Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 74

RESUME PERANCANGAN VESSEL

KELAS PERANCANGAN ALAT PROSES-01

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2018
DAFTAR ISI

Topik 1: Jenis Vessel Berdasarkan Fungsi ................................................................................ 3


Topik 2: Jenis Vessel Berdasarkan Ukuran/Volume ................................................................. 5
Topik 3: Jenis Vessel Berdasarkan Bentuk ................................................................................ 7
Topik 4: Jenis Vessel Berdasarkan Tekanan ............................................................................. 8
Topik 5: Kriteria Pemilihan Vessel untuk Penentuan D/H ...................................................... 11
Topik 6: Kriteria Penentuan Orientasi Vessel ......................................................................... 15
Topik 7: Kriteria Penentuan Lokasi Vessel ............................................................................. 16
Topik 8: Kriteria Pemilihan Jenis Bejana Terbuka atau Tertutup ........................................... 19
Topik 9: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Atas I (Cone, Flat) ...................................... 21
Topik 10: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Atas II (Sperical, Torisperical) ................. 23
Topik 11: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Bawah I (Cone, Flat)................................. 26
Topik 12: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Atas II (Sperical, Torisperical) ................. 27
Topik 13: Jenis Sambungan dan Efisiensi Sambungan ........................................................... 33
Topik 14: Kriteria Penentuan Corrosion Allowance ............................................................... 38
Topik 15: Perhitungan Tebal Shell Tekanan Luar ................................................................... 42
Topik 16: Perhitungan Tebal Shell Tekanan Dalam ................................................................ 49
Topik 17: Perhitungan Tebal Tutup ......................................................................................... 51
Topik 18: Pemilihan Bahan untuk Shell dan Tutup ................................................................. 62
Topik 19:Case Study Perhitungan Vessel ................................................................................ 70

ii
Topik 1: Jenis Vessel Berdasarkan Fungsi

Pressure Vessel
• Pressure vessel merupakan kontainer yang digunakan untuk menyimpan gas atau cairan
pada tekanan yang berbeda dari tekanan lingkungannya.
• Pressure vessel dibagi menjadi 3 berdasarkan fungsinya, yaitu: Process vessels, heat
exchangers, dan storage tanks.
• Faktor eksternal yang mempengaruhi desain vessel secara umum adalah finansial dan
kondisi lingkungan (faktor cuaca, space, dan kondisi tanah).
Process Vessels
1. Kolom Distilasi
Jenis kolom distilasi: Atmospheric distillation column, vacuum distillation column.
Kriteria desain kolom distilasi:

2. Tangki Pencampuran
Kriteria desain mixing tank:

3. Reaktor
Jenis reaktor: Batch, CSTR, PFR, PBR
Kriteria desain reaktor:

3
4. Kolom Absorpsi
Kriteria desain kolom absorpsi:

5. Kolom Ekstraksi
6. Separator dan Dryer

Heat Exchangers
• Heat exchanger berfungsi sebagai tempat pertukaran panas antara dua fluida.
• Contoh heat exchanger yang termasuk vessel: Shell and tube.
• Kriteria desain heat exchanger:

Storage Tanks
• Storage tank berfungsi untuk menyimpan bahan-bahan seperti air atau bahan baku kimia /
petroleum yang akan diproses lebih lanjut / digunakan sebagai bahan baku proses
selanjutnya.
• Jenis-jenis storage tank berdasarkan ukuran, bentuk, tekanan, orientasi, posisi, tutup atas /
bawah akan dibahas pada presentasi selanjutnya.
• Contoh storage tank: Fuel tanks, petroleum tanks, chemical storage tanks, waste storage
and containment tanks, liquefied gas tanks, dan settling tanks.
• Kriteria desain storage tank:

4
Topik 2: Jenis Vessel Berdasarkan Ukuran/Volume

Ukuran suatu vessel dapat ditentukan melalui rasio L/D, sehingga terdapat korelasi antara
volume vessel dengan rasio L/D. Hal ini sangat diperhitungkan dalam tahap main sizing suatu
bejana.
Secara umum, terdapat dua jenis vessel berdasarkan rasio L/D-nya.
1. Vessel dengan L/D kecil (Gemuk)

2. Vessel dengan L/D besar (Kurus)

Parameter yang Memengaruhi Nilai L/D


• Tekanan (P)
• Allowable Stress (S)
• Corrosion Allowance (C)
• Joint Efficiency (E)
𝑆𝐸
𝐹2 = 𝐶( − 0,6)
𝑃

5
Menentukan L/D Optimum dengan Grafik

• Menghitung nilai F2
• Menentukan rasio L/D dengan grafik
• Menghitung diameter
• Menghitung L berdasarkan diameter dan volume yang telah diketahui

6
Topik 3: Jenis Vessel Berdasarkan Bentuk

Kotak

Elips
Bentuk Bola
Vessel

Silinder

Silinder:

• Operating Pressure: 5-200 Psig


• SA/V Besar -> Ekonomis untuk kapasitas kecil
• Mudah difabrikasi
• Belum tentu membutuhkan support (bergantung tutup bawah)
• Contoh Penggunaan: Penyimpanan CNG
Bola:

• Operating Pressure: 150-400 Psig


• Kapasitas 1000 – 25000 barell
• SA/V Kecil -> Ekonomis untuk kapasitas besar
• Sulit difabrikasi
• Membutuhkan support dan platform
• Contoh Penggunaan: Penyimpanan LNG
Elips:

• Operating Pressure: 5-200 Psig


• SA/V Besar → Ekonomis untuk kapasitas kecil
• Mudah difabrikasi
Kotak

• Dapat dibuat dalam berbagai ukuran

• Dapat dibuat pada tekanan atmosfer atau dengan beberapa pertimbangan terkait tekanan
internal dan eksternal

7
• Dapat dibuat dari stainless steel, nickel alloys dan reactive metals

• Biaya lebih rendah dibanding vessel silinder.

• Ideal untuk memaksimalkan luas area yang tersedia dan memilki keuntungan untuk
mixing dan penanganan material.

• Dapat mendesain sistem disekitar storage tank, seperti pompa, alat ukur
pressure/temperature, dan alat pengangkutan dan pengisian

Topik 4: Jenis Vessel Berdasarkan Tekanan

Jenis Tekanan pada Bejana


▪ Internal → tekanan dalam vessel yang berasal dari fluida yang dikandung oleh bejana itu
sendiri, biasanya adalah bejana yang memiliki tekanan kerja lebih besar dari tekanan
atmosfer
▪ Eksternal → tekanan untuk bejana vacuum.
Desain cylindrical shells dibawah pengaruh tekanan dalam
▪ Persamaan untuk menentukan ketebalan dari vessel silinder bertekanan dalam (internal
pressure) menggunakan Persamaan “Lame” untuk thick-walled vessels :
pri pr0
t = =
fE − 0,6 p fE + 0,4 p
atau
fEt fEt
p= =
ri + 0,6t r0 − 0,4t
Dimana:
t = minimum required thickness dari shell tidak termasuk corrosion allowance, inchi.
p = design pressure, atau maximum allowable
working pressure, Psi.
E = welded joint efficiency (tabel 13.2).
ri = radius dalam dari shell, inchi.
r0 = radius luar dari shell, inchi.
f = alowable stress
Tekanan eksternal dibuat melalui 3 cara:
▪ Vakum dalam vessel dan tekanan atmosferik di luarnya
▪ Tekanan di luar vessel lebih besar dibandingkan tekanan atmosfer
▪ Kombinasi keduanya
Tangki bertekanan Eksternal
• Shell silinder dengan tekanan eksternal cenderung mengalami deformasi kedalam akibat
dari tekanan luar radial tersebut

8
• Desain dari vessel silinder oleh pengaruh tekanan luar didasarkan pada pertimbangan
stabilitas elastis dari shell
Tekanan Operasi
Perhitungan tekanan operasi vessel dibuat dengan menggunakan persamaan berikut :
 t 
Pallow = B 
 d0 
Dimana: p = allowable working pressure, Psi.
d0 = diameter luar shell, in.
t = minimum thickness dari shell, in.
B = faktor dari Gambar 8.8 untuk carbon steel (Yield strengt 24.000-30.000).
(untuk material lain → Apendix I)
Stiffening Rings

• Untuk mereduksi ketebalan vessel-shell


• Stiffening rings seharusnya memenuhi beberapa tempat secara sempurna di sekeliling
lingkaran dari vessel
• Stiffening rings diikat ke shell dengan continuous atau welding.
Beban yang Bekerja pada Pressure Vessel
• Tekanan Desain
• Beban mati bejana
• Beban angin
• Beban karena gempa
Tekanan desain
1. Temperature desain antara -20oF dan 650oF adalah 50oF diatas temperature operasi
2. Tekanan desain besarnya 10% atau 10-25 psi diatas tekanan operasi
3. Korosi yang diperbolehkan sebesar 0.35 in. untuk kondisi korosi, 0.15 in. untuk non-
corrosive stream, dan 0.06 in. untuk stream drums.

9
Beban Mati Bejana (Dead Load)
1. Bobot Kosong → Berat bejana tanpa insulasi luar, fireproofing, panel-panel operasi, atau
struktur luar dan perpipaan
2. Bobot Operasi → Berat bejana pada kondisi terpasang dan beroperasi penuh
3. Shop Test Deadload → Berat bejana yang hanya terdiri dari shell saja setelah proses
pengelasan selesai dan terisi dengan fluida tester
Beban Angin

Beban Karena Gempa

10
Topik 5: Kriteria Pemilihan Vessel untuk Penentuan D/H

1. Rasio H/D
Perbandingan antara lebar dan tinggi dari bejana, dimana menentukan ukuran dari bejana.
Rasio ini diperhitungkan dalam tahap main sizing suatu bejana. Dalam konteks pembahasan
desain bejana ini, meliputi desain bejana untuk :
A. Flash drum
B. Storage tank
C. Reaktor CSTR
D. Reaktor PFR
E. Mixing Tank
1.1. Flash Drum
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
a.) Laju alir fasa gas f.) Orientasi vessel
b.) Laju alir tetes cairan (settling velocity) Terdapat 2 jenis flash drum yang akan
c.) Kapasitas total dibahas, yakni untuk flash drum vertical dan
d.) Waktu hold up flash drum horizonta
e.) Waktu respons kendali
l.
1.1.1. Design Vertikal
Ukuran tinggi untuk vessel vertical perlu memperhitungkan hal-hal berikut :
• Tinggi untuk Low Liquid Level (LLL) (200 mm)
• Tinggi untuk High Liquid Level (HLL) (bergantung pada jenis service dimana vessel
dipakai)
• Jarak antara HLL dengan inlet nozzle (0.3D, dengan nilai minimal 0.3 m)
• Diameter dari inlet nozzle (bergantung pada aliran masuk dan alat input aliran yang
dipakai)

Gambar Rule of Thumb Diameter sesuai dengan Liquid level

11
Dalam desain bejana, perlu diketahui nilai hold up dari cairan didalam bejana. Hold up
adalah waktu yang dibutuhkan untuk seluruh fluida atau isi di dalam bejana seluruhnya
meninggalkan bejana, ketika tiba-tiba aliran masuk dihentikan. Nilai hold up yang
direkomendasikan bergantung pada service dari bejana, sebagai berikut

Service Nilai Hold-up yang Direkomendasikan

Feed untuk kolom 5 – 15 menit


distilasi, heater, reactor

Reflux Vessel 3 – 5 menit

Flare KO Drum 20 – 30 menit

Condensate Flash Drum 3 – 5 menit

Jarak antara inlet yang direkomendasikan dengan bagian fasa vessel mengikuti tabel
berikut
Kategori Jarak yang Direkomendasikan

Tanpa demister 0,7D (minimal 0,9 m)

Dengan demister 0,45D (minimal 0,9 m) + 0,1 m (demister) +


0,15D (minimal 0,15 m)

*) demister adalah sebuah alat yang berbentuk tabung silinder yang pada umumnya
berukuran 14.5 m3 yang didalamnya terdapat kisi-kisi baja yang berfungsi untuk
mengeliminasi butir – butir air yang terbawa oleh uap dari umpan.

