Professional Documents
Culture Documents
Chapter II
Chapter II
BAB II
LANDASAN TEORI
A. STRES KERJA
Beer dan Nowman (dalam Luthans, 1998) menyatakan stres kerja sebagai
sebuah kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan
perubahan – perubahan yang terjadi di dalam perusahaan atau organisasi . Selain itu
stres kerja juga dinyatakan sebagai suatu kondisi yang dinamis saat
seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait
dengan apa yang dihasratkan oleh individu yang hasilnya dipandang penting namun
tidak pasti (Schuller, 2002). Artinya walaupun potensi dan kesempatan ada,
Menurut Beehr dan Franz (1987) stres kerja adalah suatu proses yang
menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaannya,
tempat kerja atau situasi kerja tertentu. Hampir semua orang mengalami stres pada
pekerjaan mereka, dimana hal ini banyak dianggap pekerja sebagai hal yang biasa
terjadi, namun ternyata stres yang dirasakan akan semakin kuat dan lama (Sarafino,
2011).
Sementara itu, definisi stres sendiri adalah ketegangan yang berpengaruh pada
emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang (Siagian, 2003). Lebih spesifik lagi,
menurut Taylor (2009) stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai
yang melampaui batas kemampuan dari karyawan itu sendiri. Menurutnya stress
yang terjadi, dalam hal ini ini stress berarti internal mental state dari
tekanan tersebut.
- Ketiga, stress dilihat sebagai reaksi fisik oleh tubuh untuk menandakan
tekanan tersebut.
Stres sebagai reaksi fisik yakni pertahanan tubuh merupakan reaksi yang
dilakukan oleh tubuh untuk berhadapan dengan situasi stres tersebut. Reaksi tersebut
merespon stres dalam keadaan yang tidak spesifik untuk mengantisipasi kerusakan
imun yang diakibatkan oleh lamanya stres yang menetap dalam diri individu. General
Adaptation Syndrome atau GAS memiliki 3 tahapan reaksi yakni alarm reaction,
Fase pertama yakni alarm reaction terjadi ketika tubuh menyadari ada stresor
yang hadir dan harus dihadapi. Semakin lama tubuh berjuang untuk bertahan,
resistensi tubuh akan terus berkurang yang selanjutnya akan membawanya pada
tahapan kedua. Pada tahapan kedua yakni stage of resistance, tubuh akan berada
dalam keadaan konstan untuk bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. Tubuh
Kemudian tahap terakhir yakni stage of exhaustion dimana kemampuan tubuh untuk
berhadapan dengan stres akan berkurang. Hal ini disebabkan oleh lamanya paparan
stres yang terjadi, sehingga tingkat resistensi yang tadinya meningkat dari normal,
dapat menurun hingga resistensi kembali ke tingkat normal atau bahkan berada
dibawah itu. Sehingga tahapan stage of exhaustion yang berkepanjangan dan berulang
Demikianlah cara tubuh menyesuaikan diri dan berhadapan dengan stres yang
terjadi. Hal ini terjadi pada semua jenis stres yang dialami individu. Demikian pula
pada stres kerja yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Pemicunya dapat beragam
seperti persaingan di kantor, relasi dengan rekan kerja, pekerjaan yang terlalu banyak
Pada dasarnya stres tidak selalu berdampak negatif pada tubuh. Ada stres
yang bersifat positif dan konstruktif yang disebut dengan eustress. Sebuah pekerjaan
sebaliknya ada stres yang sifatnya negatif yakni mengarah pada destruktif. Pada
umumnya gejala stres kerja yang sering ditampilkan lebih mengarah pada stres yang
merugikan karyawan maupun perusahaannya. Stres yang memberi dampak buruk dan
destruktif ini kemudian disebut sebagai distress (Selye dalam Rice, 1992). Distress
yang kemudian akan menjadi fokus penelitian ini mengenai stres kerja yang dialami
besar, yakni simtom psikologis dan fisik. Namun ada satu pembagian lagi
a. Simtom psikologis
keluarga.
teman kerja.
biasa.
intelektual ini
b. Simtom fisik
yang mengalami stres. Kelelehan secara fisik, cedera, gangguan tidur dan
gangguan pencernaan adalah beberapa hal yang paling sering terjadi (Adams
dalam Rice, 1987). Berikut simtom fisik lainnya yang dapat dialami seseorang
c. Simtom prilaku
akan terus saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Schuller
kerja :
dengan rekan kerjanya. Hal ini juga bisa terjadi karena rasa muak yang
bermanfaat
penenang.
