Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Trofoblas Gestasional merupakan penyakit yang berkaitan dengan


kegagalan kehamilan dimana belum diketahui penyebab pasti. Klasifikasi
histopatologi dan Penyakit Trofoblas Gestasional menurut WHO yaitu mola
hidatidosa, koriokarsinoma, Persistent Trophoblastic Disease, dan Plasental Site
Trophoblastic Tumor.1,2

Penyakit ini penting untuk Negara kita, baik dilihat dari segi gambaranklinis,
insiden, maupun prognosisnya. Insidennya cukup tinggi, hamper terdapat di
seluruh wilayah disertai dengan gambaran klinis bervariasi mulai yang ringan
sampai yang berat dimana menjadi beban berat bagi masyarakat dan tenaga
kesehatan.2,3

Kegagalan kehamilan dapat berupa abortus, kehamilan ektopik, mola


hidatidosa serta prematuritas mola hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korionik
yang terdiri dari proliferasi trofoblas dan edema stroma vilus dimana terdiri dari
mola hidatidosa komplit bila seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik
tanpa ada embrio melainkan berkebang secara patologi berupa gelembung yang
menyerupai anggur sedangkan bila diantara gelembung ditemukan embrio disebut
mola hidatidosa parsial.1,2,3

Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan menjadi beik kembali


setelah ditangani secara tuntas tetapi sekitar 15 – 20 % akan mengalami
perubahan menjadi keganasan. Keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu
sampai 3 tahun pasca evakuasi maka diberlakukan follow up ketat terhadap pasien
yang menderita mola hidatidosa.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI
Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat
dari kehamilan yang berkembang tidak sempurna dimana sebagian atau seluruh
vili korialisnta mengalami degenarasi hidropik berupa gelembung yang
menyerupai anggur.1,2,3
Berbagai istilah pernah digunakan untuk menggambarkan penyakit ini
misalnya bila seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik tanpa ada
embrio disebut Complete Mole, True Mole, Classic Mole atau Mole Hydatidiform
(Prancis). Bila diantara gelembung ditemukan embrio disebut Transtional Mole,
Incomplete Mole (szulman), Parsial Mole atau Mole Embryone.1,5

2.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam namun masih tetap banyak
hal yang belum terungkap secara jelas. Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh
dunia dengan angka kejadian yang berbeda – beda dimana yang terbanyak
ditemukan di Negara – Negara Asia dan Amerika Latin.6
Penyakit ini harus dianggap sebagai penyakit yang penting karena
insidensinya tinggi, factor resiko banyak dan penyebaranny merata di Indonesia.
Harus diakui bahwa sebagian data sebagian besar masih berupa hospital based.
Penyakit ini lebih banyak dijumpaipada golongan sosio ekonomi rendah. Di
Indonesia menurut laporan beberapa penulis dari berbagai daerah menunjukkan
angka kejadian yang berbeda – beda. Menurut Dinan kejadiannya berkisar antara
0,5 sampai 8,3 per 1000 kelahuran hidup. Bila kita misalkan terdapat 1 kejadian
mola per 1000 kelahiran hidup dan di seluruh dunia terdapat 126.000 kasus mola
hidatidosa di seluruh dunia. Di Negara barat angka kejadian ini lebih rendah dari
pada Negara – Negara Asia dan Amerika Latin, misalnya Amerika Serikat 1 ;
1000 kehamilan dan di Inggris 1 : 1500.2,4,7

2
Menurut Suande Duarsa angka kejadian Mola Hidatidosa di Indonesia
berkisar antara 1 : 51 sampai 1 : 141 kehamilan. Di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya antara tahun 1960 sampai 1964 diperoleh angka kejadian 1 : 96
persalinan, antara tahun 1970 sampai 1974 angka kejadian Mola Hidatidosa 1 : 55
kejadian persalinan. Dari data tersebut di atas, Nampak adanya kenaikan angka
kejadian Mola Hidatidosa di Surabaya dan sekitarnya. Di RSHS antara tahun 1988
– 1991 terdapat angka kejadiaan mola hidatidosa 10,64 per 1000 kehamilan.
Sedangkan di Jakarta terdapat angka kejadian mola hidatidosa 12,1 terhadap 1000
persalinan.7
Di Negara maju, insidensi mola hidatidosa sudah sangat menurun. Hal ini
antara lain disebabkan oleh fertilitas yang menurun disertai keadaan gizi yang
baik. Kalau ada kehamilan, hal tersebut terjadi pada umur yang ideal sehingga
tidak merupakan factor resiko untuk terjadinya ,ola hidatidosa. Yang turun adalah
jumlah absolutnya, tetapi kalau dihitung rationya terhadap kehamilan lain atau
persalinan, angka tetap tidak berubah.7

2.3 ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti, namun ada faktor –
faktor penyebabnya adalah :1,2,3,4
1. Faktor Ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya sehingga
akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
Perkembangan molahidatidosa diperkirakan disebabkan oleh kesalahan
respon respon imun ibu terhadap invasi oleh trofoblas. Akibatnya vili mengalami
distensi kaya nutrient. Pembuluh darah primitive di dalam vilus tidak terbentuk
dengan baik sehingga embrio mati. Dan diabsorpsi, sedangkan trofoblas terus
tumbuh dan pada keadaan tertentu mengadakan invasi kejaringan ibu.
3. Usia
Faktor usia yang di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun dapat terjadi
kehamilan mola. Frekwensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada

3
awal atau akhir usia subur relative tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa
usia berapa pun dalam usia subur dapat terjadi kehamilan.
4. Keadaan sosio – ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan zat – zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin,
dengan keadaan social ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat – zat gizi
yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
5. Paritas tinggi
Pada Ibu yang berparitas tinggi, cenderung beresiko terjadi kehamilan mola
hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic,
namun juga tidak dapat dipungkiri pada primipara pun dapat terjadi kehamilan
mola hidatidosa.
6. Defisiensin Protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan – jaringan bagian tubuh
sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu,
keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila
kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan pertumbuhan pada janin tidak
sempurna.
7. Infeksi virus
Infeksi mikroba ddapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau tidak adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan
penyakit (disease). Hal ini sangat tengantung dari jumlah mikroba yang masuk
serta daya tahan tubuh.
8. Riwayat kehamilan mola sebelumnya
Kekambuhan mola hidatidosa dijumpai sekitar 1,2 % kasus. Dalam suatu
kejadian terhadap 12 penelitian yang mencakup hamper 5000 kehamilan.
Frekuensi mola adalah 1,3%.

