Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 9

2.1.

Konsep Ronde Keperawatan


Pelayanan keperawatan memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan
kualitas pelayanan sebuah rumah sakit yang excellent. Salah satu strategi yang
disarankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan
pelaksanaan program ronde keperawatan secara berkala dan sistematis (Studer
Group, 2007). Berikut akan dijelaskan konsep terkait ronde keperawatan.
2.1.1. Defenisi Ronde Keperawatan

Secara bahasa ronde keperawatan terdiri dari 2 kata yaitu ronde dan keperawatan.
Ronde berasal dari Bahasa Inggris yaitu “round” yang memiliki makna sama dengan
around. Sebagai kata keterangan, jika round digunakan untuk menjelaskan objek atau
tempat, memiliki makna bahwa tempat dan objek tersebut dikelilingi atau berada
disemua sisi. Sebagai preposisi, round memiliki makna melewati atau mengelilingi
orang demi orang dalam satu grup (Collins, 2013).
Keperawatan adalah diagnosis dan penanganan respon manusia terhadap masalah
kesehatan aktual maupun potensial (ANA, 2003). Dari pengertian diatas terdapat 2
komponen kunci dalam defenisi keperawatan yakni diagnosis dan respon manusia.
Diagnosis yang dimaksud adalah diagnosa yang menyangkut aspek yang berada
dalam lingkungan keperawatan, sedangkan respon manusia dilihat dari responnya
terhadap gangguan atau penyakit.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa defenisi ronde keperawatan
secara bahasa adalah suatu kegiatan mengelilingi orang demi orang dalam suatu grup
dengan tujuan untuk mendiagnosis dan menangani respon manusia terhadap masalah
kesehatan aktual maupun potensial.
Beberapa ahli mengungkapkan pengertian tentang ronde keperawatan. Meade et al.
(2006) menyatakan ronde keperawatan sebagai kesempatan untuk melibatkan pasien
dalam proses keperawatan, dan menunjukkan kepedulian perawatan terhadap
kesehatan dan kesembuhan pasien. Swansburg (2001) menyatakan bahwa ronde
keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi
pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan
pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan keperawatan
yang telah diterima pasien.

Ford (2010), mendefenisikan ronde keperawatan sebagai salah satu tehnik untuk
mengorganisasikan pelayanan keperawatan secara proaktif yang berfokus kepada
pasien. Tea, Ellison dan Fadian (2008) mendefenisikan ronde keperawatan
sebagai proses yang dilakukan perawat secara proaktif untuk memenuhi kebutuhan
pasien dengan mengunjungi pasien secara rutin keruangannya dan memeriksa hal-hal
yang spesifik dan melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien
secara konsisten.
Dari beberapa defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ronde keperawatan
merupakan suatu proses proaktif dimana perawat melakukan kunjungan kepada
pasien secara rutin untuk memenuhi kebutuhan pasien baik kebutuhan dasar maupun
kebutuhan untuk mendapatkan informasi tentang penyakitnya dan melibatkan pasien
dalam pengambilan keputusan terkait proses perawatannya.

2.1.2. Tujuan Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan merupakan hal yang penting dalam memberikan pasien


pelayanan yang berkualitas, ronde keperawatan yang bertujuan agar pasien
mendapatkan informasi mengenai penyakitnya, pemeriksaan lanjutan dan proses
keperawatan yang akan dijalaninya (Benniskova, 2007). Ronde keperawatan juga
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pasien secara rutin dan memastikan
keselamatan pasien (Shaner-McRae, 2007). Perkembangan Ronde Keperawatan

Ronde Keperawatan Tradisional (tahun 1950-1970 M)

Ronde keperawatan tradisional merupakan proses dimana 2 orang perawat


mengunjungi masing-masing pasien untuk memastikan tempat tidur pasien dalam
kondisi rapi, melakukan dan melakukan pijatan pada area yang mengalami tekanan
(Bates, 2011). Ronde keperawatan ini dilakukan secara rutin setiap hari oleh perawat
senior pada awal shift dan pada saat jam kunjungan dokter. Perawat berjalan
mengelilingi bangsal untuk memeriksa standar pelayanan dan kemajuan tindakan
perawatan. Perawat juga menjelaskan informasi terkait pemeriksaan dan tindakan
medis serta memberi kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk bertanya
tentang masalah kesehatannya.
Sebelum melakukan ronde, perawat menyiapkan menyiapkan trooley yang berisi
baskom air panas, sabun, handuk, sprei, bedak, zinc dan minyak jarak. Kemudian
dua orang perawat ditugaskan untuk mengunjungi masing-masing pasien untuk
memeriksa dan melakukan massage pada area tekan, merubah posisi dan
memberikan tindakan yang dapat meningkatkan kenyamanan pasien seperti
mengganti sarung bantal dan sprei pasien. Pada “Back Rounds” juga terjadi proses
pembelajaran antara perawat senior dengan perawat junior dan mahasiswa perawat
terkait aspek perawatan pasien. (Castledine, Grainger & Close, 2005).
2.1.3.2. Ronde Keperawatan Modren (setelah tahun 1970 M)
Menurut Close dan Castledine (2005) ada 4 tipe ronde keperawatan modern yaitu
matrons’ rounds, nurse management rounds, patient comfort rounds dan teaching
rounds.

