Electrolyte PPK PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Elektrolit

Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks,
didalamnya terdapat beberapa ‘pembangkit’ lokal seperti jantung, otak dan ginjal.
Juga ada ‘rumah-rumah’ pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan
listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan ‘perintah’ dari pembangkit
ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe
elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif)
dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini
saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau
dibutuhkan tubuh. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kalium (K+),
Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-),
HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama
besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel
(cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-
.
. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+). (The
College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai
banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya :

• Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah


dan pengaturan volume ekstra sel.
• Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik
dalam tubuh.
• Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air
pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam
cairan ekstrasel.

Universitas Sumatera Utara


• Kalsium : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot,
deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini
dapat berpindah ke dalam darah.
• Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur
pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi
jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh. (The College of Emergency
Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Tidak semua elektrolit akan kita bahas, hanya kalium dan natrium yang
akan kita bahas. Ada dua macam kelainan elektrolit yang terjadi ; kadarnya terlalu
tinggi (hiper) dan kadarnya terlalu rendah (hipo). (The College of Emergency
Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
2.1.1. Hiponatremia
Definisi
Hiponatremia didefinisikan sebagai serum≤ Na
135 mmol / l.
Hiponatremia dilaporkan memiliki insiden dalam praktek klinis antara 15 dan
30%. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Penyebab dan klasifikasi
Penyebab hiponatremia (lihat Tabel 2.1) diklasifikasikan menurut status
cairan pasien (euvolemik,hipovolemik, atau hypervolaemic). Pseudohiponatremia
ditemukan ketika ada pengukuran natrium rendah karena lipid yang berlebihan
atau protein dalam plasma, atau karena hiperglikemia (dimana pergerakan air
bebas terjadi ke dalam ruang ekstraselular dalam menanggapi akumulasi glukosa
ekstraseluler) (Biswas & Davies, 2007).
Sistem klasifikasi menyoroti pentingnya menilai status cairan. Sebagai
contoh, pasien dengan Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone
Secretion (SIADH) harus euvolemik, sedangkan pasien dengan cerebral salt
wasting dapat memiliki gambaran yang identik dengan SIADH (natrium serum
rendah, natrium urin tinggi dengan konsentrasi urin yang tidak tepat) kecuali
pasien akan menjadi hipovolemik. Penyebab SIADH tercantum dalam Tabel 2.2.
(Biswas & Davies, 2007)

Universitas Sumatera Utara


Hiponatremia hipovolemik yang mungkin paling sering terlihat di UGD,
hasil dari hilangnya air dan natrium, tetapi relatif lebih banyak natrium. Ada tiga
penyebab utama hypervolaemic hiponatremia: congestive cardiac failure (CCF),
gagal ginjal dan sirosis hati. Dalam kasus ini jumlah natrium tubuh meningkat
tetapi jumlah total air dalam tubuh tidak proporsional lebih besar mengarah ke
hiponatremia dan edema. Penurunan curah jantung di CCF menyebabkan
penurunan aliran darah ginjal, merangsang produksi ADH dan resorpsi air di
collecting ducts. Penurunan aliran darah ginjal juga merangsang sistem renin-
angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan air. Hiponatremia di CCF juga
dapat diperburuk oleh penggunaan diuretik. Ini telah ditunjukkan dalam beberapa
penelitian bahwa hiponatremia di CCF adalah faktor prognosis yang buruk
(Clayton et al, 2006).
Sirosis hati merupakan salah satu faktor menyebabkan hiponatremia. Ini
termasuk pengurangan volume sirkulasi, hipertensi portal menyebabkan ascites,
dan kegagalan hati untuk metabolisme zat vasodilatasi. Perubahan ini
mengakibatkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan retensi natrium dan air.
Hiponatremia terjadi karena konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang
relatif lebih rendah (seperti pada pelari maraton), tetapi mekanisme lain yang
dijelaskan dalam literature lain meliputi peningkatan ADH, dan menurunnya
motilitas usus (Barsaum & levine, 2002).

