رق
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al Kahfi, bisa dilakukan
pada malam Jum’at atau siang hari di hari Jum’at.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membicarakan mengenai hari
Jum’at lalu ia bersabda,
Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42
pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang
kuat.
Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum’at,
berdasarkan hadits:
“Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum’at selesai”[10]. Pendapat
ini dipilih oleh Imam Muslim, An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.
Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits:
يوم الجمعة ثنتا عشرةا يريد ساعة ل يوجد مسلم يسأل ا عز وجل شيئا إل أتاه ا عز وجل فالتمسوها آخر
ساعة بعد العصر
“Dalam 12 jam hari Jum’at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah
Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar”[11]. Pendapat
ini dipilih oleh At Tirmidzi, dan Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Pendapat ini yang lebih masyhur
dikalangan para ulama.
Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum’at. Pendapat ini didasari
oleh riwayat dari Abi Salamah. Ishaq bin Rahawaih, At Thurthusi, Ibnul Zamlakani menguatkan
pendapat ini.
Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua
pendapat yang ada. Ibnu ‘Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam
berdoa pada dua waktu yang disebutkan”.
Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum’at tidak pada
beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu ‘Abdil
Barr.[12]
Semoga bermanfaat.
Artikel https://rumaysho.com
[2] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 8/19, Dar Ihya’ At Turots,
cetakan kedua, 1392.
[5] HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
ligoirihi –yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya-. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1673.
[6] HR. Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[7] HR. Ad Darimi no. 3407. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih sampai Abu Sa’id dan mauquf padanya.
[8] HR. Al Hakim (1/564). Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits ini shahih
karena banyak terdapat syawahid (dalil penguat).
[9] HR. Bukhari no. 935 dan Muslim no. 852, dari sahabat Abu Hurairah.
[10] HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu
[11] HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu. Dishahihkan Al
Albani di Shahih Abi Daud
[12] Point ini dicuplik dari tulisan saudara kami Yulian Purnama di Buletin At Tauhid.
Sumber : https://rumaysho.com/917-amalan-istimewa-di-hari-jumat.html
KIAMAT TERJADI PADA HARI JUMAT
Hari Jum’at adalah hari yang utama dalam sepekan. Pada hari tersebut ada
kejadian-kejadian besar, di antaranya adalah terjadinya kiamat. Juga pada
hari tersebut Adam diciptakan, di hari itu pula beliau dimasukkan dalam
surga, juga pada hari tersebut beliau dikeluarkan dari surga.
ٍ وولو توقايوام اللساوعةا،ٍ ووففييفه أايخفروج فمينوها،ق آودام ووففييفه أايدفخول ايلوجنلوة
ٍ ففييفه اخلف و،س يويوام ايلاجاموعفة
ت وعلوييفه اللشيم ا
طلووع ي
وخييار يويوةم و
إفلل ففيي يويوفم ايلاجاموعفة
“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari Jum’at
Adam diciptakan, pada hari itu dia dimasukkan ke dalam surga dan pada hari
Jum’at itu juga dia dikeluarkan dari Surga. Hari Kiamat tidaklah terjadi kecuali
pada hari Jum’at.” (HR. Muslim no. 854).
4- Hari kiamat disegerakan sebagai balasan bagi para nabi, shiddiqin, para
wali Allah dan selainnya, juga untuk menampakkan karomah dan kemuliaan
mereka.
Namun kapan tanggal pasti kiamat itu datang, tidak ada yang mengetahuinya.
ك لووعلل اللساوعةو تواكوان قوفريربا س وعفن اللساوعفة قايل إفنلوما فعيلاموها فعينود ل
اف وووما يايدفري و يويسأ ولا و
ك اللنا ا
Wallahul muwaffiq.
Hari Jumat adalah hari yang istimewa dan memiliki beberapa keistimewaan.
Saudaraku, yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Perlu diketahui, bahwa setiap waktu
memiliki kelebihan dari waktu lainnya. Di antara waktu yang memiliki keutamaan untuk beramal
sholeh adalah hari Jum’at. Sebagaimana dikatakan oleh Qotadah bahwa Allah telah memilih hari
yang termasuk istimewa dari yang hari lainnya yaitu hari Jum’at. (Tafsir Ibnu Katsir, surat At
Taubah ayat 36)
Saudaraku, para pembaca yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Ta’ala. Hari Jum’at adalah
hari yang memiliki keutamaan di sisi Allah Ta’ala. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
Pada hari Jum’at juga terdapat beberapa kejadian luar biasa sebagaimana disebutkan dalam
hadits berikut ini. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
س َيفنبوُكم َابلككمنعهة َهفيهه َكخلهنق َآندكم َنوهفيهه َأكبدهخنل َابلننتنة َنوهفيهه َأكبخهرنج َهمبنفنهاَ َنونل َتنفكقوُكم َالتساَنعةك م ش
ت خيفر َيفوُمم َطنلنعت َعلني ه
ه َال
ك ب نب ك نب ن ب ن ب
ل َهف َيفنبوُهم َابلككمنعهة
إه ت
“Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jum’at. Hari tersebut adalah hari
diciptakannya Adam, hari ketika Adam dimasukkan ke dalam surga dan hari ketika Adam
dikeluarkan dari surga. Hari kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jum’at”. (HR. Muslim)
Hari Jum’at juga adalah hari ‘ied (hari raya) kaum muslimin setiap pekannya. Dari Anas bin
Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada Jibril, “Hari apa ini?”. Jibril pun
menjawab,
هه
ك َنوهلكتمته ن
ك ل َهعبيءدا َلن ن
نهذه َالككمنعكة َنجنعلننهاَ َا ك
“Hari ini adalah hari Jum’at yang Allah jadikan sebagai ‘ied (hari raya) bagimu dan umatmu.”
(Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya. Hasan)
Semoga bermanfaat dan semakin semangat untuk beramal shalih di hari Jumat.
“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan
disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul
Jami’ no. 6470)
Betapa banyak orang lalai dari amalan yang satu ini ketika malam Jum’at
atau hari Jum’at, yaitu membaca surat Al Kahfi. Atau mungkin sebagian orang
belum mengetahui amalan ini.
Hadits pertama:
ت اتَّلوعئتيِ ئ
ق ف لوتَّيِلوةو اتَّلكجكموعئة أو و
ضاَوء لوهك ئمون اللنوئر ئفيِوماَ بوتَّيِنوهك ووبوتَّيِون اتَّلبوتَّيِ ئ ومتَّن قوورأو ك
سوورةو اتَّلوكتَّه ئ
“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, dia akan
disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.” (HR. Ad Darimi. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no.
6471)
Hadits kedua:
Inilah salah satu amalan di hari Jum’at dan keutamaan yang sangat besar di
dalamnya. Akankah kita melewatkan begitu saja [?]
Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan
untuk beramal sholeh sesuai tuntunan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala
nabiyyiina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Apa saja keistimewaan hari Jum’at? Bagi setiap umat, ada waktu yang Allah pilih sebagai hari
yang jadi pemusatan pikiran untuk ibadah. Dalam sepekan, hari jum’at adalah hari untuk
mengkonsentrasikan diri dalam ibadah. Di antara yang bisa diamalkan adalah memperbanyak
shalawat dan membaca surat Al Kahfi.
Hari Jum’at adalah hari yang disunnahkan untuk memusatkan perhatian untuk ibadah. Hari
Jum’at dibanding dengan hari lainnya memiliki keistimewaan di mana di dalamnya terdapat
amalan wajib maupun sunnah.
Allah juga telah memberikan suatu hari bagi setiap umat di mana mereka punya waktu untuk
berkonsentrasi dalam ibadah. Pada hari tersebut, mereka menyendiri untuk beribadah pada Allah.
Adapun hari Jum’at adalah hari ibadah bagi umat Islam.
Hari Jum’at adalah hari yang istimewa dari hari-hari lainnya, ibarat bulan Ramadhan adalah
bulan istimewa dibanding bulan-bulan lainnya. Waktu dikabulkannya do’a pada hari Jum’at
sama halnya seperti bulan Ramadhan yang memiliki satu waktu dikabulkannya do’a yaitu di
malam Lailatul Qadar. Karenanya, siapa saja yang baik pada hari Jum’atnya, maka baik pula
hari-hari lainnya. Begitu pula siapa saja yang baik Ramadhannya, maka baik bulan-bulan lainnya
dalam setahun. Juga siapa yang baik hajinya, maka baik pula umurnya.
Hari Jum’at adalah timbangan baiknya hari dalam sepekan, sebagaimana Ramadhan adalah
timbangan baiknya bulan dalam setahun. Adapun haji adalah timbangan baiknya umur
seseorang. Wabillahit taufiq. (Zaadul Ma’ad, 1: 386).
Sumber : https://rumaysho.com/5128-hari-jumat-hari-konsentrasi-ibadah.html
Perbanyaklah Shalawat di Hari Jumat
Feb 13, 2009Muhammad Abduh Tuasikal, MScAmalan0
Amalan yang satu ini juga mungkin banyak dilalaikan oleh kamu muslimin atau mungkin belum
diketahui. Amalan tersebut adalah shalawat kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Janganlah kita sampai melalaikan amalan ini.
َفننمبن َنكاَنن َأنبكثْنفنركهبم،َ ض َنعلنتى َهف َككدل َيفنبوُهم َكجكنعمة صلننة َأكتمهت َتفكبعنر ك
ه م أنبكثْهروا َعلنى َهمن َال ت ه
صلنة َهف َككدل َيفنبوُم َكجكنعة َفنهإتن َ ن ك ن ت ن
صلنءة َنكاَنن َأنقبفنربفنكهبم َهمدن َنمبنهزلنةء
نعلنتى َ ن
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan
diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah
yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro.
Hadits ini hasan ligoirihi –yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya-)
[1] Dari Zaid bin Abdullah berkata bahwa sesungguhnya mereka dianjurkan mengucapkan,
م
اللتكهتم َ ن
صدل َنعنلى َكمنتمد َالنته د
ب َالكدمدي
“Allahumma sholli ‘ala Muhammad an nabiyyil ummiyyi. [Ya Allah, berilah shalawat kepada
Muhammad Nabi yang Ummi]” (Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no.
60. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa hadits ini shohih)
“Wahai Rasulullah, kami sudah mengetahu bagaimana kami mengucapkan salam padamu. Lalu
bagaimana kami bershalawat padamu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ucapkanlah,
حبيند َ نهمبيند
ك َ نه ه ه ه م م
ت َنعنلى َآهل َهإببفنراهبينم َانت ن
صلتبي ن اللتكهتم َ ص
صدل َنعنلى َكمنتمد َنونعنلى َآل َكمنتمد َنكنماَ َ ن
“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala ali Ibrahim,
innaka hamidun majid” [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena
engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi
Maha Mulia] (Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 56. Syaikh Al
Albani mengomentari bahwa sanad hadits ini shohih)
[3] Dalam riwayat Bukhari no. 3370 terdapat lafazh shalawat sebagai berikut,
Itulah bacaan shalawat yang dapat kita amalkan dan hendaknya kita mencukupkan diri dengan
shalawat yang telah diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah kita
mengamalkan shalawat yang sebenarnya tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, apalagi mengandung kesyirikan semacam shalawat nariyah. Butuh pembahasan tersendiri
untuk membahas shalawat nariyah ini.
Penutup
Saudaraku, perbanyaklah shalawat di hari Jum’at. Ingatlah, makna shalawat adalah sebagaimana
yang dikatakan oleh Abul ‘Aliyah,
Sebagian ulama mengatakan bahwa makna shalawat dari Allah adalah rahmat, dari malaikat
adalah istigfar (mohon ampunan) dan dari manusia adalah do’a. Namun makna shalawat dari
Allah yang lebih tepat adalah sebagaimana perkataan Abul ‘Aliyah di atas sebagaimana yang
dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’ dan Syarh
Bulughul Marom.
Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mengamalkannya. Semoga Allah selalu memberi kita
ilmu yang bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala
nabiyyiina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya: Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber : https://rumaysho.com/203-perbanyaklah-shalawat-di-hari-jumat.html
Doa di Hari Jumat
May 18, 2011Muhammad Abduh Tuasikal, MScAmalan0
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
Para pengunjung rumaysho.com yang semoga selalu mendapat penjagaan Allah. Hari Jum’at hari
penuh barokah. Di antara barokah di hari tersebut, Allah Ta’ala memberi satu waktu utama untuk
memanjatkan do’a kepada-Nya. Di mana do’a saat itu adalah do’a yang mustajab (mudah
diijabahi).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jum’at,
lantas beliau bersabda,
Para ulama menyebutkan beberapa pendapat dalam masalah ini yaitu tentang kapan waktu yang
dimaksud. Ada riwayat dari Imam Muslim, yaitu hadits Abu Musa radhiyallahu ‘anhu yang
menyebutkan waktu yang dimaksud.
Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al Asy’ari. Ia berkata, “’Abdullah bin ‘Umar bertanya padaku,
‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyebut suatu hadits dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengenai waktu mustajabnya do’a di hari Jum’at?” Abu Burdah menjawab,
“Iya betul, aku pernah mendengar dari ayahku (Abu Musa), ia berkata bahwa Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
Kata Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, “Hadits ini memiliki ‘illah (cacat) dan tidak shahih. Al Hafizh
Ad Daruquthni rahimahullah menyatakan cacatnya hadits tersebut. Al Hafizh Ibnu Hajar juga
menyatakan hal yang sama bahwa hadits tersebut memiliki ‘illah karena adanya idhthirob dan
inqitho’ (sebab yang membuat hadits menjadi dho’if, pen).”
Ada hadits lain yang secara sanad shahih menyebutkan tentang kapan waktu mustajab di hari
Jum’at yang dimaksud. Hadits tersebut adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
Pendapat yang disebut dari hadits terakhir, itulah yang lebih mendekati tentang maksud waktu di
hari Jum’at. Kata Syaikh Musthofa Al ‘Adawi rahimahullah, “Namun demikian, sudah
sepantasnya seorang muslim berusaha untuk memperbanyak do’a di hari Jum’at di waktu-waktu
yang ada secara umum.”
Ibnu Hajar sendiri menyebutkan ada 40 pendapat dalam masalah ini. Beliau rahimahullah
mengatakan,
Jadi, yang mestinya dilakukan adalah hendaknya setiap muslim memperbanyak do’a di
sepanjang hari Jum’at untuk mendapatkan keutamaan terkabulnya do’a, tidak dikhususkan pada
waktu tertentu mengingat alasan yang telah diulas di atas. Moga Allah perkenankan setiap do’a-
do’a kita.[5]
Wallahu waliyyut taufiq. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
www.rumaysho.com
[3] HR. Abu Daud no. 1048. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh
Musthofa Al ‘Adawi menyatakan adanya cacat dalam hadits ini walaupun sanadnya shahih.
[5] Tulisan ini adalah faedah ilmu dari pembahasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah
(ulama Mesir dan termasuk murid Syaikh Muqbil) dalam kitab beliau Fiqhud Ad Du’a, terbitan
Maktabah Makkah, cetakan pertama, 1422 H, hal. 46-48.
Sumber : https://rumaysho.com/1748-doa-di-hari-jumat.html
Perbedaan Itu Rahmat
May 19, 2011Muhammad Abduh Tuasikal, MScJalan Kebenaran0
Perkataan beliau di atas boleh jadi benar dari satu sisi, dan keliru ditinjau dari sisi yang lain.
Perbedaan itu rahmat bisa jadi benar jika ditinjau dari sisi usaha keras para ulama dalam
berijtihad sehingga muncullah berbagai macam pendapat yang ada. Dari sisi ini kita dapat
katakan bahwa perbedaan pendapat kala itu adalah rahmat. Jadi tinjauan yang benar ini dilihat
dari sisi usaha keras para ulama yang melakukan ijtihad.
Namun jika yang dimaksud perbedaan adalah rahmat ditinjau dari sisi umat yang mengikuti
berbagai macam pendapat, bisa jadi keliru. Ada yang ikut pendapat ulama A, Syaikh B, kyai C,
dst, padahal ada di antara pendapat-pendapat tersebut yang jelas bertentangan dengan petunjuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sisi inilah dapat kita katakan tidak tepatnya mengatakan
bahwa perbedaan itu rahmat. Tinjauannya adalah dari sisi umat yang ikut berbagai ragam
pendapat. Karena beragam pendapat di tengah umat seperti itu membuat umat terpecah belah.