Untuk menghitung diameter flash drum vertical didasarkan pada settling velocity dari
tetes cairan pada flash drum
1
𝑇𝑍𝑄𝑔 𝜌𝑔 𝐶𝐷 2
𝐷2 = 5,054 (| | )
𝑃 𝜌𝑙 − 𝜌𝑔 𝑑𝑚
1.1.2. Design Horizontal
Penentuan nilai L/D pada design horizontal, didasarkan pada tekanan operasi
sebagai berikut :

12
Tekanan Desain Flash Drum L/D yang Disarankan

0 < Pdesain < 17 barg 2,5

17 < Pdesain < 35 barg 3,0 – 4,0

Pdesain > 35 barg 4,0 – 6,0

Berikut ini tahapan dalam menghitung desain flash drum horizontal :


a. Mengasumsikan persen volume dari cairan dalam vessel , lalu memakai nilai L/D
untuk mencari nilai D
1
3
Vliq
D=( )
1 𝐿
π ( ) X
4 𝐷 liq
b. Menentukan nilai LLL dari vessel. Nilai tipikalnya adalah 0,2 m. Lalu, nilai luas
permukaan di bawah LLL dicari dengan rumus:
ALLL (ϕ − sin ϕ)
=
Atot 2π
HLLL 1 ϕ
= (1 − cos )
D 2 2
c. Menentukan nilai luas permukaan yang diisi oleh cairan, yaitu hold up dari vessel
ditambah dengan luas permukaan LLL sebelumnya
Vliq
Atot,liq = ALLL +
L
d. Menentukan nilai HLL dari vessel dengan cara yang sama dengan langkah 2 (mencari
LLL), dan menentukan luas permukaan yang berisi uap
e. Mencari nilai laju uap maksimum dengan rumus:
1
ρl − ρv 2
vmax = K t ( )
ρv
Dengan Kt untuk vessel horizontal sebesar 0,08 m/s
f. Menghitung laju uap aktual dari ruang uap yang berada di atas HLL, dan dibandingkan
dengan nilai laju uap maksimal.
g. Batasan: Nilai HLL tidak boleh melebihi 80% diameter, dengan nilai tinggi ruang uap
minimum 0,3 m (tanpa demister) dan/atau 0,6 m (dengan demister).
1.2. Reaktor CSTR
Dalam merancang bejana untuk reaktor CSTR, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi desain bejana untuk reaktor CSTR antara lain
:
a. Reaksi yang terjadi

13
b. Pola aliran
c. Jumlah impeller
Berikut ini beberapa aturan untuk besarnya L/D pada desain bejana untuk reaktor CSTR :
a. Untuk kasus normal, CSTR diperlukan satu impeller maka nilai L/D berada pada range 0.8
hingga 1
b. Untuk jarak tempuh resirkulasi menjadi panjang, maka nilai L/D lebih dari 1,5
c. Untuk impeelr lebih dari 2 guna membuat pola aliran yang baik (untuk kapasitas 10 kL),
maka nilai L/D lebih dari 2
Apabila dalam reaktor CSTR digunakan impeller aksial, maka jarak tempuh resirkulasi
menjadi panjang sehingga pencampuran menjadi lambat. Jika cairan di dalam reaktor CSTR
memiliki viskositas yang tinggi, maka akan terbentuk 2 pola aliran yang membuat pencampuran
lebih lambat. Reaktor dengan rasio L/D sebesar 2 atau lebih hanya digunakan apabila kapasitas
reaktor besar (dengan D lebih dari 4 m)
1.3. Reaktor PFR
Dalam merancang bejana untuk reaktor CSTR, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi desain bejana untuk reaktor CSTR antara lain :
a. Jumlah katalis
b. Pressure drop
c. Kemampuan fabrikasi
Dalam desain reaktor PFR, memiliki ciri-ciri umum nilai L/D lebih dari 10. Kondisi yang
diinginkan adalah tidak adanya gradient konsentrasi ke arah radial, sehingga diperlukan nilai
panjang yang jauh lebih besar daripada diameternya.
1.4. Storage Tank
Faktor-faktor yang mempengaruhi desain storage tank antara lain :
a. Lama penyimpanan
b. Tekanan dalam vessel
c. Banyak zat yang ditampung
d. Fasa zat yang disimpan
e. Efisiensi ruang
Berikut ini beberapa nilai L/D yang direkomendasikan :
a. Untuk tangki penyimpanan yang tinggi, rasio L/D lebih dari 1,5 hingga 2,5
b. Untuk tangki penyimpanan yang lebar, rasio L/D lebih dari 0,8 hingga 1
c. Untuk menampung cairan dalam kapasitas yang kecil atau menampung banyak fraksi gas, rasio
L/D lebih dari 1
d. Untuk tangki penyimpanan suatu zat dalam jualh yang sangat besar dalam waktu lama, rasio
L/D kurang dari 0,8
1.5. Mixing Tank
Faktor utama yang paling mempengaruhi adalah posisi dan jumlah impeller yang berkaitan
dengan ukuran tangka pengaduk untuk menghasilkan performa tangka yang optimal. Jenis mixing
tank paling umum adalah vertical cylindrical dan square atau rectangular tanks.

14
Berikut ini nilai L/D yang biasa digunakan pada desain mixing tank :
a. Untuk tangki ideal, nilai L/D sebesar 8
b. Untuk tangki cukup ideal, nilai L/D mendekati 1
c. Untuk tangki yang tidak memungkinkan pencampuran secara aksial yang tepat, nilai L/D
kurang dari 0,6
d. Untuk tangki yang harus ada 2 impeller, nilai L/D lebih dari 1,4
e. NIlai L/D lebih dari 2, maka perlu dievaluasi karena tangka yang kurus tidak cost-effective
f.

Topik 6: Kriteria Penentuan Orientasi Vessel

• Fungsi bejana
1. Sebagai bejana penyimpanan
Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan adalah
a. Lahan
Jika lahan yang tersedia sebagai tempat peletakkan bejana kecil maka lebih baik
digunakan bejana vertikal.
b. Biaya
Bejana vertikal membutuhkan biaya yang lebih besar untuk biaya support dan
pemeliharaan bejana tersebut. Sebaliknya bejana horizontal membutuhkan biaya
yang lebih sedikit karena pemasangan support dan pemeliharaan yang lebih mudah.

2. Sebagai bejana proses


Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan adalah
a. Fasa
o Jika rasio gas-oil (GOR) rendah maka digunakan bejana vertikal. Sedangkan
jika rasio gas-oil (GOR) tinggi maka digunakan bejana horizontal
o Jika digunakan untuk pemisahan dua fase, gas – cair maka digunakan bejana
vertikal. Sedangkan jika digunakan untuk pemisahan tiga fase, gas – cair – cair
maka digunakan bejana horizontal.
o Jika terdapat fasa solid pada proses, maka lebih baik digunakan bejana vertikal
b. Fungsi pemrosesan
Jika bejana digunakan sebagai heat exchanger maka digunakan bejana horizontal
untuk memperbesar luas permukaan kontak antarfluida. Jika bejana digunakan
sebagai mixer maka digunakan bejana vertikal untuk mempermudah pemasangan
pengaduk dan menghindari adanya dead zone.
3. Sebagai bejana transportasi
Jika digunakan sebagai bejana transportasi maka pasti digunakan bejana horizontal
untuk keamanan dan kemudahan

15
VERTICAL HORIZONTAL
• Bejana vertical cocok untuk • Bejana horizontal cocok untuk
pemisahan dua fase, gas – cair pemisahan tiga fase, gas – cair – cair
• Rasio gas-oil (GOR) rendah. • Rasio gas-oil (GOR) tinggi
• Permukaan luas area cairan tidak • Pada level cairan yang tinggi,
berubah seiring dengan naiknya entrainment akan lebih mudah terjadi
tinggi cairan (liquid level), sehingga • Sulit meng-handle padatan dan sulit
laju entrainment konstan dibersihkan
• Dapat meng-handle padatan dan • Mengatasi foaming lebih baik
mudah dibersihkan • Luas permukaan kontak lebih besar
• Luas permukaan kontak lebih kecil • Pengontrolan operasi lebih sulit
• Pengontrolan operasi lebih mudah: • Luas area yang dibutuhkan besar
o Lebih mudah untuk pemasangan • Konstruksi stabil
instrument level, alarm dan • Lebih ekonomis
sistem shutdown
o Ketinggian mempengaruhi tinggi
gauge
• Luas area yang dibutuhkan kecil
• Sangat dipengaruhi oleh kecepatan
angin
• Jauh dari keramaian manusia

Inclined Pressure Vessel


Digunakan inclined vessel jika diinginkan luas permukaan kontak antarfluida besar dengan lahan
yang kecil.
Kelebihan
1. Untuk ukuran bejana yang sama, lahan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan horizontal
pressure bejana
2. Memiliki efisiensi yang lebih baik dibandingkan separator vertical
3. Kebutuhan piping lebih sedikit dibandingkan separator vertical
4. Wetted perimeter area lebih besar dibandingkan vertical pressure bejana

Topik 7: Kriteria Penentuan Lokasi Vessel

16
Storage
Tank

UST AST

Permukaan Tangki
Tanah Menara

Klasifikasi Tangki Berdasarkan Posisi

A. Underground storage tank (UST)

• Merupakantangki dan berbagai perpipaan yang tersambung pada tangki yang setidaknya
10% volumenya berada di bawah tanah
• Dibandingkan tangki di atas tanah, UST lebih fleksibel dalam penempatan lokasi
• Dan karena di bawah tanah, lahan yang terpakai sangat sedikit
• Leaking Underground Storage Tank (LUST)
1. Saat UST mengalami kebocoran, spilling akan susah dikontrol
2. Tangki yang mengandung petroleum atau zat berbahaya akan mencemari tanah
3. Tanah yang tercemar akan mencemari air minum dari tanah
4. Oleh karena itu, EPA menetapkan beberapa ketentuan untuk UST

B. Aboveground storage tank (AST)

• Tangki penimbun yang terletak di atas permukaan tanah


• Tangki penimbun ini bisa berada dalam posisi horizontal dan dalam keadaan tegak
• Dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan cara perletakan di atas tanah, yaitu tangki di
permukaan tanah dan tangki menara
• Mudah dalam process controlling
• Lebih mudah dan murah untuk dikonstruksikan
• Dibutuhkan pekerja lebih banyak untuk melakukan maintenance (kaerna exposure ke
luar)

Kriteria Umum Antara di Permukaan Tanah dengan Tangki Menara


1. Bentuk bagian bawah tangka
• Apabila bagian bawah tangki adalah flat-bottom, tangki diletakan di permukaan tanah
dengan pondasi

17
• Apabila bagian bawah tangki tidak flat bottom, seperti conical, hemispherical,
torisperical, dsb, tangki diletakan dengan struktur atau menara tangka. Bentuk bagian
bawah tangki bergantung dengan fungsi desain bagian bawah tangki, seperti conical
digunakan untuk menampun endapan dalam tangki
2. Pemanfaatan gaya gravitasi
• Apabila proses memanfaatkan gaya gravitasi untuk mengalirkan fluida di dalam tangki,
menara tangki digunakan. Pertimbangan ini digunakan apabila aliran yang dibutuhkan
tidak perlu tinggi atau debit fluida yang rendah (agar mudah mengontrol aliran tersebut)

Kriteria Umum Pemilihan UST dan AST


1. Regulasi zona Apabila satu atau lebih
2. Lahan yang tersedia untuk kapasitas sekarang dan masa depan kriteria tidak terpenuhi,
maka UST digunakan
3. Estetika yang baik
4. Dapat memenuhi lindung lingkungan dan penampungan sekunder (secondary containment)
5. Kontrol bocor untuk menghindari ledakan api (spill containment)
6. Perlindungan perusakan manusia
7. Mudah untuk menyimpan dan men-transfer
8. Ekonomi
9. RVP (berdasarkan volatilitas fluida, jika sangat volatile lebih baik di bawah tanah seperti
gasoline pada SPBU)

18
Regulasi Pada Kriteria Pemilihan Posisi Tanki
A. Secondary Containment

• Saat tangki utama atau primer mengalami kegagalan, tangki sekunder akan menampung
kebocoran-nya
• EPA tidak menentukan bentuk tangki sekunder, hanya disebutkan bahwa tangki sekunder
harus mampu menampung seluruh volume tangki primer.
• Contoh:
1. Spill Pallets atau Decks
2. Sloped rooms
3. Parit

B. Spill Containment
• Tindakan untuk menghentikan kebocoran atau tumpah agar cairan dalam tangki tidak
mencemar lingkungan
• Makin sedikit luas kebocoran, makin sedikit yang dibersihkan
• Contoh:
1. Absorbent socks & booms
2. Non-absorbent dikes
3. Drainage

Topik 8: Kriteria Pemilihan Jenis Bejana Terbuka atau Tertutup

1. Dasar-Dasar Pemilihan Tangki Terbuka atau Tertutup


a. Fungsi Vessel : Storage Atau Alat Proses
b. Kondisi Fluida : Jenis Fasa Dan Tingkat Volatilitas
c. Kondisi Operasi : Tekanan Dan Temperatur
d. Lokasi : Tempat Terbuka Atau Tertutup

2. Jenis-Jenis Tangki Terbuka Dan Tertutup


a. Open Tank/Tangki terbuka
• Tangki terbuka biasanya digunakan sebagai surge tank diantara operasi, sebagai vats untuk
proses batch dimana material tercampur, sebagai setting tank, dekanter, reaktor, reservoir
dan lain-lain.
• Untuk larutan tidak terlalu encer
• Untuk menyimpan bahan yang tahan suhu tinggi (tidak mudah menguap)
• Tidak beracun.
• misal: tangki penyimpan laturan garam (brine), dan larutan lainnya yang harganya cukup
murah.
• Jenis tangki ini lebih murah dibanding dengan tangki tertutup.

