Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kerja Praktek Petrokimia Gresik
Laporan Kerja Praktek Petrokimia Gresik
INTISARI
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i
Intisari ................................................................................................................... v
Tugas Khusus
BAB I
PENDAHULUAN
PT. Petrokimia Gresik didirikan atas dasar kondisi wilayah Indonesia yang
merupakan negara agraris dan memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah,
sehingga titik berat pembangunan terletak pada sektor pertanian. Salah satu usaha
untuk meningkatkan produksi pertanian di Indonesia adalah dengan cara
mendirikan pabrik pupuk untuk memenuhi kebutuhan pupuk nasional.
PT. Petrokimia Gresik merupakan salah satu perusahaan pupuk yang
berada di bawah holding company PT. Pupuk Indonesia yang merupakan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN). PT Pupuk Indonesia membawahi 5 pabrik pupuk
besar yang ada di Indonesia yaitu, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk
IskandarMuda, PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Sriwijaya, dan PT Pupuk Kaltim.
PT. Petrokimia Gresik bergerak di bidang produksi pupuk, bahan - bahan
kimia, dan jasa lainnya seperti jasa konstruksi dan engineeringdalam lingkup
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Nama Petrokimia berasal dari kata
“Petroleum Chemical” disingkat menjadi “Petrochemical”, yaitu bahan-bahan
kimia yang dibuat dari minyak bumi. Pada saat ini pembuatan pupuk di PT.
Petrokimia Gresik tidak lagi menggunakan bahan baku minyak bumi, melainkan
menggunakan gas alam. Namun perubahan penggunaan bahan baku ini tidak
merubah nama PT. Petrokimia Gresik.
2. Tahun 1964
Pembangunan fisik tahap pertama Projek Petrokimia Soerabaja didasarkan
pada Inpres RI No. 1/Instr/1963, dilaksanakan oleh Consindit Sp. A dari
Italia.
3. Tahun 1972
Projek Petrokimia Soerabaja diresmikan oleh Presiden Soeharto sebagai
badan usaha berbentuk perusahaan umum dengan nama Perum Petrokimia
Gresik. Selanjutnya setiap tanggal 10 Juli diperingati sebagai Hari Ulang
Tahun PT. Petrokimia Gresik.
4. Tahun 1975
Bentuk perusahaan perum Petrokimia Gresik berubah menjadi PT.
Petrokimia Gresik (Persero).
5. Tahun 1997
PT. Petrokimia Gresik telah berubah status menjadi Holding Company
bersama PT. Pupuk Sriwijaya Palembang.
6. Tahun 2000
Pabrik Pupuk Majemuk “PHONSKA” dengan teknologi Spanyol INCRO
dimana konstruksinya ditangani oleh PT. Rekayasa Industri dengan
kapasitas produksi 3000 ton/tahun. Pabrik ini diresmikan oleh presiden
Abdurrachman Wachid pada tanggal 25 Agustus 2000.
7. Tahun 2003
Di sekitar bulan Oktober dibangun pabrik NPK blending dengan kapasitas
produksi 60.000 ton/tahun.
8. Tahun 2004
Mulai dilakukan sistemRehabilitation Flexible Operation (RFO) di PT.
Petrokimia Gresik unit Pabrik Fosfat I (PF I) dapat memproduksi pupuk
PHONSKA serta memproduksi pupuk SP-36 dengan harapan dapat
memenuhi permintaan pasar akan PHONSKA yang tinggi sewaktu-waktu.
9. Tahun 2005
Pupuk Kalium Sulfat (ZK) dengan kapasitas produksi 10.000 ton/tahun
mulai diproduksi pada awal bulan Maret. Kemudian pada bulan Desember
mulai diproduksi dan dikomersialkan pupuk petroganik dengan kapasitas
pengembangan, serta direktur SDM dan umum. Berikut ini adalah struktur
keorganisasian yang ada di PT. Petrokimia Gresik berdasarkan SK Direksi No
0200/LI.00.01/30/SK/2016.
Ga
mb
ar
1.2
Str
ukt
ur
Org
anis
asi
PT.
Pet
rok
imi
a
Departemen Produksi III B mulai dioperasikan sejak tahun 2015. Unit ini
merupakan penyempurnaan dari Departemen Produksi III A. Pembangunan
Departemen Produksi III B ini dipilih karena perluasan terhadap Departemen
Produksi III A dianggap lebih mahal dibandingkan dengan mendirikan
departemen produksi yang baru. pabrik yang terdapat pada unit ini terdiri dari:
1. Pabrik Asam Fosfat (H3PO4)
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan asam fosfat di PT.
Petrokimia Gresik adalah phosphate rock (Ca3(PO4)2) dan asam sulfat
(H2SO4). Produk utama yang dihasilkan adalah asam fosfat yang
digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk SP-36, sedangkan
produk samping yang dihasilkan adalah phosphogypsum yang digunakan
sebagai bahan baku purified gypsum. Kapasitas produksi pabrik ini adalah
sebesar 650 ton/hari.
2. Pabrik Asam Sulfat (H2SO4)
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan asam sulfat di PT.
Petrokimia Gresik adalah belerang. Produk utama yang dihasilkan adalah
asam sulfat 98,5 % wt yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan
asam fosfat, dan pupuk ZA, sedangkan produk samping yang dihasilkan
adalah superheated steam yang digunakan untuk menggerakkan steam
6. PT. PETROCENTRAL
Perusahaan patungan dari PT. Petrokimia Gresik dengan kepemilikan
saham sebesar 9,8% dan perusahaan lain sebesar 90,2%. Hasil produksi
berupa Sodium Trypoly Phosphate (STPP).
7. PT. PETRO JORDAN ABADI
Perusahaan patungan dari PT. Petrokimia Gresik dengan kepemilikan
saham sebesar 50% dan perusahaan lain sebesar 50%. Produk utama yang
dihasilkan adalah asam fosfat.
BAB II
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan salah satu hal utama
yang harus dijaga agar produktivitas kerja tetap tinggi. Sistem Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan
lingkungan kerja yang terintegrasi. Penerapan sistem K3 secara tepat dapat
mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, terwujudnya tempat kerja yang
aman dan nyaman, dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja.
Sistem Kesehatan dan keselamatan kerja menjadi sangat krusial,
mengingat PT. Petrokimia Gresik adalah perusahaan besar dengan ribuan
karyawan dan memproduksi sejumlah material kimia berbahaya.
Pelaksanaan K3 di PT. Petrokimia Gresik merupakan penjabaran dari
Undang-Undang No.1/1970 tentang Keselamatan Kerja dan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja PER/05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
BAB III
MANAJEMEN PRODUKSI
1. Seksi perencanaan
Bertanggungjawab kepada Kepala Bagian Candal Produksi dalam
merencanakan produksi pabrik.
2. Seksi pengendalian
Bertanggungjawab kepada Kepala Bagian Candal Produksi dalam
mengendalikan produksi pabrik.
Di bawah ini, akan dijelaskan mengenai seksi perencanaan produksi dan seksi
pengendalian produksi di PT. Petrokimia Gresik.
BAB IV
DEPARTEMEN PRODUKSI I
Dengan Katalis diatas, Kandungan sulfur dalam gas alam dapat dikurangi sampai
kurang dari 0,1 ppm di dalam desulfurizer . Reaksi yang terjadi:
- Pada Katalis Co-Mo
CH3HS + H2→ CH4 + H2S + Panas
C4H4S + 4H2→ n - CH4H2O + H2S + Panas
- Pada Katalis ZnO
H2S + Zno → Zn S + H2O + Panas
Penjelasan Proses :
Gas alam dengan kondisi 18,3 kg/cm2 dan 16oC masuk ke unit amonia dan
dialirkan ke knock out drum (144-F). Di sini terjadi pemisahan fraksi berat
hidrokarbon. Aliran gas dimasukkan dari samping drum kemudian dilewatkan
suatu demister pad untuk menahan fraksi berat hidrokarbon yang terbawa. Aliran
gas akan naik ke atas menuju proses selanjutnya. Liquid hidrokarbon akan
dibuang. Aliran gas yang sudah dipisahkan dari fraksi berat hidrokarbon dibagi
menjadi dua, satu aliran ke feed gas compressor (102J) dan yang lain ke fuel gas.