Maka jelas perbeadaan saat itu bukanlah rahmat.
Jadi perkataan perbedaan itu rahmat dapat ditafsirkan benar dan keliru. Bisa saja perkataan
tersebut disalah tafsirkan dan bisa jadi pemahamannya benar.
Yang benar adalah bersatu itu tentu saja lebih baik daripada mesti berbeda. Tetapi kita tidak bisa
lepas dari perbedaan yang sudah jadi sunnatullah. Tinggal tugas kita mengikuti manakah yang
sesuai ajaran Islam atau ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang jauh dari ajaran beliau,
tentu kita tinggalkan.
“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan
petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham
kalian.” (HR. Abu Daud no. 4607, At Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42. At Tirmidizi
mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat
Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
لويم يوفحلل لوها أوين يوودوعوها لفقويوفل أووحةد: ت لوها اسنلةا وراسيوفل اف
أويجوموع الاميسلفاميوون وعولى أولن ومفن ايستووبانو ي
“Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang
lainnya.” (I’lamul Muwaqi’in, 2/282).
Syarh Lum’atul I’tiqod (Ibnu Qudamah Al Maqdisi), Syaikh Sholeh bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Syaikh
(Menteri Agama Saudi Arabia), terbitan Darul Kautsar, 2008.
Sumber : https://rumaysho.com/1750-perbedaan-itu-rahmat.html
NIKAH MEMBUKA PINTU REZEKI
Muslimah
Banyak yang sudah membuktikan bahwa dengan menikah akan terbuka pintu
rezeki. Awalnya cuma hidup pas-pasan dengan gaji pas-pasan dan hidup di
rumah kontrakan yang sempit serta makan yang pas-pasan. Ternyata Allah
beri kelapangan setelah kesempitan. Karena Allah menolong setiap orang yang
menikah yang ingin menjaga kesucian dirinya.
“Ada tiga orang yang akan mendapatkan pertolongan Allah: (1) orang yang
berjihad di jalan Allah, (2) orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya,
(3) budak mukatab yang ingin membebaskan dirinya.” (HR. An-Nasa’i, no.
3218; Tirmidzi, no. 1655; Ibnu Majah, no. 2518. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Apalagi rezekinya dijamin pula oleh Allah jika ia rajin menafkahi istri dan
anaknya.
“Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua malaikat yang turun dan berdoa,
“Ya Allah berikanlah ganti pada yang gemar berinfak (rajin memberi nafkah
pada keluarga).” Malaikat yang lain berdoa, “Ya Allah, berikanlah
kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah (memberi nafkah).” (HR. Bukhari,
no. 1442; Muslim, no. 1010)
Maksud ayat, siapa saja yang mengeluarkan nafkah dalam ketaatan pada
Allah, maka akan diberi ganti.
Dalam hadits qudsi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
Sebagian kita menyangka bahwa rezeki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap
meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu.
Perlu kita ketahui bahwa rezeki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah
surga (jannah).
Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang shalih. Surga adalah nikmat dan rezeki
yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah
tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rezeki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya,
maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari
firman Allah Ta’ala,
Surga yang paling tinggi adalah surga Firdaus sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
Bagaimana cara meraih surga Firdaus tersebut, lakukanlah enam hal berikut:
( َنوالتهذينن َكهبم3)َ ضوُنن ه ( َالتهذين َهم َهف َ هه ه1)َ قنبد َأنفبفلنح َالبمبؤهمكنوُنن
( َنوالتذينن َكهبم َنعهن َاللتبغهوُ َكمبعهر ك2)َ صنلتبم َنخاَشكعوُنن ن كب ن ن ك
ه ه ه ه ه ه ه ه
ت َأنبنياَنفككهبم َفنهإنفتكهبم َ نب
غيفكر ( َإهتل َنعنلى َأنبزنواجهبم َأنبو َنماَ َنملننك ب5)َ ( َنوالتذينن َكهبم َلكفكروجهبم َنحاَفكظوُنن4)َ للتزنكاَة َنفاَعكلوُنن
(8)َ ( َنوالتهذينن َكهبم َهلننماَنناَهتهبم َنونعبههدههبم َنراكعوُنن7)َ ك َكهكم َالبنعاَكدونن ك َفنكأولنئه ن
ه
( َفننمهن َاببفتنفنغى َنونرانء َنذل ن6)َ ي ه
نمكلوُم ن
)َ س َكهبم َهفينهاَ َنخاَلهكدونن ته ه ه ه والتهذين َهم َعنلى َ هه ه
( َكأولنئه ن9)َ صلننوُاتبم َكيناَفكظوُنن
( َالذينن َينركثوُنن َالبفبرندبو ن10)َ ك َكهكم َالبنوُاركثوُنن ن ن كب ن ن
(11
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya,
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna,
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas.
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
9. dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.
Sumber : https://rumaysho.com/13330-mau-tahu-rezeki-yang-paling-besar.html
Syarat Wanita Bekerja dan Berkarir
Oct 15, 2016Muhammad Abduh Tuasikal, MScMuslimah0
Apakah boleh wanita bekerja (menjadi wanita karir) sehingga sering berada di luar rumah?
Sebelum pertanyaan di atas dijawab, perlu dipahami bahwa sebaik-baik tempat bagi wanita
adalah di rumahnya. Inilah yang dipuji dalam berbagai ayat.
Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas bahwa janganlah wanita keluar rumah kecuali ada hajat
seperti ingin menunaikan shalat di masjid selama memenuhi syarat-syaratnya. (Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 6: 182).
Wanita yang betah di rumah inilah yang lebih menjaga diri. Wanita karir begitu bebas bergaul
dengan lawan jenis di kantor, tanpa kenal batas. Padahal Allah Ta’ala memuji wanita yang
menjaga dirinya,
ب دبدماَ دحدفدظ ش
َار ت لدنلِدغنيِ د
ت دحاَدفدظاَ ر
ت دقاَدندتاَ ر
َصاَلددحاَ ر
دفاَل ش
“Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada.” (QS. An Nisa’: 34).
Ath-Thabari berkata dalam kitab tafsirnya (6: 692), “Wanita tersebut menjaga dirinya ketika
tidak ada suaminya, juga ia menjaga kemaluan dan harta suami. Di samping itu, ia wajib
menjaga hak Allah dan hak selain itu.”
Alasan wanita lebih baik di rumah, menjadi IRT (Ibu Rumah Tangga) karena wanita itu aurat.
Disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دماَ درآدنيِ أددحرد دإل:ت دمنن دبنيِدتدهاَ انسدتنشدردفدهاَ الششنيِدطاَرَن دفدترَقورَل ِهلل دوإدشندهاَ إددذا دخدردج ن،إدشن انلدمنرأددة دع نودرةر
ب دماَ دترَكورَن إددلىِ ش د
ا إددذا دكاَدن ن
َت دفيِ دقنعدر دبنيِدتدها َِهلل دوأدنقدر ر،أدنعدجنبرَترَه
“Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya.
Keadaan perempuan yang paling dekat dengan Allah adalah ketika dia berada di dalam
rumahnya.” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1685 dan Tirmidzi no. 1173. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah, guru kami saat belajar di
Riyadh menyebutkan dalam kitab Tambihaat ‘ala Ahkam Takhtash bi Al-Mu’minaat (hlm. 12)
mengenai syarat wanita boleh bekerja di luar rumah sebagai berikut:
Pertama :
Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang ia butuhkan atau pekerjaan yang dibutuhkan
masyarakat karena tidak mungkin tergantikan oleh laki-laki.
Kedua:
Ketiga:
Pekerjaan yang dilakukan berada di lingkungan para wanita (jauh dari interaksi dengan pria)
seperti sebagai pengajar bagi murid-murid perempuan dan merawat pasien wanita.
Semoga Allah menjadikan para wanita sebagai qurrata a’yun bagi suaminya.
Referensi:
Tambihaat ‘ala Ahkam Takhtash bi Al-Mu’minaat. Cetakan kelima, tahun 1429 H. Syaikh Dr.
Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al-Fauzan. Penerbit Darul Ifta’.
Saat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun silam. Sekarang para wanita
sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan hanya kepala yang dibuka
atau telapak kaki, yang di mana kedua bagian ini wajib ditutupi. Namun,
sekarang ini sudah banyak yang berani membuka paha dengan memakai
celana atau rok setinggi betis. Ya Allah, kepada Engkaulah kami mengadu,
melihat kondisi zaman yang semakin rusak ini.
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1]
Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia
dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok,
kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan
masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium
selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini sudah ada
di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua golongan semacam ini.
Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi
setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir,
4/275).
Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih
parah.
Makna kedua: wanita yang mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan
kebaikan dan tidak mau mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan
ketaatan kepada Allah.
Makna keempat: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian
dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.
(Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia
membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk
menampakkan keindahan dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy.
Pertama: wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam
tubuhnya. Wanita seperti ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia
telanjang.
Ketiga: wanita yang mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur
kepada-Nya. (Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)
Jika wanita tersebut menghalalkan perbuatan ini yang sebenarnya haram dan
dia pun sudah mengetahui keharaman hal ini, namun masih menganggap
halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib ditutup (atau
menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini kafir,
kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya.
Dapat kita maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga
untuk pertama kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan
masuk surga. Wallahu Ta’ala a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa sebagian wanita masih membuka
auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok hanya setinggi betis? Kenapa
mereka begitu senangnya memamerkan paha di depan orang lain? Kenapa
mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib ditutupi? Kenapa
mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus ditutupi? Kenapa
pula masih memperlihatkan leher?!
Mungkin sebagian saudara kami masih rancu mengenai perkara do’a. Apakah
memang setiap selesai shalat harus berdoa? Inilah yang akan kami jelaskan
pada posting kali ini.
Namun apakah yang dimaksud dengan dubur shalat (akhir shalat)? Apakah
sebelum salam atau sesudah salam?
Dubur shalat kadang bermakna sebelum salam dan kadang pula bermakna
sesudah salam.
“Kemudian terserah dia memilih do’a yang dia sukai untuk berdo’a
dengannya.” (HR. Abu Daud no. 825).
“Kemudian terserah dia memilih setelah itu (setelah tasyahud) do’a yang dia
kehendaki (dia sukai).” (HR. Muslim no. 402, An Nasa’i no. 1298, Abu Daud
no. 968, Ad Darimi no. 1340)
Di antara contoh do’a yang dibaca sebelum salam adalah yang terdapat dalam
hadits Mu’adz bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat
padanya,
“Janganlah engkau tinggalkan untuk berdo’a setiap dubur shalat (akhir shalat)
[1] : Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik. [Ya Allah,
tolonglah aku untuk berdzikir pada-Mu, bersyukur pada-Mu, dan
memperbagus ibadah pada-Mu].” (HR. An Nasa’i no. 1286, Abu Daud no. 1301.
Sanad hadits ini shohih)
Contoh lain dari do’a yang dibaca sebelum salam adalah do’a yang diajarkan
oleh Sa’ad bin Abi Waqosh radhiyallahu ‘anhu.
“Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung pada-Mu
dari hati yang lemah, aku berlindung dari dikembalikan ke umur yang jelek,
aku berlindung kepada-Mu dari musibah dunia dan aku berlindung pada-Mu
dari siksa kubur.”[2]
Adapun letak bacaan dzikir adalah setelah shalat, setelah salam berdasarkan
hadits-hadits shohih yang ada. Contoh yang dimaksud adalah ketika selesai
salam kita membaca :
Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta yaa dzal jalali wal ikrom.
Dzikir ini dibaca oleh imam, makmum ataupun orang yang shalat sendirian
(munfarid).
Laa ilaha illalah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa
huwa ‘ala kulli sya’in qodir,
Laa ilaha illallah wa laa na’budu illa iyyah, lahun ni’mah wa lahul fadhlu wa
lahuts tsana’ul hasan.
Allahumma laa mani’a lima a’thoita wa laa mu’thiya lima mana’ta, wa laa
yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.
Inilah yang dianjurkan bagi muslim dan muslimah untuk membaca dzikir-
dzikir ini setelah shalat lima waktu.
Lalu dia menggenapkan bacaan dzikir ini menjadi seratus dengan membaca :
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa
huwa ‘ala kulli sya’in qodir.
Semua dzikir ini terdapat dalam hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Lalu dianjurkan setelah membaca dzikir-dzikir ini agar membaca ayat kursi
sekali secara lirih (sir).
Lalu setelah itu membaca qul huwallahu ahad dan al maw’idzatain (Al Falaq
dan An Naas) masing-masing sekali setelah selesai shalat; kecuali untuk
shalat maghrib dan shubuh, ketiga surat ini dibaca masing-masing sebanyak
tiga kali.
Dianjurkan pula bagi setiap muslim dan muslimah setelah selesai shalat
maghrib dan shubuh untuk membaca dzikir :
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi
wa yumit wa huwa ‘ala kulli sya’in qodir,
Amalan seperti ini terdapat dalam hadits yang shohih. Wallahu waliyyut
taufiq.
[1] Setelah tasyahud, sebelum salam. Ini adalah letak kita dianjurkan untuk
berdo’a.
[2] Setelah shalat, sesudah salam. Ini adalah letak kita dianjurkan untuk
berdzikir. Kalau Ingin Berdo’a, Sebaiknya Dilakukan Sebelum Salam
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah (Liqo’at Al Bab Al
Maftuh, 82/19, Asy-syabkah Al Islamiyah) berkata : Oleh karena itu dapat kita
katakan bahwa apabila engkau ingin berdo’a kepada Allah, maka berdo’alah
kepada-Nya sebelum salam.
Lalu manakah yang lebih afdhol (lebih utama), apakah meminta pada Allah
ketika bermunajat kepada-Nya ataukah setelah engkau berpaling (selesai) dari
shalat?
Adapun ucapan dzikir setelah menunaikan shalat (setelah salam) yaitu ucapan
astagfirullah sebanyak 3 kali. Ini memang do’a, namun ini adalah do’a yang
berkaitan dengan shalat.
Ucapan istighfar seseorang sebanyak tiga kali setelah shalat bertujuan untuk
menambal kekurangan yang ada dalam shalat.
Maka pada hakikatnya, ucapan dzikir ini adalah pengulangan dari shalat.
Semoga Allah selalu memberikan pada kita ilmu yang bermanfaat dan
memudahkan untuk melakukan amalan sholeh.
Sungguh sangat menyayangkan sekali kondisi umat Islam saat ini. Di antara
kaum muslimin masih saja bingung mencari kebenaran. Sehingga di antara
mereka mempercayai beberapa orang yang mengaku sebagai rasul dan
mengikuti ajarannya. Hal ini sudah berlangsung sejak dulu dengan pengakuan
Musailamah Al Kadzdzab sebagai Nabi.
Kemudian pada abad ke-20 ini muncul lagi ajaran-ajaran yang baru yang
mengaku sebagai ajaran Islam, padahal sungguh sangat jauh dari Islam. Di
antara ajaran tersebut adalah ajaran Ahmadiyah dari India, begitu juga ajaran
seorang wanita yang bernama Lia Aminudin yang mengaku sebagai penyampai
wahyu yang diberikan kepada anaknya yang diangkat sebagai Nabi dan akhir-
akhir ini muncul pula aliran yang bernama Al Qiyadah Al Islamiyah yang juga
mempunyai rasul yang baru muncul tahun 2000.
Maka benarlah sabda suri tauladan kita hingga akhir zaman yaitu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang setiap perkataannya adalah jujur dan
dibenarkan (yang artinya),”Tidak akan tiba hari kiamat sampai dibangkitkan
dajjal-dajjal pendusta yang berjumlah sekitar 30 orang. Semuanya mengklaim
bahwa dirinya adalah Rasulullah. (HR. Bukhari).
Beriman kepada para Rasul merupakan salah satu rukun iman. Para rasul
inilah perantara antara Allah Ta’ala dan hamba-Nya dalam penyampaian
risalah (wahyu) dan penegakkan hujjah.