19
b. Open top Floating roof

• Tangki atap terapung external (external floating roof tank ) adalah tangki baja silindris
dengan orientasi vertical yang memiliki atap yang terapung pada permukaan cairan di
dalam tangki. Atap yang terapung ini lansung terbuka ke atmosfer udara luar.
• External floating roof tank tidak memiliki atap permanen
• Tangki ini juga memiliki rim-seal untuk mencegah uap hasil evaporasi dari cairan yang di
simpan keluar dari dalam tangki.
• Jenis tangki ini biasa digunakan untuk menyimpan produk produk petroleum dalam jumlah
besar, misalnya minyak mentah (crude oil) dan kondensate dari sumur (well).

c. Tangki Tertutup
• Fluida yang ditampung pada tangki tertutup adalah berfase gas atau fasa cair yang mudah
menguap menjadi gas (memiliki volatilitas yang tinggi).
• Fluida yang bersifat toksik dan mudah terbakar.
• Tangki tertutup biasanya digunakan untuk menyimpan fluida pada tekanan lebih dari 15
psi, seperti tangki penyimpanan LPG dan CNG.
• Tanki ini juga digunakan sebagai penyimpanan khusus yang digunakan untuk menyimpan
liquid (H2, N2, O2, Ar, CO2 ) pada temperature yang sangat rendah (cryogenic) , dimana
untuk jenis tangki ini diperlukan isolasi dan dioperasikan pada tekanan rendah.

d. Internal (Covered) Floating Roof Tank

20
• Internal (covered) floating roof tank atau tanki atap mengapung internal adalah tipe tanki
yang memiliki atap tetap / permanen dengan atap mengapung di dalamnya.
• Atap permanen (fixed roof) di bagian atas memiliki ventilasi yang terbuka untuk
memungkinkan udara dan gas yang berada di ruang antara atap internal dan atap tetap lepas
ke udara luar.
• Atap permanen diperbolehkan untuk melepaskan gas keluar karena gas yang berada di
ruang uap tersebut dianggap berada di bawah ambang batas mudah terbakar.
• Segel dibuat di ruang rim-seal untuk mencegah gas hasil evaporasi keluar dari bagian
bawah atap yang mengapung.
• Ruang rim-seal adalah daerah di antara dinding shell tangki dan atap mengapung internal
(daerah yang terbentuk akibat perbedaan antara diameter shell tangki dan diameter atap
internal).
• Tangki jenis ini biasanya digunakan untuk menyimpan produk yang sangat mudah terbakar
seperti bensin

Topik 9: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Atas I (Cone, Flat)

Type of Pressure Vessel Head:

- Hemispherical
- Elliptical
- Torispherical (Flanged and Dished)

21
- Flat
- Conical
The type of head for pressure vessel determined by the functionality, not the costs. Common
consideration for selecting the head type is resistance of the design to system’s pressure.
1. Flat Plate Head
Flat heads have very limited use for pressure vessels more than 24 in. in diameter (small to
medium size). Because of their flat geometry, they offer far less resistance to pressure than
other head type of the same thickness. The usage of this type of head is economical for pressure
below 25 psig.

Required Thickness of Plate:


𝐶
𝑡 = 𝐷√
𝑆
Where
t = required thickness of flat plate
D = effective plate diameter
C = a constant, which depends on the edge support
S = maximum allowable stress (design stress)

If a large diameter flat head is necessary for code equipment, then stiffening the head with
structural I-beams is possible but requires sophisticated finite elemental analysis.

2. Conical Head
Conical heads can be used for storage tank for various type of fluids (Fuel oil, diesel, kerosene,
bitumen) with low vapour pressure (not volatile).

22
The disadvantages of conical head is having a vapor space that can lead to explosion.
Required Thickness of Cone:
𝑃𝑖 𝐷𝑐 1
𝑡= .
2𝑓𝐽 − 𝑃𝑖 𝑐𝑜𝑠 𝛼
Where
t = required thickness
Dc = diameter of the cone at the point
f = design stress (table 13.2 Sinnott)
J = joint factor
Pi = Internal Pressure

𝛼 = half the cone apex angle

Topik 10: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Atas II (Sperical, Torisperical)

Head adalah bagian tutup suatu bejana (vessel) yang penggunaannya disesuaikan dengan
tekanan operasi bejana. Pemilihan jenis tutup suatu bejana ini biasanya digunakan pada storage
dan pressure vessel. Berikut adalah jenis – jenis tutup bejana dengan kriteria pemilihan masing –
masing.

1. Torispherical
Ciri-ciri:
- Digunakan pada tangki vertikal kecil bertekanan rendah (maksimal 200 psig) dan
tangki horizontal kecil tak bertekanan
Karakteristik geometri:

23
- Inside head diameter D
- Crown radius L
- Knuckle radius r
- Head thickness t
Ukuran yang digunakan:
2
- L ≈ D, L ≈ 16 3 r, r = 0.06D: ASME Flanged and Dished Head standard dalam
industri vessel bertekanan
- L ≈ 0.8D and r = 0.1L
Kelebihan:
- Lebih mudah dibentuk dibandingkan hemispherical dan ellipsoidal
- Lebih ekonomis dibandingkan hemispherical dan ellipsoidal
Kekurangan:
- Lebih berat dibandingkan hemispherical (21%) dan ellipsoidal (13%)
Perhitungan: minimum thickness dan maximum pressure
2
- Jika L ≈ 16 3 r, maka
0.885𝑃𝐿
𝑡=
𝑆𝐸 − 0.1𝑃
𝑆𝐸𝑡
𝑃=
0.885𝐿 + 0.1𝑡
2
- Jika L ≠ 16 r, maka
3
𝑃𝐿𝑜 𝑀
𝑡=
2𝑆𝐸 − 0.2𝑃
2𝑆𝐸𝑡
𝑃=
𝐿𝑀 + 0.2𝑡
1 𝐿 0.5
𝑀 = [3 + ( ) ]
4 𝑟

Hemispherical head:
Bentuk yang paling ideal untuk sebuah
kepala wadah bertekanan karena tekanan
dalam wadah akan tersebar merata menuju
seluruh permukaan kepala. Jari – jari (R)
sama dengan jari – jari wadah silindris
(cylindrical).

24
Hemispherical head (kepala setengah lingkaran sempurna)
• Merupakan jenis yang paling kuat untuk menanhan tekanan, mampu menahan sekitar 2
kali atau lebih tekanan dibanding torispherical head dengan ketebalan yang sama.
• Paling mahal untuk dibuat (forming cost tinggi).
• Untuk aplikasi tekanan tinggi.
• Pressure ≈ 400 psi (very high pressure).
• Ketersediaan ruang: untuk vertical vessel dimana ruang tidak menjadi pembatas, dengan
kata lain membutuhkan ruang yang besar.
• Jarang digunakan untuk vessel dengan orientasi horisontal.
• Umumnya untuk sistem berfasa gas (penyimpanan LPG, CNG).
• Lebih ekonomis bila digunakan untuk vessel bervolume besar.
Berdasarkan standar Megyesy, maka untuk perhitungan ketebalan lapisan plat
hemispherical head adalah sebagai berikut:
𝑃𝑅
𝑡= + 𝐶𝐴
2𝑆𝐸 − 0,2𝑃
Dimana:
• P = tekanan operasi
• R = jari-jari luar = D/2
• S = stress value of material
• E = joint efficiency
• t = tebal plat
• CA = corrosion allowable
Persamaan di atas tidak dapat digunakan ketika ketebalan head yang dibutuhkan yang
dihasilkan dari formula tersebut melebihi 35,6 % dari jari – jari dalam (inside radius). Bila
hasil perhitungan di atas melebihi 35,6 %, kita gunakan formula berikut:
1
𝑡 = 𝐿 (𝑌 3 − 1)
Dimana
2(𝑆 + 𝑃)
𝑌=
2𝑆 − 𝑃
Dimana:
t = Ketebalan head minimum (in).
25
P = Tekanan kerja maksimal yang masih diperbolehkan (psi).
L = Radius to which the head was formed (in).
S = Gaya maksimal yang diperbolehkan diterima oleh bahan vessel (psi).

Topik 11: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Bawah I (Cone, Flat)

Vessel → tempat untuk menampung material selama proses


berlangsung
O Autoclave : Untuk bahan Klasifikasi Vessel :
bertekanan tinggi edngan
Klasifikasi vessel menurut geometrinya:
pengadukan
dan sumber panas 1. Tanki terbuka
O Kolom distilasi : Untuk sistem 2. Tangki Tertutup:
tekanan uap dan liquid yang
➢ Tanki silinder vertical dengan dasar
berkontak
rata
O Heat Exchanger : Perpindahan
➢ Silinder vertical dan vessel
panas dalam proses
horizontal dengan ujung (dasar) yang
O Evaporator : Bahan yang berbentuk.
akan dihilangkan kadar airnya
➢ Vessel spherical dan modifikasinya.
Pemilihan Jenis Vessel :
General Vessel Bottom Design :
O Sesuai dengan fungsi yang
O Cone
diinginkan
O Flat
O Stress yang mempengaruhi
O Spherical
O Kestabilan elastis
O Torispherical
O Biaya
Criteria Flat Bottomed Vessel
O Material yang digunakan
O Merupakan Desain Paling Ekonomis
O Waktu penggunaan
O Berdiri tanpa Perantara
O Sifat fluida di dalamnya
O Memiliki Ventilasi
O Kondisi operasi (temperatur,
tekanan) O Beroperasi pada Tekanan ATM
O Volume vessel yang dibutuhkan O Menggunakan tekanan atmosfer
(kalau head kerucut)
O Lokasi

26
O Jika atap bentuk kubah, tekanan 2,5 C = konstanta dari appendix
sampai 15 lb)
c= faktor koreksi
Persamaan Brownell and Young :

Conical Vessel Bottom


O Kegunaan : Separasi, mixing dan
proses lain yang perlu
Keterangan : mengosongkan tangki 100%
th = tebal head, in O Sudut kemiringan : 30,45,60, dll
d = diamter dalam shell, in O Peletakan : Memerlukan support
P = tekanan perancangan, psi Tinggi Kolom
f= stress yang diizinkan , psi

Topik 12: Kriteria Pemilihan Jenis Tutup Bagian Atas II (Sperical, Torisperical)

Karateristik tutup bawah tipe Torisperikal

• Terdiri dari 2 buah radius, yaitu crown radius dan kuckle radius.
• Sering digunakan sebagai penutup bejana silindris.
• Bentuknya mendekati bentuk lonjong dan mudah untuk dibuat. Sehingga lebih ekonomis
• Banyak digunakan pada pabrik yang menggunakan bejana bertekanan (pressure vessels).

27
Keterangan :
D0 = external head diameter
Di = internal head diameter
CR = crown radius
KR = knuckle radius
SF = straight flange height
DH = depth of dishing
THi = total internal head height
t = wall thickness
Perhitungan untuk Head (Tutup atas maupun tutup bawah) Bentuk Sperikal

dimana :
P = tekanan desain atau tekanan maksimal yang bekerja (psi atau Pa)
S = nilai tegangan dari material (psi atau Pa)
E = efisiensi dari pengelasan
L = diameter dalam torisperikal (inchi atau mm)

28
Kriteria Penggunaan Torisperikal
1. Tekanan
• digunakan pada bejana yang beroperasi pada tekanan 15-200 psig
• Tutup torispherical dapat digunakan untuk gaya tekan diatas 10 bar
2. Tebal Dinding
• Tebal dinding dipengaruhi oleh tekanan maksimal yang bekerja, nilai tegangan
dari material
• Dapat digunakan pada tekanan >200psig dengan membuat head 3 kali tebal shell
atau 6 % diameter dalam bejana.
3. Aplikasi
• Sering digunakan untuk vessel silinder bertekanan. Untuk menyimpan liquid atau
gas tekanan rendah
• Digunakan pada alat proses, biasanya untuk separasi
• Biasa digunakan untuk separator, flash drum, adsorber
4. Biaya
Diatas 15 bar, lebih hemat menggunakan tutup ellipsoidal dibandingkan torispherical
5. Support
Jenis skirt atau leg untuk vertikal dan saddle untuk horizontal berbentuk silinder dan dilas
pada bagian bawah shell dari pressure vessel atau pada head bagian bawah

Aplikasi tutup bawah tipe Torisperikal


1. First Stage Suction Separator (PT. Petrokimia Gresik)

29
2. Process Condensate Stripper (PT. Tirta Sumber Makmur)

3. Pressure Sand Filter (PT. Oregon)

Karateristik tutup bawah tipe Sperikal

30
• Bentuknya yang ideal karena tekanan dalam bejana tersebut dibagi rata di seluruh
permukaan head.
• Digunakan untuk bejana yang menggunakan tekanan tinggi
• Dengan ketebalan yang sama, Bentuk sperikal/hemisperikal ini dapat menahan tekan dua
kali lebih banyak dibandingkan dengan bentuk tutup torisperikal
• Jari-jari (r) dari head sama dengan jari-jari bagian silinder bejana.

