Professional Documents
Culture Documents
Bells Palsy Hilmy
Bells Palsy Hilmy
Disusun Oleh :
Hilmi Zakiyah Nurlatifah
20120310120
Dokter Pembimbing :
dr. Gama Sita, SpS
2017
BAB I
IDENTITAS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 49 tahun
Agama : Islam
No. CM : 1718365041
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Os merasa wajah sebelah kiri terasa kaku
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita hal yang serupa seperti pasien.
Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-).
Riwayat Pengobatan
Panadol jika saat sakit kepala
Riwayat Kebiasaan
Makan bergizi. Tidak merokok dan tidak minum Alkohol. Os tidur di rumah tidak
memakai kipas angin
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : pasien tampak kaku pada wajahnya
Kesadaran : compos mentis
GCS : 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,3oC
D. STATUS GENERALIS
Kepala : normochepal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : normotia, sekret (-)
Mulut : bibir tampak kering
Leher : tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tiroid
Thoraks
Inspeksi : pergerakan dada simetris, tidak ada lesi
Palpasi : Vocal fremitus normal
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi
Paru : suara napas vesikular, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, regular, tidak ada gallop dan murmur
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani di seluruh region abdomen
Palpasi :nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)
Ekstremitas
Superior : akral hangat, RCT < 2detik, edema (-), sianosis (-)
Inferior : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)
E. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : compos mentis
GCS : 15 Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Kernig : negatif
Lasegue : negatif
Brudzinski I, II: negative
Dextra Sinistra
3. Nervus Okulomotorius
Dextra Sinistra
Ptosis - +
Gerakan Bola Mata
Baik Baik
Medial
Baik Baik
Atas
Baik Baik
Bawah
Refleks Cahaya
+ +
Langsung
Refleks Cahaya
+ +
Konsensual
Akomodasi Baik Baik
4. Nervus Trokhlearis
Dextra Sinistra
Gerakan Mata
Baik Baik
Medial Bawah
5. Nervus Trigeminus
Menggigit Normal
Membuka mulut Normal
Sensibilitas
Oftalmikus + +
Maksilaris + +
Mandibularis + +
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks bersin Tidak dilakukan
6. Nervus Abdusens
Dextra Sinistra
Gerakan mata ke lateral + +
7. Nervus Facialis
Dextra Sinistra
Mengangkat alis + -
Kerutan dahi + -
Menutup mata + -
Menyeringai + -
Daya pengecap 2/3
Tidak dapat merasakan manis dan asin.
depan
8. Nervus Vestibulochoclearis
Dextra Sinistra
Tes Romberg Tidak dilakukan
Tes bisik Normal Normal
Tes Rinne
Tes Weber Tidak dilakukan
Tes Schwabach
Fasikulasi -
Tremor lidah -
G. PEMERIKSAAN MOTORIK
Anggota Gerak Atas
Dextra Sinistra
Bentuk Tidak ada deformitas
Kontur Otot Eutrofi Eutrofi
Kekuatan 5 5 5 5 5 5 5 5
Reflex Bisep + +
Reflex Trisep + +
H. PEMERIKSAAN SENSORIK
Dextra Sinistra
Rasa Raba
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Nyeri
- Ekstremitas Atas + +
- Ekstremitas Bawah + +
Rasa Suhu
- Ekstremitas Atas Tidak dilakukan
- Ekstremitas Bawah
I. FUNGSI VEGETATIF
Miksi Defekasi
Inkontinensia urin - Inkontinensia alvi -
Retensio urine - Retensio alvi -
Poliuria -
Anuria -
Ugo Fisch Score
Waktu istirahat 20 x 30 % = 6
Mengerutkan dahi 10 x 30 % = 3
Menutup mata 30 x 30 % = 9
Tersenyum 30 x 0 % = 0
Bersiul 10 x 30 % = 3
Jumlah total 21
DIAGNOSA
• Diagnosa Klinis : Ipsiparese nervus VII sinistra
• Diagnosa Etiologi : susp. Bells palsy
• Diagnosa Topis : nervus VII
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
• CT-Scan
TERAPI
Non-farmakologis:
1. Istirahat terutama pada keadaan akut .
2. Tiap malam mata diplester .
Gunanya melatih mata yang tidak dapat menutupsupaya dapat menutup bersamaan.