Table 2.1. Klasifikasi hiponatremia

Euvolaemic Hypovolaemic Hypervolaemic Other


SIADH GIT loss: CCF Hyperglycaemia
Psychogenic Diarrhoea and Liver cirrhosis Mannitol
polydipsia vomiting Nephrotic administration
Bowel syndrome
obstruction
GI sepsis

Universitas Sumatera Utara


Renal loss:
Addison’s
disease
Renal tubular
acidosis
Salt wasting
nephropathy
Diuretic use
cerebral salt
wasting
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Table 2.2 Penyebab SIADH
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

CNS Malignancy Pulmonary Drugs (not Miscellaneous


disease exhaustive)
Stroke Lung (oat Infection Carbamazepine SLE
Meningitis cell) Pancreas TB Tricyclic
Encephalitis Prostate Abscess antidepressants
Neurosurgery Urological Cystic Phenothiazines
Trauma Leukaemia fibrosis Omeprazole
Malignancy Lymphoma Pulmonary Vincristine
vasculitis Opiates

Gejala klinis
Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia dapat sangat halus dan non
spesifik (lihat Tabel 2.3). Hal ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia
ini akut (memburuk dalam≤ 48 jam) atau kronis (memburuk dalam ≥ 48 jam).
Tingkat toleransi natrium jauh lebih rendah jika hiponatremia berkembang
menjadi kronis. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Universitas Sumatera Utara


Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan anamnesa
dan melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah saraf,
abdominal symptoms and signs , pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit
Addison), riwayat obat, dll. Status cairan pasien sangat penting untuk diagnosis
dan pengelolaan selanjutnya. (The College of Emergency Medicine &
Doctors.net.uk, 2008)

Tabel 2.3 Gambaran klinis dari hiponatremia


Severity Expected plasma Clinical features
sodium
Mild 130 – 135 mmol/ l Often no features, or,
anorexia, headache,
nausea, vomiting, lethargy
Moderate 120 – 129 mmol/ l Muscle cramps, muscle
weakness, confusion,
ataxia, personality change
Severe ≤ 120 mmol /l Drowsiness, reduced
reflexes, convulsions,
coma, death
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Pemeriksaan
Pertama, pastikan bahwa hiponatremia cocok dengan gambaran klinis.
Pemeriksaan laboratorium awal harus mencakup glukosa, natrium plasma,
osmolalitas plasma, fungsi ginjal dan hati, ditambah natrium urin dan osmolalitas
urin. Berbagai kombinasi dari status volume klinis dinilai dan konsentrasi natrium
urin pada pasien dengan hiponatremia disajikan pada Tabel 2.4. Tes-tes lain untuk
mendiagnosa penyebabnya mungkin diperlukan seperti fungsi tiroid, lipid, dan
fungsi adrenal. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Tabel 2.4 Kombinasi khas hasil

Volume status Urinary sodium Likely diagnosis

Universitas Sumatera Utara


Hypovolaemia Low ≤ 10 mmol/ l Extrarenal sodium loss e.g.
GIT loss, burns, fluid
sequestration (peritonitis,
pancreatitis)
Hypovolaemia High ≥ 20 mmol/ l Renal salt wasting e.g. salt
losing nephropathy,
hypothyroidism, adrenal
insufficiency
Hypervolaemia Low ≤ 10 mmol/ l CCF, liver cirrhosis, nephrotic
syndrome (sodium retention
due to poor renal perfusion –
see text)
Euvolaemia High ≥ 40 mmol/ l SIADH
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Pengobatan
Pengobatan hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya,
keseimbangan cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut
(durasi ≤ 48 jam '), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk
mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana
koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk
meningkatkan natrium ke tingkat yang aman≥ (120 mmol / l). Natrium tidak
harus mencapai level normal dalam 48 jam pertama. (The College of Emergency
Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Central pontine myelinolysis adalah suatu kondisi dimana terjadi
demielinasi fokus di daerah pons dan extrapontine. Hal ini menyebabkan dampak
serius dan ireversibel gejala sisa neurologis yang cenderung dilihat satu sampai
tiga hari setelah natrium telah diperbaiki. (The College of Emergency Medicine &
Doctors.net.uk, 2008)
Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang
atau koma) pengobatan dapat dimulai dengan 3% saline (Androgue dan Madias,