Perhitungan untuk Head (Tutup atas maupun tutup bawah) Bentuk Sperikal

dimana :
P = tekanan desain atau tekanan maksimal yang bekerja (psi atau Pa)
S = nilai tegangan dari material (psi atau Pa)
E = efisiensi dari pengelasan
R = jari-jari tutup tangki (inchi atau mm)
t = ketebalan tutup (inchi atau mm)
Kriteria Penggunaan Tutup Sperikal
1. Tekanan
• Untuk bejana bertekanan tinggi >20 bar atau >400 psi
• Bentuk yang paling kuat, mampu menahan tekanan 2x bentuk head torisperikal
dalam ketebalan yang sama
• Bentuk ideal karena tekanan dalam vessel merata ke seluruh permukaan head. Rhead
=rsilinder

31
• Bentuk ideal karena tekanan dalam vessel merata ke seluruh permukaan head. Rhead
=rsilinder
2. Tebal Dinding
• Di tekanan internal akan setengah tebal shell
• Tipis, tidak lebih 0.356 L atau P tidak lebih dari 0.665 SE.
3. Biaya
Biaya pembuatannya lebih mahal dari torisperikal head
4. Aplikasi
• Untuk tower vertikal yang tinggi karena bebas dari diskontinuitas
• Instalasi offshore
• Dua spherical head yang digabungkan membentuk storage sphere, bentuk yang
paling efisien.
• Stainless steel cooking kettles dengan steam jackets
• Cold gas feed separator
5. Pembuatan
Sulit, dari plate tunggal sehingga ukuran terbatas.
6. Support
Jenis steel plate berbentuk silinder dan dilas pada bagian bawah shell dari pressure vessel
atau pada head bagian bawah.
Aplikasi tutup bawah tipe Hemisperikal
1. Condensate Pot (PT. Petrokimia Gresik)

2. Reaktor DC-101 (PT. Petrokimia Gresik)

32
3. Rotary Dryer (PT. Ciptapresisi)

4. Rotary Dryer (PT. Ciptapresisi)

Topik 13: Jenis Sambungan dan Efisiensi Sambungan

33
I. Types of Vessel Joint
1. Welded Joint
Welded joints are used for connecting metals in vessel manufacturing

2. Flanged Joint
Flanged joints are used for connecting pipes and instruments to vessels, for
manhole covers, and for removable vessel heads when ease of access is required.

II. Welded Joints Categories


1. Longitudinal or Spiral Welds (Category A)
Connecting hemispherical heads to the main shell, necks, or nozzles
2. Circumferential Welds (Category B)
Connecting a former head other than hemispherical. This Category is less
critical than Category A (Longitudinal Welds) because Category A are under
double stress.
3. Welds Connecting Flanges (Category C)
Connecting flanges, tube sheets, or flat heads to the main shell
4. Welds Connecting Comminicating Chamber (Category D)
Connecting communicating chambers or nozzles to the main shell, heads,
or to necks

34
A Longitudinal or spiral weld in the main shell, necks or nozzles, or
circumferential welds connecting hemispherical heads to the main shell, necks, or
nozzles;
B Circumferential welds in the main shell, necks, or nozzles or connecting a
formed head other than hemispherical;
C Welds connecting flanges, tube sheets, or flat heads to the main shell, a formed
head, neck, or nozzle;
D Welds connecting communicating chambers or nozzles to the main shell, to
heads, or to necks.
III. Welds Type
1. Type 1: Double-welded butt joint

2. Type 2: Single-welded butt joint with backing strip

3. Type 3: Single-welded butt joint without backing strip

35
4. Type 4: Double full fillet lap joint

5. Type 5: Single full fillet lap joint with plug welds

6. Type 6: Single full fillet lap joint without plug welds

IV. Joint Efficiency


𝑺𝒕𝒓𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 𝒐𝒇 𝒕𝒉𝒆 𝒘𝒆𝒍𝒅
𝐸=
𝑺𝒕𝒓𝒆𝒏𝒈𝒕𝒉 𝒐𝒇 𝒑𝒂𝒓𝒆𝒏𝒕 𝒎𝒆𝒕𝒂𝒍
• The soundness of welds is checked by visual inspection and by nondestructive
testing (radiography)
• The possible lower strength of a welded joint compared with the virgin plate is
usually allowed for in design by multiplying the allowable design stress for the
material by a joint efficiency (E).
• The use of lower joint efficiencies in design, though saving costs on radiography,
will result in a thicker, heavier vessel, and the designer must balance any cost
savings on inspection and fabrication against the increased cost of materials.

36
V. Radiography Test
1. RT1: Full Radiography
All butt welds-full length radiography
2. RT2: Full Radiography
Category A and D butt welds full length radiography and category B and
C butt welds spot Radiography
3. RT3: Spot Radiography
Spot radiography butt welds
4. RT4: No Radiography
Partial/No Radiography

VI. Maximum Allowable Joint Efficiency

VII. Example
Suppose this joint is subject to full radiography, is the joint efficiency=1.0?

Suppose this radiography setup:

None

Spot

To get credit for full RT of a category A weld, UW-11(A)(5)(B) says:


“...category b or c butt welds …. shall as a minimum , meet the requirements for spot
radiography…..”

Do we get credit for full radiography of this joint?


UW-11(A)(5)(B) says:
37
“...category b or c butt welds …. shall as a minimum , meet the requirements for spot
radiography…..”
It means for both welds.
Therefore, we only get credit for spot radiography where E = 0.85

Topik 14: Kriteria Penentuan Corrosion Allowance

Corrosion Allowance (𝒄)

Tebal yang ditambahkan untuk mengakomodasi kehilangan bahan karena korosi


Corrosion Factor dalam vessel
Ada beberapa factor yang mempengaruhi corrosion allowance:

▪ Working Fluid

▪ Kondisi Operasi
Metode kuantifikasi Corrosion Allowance banyak sumber (NACE, ASME, API)

Penentuan Laju Korosi


Perhitungan

Corrosion Allowance (𝑐)

▪ Dapat dinyatakan sebagai


𝑠𝑒𝑟𝑣𝑖𝑐𝑒 𝑙𝑖𝑣𝑒 (𝑡𝑠 ) × 𝑐𝑜𝑟𝑟𝑜𝑠𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑒 (𝑣0 )

▪ Diasumsikan 𝑣0 konstan (dari uji-uji korosi)

▪ Korosi → Menipiskan dinding → Menurunkan 𝜎 → Meningkatkan laju korosi

Corrosion Rate – Stress Correlation


𝜎 (𝑡)
𝑣[mm/yr] = 𝑣0 exp ( 𝜌𝑚𝑅𝑇 )1
𝑛

1
▪ Mean stress, 𝜎𝑚 = 3 (𝜎ℎ𝑜𝑜𝑝 + 𝜎𝑎𝑥𝑖𝑎𝑙 + 𝜎𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 )[mPa]

▪ Molar density, 𝜌𝑛 = 7 [mol/cm3 ] (steel)

▪ Gas constant, 𝑅 = 8.314 [J/molK]

38
▪ Medium temperature, 𝑇 [K]
Thin-wall cylinder dengan beban

▪ Efek torsi 𝑀𝑡

▪ Gaya aksial 𝑄

▪ Internal pressure 𝑃𝑖

▪ External pressure 𝑃𝑒

▪ Korosi uniform di sisi dalam dan luar vessel

Circumferential (Hoop) Stress 𝜎1

▪ Σ𝐹 = 2𝜎1 (sΔ𝑦) − 𝑝(2𝑟Δ𝑦) = 0


𝑝𝑟 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )𝑟
𝜎1 = =
𝑠 𝑠
Radial Stress 𝜎3 = 0

Longitudinal Stress 𝜎2

Σ𝐹 = 𝜎2 (2𝜋𝑟𝑠) − 𝑝(𝜋𝑟 2 ) − 𝑄 = 0
𝑝𝑟
𝜎2 =
2𝑠
(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )𝑟 𝑄
𝜎2 = (1 + 2 )
2𝑠 𝜋𝑟 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )
Phenomena Modelling

▪ Mean Stress

1 (𝑃𝑖 −𝑃𝑒 )𝑟 (𝑃𝑖 −𝑃𝑒 )𝑟 𝑄


▪ 𝜎𝑚 = 3 ( + (1 + 𝜋𝑟 2 (𝑃 −𝑃 )))
𝑠 2𝑠 𝑖 𝑒

(𝑃𝑖 −𝑃𝑒 )𝑟 𝑄
▪ 𝜎𝑚 = (1 + 0.5 (1 + 𝜋𝑟 2 (𝑃 −𝑃 )))
3𝑠 𝑖 𝑒

Phenomena Modelling

▪ Mean Stress

(𝑃𝑖 −𝑃𝑒 )𝑟 𝑄
▪ 𝜎𝑚 = (1 + 0.5 (1 + 𝜋𝑟 2 (𝑃 −𝑃 )))
3𝑠 𝑖 𝑒

39
𝑄
▪ Let 𝑚𝜎 = 0.5 (1 + 𝜋𝑟 2 (𝑃 −𝑃 ))
𝑖 𝑒

(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )𝑟
𝜎𝑚 = (1 + 𝑚𝜎 )
3𝑠
▪ Torque Stress
𝑀𝑡
𝜏𝜃𝑟 =
2𝜋𝑟 2 𝑠

Phenomena Modelling

▪ Pada waktu pemakaian yang mencapai service life (umur pakai) vessel, 𝑇0 (endurance
life) semua stress mencapai angka batas (limiting value) :
[𝜎]
𝜎1lim =
√1 − 𝑚𝜎 − 𝑚𝜎2 + 3𝑚𝜏2

lim
[𝜎](1 + 𝑚𝜎 )
𝜎𝑚 =
3√1 − 𝑚𝜎 − 𝑚𝜎2 + 3𝑚𝜏2
𝜏𝜃 𝑟
▪ Dengan 𝑚𝜏 = dan [𝜎] adalah batas tekanan yang diperbolehkan (permissible stress)
𝜎1

▪ Persamaan tegangan
(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )𝑟
𝜎𝑚 = (1 + 𝑚𝜎 )
3𝑠
(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟
𝑠=
3𝜎𝑚
𝑑𝑠 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 1 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 1
= 𝑑( ) = 𝑑( )
𝑑𝑡 3 𝜎𝑚 3 𝜎𝑚
𝑑𝑠 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 𝑑𝜎𝑚
=− 2
𝑑𝑡 3𝜎𝑚 𝑑𝑡

▪ Persamaan tegangan
𝑑𝑠 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 𝑑𝜎𝑚
=− 2
𝑑𝑡 3𝜎𝑚 𝑑𝑡

40
▪ Persamaan laju korosi
𝑑𝑠 𝜎𝑚
𝑣= = 𝑣𝑖 + 𝑣𝑒 = −(𝑣𝑖0 + 𝑣𝑒0 ) exp ( )
𝑑𝑡 𝜌𝑅𝑇

▪ Kombinasi
2
𝑑𝜎𝑚 3(𝑣𝑖0 + 𝑣𝑒0 )𝜎𝑚 𝜎𝑚
= exp ( )
𝑑𝑡 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 𝜌𝑅𝑇
2
𝑑𝜎𝑚 3(𝑣𝑖0 + 𝑣𝑒0 )𝜎𝑚 𝜎𝑚
= exp ( )
𝑑𝑡 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 𝜌𝑅𝑇

▪ Integrasikan

▫ 𝜎𝑚 = 𝜎𝑚 @ 𝑡 = 𝑡

▫ 𝜎𝑚 = 𝜎𝑚
0
@𝑡=0
𝜎𝑚 𝜎𝑚
(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 exp (𝜌𝑅𝑇 )
𝑡= ∫ 2
𝑑𝜎
3(𝑣𝑖0 + 𝑣𝑒0 ) 𝜎𝑚
0
𝜎𝑚

𝑑𝑠 (𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 𝑑𝜎𝑚


=− 2
𝑑𝑡 3𝜎𝑚 𝑑𝑡
𝑑2 𝑠
▪ Apabila tidak ada stress pada vessel pada temperatur tertentu, 𝑑𝑡 2 = 0, sehingga
𝑠0 − 𝑠𝑙𝑖𝑚
𝑡 = 𝑡0 = (1 − 𝐹𝑖𝑛 )
𝑣𝑖0 + 𝑣𝑒0
𝜎0
▪ Dengan 𝐹𝑖𝑛 = 𝜎𝑙𝑖𝑚
𝑚
𝑚

𝜎𝑚 𝜎𝑚
(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 exp (𝜌𝑅𝑇 )
𝑡= ∫ 2
𝑑𝜎
3(𝑣𝑖0 + 𝑣𝑒0 ) 𝜎𝑚
0
𝜎𝑚

▪ Dapat diaproksimasi dengan

(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )(1 + 𝑚𝜎 )𝑟 (1 − 𝐹𝑖𝑛 ) 𝑙𝑖𝑚


𝜎𝑚 √𝐹𝑖𝑛
𝑡= 𝑙𝑖𝑚
exp (− )
3(𝑣𝑖0 + 𝑣𝑒0 ) 𝜎𝑚 𝐹𝑖𝑛 𝜌𝑅𝑇

▪ Maka, tebal awal vessel dan corrosion wear dapat ditetapkan dari parameter 𝐹𝑖𝑛 = 𝐹𝑖𝑛
𝑑2 𝑠
▪ Apabila tidak ada stress pada vessel pada temperatur tertentu, 𝑑𝑡 2 = 0, sehingga

