Kajian Numerik Transport Polutan Pada Akuifer Jenuh: Numerical Study of Pollutant Transport in Saturated Aquifer

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

KAJIAN NUMERIK TRANSPORT POLUTAN PADA AKUIFER

JENUH

NUMERICAL STUDY OF POLLUTANT TRANSPORT IN


SATURATED AQUIFER
Mohammad Rosidi1
Program Magister Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesa Nomor 10 Bandung 40132
E-mail: 1rosidi@students.itb.ac.id | Nim: 25317301

Abstrak: Tranport dan tranformasi polutan merupakan sebuah kajian penting dalam nidang
lingkungan. Pada prinsipnya transport polutan terjadi akibat proses adveksi dan dispersi
hidrodinamik. Pada jenis polutan non-konservatif pada umunya proses transport akan disertai proses
transformasi. Salah satu proses transformasi yang mungkin terjadi pada polutan non-konservatif
adalah proses peluruhan radioaktif. Pada penelitian ini akan dilakukan studi numerik untuk
mempelajari fenomena transport dan transformasi polutan konservatif dan non-konservatif dalam
akuifer jenuh secara dua dimensi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah FTCS (finite
in time center in space) yang merupakan pengembangan dari metode beda hingga. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh hasil bahwa transport polutan non-konservatif pada saat waktu yang sama akan
memiliki konsentrasi polutan pada puncak konsentrasi yang berbeda dengan polutan konservatif. Hal
ini disebabkan karena pada polutan non-konservatif tidak hanya mengalami transport akibat proses
adveksi dan disperse hidrodinamik namun juga mengalami proses transformasi (peluruhan
radioaktif).

Kata kunci: adveksi, dispersi hidrodinamik, konservatif, non-konservatif, peluruhan radioaktif

Abstract: Tranport and pollutant transformation is an important study in the environmental field.
Basically pollutant transport occurs due to the advection process and hydrodynamic dispersion. In
the non-conservative pollutant species in general the transport process will be accompanied by a
transformation process. One possible transformation process in non-conservative pollutants is the
process of radioactive decay. In this study a numerical study will be conducted to study the
phenomenon of transport and transformation of conservative and non-conservative pollutants in two-
dimensional saturated aquifers. The method used in this research is FTCS (finite in time center in
space) which is the development of finite difference method. Based on the results obtained that the
transport of non-conservative pollutants at the same time will have concentrations of pollutants at
different peak of the concentration with conservative pollutants. This is because non-conservative
pollutants are not only transported by advection and hydrodynamic dispersions but also undergo a
transformation process (radioactive decay).

Keywords: advection, hydrodynamic dispersion, conservative, non-conservative, radioactive decay

1. PENDAHULUAN
Transport polutan merupakan kajian penting dalam bidang lingkungan. Hal
ini disebabkan karena melalui kajian ini dapat ditentukan perilaku sebaran polutan
di lingkungan khusunya air tanah. Transport polutan terjadi melalui dua proses yaitu
adveksi dan disperse hidrodinamik (Haryanto, 2008).
Transport melalui proses adveksi terjadi akaibat aliran air dalam air tanah
dimana polutan akan cenderung berpindah mengikuti arah aliran. Dalam proses
disperse hidrodinamik, polutan berpindah akibat terjadinya proses difusi akibat
terjadinya perbedaan konsentrasi serta meknisme dispersi (Hemond dan Fechner-

1
Levy,1994). Dispersi hidrodinamik terjadi akibat adanya ketidak teraturan aliran air
dalam pori tanah (Notodarmojo, 2005).
Pada lingkungan masalah transport polutan umunnya dibatasi oleh jenis
polutan yang diamati. Polutan di lingkungan terbagi atas polutan konservatif dan
polutan non-konservatif. Polutan non konservatif merupakan jenis polutan yang
mengalami transformasi dalam lingkunga akibat terjadinya reaksi sehingga akan
menurunkan konsentrasi pollutan pada lingkungan. Jenis polutan non-konservatif
tersebut akan mengakibatkan terjadinya efek seolah-oleh terjadi hambatan
pergerakan kontaminan yang disebut sebagai efek retardasi (Supriyono,2000).
Pada penelitian ini dilakukan kajian terkait efek jenis polutan terhadap
transport polutan dalam air tanah secara 2 dimensi. Jenis polutan yang akan dikaji
adalah polutan konservatif dan non-konservatif, dimana pada polutan non-
konservatif hanya melibatkan reaksi peluruhan radioaktif.