Gas yang dimasukkan ke feed gas compressor dimaksudkan untuk menaikkan
tekanannya menjadi 45,7 kg/cm2 dan 103oC. Kompressor ini digerakkan oleh
Medium Pressure Steam (MPS).
Umpan gas setelah dikompresi lalu diinjeksi dengan gas kaya H2
daridischarge first casepada synthesis gas compresor (103-J) lalu masuk
convection section primary reformer (101-B), dimana gas dipanaskan melalui
preheated menjadi 399oC kemudian gas alam masuk ke desulfurizer. Desulfurizer
merupakan vertikal vessel yang berisi katalis Co/Mo 4,25 m3 dan katalis ZnO 35,4
m3. Di dalam desulfurizer (108 DA/DB) terdapat katalis ZnO yang hanya
menyerap sulfur sebagai H2S, sehingga sebelum mencapai bed ZnO sulfur harus
diubah dahulu menjadi H2S dengan mengontakkan gas alam dengan katalis
Co/Mo. Reaksi ini berlangsung pada temperatur 399oC dan tekanan 44,3 kg/cm2.
Effisiensi maksimum ZnO untuk desulfurisasi adalah dengan menaikkan
temperatur, tetapi untuk meminimumkan thermal cracking komponen maka suhu
yang optimal pada desulfurizer adalah 350-400oC. Keluaran dari desulfurizer
menghasilkan effluent dengan kandungan sulfur < 0,1 ppm. Selanjutnya gas
masuk ke dalam sistem Primary Reforming
c. Secondary Reformer
Gas keluar primary reformer direaksikan dengan udara (21% O2) di dalam
reactor fixed bed berisi katalis nikel. Reaksi yang terjadi didalam reformer ini
adalah:
- 2H2+ O2 ↔ 2H2O
- CH4 + H2O ↔ CO + 3H2
- CO + H2O ↔ CO2 + H2
Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik yang panasnya dimanfaatkan untuk
membangkitkan steam pada Waste Heat Boiler.
Penjelasan Proses :
Proses reforming adalah reaksi antara gas alam dengan steam yang
dilewatkan katalis Ni, menghasilkan H2, CO dan CO2. Pada Primary Reformer
(101 B), gas dan steam dicampur, dipanaskan dan dilewatkan katalis untuk
mengasilkan H2, reaksi ini terjadi di dalam radiant tube yang berisi katalis Nikel.
Radiant tube tersusun atas tube yang disusun menjadi 4 header dengan 56 tube
pada masing-masing header. Gas H2 yang dihasilkan digunakan untuk
memproduksi amoniak pada seksi sintesis. Gas yang sudah di desulfurisasi
diinjeksi dengan MPS. Steam juga membantu mencegah terjadinya cooking pada
katalis jika ratio dijaga diatas 3,1:1. Kenaikkan ratio steam terhadap gas alam
akan mempengaruhi penurunan kandungan metana dan menaikkan kandungan H2
yang dihasilkan. Akan tetapi menaikkan ratio steam diatas 3,1:1, membutuhkan
lebih banyak panas, sehingga ratio steam dan gas yang paling optimum untuk PT
Petrokimia Gresik adalah 3,2 : 1. Mixed feed ini memerlukan pemanasan awal
pada Mixed Feed Preheat Coil (101-B) sampai temperatur 621oC. Hal ini
dilakukan agar reaksi lebih mudah terjadi, apabila tanpa pemanasan awal reaksi
akan membutuhkan panas reaksi yang lebih besar dan bisa menyebabkan umur
radiant tube lebih pendek, temperatur radiant tube yang diharapkan adalah 827oC
dengan batasan temperatur 935oC. Dua reaksi yang terjadi adalah endotermik dan
eksotermik :
CH4 + H2O + panas ↔ CO + 3H2
CO + H2O ↔ CO2 + H2 + panas
Reaksi overall adalah endotermik yang memerlukan panas, maka radiant
tube ini dibalut dengan nickel alloy untuk menahan temperatur. Gas yang
dihasilkan mempunyai komposisi sebagai berikut :
- H2 : 65,76% N2 : 0,58%
- CO :10,23% CO2 : 11,26% CH4 : 12,17%
Gas yang bereaksi melalui tube akan keluar melalui bagian bawah tube
dan disatukan dalam sebuah pipa besar yang disebut riser. Dari riser dikirim ke
Secondary Reformer (103-D). Pada Primary Reformer (101-B) terdapat forced
dan induced draft fans. Forced draft fans berbentuk blower yang menekan udara
kebawah agar dapat memanasi reformer dengan maksimal. Induced draft fans
diperlukan untuk menghilangkan produk pembakaran atau flue gas, dan
mengkondisikan pada saat udara keluar melalui chimney tidak melebihi standar
baku pembuangan yang ditetapkan oleh peraturan terkait. Udara luar dihisap oleh
blower dan dialirkan ke daerah pembakaran 101-B. Udara pembakaran dari forced
draft (101-BJ1) dipanaskan terlebih dahulu dalam air preheater pada 101-B. Flue
gas panas mengalir ke bawah melalui radiant section box. Flue gas memberikan
kenaikkan panas pada coil yang dapat digunakan untuk heater aliran. Flue gas
HTS Conventer (104 D1) pada temperatur 436oC. Reaksi pada HTS Conventer
(104 D1) eksotermis dan reversibel tergantung dari tempertur steam ratio dan
keaktifan katalis.Gas yang keluar dari HTS Conventer (104 D1) didinginkan di
dua exchanger 103 C1/C2 menjadi 203oC. Pendinginan dilakukan oleh udara dari
boiler yang masuk pada tube exchanger. Hal ini dilakukan untuk mengontrol
temperatur gas yang masuk pada LTS Conventer (104 D2), temperatur gas masuk
yang paling minimum yaitu 200oC. Maksimum temperatur katalis pada LTS
Conventer (104 D2) adalah 260oC sehingga harus dijaga agar temperatur gas
masuk juga tidak terlalu besar.
Gas masuk pada bagian atas LTS Conventer (104 D2) pada temperatur
203oC lalu turun ke bawah melewati bed katalis lalu keluar pada bagian bawah
LTS Conventer (104-D2) pada suhu 227oC. Reaksi pada LTS Conventer (104-D2)
eksotermis. Hasil keluaran gas mempunyai komposisi sebagai berikut :
H2 : 59,74% N2 : 20,54% CO : 0,3% CO2 : 18,87% CH4 : 0,29% Ar : 0,26%
Gas keluaran LTS Conventer (104-D2) harus dididinginkan untuk
mengkondensasikan seluruh uap air dan mendinginkan gas proses sebelum masuk
ke CO2absorber (101-E). Sistem ini dilakukan dengan melewatkannya pada lima
exchanger secara seri dan sebuah gas separator.
dengan absorbsi secara counter current dengan larutan benfield. Larutan benfield
adalah larutan yang terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :
- potasium karbonat (K2CO3) 25-30 % berat, sebagai komponen
penyerap utama,
- diethanolamine 3-5% berat, untuk membantu proses absorbsi CO2 atau
sebagai aktivator,
- corrossioninhibitor(Vanadium Pentoxide), 0,5-0,6% berat, untuk
menurunkan korosi pada pipa-pipa, vessel-vessel dan pompa-pompa.
- KNO2 (Potasium Nitrit), sebagai pengontrol keadaan Oksidasi dari
Vanadium.
- air, sebagai pelarut.
Larutan benfield mempunyai tiga spesifikasi yaitu :
- Lean atau bebas CO2, merupakan larutan yang sudah teregenerasi
sempurna diperoleh dari CO2Stripper (102-E), larutan ini
dipergunakan untuk penyerapan CO2 yang terakhir pada bagian puncak
dari CO2Absorber (101-E).
- Semi lean, masih mengandung sebagian CO2, merupakan larutan yang
sudah teregenerasi sebagian dan masih mengandung sedikit potasium
bicarbonate (KHCO3), larutan ini diperoleh dari 102 E melalui Flash
Tank (132-F) dan digunakan untuk penyerapan sebagian CO2 di 101-E.
