Professional Documents
Culture Documents
Askep Lansia Mobilitas Fisik
Askep Lansia Mobilitas Fisik
LAPORAN KASUS
Oleh :
Nama : Pudji Lestari
NIM : G3A017306
Ruang : Ruang Dahlia
A. TEORI LANSIA
1. Definisi
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan
yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan
(potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan aktif dalam
pembangunan (tidak potensial).
2. Batasan Usia Lanjut
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Usia lanjut (elderly), antara 60-74 tahun
c. Usia tua (old), antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), usia diatas 90 tahun
3. Proses Menua
Proses menua merupakan proses terus menerus secara alamiah, yang
dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh
(Nugroho, 2008)
Menua ( menjadi tua : aging ) adalah suatu proses menghilangnya secara
pelahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri
dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Darmojo, 2000)
1
Beberapa ahli berpendapat bahwa proses menua merupakan suatu
proses yang meliputi interaksi antara perubahan biologis, psikologis, dan
sosislogis sepanjang hidup. Beberapa teori sosial tentang proses penuaan
antara lain:
a. Teori Interaksi Sosial (Sosial Exchange Theory)
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Hardywinoto dan Setiabudhi 2005, mengemukakan bahwa kemampuan
lanjut usia untuk terus menjalin interksi sosial merupakan kunci
mempertahankan status sosialnya atas dasar kemampuannya untuk
melakukan tukar menukar.
b. Teori penarikan diri (Disengagement Theory)
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal.
Kemiskinan lanjut usia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan
seorang lanjut usia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak masyarakat juga mempersiapkan
kondisi agar para lanjut usia menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan
inetraksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pada lanjut usia sekaligus terjadi kehilangan ganda (triple loss),yaitu :
1) Kehilangan peran (Loss of Roles)
2) Hambatan kontak sosial (Restriction of Contacts and Relationships).
3) Berkurangnya komitmen (Reduced Commitment to Social Mores and
Values)
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses
penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan
dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri
menghadapi kematiannya.
2
c. Teori Aktivitas (Activity Theory)
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit
Hardywinoto 2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
1) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan
sepenuhnya dari lanjut usia di masyarakat
2) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lanjut usia
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore dan Lemon et. al.cit
Herdywinoto 2005 yang menyatakan, bahwa penuaan yang sukses
tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
d. Teori Kesinambungan (Continuity Theory)
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lanjut usia, dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarnya kelak pada saat ia menjadi lanjut usia.
Dan hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tak berubah,walaupun ia menjadi lanjut usia. Menurut
teori penarikan diri dan teori aktivitas, proses penuaan merupakan suatu
pergerakan dan proses yang searah, tetapi pada teori kesinambungan
merupakan pergerakan dan proses banyak arah, tergantung dari bagaimana
penerimaan seseorang terhadap status kehidupannya.
e. Teori Perkembangan (Development Theory)
Setiabudhi 2005 menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan
(Developmental task) selama hidup yang hars dilaksanakan oleh lanjut
usia, yaitu:
3
1) Penyesuaian terhadap penururnan fisik dan psikis
2) Penyesuaian terhadap pensiun dan penururnan pendapatan
3) Menemukan makna kehidupan
4) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7) Menerima dirinya sbagai seorang lanjut usia
4
a. Immobility (Kurang Bergerak)
Kurang bergerak disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem
muskoloskeletal seperti terjadinya : Tulang kehilangan density (cairan) dan
makin rapuh, Kifosis, Persendian membesar dan menjadi kaku, Pada otot
terjadi atrofi serabut otot (sehingga seseorang bergerak lamban, otot keram
dan menjadi tremor). Pada kurang gerak bisa juga disebabkan karena
penyakit jantung dan pembuluh darah (Biasanya terjadi tekanan darah
tinggi).