41
𝑠0 ∗
𝑡0 = (1 − 𝐹𝑖𝑛 )
𝑣0

▪ Maka, tebal awal vessel dan corrosion wear

𝑡𝑐𝑜𝑟𝑟 = 𝑇0 𝑡0

▪ Dengan
(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )𝑟
𝑠𝑙𝑖𝑚 =
[𝜎]
𝑠𝑙𝑖𝑚
𝑠0 = ∗
𝐹𝑖𝑛

1
𝑐 = 𝑠lim ( ∗ − 1)
𝐹𝑖𝑛

Topik 15: Perhitungan Tebal Shell Tekanan Luar

TEORI DASAR
1. External Pressure dapat terjadi pada vessel dan ditandai dengan adanya kehilangan
stabilitas, di mana vessel tidak mampu lagi untuk mempertahankan bentuknya dan
membentuk volume baru yang lebih rendah.
2. Tekanan eksternal dapat terjadi pada vessel yang dioperasikan dibawah vacuum (Pmax= 1
bar), Jacketed Vessels, dan Thin-walled Vessels yang menyebabkan terjadinya kegagalan
karena buckling.
3. Rumus Pc (Critical Pressure):
• Open Ended cylinder
1 2 2𝑛2 − 1 − 𝑣 2𝐸 𝑡 3 2 𝐸𝑡⁄𝐷
0
𝑃𝑐 = [𝑛 − 1 + 2 ] ( ) +
3 2 2𝐿 (1 −𝑣 2 ) 𝐷0 2𝐿 2
𝑛 (𝜋𝐷 ) − 1 (𝑛 − 1)[𝑛 (𝜋𝐷 ) + 1]2
2 2
0 0

• Long tube and cylindrical


𝑃𝑐 = 2.2 𝐸 (𝑡⁄𝐷 )3
0

• Short closed vessels and long vessels (stiffening ring):


𝑃𝑐 = 𝐾𝑐 𝐸 (𝑡⁄𝐷 )3
0
(4)
𝐷
𝐿𝑐 = 1.11 𝐷0 ( 0⁄ )3
𝑡
• Vessel Heads

42
𝑃𝑐 = 1.21 𝐸 (𝑡⁄𝑅 )2
𝑠

Berdasarkan Karman Tsien (1939):

𝑃𝑐 = 0.365 𝐸 (𝑡⁄𝑅 )2
𝑠

𝑃
𝑒 = 4 𝑅𝑠 √ 𝑒⁄𝐸

2
𝑅𝑠 = 𝑎 ⁄𝑏

4. Out of Roundness:
2(𝐷𝑚𝑎𝑥 − 𝐷𝑚𝑖𝑛 ) (9)
𝑂𝑣𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑥 100 (%)
(𝐷𝑚𝑎𝑥 − 𝐷𝑚𝑖𝑛 )
Perhitungan Vessel:
A. Vessel Silindris:
1. Asumsikan nilai thickness jika tidak diberikan
2. Tentukan rasio L/Do dan Do/t
3. Gunakan Fig. G untuk mencari nilai A pada nilai L/Do yang telah ditentukan pada step 1.

– Untuk nilai L/Do > 50, gunakan nilai L/Do = 50. Untuk nilai L/Do <0.05, gunakan
nilai L/Do = 0.05
– Untuk nilai Do/t yang lebih kecil daripada 4, nilai A dapat dihitung dari persamaan
berikut :
1.1
𝐴=
𝐷𝑜⁄ 2
( 𝑡)
– Untuk nilai A yang lebih besar dari 0.1, gunakan nilai 0.1.

43
4. Setelah mendapatkan nilai A dari step 3, gunakan grafik material yang berlaku, tarik garis
lurus hingga berpotongan dengan garis temperatur desain untuk mencari nilai B.

5. Jika 𝐷𝑜 ⁄𝑡 ≥ 10:
– Gunakan nilai B untuk menghitung tekanan eksternal maksimum operasi (Pa)
dengan menggunakan persamaan berikut:
4𝐵
𝑃𝑎 =
𝐷
3( 𝑜⁄𝑡)
– Untuk nilai A yang berada di sebelah kiri garis temperatur, gunakan persamaan
berikut untuk menghitung nilai Pa:
2𝐴𝐸
𝑃𝑎 =
𝐷
3( 𝑜⁄𝑡)

– Bandingkan hasil perhitungan Pa yang didapat P operasi. Jika Pa bernilai lebih kecil,
ulangi langkah dengan menggunakan asumsi t yang lebih besar hingga nilai Pa sama
atau lebih besar dibandingkan dengan P.

6. Jika 𝐷𝑜 𝑡 < 10:
– Perhitungan nilai Pa1 menggunakan persamaan berikut:
2.167
𝑃𝑎1 = [ − 0.0833] 𝐵
(𝐷𝑜 ⁄𝑡)
– Perhitungan nilai Pa2 menggunakan persamaan berikut:
2𝑆 1
𝑃𝑎2 = [1 − ]
𝐷𝑜 ⁄𝑡 𝐷𝑜 ⁄𝑡
– Bandingkan nilai antara Pa1 dan Pa2 lalu pilih nilai yang lebih kecil untuk digunakan
sebagai tekanan ekternal maksimum operasi Pa.
– Bandingkan Pa dengan P. Jika Pa bernilai lebih kecil, ulangi langkah dengan
menggunakan asumsi t yang lebih besar hingga nilai Pa sama atau lebih besar
dibandingkan dengan P.
7. Alternatif lain → Penggunaan stiffening rings untuk mengurangi besar dimensi “L” dengan
cara:
– Memilih jarak stiffener berdasarkan panjang maksimum shell. (Tabel 2.1a)

44
– Menentukan banyaknya stiffeners yang diperlukan dan L yang sesuai.
– Mengasumsikan ukuran ring berdasarkan persaman berikut :
0.16𝐷𝑜3 𝑃𝑥 𝐿𝑠
𝐼=
𝐸
– Menghitung nilai B dengan persamaan berikut :
0.75𝑃𝐷0
𝐵=
𝑡 + 𝐴𝑠 ⁄𝐿𝑠
– Menggunakan faktor B untuk mendapatkan faktor A dari grafik sebelumnya.
– Menggunakan faktor A yang didapatkan untuk mencari momen inersia yang
diperlukan dengan persamaan berikut :
[𝐷02 𝐿𝑠 (𝑡 + 𝐴𝑠 ⁄𝐿𝑠 )𝐴]
𝐼𝑠 =
14
– Bandingkan besar inersia yang diperlukan (I) dengan momen inersia sebenarnya
(Is). Jika nilai Is > I maka desain diterima namun tidak optimum.
– Optimisasi dilakukan dengan mencari kriteria-kriteria agar nilai I=Is.

B. Vessel Bola
1. Asumsikan nilai t dan hitung A dengan menggunakan persamaan:

45
0.125
𝐴=
𝑅
( 𝑜⁄𝑡)

2. Dengan menggunakan nilai A dari step 1 dan input pada grafik material yang berlaku,
tarik garis lurus hingga berpotongan dengan garis temperatur desain untuk mencari nilai
B. Pemilihan penggunaan grafik sebagai berikut:

Grafik Bahan Vessel

1 Carbon Steel, Stainless Steel

2 Austenitic Steel (18Cr-8Ni, Type 304)

3 Austenitic Steel (18Cr-8Ni-Mo, Type 316)

Austenitic Steel (18Cr-8Ni-0,03 max. carbon,


4
Type 304L)

Austenitic Steel
5 (18Cr-8Ni-0,03 max. carbon, Type 316L dan
317 L)

Grafik 1

Grafik 2

46
Grafik 3

Grafik 4

47
*Ketika nilai A berada di sebelah kanan dari garis temperatur, asumsikan
perpotongan terjadi di proyeksi horizontal dari bagian paling ujung garis
temperatur.

*Ketika nilai A berada di sebelah kiri dari garis temperatur, lihat step 4.

Grafik 5

3. Gunakan nilai B untuk menghitung tekanan eksternal maksimum operasi (Pa) :


𝐵
𝑃𝑎 =
𝐷
( 𝑜⁄𝑡)
4. Untuk nilai A yang berada di sebelah kiri garis temperatur, menghitung nilai Pa :

48
0.0625𝐸
𝑃𝑎 =
𝑅
( 𝑜⁄𝑡)2
5. Bandingkan hasil perhitungan Pa yang didapat dari step 3 atau 4 dengan P. Jika Pa bernilai
lebih kecil, ulangi langkah dengan menggunakan asumsi t yang lebih besar hingga nilai
Pa sama atau lebih besar dibandingkan dengan P.

Stiffening Rings: untuk mendesain pada shell untuk menghadapi


tekanan dari luar dalam rangka menurunkan capital cost, harus
memiliki jarak sebesar Lc antara satu ring

Topik 16: Perhitungan Tebal Shell Tekanan Dalam

Perhitungan Ketebalan Shell


Perhitungan ketebalan shell didasarkan pada stress yang dapat ditanggung oleh material penyusun
vessel tersebut (Max Allowed Stress), Welding (pengelasan) dan Korosi .
Max Allowed Stress sendiri telah ditetapkan oleh ASME dengan berbagai pertimbangan yaitu
tingkat akurasi beban yang ditanggung vessel, Hazard, Reliabilitas material, Keseragaman
komponen material vessel (Uniformity), Konsentrasi Stress pada permukaan vessel, Impact Shock,
Fatigue dari material dan Korosi . ASME menetapkan kode untuk penentuan ketebalan shell yang

49
mempunyai margin safety yang besar (diatur agar Max Allowed Stress jauh dari titik yield stress
material).

Kemudian selain itu, faktor Welding (las) pada sambungan juga mempengaruhi perhitungan
dimana bagian yang dilas merupakan bagian paling rentan untuk bocor/rusak/patah. Hal ini
dikarenakan pengaruh dari porositas welding (akibat gas yang terperangkap), Ketebalan las, dan
Keseragaman ketebalan las.
Kemudian Korosi juga mempengaruhi ketebalan shell, dimana korosi akan mempertipis dinding
shell setiap tahunnya. Oleh karena itu perlu diperhitungkan ketebalan shell yang dapat tetap bisa
menampung produk secara aman walaupun terjadi korosi.
Berikut merupakan rumus pada perhitungan ketebalan shell:

Bentuk Vessel Rumus Keterangan

Cylindrical shells 𝑃. 𝑅 Jika pengelasan secara


𝑡=
(circumferential stress) 𝑆. 𝐸 − 0,6. 𝑃 membujur (longitudinal
weld)

Cylindrical shells 𝑃. 𝑅 Jika pengelasan secara


𝑡=
(longitudinal stress) 2. 𝑆. 𝐸 + 0,4. 𝑃 melingkar
(circumferential weld)

Spherical Shells 𝑃. 𝑅
𝑡=
2. 𝑆. 𝐸 − 0,2. 𝑃

t = Minimum Design Wall Thickness (in);


P = Design Pressure (psi);
D = Tube Outside Diameter (in);
R = Tube Radius (in);
E = Tube Welding Factor (1.0 for seamless pipe; 0.85 = for welded pipe);
y = Wall Thickness Welding Factor (0.4 for 900 Farenheit; 0.7 for 950 Farenheit);

Dapat terlihat dari rumus bahwa untuk tipe vessel dan tipe pengelasan yang berbeda, kebutuhan
akan ketebalan shell juga berbeda (pembagi bernilai berbeda). Pada vessel silinder dengan
pengelasan membujur akan memiliki kebutuhan ketebalan yang lebih tinggi dibandingkan silinder

50
dengan pengelasan sirkumfensial dan sferis. Hal ini dikarenakan pengelasan secara membujur
sangat rentan untuk pecah/rusak karena distribusi konsentrasi stressnya tertuju pada bagian yang
dilas secara membujur.
Berikut merupakan Algoritma Penentuan Tebal Shell

Langkah 1
• Mencari tahu kondisi dari
vessel yang dibutuhkan

• Menentukan Allowable Stress pada


Langkah 2
kondisi operasi dan material yang
dipilih

Langkah 3 • Menentukan Thickness dari Vessel

Topik 17: Perhitungan Tebal Tutup

Flat Head Tekanan Internal


ASME Sec VIII D1 Part UG-34
𝐶𝑃𝑖
𝑡 = 𝐷𝑒 √
𝑆𝐸
Namun, bila digunakan bolt pada sambungan, maka digunakan persamaan
𝐶𝑃𝑖 𝑊 ℎ𝐺
𝑡 = 𝐷𝑒 √ + 1.9
𝑆𝐸 𝑆𝐸 𝐷𝑒 3
Keterangan :
𝑡 = 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑 𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑙𝑎𝑡 ℎ𝑒𝑎𝑑 𝑜𝑟 𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟
𝐷𝑒 = 𝑛𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑙 𝑝𝑙𝑎𝑡𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝐶 = a factor depending upon the method of attachment of head, shell dimensions, and
other items as listed in (d) below, dimensionless. The factors for welded
covers also include a factor of 0.667 that effectively increases the allowable stress
for such constructions to 1.5S
𝑃𝑖 = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒
𝑆 = maximum allowable stress value in tension from applicable table of stress values
𝐸 = 𝐽𝑜𝑖𝑛𝑡 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦
𝑊 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑜𝑙𝑡 𝑙𝑜𝑎𝑑 𝑔𝑖𝑣𝑒𝑛 𝑓𝑜𝑟 𝑐𝑖𝑟𝑐𝑢𝑙𝑎𝑟 ℎ𝑒𝑎𝑑𝑠
ℎ𝐺 = 𝑔𝑎𝑠𝑘𝑒𝑡 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑎𝑟𝑚, 𝑒𝑞𝑢𝑎𝑙 𝑡𝑜 𝑡ℎ𝑒 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒𝑓𝑟𝑜𝑚 𝑡ℎ𝑒 𝑐𝑒𝑛𝑡𝑒𝑟𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑜𝑓
𝑡ℎ𝑒 𝑏𝑜𝑙𝑡𝑠 𝑡𝑜 𝑡ℎ𝑒 𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑜𝑓
ℎ𝐺 = 𝑔𝑎𝑠𝑘𝑒𝑡 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑎𝑟𝑚, 𝑒𝑞𝑢𝑎𝑙 𝑡𝑜 𝑡ℎ𝑒 𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑙 𝑑𝑖𝑠𝑡𝑎𝑛𝑐𝑒𝑓𝑟𝑜𝑚 𝑡ℎ𝑒 𝑐𝑒𝑛𝑡𝑒𝑟𝑙𝑖𝑛𝑒