Universitas Sumatera Utara


2000). Tidak ada konsensus universal untuk penggunaan atau dengan rezim yang
harus diberikan: bisa dimulai pada 1-2 ml / kg / jam dengan pengukuran rutin
natrium serum, urin dan status kardiovaskular. Disarankan agar natrium dikoreksi
tidak lebih dari 8 mmol dalam 24 jam. Furosemide juga dapat digunakan untuk
mengeluarkan air yang berlebihan. (Androgue & Madias, 2000)
Ada berbagai formula yang digunakan untuk menghitung volume cairan
dan natrium yang akan diberikan. Salah satu contoh adalah rumus Madias
Androgue, tetapi ada beberapa variasi yang juga dapat digunakan (Barsaum &
Levine, 2002).
Hiponatremia hipovolemik terkait penyakit Addison harus ditangani
dengan saline isotonik dan menggunakan hormon pengganti dengan
hidrokortison. Pasien-pasien ini dapat memerlukan sejumlah besar penggantian
cairan ketika mereka berada dalam keadaan krisis. Hiponatremia kronis dapat
diobati dengan menghilangkan penyebab (misalnya diuretik) dan pembatasan
cairan menjadi sekitar 500-800 ml / hari. Vasopresin antagonis reseptor adalah
kelompok baru obat untuk pengobatan hiponatremia. Mereka bekerja dengan
menghalangi pengikatan ADH (AVP - arginin vasopressin) di nefron distal,
sehingga mempromosikan ekskresi air bebas. Tolvaptan adalah salah satu obat
tersebut dan telah terbukti efektif meningkatkan natrium serum pada euvolemik
atau hypervolaemic hiponatremia kronis (Schrier et al, 2006).

2.1.2. Hipernatremia

Definisi
Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145
mmol / l dan selalu dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Ada morbiditas dan
mortalitas yang signifikan terkait dengan hipernatremia yang sulit untuk dihitung
karena hubungannya dengan komorbiditas serius lainnya. Beberapa studi telah

Universitas Sumatera Utara


mengutip angka kematian setinggi 75% akibat hipernatremia. (Semenovskaya Z,
2007).
Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang menyebabkan sel-sel
menyusut. Sel-sel merespon dengan mengangkut elektrolit melintasi membran sel
dan mengubah potensial membran menjadi istirahat. Sekitar satu jam kemudian
jika masih ada hipernatremia, larutan organik intraseluler dibentuk untuk
mengembalikan volume sel dan mencegah kerusakan struktural. Oleh karena itu
ketika mengganti air harus dilakukan dengan sangat perlahan untuk
memungkinkan akumulasi zat terlarut untuk menghindari edema serebral.
(Semenovskaya Z, 2007).

Jika hipernatremia berlanjut dan sel-sel mulai menyusut, perdarahan otak


dapat terjadi karena peregangan dan pecahnya pembuluh darah menjembatani
(subdural, subarachnoid atau intraserebral). (The College of Emergency Medicine
& Doctors.net.uk, 2008)
Penyebab dan klasifikasi
Penyebab hipernatremia dapat dibagi menjadi tiga kategori besar seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 2.5. Ini sering memiliki penyebab iatrogenik dan
yang paling berisiko pada pasien yang diintubasi , bayi yang hanya meminum
susu formula, atau orang tua dan orang-orang dalam perawatan yang tidak
memiliki cairan yang tersedia bagi mereka atau mereka yang memiliki penurunan
reseptor kehausan. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Tabel 2.5 Penyebab hipernatremia
Reduced water intake Loss of free water Sodium gain
Unwell infants e.g. with 1. Extra-renal: Primary
diarrhoea and vomiting Dehydration hyperaldosteronism
Intubated patients Burns (Conns)
Institutionalised elderly Exposure Secondary
Gastrointestinal losses hyperaldosteronism e.g.
2. Renal: CCF, liver cirrhosis, renal
Osmotic diuretics e.g. failure, nephrotic

Universitas Sumatera Utara


Glucose, urea, mannitol syndrome
Diabetes Insipidus (see Iatrogenic – Sodium
table 6) bicarbonate
administration; hypertonic
saline administration
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Presentasi klinis
Gambaran klinis hipernatremia non spesifik seperti anoreksia, mual,
muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Seperti natrium meningkat akan ada
perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natrium telah
meningkat pesat dan tingkat tinggi. Bayi cenderung menunjukkan takipnea,
kelemahan otot, gelisah, tangisan bernada tinggi, dan kelesuan menyebabkan
koma. Diagnosis diferensial utama untuk gejala-gejala tersebut pada populasi ini
adalah sepsis yang bisa diperparah oleh hipernatremia. (The College of
Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Investigasi
Investigasi harus mengikuti pendekatan yang sama untuk hiponatremia
dengan perhitungan kesenjangan osmolar, natrium urin dan osmolalitas bersama
dengan penyelidikan lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab yang
mendasari. (The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Dengan ginjal penyebab kehilangan air, osmolalitas urin akan sangat
rendah, sedangkan pada penyebab ekstra-ginjal, osmolalitas urin akan sangat
tinggi (≥ 400 mosm / l), ginjal mencoba untuk menghemat air. (The College of
Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Pengobatan
Manajemen terdiri dari mengobati penyebab yang mendasari dan
memperbaiki hipertonisitas tersebut. Seperti dengan hiponatremia, aturan umum
adalah untuk memperbaiki tingkat natrium pada tingkat di mana ia naik. Jika