2. METODOLOGI
2.1 Formulasi Persamaan Matematis
Transport polutan secara 2 dimensi tejadi akibat terjadinya beda komponen
aliran baik secara sumbu x dan sumbu y. komponen aliran terkait yang dikaji dalam
proses adveksi difusi adalah kecepatan aliran dan koefisien disperse hidrodinamik.
Persamaan matematis transport polutan konservatif dan non-konservatif disajikan
masing-masing pada persamaan 1 dan 2 (Notodarmojo,2005).
Polutan konservatif:
𝜕𝐶 𝜕2 𝐶 𝜕2 𝐶 𝜕𝐶 𝜕𝐶
= 𝐷𝑥𝑥 𝜕𝑥 2 + 𝐷𝑦𝑦 𝜕𝑦 2 − 𝑣𝑥 𝜕𝑥 − 𝑣𝑦 𝜕𝑦 (1)
𝜕𝑡
Polutan non-konservatif:
𝜕𝐶 𝜕2 𝐶 𝜕2 𝐶 𝜕𝐶 𝜕𝐶
= 𝐷𝑥𝑥 𝜕𝑥 2 + 𝐷𝑦𝑦 𝜕𝑦 2 − 𝑣𝑥 𝜕𝑥 − 𝑣𝑦 𝜕𝑦 − 𝜆𝐶 (2)
𝜕𝑡
Dimana Dxx, Dyy, dan Dxy merupakan koefisien disperse hidrodinamik, vx dan
vy merupakan kecepatan aliran. 𝜆 adalah koefisien peluruhan radioaktif. Nilai
masing-masing koefisein tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai Koefisien Adveksi-Difusi
Parameter Unit Nilai
Dxx m2/hari 0.10068
2
Dyy m /hari 0.10152
vx m/hari 0.100008
vy m/hari 0.009952
𝜆 /hari 6.94
Sumber: Laksminarayana dan Nayak, 1990

2.2 Penyelesaian Numerik


Persamaan 1 dan persamaan 2 dapat diselesaikan menggunakan metode
FTCS (finite in time center in space) yang merupakan pengembangan dari metode
beda hingga. Pada metode FTCS diferensial fungsi konsentrasi terhadap waktu
diselesaikan menggunakan metode forward difference, sedangkan terhadap fungsi
jarak (sumbu x dan y) diselesaikan menggunakan metode central difference.
Bentuk penyelesaian persamaan 1 dan 2 disajikan pada persamaan 3 sampai
dengan persamaan 9 (Notodarmojo, 2005).