4
2.4 KLASIFIKASI
Mola hidatidosa sudah diketahui sejak tahun 1795 oleh Gregorin. Baru
setelah diadakan penelitian sitogenik pada tahun 1970-an oleh antara lain Kajii.
Vassilokos, Szulman dan lain – lain dicapai kesepakatan bahwa molahidatidosa
terdiri dari dua jenis :3,4
1. Mola Hidatidosa Komplet (Complete Hydratidiform Mole)
2. Mola Hidatidosa Parsial (Partial Hydatidiform Mole)

Secara makroskopik mola hidatidosa komplit mempunyai gambaran yang


khas, yaitu berbentuk kista atau gelembung – gelembung denganukkuran antara
beberapa mm sapai 2 – 3 cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih,
berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalu ukurannya kecil, tampak
seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti serangkaian buah
anggur yang bertangkai.3,4

Oleh karena itu, mola hidatidosa komplit disebut juga sebagai kehamilan
anggur. Tangkai tersebut melekat pada endometrium. Umumnya seluruh
endometrium dikenai. Bila tangkainya putus terjadilah perdarahan. Kadang –
kadang gelembung – gelembung tersebut diliputi oleh darah merah atau cokelat
tua sudah mongering. Pada mola hidatidosa komplit seluruh vili korialis
menglami degenerasi hidropik sehingga sama sekali tidak ditemukan unsure janin.
Sebelum ditemukan USG, mola hidatidosa komplit dapat mencapai ukuran besar
sekali dengan jummlah gelembung melebihi 2.000 cc.3,4

Gambar 1. Mola Hidatidosa Komplit

5
Mola Hidatidosa parsial harus dipisahkan dari mola hidatidosa komplit
karena anatara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar baik dilihat dari segi
pathogenesis, klinik, prognosis maupun gambaran PA-nya. Disebut parsial karena
tidak seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik. Pada mola hidatidosa
parsial hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenesari hidropik
sehingga unsure janin selalu ada. Perkembangan janin akan terganggu kepada
luasnya plasenta yang mengalami degenerasi tetapi janin biasanya tidak dapat
bertahan lama akan mati dalam rahim.3,4

Gambar 2. Mola Hidatidosa Parsial

Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm ditemukan beberapa
bagian yang mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak
dimasukkan ke mola hidatidosa tetapi disebut sebagai Sub Molaire.3,4

2.5 PATOGENESIS
Banyak teori telah dikemukakan tentang pathogenesis mola hidatidosa
antara lain:8
 Teori Hertig et al, menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi
insufisiensi perdarahan darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3 – 5
(missed abortion) sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan

6
mesenkim vili dan terbentulah kista – kista kecil yang makin lama makin
besar sampai akhirnya terbentulah gelembung mola. Sedangkan proliferasi
trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang edema tadi.
 Teori Park, adanya jaringan trofoblas yang abnormal baik berupa hiperplasi,
displasi maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pila dengan fungsi
yang abnormal dimana terjadi absorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili.
Keadaan ini menekan pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan
kematian embrio.
 Teori sitogenik, kehamilan mola hidatidosa komplit terjadi karena sebuah
ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak berfungsi dibuahi
pleh sebuah sperma haploid 23 x. Kromosom ini kemudian mengadakan
penggandaan sendiri menjadi 46 xx. Jadi kromosom mola hidatidosa
komplet ini berjenis kelamin wanita tetapi kedua x-nya berasal dari ayah.
Jadi tidak ada unsure ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik.

Gambar 3. Kromosom mola hidatidosa komplit

Kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan
membentuk bagian embrional (anak) dan unsure ayah yang diperlukan untuk
membentuk bagian ekstraembrional )plasenta, air ketuban ) secara seimbang.

7
Karena tidak ada unsure Ibu, molahidatidosa komplit tidak ada bagian embrional
(janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili
korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.8
Mola Hidatidosa parsial berbeda dengan mola hidatidosa komplit terutama
kariotipe. Pada Mola Hidatidosa parsial dapat ditemukan gambaran yang diploid
atau triploid. Bisa oleh dua haploid 23 x. satu haploid 23 x dan satu haploid 23y
atau dua haploid 2y. Hasil konsepsi bisa berupa 69xxx, 69xxy atau 69xyy.
Kromosom 69yyy tidak pernah ditemukan.8

Gambar 4. Kromosom mola hidatidosa parsial

Jadi molahidatidosa parsial mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid
ayah sehingga disebut Diandro Triploid. Karena di sini ada unsure ibu maka
ditemukan bayi dan pembengkakan pada vili yang sifatnya tidak menyeluruh.
Tetapi komposisi unsure Ibu dan ayah tidak seimbang satu berbanding dua. Unsur
ayah yang tidak normal tersebut menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar
yang merupakan gabungan dari vili korialis yang normal dan yang mengalami
defenerasi hidropik. Oleh karena itu fungsinya tidak bisa penuh sehingga janin
tidak bisa bertahan sampai besar. Biasanya kematian terjadi sangat dini.
Koriokarsinoma lebih jarang terjadi paskamola parsial jika dibandingkan dengan
paskamola komplit.8

8
2.6 GAMBARAN KLINIS
Mola Hidatidosa diketahui dari perdarahan pervaginam, pembesaran uterus,
anemia, hiperemis atau keluarnya gelembung mola sebelum adanya USG dan
pemeriksaan b – hCG sehingga pertolongan yang diberikan sudah sangat lama.2,9
Mola Hidatidosa komplit adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya
patologis. Oleh karena itu, pada bulan – bulan pertama, tanda – tandanya tidak
berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu dimulai dengan amenorea, mual dan
muntah. Ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa pada mola hidatidosa
komplit, lebih sering terjadi hiperemis dimana keluhannya lebih hebat dari
kehamilan biasa.4
Kemudian perkembangannya mulai berberda. Pada kehamilan biasa
pembesaran uterus terjadi melalui dua fase, yaitu fase aktif , sebagai akibat
pengaruh horomonal, dan fase pasif, akibat pembesaran hasil kehamilan (anak,
plasenta, dan air ketuban). Pada mola hidatidosa komplit tidak demikian. Vili
korialis yang mengalami degenerasi hidropik, berkembang dengan cepat, mengisi
seluruh cavum uteri. Akibatnya uterus ikut membesar dengan cepat pula, sehingga
ukurun uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamnay amenorea.9
Pada kehamilan biasa, segmen bawah rahim baru terbentuk pada
kehammilan yang sudah besar (trimester ketiga). Pada mola hidatidosa komplit,
karena pengisian kavum uteri oleh gelembung mola berlangsung cepat, maka
pembentukan segmen bawah rahim, sudah terjadi pada kehamilan yang lebih
muda (24 minggu). Menurut Acosia Sison, segmen bawah rahim inni terbentuk
berupa penonjolan, yang disebut ballooning, dan merupakan cirri khas dari mola
hidatidosa komplit. Ballonimg dapat diraba pada pemeriksaan dalam sebagai
penonjolan segmen bawah rahim kea rah depan, dengan konsistensi yang lunak.9
Kemudian karena kehamilan ini abnormal, badan akan berusaha untuk
mengeluarkannya, terjadilah perdarahan per vaginam. Bedanya dengan abortus
biasa adalah pada abortus biasa besar uterus sesuai dengan lamanya amenore.
Perdarahan pada mola hidatidosa kompplit dapat berupa bercak – bercak sedikit,
intermitten, atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok hipovolemik. Ada
kalanya perdarahan ini disertai dengan keluarnya gelembung mola sehingga