Maka hal ini menunjukkan bahwa beriman kepada para rasul mulai dari
Nabi Adam ’alaihis salam hingga Nabi kita -Muhammad shallallahu ’alaihi
wa sallam- adalah wajib. Hikmah Diutusnya Para Rasul
Pengutusan para rasul merupakan nikmat Allah bagi para hamba-Nya. Karena
kebutuhan hamba pada para rasul sangat mendesak (primer). Seorang hamba
tidak mungkin mengatur kondisi dan menegakkan agama tanpa perantara
mereka. Kebutuhan hamba pada rasul melebihi kebutuhannya pada makan
dan minum.
Karena Allah Ta’ala telah menjadikan para rasul sebagai perantara antara Dia
dan hamba-Nya, dalam mengenal Allah, mengetahui sesuatu yang bermanfaat
atau membahayakannya, juga dalam mengenal rincian syari’at berupa
perintah, larangan, dan hal yang dibolehkan, serta menjelaskan pula hal-hal
yang dicintai Allah dan dibenci-Nya.
Tidak ada jalan mengetahui yang demikian kecuali melalui para rasul, karena
akal tidak dapat menunjuki pada rincian perkara ini.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Manusia itu adalah umat yang satu
(setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk
memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan.” (QS. Al Baqarah [2] : 213).
Kenabian (Nubuwwah) adalah Pilihan Allah
Kenabian (nubuwah) bukanlah hasil kerja keras hamba, yang dicari dengan
membebani diri melakukan berbagai macam ibadah, menghiasi diri dengan
akhlaq dan selalu melatih diri, sebagaimana dikatakan para filosof dan juga
diyakini oleh ahli tasawuf.
Allah membantah perkataan mereka ini dalam firman Allah lainnya (yang
artinya),”Mereka berkata: Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada
kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan
Allah. Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (QS.
Al An’am [6] : 124).
Oleh karena itu, kenabian merupakan pilihan Allah sesuai dengan hikmah
dan ilmu-Nya siapa yang pantas mengemban kenabian ini. Kenabian bukanlah
usaha seorang hamba sedikitpun.
Maka sungguh sangat tidak tepat, perkataan aliran JIL yang mengambil
perkataan kaum orientalis barat bahwa agama Islam adalah hanya untuk
orang Arab. Semoga Allah melindungi kita dari semua ajaran mereka yang
sesat dan menyesatkan.
Adapun turunnya Nabi Isa ’alaihis salam di akhir zaman nanti, tidak berarti
wahyu belum berakhir. Wahyu (risalah) sudah berakhir karena Nabi Isa
’alaihis salam turun bukan membawa syari’at baru lagi, tetapi beliau
beribadah dengan syariat Nabi kita Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.
Ini berarti syari’at Nabi Isa ’alaihis salam telah dihapus dengan diutusnya Nabi
Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.
Inilah yang menjadi inti pembahasan kita saat ini. Banyak aliran baru yang
mengaku sebagai Islam yang muncul pada abad milenium saat ini dengan
membawa ajaran dan pemahaman baru yang tidak ada contoh dari generasi
terbaik umat ini yaitu para sahabat.
Maka untuk menjawab syubhat mereka yang mengatakan masih perlu adanya
rasul baru, kami akan membawakan empat sebab yang bisa menjadi alasan
diutusnya rasul baru dan akan kami jawab.
SEBAB I, pada suatu umat, sebelumnya telah diutus seorang Nabi. Namun,
Nabi tersebut tidak mengajari mereka. Nabi tersebut diutus kepada umat
lainnya dan ajaran tersebut sampai kepada mereka. Jawaban : Sebab ini tidak
mungkin ada setelah diutusnya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, karena
Islam saat ini sudah tersebar di setiap negeri hingga pelosok, sehingga tidak
butuh lagi adanya rasul baru.
SEBAB II, pada suatu umat, sebelumnya telah diutus seorang Nabi. Namun
ajarannya telah hilang karena telah dilupakan atau telah bercampur dengan
berbagai penyimpangan hingga umat tersebut tidak dapat mengikuti ajaran
tersebut dengan benar dan sempurna. Jawaban : Sebab ini juga tidak
mungkin ada, karena Al Qur’an dan As Sunnah telah Allah jaga dan pelihara.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Sesungguhnya Kami-lah yang
menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
(QS. Al Hijr [15] : 9). Sehingga tidak perlu diutus rasul baru lagi.
SEBAB III, pada umat tersebut, sebelumnya telah diutus seorang Nabi dan
ajarannya juga berlaku untuk umat sesudahnya. Ini berarti sangat
dibutuhkan diutusnya Nabi selanjutnya untuk menyempurnakan ajarannya.
Jawaban : Sebab ini tidak mungkin ada setelah diutusnya Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam, karena agama ini telah sempurna sebagaimana
firman Allah Ta’ala yang artinya,”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-
ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] : 3). Maka tidak perlu
diutus rasul baru lagi.
SEBAB IV, pada umat tersebut telah diutus seorang nabi. Namun, sangat
dibutuhkan pula diutusnya nabi bersamanya untuk membenarkan dan
menguatkannya. Jawaban : Jika ini memang sangat perlu dan sangat
mendesak untuk membenarkan dan menguatkan ajaran Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam tentu saja Allah akan mengutus seorang Nabi di zaman
beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. Namun kenyataannya tidak ada seorang
Nabi yang Allah utus pada zaman tersebut. (Empat sebab ini disebutkan oleh
Abul A’la Al Maududi sebagai bantahan kepada Ahmadiyah yang kami nukil
dari Al Irsyad ila Shohihil I’tiqod)
Kesimpulan :
Keempat sebab ini sudah tidak ada lagi setelah diutusnya Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam. Oleh karena itu, tidak ada nabi-nabi baru lagi sesudah
beliau shallallahu ’alaihi wa sallam.
Sumber rujukan : (1) Al Irsyad ila Shohihil I’tiqod, Syaikh Sholih Al Fauzan,
(2) Minhajul Muslim, Abu Bakr Jabir Al Jazairi
Hadits Pertama
ٍ،ٍ ووإفين وكتوومها فوقويد وكفووراه،ٍ فوإ فين لويم يايجفزيئها فويليايثفن وعلوييفه؛ فوإ فنلها إفوذا أويثونى وعلوييفه فوقويد وشوكوراه،ف فويليايجفزيئاه
صنفوع إفلوييفه وميعيراو د
ومين ا
س ثويوبويي ازيوةر و
ٍ فووكأنلوما لوبف و،ط ل
ووومين تووحلى بووما لويم يايع و
Hadits Kedua
Siapa yang Tidak Mampu Membalas Kebaikan Orang Lain Hendaklah Dia
Mendo’akan Kebaikan Bagi Orang Tersebut
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST Sumber: Berbagai Fatwa Ulama Besar
Saudi Arabia Inilah yang masih belum dipahami sebagian orang. Mereka
menganggap bahwa setiap berdoa harus mengangkat tangan, semacam
ketika berdoa sesudah shalat. Untuk lebih jelas marilah kita melihat
beberapa penjelasan berikut. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin –
rahimahullah- pernah ditanyakan, “Bagaimanakah kaedah (dhobith)
mengangkat tangan ketika berdo’a?” (Liqo’at Al Bab Al Maftuh, 51/13, Asy
Syabkah Al Islamiyah) Beliau –rahimahullah- menjawab dengan rincian yang amat bagus :
Mengangkat tangan ketika berdo’a ada tiga keadaan : Pertama, ada dalil yang menunjukkan
untuk mengangkat tangan. Kondisi ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat tangan ketika
berdo’a. Contohnya adalah ketika berdo’a meminta diturunkannya hujan. Jika seseorang
meminta hujan pada khutbah jum’at atau khutbah shalat istisqo’, maka dia hendaknya
mengangkat tangan. Contoh lainnya adalah mengangkat tangan ketika berdo’a di Bukit Shofa
dan Marwah, berdo’a di Arofah, berdo’a ketika melempar Jumroh Al Ula pada hari-hari tasyriq
dan juga Jumroh Al Wustho. Oleh karena itu, ketika menunaikan haji ada enam tempat (yang
dianjurkan) untuk mengangkat tangan (ketika berdo’a) yaitu : [1] ketika berada di Shofa, [2]
ketika berada di Marwah, [3] ketika berada di Arofah, [4] ketika berada di Muzdalifah setelah
shalat shubuh, [5] Di Jumroh Al Ula di hari-hari tasyriq, [6] Di Jumroh Al Wustho di hari-hari
tasyriq. Kondisi semacam ini tidak diragukan lagi dianjurkan untuk mengangkat tangan ketika
itu karena adanya petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai hal ini. Kedua,
tidak ada dalil yang menunjukkan untuk mengangkat tangan. Contohnya adalah do’a di dalam
shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a istiftah : Allahumma ba’id baini
wa baina khothoyaya kama ba’adta bainal masyriqi wal maghribi …; juga membaca do’a duduk
di antara dua sujud : Robbighfirli; juga berdo’a ketika tasyahud akhir; namun beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan pada semua kondisi ini. Begitu pula dalam khutbah
Jum’at, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak mengangkat kedua tangannya kecuali jika meminta hujan (ketika khutbah tersebut).
Barangsiapa mengangkat tangan dalam kondisi-kondisi ini dan semacamnya, maka dia telah
terjatuh dalam perkara yang diada-adakan dalam agama (alias bid’ah) dan melakukan semacam
ini terlarang. Ketiga, tidak ada dalil yang menunjukkan mengangkat tangan ataupun tidak. Maka
hukum asalnya adalah mengangkat tangan karena ini termasuk adab dalam berdo’a. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesunguhnya Allah Maha Pemalu lagi
Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan
kepada-Nya , lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa..” (HR. Abu Daud no.
1488 dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud
mengatakan bahwa hadits ini shohih) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah
menceritakan seseorang yang menempuh perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan penuh debu,
lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya mengatakan : “Wahai Rabbku! Wahai
Rabbku!” Padahal makanannya itu haram, pakaiannya haram, dan dia dikenyangkan dari yang
haram. Bagaimana mungkin do’anya bisa dikabulkan? (HR. Muslim no. 1015) Dalam hadits tadi,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mengangkat kedua tangan sebagai sebab
terkabulnya do’a. Inilah pembagian keadaan dalam mengangkat tangan ketika berdo’a. Namun,
ketika keadaan kita mengangkat tangan, apakah setelah memanjatkan do’a diperbolehkan
mengusap wajah dengan kedua tangan? Yang lebih tepat adalah tidak mengusap wajah
dengan kedua telapak tangan sehabis berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal ini adalah
hadits yang lemah (dho’if) yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil). Apabila kita melihat
seseorang membasuh wajahnya dengan kedua tangannya setelah selesai berdo’a, maka
hendaknya kita jelaskan padanya bahwa yang termasuk petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah tidak mengusap wajah setelah selesai berdo’a karena hadits yang menjelaskan hal
ini adalah hadits yang lemah (dho’if). Hukum Mengangkat Tangan untuk Berdo’a Sesudah
Shalat Fardhu Pembahasan berikut adalah mengenai hukum mengangkat tangan untuk berdo’a
sesudah shalat fardhu. Berdasarkan penjelasan di atas, kita telah mendapat pencerahan bahwa
memang mengangkat tangan ketika berdo’a adalah salah satu sebab terkabulnya do’a. Namun,
apakah ini berlaku dalam setiap kondisi? Sebagaimana penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin di atas
bahwa hal ini tidak berlaku pada setiap kondisi. Ada beberapa contoh dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa beliau tidak mengangkat tangan ketika berdo’a.
Agar lebih jelas, mari kita perhatikan penjelasan Syaikh Ibnu Baz mengenai hukum mengangkat
tangan ketika berdo’a sesudah shalat. Beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181)
mengatakan :
Tidak disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangan (ketika berdo’a) pada kondisi yang kita
tidak temukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan pada saat itu.
Contohnya adalah berdo’a ketika selesai shalat lima waktu, ketika duduk di antara dua sujud
(membaca do’a robbighfirli, pen) dan ketika berdo’a sebelum salam, juga ketika khutbah jum’at
atau shalat ‘ied. Dalam kondisi seperti ini hendaknya kita tidak mengangkat tangan (ketika
berdo’a) karena memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian padahal
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan kita dalam hal ini. Namun ketika
meminta hujan pada saat khutbah jum’at atau khutbah ‘ied, maka disyariatkan untuk mengangkat
tangan sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka ingatlah kaedah yang disampaikan oleh beliau –rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya
(11/181) berikut :
“Kondisi yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan,
maka tidak boleh bagi kita untuk mengangkat tangan. Karena perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi
wa sallam termasuk sunnah, begitu pula apa yang beliau tinggalkan juga termasuk sunnah.”
Bagaimana Jika Tetap Ingin Berdo’a Sesudah Shalat? Ini dibolehkan, namun setelah
berdzikir, dengan catatan tidak dengan mengangkat tangan. Syaikh Ibnu Baz –rahimahullah-
dalam Majmu’ Fatawanya (11/178) mengatakan :
“Begitu pula berdo’a sesudah shalat lima waktu setelah selesai berdzikir, maka tidak terlarang
untuk berdo’a ketika itu karena terdapat hadits yang menunjukkan hal ini. Namun perlu
diperhatikan bahwa tidak perlu mengangkat tangan ketika itu. Alasannya, karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan demikian. Wajib bagi setiap muslim senantiasa
untuk berpedoman pada Al Kitab dan As Sunnah dalam setiap keadaan dan berhati-hati dalam
menyelisihi keduanya. Wallahu waliyyut taufik.”
Mengangkat Tangan Untuk Berdo’a Sesudah Shalat Sunnah Syaikh Ibnu Baz –
rahimahullah- dalam Majmu’ Fatawanya (11/181) mengatakan : Adapun shalat sunnah, maka aku
tidak mengetahui adanya larangan mengangkat tangan ketika berdo’a setelah selesai shalat. Hal
ini berdasarkan keumuman dalil. Namun lebih baik berdo’a sesudah selesai shalat sunnah tidak
dirutinkan. Alasannya, karena tidak terdapat dalil yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukan hal ini. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukannya, maka hal tersebut akan dinukil kepada kita karena kita ketahui bahwa para
sahabat –radhiyallahu ‘anhum jami’an- rajin untuk menukil setiap perkataan atau perbuatan
beliau baik ketika bepergian atau tidak, atau kondisi lainnya. Adapun hadits yang masyhur
(sudah tersohor di tengah-tengah umat) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di
dalam shalat, seharusnya engkau merendahkan diri dan khusyu’. Lalu hendaknya engkau
mengangkat kedua tanganmu (sesudah shalat), lalu katakanlah : Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!”
Hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah), sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Ibnu Rajab dan
ulama lainnya. Wallahu waliyyut taufiq. Semoga Allah senantiasa memberikan pada kita ilmu
yang bermanfaat, rizki yang thoyib dan amalan yang diterima. Yang selalu mengharapkan
ampunan dan rahmat Rabbnya Muhammad Abduh Tuasikal, ST
Sumber : https://rumaysho.com/39-apakah-setiap-berdoa-harus-mengangkat-tangan.html
PAKAIAN YANG MESTI ENGKAU PAKAI, SAUDARIKU!
Muslimah
Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun
masih dalam keadaan ketat. Sungguh kadang hati terasa perih. Apa bedanya
penampilan mereka yang berkerudung dengan penampilan wanita lain yang
tidak berkerudung jika sama-sama ketatnya[?]
Oleh karena itu, pembahasan kita saat ini adalah mengenai pakaian wanita
muslimah yang seharusnya mereka pakai. Pembahasan kali ini adalah
lanjutan dari pembahasan “Wanita yang Berpakaian Tetapi Telanjang“.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah lah yang dapat memberi taufik dan hidayah.
Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh
wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan
Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua
telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi,
hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan). (Lihat Jilbab Al Mar’ah
Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14)
Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya
memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap pakaian yang dikatakan
sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah dapat kita sebut
sebagai pakaian yang syar’i. Semua pakaian tadi harus kita kembalikan pada
syarat-syarat pakaian muslimah.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan ini semua tidak
menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi syarat seperti ini adalah
pakaian golongan atau aliran tertentu. Tidak sama sekali. Semua syarat
pakaian wanita ini adalah syarat yang berasal dari Al Qur’an dan hadits yang
shohih, bukan pemahaman golongan atau aliran tertentu. Kami mohon jangan
disalah pahami.
Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah –ulama pakar hadits abad
ini-. Lalu ada ulama yang melengkapi syarat yang beliau sampaikan yaitu
Syaikh Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali lagi, syarat yang para
ulama sebutkan bukan mereka karang-karang sendiri.
Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi
dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar
makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir
ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang
dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus
longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat
yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan
bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.
Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum.
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria
agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An
Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul
Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang
keras ini!
Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non
muslim.
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum
wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias
menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan
foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa
billah.
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah
atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang
yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang
berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak
digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.
Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.
Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang
ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang melengkapi pembahasan Syaikh
Al Albani.
Terakhir, kami nasehatkan kepada kaum pria untuk memperingatkan istri,
anggota keluarga atau saudaranya mengeanai masalah pakaian ini. Sungguh
kita selaku kaum pria sering lalai dari hal ini.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap
perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Rujukan:
1. Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy
Syamilah
2. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
Maktabah Al Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah
Al Iman
4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun
Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah
5. Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
Kita akui bahwa negerinya Raja Salman (Saudi Arabia) bisa lebih makmur dari
kita padahal di sana negeri padang pasir dan tandus. Kenapa bisa?
Kenapa?
1. BBM jenis oktan 91 hanya dihargai 0,75 riyal. Sedangkan BBM jenis oktan
95 hanya seharga 0,90 riyal. Di negeri kita Pertamax yang angka oktannya
92, dijual Rp.8.050 dan Pertalite yang angka oktannya 90, dijual
Rp.7.350,-. Bensin Saudi dengan angkat oktan terbaik (95) bisa diperoleh
dengan harga Rp.3.600,- dengan kurs Rp.4000,- per riyal. Harga segitu di
sana sudah mendapatkan satu aqua botol sedang seharga 1 riyal. Jadi
harga bensin kelas tinggi hampir sama dengan aqua botol sedang.
2. Sekolah hingga kuliah di Saudi Arabia gratis dan dapat tunjangan hidup
dan dapat asrama. Parahnya berlaku juga untuk warga asing seperti kita
yang ingin sekolah di sana dari Indonesia.
5. Arab Saudi adalah produsen terbesar di dunia dan eksportir minyak, dan
memiliki seperempat dari cadangan minyak dunia yang dikenal – lebih dari
260 miliar barel. Sebagian besar berada di Provinsi Timur, termasuk bidang
onshore terbesar di Ghawar dan bidang lepas pantai terbesar di Safaniya di
Teluk Arab. Kilang Arab Saudi memproduksi sekitar 8 juta barel minyak
per hari, dan ada rencana untuk meningkatkan produksi menjadi sekitar
12 juta barel per hari.
6. Jalanan di Arab Saudi adalah jalan tol semua dan gratis semua.
7. Tidak ada pajak untuk warga negara Saudi. Sehingga harga mobil pun bisa
lebih murah dari negeri produsennya. Contoh mobil innova diproduksi di
Indonesia dan dibawa ke Saudi Arabia dengan harga 60.000 riyal (± Rp.240
Juta). Sedangkan di Indonesia, mobil tersebut dijual dengan harga di atas
300-an juta rupiah.
Apa yang menyebabkan Saudi Arabia terlihat begitu maju dan makmur:
“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang
mengajak; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36).
Orang yang menjaga shalat jamaah dan rajin menunggu shalat, pantas
mendapatkan rahmat Allah. Itulah di antara buah dari menjaga shalat.
Kata Umar bin Khattab, orang yang memperhatikan shalat tentu urusan
lainnya akan lebih dimudahkan lagi.
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,
“Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat.
Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa
yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan
lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.“
(Lihat Ash-Shalah karya Ibnul Qayyim, hlm. 12)
Karena takut pada Allah dan menjalankan hukum Islam, akhirya buahnya
adalah berkah dari langit dan bumi,
Lihatlah karena mau beriman dengan benar dalam hati yang dibuktikan
dengan amalan, juga karena bertakwa pada Allah dengan menjauhi segala
yang diharamkan, maka berkah dari langit dan dari dalam bumi akan dibuka.
(Lihat Tafsir As-Sa’di, hlm. 305)
Karena kembali pada Islam yang murni seperti yang dibawa oleh Rasul dan
para sahabat radhiyallahu ‘anhum itulah yang membuat kita selamat dari
kesesatan.
ا دورَسشندة دندبلُيِده ضلِت نوا أددبةدا دكدتاَ د
ب د صنمرَتنم دبده دفلِدنن دت د َإدلُنيِ دقند دتدرنك ر
ت دفنيِرَكنم دماَ إدنن دانعدت د
“Aku telah tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat
selamanya jika berpegang teguh dengan keduanya yaitu: Al Qur’an dan
Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al-Hakim, sanadnya shahih
kata Al Hakim).
Islam yang hakiki bukan hanya berpegang pada Al Qur’an dan Hadits, namun
juga mesti ditambah dengan mengikuti para sahabat dalam beragama. Karena
para sahabatlah yang mengetahui bagaimana wahyu itu turun. Dalam ayat,
Allah Ta’ala memuji keimanan para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan orang-
orang yang mengikuti mereka dalam firman-Nya,
“Dan jika mereka beriman seperti keimanan kalian, maka sungguh mereka telah
mendapatkan petunjuk (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Baqarah: 137)
Jadi tidaklah cukup dengan berpegang dengan Al-Qur’an dan Hadits saja,
namun hendaklah ditambahkan berpegang pula dengan pemahaman para
sahabat (para salaf) radhiyallahu ‘anhum.
Ada beberapa sebab orang sulit menerima kebenaran. Ada pula sifat yang mudah menerima
kebenaran.
Yang perlu dipahami, manusia hanyalah pemberi peringatan atau mengajarkan ilmu. Namun
untuk membuat seseorang menjadi baik dan dapat hidayah adalah wewenang Allah Ta’ala.
( َإهتناَ َنجنعبلنناَ َهف َأنبعنناَقه ه بم َأنبغنلءل َفن ه ني َإهنل َابلنبذنقاَهن َفنفكهبم7)َ لننقبد َنحتق َالبنقبوُكل َنعنلى َأنبكثْنهرههبم َفنفكهبم َنل َيفكبؤهمكنوُنن
ه ه ه ( َوجعبلناَ َهمن َبف ه ه8)َ مبقمحوُنن
( َنونسنوُاءن9)َ شيفنناَكهبم َفنفكهبم َنل َيفكببصكرونن ي َأنيبدي ه بم َنسددا َنومبن َنخبلف ه بم َنسددا َفنأنبغ ن ب ن ن ن ن ب نب ك نك
ب َفنفبندشركه َهبنبغهفرةم ( َإهتنناَ َتفكبنهذر َنمهن َاتفبننع َالدذبكر َونخهشي َالتربحنن َهباَلبغنبي ه10)َ نعلنبي ه م َأنأننبنذبرتنفكهم َأنبم َ نبل َتفكبنهذبركهم َنل َيفكبؤهمكنوُنن
ب ن ن نن ن ك ب ب ب
(11)َ نوأنبجمر َنكهرمي
“Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka,
karena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka,
lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan Kami adakan
di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata)
mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi
peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka
tidak akan beriman. Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang
mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia
tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang
mulia.” (QS. Yasin: 7-11)
Faedah penting dari ayat di atas adalah siapa yang mengamalkan isi Al-Qur’an (diambil dari
faedah ayat sebelumnya) dan punya rasa takut yang besar pada Allah adalah sebab ia mudah
masuk surga.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang mudah menerima kebenaran memiliki dua sifat:
Punya niatan yang baik dalam mencari kebenaran.
Takut pada Allah. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 734)
Kalau kita kaji, ada tiga sebab utama kenapa kebenaran itu ditolak oleh
seseorang:
1- Kebodohan
Seperti Heraklius yang sebenarnya menerima kebenaran Islam, namun karena kepentingan
duniawi yaitu takut pengikutnya lari, akhirnya ia pun mengurungkan niatnya untuk masuk Islam.
Sifat ini yang membuat Iblis enggan sujud pada Adam ‘alaihis salam. Penyakit ini punya yang
menyebabkan orang Yahudi enggan beriman pada Isa bin Maryam. Begitu pula ketika Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka hasad pula sehingga lebih memilih kafir
daripada keimanan. Nabi Isa sebenarnya datang untuk menyempurnakan ajaran yang ada pada
Taurat. Ada ajaran Nabi Isa yang memberikan keringanan dengan menghalalkan hal yang
sebelumnya dilarang sebagai bentuk kasih sayang. Tentu sikap mereka dengan Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menolak dengan keras karena Nabi Muhammad membawa
syari’at baru yang berdiri sendiri dan menghapus syari’at sebelumnya.
Demikian kami ringkaskan dari penjelasan Ibnul Qayyim dalam Hidayah Al-Hayara fi Ajwibah
Al-Yahud wa An-Nashara, hlm. 16.
Referensi:
Hidayah Al-Hayara fi Ajwibah Al-Yahud wa An-Nashara. Muhammad bin Abu Bakr Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Al-Jami’ah Al-Islamiyyah Al-Madinah Al-Munawwarah.
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Sumber : https://rumaysho.com/11844-faedah-surat-yasin-sebab-orang-sulit-menerima-kebenaran.html
PERINGATAN HARI IBU BAGI MUSLIM
Jalan Kebenaran
Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu
dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan
sosialnya.
Para ulama mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang
dia alami, curahan perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya.
Terutama lagi ketika dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui,
dan juga tatkala mendidik anak-anaknya sampai dewasa” (Syarh Muslim, 8:
331).
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu” (QS. Lukman: 14).
Peringatan hari ibu bukanlah perayaan umat Islam. Islam tidak pernah
mengajarkannya sama sekali. Yang ada, perayaan tersebut diperingati hanya
meniru-niru orang kafir. Islam hanya memiliki dua hari besar. Anas bin Malik
mengatakan,
سلدوم اتَّلومئدينوةو وقاَول وكاَون لوككتَّم اك وعلوتَّيِئه وو و صدلىِ د سنوةة يوتَّلوعكبوون ئفيِئهوماَ فولودماَ قوئدوم الندبئليِ و وكاَون ئلوتَّهئل اتَّلوجاَئهلئيِدئة يوتَّووماَئن ئفيِ ككلل و
ِضوحى َّطئر وويوتَّووم اتَّلو ت يوتَّووماَئن توتَّلوعكبوون ئفيِئهوماَ ووقوتَّد أوتَّبودلوككتَّم د
َّاك بئئهوماَ وختَّيِئرا ئمتَّنكهوماَ يوتَّووم اتَّلفئ ت
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di
setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian memiliki
dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah
menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan
Idul Adha.’” (HR. An Nasa’i no. 1557. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
“Bukan termasuk golongan kami yaitu siapa saja yang menyerupai (meniru-
niru) kelakukan selain kami. Janganlah kalian meniru-niru Yahudi, begitu pula
Nashrani.” (HR. Tirmidzi no. 2695, hasan menurut Syaikh Al Albani).
Guru kami, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ath Thorifi hafizhohullah berkata, “Perayaan
hari Ibu adalah perayaan dari barat. Mereka orang-orang kafir di sana punya
perayaan hari ibu, juga ada peringatan hari anak. Kita -selaku umat Islam-
tidak butuh pada peringatan hari Ibu karena Allah Ta’ala sudah
memerintahkan kita untuk berbakti pada ibu kita dengan perintah yang
mulia. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, siapakah
yang lebih berhak bagi kita untuk berbakti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, ibumu, ibumu, ibumu lalu bapakmu. …
Intinya, kita selaku umat Islam tidaklah butuh pada peringatan hari ibu.
Karena kita diperintahkan berbakti pada ibu setiap saat, tidak perlu bakti
tersebut ditunjukkan dengan peringatan dan semisal itu. Intinya, peringatan
tersebut tidaklah dituntunkan dalam Islam dan seorang muslim sudah
sepantasnya tidak memperingatinya.”
Apa benar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus hanya untuk bangsa Arab, tidak
umat lainnya?
Penjelasan Umum
Enam ayat di atas menerangkan tentang diutusnya Nabi kita Muhammad –semoga shalawat dan
salam tercurah pada beliau-, di mana Rasul yang diutus tersebut menempuh jalan yang lurus.
Juga ayat-ayat tersebut menerangkan tentang diturunkannya Al-Qur’an.
Point penting yang ingin dijelaskan kali ini tentang diutusnya Rasul untuk memberi peringatan.
Indzar yang dimaksud dalam ayat adalah peringatan untuk menakut-nakuti. Lalu peringatan
tersebut apakah hanya untuk orang Arab sebagaimana maksud ayat?
Faedah Ayat
Pertama:
Rasul diutus untuk memberi peringatan. Indzar yang dimaksud dalam ayat adalah untuk
menakut-nakuti artinya memberikan ancaman bagi orang-orang yang menyimpang atau yang
tidak menghiraukan perintah Allah. Namun Rasul juga diutus sebagai mubasysyir yaitu pemberi
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman, yang mau menerima dakwah. Allah Ta’ala
berfirman,
نوهباَبلندق َأننبفنزلبنناَكه َنوهباَبلندق َنفنزنل َنونماَ َأنبرنسبلنناَنك َإهتل َكمبندشءرا َنونهذيءرا
“Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu telah turun
dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan.” (QS. Al-Isra’: 105)
نونماَ َأنبرنسبلنناَنك َإهتل َنكاَفتءة َهللتناَهس َبنهشءيا َنونهذيءرا َنولنهكتن َأنبكثْنفنر َالتناَهس َنل َيفنبعلنكموُنن
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui.” (QS. Saba’: 28)
Pelajaran yang bisa diambil dari para da’i, dakwah bukanlah hanya memberi kabar gembira saja
misal dengan mendakwahkan baiknya hati dan balasan-balasan yang baik. Dakwah juga mesti
mengingatkan ketika ada penyimpangan di tengah masyarakat misal ada yang berbuat syirik,
bid’ah, khurafat, dosa besar dan maksiat lainnya.
Kedua:
Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi diutus untuk orang Arab. Dalam ayat dikatakan bahwa Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi peringatan kepada kaum yang bapak-
bapaknya belum dapat peringatan, berarti dipahami bahwa beliau diutus pada bangsa Arab.
Namun ayat Al-Qur’an bukan dipahami secara parsial seperti itu. Kita tidak boleh melihat pada
sebagian ayat saja lalu meninggalkan ayat yang lain yang begitu banyak. Hendaklah Al-Qur’an
dipahami secara utuh dari awal hingga akhir. Karena kaum yang sesat memahami agama hanya
sebagian-sebagian saja.
Alasan lainnya, ada kaedah yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
rahimahullah,
Contoh: Kita perintahkan, “Muliakanlah setiap tamu.” Lalu kita sebut lagi, “Muliakanlah Zaid.”
Karena Zaid ketika itu adalah tamu. Pemuliaan pada Zaid bukanlah menunjukkan bahwa hanya
Zaid saja yang dimuliakan.
Terkait dengan bahasan kita, kalau dalam surat Yasin diceritakan bahwa Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan memberi peringatan pada orang Arab, ini bukan
berarti pada orang Arab saja. Ada dalil lain yang menunjukkan bahwa risalah beliau berlaku
untuk semesta alam. Maka Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada
seluruh umat, pada orang Arab dan non-Arab, termasuk pula pada Yahudi dan Nashrani.
Ath-Thabari rahimahullah menyatakan bahwa pendapat yang paling bagus dalam menafsirkan
ayat ini dan itulah yang paling tepat yaitu riwayat dari Ibnu ‘Abbas yaitu Allah mengutus
nabinya Muhammad sebagai rahmat untuk semesta alam baik bagi mukmin maupun kafir.
Adapun orang beriman, Allah memberi petunjuk padanya lewat perantaraan Nabi Muhammad
dan memasukkan orang beriman tersebut dengan iman dan amal shalihnya pada surga.