2
Pada saat t:
𝜕𝐶 𝐶 𝑘+1 −𝐶 𝑘
= 𝑖,𝑗 𝑘 𝑖,𝑗 (3)
𝜕𝑡
Pada Sumbu x:
𝑘 𝑘 𝑘
𝜕2 𝐶 𝐶𝑖+1,𝑗 −2𝐶𝑖,𝑗 +𝐶𝑖−1,𝑗
= (4)
𝜕𝑥 2 ℎ2
𝑘 𝑘
𝜕𝐶 𝐶𝑖+1,𝑗 −𝐶𝑖−1,𝑗
= (5)
𝜕𝑥 2ℎ
Pada Sumbu y:
𝑘 𝑘 𝑘
𝜕2 𝐶 𝐶𝑖,𝑗+1 −2𝐶𝑖,𝑗 +𝐶𝑖,𝑗−1
= (6)
𝜕𝑦 2 ℎ2
𝑘 𝑘
𝜕𝐶 𝐶𝑖,𝑗+1 −𝐶𝑖,𝑗−1
= (7)
𝜕𝑦 2ℎ
Untuk perluruhan radioaktif:
𝑘
𝜆𝐶 = 𝜆𝐶𝑖,𝑗 (8)
Dimana i (1,2,3…) merupakan langkah pada sumbu x. j (1,2,3…) merupakanlangkah
pada sumbu y. k(1,2,3…) merupakan langkah terhadap waktu. k merupakan time
step yang menunjukkan perubahan terhadap waktu. h merupakan space step yang
menunjukkan perubahan pada sumbu x dan sumbu y (dx=dy).
Persamaan 3 sampai persamaan 8 selanjutnya disatukan berdasarkan
persamaan 2 sehingga menjadi persamaan 10.
𝑘+1 𝑘 𝑘 𝑘 𝑘 𝑘 𝑘 𝑘
𝐶𝑖,𝑗 −𝐶𝑖,𝑗 𝐶𝑖+1,𝑗 −2𝐶𝑖,𝑗 +𝐶𝑖−1,𝑗 𝐶𝑖,𝑗+1 −2𝐶𝑖,𝑗 +𝐶𝑖,𝑗−1
= 𝐷𝑥𝑥 + 𝐷𝑦𝑦 +⋯
𝑘 ℎ2 ℎ2

𝐶𝑘 −𝐶 𝑘 𝑘 𝐶𝑘 −𝐶 𝑘
−𝑣𝑥 𝑖+1,𝑗2ℎ 𝑖−1,𝑗 − 𝑣𝑦 𝑖,𝑗+12ℎ 𝑖,𝑗−1 − 𝜆𝐶𝑖,𝑗 (9)
Persamaan 9 selanjutnya dapat disusun menjadi persamaan 10.
𝑘+1 𝐷𝑥𝑥 𝑘 𝐷𝑦𝑦 𝑘 𝑘 𝐷𝑥𝑥 𝑘
1𝑣 𝑘 𝑘 𝐷 𝑘 1𝑣 𝑘 𝑘
𝐶𝑖,𝑗 = (1 − 2 −2 ) 𝐶𝑖,𝑗 +( − 2 𝑥ℎ ) 𝐶𝑖+1,𝑗 + ( ℎ𝑥𝑥2 + 2 𝑥ℎ ) 𝐶𝑖−1,𝑗 +..
ℎ2 ℎ2 ℎ2
𝐷𝑦𝑦 𝑘 𝑘 1 𝑣𝑦 𝑘 𝐷𝑦𝑦 𝑘 𝑣
1 𝑦 𝑘 𝑘 𝑘
( ℎ2 − 2 ℎ ) 𝐶𝑖,𝑗+1 + ( ℎ2 + 2 ℎ ) 𝐶𝑖,𝑗−1 + +(1 − 𝜆𝑘)𝐶𝑖,𝑗 (10)
Untuk menerapkan persamaan 10, diperlukan pembentukan batas sistem
yangbakan dibahas pada subbab 2.3. Pada penetapan batas sistem diperlukan
pembentukan grid yang mewakili nilai i,j dan k. adapun prosedur iterasi persamaan
10 digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Prosedur Iterasi

2.3 Penetapan Batas Sistem dan Stabilitas Model

3
Penetapan batas sistem merupakan sesuatu yang penting dalam memodelkan
suatu proses transport. Hal ini diperlukan untuk memeperoleh batas model yang akan
diterapkan pada penyelesaian persamaan. Adapaun batas sistem disajikan pada
persamaan 11 sampai dengan persamaan 13. Batas sistem yang digambarkan melalui
persamaan 11 sampai dengan persamaan 13 disajikan pada Gambar 2.