9
mempermudah diagnosis. Pada beberapa tahun yang lalu, perdarahan yang banyak
ini biasanya diikuti dengan kematian. Disamping uterus yang lebih besar, pada ola
hidatidosa komplit ditemukan pula dua hal lain yang berbeda bila dibandingkan
kehamilan biasa yaitu :9
1. Kadar hCG (human choriogonadotropin)
Seperti diketahui hCG dihasilkan olehsel sinsitiotrofoblas sejak mulai
impalantasi. Pada kehamilan biasa, kadarnya naik terus sampai usia kehamilan 60
– 80 hari, untuk kemudian turun lagi setelah umur kehamilan 85 hari. Pada
puncaknya, kadar hCG dapat mencapai 600.000 Miu/ml, Selanjutnya sampai
kehamilan aterm, kadar hCG rata – rata 20.000 Miu/ml. Pada mola hida tidosa
komplit seluruh kavum uteri diisi oleh jaringa trofoblast. Oleh karena itu berbeda
dengan kehamilan biasa, pada mola hidatidosa komplit tidak ada penururna hCG .
Selama ada pertumbuhan sel trofoblas dan selama gelembung mola belum keluar
atau dikeluarkan, hCG akan naik terus sampai bisa mencapai di atas 5.000.000
mIU/ml.
Hormon hCG adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta
yang mempunyai aktivitas biologis yang mirip L.H. Sebagian besar hCG terdiri
dari dua rantai asam amino yakni æ dan ß. Rantai alpha hCG terdiri dari 92 asam
amino dan rantai ß hCG terdiri dari 145 asam amino yang satu sama lalin
berikatan. Rantai alpha hCG mirip dengan rantai alpha dari FSH, LH dan TSH
yang merupakan hormone – hormone glikoprotein yang dihasilkan oleh lobus
anterior hipofisis. Pada kehamilan normal pemeriksaan terhadap beta hCG
dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan urin sebagai specimen. Pada
mola hidatidosa umumnya kadar hCG jauh lebih tinggi daripada kadar puncak
hCG pada kehamilan normal.. Cara pengukurannya bisa menggunakan
RadioImmunoassay (RIA), Imunoradiometricassay (IRMA) atau Enzyme linked
immunoabsorbanassay (ELISA) karena hasil pemeriksaan ini tidak saja
mempunyai nilai diagnosatik tetapi juga nilai prognostic. Pada dua cara pertama,
digunakan radioisotope sedangkan pada yang terakhir digunakan enzim.
Pemeriksaan hCG dipakai juga untuk memantau perjalanan penyakit pada mola
hidatidosa pascaevakuasi jaringan mola.

10
2. Adanya kista lutein

Sebagai akibat rangsangan yang berlebihan terhadap ovarium oleh hCG


yyang tinggi. Kista yang terjadi bisa unilateral atau bilateral, dan besarnya
bervariasi antara beberapa sentimeter. Umunya kista ini akan mengecil lagi
setelah jaringan mola dievakuasi. Oleh karena itu, kita tidak perlu mengagkatnya,
walaupun ukurannya sangat besar, kecuali kalau ada komplikasi seperti torsi atau
rupture. Bila memberikan keluhan mekanis, dapat dilakukan dekompresi atau
aspirasi.
Berbeda dengan mola hidatiosa komplit, mola hidatidosa parsial sama sekali
tidak ditemukan gejala maupun tanda – tanda yang khas. Kalau ada perdarahan
sering dianggap sebagai abortus biasa. Jarang sekali ditemukan mola hidatidosa
dengan uterus yang melebihi tuanya kehamilan. Biasanya sama atau bahkan lebih
kecil. Dalam hal yang terakhir disebut Dying Mole.
Molahidatidosa parsial dapat didiagnosa secara USG bila ditemukan pada jaringan
plasenta tampak gambaran yang menyerupai kista – kista kecil disertai
peningkatan diameter transversa dari kantong janin (gambaran Swiss Chesee0.
Gambaran berupa pulau – pulau yang akan kehitam – hitaman pada pemeriksaan
USG menunjukkan adanya perdarahan.
Kadar beta hCG juga meninggi tetapi biasanya tidak setinggi pada mola
hidatidosa komplit. Hal ini mungkin disebabkan pada mola hidatidosa pasrial
masih ditemukan vili korialis normal. Kadar yang tidak terlalu tinggi ini tidak
menyebabkan rangsangan kepada ovarium. Padda molahidatidosa parsial jarang
ditemukan kista kutein serta mola hidatidosa parsial jarang sekali diserta penyulit
seperti PEB, tirotoksikosi atau emboli paru – paru.
Kita harus memikirkan Mola Hidatidosa bila ditemukan tanda-tanda dibawah
ini:10

1. Anamnesis
Wanita mengeluh:
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa.

11
b. Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum
c. Terdapat yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
kecokelatan.
d. Pembesaran uterus tidak sesuai massa kehamilan seharusnya.
e. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)
yang merupakan diagnosa pasti.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Muka kadang-kadang kelihatan pucat kekuningan yang disebut muka mola.
Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
b. Palpasi
 Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan, teraba lembek.
 Tidak teraba bagian-bagian janin, ballotemen dan juga gerakan janin.
 Adanya perbesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya komplikasi
tirotoksikosis.
c. Auskultasi
 Tidak terdengar DJJ
3. Laboratorium : kadar ß-hCG lebih tinggi dari normal.
4. USG : tampak gambaran vesikuler di kavum uteri.
Pada Mola Hidatidosa komplit kita mendapatkan gambaran diantaranya:
1. Tidak ada janin atau embrio
2. Tidak ada cairan ketuban
3. Gambaran villi korialis mengalami degenerasi hidropik (gambaran badai
salju).
4. Ditemukan kista lutein

12
Gambar 4. USG pada mola hidatidosa komplit

Pada Mola Hidatidosa parsial kita mendapatkan gambaran diantaranya:


1. Ditemukan janin atau embrio, bisa hidup tapi mengalami pertumbuhan
yang terhambat
2. Ditemukan cairan ketuban
3. Tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertai
peningkatan diameter transversa dari antong janin (gambaran Swiss
cheese)
4. Tidak ada kista lutein

Gambar 5. USG pada mola hidatidosa parsial

Diagnosa Pasti

Diagnosis pasti ditentukanoleh hasil pemeriksaan patologi anatomi, yang


secara mikroskopis tampak sebagai berikut: proliferasi trofoblas, stroma villi

13
korialis yang edema yang tidak mengandung pembuluh darah (tanpa
vaskularisasi), disertai hyperplasia dari sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrofoblas.

Beberapa pakar menganggap bahwa dengan melihat gambaran PAnya, dapat


diprediksikan apakah Mola Hidatidosa komplit itu akan mengalami transformasi
keganasan atau tidak. Antara lain dikatakan, kalau ditemukan proliferasi sel-sel
trofoblas yang berlebihan, kemungkinan terjadinya keganasan lebih besar.