5
kemampuan kandung kemih yang justru akan memperberat keluhan beser
pada lansia.
d. Intellectual Impairment (Gangguan Intelektual)
Gangguan yang berhubungan dengan kemapuan berfikir atau ingatan
yang mempengaruhi terganggunya aktivitas sehari-hari. Kejadian ini
terjadi dengan capat mulai usia 60-85 tahun atau lebih.
e. Infeksi
Pada lansia telah terjadi penurunan fungsi tubuh. Daya tahan tubuh
juga menurun karena kekurangan gizi. Adanya penyakit yang bermacam-
macam. Selain itu juga dari faktor lingkungan juga bisa terpengaruh
terhadap infeksi yang terjadi pada lansia.
f. Gangguan Pancaindera (Impairment of Vision and Hearing, Taste, Smell,
Communication, Convalescence, Skin Integrity)
Akibat proses menua sehingga semua kemampuan pancaindera
berkurangfungsinya. Juga terjadi gangguan pada otak, saraf dan otot-otot.
Sehingga pada lansia terjadi penurunan penglihatan, pendengaran dan
komunikasi (berbicara).
g. Impaction (Konstipasi atau Gangguan BAB)
Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena pergerakan
fisik pada lansia yang kurang mengkonsumsi makana berserat, kurang
minum juga akibat pemberian obat-obat tertentu.
Pada kasus konstipasi yaitu feces menjadi keras dan sulit dikeluarkan maka
akan tertahan diusus sehingga dapat terjadi sumbatan diusus yang
menyebabkan rasa sakit diperut.
h. Isolasi (Depresi)
Dapat terjadi akibat perubahan status sosial, bertambahnya penyakit
dan berkurangnya kemampuan untuk mengurus dirinya secara mandiri
serta akibat perubahan-perubahan fisik maupun peran sosial.
6
Gejala-gejala depresi yang sering muncul dianggap sebagai bagian dari
proses menua. Adapun gejala-gejala seperti dibawah ini antara lain :
1) Gangguan emosional : perasaan sedih, sering menangis, merasa
kesepian, gangguan tidur, pikiran dan gerakan lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak adanya selera makan yang mengakibatkan
berat badan menurun, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan
perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenagnan yang biasanya
dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak
ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri.
2) Gangguan fisik : sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,
gangguan pencernaan.
i. Kurang Gizi
Disebabkan oleh perubahan lingkungan yaitu ketidaktahuan lansia
dalam memilih jenis makana yang bergizi, isolasi sosial karena lansia
mengalami penurunan aktivitas karena penurunan fungsi pancaindera.
Sedangkan penyebab lainnya yaitu kondisi kesehatan : sehingga lansia
hanya akan mengalami konsumsi jenis makanan tertentu, adanya penyakit
fisik, mental, gangguan tidur dan obat-obatan.
j. Impecunity (Tidak Punya Uang)
Hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Semakin seseorang
bertambah tua maka aktivitasnya akan berkurang yang menjadikan lansia
berhenti dari pekerjaannya. Secara otomatis pendapatannya akan
berkurang. Lansia dapat menikmati masa tua dengan bahagia apabila :
1) Mempunyai pendapatan yang paling tidak dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
2) Tempat yang layak untuk tinggal.
3) Masih mempunyai peran setidaknya didalam keluarganya.
7
k. Latrogenesis (Menderita Penyakit Akibat Obat-obatan)
Banyak kejadian lansia mempunyai berbagai macam penyakit atau
yang biasa disebut komplikasi, sehingga membutuhkan juga obat yang
banyak untuk tiap penyakitnya. Lansia sering kali menggunakan obat
dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dari dokter sehingga
akan muncul penyakit baru dari akibat penggunaan obat-obatan tersebut.
l. Insomnia
Hampir semua lansia mempunyai gangguan tidur yakni sulit untuk
mulai masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak nyenyak dan mudah
terbangun, sering bermimpi, bangun terlalu awal (dini hari). Apabila sudah
terbangun maka akan sulit untuk tidur kembali.
m. Immune Deficiency (Daya Tahan Tubuh yang Menurun)
Salah satu penyebab daya tahan tubuh pada lansia menurun terjadi
akibat terganggunya fungsi organ tubuh. Namun tidak semua proses
menua mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini juga dapat
terjadi akibat penyakit yang diderita lansia, penyakit yang sudah akut,
penggunaan obat-obat tertentu dan status gizi yang buruk.