C(5,5,0) = 10 mg/l (11)


X[0,10]; Y[0,10] dan t[0,10] (12)
C=0 mg/l untuk 0≤(x,y)<5 dan 5≤(x,y)≤10 (13)

C(5,5,0)=10 mg/l

∆y

∆x

Gambar 2 Diskretasi Batas Sistem


X
Metode FTCS merupakan metode yang memerlukan uji kestabilan agar hasil
yang diperoleh sesuai dan akurat. Model transport polutan yang tidak stabil umumnya
akan menunjukkan adanya osilasi konsentrasi polutan pada sistem yang ditandai
terbentuknya nilai konsentrasi negatif secara bergantian. Persamaan 11 memerlukan
syarat kestabilan agar diperoleh model yang baik. Adapun syarat kestabilan model
pada persamaan 10 disajikan pada persamaan 14 sampai dengan persamaan 17:
𝐷𝑥𝑥 𝑘 𝐷𝑦𝑦 𝑘
1−2 −2 ≥0
ℎ2 ℎ2
𝐷𝑥𝑥 𝑘 𝐷𝑦𝑦 𝑘
+ ≤ 0.5 (14)
ℎ2 ℎ2
𝐷𝑥𝑥 𝑘 1 𝑣𝑥 𝑘
−2 ≥0
ℎ2 ℎ
𝑣𝑥 ℎ
≤2 (15)
𝐷𝑥𝑥
𝐷𝑦𝑦 𝑘 1 𝑣𝑦 𝑘
−2 ≥0
ℎ2 ℎ
𝑣𝑦 ℎ
≤2 (16)
𝐷𝑦𝑦
1 − 𝜆𝑘 ≥ 0
𝜆𝑘 ≤ 1 (17)

4
Start

Input Parameter:
Dxx,Dyy,y,vx,vy,

Input nilai dx,dy,dt

Membuat Grid
Tidak

Cek Kestabilan:
Kriteria Neumann,
bilangan Peclet, bilangan
Courant dan l k

Ya

Input data kondisi batas:


T min, tmax, xmin,xmax, y
min,ymax, Syarat batas, dan
Konsentrasi Polutan

Iterasi terhadap
ruang

Tidak

Xmax dan Ymax


tercapai ?

Ya Tidak

Iterasi Terhadap
waktu

Tmax tercapai ?

Ya

Plot Hasil

End

Gambar 3 Algoritma Metode FTCS

5
Persamaan 15 merupakan kriteria Neumann, sedangkan persamaan 15 dan 16
disebut sebagai kriteria Peclet (Notomiarjo, 2005). Selain kriteria pada persamaan
14,15 dan 16 terdapat kriteria lain yang disebut sebagai bilangan Courant yang
disajikan pada persamaan 18 dan 19.
𝐶𝑜𝑥 = |𝑣𝑥 ℎ/𝑘| ≤ 1 (18)
𝐶𝑜𝑦 = |𝑣𝑦 ℎ/𝑘| ≤ 1 (19)
Setelah batasan sistem dan kriteria kestabilan diketahui maka dilakukan
running persamaan 10. Algoritma penyelesaian persamaan 10 disajikan pada
Gambar 3. Pada Gambar 3 dijelaskan tahapan penyelesaian persamaan 10 dimulai
dari input parameter dan penentuan batas sistem sampai dengan proses iterasi ruang
(terhadap sumbu x dan y) serta terhadap waktu. Bagian terpenting untuk memperoleh
hasil yang baik dari model adalah model tersebut haruslah stabil sehingga kriteria
kestabilan diperlukan agar nilai perhitungan yang diperoleh dapat stabil dan sesuai.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Transport polutan akibat proses adveksi-difusi akan mengakibatkan profil
konsentrasi aliran akan berbentuk seperti lonceng. Hal ini disebabkan karena adanya
efek transfer polutan ke segala arah akibat proses dispersi hidrodinamik. Sedangkan
efek adveksi akan mengakibatkan perpindahan pusat massa (puncak konsentrasi)
mengikuti arah aliran. Pada penelitian ini dilakukan proses analisa transport polutan
dengan polutan yang diinjeksikan secara pulsa untuk melihat perubahan konsentrasi
polutan sepanjang aliran air tanah.
Pada hasil perhitungan diperoleh nilai h dan k sebesar 0,1 dan 0,01. Pada nilai
tersebut hasil perhitungan menunjukkan hasil yang stabil. Hal ini disebabkan karena
kriteria kestabilan pada persamaan 14 sampai dengan persamaan 17 telah terpenuhi.
Pada polutan konservatif polutan dalam air tanah, proses transport hanya
dipengaruhi oleh proses adveksi-difusi. Proses transport polutan konservatif
ditunjukkan pada Gambar 3.
Pada Gambar 3 ditunjukkan profil konsentrasi pusat massa menurun seiring
bertambahnya waktu dimana pada saat t = 0 hari konsentrasi polutan adalah 20 mg/l
menjadi 0,014 mg/l setelah t = 10 hari. Posisi puncak konsentrasi cenderung bergerak
mengikuti aliran air dimana pada saat t = 0 hari posisi puncak konsentrasi berada
pada x=5 km dan y=5 km, sedangkan pada saat t = 10 hari posisi polutan berada pada
x= 5,8 km dan y=5.8 km. Hal ini terjadi akibat adanya aliran air terhadap sumbu x
dan sumbu y tanah yang mengakibatkan posisi polutan cenderung berpindah
mengikuti arah aliran.
Sebaran polutan pada Gambar 3 cenderung membentuk pola sebaran
kesegala arah dengan sebaran yang cenderung elips. Hal ini disebabkan karena
adanya beda koefisien dispersi hidrodinamik pada aliran air tanah baik searah sumbu
x maupun y. Efek dispersi hidrodinamik akan mengakibatkan puncak konsentrasi
cenderung lebih landai dari sebelumnya.
Sebaran polutan non-konservatif akan dipengaruhi oleh sifat senyawa
tersebut dimana pada penelitian ini digunakan senyawa radioaktif. Senyawa
radioaktif cenderung akan mengalami reaksi peluruhan yang mengikuti reaksi orde-
satu. Sebaran polutan non-konservatif disajikan pada Gambar 4.