Gambar 6. Gambaran Histologis pada Mola hidatidosa komplit

Pada Mola Hidatidosa parsial biasanya diagnosis dibuat secara tidak sengaja
setelah dilakukan tindakan dan diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA dimana
ditemukan gambaran khas sebagai berikut:

1. Villi korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik,


kavitasi dan hiperplasi trofoblas disertai dengan vili korialis yang
normal.
2. Scalloping yang berlebihan dari villi
3. Inkludi stroma trofoblas yang menonjol
4. Ditemukan embrio atau janin.

14
Gambar 7. Gambaran Histologis pada Mola hidatidosa parsial

Tabel 1. Gambaran perbedaan mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa


parsial

Gambaran MolaHidatidosa Mola Hidatidosa


komplit parsial
 Karyotipe 46xx atau 46xy 69xx atau 69xxy
 Embrio tidak ada Ada
 Amnion tidak ada Ada

 Villi korialis bundar Berlekuk

 Edem vilioasa difus Umunya fokal

 Proliferasi trofoblas variable, ringan sampai Variable, fokal ringan


berlebihan sampai sedang
Gambaran klinik
 Diagnosis Kehamilan muda Missed abortion
 Ukuran uterus 50% membesar Jarang
 Kista lutein Sering Jarang

 Penyulit
Laboratorium
 Β-hCG Sangat tinggi >normal

2.7. KOMPLIKASI
Seperti pada kehamilan biasa, mola hidatidosa komplit juga dapat disertai
komplikasi yaitu perdarahan, preeklampsia, tirotoksikoksis,dan emboli paru-paru

15
sedangkan penyulit lanjut berupa terjadinya tumor trofoblas gestasional
paskamola.

Perdarahan merupakan komplikasi yang sering mengancam akibat


terlambatnya diagnosis mola ditegakkan. Biadanya terjadi pada Negara-negara
yang pelayanan obstetrik yang jelek.

Preeklampsia pada mola hidatidosa komplit tidak berbeda dengan


kehamilan biasa, bisa ringan, berat bahkan sampai eklampsia. Hanya saja pada
mola hidatidosa komplit yang terjadi lebih dini. Menurut Pritchard, bila
ditemukan preeclampsia pada uterus sebesar atau lebih dari 24 minggu, harus
dicurigai adanya mola hidatidosa. Cara penanganannya, disamping evakuasi
jaringan mola, tidak berbeda pada preeclampsia akibat kehamilan biasa.

Sudah lama diketahui bahwa pada mola hidatidosa komplit kadang-kadang


ditemukan perubahan pada kelenjar tiroid, baik anatomis maupun fungsional,
tetapi biasanya tidak disertai gejala klinis tirotoksikosis.Laporan tentang
tirotoksikosis pada mola hidatidosa komplit sudah ada sejak 1960, tetapi sejak
tahun 1970-an, perhatian terhadap penyulit ini makin meningkat. Kelainan bisa
berupa hipertiroidisme biokimia saja, dimana kadar hormon Thyroxyne (T4) dan
Triiodothyronine (T3) meningkat dan TSH menurun atau disertai gejala klinis
yang disebut tirotoksikosis. Hal ini disebabkan karena kada hCG yang tinggi.

Gejala klinis tirotoksikosis pada mola, ternyata berbeda dengan grave’s


disease, terutama dalam kecepatan perkembangannya. Pada mola hidatidosa
omplit, perkembangannya sangat cepat. Dari status “eutiroid” sampai “krisis
tiroid” dapat berlangsung dalam beberapa jam saja dan menyebabkan kematian
karena payah jantung.

Pemicu tirotoksikosis pada mola adalah tingginya kadar hCG, pada kadar
hCG < 100.000 mIU/ml stimulasi tiroid hCG tidak tampak tetapi pada kadar yang
sangat tinggi hal ini sangat nyata. Gambaran tirotoksikosis pada mola tidak selalu
jelas dan terdapat beberapa tingkat tirotoksikosis yaitu over tirotoksikosis (kadar

16
hormone tiroid bebas sangat tinggi tetapi kadar TSH sangat rendah), tirotoksikosis
klinis ( sama dengan over tirotoksikosis tapi disertai gambaran klinis).

Diagnosa tirotoksikosis pada mola hidatidosa komplit dipersulit karena


sering disertai adanya penyulit-penyulit lain, seperti preeclampsia, payah jantung,
emboli paru-paru, dan anemia yang masing-masing dapat memberikan gejala
seperti tirotoksikosis. Maka diagnosis tirotosikosis pada mola hidatidosa sangat
penting dan perlu ditanggulangi dahulu sebelum dilakukan evakuasi jaringan
molanya karena bila tidak dilakukan, upaya evakuasi jaringan mola dapat
menimbulkan kematian penderita akibat krisis tiroid atau payah jantung.

Adanya tirotoksikosis pada penderita mola dapat diduga bila terdapat gejala-
gejala:

 Nadi istirahat ≥ 100/menit tanpa sebab-sebab lain yang jelas


 Tremor
 Besar uterus > 24 minggu

Dinegara maju. Dimana penggunaan USG sudah merupakan hal yang rutin,
diagnosis mola hidatidosa komplit sudah dapat dibuat pada uterus yang kecil
dengan gambaran badai salju sehingga penyulit seperti preeclampsia dan
tirotoksikosis sudah jarang ditemukan. Dengan menggunakan alat USG yang
resolusinya lebih baik gambaran yang tampak bukan gambaran badai salju
melainkan gambaran jaringan vesikuler yang memperlihatkan gelembung-
gelembung mola dari berbagai ukuran.8

2.8. PENATALAKSANAAN

Terapi terdiri dari empat tahap, yaitu:1

1. Perbaiki keadaan umum


2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up

17
2.8.1. PERBAIKAN KEADAAN UMUM

Setelah diagnosis mola ditegakkan, diupayakan untuk melakukan evakuasi


jaringan mola. Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan
umum penderita harus distabilkan dahulu, dicari dahulu ada tidaknya penyulit
berupa tirotoksikosis, preeklampsia dan lainnya yang dapat memperburuk
prognosis penderita. Upaya evakuasi baru dilakukan bial penyulit sudah dapat
diatasi. Tergantung bentuk penyulitnya, dapat diberikan:

1. Transfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemik.


2. Antihipertensi/konvulsi, seperti pada terapi preeclampsia/eklampsia
3. Obat antitiroid bekerjasama dengan bagian penyakit dalam.

