Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

Amazon.

com Widgets

PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER

Andi Surya Amal

Penyakit jantung koroner (PJK) berkembang sebagai akibat interaksi berbagai faktor risiko.
Namun, dari semua faktor yang bertalian dengan ateriosklerosis atau penyakit jantung, profil
lipid darah (kolesterol dan/atau trigliserida) masih menjadi perhatian sebagai salah satu faktor
yang memberikan tanda-tanda bakal timbulnya penyakit jantung koroner.

Tulisan ini hanya dibatasi pada pemahaman tentang status lipid dan keterkaitannya dengan PJK
sebagai faktor risiko tradisional. Disadari bahwa perkembangan mutakhir dalam bidang penyakit
jantung menemukan berbagai fakta-fakta baru tentang PJK. Namun, pengendalian faktor-faktor
risiko tradisional, terutama dislipidemia, obesitas, merokok, dan hipertensi masih cukup relevan
dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalias PJK dan bencana kardiovaskular lain.

Berbagai studi epidemiologik menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar lipid dalam darah maka
semakin besar risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Oleh karena itu kontrol lipid darah,
dan pengendalian kadar lipid darah hingga batas normal akan menekan risiko terjadinya penyakit
jantung koroner.
Berbicara tentang lipid, kolesterol merupakan salah satu dari lemak atau senyawa lipid yang
sejak awal diyakini sebagai faktor risiko PJK. Di dalam darah kolesterol ditemukan bersama
dengan fosfolipid, trigliserida, dan asam lemak. Kolesterol berada dalam plasma atau serum
dalam dua fraksi, sebagai kolesterol tidak diesterifikasi atau sebagai ester kolesterol, dengan
yang terakhir ini membentuk sekitar dua pertiga kolesterol total plasma. Kecuali dinyatakan,
istilah kolesterol digunakan untuk menyatakan ester kolesterol dan kolesterol tidak diesterifikasi
total plasma.

Kolesterol dan lipid plasma lainnya tidak ada dalam bentuk bebas atau tidak berdisosiasi di
dalam aliran darah. Sebaliknya ia membentuk kompleks dengan senyawa protein yang disebut
apolipoprotein (atau apoprotein) dan dibawa di dalam kompleks makromolekular yang disebut
lipoprotein plasma. Akhir-akhir ini, pengukuran kadar kolesterol total sebagai faktor risiko
utama telah digantikan oleh pengukuran kolesterol dalam kelompok lipoprotein spesifik, yang
paling penting adalah LDL dan HDL.

Disamping itu nilai trigliserida serum juga berhubungan positif dengan risiko PJK. Trigliserida
adalah faktor risiko univarian yang sangat penting untuk PJK, tetapi tidak setelah analisis
multivarian; meskipun analisis seperti itu tidak tepat sama sekali, karena trigliserida tidak berdiri
sendiri dari kadar kolesterol dan kadar HDL rendah, obesitas, diabetes atau hipertensi.

Kolesterol-LDL

Low Density Lipoprotein (LDL) adalah lipoprotein utama pengangkut kolesterol dalam darah
yang terlibat dalam proses terjadinya PJK. Semakin tinggi kadar kolesterol-LDL dalam darah
menjadi petanda semakin tingginya risiko PJK, karena itu kolesterol-LDL biasa juga disebut
'kolesterol jahat'. Penurunan kolesterol-LDL pada individu yang mempunyai penyakit jantung,
atau yang mempunyai risiko PJK, dapat memperlambat perkembangan aterosklerosis ,
mengurangi kejadian infark miokard dan mengurangi mortalitas.

The Adult Treatment Panel (ATP) of The National Cholesterol Program telah menetapkan bahwa
keputusan untuk mengelola kolesterol tinggi akan berdasarkan nilai kolesterol-LDL. Lebih jauh
lagi, NCEP telah menganjurkan klinisi untuk menggunakan kadar kolesterol-LDL dalam
membuat keputusan terapi, kapan memulai terapi dengan diet dan atau mempertimbangkan
penggunaan obat.

Kolesterol-HDL

High Density Lipoprotein (HDL) merupakan lipoprotein yang bersifat menurunkan faktor risiko
pembentukan aterosklerosis. Kolesterol-HDL beredar dalam darah dan kembali ke hepar
mengalami katabolisme membentuk empedu serta dieleiminasi melalui usus besar. Sehingga
semakin tinggi kadar HDL, semakin banyak kolesterol yang dieliminasi. Tidak seperti kadar
kolesterol total atau LDL, kadar HDL berhubungan terbalik dengan risiko PJK.

Manfaat pemeriksaan HDL dalam menentukan risiko PJK prematur juga sudah diketahui
sebelum tahun 1990-an. Berdasarkan Framinghan Heart Study penurunan HDL sebesar 1 %
berarti peningkatan risiko PJK sebesar 3 - 4 %. Selain itu, studi angiografik pada awal dekade ini
juga menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa peningkatan nilai HDL ada hubungannya
dengan pengurangan kecepatan perkembangan lesi aterosklerosis dan regresi lesi.

Dengan demikian HDL sering disebut kolesterol yang baik; makin tinggi kadar HDL makin baik
untuk pasien tersebut. Berdasarkan panduan manajemen lipid dari NCEP ATP II, nilai HDL
yang tinggi merupakan satu faktor risiko negatif untuk PJK, mengimbangi faktor risiko positif
seperti merokok sigaret, riwayat keluarga, dan hipertensi

Trigliserida

Trigliserida bersirkulasi dalam darah bersama-sama dengan VLDL (Very Low Densitiy
Lipoprotein) yang bersifat aterogenik. Trigliserida serum juga berhubungan positif dengan risiko
PJK. Namun, kebanyakan penelitian prospektif menunjukkan bahwa risiko berlebihan ini
tergantung atas adanya bersamaan kadar HDL yang rendah dan kolesterol-LDL yang tinggi,
obesitas, serta gangguan toleransi glukosa. Menurut Reckless (1994) pada diabetes,
hipertrigliserida pada kenyataannya potensial menjadi aterogenik tanpa perlu disertai oleh
hiperkolesterolemia yang berat. Karena itu, pada orang yang mangalami peningkatan trigliserida
harus diperiksa bagi tingginya kolesterol-LDL, turunnya kolesterol-HDL, hiperglikemia,
obesitas, dan penyalahgunaan alkohol serta harus dilakukan tindakan pencegahan yang tepat.