8
seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik
di rumah maupun dirumah sakit
Penyebab secara umum:
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot
3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk
latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik
dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus
9
otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi
fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut
dan penyakit, seperti osteoarthritis.
Efek Hasil
Penurunan konsumsi oksigen Intoleransi ortostatik
maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri Peningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan volume sekuncup Penurunan kapasitas kebugaran
Perlambatan fungsi usus Konstipasi
Pengurangan miksi Penurunan evakuasi kandung kemih
Gangguan tidur Bermimpi pada siang hari, halusinasi
10
b. Efek Imobilisasi pada berbagai sistem organ
5. Komplikasi
a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju
metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan.
Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena
11
adanya demam dan penyembuhan luka yang membutuhkan peningkatan
kebutuhan oksgien selular.
Gangguan metabolik yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yang
mengalami anoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam amino tidak digunakan dan akan diekskresikan.
Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen
sehingga akumulasinya kan menyebabkan keseimbangan nitrogen negative
, kehilangan berat badan , penurnan massa otot, dan kelemahan akibat
katabolisme jaringan. Kehilangan masa otot tertutama pada
hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal ini
terjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkan
hiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi
system metabolik dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan
terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada usia lanjut
yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi
katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan
meningkatkan ekskresi nitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
4) Gangguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus.
Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feses yang cair melewati
bagian terjepit dan menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus
mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan
intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya
absorbsi, gangguan cairan dan elektrolit.
12
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat
menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas
metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya
lemah otot.
f. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
- Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas,
dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
- Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan
skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
g. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
13
h. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
i. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
14
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PENERIMA MANFAAT: TN.P DENGAN GANGGUAN MOBILISASI FISIK
I. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : tahun 2010
A. Identitas
1. Nama : Tn. P
2. Alamat : Semarang
3. Pekerjaan : pensiunan satpan PT Sri Boga
4. Status : duda
5. Keluarga terdekat :-
6. Nama :
7. Alamat : Semarang
8. Pekerjaan :
B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Penerima manfaat masih bisa duduk maupun berdiri tetapi dengan bantuan alat.
Ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri lemah. Penerima manfaat mengatakan
sudah sulit untuk melakukan aktivitas yang berat seperti berjalan jauh, senam,
maupun berdiri lama. Setiap hari hanya duduk- duduk dan tiduran saja. Kaki
kiri terlihat odema.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Penerima manfaat mengatakan bahwa dirinya memiliki riwayat jatuh pada3
tahun yang lalu karena stroke.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
15
a. Penerima manfaat : Tn. P mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada
penyakit menular maupun keturunan seperti darah tinggi. Diabetus melitus.
b. Genogram : penerima manfaat mengatakan dirinya 3 bersaudara.
C. Kebutuhan Oksigen
1. Pernafasan : 20 x/ menit
Irama regular
16
Kedalaman : normal
Sesak nafas dan sianosis tidak ada
Cuping hidung tak ada, Batuk tak ada
2. Auskultasi paru : wheezing tak ada, ronkhi tak ada
3. Nadi : 84 x/menit, irama teratur,
Kekuatan normal
Tekanan darah : 145/80 mmHg
4. Ekstremitas hangat, adanya kelemahan gerak pada ekstremitas atas kiri dan
ekstremitas bawah kiri
5. Nyeri dada tak ada.
6. Edema pada kaki kiri.
D. Kebutuhan Nutrisi
1. Makan frekuensi 3x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah
Nafsu makan baik
Disfagia tak ada
2. Kondisi gigi sudah ada yang tanggal
Bagian depan masih utuh. Gigi palsu idak memakai.