51
𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝑏𝑜𝑙𝑡𝑠 𝑡𝑜 𝑡ℎ𝑒 𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝑔𝑎𝑠𝑘𝑒𝑡 𝑟𝑒𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛

Hemispherical Head Tekanan Internal

ASME Sec VIII D1 Part UG-32


𝑃𝑅
𝑡=
2𝑆𝐸 − 0.2𝑃
2𝑆𝐸𝑡
𝑃=
𝑅 + 0.2𝑡
t = tebal tutup
P = tekanan operasi maksimum yang diperbolehkan
R = radius dalam
S = stress maksimum yang diperbolehkan = f (material, T)
E = joint efficiency antara head dan shell
Constraint
• Tebal minimum untuk shell dan tutup segala bentuk: 1.5 mm (ASME Sec VIII D1 Part UG-
16)
• 𝑡 ≤ 0.356𝑅 atau 𝑃 ≤ 0.665𝑆𝐸
Kasus khusus
𝑡 > 0.356𝑅 atau 𝑃 > 0.665𝑆𝐸
Appendix 1-3 ASME
𝑃
𝑡 = 𝑅 (exp ( ) − 1)
𝑆𝐸
𝑅+𝑡
𝑃 = 𝑆𝐸 ln( )
𝑅
Torispherical Head Tekanan Internal

• Tersusun atas bagian bola dan torus.

52
• Radius bola dinamakan crown radius
• Radius torus dinamakan knuckle radius
• 2 sambungan:
• Sambungan tutup dan shell
• Sambungan bagian crown dan knuckle
ASME Sec VIII D1 Part UG-32
Untuk L/r = 50/3
0,885𝑃𝐿
𝑡=
𝑆𝐸 − 0.1𝑃
𝑆𝐸𝑡
𝑃=
0.885𝐿 − 0.1𝑡
Untuk L/r < 50/3
𝑃𝐿𝑀
𝑡=
2𝑆𝐸 − 0.2𝑃
2𝑆𝐸𝑡
𝑃=
𝐿𝑀 − 0.2𝑡
t = tebal tutup
P = tekanan operasi maksimum yang diperbolehkan
L = crown radius
r = knuckle radius
S = stress maksimum yang diperbolehkan
E = joint efficiency
Nilai M merupakan fungsi dari L/r dan ditentukan melalui tabel pada lampiran.
Constraint
• Tebal minimum untuk shell dan tutup segala bentuk: 1.5 mm (ASME Sec VIII D1 Part UG-
16)
𝑟
• 𝐿 ≥ 0.06 untuk mencegah penekukan
𝑡
• ≥ 0.002
𝐿
Kasus khusus
𝑡
< 0.002
𝐿
Appendix 1-4(f) ASME
Perhitungan: C1, buckling stress (Se), C2, a, b, φ, β, c, Py, Pe, Pck

Hemispherical Head Tekanan Eksternal

53
P = tekanan desain
𝑃𝑎 = tekanan operasi maksimum yang diperbolehkan
D0 = diameter luar tutup
R0 = radius luar tutup
t = tebal minimum
𝐵
𝑃𝑎 =
(𝑅0 /𝑡)
Langkah perhitungan tebal minimum:
• Asumsikan nilai t
• Menghitung faktor A
0.125
𝐴=
(𝑅0 /𝑡)
• Memperoleh faktor B dari material chart dengan data A dan T. Untuk A di kiri garis
material/temperatur,
0.0625𝐸
𝑃𝑎 =
(𝑅0 /𝑡)2
• Jika 𝑃𝑎 < P, trial kembali t dengan nilai yang lebih besar.

Torispherical Head Tekanan Eksternal


Dilakukan 2 perhitungan:
• Perhitungan ketebalan dalam konteks tekanan internal dengan tekanan desain sebesar 1.67
kali tekanan eksternal dan E = 1
• Perhitungan serupa dengan R0 = radius luar dari porsi crown tutup
Nilai terbesar digunakan sebagai ketebalan minimum.

Ellipsoidal Head Tekanan Internal


ASME Sec VIII D1 Part UG-32
𝑃𝐷
𝑡=
2𝑆𝐸 − 0.2𝑃
Keterangan :
𝑡 = 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑 𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑜𝑓 𝑃 = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑛𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝑝𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒
𝑓𝑙𝑎𝑡 ℎ𝑒𝑎𝑑 𝑜𝑟 𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟 𝑆 = maximum allowable stress value in
𝐷 = 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 ℎ𝑒𝑎𝑑 tension from applicable table of stress values
𝑠𝑘𝑖𝑟𝑡; 𝑜𝑟 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑡ℎ𝑒 𝑚𝑎𝑗𝑜𝑟 𝑎𝑥𝑖𝑠 𝐸 = 𝐽𝑜𝑖𝑛𝑡 𝑒𝑓𝑓𝑖𝑐𝑖𝑒𝑛𝑐𝑦
𝑜𝑓 𝑎𝑛 𝑒𝑙𝑙𝑖𝑝𝑠𝑜𝑖𝑑𝑎𝑙 ℎ𝑒𝑎𝑑

Ellipsoidal Head Tekanan Ekxternal


Menggunakan perhitungan thickness of shells and tubes under external pressure
Namun, terdapat perbedaan pada persamaan

54
𝐵
𝑃𝑎 =
𝑅𝑜
𝑡
di mana pada sistem ini 𝑅𝑜 = 0.9𝐷𝑜

Conical Head Tekanan Internal

𝑃𝐷
𝑡=
2 cos 𝛼 (𝑆𝐸 − 0.6𝑃)
atau
𝑃𝐷0
𝑡=
2 cos 𝛼 (𝑆𝐸 + 0.4𝑃)
Syarat:
𝛼 < 300
𝑃 = tekanan desain internal
𝐷 = diameter dalam dari cone head
𝐷0 = diameter luar dari cone head
𝑆 = stress maksimum yang diperbolehkan
𝐸 = joint efficiency terendah
𝛼 = setengah sudut cone

Toriconical Head Tekanan Internal

𝑃𝐷𝑖
𝑡=
2 cos 𝛼 (𝑆𝐸 − 0.6𝑃)
𝐷𝑖 = 𝐷 − 2𝑟(1 − cos 𝛼)

55
Syarat:
• 𝛼 > 300
𝐷𝑖 = diameter dalam bagian conical dari toriconical head

Ketebalan Knuckle
𝑃𝐿𝑀
𝑡𝑘 =
2𝑆𝐸 − 0.2𝑃
𝐷𝑖
𝐿=
2 cos 𝛼
1 𝐿
𝑀= (3 + √ )
4 𝑟

𝑀 = faktor yang bergantung L/r


𝑟 = jari-jari dalam knuckle

Conical Head Tekanan Eksternal

Conical Heads (𝛼 ≤ 600 and 𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 ≥ 10)

Keterangan:
• 𝑡𝑒 = ketebalan efektif dari bagian cone
• 𝐿𝑒 = panjang ekivalen dari conical head
• 𝐷𝐿 = diameter luar dari conical heads
• 𝑃𝑎 = tekanan kerja maksimum yang diperbolehkan
• 𝐸 = modulus elastisitas

Langkah menentukan tebal tutup:


1. Asumsi nilai 𝑡 dan menentukan 𝑡𝑒 , 𝐿𝑒 ⁄𝐷𝐿 serta 𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒
2. Menentukan Faktor A dari grafik 1
• 𝐿𝑒 ⁄𝐷𝐿 = 𝐿⁄𝐷0
• 𝐿𝑒 ⁄𝐷𝐿 > 50, masukkan 𝐿𝑒 ⁄𝐷𝐿 = 50 pada grafik
3. Menentukan Faktor B dari grafik 2
4. Menghitung tekanan kerja maksimum yang diperbolehkan 𝑃𝑎
4𝐵
𝑃𝑎 =
3(𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 )
Jika nilai A berada di sebelah kiri grafik, maka

56
4𝐴𝐸
𝑃𝑎 =
3(𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 )
5. Jika 𝑃𝑎 < P, prosedur di atas diulang dengan meningkatkan nilai t

Conical Heads (𝛼 ≤ 600 and 𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 ≤ 10)

Langkah menentukan tebal tutup:


1. Melakukan prosedur yang sama seperti sebelumnya untuk mencari B.
Jika 𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 < 4, faktor A dapat dihitung dengan:
1.1
𝐴=
(𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 )2
A> 0.10, gunakan A = 0.10
2. Menghitung 𝑃𝑎1 dan 𝑃𝑎2

2.167
𝑃𝑎1 = [ − 0.0833] 𝐵
𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒
2𝑆 1
𝑃𝑎2 = [1 − ]
𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒
S = the lesser of two times the maximum allowable stress value in tension at design metal
temperature or 0.9 times the yield strength of the material at design temperature.
Nilai yield strength didapatkan dari grafik yang digunakan pada tekanan eksternal:
a. Menentukan nilai B yang berhubungan dengan titik akhir di sebelah kanan kurva
b. Yield strength adalah 2 kali nilai B yang didapatkan dari a
3. Nilai 𝑃𝑎1 atau 𝑃𝑎2 yang lebih kecil digunakan sebagai 𝑃𝑎
4. Jika 𝑃𝑎 < P, prosedur di atas diulang dengan meningkatkan nilai t

Studi Kasus 1: Air Receiver Tank

Sebuah air receiver tank dengan bentuk silinder bertutup torispherical digunakan sebagai buffer
gas keluaran kompresor pada HPCL Project di Visakhapatnam. Spesifikasi vessel dapat dilihat di
Data Sheet No 256324-500-DS-MEC-021. Beberapa informasi yang diberikan:
• E = 0.85

57
• P = 9.335 bar
• L = 562.5 mm
• r = 56.25 mm
• Material carbon steel
• T = 65oC
• Corrosion allowance = 1.5 mm
• Tebal tutup = 6 mm
Tebal tutup selanjutnya dihitung ulang untuk membuktikan keakuratan prosedur perhitungan
dengan kondisi real di lapangan.
Langkah perhitungan tutup torispherical tekanan dalam:
• Menentukan S (maximum allowable stress)
Untuk material carbon steel pada temperatur operasi 65oC, mengacu pada Towler (2013),
S = 17100 psi = 1179 bar
• Menentukan M (fungsi dari L/r)
Untuk L/r = 10, mengacu pada Buthod (2001), diperoleh
M = 1,54
• Menghitung t (tebal tutup)
𝑃𝐿𝑀
𝑡= +𝐶
2𝑆𝐸 − 0.2𝑃
9.335𝑏𝑎𝑟(562.5 𝑚𝑚)1.54
= + 1.5 𝑚𝑚 = 𝟓. 𝟓𝟑 𝒎𝒎
2(1179 𝑏𝑎𝑟)(0.85) − 0.2(9.335 𝑏𝑎𝑟)
• Hasil perhitungan cukup sesuai dengan desain real di lapangan.

Studi Kasus 2:
Berikut data yang disertakan dari suatu vessel bertekanan yang rusak selama gempa bumi Hanshin-
Awaji di Jepang

Tebal tutup selanjutnya dihitung ulang untuk membuktikan apakah ketebalan pada lapangan
sebesar 35 mm sudah tepat diterapkan. Langkah perhitungan tutup flat ends adalah sebagai berikut:
• Menetukan S (maximum allowable stress)
• Untuk material 304N Stainless Steel pada temperature operasi 350oC, mengacu pada ASME,
𝑆 = 12.125 𝑘𝑠𝑖 = 83 𝑀𝑃𝑎

58
• Menentukan E (joint efficiency)
Untuk sistem joint berjenis seamless, E bernilai 1.0
• Menentukan C (shape factor)
𝑡𝑟 6 𝑚𝑚
𝐶 = 0.33 = 0.33 = 0.2475
𝑡𝑠 8 𝑚𝑚
• Menghitung t (tebal tutup)
𝐶𝑃𝑖 0.2475 0.132 𝑀𝑃𝑎
𝑡 = 𝐷𝑒 √ = 2.54 𝑚√ = 50.39 𝑚𝑚 = 1.98 𝑖𝑛
𝑆𝐸 83 𝑀𝑃𝑎 1.0

• Hasil perhitungan membuktikan bahwa tebal pada lapangan tidak memenuhi tebal minimum
hasil perhitungan teoretis sehingga hal ini menjadi salah satu faktor kegagalan vessel
bertekanan yang digunakan.