Matrons’ rounds adalah proses dimana seorang perawat berkeliling ke ruangan-


ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai dengan jam rondenya. Memeriksa
standar pelayanan, kebersihan dan kerapihan serta menilai penampilan dan kemajuan
perawat dalam memberikan pelayanan pada pasien.
Nurse management rounds adalah ronde manajerial yang melihat pada rencana
pengobatan dan implementasi pada sekelompok pasien. Untuk melihat prioritas
tindakan yang dilakukan serta melibatkan pasien dan keluarga pada proses interaksi.
Pada ronde ini tidak terjadi proses pembelajaran antara perawat dan head nurse.
Patients comfort rounds adalah ronde yang berfokus pada kebutuhan utama yang
diperlukan pasien dirumah sakit. Fungsi perawat dalam ronde ini adalah memenuhi
semua kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde dilakukan pada malam hari, perawat
menyiapkan tempat tidur yang nyaman untuk pasien.
Teaching rounds dilakukan antara teacher nurse dengan perawat atau siswa perawat,
dimana terjadi proses pembelajaran. Teknik ronde ini biasa dilakukan untuk perawat
atau siswa perawat. Dengan pembelajaran langsung, perawat atau siswa dapat
langsung mengaplikasikan ilmu yang didapat langsung pada pasien.

2.1.4. Komponen Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan merupakan satu set tindakan yang diatur secara spesifik untuk
memenuhi kebutuhan dasar pasien. Umumnya tindakan ini dibagi kedalam 4
komponen dasar yaitu Pain, Personal needs, Positioning dan

Placement (Meade et al., 2006).

Pain. Perawat menanyakan “bagaimana nyeri anda?”. Setelah nyeri terindentifikasi


kemudian dilakukan beberapa tindakan untuk mengatasi nyeri seperti perubahan
posisi, guided imagery, latihan nafas dalam, pengalihan perhatian dan obat-obatan.
Hal lain terkait rasa nyaman juga dinilai seperti kebersihan oral dan pemenuhan
cairan.
Personal needs. Perawat menanya pasien “apakah anda ingin ke kamar mandi?”
waktu toileting diatur oleh perawat bersama dengan pasien dengan bantuan selama
dibutuhkan.
Positioning. Perawat mengecek posisi pasien dan bertanya “bagaimana caranya agara
anda lebih merasa nyaman?”. Jadwal reposisi diobservasi terumata terhadap pasien
yang tidak dapat melakukannya secara mandiri.
Placement. Perawat memverifikasi ketersediaan dan keterjangkauan dan bertanya
“apakah anda ingin kami memindahkan call light, telepon, meja dan perlengkapan
lainnya sehingga terjangkau oleh anda?”
2.1.5. Protokol Ronde Keperawatan