Farmakologis:
1. Methylprednisolon 2x125 mg
2. Gabapentin 2x150 mg
3. Neurodex 1x1
PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Bell’s palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak
diketahui (idiopatik) 1,2,3
dan bersifat akut.4 Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s
palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui.1
Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau
pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia
mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri,
mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada
penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum.
Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal
atau tidak.1,2,5
Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s palsy diperlukan dengan tujuan membantu
memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi
yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali
melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.
I. DEFINISI
Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-
neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian
nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang
mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.6,7
Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari
Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus atau setelah imunisasi, lebih sering
terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta penderita hipertensi. Bukti-bukti
dewasa ini menunjukkan bahwa Herpes simplex tipe 1 berperan pada kebanyakan kasus.
Berdasarkan temuan ini, paralisis fasial idiopatik sebagai nama lain dari Bell’s palsy tidak
tepat lagi dan mungkin lebih baik menggantinya dengan istilah paralisis fasial herpes
simpleks atau paralisis fasial herpetik.
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus
VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Salah satu gejala Bell’s palsy
adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya,
matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena Bell.
Pada observasi dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat
jika dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos).
III. ETIOLOGI
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang
dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu : 1,5
1. Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi
sirkulasi darah di kanalis fasialis.
2. Teori infeksi virus
Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes Simplex Virus
(HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).
3. Teori herediter
Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau
keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis
fasialis.
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus
yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
IV. ANATOMI
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator
palpebrae (n.II), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius
di telinga tengah.
Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga
hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga
bagian depan lidah.
Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot mimik
wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang
mengantarkan rasa kecap dari dua pertiga bagian lidah dan sensasi kulit dari dinding
anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut kecap pertama-tama melintasi nervus
lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani dimana ia
membawa sensasi kecap melalui nervus fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-
serabut sekretomotor menginnervasi kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial
major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.
Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan
serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventrolateral
nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena
posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada lantai ventrikel IV, maka nervus VI dan VII
dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke
meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan
dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu)
terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu.
Nervus fasialis terus berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum
untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus
superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang
dihubungkan oleh korda timpani. Lalu n. fasialis keluar dari kranium melalui foramen
stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang
melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus venter posterior.
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII.
Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Jika lesinya berlokasi di bagian
proksimal ganglion genikulatum, maka paralisis motorik akan disertai gangguan fungsi
pengecapan dan gangguan fungsi otonom. Lesi yang terletak antara ganglion genikulatum
dan pangkal korda timpani akanmengakibatkan hal serupa tetapi tidak mengakibatkan
gangguan lakrimasi. Jika lesinya berlokasi di foramen stilomastoideus maka yang terjadi
hanya paralisis fasial (wajah).
V. PATOFISIOLOGI
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap bertanggungjawab
atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi
nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi
edema dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler
kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah
sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini
mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan
pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat
terjadi kerusakan jaringan yang permanen.
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau
lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh.
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi
pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi
kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen
mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau
iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh
nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear.
Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik
wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai
“masuk angin” atau dalam bahasa inggris “cold”.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela
yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus
fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di
os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan
muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis
LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa
mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab
utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang
menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf
melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa
ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah
seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada
usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak
bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena
lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
A. Anamnesa :
1. Rasa nyeri.
2. Gangguan atau kehilangan pengecapan.
3. Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di
ruangan terbuka atau di luar ruangan.
4. Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran
pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
B. Pemeriksaan :
1. Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer.
2. Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 6,8
a) Mengerutkan dahi
b) Memejamkan mata
c) Mengembangkan cuping hidung
d) Tersenyum
e) Bersiul
f) Mengencangkan kedua bibir
3. Di instalasi Rehabilitasi Medik RSU Prof. dr. R. D. Kandou memakai SKALA
UGO FISCH untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bell’s palsy.
Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi :
C. Diagnosa Klinis : Ditegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer dan bukan sentral.
Umumnya unilateral
Diagnosa Topik :
Letak Lesi Kelainan Gangguan Gangguan Hiposekresi Hiposekresi
motorik pengecapan pendengaran saliva lakrimalis
Pons-meatus + + + + +
akustikus internus tuli/hiperakusis
Meatus akustikus + + + + +
internus-ganglion
Hiperakusis
genikulatum
Ganglion + + + + -
genikulatum-N.
Hiperakusis
Stapedius
N.stapedius- + + + + -
chorda tympani
Chorda tympani + + - + -
Infra chorda + - - - -
tympani-sekitar
foramen
stilomastoideus
D. Diagnosa etiologi : Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.
VIII. DIAGNOSA BANDING 1,6
1. Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis
2. Herpes Zoster Oticus
3. Trauma kapitis
4. Sindroma Guillain – Barre
5. Miastenia Gravis
6. Tumor Intrakranialis
7. Leukimia
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu polineuropati akibat rusaknya selubung
myelin di perifer akibat proses autoimun sehingga terjadi kelemahan ascending, disertai
diskinesia, hiporefleks dan parastesia. Terjadi setelah 1sampai 3 minggu setelah infeksi
Etiologi : Virus (CMV, EBV) & Bakteri (Campylobacter Jejeni)
Gejala
Kelumpuhan motorik (LMN) pada kedua tungkai/ke4 anggota gerak
Gangguan eksteroseptif sangat minimal
Hiporefleks
Hipotoni
Disertai gangguan N.VII sering bilateral
Didahului demam
Fungsi otonom bisa terganggu
Myasthenia gravis merupakan penyakita autoimun dengan akibat gangguan
penghantaran impuls pada neuromuscular juntion yang ditandai oleh
kelemahan/kelumpuhan otot-otot lurik setelah melakukan aktivitas dan membaik setelah
istirahat.
Penurunan Ach penurunan potensial endpate transmisi infektif penurunan
jumlah serabut saraf kelemahan otor
Gejala :
Ptosis bilateral
Diplopia
Disartria & disfagia
Wajah tanpa ekspresi/sulit senyum
Dropped head syndrom
Kelemahan ekstermitas terutama proksimal
Kelemahan otot pernapasan
Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster
di ganglion genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius
eksterna dan pina
Gejala :
Timbul gejala prodormal seperti nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam dll
Vesikel berkelompok di area telinga luar disertai eritema,edem, dan rasa terbakar
Kelemahan pada sisi yang sama dengan telinga yang terinfeksi
Sensasi pusing berputar/vertigo
IX. PROGNOSIS 9
Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-
kira 10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang permanen.
X. KOMPLIKASI
1. Crocodile tear phenomenon
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa
bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari
serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar
lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.1
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu
timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan
timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya
dahi.1,4 Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami
regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.1
3. Hemifacial spasm
Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak
terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan.1,4 Pada stadium awal hanya
mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi
bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun
kemudian.1
4. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas
terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya
fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi
menjadi jelas saat otot wajah bergerak.4
XI. TERAPI
Inflamasi dan edema saraf fasialis merupakan penyebab paling mungkindalam
patogenesis Bell’ s palsy.
Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus
dipertimbangkan untuk optimalisasi hasil pengobatan. Penggunaan steroid dapat
mengurangi kemungkinan paralisis permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis
fasialis yang sempit. Dosis pemberian prednison (maksimal 40-60 mg/hari) dan
prednisolon (maksimal 70 mg) adalah 1 mg/kg/hari peroral selama enam hari diikuti
empat hari tappering off. Efek toksik dan hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan
steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) berupa retensi cairan, hipertensi, diabetes,
ulkus peptikum, osteoporosis, supresi kekebalan tubuh (rentan terhadap infeksi), dan
Cushing syndrome
Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg/kg/hari melalui oral
dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk dewasa diberikan
dengan dosis oral 2 000-4 000 mg/hari yang dibagi dalam lima kali pemberian selama
7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir (kadar dalam darah 3-5 kali lebih
tinggi) untuk dewasa adalah 1 000-3 000 mg/hari secara oral dibagi 2-3 kali selama
lima hari. Efek samping jarang ditemukan pada penggunaan preparat antivirus, namun
kadang dapat ditemukan keluhan berupa adalah mual, diare, dan sakit kepala.