Studi Kasus 3:
Menentukan tebal dari tutup vessel berbentuk conical yang dipengaruhi oleh tekanan eksternal.
Berikut ini adalah data-data yang diberikan:
• P = 15 psig (tekanan eksternal)
• 𝐷𝐿 = 96 in
• 𝐷𝑠 = 0
• 𝛼 = 22.5 𝑑𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠
• Material SA 285-C
• 𝑇 = 500 F
• 𝐿 = 116 𝑖𝑛
Langkah-langkah perhitungan:
• Mengasumsikan tebal tutup, yaitu 𝑡 = 0.3125 𝑖𝑛
• Menentukan 𝑡𝑒 , 𝐿𝑒 ⁄𝐷𝐿 serta 𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒
o 𝑡𝑒 = 𝑡 cos 𝛼 = 0.3125 cos 22.5 = 0.3125 × 0.9239 = 0.288
o 𝐿𝑒 = (𝐿⁄2)(1 + 𝐷𝑠 ⁄𝐷𝐿 ) = (116⁄2)(1 + 0⁄96) = 58
58
o 𝐿𝑒 ⁄𝐷𝐿 = 96 = 0.6
96
o 𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 = 0.288 = 333
• Menentukan nilai Faktor A menggunakan Grafik 1 sehingga didapatkan A = 0.00037
• Menentukan nilai Faktor B menggunakan Grafik 2 sehingga didapatkan B = 5200
• Menghitung tekanan kerja maksimum yang diperbolehkan 𝑃𝑎
4𝐵 4(5200)
𝑃𝑎 = = = 20.8 𝑝𝑠𝑖
3(𝐷𝐿 ⁄𝑡𝑒 ) 3(333)
Karena 𝑃𝑎 > P, maka ketebalan yang diasumsikan sudah memenuhi syarat

59
Kurva shortcut untuk menentukan tebal tutup pada bentuk tutup hemispherical dan
torispherical

(Sumber: Buthod, 2001)

Penentuan stress maksimum yang diperbolehkan

60
(Sumber: Towler, 2013)

Penentuan efisiensi sambungan

(Sumber: Towler, 2013)

Penentuan Nilai M pada Torispherical Head Tekanan Internal

(Sumber: Buthod, 2001)

Grafik untuk Menentukan Faktor A (Grafik 1)

(Sumber: Megyesy, Eugene F., 2001)

61
Grafik untuk Menentukan Faktor B (Grafik 2)

(Sumber: Megyesy, Eugene F., 2001)

Topik 18: Pemilihan Bahan untuk Shell dan Tutup

Kesalahan pemilihan material


Mengapa Penting?

dapat menyebabkan failure


bahkan kehilangan nyawa

Pemilihan material yang tepat


dapat memperpanjang umur
peralatan

Faktor-faktor Pemilihan Bahan


Kondisi Kondisi dan Jenis Beban Eksternal
Operasi Fluida Kodisi Transien

Cuaca
Tekanan Sifat Fisika Beban siklik
akibat
Piping
Flow Sifat Kimia gangguan
Reactions

Dead Weight
Temperatur dari Alat

62
Karakteristik Bahan
1. Sifat-sifat Mekanis:
• Strength–tensile strength
Tegangan maksimum yang mampu ditahan oleh suatu benda ketika diregangkan atau
ditarik sebelum bahan tersebut patah.
• Stiffness–elastic modulus (Young’s modulus)
SIfat bahan yang mampu regang pada tegangan tinggi tanpa diikuti regangan yang besar.
• Toughness–fracture resistance
Kemampuan menahan beban di atas tegangan luluh tanpa terjadinya patah.
• Hardness–wear resistance
Kemampuan material untuk menahan beban identasi dan penetrasi.
• Fatigue resistance
Ketahanan material terhadap pembebanan mekanis.
• Creep resistance
Ketahanan terhadap deformasi plastis yang terjadi sebagai akibat dari lingkungan
bertemperatur tinggi dan tegangan statik yang tetap dalam kurun waktu yang lama.

2. Efek dari temperatur tinggi maupun rendah dan thermal cycling terhadap sifat-sifat
mekanis.

3. Ketahanan korosi.

4. Sifat-sifat spesial yang diperlukan, seperti konduktivitas termal, tahanan listrik, sifat
magnetik, dll.

5. Kemudahan dalam fabrikasi — forming, welding, casting.

6. Tersedia dalam ukuran standar — plates, sections, tubes.

7. Biaya

63
Pemilihan Bahan Berdasarkan Suhu

Pemilihan Bahan Berdasarkan Suhu dan Tekanan

64
Jenis-jenis Material untuk Pressure Vessel
1. Carbon Steel
• Kelebihan: Availabilitas tinggi, murah harganya dan cocok digunakan untuk
kebanyakan pelarut organik.
• Kelemahan: Tidak tahan terhadap korosi, kecuali untuk beberapa kondisi spesifik
seperti asam sulfat dengan konsentrasi tinggi dan basa kaustik seperti NaOH, tidak
tahan solven yang mengandung klorin.
2. Mild Steel (Mengandung Carbon 0.3%)
• Kelebihan: Dapat menahan stress corrosion cracking pada beberapa situasi lingkungan,
mudah dibentuk.
• Kelemahan: Resistansi korosi rendah, lebih banyak digunakan untuk pipa, mur, baut,
dan lain sebagainya.
3. High Si iron (14-15% Si)
• Kelebihan: Resistansi tinggi terhadap asam mineral, biasanya digunakan untuk asam
sulfat (H2SO4) dengan berbagai konsentrasi dan suhu.
• Kelemahan: Sangat brittle, tidak dapat digunakan dengan HCl.
4. Stainless Steel
• Tipe 304 (18/8 stainless steel): Jenis yang paling umum dan paling banyak digunakan.
Mengandung kadar Cr dan Ni yang menghasilkan struktur austenitik yang stabil.
Konten C cukup rendah sehingga dapat digunakan untuk heat treatment.
• Tipe 304L: Versi dengan %C lebih rendah daripada 304 (<0.03% C). Digunakan untuk
bagian welding yang lebih tebal, dimana pada 304 biasanya dapat terjadi carbide
precipitation.
• Tipe 321: Penambahan titanium sehingga lebih stabil dan tidak terjadi carbide
precipitation saat welding. Kekuatannya tinggi dibandingkan 304L, lebih tepat untuk
suhu tinggi.
• Tipe 347: Penambahan niobium pada tipe 304 sehingga lebih stabil.
• Tipe 309/310: Konten Cr tinggi untuk memberikan resistansi oksidasi pada suhu tinggi.
• Tipe 316: Penambahan molybdenum untuk meningkatkan ketahanan korosi pada
kondisi reduksi, misalnya pada penggunaan dengan asam sulfat, asetat, atau format.
Meski demikian, dapat menimbulkan stress corrosion cracking pada suhu >100oC.
Sangat baik digunakan untuk zat organik dan amonia serta garam netral/basa, meski
beberapa asam organik dan halida organik dapat terhidrolisis membentuk asam halogen
anorganik yang dapat menyerang SS terutama pada suhu dan tekanan tinggi.
Penggunaan asam halogen terutama Cl- dapat menyerang SS meski pada larutan
berkonsentrasi rendah dan suhu rendah. Namun, pada sistem anhidrat, dapat digunakan
dengan HF dan HCl.
5. Carpenter 20 (Alloy 20)
• Kelebihan: SS yang dimodifikasi dan didesain spesifik untuk penggunaan larutan
H2SO4 pada suhu yang tinggi. Dapat juga digunakan untuk asam fosfat dan nitrat serta
sistem lain yang tidak dapat dipenuhi oleh 316.
• Kelemahan: Harganya relatif lebih mahal.
6. Monel (Alloy 400)

65
• Kelebihan: Terdiri dari nikel dan tembaga dengan perbandingan 2:1. Resistansi
korosi tinggi seperti nikel, dengan working pressure dan suhu yang lebih tinggi pada
harga yang relatif rendah. Dapat digunakan pada kondisi tereduksi dimana SS tidak
mungkin digunakan. Baik juga digunakan untuk fluorin, hidrogen fluorida dan HCl.
Banyak digunakan untuk larutan kaustik dan basa, asam organik, garam, serta air laut.
• Kelemahan: Harganya lebih mahal dibandingkan jenis SS, diatas suhu 500oC
kekuatan mekanik menurun, kandungan tembaga yang tinggi membuatnya dapat
diserang oleh HNO3 dan NH3.
7. Inconel (Alloy 600)
• Kelebihan: Mengandung Ni yang tinggi dan memberikan resistansi terhadap larutan
kaustik serta klorida pada suhu dan tekanan tinggi, saat senyawa sulfur ada. Pada
sistem dengan kaustik, inconel tidak ada tandingannya dan sering digunakan karena
kekuatan yang tinggi pada suhu tinggi.
• Kelemahan: Harganya mahal sehingga tidak umum digunakan kecuali pada sistem
yang membutuhkan ketahanan sangat tinggi.
8. Hastelloy B-2/B-3 (Alloy B-2/B-3) (65% Ni, 28% Mo, 6% Fe)
• Kelebihan: Kaya akan kandungan Ni dan Mo, yang dikembangkan untuk resistansi
pada lingkungan asam yang mereduksi, secara spesifik HCl, H2SO4, dan H3PO4.
• Kelemahan: Keberadaan ion lain seperti Fe dan ion pengoksidasi lain sebesar 50 ppm
saja dapat mendegradasi resistansi alloy ini.
9. Hastelloy C-276 (Alloy C-276) (54% Ni, 17% Mo, 15% Cr, 5% Fe)
• Kelebihan: Resistansi tinggi terhadap asam, tetapi juga untuk ion pengoksidasi lain
seperti Cu dan Fe, bahkan berbagai jenis material yang mengandung klorin. Oleh
karena itu, alloy ini sangat banyak digunakan setelah SS 316 untuk vessel yang
digunakan dalam riset dan pengembangan.
• Kelemahan: Harganya relatif lebih mahal.
10. Nickel 200
• Kelebihan: Nikel memiliki properti mekanik yang baik. Biasanya tidak digunakan
secara murni, tetapi Nikel 200 adalah salah satu dari penggunaan murninya. Resistansi
terhadap korosi sangat tinggi terutama pada lingkungan kaustik yang bersuhu tinggi
>700 oC
• Kelemahan: Aplikasinya terbatas karena harganya sangat mahal dan sulit dibuat.
11. Titanium
• Kelebihan: Baik digunakan untuk agen pengoksidasi seperti asam nitrat, asam
klorida, aqua regia, dan lain sebagainya. Asam pereduksi seperti H2SO4 dan HCl yang
biasanya memberikan laju korosi yang tinggi, memiliki laju korosi yang rendah pada
Ti jika ion pereduksi seperti Fe, Cu, Ni, atau asam nitrat yang terkandung sedikit
(corrosion inhibitor). Fenomena ini membuat Ti banyak digunakan di dalam dunia
hidrometalurgi dimana asam digunakan untuk leaching pada hasil tambang. Ion yang
terekstraksi berperan sebagai inhibitor korosi.
• Kelemahan: Ti dapat terbakar dengan keberadaan O2 pada suhu dan tekanan tinggi,
sehingga harus berhati-hati dalam prosesnya tidak boleh ada keberadaan oksigen.
12. Zirkonium

66
• Kelebihan: Sangat baik untuk lingkungan korosif, Memberikan resistansi yang baik
terhadap alkali serta asam fosfat dan nitrat. Grade 702 mengandung hafnium, sangat
baik terhadap agen korosif. Grade 705 mengandung hafnium dan niobium yang
memiliki kekuatan tinggi. Grade 702 lebih banyak digunakan dan resistansi korosinya
lebih baik.
• Kelemahan: Sama dengan Hastelloy B, ion pengoksidasi seperti Fe, Cu harus
dihindari.
• Aplikasi khusus: Digunakan untuk industri nuklir serta pada kondisi dimana
dibutuhkan resistansi terhadap air panas atau asam yang kuat dan bersuhu tinggi.

Material metal untuk kategori high temperature / high strength alloys


Material Karakteristik
Alloy 625 Alloy 625 memiliki resistansi kimia yang sama dengan Hastelloy C-276,
(Inconel) tetapi dengan kekuatan yang jauh lebih tinggi. Alloy ini digunakan saat
dibutuhkan aplikasi suhu dan tekanan yang lebih tinggi.
Alloy 230 Di dalam ASME telah diapprove untuk suhu hingga 980°C. Alloy ini kaya
akan nikel, krom, tungsten, dan kobalt. Pada suhu tinggi, kekuatan juga tetap
tinggi, sering juga digunakan untuk bahan pengelasan.
Alloy A- Alloy A-286 memiliki kekuatan yang sangat tinggi pada suhu hingga 371oC
286 dan biasa digunakan untuk bahan pengelasan.
Tantalum Untuk aplikasi asam berkonsentrasi tinggi dan suhu tinggi seperti HCl, H2SO4,
CH3COOH, H2S, dan HNO3, tantalum memberikan resistansi korosi yang
sangat baik, dengan harga yang sangat mahal. Salah satu alternatif yang bisa
dilakukan adalah penggunaan coating tantalum yang tervaporisasi di dalam
reaktor atau vessel.