Universitas Sumatera Utara


natrium tersebut diperbaiki terlalu cepat ada risiko mengakibatkan edema serebral.
Saran yang baik adalah bertujuan untuk 0,5 mmol / l / jam dan maksimal 10 mmol
/ l / hari dalam semua kasus kecuali onsets sangat akut. Dalam hipernatremia akut
(≤ 48 jam) natrium dapat diperbaiki dengan cepat tanpa menimbulkan masalah.
Namun, jika ada keraguan untuk tingkat onset, natrium harus diperbaiki perlahan
selama setidaknya 48 jam. (The College of Emergency Medicine &
Doctors.net.uk, 2008)

2.1.3. Hipokalemia
Definisi
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah.
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

Penyebab

Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi
kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi
secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan
(karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau
polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang
karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang
lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat
penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,
air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. (Dawodu S, 2004)

Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar


hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang
menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga
mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang
mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu.

Universitas Sumatera Utara


Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi terlahir
dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan kalium
terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma (albuterol,
terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam sel dan
mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang menjadi
penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. (Dawodu S, 2004)

Gejala Klinis

Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.


Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan
kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak
normal, terutama pada penderita penyakit jantung. (Dawodu S, 2004)

Pengobatan

Tingkat-tingkat serum kalium diatas 3.0 mEq/liter tidak


dipertimbangkan bahaya atau sangat mengkhawatirkan; mereka dapat dirawat
dengan penggantian potassium melalui mulut. Tingkat-tingkat yang lebih rendah
dari 3.0 mEq/liter mungkin memerlukan penggantian intravena. Keputusan-
keputusan adalah spesifik pasien dan tergantung pada diagnosis, keadaan-keadaan
dari penyakit, dan kemampuan pasien untuk mentolerir cairan dan obat melalui
mulut. (Dawodu S, 2004)

Melalui waktu yang singkat, dengan penyakit-penyakit yang membatasi


sendiri seperti gastroenteritis dengan muntah dan diare, tubuh mampu untuk
mengatur dan memulihkan tingkat-tingakt potassium dengan sendirinya.
Bagaimanapun, jika hypokalemia adalah parah, atau kehilangan-kehilangan
potassium diperkirakan berjalan terus, penggantian atau suplementasi potassium
mungkin diperlukan. (Dawodu S, 2004)

Universitas Sumatera Utara


Pada pasien-pasien yang meminum diuretiks, seringkali jumlah yang kecil
dari potassium oral mungkin diresepkan karena kehilangan akan berlanjut selama
obat diresepkan. Suplemen-suplemen oral mungkin dalam bentuk pil atau cairan,
dan dosis-dosisnya diukur dalam mEq. Dosis-dosis yang umum adalah 10-20mEq
per hari. Secara alternatif, konsumsi dari makanan-makanan yang tinggi dalam
potassium mungkin disarankan untuk penggantian. Pisang-pisang, apricot-aprocit,
jeruk-jeruk, dan tomat-tomat adalah tinggi dalam kandungan potassiumnya.
Karena potassium diekskresikan (dikeluarkan) di ginjal, tes-tes darah yang
memonitor fungsi ginjal mungkin diperintahkan untuk memprediksi dan
mencegah naiknya tingkat-tingkat potassium yang terlalu tinggi. (Dawodu S,
2004)

Ketika potassium perlu diberikan secara intravena, ia harus diberikan


secara perlahan-lahan. Potassium mengiritasi vena dan harus diberikan pada
kecepatan dari kira-kira 10 mEq per jam. Begitu juga, menginfus potassium
terlalu cepat dapat menyebabkan iritasi jantung dan memajukan irama-irama yang
berpotensi berbahaya seperti ventricular tachycardia. (Dawodu S, 2004)

2.1.4. Hiperkalemia
Definisi Hiperkalemia
Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang
naiknya secara abnormal. Tingkat potassium dalam darah yang normal adalah 3.5-
5.0 milliequivalents per liter (mEq/L). Tingkat-tingkat potassium antara 5.1
mEq/L sampai 6.0 mEq/L mencerminkan hyperkalemia yang ringan. Tingkat-
tingkat potassium dari 6.1 mEq/L sampai 7.0 mEq/L adalah hyperkalemia yang
sedang, dan tingkat-tingkat potassium diatas 7 mEq/L adalah hyperkalemia yang
berat/parah. (Dawodu, S 2004)

Gejala-Gejala Hiperkalemia

Universitas Sumatera Utara


Hiperkalemia dapat menjadi asymptomatic, yang berarti bahwa ia tidak
menyebabkan gejala-gejala. Adakalanya, pasien-pasien dengan hyperkalemia
melaporkan gejala-gejala yang samar-samar termasuk:

• mual,
• lelah,
• kelemahan otot, atau
• perasaan-perasaan kesemutan.