3. BB :73 kg TB:160 cm RBW: %
4. Dalam 6 bulan terakhir tidak terdapat penurunan Berat badan.
5. Laboratorium tidak ada
Hb : gr/dl Ht: GD:
Na : meg/l K: meg/l Cl :
6. Kulit lembab
Dikubitus tidak ada. Skor Norton 15
Turgor kulit baik
17
E. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
1. Minum :1800 cc/ hari
Mukosa mulut normal
2. Kebiasaan BAK : 8- 9X/ hari
Inkontinensia tidak ada, Retensio urin juga tak ada
Hematuria tak ada
3. Kebiasaan BAB 1x/ hari
Warna kuning lembek
Konstipasi tak ada. Diare taka da, inkontensia alvi juga tak ada
Penerima manfaat tidak minum obat laksansia
18
1. Kebiasaan olah raga tidak pernah
Merasa lemah dan tidak mampu. Jika melakukan aktivitas sering merasa
pusing dan kaki lemes
2. Kontraktur tak ada
Penerima manfaat pernah mengalami jatuh 3 tahun yang lalu di kamar
kontrakannya karena serangan stroke
3. Kebiasaan tidur malam 6 jam , tidur siang tidak pernah
Perasaan setelah bangun tidur merasa segar. Penerima manfaat tidak memakai
obat tidur.
G. Kebutuhan Spiritual
1. Agama : islam
2. Kegiatan ibadah sehari- hari di ruang tidurnya.sholat kadang ya kadang tidak
3. Selama di yayasan social, penerima manfaat jarang ibadah.
4. Kebutuhan spiritual perlu, agar penerima manfaat bisa melupakan segala
pengalaman buruk masa lalu
H. Komunikasi
Berbicara lancar
I. Pola Persepsi Sensori
1. Penglihatan baik, tidak memakai kacamata
2. Pendengaran baik
3. Penciuman baik
4. perabaan baik
5. pengkajian nyeri : tidak ada nyeri
J. Koping dan Toleransi Stres
1. Jika merasa stress, penerima manfaat bercerita dengan mahasiswa yang
praktek maupun dari penerima manfaat yang satu kamar.
2. Akhir akhir ini tidak merasakan stres
19
K. Mental
1. Keadaan emosi labil.
Penerima manfaat mudah tersinggung jika ada penghuni panti yang
menyinggungnya. Klien mengatakan jika ada penghuni panti yang marah,
biasanya langsung ditegur.
2. Memori baik. Mampu mengingat
Pengkajian fungsi kognitif menggunakan SPMSQ
No. Pertanyaan Jawaban B/S
1. Tanggal berapa hari ini ? tahu B
20
5) Skor depresi geriatri
No PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan V
anda?
2 Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan V
dan minat atau kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? V
4 Apakah anda sering merasa bosan? V
5 Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap V
saat?
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan V
terjadi pada anda?
7 Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar V
hidup anda?
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? V
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada V
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah V
dengan daya ingat dibanding kebanyakan orang?
11 Apakah anda berpikir hidup anda sekarang ini V
menyenangkan?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan V
anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? V
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada V
harapan?
15 Apakah anda berpikir bahwa orang lain lebih baik V
keadaannya daripada anda?
SKOR 8
21
L. Sosial Ekonomi
Klien mengatakan jarang ngobrol dengan teman satu kamarnya.
M. Kebiasaan Kegiatan di Rumah
Penerima manfaat mengatakan dulu kegiatannya bekerja sebagai satpam di PT Sri
Boga. Olah raga sering. Tidak pernah mengikuti perkumpulan di lingkungan
rumahnya.
N. Discharge Planning
O. Kesan Perawat Terhadap Pasien Secara Menyeluruh
P. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Kepala : bentuk kepala simetris, rambut berwarna putih dan sebagian hitam,
tidak tampak ketombe,tidak tampak kelainan pada kepala.