Material non-metal yang digunakan untuk pembuatan vessel maupun aplikasi khusus /
tambahan
Material Karakteristik
Acid-Resistant Menggunakan tile keramik untuk bahan dengan didukung membran
Bricks and tahan korosi di belakangnya, serta semen yang resisten terhadap korosi,
Tiles digunakan untuk lining dan joint vessel.
(Ceramic)
Stoneware Resisten terhadap bahan kimia, kecuali alkali dan fluorin. Digunakan di
(Ceramic) dalam kolom absorbsi dan distilasi.
Glass Resisten terhadap perubahan suhu mendadak dan bahan kimia, dapat
(Ceramic) / digunakan hingga suhu 700°C tetapi tidak bisa digunakan untuk P>1 atm
Borosilicate kecuali hanya untuk lining. Digunakan untuk kolom absorbsi dan
distilasi serta lining untuk vessel dari CS, SS, dan besi.
PVC Material termoplastik yang paling banyak digunakan di dalam industri
kimia, resisten terhadap asam anorganik kecuali HNO3 dan H2SO4 kuat,
serta larutan garam anorganik. Tidak dapat digunakan dengan solven

67
organik. Suhu operasi maksimum rendah (60°C, 140°F) dan tekanan
berkisar pada 570 kPa (85 psi).
Polytetrafluoro Resisten terhadap seluruh bahan kimia kecuali fluorin dan alkali, dapat
-ethylene digunakan hingga T=250°C. Kekuatannya rendah, tetapi bisa
(PTFE) ditingkatkan dengan penambahan filler menjadi komposit, tetapi
fabrikasinya sulit dan mahal.
Polyvinylidene Mirip dengan PTFE tetapi lebih mudah fabrikasinya. Resisten terhadap
Fluoride alkali, asam anorganik, dan solven organik. Suhu operasi maksimum
(PVDF) adalah 140°C.
Glass-Fiber- Kuat dan resisten terhadap banyak jenis bahan kimia. Kekuatan
Reinforced mekaniknya bergantung pada resin yang digunakan, bentuk
Plastics (GRP) reinforcement-nya, dan rasio resin terhadap kaca. Resin polyester
(Composite) resisten terhadap asam mineral encer, garam anorganik, dan solven
lainnya tetapi tidak resisten terhadap alkali. Digunakan untuk lining pada
pressure vessel dalam bentuk continuous filament.

Contoh Kasus Pemilihan Bahan Untuk Pressure Vessel


Untuk mendesain pressure vessel yang aman dengan pemilihan material yang tepat
membutuhkan batasan tertentu yaitu yield-before-break atau leak-before-break.

Jika terdapat pressure vessel silindris seperti gambar diatas, stress yang dibutuhkan untuk
menyebabkan crack pada vessel adalah:
𝐶 𝐾1𝐶
𝜎=
√𝜋𝑎𝑐
dengan C adalah konstanta mendekati 1, dan K1C adalah fracture toughness.
Desain ini belum fail-safe, diambil kriteria yield strength (𝜎 = 𝜎𝑓 ) sehingga memberikan:
2
2
𝐾1𝐶
𝜋𝑎𝑐 ≤ 𝐶 [ ]
𝜎𝑓
yang dapat ditahan oleh material dengan kriteria material index pertama yaitu:

68
𝑲𝟏𝑪
𝑴𝟏 =
𝝈𝒇
Selain itu, tekanan maksimum yang harus ditangani adalah:
2
4𝐶 2 𝐾1𝐶
𝑃≤ ( )
𝜋𝑅 𝜎𝑓
maka material yang harus diambil memiliki kriteria index kedua yaitu:
𝑲𝟐𝟏𝑪
𝑴𝟐 =
𝝈𝒇
Selain itu, perlu diperhatikan juga ketebalan pressure vessel untuk menahan pressure P:
𝑃𝑅
𝑡 ≥
2𝜎𝑓
maka material yang harus diambil menjaga ketebalan setipis mungkin agar murah, tetapi
tetap aman, sehingga nilai 𝜎𝑓 harus maksimal dan diambil material index ketiga:
𝑴𝟑 = 𝝈𝒇
Kemudian, dari kriteria-kriteria ini, maka digambarkan pada grafik K1C vs 𝜎𝑓 . Apabila asumsi
nilai 𝐾1𝐶 = 30, 𝜎𝑓 = 50 𝑀𝑃𝑎, maka:

Dengan grafik ini, dapat dilihat zona yang bisa digunakan untuk material yang tepat
(search region) dengan perpotongan ketiga material index. Dari gambar tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa steel, copper, dan aluminium dapat memenuhi kriteria untuk nilai yang
telah dispesifikasi.

69
Topik 19:Case Study Perhitungan Vessel

Data Lapangan

• Kapasitas: 95500 m3 • Densitas LNG: 28,09 lbm/ft3

• Bahan: Stainless Steel + 9% Nickel • Dimensi Badak: 59,7 m x 36 m

• Tekanan Operasi: 16,7 psia • Butt Welded Joint → E = 0,85

• Suhu Operasi: -162 oC

Step 1: Penentuan Jenis Vessel


Dikarenakan vessel digunakan untuk menampung LNG, maka jenis vessel yang digunakan
adalah storage vessel, lebih tepatnya closed pressure vessel
Step 2: Penentuan Ukuran Vessel
LNG yang ditampung sekitar sebesar 95500 m3 sehingga vessel yang digunakan adalah large
pressure vessel
Step 3: Penentuan Bentuk Vessel
Bentuk vessel yang digunakan untuk menampung LNG adalah cylindrical vessel
Step 4: Penentuan Vessel Berdasarkan Tekanan
Vessel yang digunakan bertekanan atmosferik (Atmospheric pressure vessel) dengan sedikit
tekanan dalam
Step 5: Orientasi Bejana
Vessel yang digunakan dalam bentuk vertikal karena vessel yang digunakan kapasitasnya besar
sehingga dibutuhkan support untuk vesselnya. Bila horizontal, maka vessel tidak dapat
tersupport dengan baik
Step 6: Lokasi Bejana
Vessel yang digunakan tepat di atas permukaan tanah dikarenakan dibutuhkan insulasi vessel
menggunakan perlite
Step 7: Bejana Tertutup/Terbuka
Karena vessel yang digunakan untuk menyimpan LNG, maka bejana yang digunakan adalah
bejana tertutup agar tidak menguap
Step 8: Pemilihan Head
Dalam pemilihan head, ada beberapa faktor yang harus ditinjau. Pada umumnya, conical head
adalah yang paling tepat digunakan, tetapi dalam kondisi ini, dimana LNG memiliki RVP
tinggi dan conical head menghasilkan vapor space yang besar, terdapat kerugian diantaranya
banyak LNG yang dapat terevaporasi, control suhu yang sulit, dan pemasangan insulasi yang
70
sulit. Maka, head yang dipilih adalah ellipsoidal dimana head ini mampu mendistribusi tensile
stress material dan menahan bengkok untuk diameter besar
Step 9: Pemilihan Bottom
Dengan vessel berada pada permukaan tanah, maka jenis bottom yang paling cocok adalah flat
bottom untuk menopang vessel tersebut
Step 10: Perhitungan D/H
Berdasarkan Brownel & Young (1959), rasio D/H diperoleh berdasarkan persamaan:
𝑐1
𝐷 = 4𝐻 ( )
𝑐2 + 𝑐3 + 𝑐4 + 𝑐5
Keterangan:

𝑐1 : Biaya tahunan dari pembuatan shell ($/ft2)

𝑐2 : Biaya tahunan dari pembuatan bottom ($/ft2)

𝑐3 : Biaya tahunan dari pembuatan head ($/ft2)

𝑐4 : Biaya tahunan dari pemasangan pondasi ($/ft2)

𝑐5 : Biaya tahunan dari pembelian lahan untuk tangki ($/ft2)

Asumsi:

• 𝑐1 = 2𝑐2

• 𝑐3 = 2𝑐2

• 𝑐4 = 𝑐5 = 0,5𝑐2

2𝑐2
𝐷 = 4𝐻 ( )
𝑐2 + 2𝑐2 + 0,5𝑐2 + 0,5𝑐2
𝐷 = 2𝐻

Volume tangki:
1 2 4𝑉
𝑉= 𝜋𝐷 𝐻 → 𝐻 =
4 𝜋𝐷2
4(95500 𝑚3 )
𝐻= → 𝐻 = 31,209 𝑚 ≈ 33 𝑚
𝜋(2,0𝐻)2
Sehingga diperoleh

𝐷 = 62,42 𝑚 ≈ 63 𝑚
Step 11: Corrosion Allowance

71
Nilai korosi yang diterima adalah sebesar 2mm untuk korosi moderat sedangkan 4mm untuk
korosi berat
Step 12: Joint Efficiency
Dengan asumsi vessel menggunakan double welded joint dan spot examination, maka
efisiensinya sebesar 0,85
Step 13: Perhitungan Ketebalan Shell
Ketebalan shell dapat dihitung dengan persamaan:
𝑝 𝑟𝑖
𝑡= +𝑐
𝑓𝐸 − 0,6𝑝

𝑝 = 𝜌𝑔(𝐻𝑚𝑎𝑥 − 𝐻)

Karena ada pengaruh tekanan hidrostatis pada dasar tangki, maka ketebalan shell bagian bawah
harus lebih tebal dari pada shell bagian atas.

72
Step 14: Penentuan Ketebalan Head
Karena diameter tangki yang sangat besar, maka jenis yang paling sesuai adalah Elliptical
Head. Rasio sumbu mayor terhadap sumbu minor yang paling sering digunakan adalah 2:1,
sehingga nilai 𝑘 adalah 2.
1 1
𝑉= (2 + 𝑘 2 ) → 𝑉= (2 + 22 ) = 1,0
6 6
𝑝𝑑𝑉
𝑡= +𝑐
2𝑓𝐸 − 0,2𝑝
(2,2 𝑝𝑠𝑖)(2480.31 𝑖𝑛𝑐ℎ)(1,0)
𝑡= + 0.007 = 0,19 𝑖𝑛𝑐ℎ
2(17500 𝑝𝑠𝑖)(0,85) − 0,2(2,2 𝑝𝑠𝑖𝑎)
Keterangan:

𝑉 = 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 − 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑓𝑖𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟

𝑘 = 𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑎𝑑𝑎𝑝 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟

Step 15: Penentuan Ketebalan Bottom


Karena ukuran yang sangat besar, maka tangki akan diletakkan di tanah (setelah dibuat
pondasi). Oleh karena itu, bentuk bottom yang sesuai adalah Flat Bottom.

𝐶𝑝
𝑡 = 𝑑√
𝑓

(0.25)(23,122 𝑝𝑠𝑖)
𝑡 = (2480,31 𝑖𝑛𝑐ℎ)√ = 45,07 𝑖𝑛𝑐ℎ
17500 𝑝𝑠𝑖

Step 16: Estimasi Harga


Material Volume:
𝜋 2 2
𝑉𝑆ℎ𝑒𝑙𝑙 = (𝐷 − 𝐷𝑖𝑛 )ℎ
4 𝑜𝑢𝑡
𝐷𝑖𝑛 = 63 𝑚; 𝐷𝑜𝑢𝑡 = 0.0426 + 63 = 63.0426 𝑚

𝑉𝑆ℎ𝑒𝑙𝑙 = 139.16 𝑚3
𝜋 2
𝑉𝐻𝑒𝑎𝑑 = 𝐷 𝑡
4 𝑜𝑢𝑡
𝜋
𝑉𝐻𝑒𝑎𝑑 = 63.04262 0.0048
4
𝑉𝐻𝑒𝑎𝑑 = 14.98 𝑚3

𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 139.16 + 2 × 14.98 = 169.12 𝑚3

73
Material Cost:

𝜌𝑎𝑝𝑝𝑟𝑜𝑥 = 7000 𝑘𝑔/𝑚3

𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 169.12 𝑚3

𝑀𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 169.12 × 7000 = 1,183,840 𝑘𝑔

𝐶𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 = $0.9 × 1,183,840 × 0.4536

𝐶𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 = $ 483,290
Dimana $0,9 adalah harga stainless steel per pound
Fabrication Cost:

1
𝐶𝑓𝑎𝑏𝑟𝑖𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 ≈ 𝐶𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙
2
1
𝐶𝑓𝑎𝑏𝑟𝑖𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = × 483,290
2
𝐶𝑓𝑎𝑏𝑟𝑖𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = $ 241,645

Total cost:

𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐶𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 + 𝐶𝑓𝑎𝑏𝑟𝑖𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛

𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = $ 483,290 + $ 241,645

𝐶𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = $724,935

74

You might also like