Gejala-gejala hyperkalemia yang lebih serius termasuk denyut jantung


yang perlahan dan nadi yang lemah. Hyperkalemia yang parah dapat berakibat
pada berhentinya jantung yang fatal. Umumnya, tingkat potassium yang naiknya
secara perlahan (seperti dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada
tigkat-tingkat potassium yang naiknya tiba-tiba. Kecuali naiknya potassium
adalah sangat cepat, gejala-gejala dari hyperkalemia adalah biasanya tidak jelas
hingga tingkat-tingkat potassium yang sangat tinggi (secara khas 7.0 mEq/l atau
lebih tinggi). (Dawodu S, 2004)

Penyebab Hyperkalemia

Penyebab-penyebab utama dari hyperkalemia adalah disfungsi ginjal,


penyakit-penyakit dari kelenjar adrenal, penyaringan potassium yang keluar dari
sel-sel kedalam sirkulasi darah, dan obat-obat. (Dawodu S, 2004)

Disfungsi ginjal

Potassium nornmalnya disekresikan (dikeluarkan) oleh ginjal-ginjal, jadi


penyakit-penyakit yang mengurangi fungsi ginjal-ginjal dapat berakibat pada
hyperkalemia. Ini termasuk:

• gagal ginjal akut dan kronis,


• glomerulonephritis,

Universitas Sumatera Utara


• lupus nephritis,
• penolakan transplant, dan
• penyakit-penyakit yang menghalangi saluran urin (kencing), seperti
urolithiasis (batu-batu dalam saluran kencing).

Lebih jauh, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal terutama


adalah sensitif pada obat-obat yang dapat meningkatkan tingkat-tingkat potassium
darah. Contohnya, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal dapat
mengembangkan perburukan hyperkalemia jika diberikan pengganti-pengganti
garam yang mengandung potassium, jika diberikan suplemen-suplemen potassium
(secara oral atau intravena), atau obat-obat yang dapat meningkatkan tingkat-
tingkat potassium darah. Contoh-contoh dari obat-obat yang dapat meningkatkan
tingkat-tingkat potassium darah termasuk:

• ACE inhibitors,
• Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
• Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs), dan

• Diuretics hemat potassium (lihat dibawah). trauma,

penyebab lain:

• Luka-luka bakar,
• Operasi,
• Hemolysis (disintegrasi atau kehancuran sel-sel darah merah),
• Massive lysis dari sel-sel tumor, dan
• Rhabdomyolysis (kondisi yang melibatkan kehancuran sel-sel otot
yang adakalanya dihubungkan dengan luka otot, alkoholisme, atau
penyalahgunaan obat).

Obat-Obat
Suplemen-suplemen potassium, pengganti-pengganti garam yang
mengandung potassium dan obat-obat lain dapat menyebabkan hyperkalemia.

Universitas Sumatera Utara


Pada individu-individu yang normal, ginjal-ginjal yang sehat dapat beradaptasi
pada pemasukan potassium oral yang berlebihan dengan meningkatkan ekskresi
potassium urin, jadi mencegah perkembangan dari hyperkalemia. Bagaimanapun,
memasukan terlalu banyak potassium (melalui makanan-makanan, suplemen-
suplemen, atau pengganti-pengganti garam yang mengandung potassium) dapat
menyebabkan hyperkalemia jika ada disfungsi ginjal atau jika pasien meminum
obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium urin seperti ACE inhibitors dan
diuretics hemat potassium. (Dawodu S, 2004)
Contoh-contoh dari obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium urin termasuk:

• ACE inhibitors,
• ARBs,
• NSAIDs,
• Diuretics hemat potassium seperti:
o Spironolactone (Aldactone),
o Triamterene (Dyrenium), dan
o Trimethoprim-sulfamethoxazole (Bactrim).