- Rich solution pada bagian bawah absorber yang telah sempurna
menyerap CO2 dan mengandung K2CO3 dengan presentase yang
tinggi, dapat diregenerasi kembali di CO2Stripper (102-E).
Semua larutan disirkulasikan secara terus-menerus dengan sedikit make up
jika diperlukan. Proses penyerapan CO2 dikerjakan di Absorber (101-E), yang
reaksinya sebagai berikut :
K2CO3 + CO2 + H2O → 2KHCO3 + panas
DEA menyerap sisa CO2 , mengatur target operasi 0,06-0,1 % CO2 pada
gas yang keluar CO2 Absorber (101-E). V2O5 membentuk lapisan pelindung pada
dinding dalam absorber dan dapat menurunkan korosi pada pipa-pipa, vessel-
vessel dan pompa-pompa.
Gas masuk CO2Absorber (101-E) lalu naik keatas melewati dua bed
terbawah. Gas tersebut kontak dengan larutan semi lean benfield yang sudah
teregenerasi sebagian, dan pada kontak pertama ini sebagian besar CO2 terserap
oleh larutan. Aliran gas yang sebagian besar CO2 sudah terserap akan terus naik
ke atas melalui bed paling atas dan disini terjadi kontak dengan larutan lean
solution benfield yang turun kebawah. Pada kontak kedua ini sebagian besar CO2
sisa terserap, dan gas keluar CO2Absorber (101-E) pada 70oC dan masuk
Absorber KO Drum (102-F2). 102 F2 berfungsi untuk memisahkan larutan
benfield yang terikut aliran gas. Larutan dikeluarkan dari 102-F2 secara blow
down manual dan dikirim ke tanki pengumpul dan dijadikan chemical waste.
Hasil keluaran raw synthesis gas yang menuju 102-F2 mempunyai komposisi
sebagai berikut :
- H2 : 73,59% N2 : 25,30% CO : 0,37%
- CO2 : 0,06% CH4 : 0,36% Ar : 0,32%
Setelah terjadi kontak dengan raw synthesis gas pada CO2Absorber (101-
E) maka larutan benfield yang kaya CO2 tersebut terkumpul di bagian bottom
CO2Absorber (101-E). Temperatur rich solution benfield pada bottom
CO2Absorber (101-E) diharapkan 116oC. Larutan tersebut lalu ditarik dan
dilewatkan Hydraulic Turbine (107-JAHT) dimana larutan yang kaya CO2 itu
diregenerasi sebagian oleh ekspansi ke tekanan yang lebih rendah. Kemudian
larutan yang kaya CO2 dialirkan ke Striper Feed Flash Drum (133-F) untuk
menghilangkan CH4, H2 ,dan hidrokarbon lainnya. Gas-gas yang diserap tersebut
mengalir ke Fuel Gas System (101-B).
b. CO2stripper
CO2 yang terabsorb dalam larutan benfield dilucuti oleh steam dalam
kolom stripper.Absorben yang bebas CO2akan digunakan kembali di absorber.
Reaksi yang terjadi :2KHCO3 → K2CO3 + H2O + CO2
Penjelasan Proses :
Rich solution masuk ke Striper (102-E) pada temperatur antara 100oC –
125oC. Striper (102 E) terdiri dari empat bed dengan packing logam, dua bed yang
di tengah dianggap satu bed. Di bagian bawah dari bed tengah dan bottom terdapat
cawan tempat untuk menampung jatuhnya cairan dan di bagian top diatas bed
berisi tiga tray pencuci dan talang penangkap cairan yang terikut gas keluar.
Stripping CO2 berfungsi menghilangkan CO2 yang telah terserap larutan benfield
dengan cara kombinasi yaitu :stripping steam, penambahan panas, penurunan
tekanan.
Rich solution masuk ke bawah pada Striper (102-E) melalui dua top bed dimana
larutan tersebut akan bertemu dengan uap panas dari bagian bawah tower, larutan
benfield yang jenuh dengan CO2 diregenerasi oleh panas dan stripping steam,
sehingga potasium bikarbonat (KHCO3) berubah kembali menjadi potasium
karbonat (K2CO3). Reaksi regenerasi adalah sebagai berikut :
2KHCO3 + panas → K2CO3 + H2O + CO2
Cairan yang sudah teregenerasi sebagian oleh uap panas terkumpul di
intermediet liquid trap out pan (cawan). Lalu sejumlah 90% dari larutan itu
ditarik pada temperatur 122oC dan dikirim ke Semi Lean Solution Flash Tank
(132-F). Sebagian besar larutan dikirim ke Semi Lean Solution Flash Tank (132-
F) melalui empat internal compartement yang dipasang seri. Steam dioperasikan
oleh flash tank ejector yang tekanannya semakin rendah pada tiap-tiap
compartement, menyebabkan larutan di Semi Lean Solution Flash Tank (132-F)
terjadi proses pendinginan dan selanjutnya regenerasi dari larutan benfield
tersebut. Ejector-ejector tersebut menarik uap dari flashing di tiap-tiap
compartement dan mengembalikannya ke 102-E di bawah intermediet liquid trap
out pan. Low Pressure Steam (LPS) yang menggerakkan ejektor-ejektor tersebut
dihasilkan dari bagian shell 111-C oleh pertukaran panas dengan LTS effluent,
tambahan sumber steam diperoleh dari LPS system. Larutan masuk Semi Lean
Solution Flash Tank (132-F) pada temperatur 122oC dan keluar pada temperatur
111oC. Larutan semi lean ditarik dari kompartement terakhir oleh Pompa (107-J)
dan dikembalikan ke CO2Absorber (101-E) diantara top dan center.
Lean solution terkumpul pada lower trap out pan (102-E)dan mengalir
secara gravitasi ke shell sideExchanger (105-C). Di Exchanger 105-C, lean
solution sebagian diuapkan oleh panas dari gas keluaran LTS Conventer (104-D2)
dan kemudian dikembalikan lagi ke 102 E dibawah lower trap out pan. Larutan
dengan temperatur 126oC terkumpul di bagian bawah tower dan didinginkan
sampai 70oC pada saat larutan tersebut ditarik oleh Pompa 108 J. Lean solution
kembali ke bagian top CO2Absorber (101-E).
Setelah terpisah dari larutan benfield, produksi CO2vapor didinginkan oleh
kontak langsung packing bed di bagian top Striper 102 E dengan air pencuci.
CO2vapordan aliran stripping vapor naik ke atas melalui packing bed dan aliran
air pencuci ini menarik uap air yang naik dari larutan carbonate laluair pencuci
meninggalkan Striper (102-E). Sebagian aliran air pencuci di pompa oleh 116-J
lalu didinginkan di Stripper Quench Cooler (107C).
Pada exchanger ini panas dari quench dipindahkan ke CW. Larutan yang
konsentrasinya rendah ini ditarik dari talang tray secara gravitasi ke 111-C dan
113-C. Uap yang dihasilkan 113-C pada pertukaran panas dengan gas keluaran
LTS Conventer (104-D2) dikembalikan ke bagian bottom Striper (102-E) sebagai
stripping steam. Bila dibutuhkan bisa diinjeksi dengan LPS ke bottom 102-E.
CO2vapor meninggalkan 102-E pada temperatur 35oC dan tekanan 1,9 kg/cm2
dengan komposisi sebagai berikut :
- N2 : 0,02 %
- H2 : 0,27 %
- CO2 : 99,71 %
c. Methanator
Sisa CO2 dan CO yang tidak hilang lewat absorber akan dikonversi
menjadi metana dengan bantuan katalis nikel. Reaksi yang terjadi :
- CO + 3H2 → CH4 + H2O + panas
- CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O + panas
Kadar keluaran CO2dan CO setelah melewati proses kurang dari 10 ppm.