6
a) b)

c) d)

Gambar 3 Visualisasi transport polutan konservatif saat a) 0 hari, b) 3 hari, c) 7 hari, dan d)
10 hari

a) b)

c) d)

Gambar 4 Visualisasi transport polutan non-konservatif saat a) 0 hari, b) 3 hari, c) 7 hari, dan
d) 10 hari

7
Terdapat perbedaan antara hasil yang diperoleh untuk transport polutan
konservatif dan polutan non-konservatif. Pada transport polutan non-konservatif
yang ditunjukkan pada Gambar 4 konsentrasi akhir diperoleh sebesar 10-34 mg/l.
penurunan konsentrasi ini disebabkan akibat adanya proses peluruhan senyawa
polutan radiokatif dalam air tanah. Selain itu, sebaran polutan dan posisi akhir pusat
massa tidak mengalami perbedaan antara polutan konservatif dan non-konservatif.
Hal ini disebabkan karena peluruhan polutan radioaktif tidak memberikan pengaruh
retardasi yang signifikan terhadap proses transport polutan.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa jenih polutan
mempengaruhi proses transport polutan dalam air tanah. Polutan non-konservatif
akan mengalami penurunan konsentrasi yang lebih pada pusat massa sebaran polutan
akibat adanya proses peluruhan dibandingkan dengan polutan konservatif.

DAFTAR PUSTAKA
Haryanto, B. (2008). Pengaruh Pemilihan Kondisi Batas, Langkah Ruang, Langkah
Waktu dan Koefisien Difusi pada Model Difusi. Jurnal “APLIKA” 8 (1), Hal:
1-7.
Hemond, H.,F., E.J.F. Levy. (1994). Chemical Fate and Transport in The
Environment Volume 2. Academic Press. New York
Lakshminarayana, V., T.R. Nayan. (1990). Modelling Contaminant Transport in
Saturated Aquifers. Journal of Department of Civil Enggineering Indian
Institute of Technology.
Notodarmojo, S. (2005). Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Penerbit ITB. Bandung
Supriyono. (2000). Metode Beda Hingga pada Kajian Pemodelan Dispersi
Radioaktivitas ke Lingkungan Tanah. Prosiding Pertemuan dan Presentasi
Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir.

