Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 28

14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi
menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut
dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa
subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum (Sherwood, 2011).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton, 2012).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung
dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan
cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus
meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru
berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti
(Kumar, 2013).
15

Gambar 3.1. Anatomi Paru (Kumar, 2013)

Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah (Sherwood, 2011)
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan alveolus paru.
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan
ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi
dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan
elastisitas jaringan paru. Adapun otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu
(Guyton, 2012),
1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus
16

Gambar 3.2. Otot-otot inspirasi dan ekspirasi (Price, 2012)

3.2 Fisiologi Paru


Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2012).
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida(Sherwood, 2011). Udara masuk ke paru-paru
melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang
bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di
gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara
terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana
darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia
17

bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan
kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat
mekanisme dasar, yaitu (Guyton, 2012).:
1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel
4. Pengaturan ventilasi.
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan
nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan
bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas
bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas
dalam dan volume udara bertambah (Guyton, 2012).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan
volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5
mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun
sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan
tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir
ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi
ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan
dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir
ke luar dari paru-paru (Guyton, 2012).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding
dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi (Price, 2013).
18

Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan
faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari
paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Sherwood,
2011).

Gambar 3.3. Respirasi eksternal dan seluler (Sherwood, 2011)


19

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru adalah (Guyton, 2012),


1. Usia
Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang
sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan terjadi
penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan
kapasitas paru.
2. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita,
karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar dibandingkan wanita.
Selain itu, aktivitas laki-laki lebih tinggi sehingga recoil dan compliance
paru sudah terlatih.
3. Tinggi badan dan berat badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi dan besar, fungsi ventilasi parunya
lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek.

3.3 Morfologi Bakteri Mycobacterium tuberculosis


Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan
panjang 1 – 4 μm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam
mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord
factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam
mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan
dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh
jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada diniding sel bakteri tersebut
adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan (PDPI, 2011).
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebebkan bakteri
M.tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap
upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol. Komponen
antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,
polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuberculosis dapat diidentifikasi
dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified
20

antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa


yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis
TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok
antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi
hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 α, protein MTP
40 dan lain lain(PDPI, 2011).
3.4 Definisi dan Klasifikasi TB
Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex (PDPI, 2011). Tuberkulosis paru adalah
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru)
(PDPI, 2011).
Definisi Pasien TB :
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan
contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes
diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat
tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:
Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis
tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk
diberikan pengobatan TB. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung
TB.
21

b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan


histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.
Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi
bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.
Pasien TB paru diklasifikasikan berdasarkan (PDPI, 2011) :
1. Berdasarkan letak anatomi penyakit
•Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru.
• TB ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru,
seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen traktus genitourinarius,
kulit, sendi, tulang dan selaput otak.
2. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
22

Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
• Infeksi sekunder
• Infeksi jamur
• TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
•Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik
ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
23

radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan


OAT yang adekuat akan lebih mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologik.
4. Status HIV Pasien
Pasien TB dengan HIV

Gambar 3.4. Klasifikasi TB Paru (PDPI, 2011)


Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama
saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
24

• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin
(R)secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu
dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes
cepat) atau metode fenotip (konvensional).
3.5 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB
pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%)diantaranya adalah pasien TB
dengan dugaan HIV positif. sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah
afrika. pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TB
dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia (Kementerian Kesehatan RI,
2014). Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB
didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk (DEPKES, 2007)
Prevalensi dan angka mortalitas TB pada pria lebih tinggi dibandingkan
wanita. diperkirakan terdapat 2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah
kematian karena TB mencapai 410.000 kasus termasuk diantaranya adalah
160.000 orang wanita dengan HIV positif ( Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomi (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa Sekitar 75%
pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50
tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan
tahunan rumah tangganya sekitar 20-30% (KEMENKES, 2014).
3.6 Etiologi dan Faktor risiko
25

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium tuberculosis). sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (DEPKES, 2011).
Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif. pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei), setiap kali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. umumnya penularan TB terjadi di dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembap (DEPKES,
2011).

Gambar 3.5 Faktor risiko infeksi TB


26

3.7 Patofisiologi
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan tampak peradangan di saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu proses sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana
terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
27

sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan


menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan
sembuh tetapi meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang
pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,tuberkuloma) atau meninggal.

Gambar 3.6 Patofisiologi TB (KEMENKES, 2014)


28

3.8 Gambaran Klinis


Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. Gejala
respiratorik, seperti batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri
dada. Gejala sistemik, seperti demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung
lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul, penurunan nafsu
makan dan berat badan serta perasaan tidak enak (malaise), lemah
3.9 Diagnosa
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya..
Gejala Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. Gejala
respiratorik, seperti batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri
dada. Gejala sistemik, seperti demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung
lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul, penurunan nafsu
makan dan berat badan serta perasaan tidak enak (malaise), lemah
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung
luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
29

auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”.
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan
cara:
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan
cara :
• Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
• Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other
than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan
beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji
nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta
melihat pigmen yang timbul
30

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
• Kalsifikasi atau fibrotik
• Kompleks ranke
• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
• Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh
paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti
proses penyakit. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
• Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4
atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas, Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan Penunjang
31

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya


waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang
dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai
standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada
yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai
sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb
tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun
luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah
dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu
alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke
dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi
spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti
penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi
dengan mudah.

c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)


32

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT
tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen
spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya
antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis
melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya
digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa
sebanyak 30 μl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan
berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15
menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada
membran. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,
para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibodi yang terdeteksi.
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis.
4. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan
33

Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan


trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi
paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain
diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH
=biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis
pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru
atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan
perkejuan
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan
untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan
sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita , yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali
atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama
pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi
positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung
reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang
analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ
34

yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila
menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).

Gambar 3.7 Alur Diagnosa TB (PDPI, 2011)


35

Gambar 3.8 Alur Diagnosa TB (PDPI, 2011)

3.10. Tatalaksana
Medikamentosa
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis
di Indonesia adalah :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S) /4-10HR
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,
Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu
pirazinamid dan etambutol.
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2
36

atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek
samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam
bentuk paket KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.


a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru
Tabel 1. OAT lini pertama
37

Tabel 2. Dosis OAT lini pertama bagi pasien dewasa

Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3


38

b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
Tabel 5. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel 6. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/


5H3R3E3
39

Tabel 7. OAT lini kedua

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami


efek samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami
efek samping yang merugikan atau berat. Guna mengetahui terjadinya efek
samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi klinis pasien selama masa
pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera diketahui dan ditatalaksana
secara tepat. Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan
sebaiknya tetap melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara
mengatasinya atau pengobatan tambahan untuk menghilangkan keluhannya.
Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan
sementara dan pasien dirujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan guna
penatalaksanaan lebih lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat
sebaiknya dirawat di rumah sakit
40

Tabel 9. Efek samping ringan OAT.

Tabel 10. Efek samping berat OAT

Non Medikamentosa
Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil akhir penyakit infeksi
termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi. Makanan sebaiknya
bersifat tinggi kalori dan protein. Secara umum, protein hewani lebih superior
dibandingkan protein nabati dalam meningkatkan imunitas. Selain itu zat-zat
mikronutrien seperti Zink, vitamin D, A, C dan zat besi diperlukan untuk
mempertahankan imunitas tubuh terutama imunitas seluler yang berperan penting
dalam melawan TB.
3.12 Komplikasi
41

Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan


atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa
komplikasi yang mungkin timbul adalah batuk darah, pneumotoraks, gagal nafas
dan gagal jantung.

You might also like