Penjelasan Proses :
Gas proses keluar dari pada CO2Absorber (101-E) masih mengandung 0,1
% CO2 dan 0,37 % CO. Kandungan ini perlu dihilangkan karena akan merusak
katalis pada Ammonia Converter (105-D). Oleh karena itu, CO dan CO2 perlu
sintesa dan inert menuju ke Synthesis Gas Compressor (103-J). Synthesis Gas
Compressor (103-J) digunakan untuk menaikkan tekanan gas sintesis dari 30,5
kg/cm2 menjadi 179 kg/cm2. Hal ini dilakukan untuk memenuhi tekanan operasi
pembentukan NH3 di Ammonia Conventer (105-D) yaitu 173-177 kg/cm2.
Kompresor 103 J merupakan kompresor 2case dengan 4 tingkat.
Dari Knock Out Drum 104-F gas sintesis masuk ke 103-J stage pertama
untuk dikompresi dari 30,5 kg/cm2 pada 37oC menjadi 56,6 kg/cm2 pada 113oC.
Setelah itu gas didinginkan sampai 37oC pada 130-C dimana panas dari gas
sintesis diserap oleh CW, sebelumnya gas ditambah H2 dari PGRU. Gas dari 130-
C menuju Synthesis Gas First Stage Separator (105-F1) untuk memisahkan
kondensatnya, kemudian menuju ke 103-J stage kedua. Di stage kedua gas
dikompresi sampai 101 kg/cm2 dan 115oC. Kemudian gas menuju Compressor
First StageCooler 116-C pada bagian shell side dan selanjutnya menuju ke tube
side Ammonia Chiller (129-C), gas didinginkan sampai 4oC dengan media
pendingin CW kemudian masuk Synthesis Gas Second Stage Separator 105-F2.
Kondensat yang terbentuk dipisahkan dari gas sintesis pada stage kedua 105-F2
untuk pemisahan kondensat lebih lanjut. Lalu gas sintesis dilewatkan pada
Molecular Sieve Dryer (109-D) untuk memisahkan kadar air dan sisa CO2 dari gas
sintesis. Kadar air dan CO2 keluar dari 109-D kurang dari 1ppm. Selanjutnya gas
masuk 103-J pada stage ketiga lalu bergabung dengan recycle gas pada stage
keempat dan keluar dari stage empat pada tekanan 179 kg/cm2. Pada saat fresh
feed dan gas recycle digabung diharapkan konsentrasi NH3 pada aliran gas
gabungan meninggalkan 103-J sekitar 1,67% mol. Gas sintesis keluar melewati
Exchanger 121-C dipanaskan sampai pada suhu 232oC sebagai pemanasnya
adalah produk keluaran 105-D.
Dari 121 C gas sintesis dan inert menuju ke inlet Amoniak Conventer
(105-D). Amoniak Conventer (105-D) merupakan vessel horisontal. Desain
operasi Amoniak Conventer (105-D) adalah pada suhu 454-482oC dan tekanan
183 kg/cm2. Amoniak Conventer (105-D) terdiri dari 2bed katalis promoted.
Dinding Amoniak Conventer (105-D) dibuat rangkap dengan ruang antara yang
disebut anulus. Feed gas masuk dari bagian bawah 105-D mengalir melalui
anulus lalu menuju bagian atas untuk dipanaskan pada bagian Shell Interbed
Exchanger 122-C sampai 357oC dengan sumber panas yaitu produk dari 105-D
dari bed pertama. Dari Exchanger 122-C mengalir ke bed pertama. Setelah
meninggalkan bed pertama, sebagian gas yang telah bereaksi menuju ke
spasi/ruang antar bed dan gas didinginkan di bagian Tube Exchanger 122 C
sampai 382oC, kemudian masuk bed kedua. Kadar NH3 keluar dari bed terakhir
sebesar 17,2 % , gas yang tidak terkonversi dikembalikan ke reaktor sebagai
recycle.
Karena reaksinya berjalan eksotermis maka temperatur terbaik untuk
operasi ini adalah temperatur terendah yang memberikan yield produk NH3 yang
maksimum. Temperatur yang berlebih akan mempercepat kesetimbangan reaksi,
dimana apabila kesetimbangan telah tercapai maka konversi yang didapatkan
sangat kecil. Selain itu apabila terjadi kenaikkan suhu diatas 482oC akan
menyebabkan kerusakan katalis, cracking pada dinding 105-D.
kelebihan NH3 dikirim ke CF2. Pada Fourth Stage Refrigerant Flash Drum 120-
CF4 digunakan untuk menampung cairan dari 109-F dan 107-F, uapnya menuju
Ammonia Refrigeration Compressor (105-J) HP case dua tingkat dua, dan
kelebihan NH3 dikirim ke CF3.
Sebagian besar gas-gas yang tidak mengembun terikut di flash out untuk
dikirim ke amoniak recovery system. Refrigerasi amonia menggunakan Amoniak
Refrigeration Compressor (105-J). Amoniak Refrigeration Compressor (105-J)
terdiri dari dua case (LP case dan HP case) dengan interstage cooler, digerakkan
dengan steam turbine. Refrigerasi ini bertujuan untuk mendapatkan tekanan yang
diinginkan pada tingkat satu, dua, tiga dan empat. Hal ini akan mempengaruhi
panas gas dan pemisahan inert dalam gas dan untuk menaikkan tekanan amoniak
sehingga mengkondensasi di Amoniak Condenser 127-C.
Casing tekanan rendah mengambil uap dari First Stage Refrigerant Flash
Drum 120-CF1, pada 0,05 kg/cm2 dan -33oC, discharge dari tingkat satu
bergabung dengan uap dari 120-CF2 pada -12oC dan 1,8 kg/cm2. Tekanan
diantara LP case dan tekanan operasi pada Second Stage Refrigerant Flash Drum
120-CF2 diharapkan berkisar 1,7 kg/cm2. Aliran dari LP case didinginkan dengan
CW di 167-C menjadi 37oC sebelum masuk HP case. HP case menerima uap
suhu -1oC dari Third stage refrigerant flash drum 120-CF3 yang bergabung
dengan uap dingin dari discharge LP case. Tekanan masuk HP case sesudah
intercooling diharapkan berkisar 3,3 kg/cm2 dan menentukan tekanan operasi di
120-CF3. Discharge dari tingkat ini bergabung dengan uap dari 120-CF4 setelah
didinginkan di 128-C menjadi 26oC. Lalu di discharge sekitar 14,2 kg/cm2 dan
menuju Refrigerant Condenser (127-C), aliran uap pada bagian shell dan CW
pada tube. Gas-gas inert yang terperangkap di 127-C harus diventing ke
Refrigerant Receiver (109-F) untuk mencegah tekanan tinggi pada discharge 105-
J.
Gas yang divent ke Refrigerant Receiver (109-F) diinjeksi amoniak dingin
dari 107-F untuk mengkondensasikannya, yang kemudian ditampung di 109-F.
Kelebihan cairan pada tekanan 15 kg/cm2 diturunkan ke 120-CF3 dengan tekanan
operasi 3,4 kg/cm2. cairan dari CF3 turun ke CF2 yang operasinya 1,1 kg/cm2 dan
141-J. Gas keluar 104-E pada 46oC tekanan 168 kg/cm2 menuju ke HRU
(Hydrogen Recovery Unit). Dari HRU dikirim ke 101-B sebagai fuel. Larutan
amonia pada bottom 104-E bergabung dengan aliran dari 103-E melalui 141-C
menuju ke 105-E.
Pada Low Press Amonia Scrubber (103 E), vessel ini berisi empat buah
packed bed dengan distribution tray pada bagian atas setiap beddilengkapi
demister pad pada bagian outlet gas dan vortex breaker. Flash gas dari 107-F
sebagai umpan 103-E masuk ke bagian bawah. Gas tersebut naik ke atas dan
bertemu dan diserap dengan cairan yang berasal dari bottom 105-E yang telah
didinginkan di 141-C. Air penyerap masuk 103-E melewati 4 buah packed bed.
Gas meninggalkan bagian atas 103-E pada temperatur 37oC dan tekanan 7,5
kg/cm2, kemudian menuju 101-B sebagai fuel. Cairan dari bottom 103-E keluar
dengan temperatur 57oC dipompa dengan 140-J ke 141-C sebagai
o
preheatingsampai 156 C lalu masuk 105-E. Larutan meninggalkan 103-E
berkadar NH3 sebesar 12-15%.
