Professional Documents
Culture Documents
Etiologi Dan Pemeriksaan Autoimun
Etiologi Dan Pemeriksaan Autoimun
3 Etiologi
a. Faktor Genetik
Kontribusi genetik pada penyakit autoimun hampir selalu melibatkan gen multiple.
Namun demikian defek sejumlah gen tunggal juga dapat menimbulkan autoimunitas.
Ciri kuat peran factor genetik terlihat pada hubungan antara berbagai penyakit
autoimun dengan MHC.
b. Faktor imun
1. Sequestered Antigen
SA adalah antigen tersendiri yang karena letak anatomisnya tidak terpapar
dengan sel B dan Sel T dari sistem imun. Pada keadaan normal SA dilindungi
dan tidak ditemukan untuk dikenali sistem imun.
Perubahan anatomic dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi,
kerusakan iskemia, atau trauma), dapat memaparkan SA demham sistem imun
yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya, protein lensa intraocular,
sperma dan MBP. Uveitis pasca trauma dan orchitis pasca vasektomi diduga
karena respon autoimun terhadap SA. MBP yang dilepaskan meningkat
mengaktifkan sel B dan sel T ensefalomielitis pasca infeksi. Inflamasi
jaringan dapat pula menimbulkan perubahan struktur pada self antigen dan
pembentukan determinan terbaru yang dapat memacu reaksi autoimun.
2. Gangguan presentasi
Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan
reseptor MHC, kadar sitokin yang rendah, dan gangguan respons terhadap IL-
2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts atau Tr.
Bila terjadi kegagalan pada sel Ts maka akan dirangsang Th sehingga dapat
menimbulkan autoimunitas.
6. Keseimbang Th1-Th2
Th1 menunjukan peran pada autoimunitas sedangkan Th2 tidak hanya
melindungi terhadap induksi penyakit, tetapi juga terhadap progress penyakit.
c. Faktor lingkungan
Kemiripan molecular dan infeksi
Hubungan antara infeksi mikroba dan autoimunitas yang terjadi adalah karena
kemiripan.
Hormon
Wanita menunjukan kecenderungan menderita penyakit autoimun disbanding pria.
Wanita pada umumnya juga memproduksi lebih banyak antibody dibanding pria
yang biasanya merupakan respons proinflamasi Th1.
Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum
dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus
Erythematosusatau DILE). Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus:
- Obat yang pasti menyebabkan Lupus : Kloropromazin,metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid
- Obat yang mungkin menyebabkan Lupus : dilantin, penisilamin, dan kuinidin
- Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenisantibiotic dan
griseofurvin
Radiasi UV
Pajanan radiasi UV diketahui merupakan pemacu inflamasi kulit dan kadang SLE.
Radiasi UV dapat menimbulkan modifikasi structur radikal bebas self antigen yang
meningkatkan imunogenitas.
d. Defisiensi komplemen
Pada penderita penyakit LES sering ditemukan defisiensi komplemenC3 dan atau C4,
yaitu pada penderita penyakit LES dengan manifestasi ginjal.Defisiensi komplemen C3
dan atau C4 jarang ditemukan pada penderita penyakitLES dengan manifestasi pada
kulit dan susunan saraf pusat. Individu yangmengalami defek pada komponen-
komponen komplemennya, seperti Clq, Clr,Cls mempunyai predisposisi menderita
penyakit LES dan nefritis lupus.Defisiensi komplemen C3 akan menyebabkan
kepekaan terhadap infeksimeningkat, keadaan ini merupakan predisposisi untuk
timbulnya penyakitkompleks imun. Penyakit kompleks imun selain disebabkan karena
defisiensi C3, juga dapat disebabkan karena defisiensi komplemen C2 dan C4 yang
terletak pada MHC kelas II yang bertugas mengawasi interaksi sel-sel
imunokompetenyaitu sel Th dan sel B. Komplemen berperan dalam sistem pertahanan
tubuh,antara lain melalui proses opsonisasi, untuk memudahkan eliminasi
kompleksimun oleh sel karier atau makrofag. Kompleks imun akan diikat oleh
reseptorkomplemen (Complement receptor = C-R) yang terdapat pada permukaan
selkarier atau sel makrofag. Pada defisiensi komplemen, eliminasi kompleks
imunterhambat, sehingga jumlah kompleks imun menjadi berlebihan dan berada
dalamsirkulasi lebih lama.
Uji ANA merupakan skrining untuk lupus eritematosus sistemik (SLE) dan
penyakit kolagen lainnya. Kadar total ANA juga dapat meningkat pada penyakit
skleroderma, rheumatoid arthritis, sirosis, leukemia, mononukleosis infeksiosa, dan
malignansi. Untuk mendiagnosis lupus, temuan uji ANA harus dibandingkan dengan
hasil uji lupus lainnya.