2.8.2. EVAKUASI JARINGAN

Dapat dilakukan dengan berbagai cara:

a. Kuretase tajam
b. Kuretase vakum

Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval 1-2 minggu, mula-mula dilakukan


kuretase vakum dengan pemberian transfuse darah. Kuretase ke 2 dilakukan
dengan menggunakan sendok kuret 2 minggu setelah kuretase vakum dan dikirim
untuk pemeriksaan patologi Anatomi. Dewasa ini karena ukuran uterus pada
kasus-kasus mola hidatidosa tidak terlalu besar, kuretase dengan sendok kuret
dilakukan segera setelah pengosongan unterus dengan kuret vakum.3

Penggunaan kuret vakum untuk pengosangan isi uterus juga dianjurkan oleh
WHO, Tujuan penggunaan sendok kuret adalah agar jaringan myometrium yang
ditumbuhi jaringan mola ikut terbawa sehingga pemeriksaan PA disamping dapat
diketahui ada tidaknya proliferasi trofoblas yang berlebihan sekaligus juga daapt
diketahui ada tidaknya infiltrasi jaringan mola ke myometrium.3

18
c. Histerektomi

Histerektomi dilakukan pada kasus mola resiko tinggi yang sudah


mempunyai cukup anak. Tujuannya adalah disamping sebagai upaya untuk
mengurangi kemungkinan timbulnya keganasan sekaligus bila kemudian timbul
koriokarsinoma maka derajat skor prognostiknya akan rendah sehingga sitostatika
yang diperlukan akan lebih sederhana dan kurang toksik serta biaya lebih
ringan.2,3

Kriteria mola hidatidosa rresiko tinggi:1

 Ukuran uterus >20 minggu


 Umur penderita > 35 tahun
 Gambaran PA memperlihatkan gambaran proliferasi trofoblas
berlebihan
 Β-hCG praevakuasi ≥ 100.000 mIU/ml

2.8.3. PROFILAKSIS

Kemoterapi diberikan pada penderita mola resiko tinggi, caranya:1

1. MTX 20mg/ hari IM dan asam folat 5 mg/hari IM yang diberikan 12 jam
setelah pemberian MTX (selama 5 hari berturut-turut). Profilaksis dengan
tablet MTX dianggap tidak bermanfaat. Asam folat adalah antidotum dari
MTX.
2. Actinomycin D 0,5 mg/hari IV diberikan selama 5 hari berturut-turut. Tidak
perlu antidotum
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bila setelah diberikan profilaksis
sitostatika terjadi juga keganasan, pengobatannya lebih sukar. Oleh karena
itu, banyak pakar yang tidak setuju dengan pemberian profilaksis ini.

Beberapa negara berkembang masih memberikan kemoterapi dengan


kriteria:2
a. Kadar β-hCG turun sangat lambat

19
b. Kadar β-hCG mula-mula menunjukan penurunan tetapi kemudian
naik lagi.
c. Kadar β-hCG mula-mula menurun tetapi mendatar dan tidak turun
lagi.

Penderita dengan kriteria diatas diberikan MTX dosis rendah yakni 50 mg,
MTX selang sehari 5 kali ditambah asam folat 12 mg yang diberika 30 jam setelah
pemberian MTX. Regimen ini diulang setiap 7 sampai 10 hari.3

2.8.4. FOLLOW UP PASKA EVAKUASI

Seperti diketahui 15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa komplit bisa
mengalami transformasi keganasan. Masa laten terjadinya keganasan sangat
bervariasi. Menurut Hertig keganasan bisa terjadi dalam waktu 1 minggu sampai 3
tahun paskaevakuasi maka diberlakukan follow up ketat. Pada penderita mola
resiko rendah follow up mulai dilakukan 2 minggu paska evakuasi dan pada mola
resiko tinggi dimulai 2 minggu setelah mendapatkan kemoterapi profilaksis.1

Tujuan dari follow up ada dua:2,5

1. Melihat apakah proses involusi berjalan secara normal baik anatomis,


laboratoris maupun funsional seperti involusi uterus, turunnya β-hCG dan
kembali fungsi haid.
2. Menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang
sangat dini.
Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama follow up berlangsung
selama satu tahun tetapi ada juga yang sampai dua tahun.

Follow up dilakukan sebagai berikut:2,5


 Mulai minggu ke 2 sampai minggu ke 12 paska evaluasi jaringan
mola, penderita dianjurkan follow up setiap 2 minggu.
 Pemeriksaan yang dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan β-hCG dengan cara RIA/EIA

20
2. Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan
a. Besar dan involusi uterus
b. Ada atau tidaknya perdarahan (pervaginam atau
hemaptoe)
c. Ada atau tidaknya tanda-tanda metastasis (paru-
paru, dll)

Bila pada setiap follow up kada β-hCG menurun dan kurvanya mengikuti
pola kurva regresi β-hCG RIA yang sama dengan pola kurva regresi β-hCG
normal dan secara klinis tidak ada tanda-tanda pertumbuhan baru jaringan
trofoblas maka follow up dilakukan dengan pola yang sama sampai minggu ke 12
paskaevakuasi jaringan mola dan bila pada minggu ke-12 kadar β-hCG ≤
5mIU/ml dilanjutkan dengan follow up tahap berikutnya. 2,5

Gambar 8. Kurva regresi β-hCG

Kriteria diagnosis adanya pertumbuhan baru jaringan trofoblas dengan


pemeriksaan β-hCG yaitu:1

1. Kadar β-hCG ≥ 1000 mIU/ml pada minggu ke-4


2. Kadar β-hCG ≥ 100 mIU/ml pada minggu ke 6
3. Kadar β-hCG ≥ 30 mIU/ml pada minggu ke 8

21
Pertumbuhan baru jaringan trofoblas maka selanjutnya penderita dikelola
sebagai tumor trofoblas gestasional. Sebaliknya bila kadar β-hCG mengikuti
pola kurva regresi yang normal dan tidak terdapat pertumbuhan baru jaringan
trofoblas secara klinik maka follow up dilanjutkan sebagai berikut:4

 Mulai bulan ke-4 sampai bulan ke-6, follow up dilakukan setiap bulan
dengan tata cara follow up yang sama dengan sebelumnnya. Pada
bulan ke-6 dilakukan torak foto AP untuk menyingkirkan metastasis di
paru-paru.
 Mulai bulan ke 8 sampai bulan ke 12 dianjurkan follow up setiap 2
bulan. Bulan ke-12 dilakukan lagi torak foto AP.

Foolow up dihentikan bila sebelum satu tahun wanita sudah hamil normal
lagi atau bila setelah setahum tidak ada keluhan, uterus dan kadar β-hCG dalam
batas normal serta fungsi haid sudah normal kembali.4

Selama follow up pasien dianjurkan menggunakan KB kondom supaya tidak


hamil dahulu karena dapat menimbulkan salah interpretasi. Pemakaian IUD tidak
dianjurkan karena efek samping perdarahan aka menyulitkan diagnosis adanya
pertumbuhan baru jaringan trofoblas sedangkan penggunaan KB hormonal tidak
dianjurkan karena dampaknya terhadap timbulnya tumor trofoblas gestasional
paskamola masih kontroversial sehingga penggunaan KB kondomdianggap lebih
aman. 4

Salah satu ciri adanya keganasan adalah meningginya kembali kada β-hCG
sedangkan pada kehamilan β-hCG yang tadinya normal akan meninggi kembali.
Dalam keadaan seperti ini kadang-kadang kita ragu apakah kenaikan kadar β-hCG
ini disebabkan oleh kehamilannya atau proses keganasan.5

Tujuan follow up terutama mendeteksi adanya keganasan secara dini sering


tidak tercapai karena ada dua kendala besar yaitu:5

1. Ketidakpatuhan penderita

22
2. Sarana pemeriksaan β-hCG hanya ada dipusat dan mahal.

