Professional Documents
Culture Documents
Memahami Pelayanan Publik Dalam Birokrasi Pemerintahan: July 2017
Memahami Pelayanan Publik Dalam Birokrasi Pemerintahan: July 2017
Memahami Pelayanan Publik Dalam Birokrasi Pemerintahan: July 2017
net/publication/318827945
CITATIONS READS
0 5,445
1 author:
Amir Syamsuadi
Universitas Abdurrab
16 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Amir Syamsuadi on 04 August 2017.
ABSTRACT
Every human being needs service. Service can not be separated from human life.
The public needs quality public services from the government. The quality of service
is a comparison between the reality of the service received with the expectation of
the service to be received. Quality service certainly has the criteria. Conceptual
searching, public service substance and public service quality as well as the
correlation of public service actors namely government bureaucracy became the
main focus of this study.
ABSTRAK
1
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
3
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
4
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
5
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
6
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
pada saat ini menjadi pusat perhatian di berbagai Negara demokratis khususnya
Indonesia karena pemberian pelayanan publik pada saat ini menjadi tolok ukur
suatu Negara dikatakan gagal atau baik, untuk mengukur kualitas pelayanan publik
adakalanya peneliti memaparkan penjelasan mengenai pengertian kualitas
pelayanan dari berbagai pakar. Kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara
kenyataan atas pelayanan yang diterima dengan harapan atas pelayanan yang ingin
diterima.[1]
Kualitas pelayanan adalah perbandingan yang diharapkan konsumen
dengan pelayanan yang diterimanya”. Dari pengertian dari berbagai pakar tersebut
dapat dipahami bahwa masyarakat dalam memberikan penilaian terhadap kualitas
pelayanan berdasarkan perbandingan pengalaman yang pernah dirasakan dengan
apa yang diharapkan atas pelayanan tersebut. Seperti yang dijelaskan sebelumnya
bahwa di dalam suatu organisasi, konsep kualitas pelayanan menjadi ukuran
keberhasilan organisasi, keberhasilan organisasi yang dimakud baik itu pada
organisasi bisnis maupun juga pada organisasi yang bertugas untuk menyediakan
pelayanan publik.
Dalam mengevaluasi kualitas pelayanan tidak hanya ditentukan oleh
pemerintah saja namun juga ditentukan oleh masyarakat, hal ini seperti yang
dijelaskan bahwa berbicara mengenai kualitas pelayanan, ukurannya bukan hanya
ditentukan oleh pihak yang melayani saja tapi lebih banyak dilayani, karena
merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan
beradasarkan harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasannya.Karena
dalam pelayanan publik, kepuasan masyarakat merupakan faktor penentu kualitas,
maka setiap organisasi penyedia layanan publik diharapkan mampu memberikan
kepuasan kepada pelanggannya.[8]
Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang
tercermin dari: 1. Transparansi, yakni pelayanan bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti; 2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggung
jawabkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 3. Kondisional, yakni
pelayanan yang dapat sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;
4. Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat; 5. Kesamaan hak, yakni pelayanan yang tidak
melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama,
golongan, status sosial, dan lain-lain; 6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu
pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik.[1]
Teori yang dikemukakan oleh Parasuraman, Berry, dan Zeithml, dimana
untuk mengukur berkualitas tidaknya suatu pelayanan digunakan dimensi kualitas
pelayanan sebagai berikut : 1. Tangibles (Bukti langsung), kualitas pelayanan
berupa fasilitas fisik perkantoran, perlengkapan, kebersihan, dan sarana
komunikasi, ruang tunggu, tempat informasi. 2. Reability (kehandalan), yakni
kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya
(pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan). 3. Responsiveness
(daya tanggap), yaitu keinginan para staff untuk membantu para masyarakat dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan
7
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
1. Birokrasi Pemerintahan
Pengertian birokrasi pemerintahan adalah sistem yang mengatur jalannya
pemerintahan dan pembangunan. Sebagai suatu system, proses birokrasi mencakup
berbagai sub sistem yang saling berkaitan, saling mendukung, saling menentukan,
sehingga dapat membentuk suatu totalitas komponen yang terpadu.
