1040 2172 1 SM

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

MERANCANG ULANG KOTA: LANGKAH ADAPTASI DALAM

MENCIPTAKAN KOTA BERKELANJUTAN


Edi Purwanto 1
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Kampus UNDIP Tembalang, Semarang
Email: edipurw4nto@yahoo.com

Abstract: Currently, urban architecture is frequently referred to as one of main contributors for
the occurrence of global warming. Global warming issue is getting more popular in which
high-rise buildings in cities becomes one of the causes as they produce 68% of total CO2
emission gas on the earth. The emission of green house gasses in the year of 1970-2004
increased by 70%, global temperature increased by 0.72% in ten decades, and since 1961 the
sea surface topography has increased by 0.175 cm/year. In other words, urban architecture
greatly contributes in increasing micro climate, particularly city climate. The micro climate is
caused by the heat emitted by buildings and roads, and building equipments using electrical
energy. The finishing of architectural design in cities by using heat emitting materials tends to
be environmentally unfriendly. The design has a potency to create climate disorder. The
building mass, particularly high-rise buildings in the city area, is designed independently.
Consequently, it reflects heat among building mass one another, and it disrupts shadowing
system. Global warming effect is still neglected by architects. They still believe in the
superiority of architectural design in technological context and anti-natural. The issues of
global warming effect seem to be the central issues to be considered by architects and city
designers on how important urban architectural design, which is environmentally friendly, in
creating an environmentally responsive city. In addition, the effects of global climate change
have to be redefined in the design criteria of urban architectural buildings. The result of this
study shows that redesigning urban architecture has to consider some factors, such as technical
finishing design using recent technology, people behaviour, and related regulations.
Keywords: redesign, adaptation, sustainable

Abstrak: Selama ini, arsitektur perkotaan seringkali dianggap sebagai salah satu penyumbang
utama terjadinya pemanasan global (“global warming"). Isu pemanasan global menjadi
semakin popular, di mana gedung bertingkat di perkotaan menjadi salah satu penyebabnya
karena telah menghasilkan 68% total gas emisi gas CO2 di bumi. Emisi gas rumah kaca pada
tahun 1970-2004 mengalami peningkatan sebanyak 70%, suhu global naik 0,72% dalam
sepuluh dasawarsa, dan sejak tahun 1961 permukaan laut naik 0,175 cm/tahun. Dengan kata
lain, arsitektur perkotaan memberikan sumbangan besar terhadap naiknya iklim mikro,
terutama iklim di perkotaan. Kenaikan iklim mikro tersebut diakibatkan oleh panas yang
dipancarkan oleh bangunan dan jalan serta kelengkapan bangunan yang menggunakan energi
listrik. Penyelesaian desain arsitektur di perkotaan dengan menggunakan material yang
memantulkan panas cenderung tidak ramah lingkungan. Desain tersebut berpotensi
menciptakan kekacauan iklim. Massa bangunan, terutama bangunan tinggi di kawasan
perkotaan, dirancang tanpa memperhatikan konteks lingkungan, akibatnya terjadi efek saling
memantulkan panas antar massa bangunan, serta mengacaukan sistem pembayangan. Dampak
pemanasan gobal masih kurang diperhatikan oleh para arsitek, mereka masih percaya pada
keunggulan desain arsitektur yang berbasis teknologi dan anti natural. Kiranya isu dampak
pemanasan global menjadi isu utama yang layak diperhatikan oleh para arsitek dan perancang
kota mengenai betapa pentingnya desain arsitektur perkotaan yang ramah lingkungan dalam
mewujudkan kota yang tanggap lingkungan. Dampak perubahan iklim global perlu
dipertimbangkan sebagai kriteria desain bangunan arsitektur perkotaan. Hasil dari
pembahasan ini menunjukkan bahwa merancang ulang arsitektur perkotaan sebagai langkah
adaptasi menuju kota yang tanggap lingkungan perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu
faktor penyelesaian desain secara teknis dengan teknologi terkini, perilaku masyarakat, dan
peraturan yang mengikat.
Kata kunci : redesain, adaptasi, berkelanjutan
                                                            