Berdasarkan komponen dasar dari ronde keperawatan diatas maka beberapa


penelitian telah berhasil menyusun protokol dalam pelaksanaan ronde keperawatan.
Meade et al. (2006) mengembangkan “The 4 Ps Rounding Protokol”. Protokol
tersebut terdiri dari 12 tindakan yang dimulai sejak perawat memasuki ruangan dan
menjelaskan kepada pasien bahwa perawat akan melakukan ronde keperawatan.
kemudian perawat akan melakukan pengkajian nyeri dan melakukan tindakan untuk
mengatasi nyeri baik tindakan keperawatan maupun tindakan medikasi. Setelah nyeri
teratasi perawat akan mengontrol obat-obatan pasien apakah sudah diberikan sesuai
jadwal. Lalu kemudian perawat menawarkan bantuan ke toilet dan membantunya jika
pasien membutuhkannya. Setelah itu perawat memberikan posisi yang nyaman bagi
pasien serta memastikan bahwa posisi pasien dapat menjangkau lampu panggil,
telepon, remote TV, switch lampu, meja, kotak tisu, air minum dan tong sampah.
Sebelum meninggalkan ruangan, perawat kembali menanyakan apakah ada hal lain
yang diinginkan oleh pasien dan memberitahu pasien bahwa akan ada ronde
selanjutnya akan dilaksanakan oleh perawat.
Penelitian Meade et al. (2006) kemudian diulangi kembali oleh beberapa peneliti
lainnya seperti Blakley, Kroth dan Gregson (2011); Olrich, Kalman dan Nigolian
(2012); Berg, Sailors, Reimer, O’Brien dan Ward-Smith (2011); Kessler, Claude-
Gutekunst, Donchez, Dries dan Snyder (2012) dengan menggunakan “The 4 Ps
Rounding Protokol” dalam penelitiannya. Namun Kessler et al. Dan Karla et al. tidak
menyertakan kebutuhan “Placement” berdasarkan asumsi bahwa perlengkapan yang
berada diluar jangkauan bukanlah merupakan fokus perawatan
Comfort Round Protokol dikembangkan oleh Gardner et al. (2009) yang
distandarisasi untuk semua pasien pada bangsal yang dilakukan penelitian. Pada
protokol ini ronde keperawatan dilaksanakan oleh asisten perawat yang sudah
menerima pelatihan dengan sertifikat 3 in Aged Care. Asisten perawat mengunjungi
pasien dan menanyakan apakah pasien membutuhkan bantuan ke toilet, control nyeri,
reposisi dan selimut. Kemudian asisten perawat akan meletakkan telefon, kotak
tissue, meja dan remote TV di tempat yang mudah dijangkau oleh pasien. Setelah itu
asisten perawat akan melakukan perawatan mulut jika dibutuhkan serta memenuhi
kebutuhan cairan pasien dengan memberinya minum. Sebelum meninggalkan pasien,
asisten perawat menanyakan apakah pasien membutuhkan hal lain yang dapat
membuatnya merasa nyaman.
2.1.6. Implikasi ronde keperawatan terhadap praktek keperawatan

Penerapan ronde keperawatan berimplikasi terhadap penurunan penggunaan call


light, penurunan angka pasien jatuh, penurunan angka luka tekan (decubitus),
peningkatan tingkat kepuasan pasien dan peningkatan tingkat kepuasan perawat.
Penggunaan call light. Penerapan ronde keperawatan berimplikasi terhadap
penurunan pada penggunaan call light memungkinkan perawat memiliki waktu lebih
banyak untuk melakukan asuhan keperawatan bukannya berjalan dari kamar ke
kamar memenuhi panggilan yang diberikan oleh pasien. Hasil penelitian Meade et al.
(2006), menemukan bahwa penggunaan lampu panggil yang paling tinggi adalah
dengan alasan yang dibuat-buat. Dengan pelaksaan ronde keperawatan maka
ditemukan penurunan penggunaan lampu panggil terutama penggunaan lampu
panggil tanpa alasan yang jelas dari pasien.
Pasien jatuh. mengalami penurunan pada institusi yang melaksanakan ronde
keperawatan. Saat perawat melakukan ronde terhadap pasien setiap jam dan
memenuhi kebutuhan dasarnya seperti toileting dan penempatan barang-barang
pribadi maka resiko jatuh akan berkurang. Meade et al. (2006), menemukan
penurunan angka pasien jatuh secara signifikan selama dilakukan ronde keperawatan.
Saleh et al. (2011), menemukan penurunan angka pasien jatuh secara drastis setelah
dilaksakan ronde keperawatan dari 25 kasus menjadi 4 kasus.

Luka tekan (decubitus). Ronde keperawatan memungkinkan reposisi secara regular


terhadap pasien sehingga angka decubitus pada pasien dapat diturunkan. Pada pasien
dengan kasus luka, reposisi secara regular juga berkonstribusi terhadap proses
healing. Saleh et al. (2011), menemukan penurunan angka luka decubitus setelah
dilaksanakan ronde keperawatan dari 2 insiden menjadi 1 insiden.

Kepuasan pasien. Kehadiran perawat secara rutin dan penggunaan protokol yang
spesifik dalam ronde keperawatan memungkinkan kebutuhan dasar pasien terpenuhi
sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien. Meade et al. (2006), menemukan
peningkatan kepuasan pasien selama pelaksanaan ronde keperawatan hingga
mencapai 91,9 dari 100 skala yang diberikan. Saleh et al. (2011), juga menemukan
peningkatan pasien setelah dilaksanakan ronde keperawatan mencapai 7,5 %.
Kepuasan perawat. Dengan ronde keperawatan pelayanan keperawatan menjadi
lebih efisien dan berkurangnya stress kerja perawat sehingga akan meningkatkan
kepuasan kerja dari perawat (Meade et al., 2006). Survey kepuasan kerja dilakukan
di Lehigh Valley Health Network yang berlokasi di Kota Betlehem Negara Bagian
Pennsylvania Amerika Serikat. Survey ini dilakukan pada tahun 2007, 2009 (sebelum
implementasi ronde keperawatan) dan tahun 2011 (setelah implementasi ronde
keperawatan). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kepuasan kerja
perawat dari 3.78 pada tahun 2007 dan 3.77 pada tahun 2009 menjadi 3.83 pada
tahun 2011. Selain itu angka kepuasan pasien ini lebih tinggi 0.18 poin dari angka
kepuasan perawat secara nasional. (Kessler et al., 2012).