Meskipun hyperkalemia yang ringan adalah umum dengan obat-obat ini,


hyperkalemia yang parah biasanya tidak terjadi kecuali obat-obat ini diberikan
pada pasien-pasien dengan disfungsi ginjal. (Dawodu S, 2004)
2.2. Trauma Kepala
2.2.1. Definisi

Trauma kepala adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.(
Hasan Sjahrir,2004). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan
atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut
bersifat non-degeneratif / non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik
dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta
berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran. (Dawodu dan
Sutantoro 2004). Trauma kepala merupakan trauma pada kepala yang dapat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan kerusakan kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala,
selaput otak dengan pembuluh darahnya, dan jaringan otak itu sendiri. (Dawodu
S, 2004).

Trauma kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan. Trauma kepala adalah suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil
dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Brunner &
Suddarth, 2002)

Trauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala baik secara langsung
atau tidak langsung yang dapat menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
(Kadri A, 2007)

2.2.2. Anatomi Otak dan Anatomi Trauma Kepala


Anatomi Otak

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Gambaran otak (Ranchman S, 2009)

Gambar. 2.2 Bagian – bagian otak (Ranchman S, 2009)


Anatomi Tauma kepala

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 2.3 Brain hematom (Medical.net, 2009)

Gambar. 2.4 Indikasi trauma kepala (Ranchman S, 2009)

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 2.5 lokasi hematoma (Ranchman S, 2009)

2.2.3. Klasifikasi Trauma Kepala


Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kepala, tetapi dengan berbagai
pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian
sebagai berikut :
a. Trauma kepala yang tidak membutuhkan tindakan operatif (95%) terdiri
atas :
1. Komosio serebri
2. Kontusio serebri
3. impressi fraktur tanpa gejala neurologis (< 1 cm)
4. Fraktur basis kranii
5. Fraktur kranii tertutup

Universitas Sumatera Utara


b. Trauma kepala yang memerlukan tindakan operatif (1-5%)
1. Hematoma intra kranial yang lebih besar dari 75 cc Epidural Subdural
Intraserebral
2. Fraktur kranii terbuka ( + laserasio serebri)
3. Impressi fraktur dengan gejala neurologis ( > 1 cm)
4. Likuorrhoe yang tidak berhenti dengan pengobatan konservatif
Sebagai penambah pengetahuan perlu dijelaskan bahwa ada beberapa
sentra yang membagi klasifikasi atas dasar sehubungan dengan Glasgow Coma
Scale yaitu : Mild head injury GCS score : 13-15 Moderate head injury GCS score
: 9-13 Severe head injury GCS score : < 8
Jika angka GCS dibawah 8 dan komanya lebih dari 6 jam maka
menunjukkan kerusakan otak yang parah dan prognosa biasanya jelek. Lebih
dalam dan lama komanya juga menggambarkan atau mempunyai korelasi dengan
lebih dalamnya letak kerusakan otaknya.(Sjahrir H, 2004)

2.3. KONTUSIO SEREBRI


Definisi

Kontusio serebri yaitu suatu keadaan yang disebabkan trauma kepala yang
menimbulkan lesi perdarahan interstisial nyata pada jaringan otak tanpa
terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis
yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, maka
ini disebut laserasio serebri.(Sjahrir H, 2004)

Kontusio serebri adalah memar pada jaringan otak yang disebabkan oleh
trauma tumpul maupun cedera akibat akselerasi dan deselerasi yang dapat
menyebabkan kerusakan parenkim otak dan perdarahan mikro di sekitar kapiler
pembuluh darah otak. Pada kontusio serebri terjadi perdarahan di dalam jaringan
otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron
mengalami kerusakan atau terputus. Pada beberapa kasus kontusio serebri dapat
berkembang menjadi perdarahan serebral. Namun pada cedera berat, kontusio

Universitas Sumatera Utara


serebri sering disertai dengan perdarahan subdural, perdaraham epidural,
perdarahan serebral ataupun perdarahan subaraknoid. (Indharty S, 2013)

Freytag dan Lindenberg (1957) mengemukakan bahwa pada daerah


kontusio serebri terdapat dua komponen, yaitu daerah inti yang mengalami
nekrosis dan daerah perifer yang mengalami pembengkakan seluler yang
diakibatkan oleh edema sitotoksik. Pembengkakan seluler ini sering dikenal
sebagai pericontusional zone yang dapat menyebabkan keadaan lebih iskemik
sehingga terjadi kematian sel yang lebih luas. Hail ini disebabkan oleh kerusakan
autoregulasi pembuluh darah di pericontusional zone sehingga perfusi jaringan
akan berkurang akibat dari penurunan mean arterial pressure (MAP) atau
peningkatan tekanan intrakranial. Proses pembengkakan ini berlangsung antara 2
hingga 7 hari. Penderita yang mengalami kontusio ini memiliki risiko terjadi
kecacatan dan kejang di kemudian hari. (Indharty S, 2013)