Mata : konjungtiva tidak pucat, tidak ada nyeri tekan
Telinga : Bentuk simetris, bersih, fungsi pendengaran baik, tidak ada serumen
dan tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka.
Hidung : Bentuk simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada serumen,tidak ada
nyeri tekan,tidak ada lesi atau jejas
Mulut : Membran mukosa kering, tidak ada stomatitis, tidak ada pembesaran
tonsil, tidak sianosis,dan tidak lesi,tidak ada nyeri tekan.
2. Wajah : tidak tampak kelainan pada wajah.
3. Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid leher, tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening
4. Ekstrimitas :
Atas : anggota gerak atas lengkap, tidak ada kelainan jari, tidak tampak
edema. Adanya kelemahan otot pada tangan kiri.
Bawah : anggota gerak bawah lengkap, tidak ada kelainan jari, tampak edema
dab otot lemah pada kaki kiri .
22
5. Dada
Simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan
23
6) Sosial
APGAR Score : Sudah dikaji namun respon klien (-)
Selal
Kadang Hampir tdk
No. Pernyataan u
(1) pernah (0)
(2)
1. Saya merasa puas karena saya
dapat membuat keluarga atau
v
teman menolong saat terjadi hal
yang menyulitkan (adaptasi)
2. Saya merasa puas dengan cara
keluarga atau teman
membicarakan hal dan masalah V
yang ada dengan saya
(Hubungan)
3. Saya merasa puas dengan
kenyataan bahwa keluarga atau
teman menerima dan mendukung
V
keinginan saya untuk mencari
arah kehidupan aktifitas baru
(pertumbuhan)
4. Saya merasa puas melihat cara
keluarga atau teman
mengekspresikan afeksi dan
V
respon mereka terhadap emosi
saya seperti marah, sedih
(Afeksi)
5. Saya merasa puas atas cara teman
menghabiskan waktu bersama –
sama (Pemecahan) V
Hasil Score
0
<
3 terjadi disfungsi keluarga tingkat tinggi
4 – 6 : terjadi disfungsi keluarga tingkat menengah
> 6 : tidak terjadi disfungsi sosial
Intrepretasi : Terjadi disfungsi keluarga tingkat tinggi
24
I. Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS : Gangguan Kelemahan
- Klien mengatakan sudah tidak Mobilitas Fisik
bisa berdiri lama dan berjalan
jauh
- Klien mengatakan segala
aktivitasnya dibantu alat
- Klien mengatakan kaki kiri dan
tangan kiri lemah tidak bisa
untuk aktivitas
DO :
- Posisi klien tampak sama setiap
hari
- Kaki kiri klien terlihat bengkak
- Kaki kiri klien tampak kaku
- Kekuatan Otot :
2 4
2 4
25
III. Perencanaan
Nama : Tn. P
Umur : 73 tahun
No Perencanaan
Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Selasa, 3 Mei 2018 Selasa, 3 Mei 2018 Jam 10.30 WIB
Jam 10.30 WIB Jam 10.30 WIB
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kemampuan mobilisasi klien 1. Sebagai acuan dalam menentukan tindakan
keperawatan selama 7 x 7 jam, 2. Latih ROM pasif 2. ROM dapat mencegah kekakuan otot
gangguan mobilitas fisik dapat 3. Posiskan kaki kanan lebih tinggi dari 3. Posisi yang lnih tinggi dapat mengurangi
berkurang dengan kriteria jantung edema
- Udem pada kaki berkurang 4. Edukasi pada klien tetap bergerak 4. Edukasi dapat meningkatkan motivasi klien
menjadi derajat 2 semampu klien (miring kanan-kiri) 5. Dokter dapat memberikan terapi farmakologi
- Ekstremitas klien menjadi 5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan yang tepat untuk klien
lebih lemas (tidak kaku) udem pada kaki klien
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba Medika
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume
2, EGC, Jakarta
28