Pada Amoniak Stripper (105-E), vessel berisi tiga buah packed bed,
dilengkapi demister pad pada bagian outlet gas dan vortex breaker. Aliran feed
dari 103-E dan 104-E dipanaskan menjadi 156oC di 141-C dengan larutan bottom
dari 105-E, lalu masuk ke bagian atas tower. Larutan NH3 encer turun ke bawah
kontak dengan aliran stripping steam dari reboiler 140-C .Bottom tray dilengkapi
dengan trap out pan ke reboiler 140-C, air yang tertinggal overflow ke
bottomtower yang direcycle ke 103-E dan 104-E. Uap amoniak dari stripper
dikondensasikan di 127-C.
Hydrogen Recovery Unit (103-L), terdiri dari feed gas heater menggunakan LPS
sebagai pemanas, dua buah prisma separator pada tingkat satu dan tujuh prisma
separator pada tingkat dua. Prisma separator berbentuk seperti shell and tube Heat
Exchanger dengan serat membran berjumlah kira-kira 100000 buah seolah-olah
sebagai pipanya. Serat ini berupa silinder berlubang yang terbuat dari polimer
Polysulfone. Gas dengan permeabilitas tinggi akan mendifusi ke dalam serat dan
masuk ke sisi dalam (pore) lalu mengalir berlawanan arah dengan gas dari sisi
luar (shell). Unit pemisah diletakkan vertikal sehingga gas non permeabel akan
mengalir ke atas sedangkan gas yang kaya H2 dengan tekanan rendah akan
mengalir ke bawah.103-L menerima off gas dari 104-E pada tekanan 168kg/cm2.
103-L akan mengambil H2 untuk merecovery H2.
- Air umpan boiler : Air umpan boiler di pabrik urea disuplai oleh unit
utilitas.
- Air pendingin (cooling water) : media pendingin pada alat penukar panas
untuk mendinginkan steam condensate, process condensate,dan lain-lain.
- Udara : yang digunakan terdiri atas udara instrument dan udara proses.
Udara instrument berfungsi sebagai penggerak valve. Udara proses juga
berfungsi untuk pendinginan pembutiran molten urea di prilling tower dan
juga untuk membentuk pasivasi di unit sintesa dengan tujuan untuk
mencegah korosi.
IV.2.3. Uraian Proses Produksi
Urea merupakan senyawa organik yang mengandung 46% nitrogen. Pupuk
urea merupakan pupuk nitrogen yang paling umum digunakan di dunia.Urea dapat
diproduksi dalam bentuk granul atau prill. Urea yang dihasilkan oleh PT
Petrokimia Gresik adalah dalam bentuk prill. Bentuk prill dipilih karena aplikasi
urea bentuk ini di pertanian lebih mudah bagi petani dibandingkan dengan bentuk
tablet.
Urea merupakan sumber nutrisi yang baik untuk memenuhi kebutuhan nitrogen
tumbuhan. Unsur hara nitrogen memiliki tiga peranan penting bagi tanaman, yaitu
membuat tanaman lebih hijau segar, banyak mengandung zat hijau daun yang
penting untuk fotosintesa; mempercepat pertumbuhan tanaman; serta menambah
kandungan protein hasil panen.
Diagram Proses :
Tahapan Proses :
Proses yang digunakan pada pembuatan urea adalah Aces Process dari
TEC Tokyo, Jepang dengan kapasitas produksi sebesar 1400 ton/hari dengan
frekuensi operasi 330 hari/tahun. Secara umum proses pembuatan urea dibagi
menjadi beberapa tahap sebagai berikut :
1. Unit Sintesa
2. Unit Purifikasi
3. UnitRecovery
4. Unit Konsentrasi
5. Unit Prilling
6. Unit Pengolahan Proses Kondensat
Uraian Proses :
1. Unit Sintesa
Pada unit ini bertujuan untuk membentuk urea dengan mereaksikan NH3
cair dan gas CO2 yang dikirim dari unit NH3 dan sirkulasi kembali larutan
karbamat yang diperoleh dari tahap recovery. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
a. 2NH3 + CO2→ NH4COONH2 + Q
b. NH4COONH2→ NH2CONH2+ H2O - Q
Kedua reaksi di atas bersifat reversible (bolak-balik), dan reaksi :
a. bersifat eksotermis dengan panas yang dihasilkan 38.000 Kcal tiap mol
carbamate
b. bersifat endotermis dengan membutuhkan panas 5.000 Kcal tiap mol urea
yang dihasilkan.
Peralatan utama pada seksi sintesa adalah Reactor (DC-101), Stripper (DA-101),
Scrubber (DA-102) dan Carbamate condenser (EA-101 dan EA-102).
Reaktor (DC-101)
Reaktor DC-101 adalah menara vertikal dengan 9 interval baffle plate dan
dinding bagian dalam yang dilapisi dengan stainless steel 316 L Urea Grade
sebagai anti korosi dari zat–zat pereaksi dengan produk.Baffle plate didalamnya
digunakan untuk menghindari back mixing.
Di dalam reaktor terjadi pengontakkan NH3 cair dan larutan karbamat.
NH3 cair dengan tekanan 20 kg/cm2g dan temperatur 30oC dialirkan ke pabrik
urea dan ditampung ke dalam amoniak reservoir (FA105), kemudian dipompa
menggunakan NH3 boost-up pump (GA 103 A,B) hingga tekanan 25 kg/cm2g,
selanjutnya dipompakan menggunakan amoniak feed pump (GA-101A/B) hingga
tekanannya 180 kg/cm2g. Tipe pompa yang digunakan adalah pompa sentrifugal.
Aliran yang dipompakan akan dialirkan menujuamoniak preheater (EA-103)
untuk dipanaskan menggunakan panas dari steam condensate dan dilanjutkan
menuju reactor (DC 101). Larutan karbamat berasal dari carbamat condenser.
Dengan pengontakkan ini terjadi reaksi pembentukan karbamat dan urea. Kedua
reaksi merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga untuk mencapai konversi yang
diinginkan diperlukan kontrol terhadap temperatur, tekanan, waktu reaksi dan
perbandingan molar NH3/CO2.
Faktor yang Mempengaruhi Operasi Reaktor
a. Pengaruh Suhu
Reaksi konversi urea merupakan reaksi endotermis dan untuk mencapai
konversi yang tinggi diperlukan temperatur reaksi tinggi. Temperatur terlalu
tinggi menurunkan pembentukan urea, karena terjadi penambahan volum gas.
Pertambahan volum gas dengan sendirinya akan menambah laju alir gas ke
scrubber. Selain itu, suhu tinggi juga berpengaruh terhadap korosi material
reaktor serta naiknya tekanan keseimbangan.Temperatur rendah juga menurunkan
konversi urea, karena reaksi pembentukan urea adalah reaksi endotermis. Reaktor
beroperasi pada temperatur 186-187oC untuk reaktor bagian atas dan 174-175oC
untuk reaktor bagian bawah. Hal ini tergantung pada jumlah produksi. Temperatur
dalam reaktor diatur dengan menaikkan atau menurunkan steam pemanas pada
amoniak preheater, mengatur ekses NH3 danlaju larutan recycle.
b. Pengaruh Tekanan
Konversi amonium karbamat menjadi urea hanya berlangsung pada fasa
cairan, jadi diperlukan tekanan tinggi. Tekanan operasi yang terlalu tinggi akan
dapat menyebabkan kerusakkan pada dinding reaktor apabila melebihi tekanan
desain. Tekanan yang rendah akan menurunkan pembentukan urea karena larutan
yang menguap bertambah. Reaktor beroperasi pada tekanan 167-175 kg/cm2.
