Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Pembuatan Sediaan Infus KCl 0,38% Isotonis cum Glucose Sebanyak 100 ml

Kelompok F4

Anggota Kelompok :

1. Achmad Syarifudin N (152210101148)


2. Shafira Putri Pertiwi (152210101150)
3. Lelyta Septiandini (152210101151)
4. Febrina Icha Isabelita (152210101154)
5. Malikatur Rosyidah (152210101155)

Dosen jaga : Lidya Ameliana S.Si.,M.Faram.,Apt

LABORATORIUM BAGIAN FARMASETIKA


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER

2018
1. Tujuan
 Mempelajari cara pembuatan sediaan steril volume besar beserta cara sterilisasinya
 Mempelajari cara penghitungan tonisitas
 Membuat sediaan yang bebas pirogen

2. Latar Belakang
Menurut Farmakope Indonesia edisi III infuse intravena ialah sediaan steril dapat
berupa larutan ataupun emulsi, bebas pirogen dan memiliki tonititas yang sama dengan darah,
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume refatif banyak. Kecuali dinyatakan lain,
infuse travena tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus
intravenous harus jernih dan praktis bebas partikel. Apabila dibuat dalam bentuk emulsi maka
menggunakan air sebagai fase luarnya, diameter fase dalam tidak lebih dari 5μm. Emulsi
untuk infus intravenous setelah dikocok harus homogen dan tidak menunjukkan pemisahan
fase. Sedangkan pada Farmakope Indonesia edisi IV, infus adalah sediaan parenteral dengan
volume besar yang merupakan sediaan cair steril yang mengandung obat yang dikemas dalam
wadah 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia berdasarkan rute pemberiannya sedian
parenteral volume besar dibagi menjadi 2 macam yaitu secara intravena contohnya infuse
intravena (venoclysis) dan non intravena seperti larutan dialysis dan irigasi. Maka sedian cair
infuse intravena merupakan sedian steril yang diberikan secara parenteral mengandung obat
yang dikemas dalam wadah volume 100 ml atau lebih dan ditujukan untuk manusia. Pada
beberapa kondisi sedian akan efektif dibuat dalam bentuk sedian infuse dengan rute
pemberian secara intravena karena,
1. Obat tidak dapat diabsorpsi secara peroral
2. Obat menjadi tidak aktif dalam saluran pencernaan
3. Perlunya respon yang cepat
4. Pasien tidak dapat mentoleransi obat atau cairan secara oral.
5. Rute pemberian secara intramuskular atau subkutan tidak praktis
6. Obat harus terencerkan/ terlarut secara baik atau diperlukannya cairan pembawa
7. Obat mempunyai waktu paruh yang sangat pendek dan harus diinfus terus menerus
8. Diperlukan perbaikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
9. Obat hanya bersifat aktif oleh pemberian secara intravena
Persyaratan infus intravena berdasarkan Farmakope IV :
 Sediaan (dapat berupa larutan/emulsi) harus steril (FI IV, hlm 855)
 Injeksi harus memenuhi syarat Uji Sterilitas yang tertera pada Uji Keamanan
Hayati.
 Bebas pirogen (FI IV, hlm 908)
 Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat Uji Pirogenitas yang tertera pada
Uji Keamanan Hayati.
 Isotonis (sebisa mungkin)
 Isohidris
 Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel
 Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar
 Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal.
 Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai nominal
Permasalahan yang mungkin terjadi selama proses pembuatan infus maupun pada infus
sendiri adalah :

 Sediaan tidak boleh mengandung pirogen


 Pemberian carbo-adsorben dapat menyerap bahan yang termasuk zat organik
 Sediaan harus dibebaskan dari carbo-adsorben
 Perhitungan isotonis dengan menggunakan glukosa sebagai pengganti NaCl

Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan steril infus KCL 0,38% isotonis cum
glukosa sebanyak 100 ml. KCl merupakan senyawa yang digunakan untuk terapi kekurangan
Kalium (hipokalemia). Sediaan ini banyak digunakan karena hypochoraemic alkalosis yang
sering terjadi pada pasien kekurangan kalium (hypokalemia) dapat diatasi dengan ion klorida
dari sediaan ini. Bahan lain yang digunakan adalah glukosa yang berfungsi sebagai agen
tonisitas dan nutrisi parenteral dimana glukosa juga membantu memenuhi kebutuhan glukosa
darah untuk kemudian diubah menjadi energi. Sediaan steril infus KCl 0,38% harus memiliki
sifat isotonis yaitu konsentrasi larutan sama dengan konsentrasi sel darah merah sehingga
tidak terjadi pertukaran cairan antara di plasma dan sel darah. KCl dan glukosa yang
digunakan harus disetarakan dengan larutan NaCl 0,9%. Hal ini dilakukan untuk menghindari
larutan infus bersifat hipotonis ataupun hipertonis.
Salah satu syarat sediaan infus adalah harus bebas pirogen. untuk menghilangkan
pirogen digunakan norit. Norit merupakan salah satu karbon aktif (carboadsorben) yang
digunakan untuk menyerap pirogen yang ada pada sediaan yang kemungkinan terbawa oleh
partikel atau komponen bahan maupun alat yang digunakan. Bahan berupa carbon aktif harus
dipanaskan pada suhu 70O C - 80O C selama 10 menit untuk meningkatkan aktivitas atau
kemampuan mengadsorbsi pirogen. Namun norit tidak hanya menyerap pirogen namun juga
zat organik lainnya. Dalam sediaan ini zat organik tersebut adalah glukosa, untuk mengatasi
hal tersebut maka jumlah glukosa dilebihkan dari berat norit. Setelah itu kondungan norit
dapat dihilangkan dengan cara penyaringan.
Sediaan steril infus KCl yang dibuat mengggunakan pelarut aqua steril bebas pirogen.
Digunakan aqua steril bebas pirogen karena sediaan harus masuk sirkulasi sistemik sehingga
diharapkan tidak ada pirogen dalam sediaan atau jumlah pirogen dapat diminimalisir
mendekati nol meskipun tetap dilakukan sterilisasi akhir.
Ada beberapa cara lain yang digunakan untuk menghilangan Pyrogen, beberapa
metoda tersebut diantaranya :
1. Cara destilasi
2. Cara pemanasan
3. Cara penyerapan
4. Cara depyrogenasi
5. Dengan penukar ion
6. Dengan gamma radiasi
7. Getaran ultrasonik.
1. Cara penyulingan.
Untuk membebaskan air dari pyrogen.
a. Destilasi biasa
 destilasi bertingkat (penyulingan dikerjakan beberapa kali) dengan alat destilasi
tertutup. Dapat ditambah 0,5% KmnO4, 0,5% NaCLO(Bubuk pemutih).
 Alat-alat destilasi dibuat dari kaca netral atau wadah logam yang cocok, yang
dilengkapi dengan labu percik. Dengan alat dipasangsedemikian rupa guna mencegah
terbawanya titik-titik air pada waktu penampungan destilat. Cara : Labu diisi 2/3 kali
Volume labu suling. 100 ml hasil suling dibuang, hasil selanjutnya ditampung.
 Menurut Stich, uap panas selama 10 – 15 menit dibiarkan melalui alat pendingin
tanpa didinginkan untuk mensterilkan alat. Saat 1/10 dari volume awal penyulingan
dihentikan karena kandungan kotoran yang tinggi. semakin baik kualitas air yang
disuling,semakin baik hasilnya. Beberapa farmakope mensyaratkan menggunakan air
minum untuk bahan baku. Sesudah penyulingan selesai, bila tidak segera dipakai
disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C.

 Kekurangan : Mahal, karena hasil yang diperoleh sedikit, denganenergi


yang terpakai besar.
2. Cara pemanasan
a. Untuk Larutan (Pyrogen thermostabil )
- 6 – 8 jam pada suhu 1200 ( Autoclave)
- 30 menit – 1 Jam 1400 (Autoclave ).
b. Dalam keadaan kering.
Untuk alat-alat dan bahan yang tahan pemanasan :
- Dipanasi selama 30 menit 2500 C.
- Atau dipanasi 2 jam 2000 C.
3. Cara penyerapan
- Penghilangan pyrogen dengan cara adsorpsi menggunakan filter asbes aktif, atau
carbon aktif.
Pelaksanaannya dapat dibagi :
a. Berbentuk saringan.
menggunakan penyaring yang terbuat asbes aktif, norit aktif dsb.
b. Menambahkan bubuk. Larutan yang mengandung pyrogen ditambah dengan bahan-
bahan adsorben dalam bentuk bubuk,kocok beberapa waktu,saring, Dapat dipakai penyaring
bakteri, dan kertas saring rangkap, atau keduanya untuk menghindari kebocoran carbo
adsorben. Adsorbensia yang biasa digunakan adalah :
Carbo adsorben .:
ditambahkan 0,1 – 0,3 % Norit aktif, panaskan pada suhu 60 – 700C. kocok 5 sampai
10 menit. Saring dengan kertas saring rangkap dua. Filtrat pertama dibuang, selanjutnya
ditampung bisa juga memakai penyaring bakteri.
 Asbes aktif .
tambahkan 1% asbes aktif, kocok 20 menit, kemudian disaring.
 Bahan adsorbensia lain
Kieselguhr – Silika – Kaolin dan lain sebagainya-
Adsorben yang bersifat ionik seperti ; Ca3(PO4)2 dan CaSiO4.
4. Cara depyrogenasi .
Memakai oksidator dan golongan asam / basa kuat .
a. Golongan oksidator .
- KMn04. Untuk alat-alat gelas.
Cara : Alat gelas dimasak dalam larutan KmnO4 0,1N, dalam suasana asam/basa, bilas
dengan steril bebas pyrogen. Keringkan,panaskan pada suhu 2500C, selama 1 jam.
b. Larutan bikhromat .
Larutan Natrium/Kalium bikhromat dalam H2SO4 pekat, Untuk sterilisasi alat-alat.
Cara :
Alat-alat direndam selama satu hari dalam larutan bikhromat,bilas dengan air steril bebas
pyrogen, panaskan 1 jam 160 – 1800C. Atau rendam dalam larutan bikhromat 1 jam pada
suhu 700C.
c. H2O2
untuk larutan yang tidak terurai oleh H2O2.
Cara:
Larutan dididihkan selama 1 jam 15 menit, tambahkan H2O2 0,1% àLarutan mengandung
0,03 – 0,003% H2O2, dinginkan sampai suhu 900C. Kemudian ditambahkan karbodsorben
atau MnO2 untuk menghilangkan kelebihan H2O2.
d. Golongan Asam/basa kuat .
NaOH atau Na3PO4, untuk alat-alat gelas.
Cara:
Alat direndam dalam larutan asam/basa kuat selama1 hari atau dipanaskan pada suhu 700C
selama 1 jam à bilas dengan aquadest steril bebas pyrogen, keringkan.
e. Dengan penukar ion
Biasanya digunakan penukar ion dari jenis anion. Misalnya campuran dari berjenis-jenis
amberlite.
f. Gamma radiasi .
Pyrogen dinonaktifkan oleh ionic radiasi. misalnya untuk “Plasma“.
g. Getaran Ultrasonik.
dapat menonaktifkan pyrogen.

You might also like