1
Edi Purwanto adalah staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

Di kota-kota besar di Indonesia MERANCANG ULANG ARSITEKTUR


seringkali dijumpai penyelesaian desain PERKOTAAN
arsitektur perkotaan yang tidak tanggap
terhadap lingkungan, terutama terhadap iklim Merancang ulang arsitektur perkotaan
tropis. Bangunan-bangunan pencakar langit sebagai langkah adaptasi menuju kota yang
menggunakan material kaca yang dianggap tanggap lingkungan tidaklah mudah seperti
dapat menyelesaikan aspek estetika bangunan yang dibayangkan, terutama untuk kota besar
dan mengurangi efek masuknya panas seperti Jakarta, Bandung, Medan, Semarang,
matahari dalam ruangan. Namun, hal ini Surabaya, dan Manado. Biaya yang tidak
menimbulkan dampak lain berupa efek panas sedikit diperlukan untuk mewujudkannya.
yang lebih besar karena penggunaan Merancang ulang arsitektur perkotaan lebih
pengkondisian udara buatan (AC) untuk mungkin dilakukan pada kota kabupaten atau
mengkondisikan suhu ruangan (Purwanto, kota yang secara fisik belum berkembang.
2011:123-130). Selain itu, pemakaian Apabila dilakukan pada kota yang sudah
material kaca berdampak pada munculnya berkembang, lebih baik jika belum banyak
radiasi panas yang ditimbulkan dari pantulan bangunan pencakar langit atau permasalahan
kaca terhadap lingkungan sekitarnya. Desain arsitektur perkotaannya belum terlalu
arsitektur perkotaan lainnya yang tidak kompleks dibandingkan dengan yang terjadi
tanggap lingkungan adalah penyelesaian di kota besar. Proses merancang ulang ini
sistem perkerasan (lapisan penutup), seperti bukan hanya melakukan perbaikan terhadap
misalnya jalan, jalur pedestrian, open space. bangunan dan lingkungan, tetapi juga
Fungsi terbuka untuk publik banyak yang mengusulkan desain baru yang berorientasi
menggunakan material paving block dengan terhadap lingkungan (Basauli, 2008:249-
alasan kemudahan dalam perawatan. Material 251).
aspal dan paving block mempunyai potensi
memantulkan panas matahari yang cukup METODE YANG DIGUNAKAN
besar dan mengakibatkan radiasi panas yang
luar biasa. Penyelesaian perkerasan yang Metode yang digunakan dalam
semakin luas akan mengurangi kemampuan penulisan ini adalah deskriptif, yaitu dengan
tanah dalam menyerap air hujan dan menggambarkan dan menginterpretasikan
mengakibatkan banjir. obyek permasalahan sesuai dengan kondisi
sebenarnya yang berbasis pada kondisi
Kasus yang lebih spesifik adalah empiris dan kepustakaan yang relevan.
menjamurnya city walk di beberapa kota Menurut Sugiyono (2005:21), metode
besar di Indonesia, seperti di Jakarta, Ban- deskriptif adalah suatu metode yang
dung, Medan, Semarang, Surabaya, Sura- digunakan untuk menggambarkan atau
karta, dan Manado. Hal yang dilupakan oleh menganalisis suatu hasil kajian, tetapi tidak
urban designer adalah bahwa konsep city digunakan untuk membuat kesimpulan yang
walk lebih banyak dikembangkan di negara lebih luas. Ciri-ciri metode deskriptif adalah:
yang mempunyai empat musim. Perancangan [1] memusatkan perhatian pada permasalahan
city walk seringkali melupakan adanya panas yang bersifat aktual, dan [2] menggambarkan
matahari, sehingga banyak pengguna yang fakta tentang permasalahan yang dikaji
merasa tidak nyaman karena merasakan sebagaimana adanya, diiringi dengan
panas ketika beraktifitas, apalagi jika tidak interpretasi rasional yang seimbang.
tersedia pohon-pohon peneduh.
PEMBAHASAN
Contoh yang telah dikemukakan
merupakan salah satu permasalahan betapa Penggunaan Material dan Penyelesaian
para urban planner dan urban designer lebih Desain Arsitektural
memberikan perhatian pada contoh yang
sudah ada di negara lain, terutama adalah Bangunan berlantai banyak dengan
negara barat yang beriklim bukan tropis, menggunakan material kaca banyak terdapat
tetapi melupakan kondisi dan situasi lokal di sepanjang Jalan M. H. Thamrin, Jalan
yang ada di Indonesia yang beriklim tropis. Rasuna Sahid, dan Jalan Jenderal Soedirman