Masalah Klinis
ANA ditemukan pada pasien dengan sejumlah penyakit autoimun, seperti SLE
(penyebab tersering), sklerosis sistemik progresif (PSS), sindrom Sjörgen, sindrom
CREST, rheumatoid arthritis, skleroderma, mononukleosis infeksiosa, polymyositis,
's tiroiditis Hashimoto, juvenile diabetes mellitus, penyakit Addison, vitiligo, anemia
pernisiosa, glomerulonefritis, dan fibrosis paru.
ANA juga dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi yang tidak dianggap sebagai
penyakit autoimun klasik, seperti infeksi kronis (virus, bakteri), penyakit paru
(fibrosis paru primer, hipertensi paru), penyakit gastrointestinal (kolitis ulseratif,
penyakit Crohn, sirosis bilier primer, penyakit hati alkoholik), kanker (melanoma,
payudara, paru-paru, ginjal, ovarium dan lain-lain), penyakit darah (idiopatik
trombositopenik purpura, anemia hemolitik), penyakit kulit (psoriasis, pemphigus),
serta orang tua dan orang-orang dengan keluarga dengan riwayat penyakit reumatik.
Banyak obat yang bisa merangsang produksi ANA, seperti prokainamid
(Procan SR), antihipertensi (hidralazin), dilantin, antibiotik (penisilin, streptomisin,
tetrasiklin), metildopa, anti-TB (asam p-aminosalisilat, isoniazid), diuretik
(asetazolamid, tiazid), kontrasepsi oral, trimetadion, fenitoin. ANA yang dipicu oleh
obat-obatan disebut sebagai drug-induced ANA.
Prosedur
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menguji ANA. Salah satu
metode yang dipakai adalah imunofluorensensi tak langsung yang dinamakan
Fluorescent Antinuclear Antibodi Test atau FANA. Prosedur ini dapat
mengidentifikasi autoantibodi terhadap DNA, histon, atau antigen nuklear yang dapat
larut. Antibodi yang dilekati zat fluorenscen diamati di bawah mikroskop dan
menentukan pola dan intensitas fluoresensinya. Pada uji ini, serum diinkubasi pada
suatu slide berisi sel epitel manusia monolayer (Hep-2 cell line). Jika terdapat
antibodi, ia mengikat inti sel. Ikatan antibodi dideteksi dengan menambahkan anti-
human IgG fluorescent. Sel yang positif menunjukkan fluoresensi hijau terang dengan
pola pewarnaan yang berbeda. Sampel awalnya diuji pada pengenceran 1:160. Sampel
yang positif kemudian diencerkan dan pola fluoresensi dan titer dilaporkan. Titer
adalah pengenceran tertinggi dari serum yang masih menunjukkan pewarnaan
imunofluoresensi inti.
Ada empat pola pewarnaan fluorescen mikroskopik dalam nukleus sel yang
umumnya digunakan, yaitu homogen, berbintik, nukleolar, dan sentromer, yang
menunjukkan distribusi karakteristik. Pola homogen ditunjukkan dengan pewarnaan
yang seragam di seluruh nukleus, pola ini disebabkan oleh antibodi melawan DNA
atau histon, atau kombinasi keduanya. Pola homogen diyakini menunjukkan SLE atau
induksi obat SLE.
Pola berbintik atau berbercak adalah pola pewarnaan yang terletak pada
nukleus, tetapi terdiri dari globul-globul interseksi kecil. Pola ini disebabkan karena
antibodi melawan antigen selain DNA dan histon. Antigen-antigen ini disebut soluble
atau extractable nuclear antigen (ENA), yang mencakup Sm (awalnya sesuai dengan
nama pasien Smith yang menderita SLE) dan RNP (ribonukleoprotein). Titer tinggi
antibodi anti-Sm mendukung SLE, sedangkan antibodi anti-RNP mendukung
penyakit jaringan ikat campuran (MTCD) serta SLE, sindrom Sjörgen dan beberapa
gangguan reumatik lain. Varian lain dari pola berbercak adalah antibodi melawan
antigen nuklear sel yang berproliferasi (PCNA). Antibodi PCNA sangat spesifik untuk
SLE, tetapi hanya sekitar 3% pasien SLE memiliki antibodi PCNA.
Selain bereaksi dengan antigen nukleolar, autoantibodi yang khas untuk PSS
juga bereaksi dengan sentromer dari tiap kromosom. Pola sentromer terdiri dari titik-
titik positif kecil multipel yang tersebar merat di seluruh nukleus sel interfase, tetapi
segaris dengan kromosom pada sel metafase. Pola sentromer spesifik untuk sindrom
CREST.
Sampel untuk pengujian ANA adalah serum. Kumpulkan 3-5 ml darah vena
dalam tabung bertutup merah. Lakukan pemusingan dan pisahkan serumnya. Hindari
terjadinya hemolisis. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman sebelum
dilakukan sampling. Catat obat yang dikonsumsi pasien yang dapat mempengaruhi
hasil laboratorium.
Nilai Rujukan