Gambar 2.6. Mekanisme Terjadinya Kontusio Kepala (Indharty S, 2013)


Penyebab penting terjadinya lesi kontusio adalah akselerasi kepala yang juga
menimbulkan pergeseran otak dengan tulang tengkorak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat akan menyebabkan hiperekstensi
kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularisdifus.
Akibat hambatan itu, otak tidak mendapat input aferen sehingga kesadaran hilang
selama blockade reversible berlangsung. (Indharty S, 2013)
Patofisiologi dan Gejala
Pasien tidak sadar > 20 menit
Fase I = fase shock
Keadaan ini terjadi pada awal 2 x 24 jam disebabkan :
- kolaps vasomotorik dan kekacauan regulasi sentral vegetatif
- tempesratur tubuh menurun, kulit dingin, ekstremitas dan muka sianotik
- respirasi dangkal dan cepat
- nadi lambatsebentar kemudian berubah jadi cepat, lemah dan iregular
- tekanan darah menurun
- refleks tendon dan kulit menghilang
- babinsky refleks positif
- pupil dilatasi dan refleks cahaya lemah
Fase II = fase hiperaktif central vegetatif
- temperatur tubuh meninggi
- pernafasan dalam dan cepat
- takikardi
- sekret bronkhial meningkat berlebihan
- tekanan darah menaik lagi dan bisa lebih dari normal
- refleks-refleks serebral muncul kembali
Fase III = cerebral oedema
Fase ini sama bahayanya dengan fase shock dan dapat mendatangkan kematian
jika tidak ditanggulangi secepatnya.
Fase IV = fase regenerasi/rekonvalesens
Temperatur tubuh kembali normal, gejala fokal serebral intensitas berkurang atau
menghilang kecuali lesinya luas.

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di


dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun

Universitas Sumatera Utara


neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya
lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi
yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang
batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap
lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input
aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
(Sjahrir H, 2004)

Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate


menimbulkan gejala defisit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang
positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita
biasanya menunjukkan organic brain syndrome. Lesi akselerasi-deselerasi, gaya
tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain,
namun kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antar tulang
kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otot densitas yang lebih rendah,
maka terjadi gaya tidak langsung dan tulang kepala akan bergerak lebih dulu
sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, pada dasar tengkorak terdapat
tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan
tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa hematom
subdural, hematom intra serebral, hematom intravertikal, kontra coup kontusio.
Selain itu gaya akselerasi dan deselarasi akan menyebabkan gaya tarik atau
robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa komosio serebri, diffuse axonal
injuri. (Sjahrir H,2004) Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-
mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi
pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah
menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga
karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan
bisa timbul. (Sjahrir H, 2004)
Gejala lain :
Fokal neurologik :

Universitas Sumatera Utara


• Hemiplegia, tetraplegia, decerebrate rigidity
• Babinsky reflex
• Afasia, hemianopsia, kortikal blindness
• Komplikasi saraf otak :
- fraktur os criribroformis : gangguan N. I (olfaktorius)
- fraktur os orbitae : gangguan N. III, IV dan VI
- herniasi uncus, gangguan N. III
- farktur os petrosum (hematotympani) : gangguan N. VII dan N.
VIII
- perdarahan tegmentum : batang otak ; opthalmoplegia total
- fraktur basis kranii post : gangguan N. X, XI, XII
• Tanda rangsang meningeal : akibat iritasi daerah yang mengalir ke
arachnoid
• Gangguan organik brain sindroma : delirium

Kontusio Serebri pada Anak-anak

Kontusio serebri pada anak-anak dibawah 6 tahun kadang-kadang gejalanya


berbeda dengan dewasa antara lain :
1. adanya fase latent, dimana anak tersebut tak menunjukkan kelainan kesadaran
dan tingkah laku. Fase latent ini dapat berlangsung sampai 16 jam.
2. sesudah fase latent, diikuti serangan akut gejala fokal serebral serta kehilangan
kesadaran dan kejang-kejang.
3. jika kondisi kontusionya tidak berat maka sesudah 4 hari sang anak pulih normal
bermain-main seakan tidak ada apa-apa lagi.
Hal ini disebabkan anak-anak tidak melalui fase I shock, tapi langsung ke
fase II. Di duga hal tersebut dikarenakan tulang kranium anak masih elastis
sehingga berfungsi sebagai shock absorber yang baik terhadap trauma.( Mardjono
M & Priguna S, 2004)
Diagnostik bantu :
1. Brain CT-Scan, MRI

Universitas Sumatera Utara


2. LP bercampur darah
3. EEG abnormal
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (nyeri kepala, pusing) berhubungan dengan agen injuri fisik,
biologis, psikologis
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis dan fisiologis .
c. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler.
d. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli.

