Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Peta dan Jenis-Jenis Peta

Peta adalah gambaran dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi pada
bidang datar dengan skala dan sistem proyeksi tertentu. Karena banyaknya data
topografi yang dapat disajikan di atas suatu peta, maka perlu dilakukan pemilihan
data-data yang akan disajikan sehingga kerumitan isi peta dapat dihindari. Dalam
pemilihan peta tersebut, perlu dipertimbangkan beberapa hal, seperti skala peta yang
akan dibuat, sumber data pemetaan, serta jenis data yang disajikan (tujuan
pemetaan). Berdasarkan ketiga pertimbangan tersebut, suatu peta dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa jenis peta.
Berdasarkan sumber datanya, peta dikelompokkan ke dalam dua golongan
peta, yaitu :
1. Peta induk, adalah peta yang dihasilkan dari survei langsung di lapangan dan
dilakukan secara sistematis.
2. Peta turunan, adalah peta yang dibuat (diturunkan) berdasarkan acuan peta yang
sudah ada, sehingga survei langsung ke lapangan tidak diperlukan di sini. Peta
turunan ini tidak dapat digunakan sebagai peta dasar untuk pemetaan topografi.
Berdasarkan data yang disajikan, peta dapat digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu :
1. Peta topografi (topographic map), adalah peta yang menggambarkan semua
unsur topografi yang nampak di permukaan bumi, baik unsur alam maupun
unsur buatan manusia, serta menggambarkan pula keadaan relief permukaan
bumi. Contoh peta topografi yaitu peta rupa bumi terbitan Bakosurtanal, peta
teknik untuk perencanaan teknik sipil, dan lain-lain.
2. Peta tematik (tematic map), adalah peta yang hanya menyajikan data-data atau
informasi dari suatu konsep atau tema yang tertentu saja, baik itu berupa data
kualitatif, maupun data kuantitatif, dalam hubungannya dengan detail topografi
yang spesifik, terutama yang sesuai dengan tema peta tematik tersebut. Contoh

3-1
peta tematik yaitu peta geologi, peta anomali gaya berat, peta anomali magnet,
peta tata guna lahan, peta pendaftaran tanah, dan lain-lain.
Berdasarkan besarnya gambar yang disajikan, maka skala peta dapat
dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu:
1. Skala besar, merupakan skala peta yang dapat menyajikan gambar dalam ukuran
besar sehingga data-data topografi dapat digambarkan secara rinci. Termasuk ke
dalam skala ini adalah skala 1 : 10.000, 1 : 5.000, 1 : 1.000, 1 : 500, dan skala
yang lebih besar lagi.
2. Skala sedang, merupakan skala yang dapat menyajikan gambar dalam ukuran
yang semi rinci, sehingga sudah ada pengelompokan data-data rinci dan sejenis
ke dalam satu kelompok data. Misalnya lebar jalan sudah mengalami
penyederhanaan menjadi garis. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah skala
1 : 250.000, 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 : 25.000. Skala sedang biasanya
digunakan untuk pemetaan dasar topografi nasional oleh Bakosurtanal.
3. Skala kecil, merupakan skala peta yang hanya dapat menyajikan data dalam
ukuran kecil pula, sehingga tingkat penyederhanaan data sudah semakin
membesar. Yang termasuk skala kecil adalah skala 1 : 500.000 dan atau skala
yang lebih kecil.
(Subagio, 2000)

3.2. Metode Pemetaan

Secara garis besarnya, metode pemetaan topografi dapat dikelompokkan


menjadi dua, yaitu metode Teresteris dan metode Fotogrametris.
1. Metode Teresteris
Dalam metode ini, semua pekerjaan pengukuran topografi dilaksanakan di
lapangan dengan menggunakan peralatan ukur, seperti theodolit, waterpas, alat ukur
jarak, serta peralatan ukur modern lainnya (GPS, total station, dan lain-lain).
Pengukuran topografi adalah pengukuran posisi dan ketinggian titik kerangka
pemetaan serta pengukuran detail topografi (semua objek yang terdapat di
permukaan bumi). Yang dimaksud dengan kerangka pemetaan adalah jaringan titik
kontrol tanah (X dan Y) dan height (h) yang akan digunakan sebagai referensi atau
acuan pengukuran dan titik kontrol pengukuran.