2.2. Watson’s Theory of Transpersonal Caring

Teori ini dikembangkan oleh Jean Watson pada tahun 1979, dikenal juga dengan
istilah Theory of Human Caring. Teori ini terus dikembangkan dari tahun ke tahun,
namun pemikiran dasar dari teori ini tidak berubah yakni menekankan aspek
humanistik kedalam ilmu pengetahuan keperawatan.
Menurut Watson (1999), Transpersonal caring relationship berkarakteristikkan
hubungan khusus manusia yang tergantung pada moral perawat yang berkomitmen,
melindungi, dan meningkatkan martabat manusia seperti dirinya atau lebih tinggi
dari dirinya. Perawat merawat dengan kesadaran yang dikomunikasikan untuk
melestarikan dan menghargai spiritual, tidak memperlakukan seseorang sebagai
sebuah objek.
Teori utama yang dikembangkan mencakup Carative Factor, Transpersonal Caring
Relationship dan Caring Occation Moment. Terkait konteks penelitian maka peneliti
hanya akan membahas teori tentang Carative Factor yang mempunyai kaitan dengan
pelaksanaan ronde klinis keperawatan yakni carative factor yang ke 4 (membangun
helping-trust relationship), yang ke 8 (menciptakan lingkungan mental, fisik, sosial
budaya dan spiritual yang mendukung) dan yang ke 9 (membantu pemenuhan
kebutuhan pasien)
Membangun helping-trust relationship

Keperawatan sebagai ilmu yang didasari konsep caring harus


mempertimbangkan konsep pembangunan helping-trust relationship antara perawat
dan pasien. Pasien akan merasa bahwa perawat peduli terhadapnya jika perawat
tersebut memperhatikan kebutuhan dasarnya sebagai individu sehingga
menumbuhkan rasa percaya, keyakinan dan harapan terhadap pelayanan
keperawatan. Perawat yang mempunyai kompetensi dalam bersikap caring akan
mampu menghasilkan outcomes yang bernilai dalam pelayanan keperawatan. Dengan
demikian pasien yang mempunyai hubungan interpersonal yang baik dengan perawat
akan mengindikasikan tingginya kualitas pelayanan keperawatan. Agar dapat
membangun helping-trust relationship, perawat terlebih harus menanamkan sikap
tertentu yaitu congruence, empathy dan non-possesive Warmth
(Watson, 1979).
Congruence, didasarkan pada keinginan perawat ingin menjadi apa dan terlihat
seperti apa. Congruence melibatkan keterbukaan dalam perasaan dan sikap yang
diberikan saat interaksi. Congruence dapat juga disamakan dengan genuineness yang
berarti terasa nyata, jujur dan otentik. Dengan kata lain pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat akan terasa nyata, jujur dan otentik bagi pasien.
Emphaty, merupakan konsep yang penting dalam pembangunan helping-trust
relationship. Empathy mengacu pada kemampuan perawat untuk ikut mengalami
dunia dan perasaan orang lain, sehingga mampu berkomunikasi berdasarkan
pemahamannya tentang dunia atau perasaan orang lain tersebut. Kemampuan
perawat untuk berespon terhadap perasaan orang lain adalah dasar dalam emphaty.
Jika perawat mampu merasakan perasaan pasien maka pasien dan perawat akan akan
mempunyai hubungan emosional yang baik. Perawat yang emphaty akan mampu
mengenali dan menerima perasaan orang lain tanpa merasa tidak nyaman, takut,
marah atau konflik dalam dirinya sehingga perawat akan mampu untuk
berkomunikasi tentang perasaan pasien tanpa menganalisa atau menghakimi.