Sedangkan orang kafir, dengan diutusnya Muhammad, siksaan bagi mereka di dunia dihilangkan
(sebagai rahmat untuk mereka, pen.). Padahal umat sebelumnya yang mendustakan Rasul
langsung ditimpakan bencana (besar) di dunia. (Tafsir Ath-Thabari, 10: 138)
Ayat lain yang menerangkan bahwa Rasul Muhammad diutus kepada setiap umat,
Ketiga:
Ayat dari surat Yasin yang kita bahas menunjukkan akan celaan bagi orang-orang yang lalai dari
wahyu (risalah). Mereka ini yang tidak menghiraukan wahyu atau syari’at secara umum. Namun
ada yang juga yang lalai dari mencari ilmu yang sifatnya juz’iyyat. Misalnya enggan mempelajari
hukum shalat dan zakat. Seperti ini tercela. Kita dapat katakan bahwa harus ada yang
mempelajari hukum-hukum tertentu, mempelajarinya dihukumi fardhu kifayah. Sedangkan ada
juga masalah yang perlu dipelajari setiap individu yang mempelajarinya dihukumi fardhu ‘ain
yaitu ilmu agama yang mesti diketahui biar setiap individu bisa menjalani ibadah dengan benar.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa setiap penuntut ilmu itu memenuhi
fardhu kifayah. Sehingga ketika belajar diharapkan bisa memahami masalah tersebut. Kalau
setiap pelajar agama memahami demikian, tentu ia akan serius untuk belajar sehingga bisa
meraih kebaikan yang banyak.
Demikian beberapa faedah dari ayat surat Yasin yang kita kaji. Moga manfaat. Hanya Allah yang
memberi taufik.
Referensi:
Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Ay Al-Qur’an. Cetakan pertama, tahun 1423 H. Ibnu Jarir Ath-
Thabari. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surat Yasin. Cetakan kedua, tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsaraya.
—
Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, menjelang Isya’ 28 Syawal 1436 H
Sumber : https://rumaysho.com/11590-faedah-surat-yasin-apa-nabi-muhammad-diutus-hanya-untuk-
bangsa-arab.html
Ingatlah, sebagai pendakwah hanya menyampaikan sedangkan yang beri hidayah adalah Allah.
Mari kita ambil pelajaran dari bahasan surat Yasin berikut, yang rata-rata sudah dihafalkan oleh
kaum muslimin di negeri kita …
(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan
keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu
berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu.”
Mereka menjawab: “Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha
Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”
Mereka berkata: “Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus
kepada kamu.”
Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (QS.
Yasin: 13-17)
Penjelasan Ayat
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan permisalan suatu negeri
yang diutus dua orang utusan (rasul). Mereka berdakwah untuk mengajak manusia supaya bisa
beribadah pada Allah semata dan mengikhlaskan ibadah pada-Nya. Mereka pun berdakwah
untuk melarang dari kesyirikan dan maksiat.
Ada dua orang yang telah diutus, lalu diutus lagi rasul yang ketiga, jadilah ada tiga utusan. Tetap
saja dakwah ditolak. Malah kaum yang didakwahi berkata, “Kami juga manusia semisal kalian.”
Maksud mereka, apa yang membuat para rasul lebih unggul daripada mereka, padahal sama-
sama rasul juga manusia. Namun para Rasul mengatakan pada umatnya,
نقاَلنت َنلم َرسلكهم َإهبن َ نبنن َإهتل َبشر َهمثْبفلكككم َولنهكتن َاللته َنيكرن َعنلى َمن َيشاَء َهمن َهعباَهدهه
ن ن نب نن ك ب ن بن ك ن نن ب كب ك ك ك ب
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu,
akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-
Nya.” (QS. Ibrahim: 11)
Kaum tersebut intinya masih mengingkari wahyu yang diturunkan dan mereka pun mendustakan
para rasul yang diutus. Namun rasul ketiga mengatakan, “Rabb kami Maha Tahu kalau kami
adalah utusan untuk kalian.” Maksudnya, kalau para rasul itu berdusta tentu mereka akan
mendapatkan siksa.
َوإن َل، َفإذا َأطعتم َكاَنت َلكم َالسعاَدة َف َالدنياَ َوالخرة،يقوُلوُن َإناَ َعليناَ َأن َنبلغكم َماَ َأرسلناَ َبه َإليكم
تيبوُا َفستعلموُن َهغ ت
َ.وال َأعلم،َ ب َذلك
“Utusan itu berkata, sesungguhnya kami hanyalah menyampaikan apa yang mesti disampaikan
pada kalian. Jika kalian taat, maka kebahagiaan bagi kalian di dunia dan akhirat. Jika tidak mau
mengikuti, kalian pun sudah tahu akibat jelek di balik itu semua. Wallahu a’lam.” (Tafsir Al-
Qur’an Al-‘Azhim, 6: 333)
1. Baiknya memberikan perumpamaan ketika memberikan penjelasan. Dalam ayat yang dibahas
dijelaskan bahwa kalau Nabi Muhammad ditolak dakwahnya, maka itu juga terjadi untuk rasul
atau utusan yang lain.
2. Orang kafir sama miripnya dilihat dari zaman dan tempat, sama-sama sulit menerima kebenaran.
3. Orang kafir telah diberikan peringatan dan penjelasan. Jika menolak, mereka akan mendapatkan
siksa. (Aysar At-Tafasir, hlm. 1068)
Dalam shirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan bahwa paman Nabi -Abu Thalib-
biasa melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gangguan kaumnya. Perlindungan yang
diberikan ini tidak ada yang menandinginya. Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengharapkan hidayah itu datang pada pamannya. Saat menjeleng wafatnya, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjenguk pamannya tersebut dan ingin menawarkan pamannya masuk Islam.
Beliau ingin agar pamannya bisa menutupi hidupnya dengan kalimat “laa ilaha illallah” karena
kalimat inilah yang akan membuka pintu kebahagiaan di akhirat. Berikut kisah yang disebutkan
dalam hadits.
Dari Ibnul Musayyib, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika menjelang Abu Thalib (paman Nabi
-shallallahu ‘alaihi wa sallam-) meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menemuinya. Ketika itu di sisi Abu Thalib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu,
ك َ هنباَ َهعبنند َاللتهه ه َقكبل َنل َإهلننه َإه ت،َ أنبى َنعدم
َ َنكلنمءة َأكنحاَرج َلن ن.َ ل َاللتكه
“Wahai pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa beralasan di
hadapan Allah (kelak).”
ه
لنبستنفبغفنرتن َلن ن
ك َنماَ َ نبل َأكنبنه َنعبنهك
“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang
oleh Allah”
ه
إهنت ن
ك َنل َتنفبهدي َنمبن َأنبحبنبب ن
ت
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada
orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al-Qasshash: 56) (HR. Bukhari no. 3884)
Dari pembahasan hadits di atas dapat disimpulkan hidayah itu ada dua macam:
1. Hidayah irsyad wa dalalah, maksudnya adalah hidayah berupa memberi petunjuk pada orang
lain.
2. Hidayah taufik, maksudnya adalah hidayah untuk membuat seseorang itu taat pada Allah.
Hidayah pertama, bisa disematkan pada manusia. Contohnya pada firman Allah,
Namun untuk hidayah kedua, yaitu hidayah supaya bisa beramal dan taat tidak dimiliki kecuali
hanya Allah saja. Seperti dalam firman Allah Ta’ala,
ه
إهنت ن
ك َنل َتنفبهدي َنمبن َأنبحبنبب ن
ت
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada
orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al-Qasshash: 56)
ه ت ه
ك َكهنداكهبم َنولنكتن َاللنه َيفنبهدي َنمبن َيننشاَءك
س َنعلنبي ن
لنبي ن
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 272) (Lihat
bahasan Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 1: 618 dan Hasyiyah Kitab At-Tauhid, hlm. 141)
Referensi:
Aysar At-Tafasir li Kalam Al-‘Aliyyi Al-Kabir. Cetakan pertama, tahun 1419 H. Syaikh Abu Bakr
Jabir Al-Jazairi. Penerbit Maktabah Adhwa’ Al-Manar.
Hasyiyah Kitab At-Tauhid. Cetakan keenam, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdur Rahman bin
Muhammad bin Qasim Al-Hambali An-Najdi.
Tafsir Al-Qur’an Al-Karim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul
Jauzi.
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid fi Syarh Kitab At-Tauhid. Cetakan kedua, tahun 1429 H. Syaikh
Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Wahhab. Penerbit Dar Ash-Shami’iy.
Selesai disusun di Darush Sholihin Panggang, Gunungkidul, 9 Muharram 1437 (hari Tasu’ah)
menjelang ‘Ashar
Bagaimana keutamaan membaca surat Yasin dari orang yang hadir saat ada yang mengalami
sakaratul maut?
ه
نعبن َنمبعقهل َببهن َيننساَمر َنقاَنل َنقاَنل َالنته ر
َ.«َ َ» َاقبفنرءكوا َ)يس( َنعنلى َنمبوُنتاَككبم-صلى َال َعليه َوسلم-َ ب
Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bacakanlah surat Yasin pada orang yang hampir mati di antara kalian.” (HR. Abu Daud, no.
3121; Ibnu Majah, no. 1448; An-Nasa’i dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 1074. Kata
Ibnu Hajar dalam Bulugh Al-Maram, no. 538, hadits ini dianggap shahih oleh Ibnu Hibban)
Penilaian Hadits
1. Hadits ini mengalami idhthirab dalam sanad. Hadits ini diriwayatkan dari Abu ‘Utsman, dari
bapaknya, dari Ma’qil secara marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ada pula
riwayat yang menyebutkan dari Abu ‘Utsman, dari Ma’qil secara marfu’, tanpa menyebut bapak
dari Abu ‘Utsman. Juga ada riwayat yang menyebut dari seseorang (tanpa menyebut nama), dari
bapaknya, dari Ma’qil secara marfu’. Ada juga riwayat dari Ma’qil secara mawquf (hanya sampai
pada sahabat Nabi saja, artinya jadi perkataan Ma’qil).
2. Sebagaimana disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal fii Naqd Ar-Rijal, Abu
‘Utsman dan bapaknya adalah perawi majhul (tidak dikenal) yang tidak diketahui siapa mereka.
Namun perlu dipahami, Abu ‘Utsman yang dimaksud di atas bukanlah Abu ‘Utsman An-Nahdi.
Karena Sulaiman At-Taimi biasa memiliki riwayat dari Abu ‘Utsman An-Nahdi, nama aslinya
adalah ‘Abdurrahman bin Mall. Abu ‘Utsman An-Nahdi di sini kredibel, seorang yang terpercaya
dan seorang ahli ibadah sebagaimana disebutkan dalam At-Taqrib. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam
At-Talkhish (2: 110) menukil dari Ibnul ‘Arabi, dari Ad-Daruquthni, ia berkata, “Sanad hadits ini
dha’if, matannya majhul (tidak diketahui). Tidak ada hadits yang shahih dalam bab ini sama
sekali.” (Lihat Minhah Al-‘Allam, 4: 241-242)
Al-Hafizh Abu Thahir dalam Tahqiq sunan Abu Daud juga mengatakan bahwa sanad hadits ini
dha’if.
Dari kesimpulan hadits di atas, berarti pembacaan surat Yasin untuk orang yang akan mati
tidaklah disyari’atkan karena hadits tersebut dha’if.
Sebenarnya sudah cukup dengan mentalqinkan orang yang akan meninggal dunia dengan kalimat
laa ilaha illallah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Kata Imam Nawawi, yang dimaksud di sini adalah ingatkanlah pada orang yang akan mati di
antara kita dengan kalimat laa ilaha illallah agar menjadi akhir kalimatnya. Karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Imam Nawawi menyebutkan bahwa perintah talqin di sini adalah sunnah (anjuran). Para ulama
sepakat bahwa talqin ini dituntunkan. Para ulama memakruhkan untuk talqin ini diperbanyak dan
dibaca terus menerus secara berturut-turut. Biar orang yang ditalqinkan tadi tidaklah bosan,
apalagi karena menghadapi sakratul maut begitu berat. Dimakruhkan jika laa ilaha illallah itu
hanya ada di hati dan dimakruhkan pula ketika keadaan sakratul maut seperti berbicara yang
tidak pantas.
Para ulama berkata, jika sudah ditalqin lalu ia mengucapkan laa ilaha illallah sekali, maka jangan
diulang lagi kecuali kalau yang akan meninggal dunia tersebut mengucapkan kata-kata lain.
Kalau ia mengucapkan kalimat lain, maka talqin laa ilaha illallah tersebut diulang supaya
menjadi akhir perkataannya. (Syarh Shahih Muslim, 6: 197)
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi.
Penerbit Dar Ibnu Hazm.
Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan ketiga, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah
bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Taisir Musthalah Al-Hadits. Cetakan kesepuluh, tahun 1425 H. Dr. Mahmud Ath-Thahan.
Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
@ Darush Sholihin, Panggang, GK, saat hujan mengguyur, 13 Jumadats Tsaniyyah 1437 H
Sumber : https://rumaysho.com/13136-keutamaan-surat-yasin-untuk-orang-yang-akan-mati.html
HUKUM VAKSINASI DARI ENZIM BABI
Umum
Bismillah … Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebagian vaksinasi atau imunisasi (seperti imunisasi polio) diduga berasal dari
enzim babi. Babi jelas najis dan termasuk hewan yang haram dikonsumsi.
Taruhlah jika pernyataan atau isu ini benar, lalu bagaimana hukum fikih
dalam masalah ini? Karena masalah ini menjadi polemik hingga saat ini.
Sampai-sampai sebagian orang enggan bahkan menyalah-nyalahkan orang
yang mengambil keputusan untuk ikut imunisasi.
Baiklah ada dua kaedah terlebih dahulu yang akan kami utarakan. Lalu kami
tutup dengan fatwa dari Majelis Ulama Eropa akan hal ini. Allahumma yassir
wa a’in …
Istihalah secara bahasa memiliki dua makna. Salah satu maknanya adalah,
Para ulama telah menyepakati bahwa apabila khomr berubah menjadi cuka
dengan sendirinya (karena dibiarkan begitu saja), maka khomr tersebut
menjadi suci. Namun para ulama berselisih jika khomr tadi berubah menjadi
cuka melalui suatu proses tertentu.
Adapun untuk najis yang lainnya, apabila ia berubah dari bentuk asalnya,
maka para ulama berselisih akan sucinya.[1]
Ulama Hanafiyah dan Malikiyah, juga menjadi salah satu pendapat Imam
Ahmad, menyatakan bahwa najis pada ‘ain (dzat) dapat suci dengan istihalah.
Jika najis sudah menjadi abu, maka tidak dikatakan najis lagi. Garam (yang
sudah berubah) tidak dikatakan najis lagi walaupun sebelumnya berasal dari
keledai, babi atau selainnya yang najis. Begitu pula dianggap suci jika najis
jatuh ke sumur dan berubah jadi tanah. Misal yang lain, khomr ketika
berubah menjadi cuka baik dengan sendirinya atau dengan proses tertentu
dari manusia atau cara lainnya, maka itu juga dikatakan suci. Hal ini semua
dikarenakan zat yang tadi ada sudah berubah. Aturan Islam pun menetapkan
bahwa sifat najis jika telah hilang, maka sudah dikatakan tidak najis lagi
(sudah suci).
Jadi jika tulang dan daging berubah menjadi garam, maka yang dihukumi
sekarang adalah garamnya. Garam tentu saja berbeda statusnya dengan
tulang dan daging tadi.
Perkara semisal ini amatlah banyak. Intinya, istihalah pada zat terjadi jika
sifat-sifat najis yang ada itu hilang.
Adapun ulama Syafi’iyah dan pendapat ulama Hambali yang lebih kuat, najis
‘ain (zat) tidaklah dapat suci dengan cara istihalah. Jika anjing atau selainnya
dilempar dalam garam, akhirnya mati dan jadi garam, maka tetap dihukumi
najis. Begitu pula jika ada uap yang berasal dari api yang bahannya najis, lalu
uap itu mengembun, maka tetap dihukumi najis.