3-2
Setelah semua data lapangan terukur secara akurat, maka data-data tersebut
kemudian diolah dalam processing data. Pengolahan data ini terdiri atas perhitungan
data kerangka pemetaan dan data detail topografi, penggambaran detail topografi,
serta proses kartografi. Hasil akhir dari pengolahan data ini adalah berupa peta
topografi. Secara garis besar, langkah-langkah pemetaan secara teresteris adalah
sebagai berikut :
a. Persiapan, yang meliputi peralatan, perlengkapan dan personil.
b. Survei pendahuluan (reconaisance survei), maksudnya peninjauan lapangan
lebih dahulu untuk melihat kondisi medan secara menyeluruh, sehingga dari
hasil ini dapat ditentukan :
1) Teknik pelaksanaan pengukurannya.
2) Penentuan posisi titik-titik kerangka peta yang representatif dalam arti
distribusinya merata, intervalnya seragam, aman dari gangguan, mudah didirikan
alat ukur, mempunyai kapabilitas yang baik untuk pengukuran detail, saling
terlihat dengan titik sebelum dan setelah detail.
c. Survei pengukuran, meliputi :
1) Pengukuran kerangka peta (misalnya poligon) meliputi sudut, jarak, dan beda
tinggi.
2) Pengukuran detail.
3) Pengukuran khusus.
d. Pengolahan data, meliputi :
1) Perhitungan kerangka peta (X, Y, Z).
2) Perhitungan detail (X, Y, Z) atau cukup sudut arah atau azimutnya, jarak datar,
dan beda tinggi, dari titik ikat.
e. Plotting atau penggambaran, meliputi :
1) Plotting kerangka peta dan detail.
2) Penarikan garis countur dan editing.

3-3
2. Metode Fotogrametris
Pengukuran detail topografi (disebut pengukuran situasi) selain dapat
langsung dikerjakan di lapangan, dapat pula dilakukan dengan teknik pemotretan dari
udara, sehingga dalam waktu yang singkat dapat terukur atau terpotret daerah yang
seluas mungkin. Dalam metode Fotogrametris ini, pengukuran lapangan masih
diperlukan dalam proses fotogrametris selanjutnya.
Pada dasarnya, metode fotogrametris ini mencakup fotogrametris metrik dan
interpretasi citra. Fotogrametris metrik merupakan pengenalan serta identifikasi
suatu objek pada foto. Dengan metode ini, pengukuran tidak perlu dilakukan
langsung di lapangan, tetapi cukup dilaksanakan di laboratorium melalui pengukuran
pada citra foto. Untuk melaksanakan pengukuran tersebut, diperlukan beberapa titik
kontrol pada setiap foto udara. Titik kontrol ini dapat dihasilkan dari proses
fotogrametris selanjutnya, yaitu proses triangulasi udara yang bertujuan
memperbanyak titik kontrol foto berdasarkan titik kontrol yang ada (Subagio, 2000).

3.3. Survei dan Pemetaan Tambang

Survei tambang merupakan kegiatan pendukung yang sangat penting dalam


pertambangan, baik pada tahap persiapan (eksplorasi), selama kegiatan operasional,
maupun penutupan tambang (pasca operasi). Pada kegiatan persiapan seperti
pemetaan topografi, perencanaan desain tambang dan pembangunan fasilitas
tambang. Pengukuran tambang selama kegiatan tambang berlangsung (operasional)
misalnya pada pengukuran volume penggalian, volume disposal, dan volume
stockpile. Sedangkan pada penutupan tambang, data survei tambang digunakan untuk
pembuatan dasar rencana reklamasi.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang juru ukur tambang memiliki tanggung
jawab dan tanggung gugat terhadap profesinya, sebagai berikut :
1. Tanggung Jawab Juru Ukur Tambang
Sebagai seorang yang membantu Kepala Teknik Tambang dalam
menjalankan kewajibannya, seorang juru ukur tambang memiliki responsibility,
sebagai berikut :
a. Menyiapkan peta situasi.
b. Menyiapkan peta rencana tambang.

3-4
c. Menyiapkan peta geologi.
d. Menyiapkan peta tambang.
e. Menyiapkan peta perencanaan tambang.
2. Tanggung Gugat Juru Ukur Tambang
Agar pekerjaan seorang juru ukur tambang dapat dikatakan accountable,
maka perlu dilaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Membuat rincian tahapan pekerjaan pengukuran yang akan dilaksanakan.
b. Menyusun jadwal pengukuran yang berkesinambungan dengan baik.
c. Membantu supervisor dalam menentukan waktu atau lamanya dan frekuensi
pengukuran setiap minggu, bulan, tahun.
d. Membantu supervisor dalam menyusun petunjuk pelaksanaan pengukuran (SOP)
yang berorientasi dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3).
e. Membuat prioritas lokasi–lokasi pengukuran yang urgent.
f. Menyusun tim pengukuran yang kompak dan solid.
g. Membuat kerangka acuan pelaporan hasil pengukuran yang baik dan baku.
(Iskandar, 2011)

3.4. Penentuan Luas dan Volume

Penentuan luas dan volume tanah sangat erat kaitannya dengan rekayasa,
seperti halnya dalam penentuan ganti rugi dalam hal pembebasan tanah untuk
keperluan suatu proyek, penentuan volume galian dan timbunan, penentuan volume
bendung, dan lain-lain yang erat kaitannya dengan biaya suatu pekerjaan rekayasa.
3.4.1. Penentuan Luas
Penentuan luas adalah luas yang dihitung dalam peta, yang merupakan
gambaran permukaan bumi dengan proyeksi orthogonal, sehingga selisih tinggi dari
batas-batas yang diukur diabaikan. Perhitungan luas disini dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, sebagai berikut :
a. Perhitungan Luas Secara Numeris
Berdasarkan bentuk areanya, perhitungan luas secara numeris dibedakan,
sebagai berikut :
1) Bentuk Dasar Beraturan
a) Persegi empat