1981)
maupun prilaku seseorang. Berikut beberapa dampak yang dapat terlihat pada
- Emosi yang naik dan turun dan sulit dikontrol. Emosi di lingkungan
2007).
- Karyawan akan lebih sering jatuh sakit. Stres kerja yang bersifat
mental. Hal ini terjadi karena sistem saraf manusia terutama otak,
dampak dari stres kerja akibat adanya perubahan suasana kerja (The
aktifitas pada seorang individu sebagai dampak dari stres kerja yang
Stres kerja adalah tekanan yang berasal dari karakter individual, pekerjaan dan
lingkungan (Greenberg, 2002). Artinya stres dapat berasal dari salah satu ataupun
(2005) menyebutkan banyak sekali faktor penyebab stres kerja yang digolongkannya
kedalam 4 faktor utama yakni lingkungan, faktor organisasi, faktor hubungan sosial
a. Faktor lingkungan
dan stabilitasnya, faktor sosial dan politik yang dapat berupa pemerintahan
disekitar kita berinteraksi. Faktor sosial dan politik disini berkaitan dengan
kesulitan beradaptasi bagi beberapa orang dan dapat menjadi salah satu
penyebab stres. Pada faktor pekerjaan dan keluarga, diyakini bahwa adanya
masalah pekerjaan yang dibawa ke dalam rumah, baik oleh individu itu
sendiri maupun orang lain di dalam keluarganya, dapat memicu stres bagi
anggota keluarga yang lain (Jones & Fletcher dalam Rollinson, 2005). Selain
itu adanya ambiguitas kewajiban berperan dengan tuntutan yang berbeda pada
saat berada di tengah keluarga dan rekan kerja juga dapat menjadi salah satu
faktor stres bagi seorang karyawan ( Lewis & Cooper, dalam Rollinson 2005).
b. Faktor organisasi
Stres juga dapat berasal dari organisasi, dimana seluruh aspek dari
organisasi yang tidak nyaman serta politik organisasi yang tidak kooperatif
juga dapat menjadi tekanan bagi seorang karyawan. Pada sebuah organisasi
dengan karyawan lainnya. Artinya timbul iklim persaingan disini. Hal ini juga
politik masing-masing.
Bagi seorang karyawan, hal ini bisa dilihat dari hubungannya dengan atasan,
didalam kelompok tersebut. Stres bisa terjadi dari hasil hubungan seorang
atasan dapat membuat karyawan merasa bekerja di bawah tekanan. Selain itu
kurangnya pengarahan yang adekuat mengenai apa yang boleh dan tidak
boleh dikerjakan serta apa yang mau dilakukan selanjutnya juga membuat
bahwa konflik dengan teman kerja dapat menjadi faktor stres pada karyawan.
Kurangnya rasa saling percaya, kurangnya rasa saling menghargai dan tidak
bersimpati satu sama lain dapat berkembang menjadi lingkungan sosial yang
Pada faktor individu, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada stres
kerja karyawan. Faktor pertama, kondisi fisik dan penyakit yang akan
seseorang berada dalam keadaan stres. Selain itu, konflik yang terjadi di
dalam individu sendiri juga dapat menjadi faktor stres karena individu
avoiding) dari sumber stres (Sarafino, 2011). Dalam hal ini individu harus
mana hal ini dapat menimbulkan stres dan kecemasan (Sarafino, 2011). Rice
setting pekerjaan dan shift pekerjaan. Pada karyawan dengan shift malam,
tekanan yang dihasilkan akan lebih tinggi karena mereka harus melawan
memiliki pekerjaan rutin, yang lama kelamaan menjadi terbiasa dan tidak
merasakan adanya tantangan. Hal ini akan membawa mereka pada kebosanan
Rollinson, 2005).