2
Purwanto, E. Merancang Ulang Kota: Langkah Adaptasi dalam Menciptakan kota Berkelanjutan

di Jakarta. Posisi gedung yang berdekatan teras pada Gedung Wisma Dharmala telah
dan penggunaan material kaca yang dipenuhi oleh tanaman, meskipun masih
berlebihan memberikan dampak terhadap terbatas sebagai tanaman atap yang ekstensif.
kenaikan suhu lingkungan akibat efek saling Konsep eco-roof sudah dipraktekkan sejak
memantulkan panas matahari. Pemilihan awal abad ke-20 yang menggunakan tanaman
bahan bangunan yang berwarna putih atau pasif dengan jenis tanaman perdu di lapisan
terang juga menciptakan pemantulan sinar tanah yang tipis.
dan radiasi panas terhadap lingkungan
sekitarnya. Arsitektur tradisional pada dasarnya
telah mempraktekkan prinsip tanggap
lingkungan dengan baik. Material bangunan
yang diambil dari lingkungan alam
sekitarnya dan sumber material kayu tidak
tidak dihabiskan seketika. Aturan tradisi
telah menjadi perangkat bagi pelestarian
sumber daya alami. Namun, pengetahuan
rancang bangun tradisional tersebut tidak
dapat diteruskan seutuhnya kepada generasi
berikut karena pengaruh budaya modern dan
kebutuhan konsumtif yang bersifat serba
cepat (instan). Oleh karena itu, upaya
melanjutkan prinsip-prinsip yang terdapat
pada arsitektur tradisional perlu mendapatkan
perhatian khusus di bidang arsitekur dan
lingkungan (Roesmanto, 2008:1-8).
Koestomo (dalam Budihardjo, 2008:94-104),
juga mengatakan bahwa desain bangunan
kontemporer di perkotaan perlu mempelajari
prinsip desain arsitektur pedesaan, terutama
dari efisiensi gerakan penghuni,
pengendalian suhu, dan kelembaban udara.

Mengadopsi konsep desain arsitektur


Gambar 1. Gedung Wisma Dharmala yang
menggunakan penyelesaian atap teras untuk pedesaan (tradisional) ke dalam konsep
memberi tanggapan pada iklim tropis desain arsitektur perkotaan menimbulkan
Sumber: www. septanabp.wordpress.com, sebuah paradoks bahwa desain arsitektur
diunduh tanggal 9 September 2012 perkotaan menjadi tidak efisien dan tidak
kompak jika menggunakan konsep desain
Tidak banyak bangunan berlantai arsitektur pedesaan. Mike Jenks (dalam
banyak di kota besar, seperti Jakarta, yang Daryanto, 2008:297-323) mengatakan bahwa
desainnya mencoba beradaptasi dengan kota yang terintegrasi (compact city) adalah
kondisi lingkungan. Desain bangunan konsep bentuk kota yang dianggap paling
berlantai banyak yang beradaptasi dengan berkelanjutan (sustainable). Gagasan kota
kondisi lingkungan sekitar, salah satunya yang terintegrasi didominasi oleh model
adalah Gedung Wisma Dharmala karya Paul dasar dari pembangunan kota yang padat
Rudolf. Desain Gedung Wisma Dharmala penduduknya di Eropa. Gagasan kota yang
menunjukkan bagaimana menyikapi kondisi terintegrasi ini dimaksudkan bukan sekadar
iklim tropis (Roesmanto, 2008:1-8). Upaya untuk menghemat konsumsi energi, tetapi
Rudolf dalam mendesain taman pada teras juga efisiensi dalam banyak hal (Dharma,
melayang sebenarnya menerapkan konsep 2008:114-118).
roof terraces yang diambil dari salah satu
prinsip perancangan arsitektur modern yang Argumen tersebut menunjukkan bahwa
dikemukakan oleh Le Corbusier, yaitu the gagasan merancang ulang arsitektur
five points of a new architecture. Saat ini perkotaan akan lebih mudah diterapkan pada

3
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

kota berskala kecil dengan asumsi bahwa sebagai langkah adaptasi menghadapi
potensi penerapan desain bangunan arsitektur perubahan iklim akibat pemanasan global
yang tanggap terhadap lingkungan lebih (Purwanto, 2010:47-54). Masyarakat kota
besar dibandingkan dengan kota berskala yang bermukim di pinggir pantai juga perlu
besar karena di kota kecil terdapat potensi kembali pada kearifan lokal dalam
luas lahan yang cukup, bahan bangunan membangun rumahnya yang berwawasan
alami dari lingkungan sekitar masih lingkungan dan sekaligus hemat energi.
memenuhi kebutuhan, seperti adanya Kota-kota yang terletak di atas bentang alam
material bambu dan batu alam. Selain itu, yang unik tentu mempunyai penyelesaian
permasalahan arsitektur perkotaan di kota yang khusus jika dibandingkan dengan kota-
kecil belum terlalu kompleks dibandingkan kota lainnya. Aspek ekologis lebih banyak
dengan di kota besar. dipertimbangkan dalam proses perencanaan
dan perancangannya (Wikantari, 2008:43-
Menyesuaikan dengan Konteks 48).
Lingkungan