Tekanan keseimbangan didalam reaktor ditentukan oleh temperatur operasi dan
molar ratio N/C. Apabila reaktor dioperasikan dibawah tekanan keseimbangan,
konversi CO2 menjadi urea akan turun. Apabila reaktor dioperasikan di atas
tekanan keseimbangan, maka rasio konversi akan naik. Tekanan operasi yang
tinggi akan mengakibatkan temperatur operasi di stripper tinggi. Hal ini
dimaksudkan untuk mencapai dekomposisi yang cukup terhadap bahan yang
keluar dari reaktor belum terkonversi. Sementara itu kondisi yang demikian akan
mengakibatkan hidrolisa urea dan pembentukan biuret di stripper bertambah.
d. PerbandinganMolar NH3/CO2
Untuk mencapai homogenitas reaksi diperlukan reaktan dengan
konsentrasi tinggi. Di antara kedua reaktan (NH3 dan CO2), NH3 lebih mudah
dipisahkan dari aliran gas daripada CO2. Untuk memisahkan NH3 dari aliran gas
dapat dilakukan dengan absorpsi menggunakan air. Untuk ekses reaktan
Stripper (DA-101)
Stripper berfungsi untuk menguraikan larutan karbamat yang tidak
terkonversi dan memisahkan NH3 dan CO2 dari larutan urea. Ekses NH3
dipisahkan dari aliran dengan menggunakan tray-tray pada bagian atas stripper.
Reaksi penguraian yang terjadi :
NH2COONH4→ 2NH3 + CO2 - Q
Kalor untuk reaksi penguraian diperoleh dari steam yang dialirkan pada
falling type heater. Pada stripper dialirkan gas CO2, dengan adanya aliran ini akan
meningkatkan tekanan parsial CO2 yang mengakibatkan larutan karbamat terurai.
Gas CO2 terlebih dahulu dikompresi dengan CO2compressor (GB-101) dan
diinjeksikan udara lewat interstage CO2compressor. Penginjeksian udara
berfungsi anti korosi/pasivasi pada logam-logam peralatan proses. Tray dipasang
di bagian atas dari stripper untuk memisahkan amoniak dan mengatur molar rasio
N/C larutan pada komposisi yang tepat untuk operasi stripping. Supaya proses
pada stripper sesuai dengan kebutuhannyadiperlukan kontrol terhadap temperatur,
level, aliran CO2, tekanan steam, tekanan operasi, dan komposisi pada larutan
sintesa urea.
Faktor yang Mempengaruhi Operasi Stripper
a. Temperatur
Reaksi penguraian merupakan endotermis, untuk memenuhi kebutuhan
kalor reaksi diperlukan temperatur yang tinggi. Temperatur yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan korosi pada dinding stripper. Temperatur rendah akan
Scrubber (DA-102)
Scrubber berfungsi untuk mengabsorp gas-gas dari reaktor dengan
menggunkan larutan karbamat recycle. Absorpsi terjadi dengan adanya reaksi
pembentukan karbamat dari gas-gas tersebut.
2NH3 + CO2→ NH4COONH2 + Q
Larutan dialirkan ke carbamate condenser (EA-101). Gas-gas yang tidak
terabsorp dikirim ke HPA (EA-401) untuk diabsorp lebih lanjut.
Carbamate Condenser (EA-101 dan EA-102)
Didalam EA-101 dan EA-102 gas dari DA-101 dikondensasikan dan
diabsorbsi oleh larutan karbamat dari scrubber dan darirecycle pada tahap
recovery. Kedua condenser dioperasikan tekanan 167-175 kg/cm2 dan temperatur
173,5-175oC. Sebagian besar larutan karbamat terbentuk pada bagian ini.
2NH3 + CO2→ NH4COONH2 + Q
EA-101 berfungsi mengabsorp gas menggunakan larutan karbamat dari
scrubber dan memanfaatkan panas reaksi untuk menghasilkan steam. Larutan
karbamat yang terbentuk dialirkan ke reaktor. EA-102 berfungsi mengabsorp gas
menggunakan larutan karbamat recycle dan panas reaksi dimanfaatkan untuk
memanaskan larutan urea sebelum masuk ke HP decomposer. Larutan karbamat
yang terbentuk diproses lebih lanjut pada reaktor membentuk urea. Larutan urea
dipanaskan pada bagian shell, dengan pemanasan ini karbamat yang tersisa akan
terurai menjadi amoniak dan CO2. Larutan urea yang dipanaskan pada bagian
shell EA-102 dialirkan ke tahap purifikasi
2. Unit Purifikasi
Gambar 7. Diagram Proses Purifikasi dan Recovery
Ammonium carbamat yang tidak terkonversi didalam Unit sinthesis dan
excess amoniak , diuraikan dan dipisahkan dari larutan urea dengan pemanasan
dan penurunan tekanan dalam 2 (dua) tingkat decomposer dan dikirim ke Unit
recovery. Larutan urea yang telah dimurnikan dikirim ke Unit concentrator.
Peralatan utama pada unit purifikasi adalah HP decomposerdan LP decomposer.
Larutan urea sintesis yang diproduksi pada unit sintesis dimasukkan ke unit
purifikasi, dimana ammonium karbamat dan excess amonia yang terkandung
dalam larutan urea diuraikan dan dipisahkan sebagai gas dari larutan urea dengan
penurunan tekanan dan pemanasan dalam HP decomposer dan LP decomposer.
HP Decomposer (DA-201)
Di dalam DA-201 karbamat yang masih diuraikan menggunakan pemanas
menggunakan steam condensate di dalam falling film type internal heat
exchanger. Untuk mencegah korosi pada vessel dimasukkan gas keluaran DA-
102, karena gas mengandung oksigen. Dalam proses dekomposisi dan pemisahan
diperlukan kontrol terhadap temperatur, tekanan dan level.
c. Level
Level menunjukkan lamanya larutan di dalam DA-201. Level yang tinggi
dapat menyebabkan terjadi reaksi samping berupa pembentukan biuret. Level
rendah akan menyebabkan terjadinya kesalahan pengukuran pada alat kontrol
temperatur. Bila ini terus berlanjut akan menyebabkan tekanan larutan menuju
DA-202 melebihi tekanan desain. Level pada DA-201 dijaga pada 31-33%.
Larutan urea dari DA-201 dialirkan ke DA-202.
LP Decomposer (DA-202)
Larutan urea dari DA-201 yang masih mengandung NH3, CO2 dan
karbamat dimurnikan lebih lanjut. Proses pemurnian dilakukan dengan penurunan
tekanan menjadi 2,5-2,6 kg/cm2, pemanasan dengan steam condensate dan
CO2stripping. Agar proses pemurnian berjalan dengan baik perlu dikontrol
temperatur, tekanan dan aliran CO2.
Faktor yang Mempengaruhi LP Decomposer
a. Pengaruh Suhu
Peningkatan temperatur akan mempermudah pelepasan gas dari larutan,
tetapi apabila temperatur terlalu tinggi akan terjadi pembentukan biuret dan
hidrolisa urea. Temperatur operasi DA-202 adalah 123-125oC.Suhu dikontrol oleh
Falling Film Heater.
b. Pengaruh Tekanan
Penurunan tekanan akan meningkatkan laju dekomposisi dan pelepasan
gas dari larutan. Tekanan pada bagian ini dijaga serendah mungkin agar NH3 dan
CO2 dalam fase liquid di dalam LP decomposer dapat dikurangi sebanyak
mungkin.Tekanan terlalu rendah dapat membuat larutan menjadi pekat dan sulit
untuk dialirkan. Tekanan operasi dijaga sekitar 2,5-2,6 kg/cm2. Pengaruh level
sama dengan pengaruh pada DA-201.
c. Aliran Gas CO2
Penambahan gas CO2 pada DA-202 berfungsi untuk mempercepat proses
dekomposisi karbamat dan pemisahan gas-gas yang terlarut. Aliran gas CO2
rendah akan menurunkan kemampuan dari decomposer. Tetapi laju CO2 terlalu
tinggi akan meningkatkan kadar CO2 dan titik leleh larutan meningkat. Penurunan
titik leleh akan menyebabkan pembentukan kristal urea dalam aliran dan sulit
untuk dialirkan. Laju alir CO2 dijaga pada laju 100-160 Nm3/jam. Penggunaan
CO2Stripping dalam LP decomposer mempunyai beberapa keuntungan sebagai
berikut:
- Memiliki efisiensi dan kesempurnaan dalam pemisahan residual amoniak
dan CO2 dari larutan urea tanpa pemanasan lanjut.