Non-possessive Warmth, merupakan kondisi interpersonal dalam helping-trust


relationship yang sejalan dengan congruence dan empthaty. Perawat yang efektif
akan memberikan pelayanan yang tidak mengancam, aman, terpercaya dengan
menunjukkan penerimaan, penghargaan positif dan keramahan yang tidak posesif.
Beberapa sikap non verbal yang dapat ditunjukkan perawat dalam mewujudkan non-
possesive warmth antara lain adalah dengan mempertahankan kontak mata selama
interaksi, menggunakan volume suara yang sesuai, terlihat nyaman dan santai,
bertatap muka dengan orang lain, menunjukkan sikap fostur tubuh yang terbuka,
mencondongkan tubuh ke arah lawan bicara dan memberikan ekspresi wajah yang
sesuai dengan kondisi emosionalnya.
Menciptakan lingkungan mental, fisik, social budaya dan spiritual yang mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap
kesehatan kondisi penyakit pasien. Adanya hubungan yang saling terkait antara
lingkungan internal dan eksternal sangat berpengaruh terhadap kondisi sehat dan
sakit dari manusia. Lingkungan internal berupa biologis dan fisiologis akan
mempengaruhi pola atau gaya hidup seseorang, selain itu gaya hidup eksternal
seseorang juga akan mempengaruhi keseimbangan (homeostatis) internalnya.
Lingkungan eksternal yang perlu diperhatikan perawat yang berhubungan dengan
stress antara lain : kenyamanan, privasi, keamanan dan lingkungan yang bersih dan
indah.

Comfort (Kenyamanan), merupakan variabel eksternal yang dapat dikendalikan oleh


perawat. Adanya stress pada pasien yang diakibatkan proses hospitalisasi dapat
diatasi dengan memberikan lingkungan yang nyaman sehingga berpengaruh terhadap
kesehatan fisik dan mental pasien. Perawat dapat melakukan berbagai cara atau
prosedur untuk memberikan dan meningkatkan kenyamanan pasien seperti
perawatan personal hygiene, kebersihan tempat tidur dan penempatan obat-obatan
yang rapi. Cara lain yang dapat dilakukan perawat untuk mendukung dan
meningkatkan kenyaman pasien antara lain: memindahkan peralatan yang berbahaya
bagi pasien; melakukan perubahan posisi; membuat tempat tidur yang nyaman;
menurunkan ketegangan otot dengan massage, memberikan prosedur teraupetik
seperti obat-obatan pengurang nyeri; mengidentifikasi implikasi dari penyakit pasien
dan meminimalkan implikasi dari penyakit tersebut; dan memodifikasi pelayanan
keperawatan kepada pasien.

Privacy (Privasi) adalah faktor utama yang perlu dipertimbangkan untuk dapat
meningkatkan lingkungan fisik, sosiokultural dan spiritual pasien. Privasi dapat
dinterpretasikan kedalam beberapa pengertian yaitu : hak pasien untuk tidak
mengikutsertakan orang lain terkait informasi tentang penyakitnya; kesadaran dan
penghargaan dari perawat bahwa setiap pasien memiliki hak yang sama untuk
mengambil keputusan bagi dirinya; faktor yang berpengaruh terhadap waktu, tempat,
masalah dan sejumlah informasi; dan upaya untuk menjauhkan pasien dari hal-hal
yang mempengaruhi kondisi fisik dan psikologisnya.
Safety (Keselamatan). Budaya keselamatan adalah fitur utama dari seorang perawat.
Safety merupakan tindakan yang dilakukan perawat untuk mendukung, melindungi
dan memperbaiki lingkungan yang dapat menyebabkan bahaya. Perawat harus
mampu mengkaji variabel yang berpengaruh terhadap keselamatan seperti usia,
kemampuan bergerak, pengaturan perabot, defisit sensori, disorientasi, restrain, kaki
palsu dan peralatan pendukung lainnya. Pengawasan mendasar terhadap keselamatan
antara lain control infeksi dengan mencuci tangan, perawatan kulit, teknik isolasi dan
teksik sterilisasi. Beberapa bahaya yang dapat terjadi selama proses hospitalisasi
pada anak antara lain pasien jatuh, luka bakar, terhirup benda asing, mainan yang
berbahaya, keracunan, dan kurangnya imunisasi.

Clean-esthetic surroundings (lingkungan yang bersih dan indah). Perawat harus


mempertimbangkan bahwa makna keindahan berbeda pada masing-masing orang,
namun keindahan dan kebersihan lingkungan selalu memberikan efek positif
terhadap peningkatan kesehatan seseorang, namun upaya untuk memenuhi
kebersihan dan keindahan lingkungan tersebut tetap memperhatikan privasi,
kenyamanan dan gaya hidup pasien.
Membantu pemenuhan kebutuhan pasien

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik,


psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yang paling
mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya. Nutrisi,
eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang paling rendah.
Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi, dan
aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi.

You might also like