Sebagian besar kota di Indonesia


terletak pada bentang alam atau lansekap
yang unik dan menarik, seperti Kota
Semarang yang terletak di daaerah
perbukitan dan sekaligus di pinggir pantai.
Demikian pula dengan kota-kota kecil di
Indonesia, diantaranya berada di perbukitan
dan sebagian lagi beberapa kota di pinggir
pantai. Bangunan yang terletak di daerah
perbukitan harus lebih banyak memper-
hatikan kondisi struktur tanah, kelerengan
Gambar 2. Desain arsitektur kota yang selaras
tanah, dan Koefisien Dasar bangunan (KDB)
dengan bentang alam
sebagai upaya untuk mengendalikan luas Sumber: www. zonadamai.wordpress.com,
perkerasan bangunan. Jika mengabaikan diunduh tanggal 9 September 2012
kondisi struktur tanah, kelerengan, dan KDB;
maka akan mengakibatkan tanah mudah Menurut Frick dan Suskiyanto
longsor dan banjir. Hal yang perlu (1998:54), harus ada hubungan
diperhatikan untuk menjaga keseimbangan keseimbangan antara mikrokosmos
penggunaan lahan di perbukitan adalah (bangunan arsitektur tempat manusia tinggal)
konservasi lahan untuk mencegah pengalihan dengan makrokosmos (alam semesta tempat
fungsi lahan, terutama oleh para di mana bangunan arsitektur berada)
pengembang. berkaitan dengan alam dan iklim tropis.
Arsitektur di Indonesia sangat dipengaruhi
Kasus yang terjadi di wilayah Bandung oleh iklim tropis di lingkungan sekitarnya,
Utara menunjukkan bahwa pengalihan fungsi yaitu pengaruh sinar matahari dan orientasi
atau konversi lahan perbukitan menjadi lahan bangunan, angin dan penghawaan ruangan,
perumahan dapat menyebabkan banjir di suhu dan perlindungan terhadap panas, curah
kawasan Bandung Selatan. Demikian pula hujan dan kelembaban udara. Gagasan
dengan bangunan-bangunan yang berdiri di tentang keseimbangan mikrokosmos dan
kawasan pantai. Seiring dengan terjadinya makrokosmos dijabarkan oleh Frick dan
pemanasan global, permukaan air laut setiap Suskiyanto sebagai berikut:
tahun mengalami kenaikan yang kemudian
berdampak terhadap kawasan permukiman, Sinar matahari dan orientasi bangunan
terutama yang terletak dipinggir pantai.
Pihak pemerintah, yang di daerahnya banyak Pertimbangan terhadap arah datangnya
terdapat permukiman di pinggir pantai, sinar matahari, orientasi bangunan yang
seharusnya segera melakukan perencanaan ditempatkan tepat di antara lintasan matahari
desain atau menata ulang kawasannya