Terapi

Tindakan yang diambil pada keadaan kontusio berat ditujukan untuk


mencegah meningginya tekanan intracranial.

1. Usahakan jalan nafas yang lapang dengan:


• Membersihkan hidung dan mulut dari darah dan muntahan
• Melonggarkan pakaian yang ketat
• Menghisap lender dari mulut, tenggorokan dan hidung (suction)
• Untuk amannya gigi palsu harus dilepaskan (jika ada)
• Bila perlu pasang pipa endotrakea atau lakukan trakeotomi
• Oksigen diberikan bila tidak ada hiperventilasi
2. Hentikan perdarahan
3. Bila ada fraktur, pasang bidai untuk fiksasi
4. Letakkan pasien pada posisi miring, hingga bila muntah dapat bebas keluar dan
tidak mengganggu jalan nafas
5. Berikan profilaksis antibiotika bila ada luka-luka yang berat
6. Bila ada shock, infuse dipasang untuk memberikan cairan yang sesuai. Bila tidak
ada shock, pemasangan infuse tidak perlu dilakukan dengan segera. Pada hari

Universitas Sumatera Utara


pertama, pemberian infuse berikan 1,5L cairan/hari, 0,5L adalah NaCl 0,9%. Bila
digunakan glukosa, pakailah yang 10% untuk mencegah menghebatnya edema
otak dan kemungkinan timulnya edema pulmonal. Setelah hari keempat jumlah
cairan perlu ditambah hingga 2,5L/24jam. Bila bising usus sudah terdengar, baik
diberikan makanan cair per sonde. Mula-mula dimasukan glukosa 10% 100cm³
tiap 2 jam untuk menambah kekurangan cairanyang telah masuk dengan infus.
Pada hari berikutnya diberi susu dan makanan cair lengkap 2-3 kali perhari, 2000
kalori, kemudian infus dicabut.
7. Pada keadaan edema otak yang hebat diberikan manitol 20% dalam infus
sebanyak 250cm³ dalam waktu 30menit yang dapat diulang tiap 12-24 jam.
8. Furosemide intramuscular 20mg/24jam, selain meningkatkan dieresis berkhasiat
mengurangi pembentukan cairan otak
9. Untuk menghambat pembentukan edema serebri diberikan deksametason dalam
rangkaian pengobatan sebagai berikut:
• Hari 1 : 10mg intravena diikuti 5mg tiap 4 jam
• Hari 2 : 5mg intravena tiap 6 jam
• Hari 3 : 5mg intravena tiap 8 jam
• Hari 4-5 : 5mg intramuskular 12 jam
• Hari 6 : 5mg intramuskular
10. Pemantauan keadaan penderita, selain keadaan umumnya perlu diperiksa secara
teratur PCO₂ dan PO₂ darah. Keadaan yang normal adalah PCO₂ sekitar 42mmHg
dan PO₂ diatas 70mmHg. (Harsono, 2005)

prognosis

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama


pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki
nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal
85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12
atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom
pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,

Universitas Sumatera Utara


ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang
berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-
tindih dengan gejala depresi. (Mansjoer et al, 2000)

2.4. Dampak kadar natrium dan kalium pada kontusio serebri

Kadar natrium dan kalium pada 25 orang pasien trauma kepala dalam
kelompok usia 18-45 tahun, ditemukan bahwa 4% dari pasien mengalami
hipernatremia, 64% subjek penelitian menderita hiponatremia, 4% memiliki
hiperkalemia dan 4% dari pasien memiliki hipokalemia. Pasien yang menderita
gangguan elektrolit hiponatremia adalah yang paling umum dan paling berbahaya
yang harus didiagnosis dan dikoreksi di awal. (Usha S et al, 2012)

Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.


Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan
kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak
normal, terutama pada penderita penyakit jantung. (Dawodu S, 2004)

Hiponatremia adalah gangguan elektrolit umum terjadi pada trauma


kepala. Tingkat natrium serum yang rendah dapat menyebabkan perubahan sistem
saraf pusat, termasuk kebingungan, kejang, dan bahkan koma. Diagnosis dini dan
tepat pengobatan hiponatremia sangat penting untuk pemulihan pasien. (Dawodu
S, 2004)

Universitas Sumatera Utara

You might also like