karyawan sendiri sudah merasa tidak percaya diri dengan posisinya serta tidak
1998; Rice 1992). Ketika kebingungan ini terus terjadi, seorang karyawan
percaya diri dalam bertindak, tidak merasa puas akan pekerjaannya hingga
karyawan. Stres kerja dapat terjadi disini karena seseorang akan merasa
pekerjaan orang lain (Sarafino, 2011). Stres yang dialami seorang manajer
masa kerja juga menjadi faktor penting dalam stres kerja. Ketika seorang
karyawan telah bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama, perubahan
karyawan karena ia tidak mengetahui apa yang akan terjadi (Aamodt, 2007).
banyak stres karena menghadapi stressor tertentu (role conflict) lebih sering
daripada pria, dan wanita dan pria mungkin bereaksi berbeda terhadap stres.
Pada faktor usia lebih menekankan pada adanya penurunan kesehatan fisik
pada usia yang semakin tua sehingga rentan menjadi pemicu stres (Fink,
2007).
norma atau aturan baru yang dikehendaki perusahaan dan hal ini tentu tidak
mudah. Terutama pada pekerja dengan usia yang menengah (midlife), yang
terkategori masih produktif untuk bekerja, namun tidak untuk memulai sebuah
pekerjaan baru dengan lahan yang baru. Sementara menurut Skirbek (2003),
keatas. Perubahan pada pekerjaan dengan rentang usia ini dapat menimbulkan
B. DECLINE STAGE
dan Barnwell, 2002). Sebuah organisasi akan mengalami beberapa fase pada
Cycle atau OLC (Robbins, 1990). OLC membantu sebuah organisasi, dalam
tersebut adalah : start-up stage, growth stage, maturity stage, revival stage
1. Start up stage
coba. Pada fase ini, organisasi atau sebuah perusahaan baru saja
Masalah yang biasa terjadi pada tahap ini biasa berupa masalah
penjualan yang cukup sesuai target, maka tahap start-up stage akan
2. Growth stage
kasus khusus.
3. Maturity stage
lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti sistem birokrasi,
terjadi pada tahapan ini adalah perusahaan yang fokus pada kompetisi
4. Revival stage
terjadi diantara maturity stage dan decline stage. Artinya tahapan ini
bisa saja dilalui oleh perusahaan tersebut, namun bisa pula tidak. Jika
maka akan dibentuk sebuah tim proyek (project team) yang bertugas
terlebih dulu. Akhir dari revival stage ini hanya memiliki 2 pilihan.
yakni decline stage, atau pilihan kedua yakni tahapan ini berhasil
daripada sebelumnya.
5. Decline stage
perusahaan yang juga ikut menurun menjadi ciri utama tahapan ini.
Perubahan sumber daya alam (dalam hal ini kehabisan sumber daya
Vendetti 2010).
memiliki skill untuk beberapa tugas juga terjadi, yang kemudian akan
Revival stage mungkin saja akan menjadi solusi untuk tahapan ini,
Bagi karyawan PT. X, decline stage merupakan hal yang baru bagi
stage. Decline stage menjadi perubahan yang besar dalam kehidupan para
karyawan yang selanjutnya disebut sebagai life change events. Life change
stres karena perubahan itu memaksa kita untuk menyesuaikan diri (Nevid,
2005). Perubahan yang terjadi pada PT. X ini di rasakan oleh karyawan yang
bekerja dalam rentang waktu cukup lama dan sangat familiar terhadap
ini menimbulkan stres tersendiri pada karyawan dengan usia paruh baya
(midlife), yang terkategori masih produktif untuk bekerja, namun tidak untuk
Alberta Human Services, 2007). Hal inilah yang terjadi pada karyawan PT. X
yang kebanyakan sedang berada pada rentang usia paruh baya (midlife).
Menurut Papalia et al. (2007) usia paruh baya (midlife) berada pada
rentang 40-65 dimana usia ini dikarakteristikkan dengan tanggung jawab yang
masih merawat orang tua dan memulai karir baru. Usia ini masih
yang harus mereka selesaikan (Lachman & Firth, 2004). Namun Skirbekk
tahun, karena lebih dari itu akan banyak terjadi pengurangan secara koginitif
hal ini decline stage), maka kemungkinan adanya perampingan karyawan dan
semakin besar. Hal – hal ini dapat berkembang menjadi variety overload dan
(Rollinson, 2005).