Dikecualikan dalam masalah ini adalah untuk khomr, yaitu khomr yang
berubah menjadi cuka dengan sendirinya, tidak ada campur tangan. Cuka
yang berasal dari khomr seperti itu dianggap suci. Alasan najisnya khomr tadi
adalah karena memabukkan. Saat jadi cuka tentu tidak memabukkan lagi,
maka dari itu dihukumi suci. Hal ini telah menjadi ijma’ (kesepakatan para
ulama).
Adapun jika khomr berubah menjadi cuka dengan proses tertentu misalnya
ada gas yg masuk, maka ketika itu tidaklah suci.[2]
Dari perselisihan di atas, pendapat yang rojih (kuat) dalam masalah ini
adalah yang menyatakan bahwa suatu zat yang najis yang berubah (dengan
istihalah) menjadi zat lain yang baru, dihukumi suci.
Di antara alasannya adalah karena hukum itu berputar pada ‘illah-nya (alasan
atau sebab). Jika ‘illah itu ada, maka hukum itu ada. Jika sifat-sifat najis
telah hilang, maka hukum najis itu sudah tidak ada. Demikianlah yang
dijelaskan dalam kaedah ushuliyah,
عللهت ه
ًه مثمبكوتتاً يويعيدتما ع ه حكك م
م ييمدكومر يم ي ال م.
“Hukum itu berputar pada ‘illahnya. Jika ‘illah itu ada, maka hukum itu ada.
Begitu sebaliknya jika ‘illah itu tidak ada, maka hukum itu tidak ada.”
Pendapat inilah yang lebih tepat, apalagi diterapkan di zaman saat ini. Kita
masih ingat bahwa minyak bumi itu asalnya dari bangkai hewan yang
terpendam ribuan tahun. Padahal bangkai itu jelas najis. Jika kita katakan
minyak bumi, itu najis karena berpegang pada pendapat Syafi’iyah dan
Hambali, maka jadi problema untuk saat ini.
Yang dimaksud dengan istihlak adalah bercampurnya benda haram atau najis
dengan benda lainnya yang suci dan halal yang jumlahnya lebih banyak
sehingga menghilangkan sifat najis dan keharaman benda yang sebelumnya
najis, baik rasa, warna dan baunya.
Apakah benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut menjadi suci?
Pendapat yang benar adalah bisa menjadi suci.
ايلومااء و
طاهودر ول يانونجاسها وشييدء
“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak mungkin dipengaruhi kotoran
(najis).”[4]
Dua hadits di atas menjelaskan bahwa apabila benda yang najis atau haram
bercampur dengan air suci yang banyak, sehingga najis tersebut lebur tak
menyisakan warna atau baunya, maka dia menjadi suci.
Jadi suatu saat air yang najis, bisa berubah menjadi suci jika bercampur
dengan air suci yang banyak. Tidak mungkin air yang najis selamanya berada
dalam keadaan najis tanpa perubahan. Tepatlah perkataan Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah,
“Siapa saja yang mau merenungkan dalil-dalil yang telah disepakati dan
memahami rahasia hukum syari’at, niscaya akan jelas baginya bahwa
pendapat inilah yang lebih tepat. Sangat tidak mungkin ada air atau benda cair
yang tidak mungkin mengalami perubahan menjadi suci (tetap najis). Ini
sungguh bertentangan dengan dalil dan akal sehat. Jika ada yang menganggap
bahwa hukum najis itu tetap ada padahal (sifat-sifat) najis telah dihilangkan
dengan cairan atau yang lainnya, maka ini sungguh jauh dari tuntutan dalil
dan bertentangan dengan qiyas yang bisa digunakan.”[5]
Catatan:
Kaedah di atas jadi tidak berlaku, jika berdasarkan pernyataan para pakar
yang ada bahwa enzim tripsin pada imunisasi atau vaksinasi hanya berupa
katalisator. Katalisator atau enzim hanyalah menjadi pemicu reaksi, dan
bukan menjadi bagian dari vaksin. Sehingga jika berasal dari babi sekali pun,
campuran tersebut sudah hilang. Coba pahami baik-baik maksud katalisator.
Banyak penjelasan dari berbagai pihak, salah satunya dari Drs. Iskandar,
Apt., MM, -Direktur Perencanaan dan pengembangan PT. Bio Farma (salah
satu perusahaan pembuat vaksin di Indonesia)- yang mengatakan bahwa
enzim tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya
vaksin polio (IPV). Beliau mengatakan,
“Air PAM dibuat dari air sungai yang mengandung berbagai macam kotoran dan
najis, namun menjadi bersih dan halal stetalh diproses”. Beliau juga
mengatakan, “Dalam proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi hanya
dipakai sebagai enzim proteolitik [enzim yang digunakan sebagai katalisator
pemisah sel/protein]. Pada hasil akhirnya [vaksin], enzim tripsin yang
merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini
akan mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan.” [sumber:
http://www.scribd.com/doc/62963410/WHO-Batasi-Penggunaan-Babi-Untuk-
Pembuatan-Vaksin]
Jika ini benar, maka tidak bisa kita katakan bahwa vaksin ini haram, karena
minimal bisa kita kiaskan dengan binatang jallalah, yaitu binatang yang biasa
memakan barang-barang najis. Binatang ini bercampur dengan najis yang
haram dimakan, sehingga perlu dikarantina kemudian diberi makanan yang
suci dalam beberapa hari agar halal dikonsumsi. Sebagian ulama berpendapat
minimal tiga hari dan ada juga yang berpendapat sampai aroma, rasa dan
warna najisnya hilang.
Kalau saja binatang yang jelas-jelas bersatu langsung dengan najis -karena
makanannya kelak akan menjadi darah dan daging- saja bisa dimakan, maka
jika hanya sebagai katalisator sebagaimana penjelasan di atas serta tidak
dimakan, lebih layak lagi untuk dipergunakan atau minimal sama. [Dinukil
dari http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/pro-kontra-hukum-imunisasi-
dan-vaksinasi.html]
Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian telah memberikan jawaban
untuk masalah vaksin yang digunakan dalam vaksinasi anak terhadap polio.
Vaksin ini menggunakan enzim yang disebut tripsin dan diambil dari babi.
Jumlah tripsin yang ditambahkan konsentrasinya sangat rendah. Tripsin ini
nantinya akan hilang, tidak tersisa lagi. Kemudian tumbuh virus polio untuk
bereproduksi dan akhirnya jadilah vaksin yang diberikan tiga tetes untuk
setiap anak dalam mulut. Karena alasan inilah sebagian orang apalagi di Asia
Timur karena dalam rangka hati-hati, mereka melarang mengonsumsi vaksin
semacam ini untuk anak-anak muslim karena tripsin itu berasal dari babi.
Pertama:
Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat
semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan
dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya
hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam
itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alasan
karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak
mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu
tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai
najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak
(melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu
pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang
dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at
adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan
bahaya.
Kedua:
1. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena telah banyak kasus ibu
hamil membawa virus Toksoplasma, Rubella, Hepatitis B yang
membahayakan ibu dan janin. Bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir
langsung meninggal. Dan bisa dicegah dengan vaksin.
3. Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan tetapi kita hidup di negara
berkembang yang notabene standar kesehatan lingkungan masih rendah.
Apalagi pola hidup di zaman modern. Belum lagi kita tidak bisa menjaga
gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar penyakit infeksi, perlu
dilakukan vaksinasi.
4. Efek samping yang membahayakan bisa kita minimalisasi dengan tanggap
terhadap kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu jenis-
jenis merk vaksin serta jadwal yang benar sesuai kondisi setiap orang.
5. Jangan hanya percaya isu-isu tidak jelas dan tidak ilmiah. Contohnya
vaksinasi MMR menyebabkan autis. Padahal hasil penelitian lain yang lebih
tersistem dan dengan metodologi yang benar, kasus autis itu ternyata
banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor (banyak faktor yang
berpengaruh) dan penyebab utamanya masih harus diteliti.
6. Jika ini memang konspirasi atau akal-akalan negara barat, mereka pun
terjadi pro-kontra juga. Terutama vaksin MMR. Disana juga sempat ribut
dan akhirnya diberi kebebasan memilih. Sampai sekarang negara barat
juga tetap memberlakukan vaksin sesuai dengan kondisi lingkungan dan
masyarakatnya.
8. Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi. Ada juga sanggahan
bahwa vaksin halal karena hanya sekedar katalisator dan tidak menjadi
bagian vaksin. Contohnya Fatwa MUI yang menyatakan halal. Dan jika
memang benar haram, maka tetap diperbolehkan karena mengingat
keadaan darurat, daripada penyakit infeksi mewabah di negara kita. Harus
segera dicegah karena sudah banyak yang terjangkit polio, Hepatitis B, dan
TBC.[7]
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Walhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
Nabi Ayyub berasal dari Rum (Romawi), beliau adalah Ayyub bin Mush bin Razah bin Al-‘Ish
bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil. Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ishaq dalam kitab Tarik Ath-
Thabari. Ada juga ulama yang menyebutkan bahwa nama beliau adalah Ayyub bin Mush bin
Raghwil bin Al-‘Ish bin Ishaq bin Ya’qub. Ibnu ‘Asakir menyebutkan bahwa ibu dari Nabi
Ayyub adalah puteri Nabi Luth ‘alaihis salam. Istri beliau sendiri adalah Layaa binti Ya’qub.
Sedangkan yang paling masyhur, nama istri beliau adalah Rahmah binti Afraim bin Yusuf bin
Ya’qub. (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah, 1: 506)
Nabi Ayyub ‘alaihis salam disebutkan bersama nabi lainnya pada ayat,
ك دكدماَ أد نودحنيِدناَ إددلىِ رَنولح دوالشندبلُيِيِدن دمنن دبنعددده دوأد نودحنيِدناَ إددلىِ إدنبدرادهيِدم دوإدنسدماَدعيِدلإدشناَ أد نودحنيِدناَ إددلنيِ د
س دودهاَرَرودن دورَسدلِنيِدماَدن دوآددتنيِدناَ ددارَووددب دورَيِورَن دب دوانلدنسدباَدط دودعيِدسىِ دوأدتيِو د دوإدنسدحاَدقَا دوديِنعرَقو د
دزرَبوةرا
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan
wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula)
kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan
Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An-Nisaa’: 163)
Dulunya Nabi Ayyub terkenal sangat kaya dengan harta yang berlimpah ruah, contohnya saja
sapi, unta, kambing, kuda dan keledai dalam hal jumlah tak ada yang bisa menyainginya. Beliau
juga memiliki tanah yang luas di negeri Batsniyyah yang termasuk daerah Huran. (Lihat Al-
Bidayah wa An-Nihayah, 1: 507 dan Tafsir Al-Baghawi, 17: 176)
Allah juga memberikan kepada beliau karunia berupa keluarga dan anak laki-laki dan
perempuan. Ayyub sangat terkenal sebagai orang yang baik, bertakwa, dan menyayangi orang
miskin. Beliau juga biasa memberi makan orang miskin, menyantuni janda, anak yatim, kaum
dhuafa dan ibnu sabil (orang yang terputus perjalanan). Beliau adalah orang yang rajin bersyukur
atas nikmat Allah dengan menunaikan hak Allah. (Lihat Tafsir Al-Baghawi, 17: 176)
Setelah itu Nabi Ayyub diuji penyakit yang menimpa badannya, juga mengalami musibah yang
menimpa harta dan anaknya, semua pada sirna. Ia pun terkena penyakit kulit, yaitu judzam (kusta
atau lepra). Yang selamat pada dirinya hanyalah hati dan lisan yang beliau gunakan untuk banyak
berdzikir pada Allah sehingga dirinya terus terjaga. Semua orang ketika itu menjauh dari Nabi
Ayyub hingga ia mengasingkan diri di suatu tempat. Hanya istrinya sajalah yang mau menemani
Ayyub atas perintahnya. Sampai istrinya pun merasa lelah hingga mempekerjakan orang lain
untuk mengurus suaminya. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 349)
As-Sudi menceritakan pula bahwa Nabi Ayyub menderita sakit hingga terlihat sangat-sangat
kurus tanpa daging, hingga urat syaraf dan tulangnya terlihat. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim,
5: 349)
Ketika setan menggodanya saat beliau tertimpa musibah, Nabi Ayyub ‘alaihis salam
menyatakan,
Ibnu Syihab mengatakan bahwa Anas menyebutkan bahwa Nabi Ayyub mendapat musibah
selama 18 tahun. Wahb mengatakan selama pas hitungan tiga tahun. Ka’ab mengatakan bahwa
Ayyub mengalami musibah selama 7 tahun, 7 bulan, 7 hari. Al-Hasan Al-Bashri menyatakan pula
selama 7 tahun dan beberapa bulan. (Lihat Tafsir Al-Baghawi, 17: 181, juga lihat riwayat-riwayat
dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 351).
Saat mengurus dan membawa bekal pada beliau, istrinya sampai pernah bertanya kepada Nabi
Ayyub yang sudah menderita sakit sangat lama, “Wahai Ayyub andai engkau mau berdoa pada
Rabbmu, tentu engkau akan diberikan jalan keluar.” Nabi Ayyub menjawab, “Aku telah diberi
kesehatan selama 70 tahun. Sakit ini masih derita yang sedikit yang Allah timpakan sampai aku
bisa bersabar sama seperti masa sehatku yaitu 70 tahun.” Istrinya pun semakin cemas. Akhirnya
karena tak sanggup lagi, istrinya mempekerjakan orang lain untuk mengurus suaminya sampai
memberi makan padanya. (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 349-350)
Tentang kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam disebutkan dalam ayat berikut ini.
َ( دفاَنسدتدجنبدناَ دلرَه دفدكدشنفدناَ دما83) حدميِدن ت أدنردحرَم الشرا د ب إدنذ دناَددىَ درشبرَه أدلُنيِ دمشسدنديِ ال ت
ضتر دوأدنن د دوأدتيِو د
(84) ضرر دوآددتنيِدناَهرَ أدنهدلِرَه دودمنثدلِرَهنم دمدعرَهنم درنحدمةة دمنن دعنندددناَ دودذنكدرىَ لدنلِدعاَدبدديِدن
َدبده دمنن ر
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya: “(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah
ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.”
Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada
padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan
mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang
menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiya’: 83-84)
Setelah Nabi Ayyub ‘alaihis salam sabar menghadapi cobaan dan doa beliau terkabul, akhirnya
beliau diberi kembali istri dan anak seperti yang dulu ada.
Disebutkan bahwa Nabi Ayyub mendapatkan ganti istri yang lebih muda dan memiliki 26 anak
laki-laki. Wahb mengatakan bahwa beliau memiliki sembilan puteri dan tiga putera. Ibnu Yasar
menyatakan bahwa anak beliau adalah tujuh putera dan tujuh puteri. (Lihat Tafsir Al-Baghawi,
17: 185)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengungkapkan bahwa keluarga dan hartanya kemudian kembali.
Allah karuniakan lagi pada Nabi Ayyub keluarga dan harta yang banyak. Itu semua disebabkan
kesabaran dan keridhaan beliau ketika menghadapi musibah. Inilah balasan yang disegerakan di
dunia sebelum balasan di akhirat kelak. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 556)
Al-Hasan Al-Bashri dan Qatadah mengatakan, “Allah Ta’ala menghidupkan mereka kembali
untuknya dan menambahkan orang-orang yang semisal mereka.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:
430. Riwayatnya dikeluarkan oleh Imam Ath-Thabari dengan sanad yang shahih)
ض دبدرنجلِد د
ك ( انررَك ن41) ب ب دودعدذا ل ص ل ب إدنذ دناَددىَ درشبرَه أدلُنيِ دمشسدنديِ الششنيِدطاَرَن دبرَن ن دوانذرَكنر دعنبدددناَ أدتيِو د
ِلودلي َ( دودودهنبدناَ دلرَه أدنهدلِرَه دودمنثدلِرَهنم دمدعرَهنم درنحدمةة دمشناَ دودذنكدرىَ د ر42) ب دهدذا رَمنغدتدسرل دباَدررد دودشدرا ر
صاَدبةرا دننعدم انلدعنبرَد إدشنرَه ب دبده دودل دتنحدن ن
ث إدشناَ دودجنددناَهرَ د ضدر ن ضنغةثاَ دفاَ ن
ك د( دورَخنذ دبديِدد د43) ب انلدنلدباَ د
(44) ب أدشوا ر
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku
diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu;
inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” Dan Kami anugerahi dia (dengan
mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka
pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan
ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu
melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-
baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” (QS. Shaad: 41-44)
Allah begitu penyayang, memerintah Ayyub untuk beranjak dari tempatnya. Tiba-tiba air
memancar serta memerintahkannya untuk mandi, hingga hilanglah seluruh penyakit yang
diderita tubuhnya. Kemudian Allah memerintahkannya lagi untuk menghentakkan tanah yang
lain dengan kakinya, maka muncul pula mata air lain, lalu Allah memerintahkannya untuk
minum air tersebut hingga seluruh penyakit dalam batinnya, sehingga sempurnalah kesehatan
lahir dan batinnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Satu pendapat mengatakan bahwa istrinya telah menjual tali pengekangnya dengan sepotong roti
untuk memberikan makan kepadanya, lalu dia mencela istrinya dan bersumpah bahwa jika Allah
Ta’ala menyembuhkan dirinya, niscaya dia akan memukul istrinya sebanyak seratus kali.