Birokrasi pemerintahan di definisikan sebagai struktur pemerintahan yang
berfungsi memproduksi jasa publik atau layanan-civil tetentu berdasarkan
kebijakan yang di tetapkan dengan mempertimbangkan berbagai pilihan dari
lingkungan”. Hubungan birokrasi dengan masyarakat yakni birokrasi yang
berkenan dengan fungsi-fungsi dasar pemerintahan dan keamanan, hukum dan
ketertiban, perpajakan, dan intelejen. Setiap birokrasi pelayan publik wajib
memiliki sikap mental dan perilaku yang mencerminkan keunggulan watak,
keluharan budi, dan asas etis. Ia wajib mengembangkan diri sehingga sungguh-
sungguh memahami, menghayati, dan menerapkan berbagai asas etis yang
bersumber pada kebajikan-kebajikan moral khususnya keadilan dalam tindakan
jabatannya. Secara umum nilai-nilai moral terlihat dari enam nilai besar atau yang
dikenal dengan “six great ideas” yaitu nilai kebenaran (truth), kebaikan (goodness),
keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesamaan (equality), dan keadilan
(justice).
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang sering dinilai dari tutur
katanya, sikap dan perilakunya sejalan dengan nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu
pula dalam pemberian pelayanan publik, tutur kata, sikap dan perilaku para pemberi
pelayanan seringkali dijadikan obyek penilaian dimana nilai-nilai besar tersebut
dijadikan ukurannya. Disamping nilai-nilai dasar tersebut, mungkin ada juga nilai-
nilai lain yang dianggap penting untuk mensukseskan pemberian pelayanan, yang
dari waktu ke waktu terus dinilai, dikembangkan dan dipromosikan.
2. Etika Birokrasi Pemerintahan dalam pelayanan Publik
Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau
nilai, dan disebut dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of
conduct” (aturan perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi
pelayanan publik Sebuah kode etik meru-muskan berbagai tindakan apa, kelakuan
mana, dan sikap bagaimana yang wajib dijalankan atau dihindari oleh para pemberi
pelayanan. Aplikasi etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang
dimiliki oleh birokrasi publik. Kode etik di Indonesia masih terbatas pada beberapa
kalangan seperti ahli hukum dan kedokteran.
Kode etik bagi kalangan profesi yang lain masih belum ada, meskipun
banyak yang berpendapat bahwa nilai-nilai agama dan etika moral Pancasila
sebenarnya sudah cukup untuk menjadi pegangan bekerja atau bertingkah laku, dan
8
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
9
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
jawab kepada rakyat; 3. Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah.
Apabila hukum atau peraturan dirasa bermakna ganda, tidak bijaksana, atau perlu
perubahan, kita akan mengacu kepada sebesar-besarnya kepentingan rakyat sebagai
patokan; 4. Manajemen yang efesien dan efektif adalah dasar bagi administrasi
negara. Suversi melalui penyalahgunaan pengaruh, penggelapan, pemborosan, atau
penyelewengan tidak dapat dibenarkan. Pegawai-pegawai bertanggung jawab
untuk melaporkan jika ada tindakan penyimpangan; Sistem penilaian kecakapan,
kesempatan yang sama, dan asasasas itikad yang baik akan didukung, dijalankan,
dan dikembangkan; 6. Perlindungan terhadap kepentingan rakyat adalah sangat
penting. Konflik kepentingan, penyuapan, hadiah, atau favoritiasme yang
merendahkan jabatan publik untuk keuntungan pribadi tidak dapat diterima; 7.
Pelayanan kepada masyarakat menuntut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat
keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetisi, dan kasih sayang. Kita
menghargai sifat-sifat seperti ini dan secara aktif mengembangkannya; 8.
Hatinurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan. Ini
memerlukan kesadaran akan makna ganda mora dalam kehidupan, dan pengkajian
tentang prioritas nilai; tujuan yang baik tidak pernah membenarkan cara yang tak
bermoral (good and never justify immoral means); 9. Para administrator negara
tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang salah, tetapi juga untuk
mengusahakan hal yang benar melalui pelaksanaan tanggung jawab engan penuh
dan tepat pada waktunya.[11]
C. Penutup
10
BAHAN AJAR MATA KULIAH PELAYANAN SEKTOR PUBLIK ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
“References”
10. Wachs, M. 1985. Ethics in Planning Center for Urban Policy Research. The
State University of New Jersey.
11. The Liang Gie. 2006. Etika Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
11