- Mengurangi supply air sebagai absorben ke Absorber dan Condenser,
penggunaan CO2 untuk stripping dapat dapat bereaksi dengan NH3
membentuk karbamat yang menurunkan tekanan parsial.
Larutan urea selanjutnya dikirim flash separator (FA-205) untuk memisahkan
gas-gas yang masih tersisa. Larutan urea diekspansi menjadi tekanan atmosfer dan
gas-gas yang terlarut akan terlepas. Gas yang terbentuk dipisahkan dalam FA-205
dan dikirim ke tahap recovery. Larutan urea dialirkan ke urea solution tank (FA-
201).
3. Unit Recovery
Gas NH3 dan CO2 yang terlepas dari tahap purifikasi diabsorpsi dalam
tahap recovery menggunakan kondensat proses sebagai absorben dan direcycle
kembali ke reactor. Gas NH3 dan CO2 diabsorpsi membentuk karbamat dan aqua
amoniak :
2NH3 + CO2→ NH4COONH2 + Q
NH3 + H2O → NH4OH + Q
Absorpsi gas dilaksanakan dalam tiga alat :
- HP Absorber (EA-401A/B)
- LPAbsorber (EA-402)
- Washing Column (DA-401)
HP Absorber (EA-401A/B)
Gas CO2 dan NH3 keluaran HP Decomposer (DA-201) dikontakkan
absorben berupa larutan karbamat dari EA-402. Aliran gas dimasukkan pada
bagian bawah dan didistribusikan melalui nozzle dan absorben dialirkan dari
bagian atas. Pengontakkan menghasilkan reaksi pembentukan karbamat dan aqua
amoniak, kedua senyawa ini terlarut di dalam absorben.Proses absorpsi
menghasilkan panas dan dimanfaatkan untuk pemanasan larutan ureadan produksi
air panas. Gas yang tidak terabsorp dialirkan ke washing column (DA-401) untuk
diabsorp lebih lanjut. Agar proses absorpsi berlangsung dengan efisien hal yang
perlu dikontrol adalah level , konsentrasi, tekanan dan temperatur.
Faktor yang Mempengaruhi Operasi HPAbsorber
a. Pengaruh Level
Level larutan dalam EA-401 menentukkan waktu kontak antara absorben
dan gas. Level rendah akan menghasilkan proses absorpsi yang tidak efisien.
Level tinggi akan menyebabkan sebagian absorben terbawa aliran gas. Level
operasi 65-75%.
b. Pengaruh Tekanan dan Temperatur
Tekanan operasi sistem HP Absorber ditentukan sebesar 17,3 kg/cm2g
oleh kondisi operasi HP Decomposer. Proses absorpsi bersifat eksotermis,
sehingga temperatur tinggi akan menurunkan efisiensi absorpsi dan aliran gas ke
DA-401 meningkat. Dengan adanya pembentukan karbamat dalam absorben,
temperatur absorben harus dijaga agar tidak terjadi pembentukan kristal karbamat.
Pembentukan kristal terjadi temperatur rendah dan ini akan menyumbat aliran
larutan karbamat. Temperatur operasi dijaga pada 58-98oC.Larutan karbamat
dipompa dengan carbamate pump menuju scrubber (DA-102) dan carbamate
condenser (EA-102).
c. Pengaruh Konsentrasi
NH3 dan CO2 gas dari HP Decomposer diumpankan ke dalam HP
Absorber bagian bawah dengan konsentrasi sekitar 70% campuran gas terabsorpsi
dan sisa NH3 dan CO2 diabsorbsi di bagian absorber.
LP Absorber (EA-402)
Gas NH3 dan CO2 keluaran LP decomposer diabsorp dengan larutan
absorben dari DA-401 kolom atas. Proses absorpsi sama dengan proses di HP
absorber. Temperatur operasi dijaga di atas 40oC. Pada temperatur ini akan terjadi
pembentukan padatan karbamat. Untuk menjaga efisiensi absorpsi diperlukan
waktu kontak yang mencukupi. Level operasi 64-85%, pada level ini waktu
kontak untuk absorpsi mencukupi. Gas yang tidak terabsorp dialirkan final
absorber (DA-503) untuk diabsorp lebih lanjut. Larutan absorben dialirkan ke
DA-401 kolom bawah.
Washing Column(DA-401)
Washing column berfungsi mengabsorp gas-gas yang tidak terabsorp di
EA-401. DA-401 terbagi atas dua kolom. Kolom bawah berfungsi mengabsorp
gas keluaran EA-401B dengan menggunakan absorben dari EA-402 dan kolom
atas berfungsi mengabsorp gas dari kolom bawah menggunakan kondensat proses.
Gas-gas yang tidak terabsorb dibuang ke atmosfer. Dalam proses absorpsi yang
perlu dikontrol adalah temperatur dan tekanan.
Faktor yang Mempengaruhi Operasi Washing Column
a. Temperatur
Temperatur atas yang terlalu tinggi akan menyebabkan gas yang keluar
mengandung banyak NH3 dan CO2. Washing column meliputi bagian atas dan
bagian bawah.Suhu operasi bagian atas dan bagian bawah masing – masing
sebesar 490oC dan 650oC.
401B). Untuk proses penguapan air dapat berjalan dengan baik diperlukan kontrol
terhadap temperatur dan kevakuman.
Pada tekanan vakum 150 mmHg air memiliki titik didih 80oC. Dengan
penurunan titik didih air akan mempermudah pemisahan air dari larutan.
Temperatur operasi dijaga di atas titik didih air. Temperatur operasi pada 81-81oC.
Kondisi vakum mempengaruhi densitas kristal. Tingkat kevakuman rendah akan
meningkatkan temperatur dan densitas kristal menurun. Tingkat kevakuman tinggi
menurunkan titik didih air sehingga banyak air yang menguap dan densitas kristal
meningkat. Peningkatan kristal terlalu tinggi dan menyebabkan penyumbatan pada
pipa. Larutan dari FA-202B dengan kepekatan sekitar 84% berat selanjutnya
dipanaskan pada heater for FA-202 (EA-201) menggunakan steam tekanan rendah
hingga temperatur 133-134oC. Tingkat kevakuman operasi sama dengan FA-
202B. Tingkat kevakuman yang tinggi akan meningkatkan konsentrasi urea, tetapi
apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan choking pada pipa aliran. Tingkat
kevakuman rendah akan menurunkan konsentrasi urea dan menambah beban pada
final separator (FA-203).
Larutan selanjutnya dimasukkan ke dalam vacuum concentrator upper
(FA-202A). Di dalam alat ini larutan urea dipekatkan lebih lanjut hingga
mencapai konsentrasi 97,7% berat. Temperatur operasi berkisar 133-134oC.
Temperatur terlalu rendah akan menyebabkan terjadinya choking (penyumbatan
pada pipa karena pembentukan kristal urea). Temperatur terlalu tinggi akan
mendorong terbentuknya biuret.
Faktor yang Mempengaruhi Operasi Vacuum Concentration Bagian
Bawah (FA-202B)
a. Pengaruh Kelarutan Urea
Kelarutan berubah terhadap suhu, biasanya kelarutan yang tinggi terjadi
pada suhu yang tinggi pula. Jadi, kristal dapat terbentuk dengan pendinginan
larutan jenuh.
b. Pengaruh Suhu dan Tekanan
Selama operasi panas ditambahkan ke sistem untuk menguapkan air
dengan menaikkan konsentrasi urea, disamping menjaga suhu air tetap konstan.
Tekanan dijaga di bawah kondisi vacuum untuk membantu penguapaan air pada
penurunan temperatur. Selain itu, perubahan tekanan juga berpengaruh terhadap
operasi, terutama terhadap densitas kristal. Kenaikan vacuum mengakibatkan
penurunan temperatur pada slurry. Dengan demikian secara tidak langsung juga
akan menaikkan densitas kristal dan sebaliknya. Suhu dan tekanan pada vacuum
concentration bagian bawah dijaga masing – masing sekitar 75 – 80oC dan 140 –
180 mmHg abs.
operasi dijaga pada suhu 139-140oC. Temperatur di bawah rentang ini akan
menyebabkan choking, karena larutan urea akan membentuk kristal/padatan.