2.9. PROGNOSIS

Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap sebagian besar


penderita mola hidatidosa akan sehat kembali kecuali 15-20% yang mungkin akan
menjadi mola invasive dan sekitar 2-3% kasus akan berkembang menjadi
koriokarsinoma. Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk
golongan resiko tinggi seperti: umur diatas 35 tahun, besar uterus diatas 20
minggu, kadar β-hCG diatas 105 mIU/ml, gambaran PA yang mencurigakan.

2.10. KEHAMILAN PASKA MOLA

Pada umumnya derajat kesuburan paska mola hidatidosa komplit tidak


berubah. Bila tidak menggunakan kontrasepsi mereka akan hamil segera setelah
haidnya normal kembali. Proses kehamilan, persalinan maupun masa nifasnya
tidak berbeda.9

2.11. MOLA HIDATIDOSA BERULANG

Wanita yang pernah mendapat mola hidatidosa komplit dapat mengalami


lagi. Pengulangan itu bisa berturut-turut atau diselingi oleh kehamilan non mola
hidatidosa komplit seperti kehamilan normal atau abortus. Wanita yang hamil
paska mola hidatidosa komplit harus segera memeriksakan diri apakah
kehamilannya itu normal atau mola hidatidosa komplit.9

23
BAB III
LAPORAN KASUS

A. STATUS IBU HAMIL


a. Anamnesa Pribadi
 Nama : Ny. H
 Usia : 42 Tahun
 Paritas : G7P5A1
 Tanggal Masuk : 19 Februari 2018, pukul : 14.16 WIB
 No. RM : 01.04.97.78
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
 Alamat : Medan
 Alergi : Tidak ada

b. Anamnesa Penyakit
Ny.H, 42 tahun, G7P5A1, Islam, Aceh, IRT, SMA, istri dari Tn.R, 53 tahun,
Islam, batak, SMA, wiraswasta.
Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang : Hal ini dialami os 6 jam yang lalu (pukul
07.00 WIB) tanggal 19/02/2018, berupa darah segar. Os mengaku mengganti
sarung sebanyak 4x karena darah tersebut banyak (+/- 1 liter). Os juga
mengatakan keluar jaringan seperti mata ikan dari kemaluan os pada tanggal
18/02/2018 pukul 21,00 WIB. Riwayat mules-mules (+) pada tanggal
18/02/2018 pukul 21.00 WIB yang dirasakan hilang timbul. Os sebelumnya
pernah ANC ke dokter Sp.OG pada tanggal 25/12/2017 dan dikatakan
mengalami hamil anggur. Os disarankan untuk dilakukan operasi angkat rahim,
tetapi os menunda karena masalah biaya. BAK (+), BAB (+) Kesan normal.
Riwayat hipertensi (+) dengan tekanan darah tertinggi 150/90 mmHg.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Jelas

24
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
Riwayat Kebiasaan : Tidak Ada
Riwayat Ekonomi dan Psikososial : Menengah, tidak ada riwayat gangguan
psikososial

c. Riwayat Menstruasi
Menarche : 15 tahun
Lama : 4-6 hari
Siklus : 28 hari
Volume : 3-4 kali ganti pembalut/hari
Nyeri : (+) hilang timbul
HPHT : 20 – 08 – 2017
TTP : 27 – 05 – 2018

d. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, Umur 25 Tahun

e. Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada

f. Riwayat Kehamilan
1. Abortus
2. Laki-laki/Aterm/2600 gram/PSP/Bidan/Klinik/13 tahun/Sehat
3. Laki-laki/Aterm/3000 gram/PSP/Bidan/Klinik/11 tahun/Sehat
4. Laki-laki/Aterm/2500 gram/PSP/Bidan/Klinik/10 tahun/Sehat
5. Perempuan/Aterm/1100 gram/PSP/Bidan/Klinik/4 tahun/meninggal
6. Laki-laki/Aterm/3500 gram/PSP/Bidan/Klinik/1,5 tahun/Sehat
7. Hamil saat ini

25
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Vital Sign
Sensorium : Compos Mentis (GCS : E4V5M6) Anemia: -
TD : 140/90 mmHg Ikterik : -
Pulse : 86 x/i Sianosis: -
RR : 22 x/i Dispnoe: -
T : 36,70C Edema : -
Skala nyeri :6

2. Pemeriksaan Umum
 Kepala
- Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- T/H/M : dalam batas normal
 Leher : tidak dijumpai pembesaran tiroid dan KGB
 Thorax
- Inspeksi : simetris fusiformis
- Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : suara pernapasan vesikuler
 Abdomen
- Inspeksi : soepel, membesar asimetris
- Palpasi : hepar dan lien : tidak teraba
kandung kemih : tidak penuh
- Auskultasi : peristaltik (+)
 Genitalia : tidak dijumpai lendir dan darah pada genitalia
 Anus : tidak dilakukan pemeriksaan

C. STATUS OBSTETRIKUS
1. Pemeriksaan Luar
 Abdomen : soepel, membesar asimetris
 TFU : 4 jari diatas umbilikus

26
 Teregang : (-)
 Terbawah : (-)
 HIS : (-)
 DJJ : (-)
 Gerak : (-)
2. Pemeriksaan Dalam
Inspekulo : porsio licin, erosi (-), darah (+) keluar dari OUE
dibersihkan, kesan tidak mengalir aktif, livide (+)
VT : Cervix tertutup
ST : Lendir darah (-)

D. USG TAS
- Kandung kemih terisi
- Tampak gambaran honey comb pada seluruh cavum uteri,
bagian janin (-)
- Cairan bebas (-)
- Adnexa kanan/kiri tidak ada kelainan
Kesan : Mola hidatidosa komplit

E. LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
WBC 7,79 [ 10^3 uL] 4,0 – 11,0
RBC 4,09 [10^6 uL] 4,00 – 5,40
HGB 11 [g/dL] 12 – 16
HCT 33,4 [%] 36,0 – 48,0
MCV 81,7 [fL] 80,0 – 97,0
MCH 26,9 [pg] 27,0 – 33,7
MCHC 32,9 [g/dL] 31,5 – 35,0
PLT 247 [ 10^3 uL] 150 – 400
RDW-CV 12,2 [%] 10,0 – 15,0