4
Purwanto, E. Merancang Ulang Kota: Langkah Adaptasi dalam Menciptakan kota Berkelanjutan

dan angin, serta bentuk denah yang sesuai desain yang sesuai dengan iklim tropis.
adalah faktor utama untuk meningkatkan Kadar kelembaban udara sangat tergantung
kualitas iklim mikro yang sudah ada. Dalam pada curah hujan dan suhu udara. Semakin
hal ini, tidak hanya perlu diperhatikan sinar tinggi suhu, semakin tinggi pula kemampuan
matahari yang mengakibatkan panas saja, udara menyerap air.
melainkan juga arah mata angin yang
memberi kesejukan. Orientasi bangunan ter- Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
hadap sinar matahari yang paling cocok dan Perkotaan
menguntungkan adalah hasil kompromi
antara letak gedung yang memanjang dari Menurut Hakim dan Utomo (2003:1-
timur ke barat dan yang terletak tegak lurus 10), ruang terbuka hijau kota pada dasarnya
terhadap arah angin. Selain itu, bangunan adalah bagian dari kota yang tidak terbangun,
yang berbentuk persegi panjang relatif lebih yang berfungsi menunjang kenyamanan,
menguntungkan daripada bangunan yang kesejahteraan, peningkatan kualitas
berbentuk bujur sangkar. lingkungan, dan pelestarian alam. Kota tidak
hanya merupakan kumpulan gedung dan
Angin dan sistem penghawaan ruangan sarana fisik lainnya, akan tetapi kota adalah
kesatuan interaksi antara lingkungan fisik
Angin dan penghawaan ruangan yang kota dan warga kota.
terus menerus akan membuat iklim di dalam
ruangan menjadi lebih sejuk. Udara yang Banyak kota besar di Indonesia yang
mengalir menghasilkan penyegaran terbaik cenderung tidak memperhatikan betapa
karena dengan penyegaran tersebut terjadi pentingnya peran ruang terbuka hijau
proses penguapan yang menurunkan suhu perkotaan. Penyediaan dan penataan ruang
pada kulit manusia. Penyegaran udara di terbuka hijau kota secara tepat akan mampu
dalam ruangan, di samping tergantung meningkatkan kualitas atmosfer kota,
terhadap pergerakan udara, juga sangat menyegarkan udara, menurunkan suhu kota,
tergantung pada pertukaran udara. Pada menyapu debu permukaan kota, menurunkan
desain bangunan yang memperhatikan kadar polusi udara, dan meredam kebisingan.
penghawaaan ruangan alami memerlukan Penelitian yang dilakukan oleh Embleton
bukaan-bukaan dinding berupa jendela dan (dalam Hakim dan Utomo, 2003:1-10)
ventilasi udara lainnya. menyatakan bahwa 1 (satu) hektar ruang
terbuka hijau kota dapat meredam suara pada
Suhu dan perlindungan terhadap panas 7 dB per 30 meter jarak dari sumber suara
pada frekuensi kurang dari 1.000 CPS atau
Pengaruh suhu terhadap ruangan dapat dengan kata lain dapat meredam kebisingan
diatur dengan konstruksi atap yang selain antara 25-80%.
melindungi manusia terhadap cuaca, juga
memberi perlindungan terhadap radiasi panas Pada umumnya, ruang terbuka hijau
dengan sistem penyejuk udara secara didominasi oleh tanaman dan tumbuhan.
alamiah. Untuk menyejukkan udara dalam Unsur ini banyak berpengaruh terhadap
rumah beratap datar dapat menggunakan kualitas udara kota. Tanaman dapat
sistem kolam air (roof pond) yang menerima menciptakan iklim mikro, yaitu adanya
panas matahari dan menghantarkan panas penurunan suhu lingkungan, kelembaban
tersebut pada malam hari. Sistem yang agak yang cukup dan kadar O2 yang bertambah.
mirip adalah lapisan tanah di atas atap datar Menurut penelitian Gerakls (dalam Hakim
yang ditanami rumput yang tahan musim dan Utomo, 2003: 1-10), setiap 1 hektar
kering. ruang terbuka hijau kota dapat menghasilkan
0,6 ton oksigen untuk konsumsi 1.500 orang/
Curah hujan dan kelembaban udara hari.

Curah hujan dan kelembaban udara Memperkuat pendapat Hakim dan


adalah faktor penting yang perlu diperhatikan Utomo, Frick dan Suskiyanto (1998:83)
dalam menjaga keseimbangan alam dengan mengatakan bahwa selain berguna sebagai

5
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

perbaikan kualitas kehidupan, peningkatan kendaraan bermotor mengalami pertumbuhan


pendapatan daun, kayu, akar dan sebagainya, 7-12% per tahun, jauh lebih besar daripada
ruang terbuka hijau perkotaan dapat pertumbuhan pernambahan ruas jalan baru.
berfungsi dalam pelestarian lingkungan Salah satu solusi mengatasi masalah tersebut
dengan jenis tanaman/ pepohonan yang adalah dengan menyediakan angkutan umum,
berfungsi menjaga erosi tanah, banjir, sumber seperti bus transjakarta. Namun, fasilitas ini
air, serta mengurangi pencemaran udara nampaknya belum dapat mengatasi masalah
akibat polusi dan debu. kemacetan lalu lintas secara keseluruhan.
Masalah kemacetan lalu lintas memerlukan
solusi lain, misalnya dengan penyediaan
angkutan umum sejenis monorail atau kereta
subway yang dapat menjangkau ke seluruh
wilayah kota Jakarta.

Bersepeda dan berjalan kaki adalah


salah satu alternatif moda transportasi yang
paling mungkin dilakukan untuk menghemat
energi di kota. Namun, di kota-kota besar di
Indonesia, hal ini nampaknya belum
memperoleh perhatian yang besar dari pihak
penentu kebijakan. Lebih dari itu, bersepeda
Gambar 3. Ruang hijau kota di antara bangunan
berlantai banyak maupun berjalan kaki dapat dilakukan oleh
Sumber: www.seruu.com/indonesiana/sains-a- siapa saja, mulai dari golongan miskin
teknologi/artikel/, diunduh tanggal 9 September sampai kaya. Di negara Eropa, khususnya
2012 Belanda, kegiatan bersepeda yang dilakukan
warganya sudah menjadi pemandangan
Mengutamakan Sistem Transportasi umum. Kesadaran mereka memanfaatkan
Massal dan Penyediaan Fasilitas Pejalan moda transportasi tanpa bahan bakar minyak
Kaki patut diteladani. Kecenderungan yang terjadi
di negeri Belanda ini sedikit banyak
Ruang-ruang perkotaan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi iklim yang ada,
saat ini semakin padat terisi baik oleh yaitu tidak dipengaruhi oleh iklim panas
bangunan-bangunan maupun kendaraan yang berkepanjangan.
modern. Ketinggian bangunan pun
bertambah. Seiring dengan bertambahnya
ketinggian bangunan, jenis kendaraan seperti
sepeda, andong, becak secara berangsur-
angsur tersingkir oleh kendaraan bermotor.
Kendaraan jenis ini memang nyaman bagi
pengendaranya, tetapi juga merupakan
penghasil panas, CO2, dan suara bising
(Siswanto, dalam Budihardjo, 2008:12-17).