Interpretasi tes lipid darah

Berbagai pedoman telah dibuat untuk menilai hasil tes lipid darah. Oleh The National
Cholesterol Education Program, Adult Treatment Panel III 2001 menetapkan klasifikasi
kolesterol dan trigliserida, yang merupakan pedoman untuk interpretasi klinik hasil tes lipid
darah sebagai berikut :

A. Total Kolesterol

 Kurang dari 200 mg/dl, dikategorikan level kolesterol yang diinginkan.


 Antara 200 - 239 mg/dl, dikategorikan garis batas level kolesterol tinggi
 Lebih besar atau sama dengan 240 mg/dl, diketegorikan level kolesterol tinggi.

B. Kolesterol-LDL

 Kurang dari 100 mg/dl, dikategorikan level Kolesterol-LDL optimal


 Antara 100 - 129 mg/dl, dikategorikan level Kolesterol LDL mendekati optimal
 Antara 130 - 159 mg/dl, dikategorikan garis batas level kolesterol-LDL tinggi
 Antara 160 - 189 mg/dl, dikategorikan level kolesterol-LDL tinggi
 Lebih besar atau sama dengan 190 mg/dl, dikategorikan level kolesterol sangat tinggi.

C. Kolesterol-HDL

 Kurang dari 40 mg/dl, dikategorikan level kolesterol HDL rendah


 Lebih besar atau sama dengan 60 mg/dl, dikategorikan level kolesterol tinggi.
D. Trigliserida

 Kurang dari 150 mg/dl, dikategorikan level trigliserida normal


 Antara 150 - 199 mg/dl, dikategorikan level trigliserida garis batas level trigliserida
tinggi
 Antara 200 - 499 mg/dl, dikategorikan level trigliserida tinggi
 Lebih besar atau sama dengan 500 mg/dl, diketegorikan level trigliserida sangat tinggi.

Penatalaksanaan Profil Lipid

Dalam penatalaksaan kebanyakan masalah lipid, perhatian harus pada diet, pengendalian berat
badan, dan gerak badan. Karena kolesterol dan lemak jenuh makanan telah terbukti menaikkan
kolesterol-LDL, maka masukan zat gizi ini harus dikurangi. Kalori berlebihan menaikkan LDL
dan trigliserida-VLDL, serta menurunkan HDL, yang membuat pengaturan berat badan menjadi
penting.

HDL dapat ditinggikan oleh gerak badan, berhenti merokok sigaret, meninggikan masukan ikan,
menghentikan penggunaan alkohol. Walaupun sejumlah tindakan yang dilakukan untuk
menurunkan LDL kadang-kadang juga menurunkan HDL, biasanya rasio LDL/HDL membaik,
yang menggambarkan berkurangnya efek aterogenik.

Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral biasanya menderita peningkatan trigliserida yang
bisa mempengaruhi HDL, yang tergantung atas komposisi estrogen-progesteron pil. Kontrasepsi
oral dengan dominan progestin bisa menurunkan HDL. Pada calon koroner berisiko tinggi, tidak
berespon dengan tindakan kesehatan, maka perbaikan rasio LDL/HDL dapat dicapai dengan obat
yang penurun lipid. Dari ini klofibrat dan asam nikotinat juga meninggikan HDL. Uji coba yang
melibatkan fibrat tidak memberi harapan diet, kolestiramin dan asam nikotinat (bila digunakan
dalam kombinasi) terbukti menurunkan kolesterol 30 - 40 %.

Efek aterogenik lipid darah memerlukan beberapa dasawarsa untuk menghasilkan penyakit
klinik, sehingga manfaat klinik tidak dapat diperkirakan dari tindakan koreksi dalam waktu
singkat. Perbaikan profil lipid harus dapat dilihat dalam sebulan. Walaupun endapan lemak sel
dapat mengerut dalam seminggu, namun endapan lemak ekstrasel membutuhkan waktu setahun
atau lebih untuk berubah bermakna. Bahkan massa lesi fibrosa dapat berkurang, tetapi hanya
setelah empat pengobatan giat atau lebih (Kaplan dan Stamler, 1994).

Saat ini penggunaan obat-obat antioksidan menjadi babak baru dalam upaya pengendalian
faktor-faktor risiko PJK, dimana obat-obat tersebut relatif lebih murah. Santoso (1998)
mengemukakan bahwa perubahan oksidatif LDL dapat dihambat dengan memberi antioksidan,
misalnya vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, vitamin E dan beta-karoten), vitamin C
dan probukal. Beberapa penelitian telah membuktikan manfaat vitamin E bila dipakai dengan
tujuan pencegahan primer, yaitu menghambat terjadinya PJK pada pria, wanita, dan orang tua.

Perubahan gaya hidup bermanifestasi terhadap meningkatnya prevalensi penyakit-penyakit


vaskuler, terutama PJK. Lars Heslet (1993) mengingatkan pentingnya memahami gaya hidup tak
sehat; Hanya dengan memahami kaitan gaya hidup tak sehat dengan perkembangan penyakit,
kita akan merawat kesehatan kita dengan penuh tanggungjawab

You might also like