3-5
Bila panjang persegi empat P dan lebar L, maka luasnya LPE = P x L.
b) Segitiga
(1) Bila panjang satu sisi b dan tinggi segitiga pada sisi itu = h, maka luas segitiga,
maka LST = 1/2 bh
(2) Bila sudut a diketahui dan sisi pengapitnya b dan c diketahui, maka luas segitiga,
maka LST = 1/2 bc sin a
(3) Bila ketiga sisi segitiga masing-masing a, b dan c diketahui, maka luas segitiga,
maka LST = (s(s - a)(s - b)(s - c))1/2 dengan s= 1/2(a + b + c).
c) Trapesium
Bila kedua sisi sejajar trapesium b1 dan b2 serta tingginya h diketahui, maka
luas trapesium, maka LTRP = ½ (b1 + b2) h
2) Bentuk Bentukan dari Bentuk Dasar Beraturan
a) Bentuk Turunan Trapesium
(1) Cara offset dengan interval tidak tetap
A = ½ (S1y1 + S2y2 + S3y3 + ... + Snyn),
Dengan : S1 = d1, S2 = d1 + d2, S3 = d2+ d3, S4 = d3 + d4 dan S5 = d4

Sumber : Kusumawati, 2014

Gambar 3.1.
Hitungan Luas Cara Offset dengan Interval Tidak Tetap

(2) Cara offset dengan interval tetap


A = d{(y1+y2)/2 + y2 + y3 + ... + yn-1}, dengan d1 = d2 = d3 = d4 =d
(3) Cara offset pusat
A = l (h1 + h2 + h3 + ... + hn) = l S hi, dengan i = 1 ... n

3-6
Sumber : kusumawati, 2014

Gambar 3.2.
Hitungan Luas Cara Offset Pusat

b) Bentuk turunan trapesium dan parabola


(1) Cara Simpson 1/3, dua bagian dianggap satu set :
A = l/3 (y0 + 4y1 + y2)
(2) Cara Simpson 1/3 untuk offset ganda berulang :
A = l/3 {y0 + yn + 4(y2 + y4 +...+yn-1) + 2(y3 + y5 +...+ yn-2)}

Sumber : Kusumawati, 2014

Gambar 3.3.
Hitungan Luas Cara Simpson 1/3

c) Bentuk segi banyak cara koordinat


Bila koordinat (X,Y) suatu segi banyak yang diketahui, maka perhitungan
luasnya, adalah A = ½ S X (Y + 1 - Yi - 1) atau A = ½ S Yi (Xi - 1 – Xi + 1).

3-7
Sumber : Kusumawati, 2014

Gambar 3.4.
Hitungan Luas Cara Koordinat

d) Bentuk luas berdasarkan typical cross-section


Typical cross section adalah bentuk potongan baku yang menunjukkan bentuk
struktur bangunan pada arah potongan. Pada konstruksi jalan beraspal, typical cross
section jalan menunjukkan struktur pelapisan perkerasan jalan yang juga
menunjukkan cara penimbunan ataupun penggalian bila diperlukan.
b. Perhitungan Luas Secara Grafis
Perhitungan luas secara grafis dilakukan dengan cara, sebagai berikut :
1) Cara Kisi-Kisi
Bagian yang akan ditentukan luasnya diarsir dengan menempatkan kisi-kisi
transparan dengan ukuran tertentu di atasnya. Luas=jumlah kelipatan kisi-kisi satuan.

Sumber : Kusumawati, 2014

Gambar 3.5.
Hitungan Luas Grafis dengan Kisi-kisi

3-8
2) Cara lajur
Bagian yang akan ditentukan luasnya diarsir dengan menempatkan lajur-lajur
transparan dengan ukuran tertentu di atasnya. Luas setiap lajur = dl, dengan d adalah
lebar lajur dan l panjang lajur.

Sumber : Kusumawati, 2014

Gambar 3.6.
Hitungan Luas Grafis dengan Lajur

3.4.2. Penentuan Volume Cadangan


Perhitungan volume dalam kegiatan pertambangan untuk mengetahui volume
cadangan bahan galian atau hasil tambang yang telah diproduksi. Digunakan untuk
endapan yang mempunyai geometri teratur dengan luas masing-masing penampang
tidak jauh berbeda. Volume yang akan dihitung sebelumnya digambar peta
penampang horisontal, kemudian penampang vertikal dengan interval jarak tertentu.
(Kusumawati, 2014)

Sumber : Panduan Praktikum Ilmu Ukur Tambang, 2017

Gambar 3.7.
Perhitungan Volume

3-9

You might also like