Pendapat lain menyatakan bahwa ketika Allah menyembuhkan Nabi Ayyub ‘alaihis salam,
beliau tidak melakukan sumpahnya karena bakti dan kasih sayang istrinya yang begitu tinggi
pada Nabi Ayyub. Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan kepada Ayyub untuk mengambil
seikat rumput yang berjumlah seratus helai, lalu dipukulkan kepada istrinya satu kali, sehingga
selesailah ia dalam menunaikan nazarnya. Ketika itu penunaian nazar diberikan keringanan
karena kafarah (tebusan) nazar di syariat Nabi Ayyub belum ada. (Lihat Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 6: 430-431)
Pelajaran #01
Jadi kaya yang bersyukur dan rajin berderma, jadi miskin yang bersabar.
Pelajaran #02
Lihatlah Nabi Ayyub ‘alaihis salam tidak jadi sombong dengan kekayaan yang ia miliki. Karena
kekayaan itu sebenarnya ujian.
Dari Al-Hasan Al-Bashri, ia berkata, “Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah
menuliskan surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari yang isinya:
“Merasa cukuplah (qana’ah-lah) dengan rezeki dunia yang telah Allah berikan padamu. Karena
Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) mengaruniakan lebih sebagian hamba dari lainnya
dalam hal rezeki. Bahkan yang dilapangkan rezeki sebenarnya sedang diuji pula sebagaimana
yang kurang dalam hal rezeki. Yang diberi kelapangan rezeki diuji bagaimanakah ia bisa
bersyukur dan bagaimanakah ia bisa menunaikan kewajiban dari rezeki yang telah diberikan
padanya.” (HR. Ibnu Abi Hatim. Dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 4: 696)
Pelajaran #03
Ingatlah kekayaan itu titipan ilahi. Kalau dipahami demikian, maka sewaktu-waktu ketika
kenikmatan dunia tersebut diambil, tentu kita tidak akan terlalu sedih.
Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah Ummu Sulaim (ibu dari Anas bin Malik, yang bernama
asli Rumaysho atau Rumaisa) ketika berkata pada suaminya, Abu Thalhah. Saat itu puteranya
meninggal dunia, Rumaysho malah menghibur suaminya di malam hari dengan memberi makan
malam dan berhubungan intim. Setelah suaminya benar-benar puas, ia mengatakan,
ت دفدطلِدرَبوا دعاَدرديِدترَهنم أددلرَهنم أدنن ديِنمدنرَعورَهنمت لد نو أدشن دق نوةماَ أددعاَرَروا دعاَدرديِدترَهنم أدنهدل دبنيِ ل
ديِاَ أددباَ دطنلِدحدة أددرأدنيِ د
ك ب انبدن دت دفاَنحدتدس د دقاَدل لد دقاَدل ن
“Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu
keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?”
Abu Tholhah menjawab, “Tidak (artinya: boleh saja ia ambil, -pen).” Ummu Sulaim,
“Bersabarlah dan berusaha raih pahala karena kematian puteramu.” (HR. Muslim, no. 2144)
Pelajaran #04
Sakit dan ujian akan menghapus dosa. Sehingga kita butuh menahan diri untuk sabar karena
mengetahui keutamaan ini.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
– َب ؛ دودل دهرم ؛ دودل دحدزلن ؛ دودل دغرم ؛ دودل أدةذى ب ؛ دودل دن د
ص ل ص ل ب انلرَم نؤدمدن دمنن دو د
َصيِ ر
دماَ رَيِ د
دحشتىِ الشش نودكرَة ديِدشاَرَكدهاَ – إشل دكشفدر ش
َارَ دبدهاَ دمنن دخدطاَديِاَهر
“Tidaklah seorang mukmin tertimpa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran
(pada masa depan), sedih (akan masa lalu), kesusahan hati (berduka cita) atau sesuatu yang
menyakiti sampai pada duri yang menusuknya, itu semua akan menghapuskan dosa-dosanya.”
(HR. Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573. Lihat Syarh Shahih Muslim, 16: 118 dan Kunuz
Riyadh Ash-Shalihin, 1: 491)
Pelajaran #05
Penyakit tak menghalangi dari dzikir dan menjaga hati. Lihatlah Nabi Ayyub terus menggunakan
lisannya untuk berdzikir walau sedang dalam keadaan sakit.
س ا أد ت
ىَ الشناَ د دفدقاَدل أددحرَدرَهدماَ ديِاَ دررَسودل ش د-صلِىِ ا علِيِه وسلِم- ا دجاَدء أدنعدرادبشيِاَدن إددلىِ دررَسودل ش د
ا إدشن دشدرادئدع الدنسلددم دودقاَدل الدخرَر ديِاَ دررَسودل ش د.« دخنيِرر دقاَدل » دمنن دطاَدل رَعرَمرَرهرَ دودحرَسدن دعدملِرَرَه
ا دعشز دودجشل ك درنطباَ ة دمنن دذنكدر ش د َت دعلِدشىِ دفرَمنردنىِ دبأ دنملر أددتدششب ر
دفدقاَدل » لد ديِدزارَل لددساَرَن د.ث دبده دقند دكرَثدر ن
«
“Ada dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas salah
satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang
panjang umurnya dan baik amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak. Perintahkanlah padaku suatu amalan
yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu selalu basah untuk berdzikir pada
Allah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4: 188. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad
hadits ini hasan).
Pelajaran #06
Setiap orang diuji sesuai tingkatan iman. Lihat hadits berikut yang disebutkan dalam Musnad
Imam Ahmad,
س أددشتد دبلدةء دقاَدل » الدنندبديِاَرَء رَثشم ىَ الشناَ دا أد ت ت ديِاَ دررَسودل ش د َب نبدن دسنعلد دعنن أددبيِده دقاَدل قرَنلِ ر دعنن رَم ن
صدع د
د د
ب دديِدنده دفإدنن دكاَدن دفىِ دديِدندهس رَيِنبدتدلِىِ الشررَجرَل دعدلِىِ دحدس د صاَلدرَحودن رَثشم النمدثرَل دفاَلنمدثرَل دمدن الشناَ دال ش
ِف دعننرَه دودماَ ديِدزارَل انلدبلدرَء دباَنلدعنبدد دحشتىِ ديِنمدشدى صلددبرة دزيِدد دفىِ دبلددئده دوإددن دكاَدن دفىِ دديِدنه درشقرة رَخلُف د د
« س دعلِدنيِده دخدطيِدئرة ض لدنيِ د دعدلِىِ دظنهدر الدنر د
Dari Mush’ab bin Sa’ad, dari bapaknya, ia pernah berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Manusia manakah yang paling berat cobaannya?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Para Nabi lalu orang shalih dan orang yang semisal itu dan semisal itu berikutnya.
Seseorang itu akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Jika imannya semakin kuat, maka
cobaannya akan semakin bertambah. Jika imannya lemah, maka cobaannya tidaklah berat.
Kalau seorang hamba terus mendapatkan musibah, nantinya ia akan berjalan di muka bumi
dalam keadaan tanpa dosa.” (HR. Ahmad, 1: 172. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan
bahwa sanad hadits ini hasan)
Pelajaran #07
Kalau ingin kuatkan sabar, ingatlah cobaan yang lebih berat yang menimpa para Nabi.
Dari ‘Abdurrahman bin Saabith Al-Qurosyi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َب دعننددهر
صاَدئ د ِهلل دفنلِديِنذرَكنر رَم د،صيِدبلة
ِهلل دفإدشندهاَ أدنعدظرَم انلدم د،ِصيِدبدترَه دبي ب أددحرَدرَكنم دبرَم د إددذا أ رَ د
صيِ د
“Jika salah seorang di antara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpa
diriku. Musibah padaku tetap lebih berat dari musibah yang menimpa dirinya.” (HR.
‘Abdurrozaq dalam mushannafnya, 3: 564; Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 7: 167.
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1106. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini
shahih karena berbagai syawahid atau penguat)
Pelajaran #08
Musibah yang menimpa kita masih sangat sedikit dari nikmat yang telah Allah beri.
Coba ambil pelajaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Ayyub ‘alaihis salam pada istrinya,
“Aku telah diberi kesehatan selama 70 tahun. Sakit ini masih derita yang sedikit yang Allah
timpakan sampai aku bisa bersabar sama seperti masa sehatku yaitu 70 tahun.”
Pelajaran #09
Setan bisa saja mencelakai badan, harta dan keluarga seperti yang disebutkan dalam kisah Nabi
Ayyub dalam surat Shad,
ب دودعدذا ل
ب ب إدنذ دناَددىَ درشبرَه أدلُنيِ دمشسدنديِ الششنيِدطاَرَن دبرَن ن
ص ل دوانذرَكنر دعنبدددناَ أدتيِو د
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku
diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (QS. Shaad: 41) (Lihat pembahasan Syaikh
Asy-Syinqithi dalam Adhwa’ Al-Bayan, 4: 851)
Pelajaran #10
Lepasnya musibah dengan doa. Itulah yang terjadi pada Nabi Ayyub, ia memohon pada Allah
untuk diangkat musibah yang menimpa dirinya,
ت أدنردحرَم الشرا د
حدميِدن ضتر دوأدنن د
أدلُنيِ دمشسدنديِ ال ت
“(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiya’: 83)
ب دودعدذا ل
ب أدلُنيِ دمشسدنديِ الششنيِدطاَرَن دبرَن ن
ص ل
“Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.” (QS. Shaad: 41)
Pelajaran #11
Kalau ingin mengadukan hajat dan kesusahan, adukanlah pada Allah, bukan mengadu pada
makhluk. Itulah yang dimaksud dengan ayat,
Pelajaran #12
Menyanjung Allah dalam doa dan bertawassul dengan asmaul husna. Lihatlah yang disebutkan
dalam isi doanya, menunjukkan bahwa ia meminta pada Allah karena sangat-sangat butuh.
Juga dalam doanya diajarkan untuk berdoa dengan asmaul husna sebagaimana yang diajarkan
pula dalam ayat,
Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam tafsirnya (hlm. 319), doa yang dimaksud mencakup doa
ibadah dan doa mas’alah. Hendaklah ketika berdoa bisa menyesuaikan asmaul husna dengan isi
permintaan. Mislanya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku dan rahmatilah aku, sesungguhnya
Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, “Ya Allah yang Maha Menerima Taubat,
terimalah taubatku”, dan semisal itu.
Pelajaran #13
Meskipun Nabi Ayyub terus sakit, istri Nabi Ayyub tetap mengabdi pada suaminya. Maka sampai
ada nazar yang mesti ditunaikan pada istrinya dengan 100 kali pukulan, Nabi Ayyub tidak tega
melakukannya karena saking sayang pada istrinya yang benar-benar telah berbakti pada suami.
Sebagian istri kadang tidak tahan dalam hal ini, bahkan sifatnya pembangkang ketika suaminya
sehat ataukah sakit padahal taat dan mengabdi pada suami adalah jalan menuju surga.
Lihatlah hadits dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ت دفنردجدهاَ دوأددطاَدع ن
ِت دز نودجدهاَ دقيِدل دلدهاَ اندرَخدلِى ت دشنهدردهاَ دودحدفدظ ن ت انلدمنرأدةرَ دخنمدسدهاَ دو د
صاَدم ن صلِش د
إددذا د
تب انلدجشندة دشنئ دىَ أدنبدوا د
ُانلدجشندة دمنن أد ل
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan
Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat
pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam
surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad, 1: 191 dan Ibnu Hibban, 9: 471.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Lihat juga hadits dari Al-Hushoin bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke
tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan
tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya,
Pelajaran #14
Boleh mandi telanjang. Hadits Nabi Ayyub yang mandi telanjang telah dibawakan oleh Imam
Bukhari dalam kitab shahihnya dengan membawakan judul bab,
ِهلل دودمنن دتدسشتدر دفاَلشتدستترَر أدنف د، دمدن انغدتدسدل رَعنرديِاَةناَ دونحددهرَ دفىِ انلدخنلِدودة
ضرَل
“Siapa yang mandi dalam keadaan telanjang seorang diri di kesepian, namun siapa yang
menutupi diri ketika itu, maka lebih afdhal.”
Pelajaran #15
Nazar itu wajib dipenuhi sebagaimana sumpah. Allah Ta’ala memuji orang-orang yang
menunaikan nazarnya,
ب دبدهاَ دعدباَرَد ش د
َ(دعنيِةناَ ديِنشدر ر٥) س دكاَدن دمدزارَجدهاَ دكاَرَفوةرا ن
َا رَيِدفلُجرَرودندها إدشن النبدرادر ديِنشدررَبودن دمنن دكأ ل
(٧) (رَيِورَفودن دباَلشننذدر دوديِدخاَرَفودن ديِ نوةماَ دكاَدن دشترهرَ رَمنسدتدطيِةرا٦) دتنفدجيِةرا
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang
campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba
Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan
nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insan: 5-7)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
Pelajaran #16
Selalu ada jalan keluar bagi orang yang bertakwa. Kala Nabi Ayyub berat menjalankan nazar,
Allah Ta’ala memberikan jalan keluar dengan diberikan keringanan karena saat itu belum ada
syariat penunaian kafarah (tebusan untuk nazar)[1]. Dalam ayat disebutkan,
Pelajaran #17
Siapa yang tidak kuat menjalani hukuman hadd karena dalam keadaan lemah, maka hukuman
tersebut tetap ditunaikan. Karena tujuannya agar pelanggaran tersebut tidak dilakukan lagi.
Hukuman tersebut tujuannya bukan untuk menghancurkan atau membinasakan. (Lihat Qishash
Al-Anbiya’ karya Syaikh As-Sa’di, hlm. 229)
Pelajaran #18
Ingatlah dengan kesabaran ketika kehilangan harta, keluarga dan anak, akan mendapatkan ganti
yang lebih baik. Yang diucapkan ketika mendapatkan musibah adalah: INNA LILLAHI WA
INNA ILAIHI ROOJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII
KHOIRON MINHAA [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah,
berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik].
Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata bahwa beliau
pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Pelajaran #19
Bukti sabar, masih mengucapkan alhamdulillah ketika mendapat musibah. Yang dicontohkan
oleh Nabi Ayyub ‘alaihis salam ketika mendapatkan musibah, beliau mengucapkan, “Segala puji
bagi Allah. Dialah yang memberi, Dialah pula yang berhak mengambil.”
Tingkatan orang menghadapi musibah ada empat yaitu: (1) lemah, yaitu banyak mengeluh pada
makhluk, (2) sabar, hukumnya wajib, (3) ridha, tingkatannya lebih daripada sabar, 4) bersyukur,
ketika menganggap musibah itu suatu nikmat. (‘Iddah Ash-Shabirin, hlm. 81)
Pelajaran #20
Kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam adalah sebagai pelajaran dan beliau bisa dijadikan teladan.