Penggunaan mobil di perkotaan yang


sebagian besar merupakan kendaraan pribadi
dengan jumlah penumpang sedikit, juga Gambar 4. Penyediaan jalur sepeda berdampingan
memberikan kontribusi terhadap kemacetan dengan angkutan massal di Belanda
yang berdampak terhadap konsumsi energi Sumber: www. sahabat-sepeda.blogspot.com,
yang sangat tinggi dan meningkatkan diunduh tanggal 9 September 2012
terjadinya polusi udara (Daryanto, 2008:
297-323). Di kota besar seperti Jakarta, Contoh lain adalah kota Bogota di
terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan negara Columbia, Amerika Tengah yang
penjualan kendaraan bermotor dengan mulai mengutamakan kegiatan bersepeda
ketersediaan panjang ruas jalan. Penjualan bagi warganya (Daryanto, 2008:297-323).

6
Purwanto, E. Merancang Ulang Kota: Langkah Adaptasi dalam Menciptakan kota Berkelanjutan

Jalur-jalur sepeda dan pedestrian dibuat tersebut seharusnya mempertimbangkan


sangat menyatu, menerus, dan terintegrasi aspek kenyamanan bagi penggunanya,
serta akses yang sangat luas hingga khususnya perlindungan dari panas matahari
menembus berbagai kawasan permukiman. secara langsung.
Oleh karena itu, dalam kurun waktu lima
tahun, jumlah pengendara sepeda meningkat
drastis, yakni dari 8% pada tahun 1998
menjadi 16% pada tahun 2003.

Kebijakan untuk lebih mengutamakan


transportasi sepeda dan berjalan kaki se-
yogyanya sudah mulai dipikirkan di kota-
kota besar di Indonesia. Sementara ini, Kota
Yogyakarta sudah menyediakan jalur khusus
sepeda dengan cara menandai beberapa jalan
dengan marka khusus pengendara sepeda. Di
Jakarta, terutama di Jalan MH Tamrin,
dibebaskan sebagai jalur kendaraan non
Gambar 5. City walk di Kota Surakarta
bermotor khusus pada hari Sabtu. Meskipun
Sumber: www.skyscrapercity.com, diunduh
demikian, upaya di kedua kota tersebut tanggal 9 September 2012
belum sepenuhnya membuahkan hasil karena
banyak faktor yang mempengaruhinya. Peran Perilaku Masyarakat
Demikian pula dengan kegiatan pejalan kaki,
masih banyak kota di Indonesia yang tidak Penduduk kota cenderung menyukai
menyediakan fasilitas memadai bagi pejalan penggunaan material perkerasan yang
kaki. Jalur pedestrian seringkali menutupi tanah dengan harapan ketika
dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima untuk musim hujan tidak becek dan tetap dapat
berdagang dan tidak cukup nyaman untuk dilalui dengan mudah. Semakin luasnya
dilalui. hamparan material keras yang menutupi
muka tanah, maka muka tanah tidak dapat
Faktor cuaca yang panas juga sangat berevaporasi. Padahal, uap air hasil evaporasi
mempengaruhi keengganan pejalan kaki berperan dalam menurunkan suhu udara
untuk memanfaatkan jalur pedestrian. karena uap air akan menyerap panas dengan
Beberapa saat yang lalu, Kota Semarang cepat. Muka tanah terbuka maupun hamparan
menyediakan fasilitas city walk di kawasan rumput dan rimbun daun adalah elemen-
Kota Lama, tetapi tidak berlangsung lama elemen pengendali suhu udara, terutama di
karena masyarakat yang memanfaatkan perkotaan. Fenomena tersebut menunjukkan
fasilitas tersebut menjadi enggan karena bahwa perilaku masyarakat ikut berperan
cuaca yang panas. Beberapa pakar perkotaan sebagai penyebab munculnya permasalahan
mengusulkan penanaman pohon peneduh kota yang tidak tanggap terhadap lingkungan.
sebagai salah satu solusi agar city walk
tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Selain Fakta akibat pemanasan global
Kota Semarang, Kota Surakarta juga mendorong lahirnya berbagai inovasi produk
menyediakan fasilitas city walk di sepanjang industri yang akan terus berkembang dalam
Jalan Slamet Riyadi. City walk di Jalan dunia arsitektur dan bahan bangunan. Dalam
Slamet Riyadi Surakarta mempunyai dunia arsitektur, perancangan bangunan yang
kelebihan dibandingkan dengan city walk ramah lingkungan dikenal istilah green
yang ada di kota Semarang, yaitu architecture (arsitektur hijau). Konsep
ketersediaan pohon-pohon peneduh. pembangunan arsitektur hijau menekankan
pada peningkatan efisiensi dalam
Penyediaan fasilitas jalur sepeda penggunaan air, energi, dan material
maupun jalur pejalan kaki sangat dipengaruhi bangunan, dimulai dari proses desain,
oleh kondisi iklim tropis yang ada di
Indonesia. Oleh karenanya, desain fasilitas