27
LABORATORIUM
RDW-SD 35,3 [fL] 35 – 47
PDW 8,6 [fL] 10,0 – 18,0
MPV 8,8 [fL] 6,5 – 11,0
P-LCR 14,4 [%] 15,0 – 25,0
PCT 0,22 [%] 0,2 – 0,5
SGOT 21,00 U/L 0,00 – 40,00
SGPT 12,00 U/L 0,00 – 40,00
Alkaline Phospatase 41,00 U/L 30,00 – 142,00
Glukosa Adrandom 78,00 mg/dl <140,00
Natrium 139,00 mmol/L 136,00 – 155,00
Kalium 3,60 mmol/L 3,50 – 5,50
Chlorida 114,00 mmol/L 95,00 – 103,00
Ureum 16,00 mg/dl 10,00 – 50,00
Creatinin 0,53 mg/dl 0,60 – 1,20
Waktu Protrombin 16,8 Detik 11,6 – 14,5
INR 1,47 - 1 – 1,3
APTT 38,0 Detik 28,6 – 42,2
T3 0,77 ng/ml 0,58 - 1,59
T4 10,45 ug/dl 4,87 - 11,72
TSH 0,09 uIU/ml 0,35 - 4,94
β-HCG serum 346000 mIU/ml <5

F. DIAGNOSA
Mola Hidatidosa Komplit

G. TERAPI
- IVFD RL  20 gtt/i
- Inj. Asam traneksamat 500 mg/8 jam

28
H. RENCANA
- Total Histerektomi

I. LAPORAN OPERASI
Tanggal Operasi : 22 Februari 2018
Jam Operasi : 11.00 WIB
Tindakan : Total Abdominal Histerektomi

1. Ibu dibaringkan diatas meja operasi dengan posisi supine


2. Dilakukan general anestesi
3. Dilakukan aseptic dan antiseptic, ditutup dengan doek steril kecuali
lapangan operasi
4. Dilakukan insisi midline, insisi kutis, subkutis, fasia digunting ke kanan
dan ke kiri, otot dikuakkan, peritoneum di gunting dan dikuakkan.
5. Tampak uterus gravidarum sebesar 32 minggu, dilakukan klem, gunting
dan ikat pada ligamentum rotudum kiri dan kanan, ligamentum
infundibulopelvicum kiri dan kanan di klem, gunting dan diikat. Plika
vesikauterina digunting dan disisihkan kea rah blast.
6. Ligamentum kardinale kanan dan kiri diklen, gunting dan ikat, arteri
uterine kanan dan kiri diklem, gunting dan diikat.
7. Klem pada serviks, uterus dipancung
8. Punctum vagina dijahit continous dengan vicryl no.1
9. Evaluasi perdarahan, kesan terkontrol
10. Abdomen di cuci dengan NaCl 0,9% dan dibersihkan, kemudian abdomen
dijahit lapis demi lapis.
11. Keadaan umum ibu post operasi stabil.

29
Follow Up Pasien
Tanggal 20 Februari 2018
S Mulas
O Tanda Vital
Sensorium : Compos Mentis
TD : 130 / 90 mmHg
HR : 72 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,40 C

SL :
Abdomen : soepel, membesar asimetris
TFU : 4 jari diatas umbilikus
Teregang : (-)
Terbawah : (-)
HIS : (-)
DJJ : (-)
Gerak : (-)
BAK : (+) via kateter, uop 50cc / jam
BAB : (+) flatus (+)
A Mola Hidatidosa Komplit
P - IVFD RL  20 gtt/i
- Inj. Asam traneksamat 500 mg/8 jam
Rencana USG konfirmasi

Tanggal 21 Februari 2018


S Mulas
O Tanda Vital
Sensorium : Compos Mentis
TD : 140 / 90 mmHg

30
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 360 C

SL :
Abdomen : soepel, membesar asimetris
TFU : 4 jari diatas umbilikus
Teregang : (-)
Terbawah : (-)
HIS : (-)
DJJ : (-)
Gerak : (-)
BAK : (+) via kateter, uop 50cc / jam
BAB : (+) flatus (+)

Hasil USG :
Uterus membesar 16 x 8 cm
Cavum uteri dengan gambaran Honey Comb
Adnexa dbn
Kesan : Mola Hidatidosa
A Mola Hidatidosa Komplit
P - IVFD RL  20 gtt/i
- Inj. Asam traneksamat 500 mg/8 jam
Rencana Total Abdominal Histerektomi Tanggal 22/02/2018 pukul 11.00 WIB

Tanggal 22 Februari 2018


S Mulas
O Tanda Vital
Sensorium : Compos Mentis
TD : 140 / 90 mmHg

31
HR : 88 x/i
RR : 20 x/i
T : 370 C

SL :
Abdomen : soepel, membesar asimetris
TFU : 4 jari diatas umbilikus
Teregang : (-)
Terbawah : (-)
HIS : (-)
DJJ : (-)
Gerak : (-)
BAK : (+) via kateter, uop 7cc / jam
BAB : (+) flatus (+)
A Mola Hidatidosa Komplit
P - IVFD RL  20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 2 gr  profilaksis
Rencana Total Abdominal Histerektomi pukul 11.00 WIB

Tanggal 23 Februari 2018


S Nyeri luka operasi
O Tanda Vital
Sensorium : Compos Mentis
TD : 130 / 80 mmHg
HR : 80 x/i
RR : 20 x/i
T : 36,70 C

SL :
Abdomen : soepel, peristaltic (+) normal

32
P/V : (-)
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) spontan
BAB : (+) flatus (+)
A Post TAH a/i Mola Hidatidosa Komplit + H1
P - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Inj. Ketorolak 30 mg/8 jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Rencana - Cek β-HCG kuantitatif post operasi

Tanggal 24 - 25 Februari 2018


S Nyeri luka operasi
O Tanda Vital
Sensorium : Compos Mentis
TD : 130 / 90 mmHg
HR : 88 x/i
RR : 16 x/i
T : 36,60 C

SL :
Abdomen : soepel, peristaltic (+) normal
P/V : (-)
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) spontan
BAB : (+) flatus (+)

Hasil Laboratorium ;
β-HCG serum : 94040 mIU/ml
A Post TAH a/i Mola Hidatidosa Komplit + H2-3

33
P - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/iv
- Inj. Ketorolak 30 mg/8 jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/iv
Rencana Aff kateter dan infus, terapi per oral, mobilisasi

Tanggal 26 Februari 2018


S Nyeri luka operasi
O Tanda Vital
Sensorium : Compos Mentis
TD : 140 / 90 mmHg
HR : 88 x/i
RR : 16 x/i
T : 36,60 C

SL :
Abdomen : soepel, peristaltic (+) normal
P/V : (-)
L/O : tertutup verban, kesan kering
BAK : (+) spontan
BAB : (+) flatus (+)
A Post TAH a/i Mola Hidatidosa Komplit + H4
P - Cefadroxil 2x500 mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- B comp 2x1
Rencana GV, L/O kering  PBJ