LAMPIRAN
__________________________________________________
% MODEL TRANSPORT POLUTAN KONTAMINAN KONSERVATIF %
clear all;
% Define the input parameters
Dxx = 0.10068; % sqm/hour
Dyy = 0.10152; % sqm/day
vx= 0.1; % m/day
vy= 0.01; % m/day
delx = 0.1; % in m
dely = delx; % in m
delt = 0.01; % in day
L = 10; % in m
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
x = 0:delx:L; % Spatial discretization of the domain
y = 0:dely:L; % Spatial discretization of the domain
t = 0:delt:10; % Time discretization of the domain
[mx nx]=size(x); % Size of x
[my ny]=size(y); % Size of y
[mt nt]=size(t); % Size of t
C = zeros(nx,ny,nt); % Initializing C

% Initial condition: Normally distributed concentration

8
for k=1:nt+1
C(51,51,1)=20 ;
end
% Main finite difference iteration
for k=1:nt
for i=2:nx-1
for j=2:ny-1
C(i,j,k+1)=C(i,j,k)+...
((Dxx*delt/delx^2)*(C(i+1,j,k)-2*C(i,j,k)+C(i-1,j,k))-
...
(vx*delt/(2*delx))*(C(i+1,j,k)-C(i-1,j,k))+...
(Dyy*delt/dely^2)*(C(i,j+1,k)-2*C(i,j,k)+C(i,j-1,k))-
...
(vy*delt/(2*dely))*(C(i,j+1,k)-C(i,j-1,k))+...
(2*Dxy*delt/(4*delx*dely))*(C(i+1,j+1,k)-C(i-1,j+1,k)-
C(i+1,j+1,k)+C(i-1,j-1,k)));
end
end
end

% Generating concentration distribution plot


nn=1;
for t=1:100:nt
figure(nn);
contourf(x,y,C(:,:,t),10);
xlabel('X');
ylabel('Y');
colorbar;
shading interp;
text(0,1,1.4,num2str(t*delt-delt));
text(-0.1,1,1.44,'t =');
grid on;
nn = nn+1;
end

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

______________________________________________________
% MODEL TRANSPORT POLUTAN KONTAMINAN NON KONSERVATIF %
clear all;
% Define the input parameters
Dxx = 0.10068; % sqm/hour
Dyy = 0.10152; % sqm/day
Dxy = 0.008376; % sqm/day
vx= 0.1; % m/day
vy= 0.01; % m/day
delx = 0.1; % in m
dely = delx; % in m
delt = 0.01; % in day
L = 10; % in m
lamda = 6.936; % day^-1
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
x = 0:delx:L; % Spatial discretization of the domain
y = 0:dely:L; % Spatial discretization of the domain
t = 0:delt:10; % Time discretization of the domain
[mx nx]=size(x); % Size of x
[my ny]=size(y); % Size of y
[mt nt]=size(t); % Size of t

9
C = zeros(nx,ny,nt); % Initializing C

% Initial condition: Normally distributed concentration


for k=1:nt+1
C(51,51,1)=20 ;
end
% Main finite difference iteration
for k=1:nt
for i=2:nx-1
for j=2:ny-1
C(i,j,k+1)=C(i,j,k)+...
((Dxx*delt/delx^2)*(C(i+1,j,k)-2*C(i,j,k)+C(i-1,j,k))-
...
(vx*delt/(2*delx))*(C(i+1,j,k)-C(i-1,j,k))+...
(Dyy*delt/dely^2)*(C(i,j+1,k)-2*C(i,j,k)+C(i,j-1,k))-
...
(vy*delt/(2*dely))*(C(i,j+1,k)-C(i,j-1,k))+...
(2*Dxy*delt/(4*delx*dely))*(C(i+1,j+1,k)-C(i-1,j+1,k)-
C(i+1,j+1,k)+C(i-1,j-1,k)))-(delt*lamda*C(i,j,k));
end
end
end

% Generating concentration distribution plot


nn=1;
for t=1:100:nt
figure(nn);
contourf(x,y,C(:,:,t),10);
xlabel('X');
ylabel('Y');
colorbar;
shading interp;
text(0,1,1.4,num2str(t*delt-delt));
text(-0.1,1,1.44,'t =');
grid on;
nn = nn+1;
end

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

10

You might also like