7
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

pembangunan, hingga pemeliharaan mencemari lingkungan. Selain itu, masih


bangunan (Paramita, 2008: 259-265). banyak alternatif material substitusi yang
berorientasi ramah lingkungan. Penggunaan
material substitusi ini memerlukan sosialisasi
secara terus-menerus. Penggunaan material
substitusi memang akan memerlukan biaya
investasi yang lebih besar, tetapi untuk
penggunaan jangka panjang, keuntungan
penggunaan material ini akan jauh lebih
besar.

Aspek Peraturan

Rencana tata ruang seharusnya baru


dapat disahkan apabila sudah ada bukti
partisipasi dari pemangku kepentingan
Gambar 6. Peran serta masyarakat dalam
(stake-holders), terutama masyarakat, dalam
pembuatan biopori
Sumber: www. unpad.ac.id, diunduh tanggal 9 proses penyusunannya. Keberlanjutan
September 2012 pembangunan yang diterapkan harus
ditujukan bagi terwujudnya keseimbangan
Perilaku masyarakat, baik arsitek ekologis (environment), penyediaan lapangan
maupun pengguna bangunan, harus segera kerja (employment), pelibatan swasta
diarahkan bahwa desain bangunan yang (empowerment), penegakkan hukum
memperhatikan banyak bukaan adalah untuk (enforcement), kenyamanan warga
memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya (enjoyment), etika pembangunan (ethics of
alami dengan sesedikit mungkin development), keadilan (equity), konservasi
menggunakan penerangan lampu dan energi (energy conservation), dan estetika
pengkondisian udara di siang hari. Desain lingkungan.
bangunan hemat energi akan membatasi luas
lahan yang terbangun, menggunakan layout Namun, pada kenyataannya,
sederhana, menciptakan ruang yang pembangunan kota yang telah dilaksanakan
mengalir, menggunakan kualitas bahan tidak memberikan jaminan kualitas hidup
bangunan yang bermutu dengan yang lebih baik pada warganya (Budihardjo
mengutamakan efisiensi bahan dan dalam Roesmanto, 2008:1-8). Negara
penggunaan material ramah lingkungan. Indonesia telah mempunyai Undang-Undang
Tata Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007.
Perilaku masyarakat lainnya yang Dalam Undang-Undang Tata Penataan Ruang
perlu disosialisasikan adalah menghindari dengan tegas diamanatkan bahwa
penggunaan material kayu untuk konstruksi perencanaan tata ruang berorientasi pada
atap, kusen, serta daun pintu dan jendela pelestarian lingkungan. Kelemahan yang
karena penebangan hutan yang tidak sering terjadi adalah lemahnya kedudukan
terkendali. Material substitusi kayu adalah sebuah instrumen peraturan dalam
baja ringan dan aluminium. Kelebihan baja perencanaan sebuah tata ruang, di samping
ringan dan aluminium adalah bersifat ringan, kurangnya ketersediaan sumber daya
mudah dalam perawatan, anti karat, anti manusia berkualitas yang menyusun
rayap, dan memiliki penampilan yang baik. peraturan serta sumber daya manusia yang
Penggunaan septick tank konvensional juga mengimplementasikan peraturan tersebut.
perlu dihindari karena menyebabkan
pencemaran air tanah dan bentuknya Salah satu contoh peraturan yang
memerlukan ruang yang khusus. Saat ini berkaitan dengan arsitektur (perkotaan)
sudah tersedia septic tank dengan penyaring adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
biologis berbahan fiber glass dirancang Nomor 29/PRT/M/ 2006 bagian III.2. tentang
dengan teknologi khusus, sehingga tidak Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan.
Kriteria mengenai persyaratan tata bangunan