34
Clinical Summary
Dilaporkan kasus Ny.H, 42 tahun, G7P5A1, Islam, Aceh, IRT, SMA, istri
dari Tn.R, 53 tahun, Islam, batak, SMA, wiraswasta, datang dengan keluhan
keluar darah dari kemaluan. Hal ini dialami os 6 jam yang lalu (pukul 07.00 WIB)
tanggal 19/02/2018, berupa darah segar. Os mengaku mengganti sarung sebanyak
4x karena darah tersebut (+/- 1 liter). Os juga mengatakan keluar jaringan seperti
mata ikan dari kemaluan os pada tanggal 18/02/2018 pukul 21,00 WIB. Riwayat
mules-mules (+) pada tanggal 18/02/2018 pukul 21.00 WIB yang dirasakan hilang
timbul. Os sebelumnya pernah ANC ke dokter Sp.OG pada tanggal 25/12/2017
dan dikatakan mengalami hamil anggur. Os disarankan untuk dilakukan operasi
angkat rahim, tetapi os menunda karena masalah biaya. BAK (+), BAB (+) Kesan
normal. Riwayat hipertensi (+) dengan tekanan darah tertinggi 150/90 mmHg.
Dilakukan pemeriksaan fisik, didapat pemeriksaan luar, abdomen soepel,
membesar asimetris, TFU 4 jari diatas umbilicus, teregang (-), terbawah (-), HIS
(-), DJJ (-), gerak (-) dan pemeriksaan dalam inspekulo porsio licin, erosi (-),
darah (+) keluar dari OUE dibersihkan, kesan tidak mengalir aktif, livide (+),
vaginal touche cervix tertutup, pada sarung tangan lender dan darah (-). USG
TASkandung kemih terisi, tampak gambaran honey comb pada seluruh cavum
uteri, bagian janin (-), cairan bebas (-), adnexa kanan/kiri tidak ada kelainan,
kesan : mola hidatidosa komplit.
Didapat diagnosa Mola hidatidosa komplit. Telah dilakukan tindakan Total
Abdominal Histerektomi pada tanggal 22/02/2018. Selama perawatan, pasien
diberikan terapi IVFD RL 20 gtt/I, Injeksi Asam Traneksamat 500 mg/8 jam,
Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam, dan Injeksi
Ranitidine 50 mg/12 jam. Kondisi pasien pada hari ke 4 post operasi stabil dan
dapat PBJ dengan obat pulang Cefadroxil tab 2x500 mg, Asam Mefenamat tab
3x500 mg, dan Vit B comp 2x1 tab. Pasien kontrol kembali ke Poliklinik Obgyn
RSUPM pada tanggal 29/02/2018.

35
BAB IV

ANALISA KASUS

TEORI TEMUAN
Definisi : Pada kasus ini dijumpai pasien
Mola Hidatidosa (MH) adalah suatu wanita 42 tahun G7P5A1 dengan
kehamilan abnormal yang sebagian atau keluhan keluar darah dari kemaluan
seluruh stroma vili korialisnya sedikit di luar siklus haid dan juga dijumpai
akan vaskularisasi, edematous dan riwayat keluarnya jaringan seperti
mengalami degenerasi hidrofik berupa anggur dari kemaluan.
gelembung yang menyerupai anggur.
Faktor Resiko :
Faktor resiko mola hidatidosa dapat Pada kasus ini, Ny. H berusia 42
terjadi pada semua wanita dalam masa tahun dan hamil anak ketujuh.
reproduksi. Penelitian selanjutnya
menunjukkan bahwa dalam kaitan
dengan umur ini ada kelompok umur
yang mempunyai resiko lebih tinggi
untuk mendapatkan mola hidatidosa
yaitu mereka yang berumur dibawah 20
tahun dan diatas 35 tahun.
Diagnosa :
Diagnosa mola hidatidosa berdasarkan: Pada kasus ini, Ny.H datang
1. Anamnesis dengan keluhan keluar darah dari
Wanita mengeluh: kemaluan dan jaringan seperti
- Adanya perdarahan pervaginam anggur.
- Perut merasa lebih besar Status Obstetrikus:
- Tidak ada pergerakan janin Abdomen : soepel, membesar
- Klinis ginekologis asimetris
2. Pada pemeriksaan ditemukan: TFU : 4 jari diatas

36
- Uterus lebih besar dari masa umbilikus
kehamilan Teregang : (-)
- Tidak ditemukan tanda pasti Terbawah : (-)
kehamilan (BJA, balotement, HIS : (-)
gerakan anak) DJJ : (-)
Gerak : (-)

Pada pasien ini dijumpai uterus lebih


besar dari usia kehamilan.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang : Pada kasus ini nilai β-HCG
1. Laboratorium kuantitatif 346000 mIU/ml.
- Kadar β-HCG lebih tinggi dari
normal Pada kasus ini pada pemeriksaan
2. USG USG dijumpai gambaran honey
- Tidak ada janin atau embrio comb.
- Tidak ada cairan ketuban
- Gambaran vili korialis
mengalami degenerasi hidrofik
(gambaran honey comb)
- Ditemukan kista lutein
Penatalaksanaan
Terdiri dari empat tahap yaitu: Pada kasus:
1. Perbaiki keadaan umum Rencana:
2. Evakuasi jaringan - Rawat inap
3. Profilaksis - Cek TSH, T3, T4
4. Follow up - Evakuasi jaringan mola
Terapi:
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Asam Traneksamat 500

37
mg/8 jam
Evakuasi Jaringan:
Evakuasi jaringan dapat dilakukan Pada kasus dilakukan tindakan
dengan berbagai cara : histerektomi dan dijumpai
1. Kuretase tajam jaringan mola.
2. Kuretase vakum
3. Histerektomi

38
BAB V

KESIMPULAN

1. Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri


stroma villus korialis edema.
2. Mola hidatidosa dibagi terbagi menjadi:mola hidatidosa komplit dan mola
hidatidosa parsial.
3. Perdarahan pervaginam berupa bercak dan perut membesar dari usia
kehamilan merupakan gejala utama dari mola hidatidosa.
4. Diagnosis mola hidatidosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang.
5. Penatalaksanaan mola secara umum meliputi:
 Evakuasi:kuret atau kuret isap
 Pengawasan lanjut : Periksa ulang selama 2-3 tahun
 Terapi profilaksis : pemberian metrotreksan (MTX)
6. Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap sebagian besar
penderita mola hidatidosa akan sehat kembali kecuali, sekitar 15-20% yang
mungkin akan menjadi mola invasif dan sekitar 2-3% berkembang menjadi
koriokarsinoma.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirahardjo, S. Ilmu Kandungan. PT Bina Pusaka Sarwono


Prawiroharjo. Jakarta. 2012:262-266
2. Cunningham et al: Gestasional Trofoblastis Tumor, Disease and
Abnormalities of the Plasenta. William Obsteteric 23th edition. Papleton &
Lange Company. 2013:257-264.
3. Abdul,dkk. Buku acuan Nasional Pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Pt Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Jakarta.2010:155-159.
4. Abdul,dkk. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.2010:487-490.
5. Komara Yuda, Egi. Kehamilan.EGC.Jakarta.2008:90-92.
6. Gde Manuaba, Ida bagus. Pengantar Kuliah Obstetri. Jilid 1 Edisi 2. EGC.
Jakarta.2010. Hal:722.
7. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Ed.2. EGC.
Jakarta. 2010. Hal:238-243
8. John T,Soper. Gestasional Trophoblastic Disease. SME. America. 2012.
174-187.
9. NZGTD Guidelines. Gestational Trophoblastic Disease. New Zealand.
2014.

40

You might also like