Allah memberikan kita ujian dan musibah, bukan berarti Allah ingin menghinakan kita. Nabi
Ayyub bisa dicontoh dalam hal sabar menghadapi takdir Allah yang menyakitkan. Allah menguji
siapa saja yang Allah kehendaki dan semua itu ada hikmah-Nya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:
352)
Pelajaran #21
Nabi Ayyub adalah orang penyabar, ia bersabar ikhlas karena Allah. Beliau juga adalah hamba
yang baik dalam hal ‘ubudiyah (peribadahan). Ini terlihat dari keadaan beliau ketika lapang dan
ketika berada dalam keadaan susah. Beliau juga adalah orang yang benar-benar kembali pada
Allah, beliau pasrahkan urusan dunia dan akhiratnya, beliau juga adalah orang yang rajin
berdzikir dan berdoa, serta punya rasa cinta yang besar pada Allah. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 757)
Semoga jadi pelajaran berharga bagi kita semua. Nantikan lagi kisah para nabi lainnya di
Rumaysho.Com.
Referensi:
1. Adhwa’ Al-Bayan fii Iidhah Al-Qur’an bi Al-Qur’an. Cetakan ketiga, tahun 1433 H. Syaikh
Muhammad Al-Amin bin Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid.
2. Al-Bidayah wa An-Nihayah. Cetakan tahun 1436 H. Al-Hafizh Ibnu Katsir. Penerbit Dar ‘Alam Al-
Kutub.
3. Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Muhammad bin Ahmad Al-Anshari
Al-Qurthubi. Penerbit Darul Fikr.
4. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi.
Penerbit Dar Ibnu Hazm.
5. Aysar At-Tafaasir li Kalam Al-‘Aliyy Al-Kabir. Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit Darus
Salam.
6. ‘Iddah Ash-Shabirin. Cetakan kedua, tahun 1429 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Maktabah
Ar-Rusyd.
7. Kunuz Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Rais: Prof. Dr. Hamad bin Nashir bin
‘Abdurrahman Al-‘Ammar. Penerbit Dar Kunuz Isybiliya.
8. Muqowwimaat Ad-Daa’iyah An-Naajih. Cetakan pertama, tahun 1415 H. Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin
Wahf Al-Qahthani.
9. Qishash Al-Anbiya’. Cetakan pertama, tahun 1422 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Penerbit Dar Ibnu Hazm.
10. Qishash Al-Anbiya’, Al-Qashash Al-Haqq. Cetakan kedua, tahun 1422 H. Syaikh ‘Abdul Qadir bin
Syaibah Al-Hamd. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
11. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah. Cetakan pertama, 1422 H. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-
Albani. Penerbit Maktabah Al-Ma’arif.
12. Tafsir Al-Baghawi (Ma’alim At-Tanzil). Cetakan kedua, tahun 1427 H. Al-Husain bin Mas’ud Al-
Baghawi. Penerbit Dar Thiybah.
13. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Al-Hafizh Ibnu Katsir. Penerbit Dar
Ibnul Jauzi.
14. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit
Muassasah Ar-Risalah.
Software
Al-Maktabah Asy-Syamilah.
[1] Kafarah nazar sama dengan kafarah sumpah seperti yang diperintahkan dalam surat Al-
Maidah ayat 89,
Jika tidak mampu ketiga hal di atas, barulah menunaikan pilihan berpuasa selama tiga hari (tidak
mesti berturut-turut). (Lihat Surat Al-Maidah ayat 89)
—
Disusun selama dua hari, selesai pada 12 Jumadats Tsaniyyah 1438 H, @ Perpustakaan Darush
Sholihin, Panggang, Gunungkidul
Sumber : https://rumaysho.com/15439-21-pelajaran-dari-kisah-nabi-ayyub-sang-penyabar.html
Bantahan
Beberapa waktu yang lalu sempat muncul kritikan dari seorang ustadz AT
terhadap ustadz AH. Lalu muncul komentar-komentar yang buruk dan
menganggap ustadz AT hasad dan dengki kepada ustadz AT. Tentu seseorang
berusaha untuk berprasangka baik terhadap saudaranya yang mengkritik.
Jika kritikannya baik hendaknya diterima dengan baik dan segera berusaha
memperbaiki diri. Namun jika kritikannya keliru maka silahkan kritikan
tersebut dikritiki kembali. Toh para ulama sejak dahulu hingga sekarang
saling mengkritiki, saling memperbaiki satu dengan yang lainnya, saling
mengingatkan satu dengan yang lainnya.
Untuk menanggapi -sedikit kegaduhan ini- maka penulis bertekad untuk turut
berpartisipasi memberi masukan kepada al-Ustadz AH hafizohullah, semoga
bermanfaat. Dan penulis juga menyadari bahwa tidak ada yang luput dari
kesalahan, termasuk penulis yang juga tidak luput dari kesalahan, akan tetapi
hal ini tidak menghalangi punulis untuk memberi masukan dan juga diberi
masukan demi kemasalahatan umat, dan menjauhkan umat dari segala
kesalahan sejauh-jauhnya, baik kesalahan dalam aqidah atau yang lainnya.
Dalam ceramah ustadz AH yang mulia dengan judul : Perbedaan antara Taqdir
dan Qodarullah https://www.youtube.com/watch?v=p5g7e_o7dJM
Al-Ustadz AH berkata (menit 0:27) : “Yang seperti ini aliran qodariyah, semua
terserah Allah semuanya terserah Allah, bahkan tidak mungkin saya bersin
kecuali Allah berkehendak, tidak mungkin saya minum kecuali Allah
berkendak. Tapi kesimpulannya ini salah, Anda harus membendakan antara
qodar dengan taqdir. Kehendak Allah yang tidak ada intervensi kita di dalam
itu disebut qodar, contoh tentang ajal seseorang....”
Beliau berkata (pada menit 1:29) :”Taqdir itu adalah ketetapan Allah yang
dikukuhkan ditetapkan berdasarkan ikhtiar makhluk. Jadi kita ikhtiar dulu
baru Allah menetapkan. Jadi bukan seketika Allah menetapkan...”
(Pada menit 2:37) “Jadi ada sesuatu yang kehendak Allah tidak mutlaq disitu,
kehendak Allah bergantung ikhtiar yang kita kerjakan...”
Dalam ceramah AH yang lain dengan judul : Apakah jodoh termasuk taqdir
(https://www.youtube.com/watch?v=anabATdqrWQ)
KRITIKAN :
dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan taqdir (segala
sesuatu)nya (QS Al-Furqon : 2)
ض بفوخيمفسيون أويل و
ف وسنوةة ت ووايلوير و ق قويبول أوين يويخلا و
ق اللسوماووا ف ب اا وموقافديور ايلوخولئف ف
وكتو و
“Allah telah mencatat taqdir para makhluq 50 ribu tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumu, (HR Muslim No. 2653)
Nabi juga menjelaskan bahwa amal sholeh maupun amal buruk, masuk surga
maupun masuk neraka semuanya telah ditaqdirkan oleh Allah. Tidak ada
bedanya hal ini dengan masalah rizki dan ajal yang juga telah ditaqdirkan.
Beliau bersabda :
Demikian juga pernyataan AH : “Jadi ada sesuatu yang kehendak Allah tidak
mutlaq disitu, kehendak Allah bergantung ikhtiar yang kita kerjakan...”
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
(Al-Insan : 30)
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila
dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam (At-Takwir : 29)
Diakhir zaman para sahabat mulailah muncul kelompok qodariyah yang sulit
menerima dengan akal mereka bahwa semuanya telah ditaqdirkan oleh Allah,
dan kelompok ini telah diingkari oleh Ibnu Umar.
ٍ ووأولن ايلويمور أانا د، ووأونلهايم يويزاعاموون أوين ول قوودور...ٍ وويوتوقوفلاروون ايلفعيلوم،س يويقوراءوون ايلقايرآون
ف أووبا وعيبفد اللريحومفن إفنلها قويد و
ظهوور قفبولوونا ونا د
“Wahai Abu Abdirrahman (Ibnu Umar), sesungguhnya telah muncul dari sisi
kami (di Iraq) sekelompok orang yang membaca al-Qur’an dan mendalami
ilmu...dan bahwasanya mereka menyangka bahwa tidak ada qodar, dan
bahwasanya perkara adalan baru”
“Yaitu perkara baru tidak didahului oleh takdir dan tidak ada diketahui oleh
Allah, akan tetapi Allah mengetahuinya setelah terjadi” (Syarah Shahih Muslim
jilid 1 halaman 138, letaknya di bagian kanan atas kalau di cetakan milik
penulis)
ٍ،ف بففه وعيباد اف يبان اعومور »لويو أولن فلووحفدفهيم فميثول أااحةد وذهوربا ت اأولوئف و
ٍ وواللفذيِ يويحلف ا،ٍ ووأونلهايم باورآاء فمنني،ك فوأ ويخبفيرهايم أونني بوفريِدء فمينهايم فوإ فوذا لوفقي و
ي ي ي و
»فوأنفوقوها وما قوبفول اا فمنها وحلتى يايؤفمون فبالقوودفر
Semoga bermanfaat, dan semoga Allah menjaga aqidah kita. Aaamiin Yang
benar dari Allah, yang salah dari kesilapan penulis, semoga Allah
menunjukkan kita semua kepada jalan yang lurus. (bersambung)
Saya rasa hampir seluruh kaum muslimin di dunia ini -termasuk juga di
Indonesia- menafsirkan atau menerjemahkan firman Allah “Ihdinash-
Shiraathal-Mustaqiim” dengan “Tunjukanlah kami kepada jalan yang lurus”.
Namun ternyata terjemah/tafsir yang selama ini diyakini oleh kaum muslimin
dinilai salah oleh al-Ustadz AH !!? Ustadz Adi Hidayat dalam video yang
berjudul Cara Ampuh Berdoa Ketika Shalat Agar Cepat Dikabulkan saat
menjelaskan tempat dikabulkannya doa saat berdiri shalat dengan
membawakan hadits Abu Hurairah, berkata (mulai menit 06:17):
“Perhatikan, karena itulah saat berdiri diberikan oleh Allah satu tawaran,
kalau dibacakan diberikan apa yang dibutuhkan. Mau nggak ? Itulah
ihdinash-shiraathal-mustaqiim. Tunjukkan kami ya Allah, solusi terbaik dari
masalah yang kami miliki. Maaf, ihdinash-shiraathal-mustaqiim itu arti yang
tepat bukan ‘tunjukkan kami pada jalan yang lurus’. Itu bahasa kiasan. Ga
pakai oo.. bu. Itu bahasa kiasan. Ihdinaa dari kata hudan, hidayah, itu solusi
dari persoalan yang dihadapi. Jadi punya masalah apapun ya Allah, solusinya
tolong berikan. Ash-shiraathal-mustaqiim itu kata kiasan. Majaz dalam
bahasa Arab. Yang mudah tidak sulit prosesnya. Jadi berikan solusinya, tapi
mudah. Jadi ketika kita minta dalam shalat, itu minta ya Allah, saya punya
masalah, tolong berikan. Diberikan oleh Allah satu bacaan. Dibaca. Jadi yang
punya masalah di rumah tangga, diberikan solusinya. Yang punya masalah di
pekerjaan, diberikan solusinya. Dan itu bukan biasa………”
Dan as-shirot al-mustaqim menurut tafsir para ahli tafsir ada beberapa
tafirasan yaitu : Kitabullah, tali Allah yang sangat kuat, Islam, agama Allah,
kebenaran, serta Nabi ﷺdan kedua shahabatnya : Abu Bakr dan ‘Umar Ibnu
Katsiir rahimahullah berkata (tentang tafsir “ihdina”)
"Dan al-hidayah di sini maksudnya adalah bimbingan dan taufiq. Kadang kata
al-hidayah dimuta'addikan dengan dirinya sebagaimana ayat ini 'ihdinash-
shiraathal-mustaqiim'; sehingga mengandung pengertian “ilhamkanlah kepada
kami”, “Bimbinglah kami”, “Anugrahkanlah kami”, dan “Berikanlah kepada
kami”
أجمعت المة من أهل التأويل جميرعا على أن "الصراط المستقيم" هو:ٍ فقال المام أبو جعفر بن جرير،وأما الصراط المستقيم
الطريق الواضح الذيِ ل اعوجاج فيه.
ٍ فقد،ٍ واقتدىِ باللذين من بعده أبي بكر وعمر،ٍ فإن من اتبع النبي صلى ا عليه وسلم،ٍ وهي متلزمة،وكل هذه القوال صحيحة
ٍ،ٍ وصراطه المستقيم،ٍ وهو كتاب ا وحبله المتين،ٍ ومن اتبع السلم فقد اتبع القرآن،ٍ ومن اتبع الحق فقد اتبع السلم،اتبع الحق
ٍ ول الحمد،فكلها صحيحة يصدق بعضها بعضا.
ب ل
اف وعلز وووجلل ي ب ايلامفوتلوحةا وموحافرام ل ف
ٍ ووايلويبووا ا،ا
ٍ ووالصسوورافن احادواد ل ف،صوراطا ا ي فليسولام
صورافط فكوتا ا ك اللدافعي وعولى ورأ ف
س ال ن ٍ وووذلف و،ا ووال ن
اف ففي قويل ف
ب اكنل اميسلفةم صورافط ووافعظا ل وواللدافعي من فويو و
ق ال ن
طو ر
طا وعين يوفمينففه ٍ ثالم وخطل اخ ا،" اف " هووذا وسفبيال ل:ٍ ثالم وقاول،طا صللى اا وعلوييفه وووسللم وخ ير
اف و " وخطل لوونا وراسوال ل:ٍ وقاول،اف يبفن وميساعوةد وعين وعيبفد ل
و
صورافطي اميستوفقيرما ووأولن هووذا ف:ٍ ثالم قووروأ،" طادن يويداعو إفلوييفه
امتوفونرقوةد وعولى اكنل وسفبيةل فمينوها وشيي و: " هوفذفه اسبادل وقاول يوفزياد:ٍ ثالم وقاول،وووعين فشومالففه
ق بفاكيم وعين وسفبيلففه
وفاتلبفاعوها وول توتلبفاعوا الصسباول فوتوفولر و
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” [QS. Al-Ahzaab : 21].
Begitu juga dengan Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, karena Nabi
ﷺsendiri yang memerintahkan para shahabat (dan kita pada umumnya)
untuk meneladani Abu Bakr dan ‘Umar sepeninggal beliau:
“Mencontohlah kepada dua orang setelahku : Abu Bakr dan ‘Umar” [lihat :
Silsilah Ash-Shahiihah no. 1233].
Ibnu ‘Allan mengatakan bahwa As Suyuthi mengatakan, “Al Baihaqi mengatakan dalam
Syu’abul Iman:
Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai, enggan melakukan usaha untuk
memperoleh rizki. Bahkan
hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari rizki karena burung tersebut
pergi di pagi hari untuk
mencari rizki. Jadi, yang dimaksudkan dengan hadits ini –wallahu a’lam-: Seandainya mereka
bertawakkal pada
Allah Ta’ala dengan pergi dan melakukan segala aktivitas dalam mengais rizki, kemudian
melihat bahwa setiap
kebaikan berada di tangan-Nya dan dari sisi-Nya, maka mereka akan memperoleh rizki tersebut
sebagaimana
burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar, kemudian kembali dalam keadaan kenyang.
Namun ingatlah
bahwa mereka tidak hanya bersandar pada kekuatan, tubuh, dan usaha mereka saja, atau
bahkan mendustakan
yang telah ditakdirkan baginya. Karena ini semua adanya yang menyelisihi tawakkal.” (Darul
Falihin, 1/335)
Bagi yang ingin menyalurkan donasi renovasi masjid, silakan ditransfer ke: (1) BCA:
8610123881, (2) BNI Syariah: 0194475165, (3) BSM: 3107011155, (4) BRI: 0029-01-101480-
50-9 [semua atas nama: Muhammad Abduh Tuasikal].
Jika sudah transfer, silakan konfirmasi ke nomor 0823 139 50 500 dengan contoh sms
konfirmasi: Rini# Jogja# Rp.3.000.000#BCA#20 Mei 2012#renovasi masjid. Laporan donasi,
silakan cek di sini.
Sumber : https://rumaysho.com/9515-keistimewaan-hari-jumat.html