8
Purwanto, E. Merancang Ulang Kota: Langkah Adaptasi dalam Menciptakan kota Berkelanjutan

dan lingkungan tidak ada yang menyebutkan Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,
tentang persyaratan dan pengendalian pada Universitas Diponegoro.
penggunaan material yang tidak ramah Frick, H. & Suskiyanto, B. 1998. Dasar-
lingkungan. Demikian pula pada instrumen Dasar Eko Arsitektur. Yogyakarta:
pengajuan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) Penerbit Kanisius.
di beberapa kota di Jawa Tengah, tidak Hakim, R. & Utomo, H. 2002. Komponen
satupun yang menyebutkan persyaratan Perancangan Arsitektur Lansekap.
untuk menggunakan material bangunan yang Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
ramah lingkungan. Sudah saatnya penentu Paramita, B. 2008. Peran Masyarakat Tingkat
kebijakan mulai memikirkan instrumen Lokal dalam Perencanaan Ruang
peraturan yang lebih komprehensif dalam Kawasan Permukiman Kota.
bidang tata bangunan dan lingkungan (kota, Proceeding Seminar Nasional Peran
kawasan) mengenai bagaimana sebuah Arsitektur Perkotaan dalam
bangunan atau kumpulan bangunan pada Mewujudkan Kota Tropis. Semarang:
skala kota harus memperhatikan penggunaan Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,
material yang ramah terhadap lingkungan. Universitas Diponegoro.
Purwanto, E. 2010. The Re-Designing of
KESIMPULAN DAN PENUTUP Responsive Coastal Settlement Toward
Tropical Climate - A Case Study:
Merancang ulang arsitektur perkotaan Semarang City Coastal Settlement.
sebagai langkah adaptasi menuju kota yang Jurnal Pembangunan Wilayah dan
tanggap lingkungan menyangkut beberapa Kota Undip, 6 (3).
faktor, yaitu faktor penyelesaian desain Purwanto. E. 2011. Penggunaan Elemen
secara teknis dengan teknologi terkini yang Kaca pada Bangunan Arsitektur
ada, faktor perilaku masyarakat, dan faktor Tropis. Proceeding Seminar Nasional
peraturan yang mengikat. Kaca dalam Arsitektur Bangunan dan
Lingkungan. Semarang: Magister
DAFTAR RUJUKAN Teknik Arsitektur, Universitas
Diponegoro.
Basauli, U. L. 2008. Penyusunan Panduan Roesmanto, T. 2008. Towards Green
Rancangan Kota Untuk Menuju Kota Architecture and Sustainable City in
Tropis. Proceeding Seminar Nasional Nusantara. Makalah Pembicara Utama
Peran Arsitektur Perkotaan dalam Simposium Internasional Architecture,
Mewujudkan Kota Tropis. Semarang: Development, and Urbanization.
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Medan: Jurusan Arsitektur Universitas
Universitas Diponegoro. Tri Karya Medan.
Budihardjo, E. 2008. Arsitektur Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian.
Pembangunan dan Konservasi Bandung: Alfabeta
(cetakan terbaru). Jakarta: Penerbit Wikantari, R.. 2008. Citra Kearifan
Djambatan. Arsitektur Lokal dalam Perwujudan
Daryanto. 2008. Merancang Kota Hemat Kota Tropis. Proceeding Seminar
Energi pada Kota Tropis. Proceeding Nasional Peran Arsitektur Perkotaan
of International Symposium dalam Mewujudkan Kota Tropis.
Architecture, Development and Semarang: Jurusan Arsitektur,
Urbanization. Medan: Jurusan Fakultas Teknik, Universitas
Arsitektur Universitas Tri Karya Diponegoro.
Medan.
Dharma, A. 2008. Kota Kompak www.septanabp.wordpress.com, diunduh
Berkelanjutan Sebagai Konsep tanggal 9 September 2012
Pembangunan Kota di Indonesia. www.zonadamai.wordpress.com, diunduh
Proceeding Seminar Nasional Peran tanggal 9 September 2012
Arsitektur Perkotaan dalam www.seruu.com/indonesiana/sains-a-
Mewujudkan Kota Tropis. Semarang: teknologi/artikel/, diunduh tanggal 9
September 2012

9
Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, Nomor 1, April 2012

www.sahabat-sepeda.blogspot.com, diunduh www.unpad.ac.id, diunduh tanggal 9


tanggal 9 September 2012 September 2012
www.skyscrapercity.com, diunduh tanggal 9
September 2012

10

You might also like