Temperatur lebih tinggi akan meningkatkan pembentukan biuret. Larutan urea
dialirkan dari FA-301 ke FJ-310 A-I secara gravitasi, maka perlu dijaga level pada
FA-301. Level tangki dijaga pada level 50-70%. Level lebih rendah akan
menghasilkan aliran larutan urea yang lebih kecil sehingga kualitas produk
menurun. Level tinggi meningkatkan pembentukan biuret.
Fluidizing Cooler (FD-302)
Tetesan urea dari accoustic granulator didinginkan pada fluidizing cooler
(FD-302) menggunakan udara dari blower (GB-302) yang terlebih dahulu
dipanaskan air heater (EC-301) menggunakan steam. Temperatur adalah variabel
yang perlu dikendalikan. Temperatur operasi rendah akan menghasilkan produk
urea prill dibawah temperatur lingkungan. Ketika produk keluar dari proses
pembutiran akan kontak dengan lingkungan, temperatur produk akan naik
mencapai temperatur lingkungan. Peningkatan temperatur diikuti dengan absorpsi
uap air dari udara. Temperatur tinggi pendinginan tidak merata pada urea prill dan
terbentuk aglomerasi. Butiran urea akan disaring menggunakan bar screen,
butiran dengan ukuran diameter lebih besar dari 1,7 mm akan dilarutkan kembali
di FA-302 dicampur dengan larutan pencuci dari dust chamber (FD-301). Urea
prill yang memenuhi spesifikasi dispray dengan ureasoft untuk mencegah
pengumpalan sebelum dikirim ke pengantongan.
Dust Chamber (FC-302)
Debu urea dari proses pembutiran akan direcover pada dedusting system.
Dedusting system terdiri dari Dust Chamber (FD-301) untuk menangkap debu,
circulation pump (GB-301) dan induce fan untuk menghisap udara panas. Debu
urea yang terbawa oleh udara pendingin ditangkap pada FD-301, debu yang
tertangkap dicuci dengan menggunakan larutan pencuci dengan cara dispray. Pada
bagian atas terdapat demister yang berfungsi untuk menahan debu dan cairan yang
tidak terabsorp pada packed bed. Untuk membersihkan demister digunakan
kondensat dari DA-501 yang dispraykan ke demister. Kedua larutan pencuci
ditampung dalam tangki FD-301. Sebagian larutan dikirim ke urea solution tank
(FA-201) dan sebagian lagi dikirim ke FA-302 untuk dicampur dengan off spec
urea dan disirkulasi untuk pencucian dust chamber dan demister.
7. Unit Pengantongan dan Penyimpanan Urea
maksimum 73 amp, level minyak 50-60% dan jumlah stroke dari pusher 48-56
langkah/menit. Kristal basah yang telah terpisah diangkut dengan belt conveyor
dan screw conveyor. Mother liquor ditampung dalam tangki dan selanjutnya
dikembalikan ke dalam reaktor dengan bantuan pompa.
4. Pengeringan Produk Kristal
Pengeringan produk ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam
kristal ammonium sulfat sehingga kandungan air dalam kristal amonium sulfat
maksimal 0,15 % berat. Alat yang digunakan dalam pengeringan ini adalah rotary
dryer (M 302) yang bertipe Co-Current. Rotary dryer ini menggunakan pemanas
udara yaitu udara pemanas yang berupa steam dengan tekanan 10 kg/cm2 , suhu
100oC dan menghasilkan udara panas suhu 100oC di rotary dryer.
Kristal basah diangkut belt conveyor (M 303) kemudian melalui screw
conveyor (M 307) dimasukkan dalam rotary dryer (M 302). Dalam screw
conveyor tersebut diinjeksikan larutan anti caking petrocoat (5%) dan larutan
pewarna untuk produk subsidi. Larutan petrocoat (5%) diperoleh dengan
melarutkan cairan petrocoat yang dilakukan dalam tangki pelarutan (TK 303).
Secara gravitasi larutan mengalir menuju screw conveyor. Larutan Petrocoat
tersebut digunakan sebagai zat anti caking, karena larutan ini akan melapisi tiap-
tiap molekul kristal sehingga kristal amonium sulfat tidak akan menggumpal.
Pengeringan dilakukan dengan penambahan udara panas yang telah dilewatkan
filter. Udara panas dan uap air ditarik ke udara dengan bantuan exhaust fan (C
302). Dengan adanya debu ammonium sulfat yang terikut dalam udara maka pada
exhaust fan (C 302) dilengkapi dengan wet cyclone (D 303) dan wet cyclone (D
309) untuk menangkap debu tersebut. Didalam dry cyclone debu panas dari rotary
dryer disemprot dengan H2O sehingga debu ammonium sulfat tersebut menjadi
basah. Selanjutnya debu basah dialirkan ke tangki dissolution drum (D 307) untuk
dilarutkan kembali dan dialirkan ke tangki mother liquor (D 301). Udara dari wet
cyclone cukup bersih dan dihisap oleh exhaust fan (C 302) untuk dibuang ke
atmosfer.
5. Penampungan Produk
Keluar dari rotary dryer (M 302), kristal ammonium sulfat dilewatkan
vibrating feeder (M 308) menuju bucket elevator (M 306). Pada pengangkutan
kristal ammonium sulfat di bucket elevator, debu yang dihasilkan karena proses
pengangkutan akan terhisap masuk wet cyclone bersama – sama dengan debu dari
rotary dryer. Kristal ammonium sulfat ditampung didalam hopper (D 306 A) dan
dilewatkan kembali dalam belt conveyor (M 309) kemudian ditampung kembali
kedalam hopper (D 306 B) dan kemudian dialirkan ke sebuah bin melalui belt
conveyor (M 662 A/B). Dari bin ini selanjutnya kristal ammonium sulfat akan
masuk ke proses pengantongan (bagging). Tetapi untuk butiran kristal ammonium
sulfat yang out off spec akan dimasukkan kedalam bulk storage untuk di kirim ke
pabrik Phonska sebagai bahan baku Pabrik II.
BAB V
Unit Utilitas (Service Unit)
/ accumulation pit untuk diendapkan lumpur beserta bagiannya yang berupa pasir
dan partikel-partikel yang berukuran lebih dari 200 mikron. Lalu air masuk ke
dalam flocculation pit melalui bagian bawah dan ditambahkan beberapa zat kimia
berupa alumunium sulfat Al2(SO4)3 dan polyelectrolyte. Flocculation pit
dilengkapi dengan agitator dan level switch. Air yang berasal dari flocculation pit
masuk ke bagian bawah coagulation chamber secara gravity melalui pipa
penghubung. Disaluran pipa penghubung diinjeksikan gas klorin yang sudah
dilarutkan dalam air dan diinjeksikan lagi polyelectrolyte. Kemudian air mengalir
ke atas dan over flowmenuju zona pengendapan dan menuju scrapper untuk
dikumpulkan ke parit. Lumpur yang terbentuk sebagian dibuang keluar secara
kotinyu. Air jernih yang terpisah dari flok mengalir secara gravity dan ditampung
ke parit penampung yang dihubungkan dengan sand filter. Kemudian dilakukan
penyaringan untuk menurunkan turbidity. Setelah diolah, kemudian dialirkan ke
PT Petrokimia Gresik sepanjang 28 km dan ditampung di tangki TK-1103 dengan
laju alir 800 m3/jam. Hard water ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air
pendingin, air demineralisasi, air proses dan air minum.
Hasil yang diperoleh dari water intake Gunungsari mempunyai spesifikasi sebagai
berikut :
- Jenis :raw water.
- pH : 9-10.
- pH : 7,5 - 8,3.
mixbed sebagian besar langsung dipakai sebagai air umpan dan ditampung di TK
1206 dan TK1101AB untuk regenerasi unit di demin plant sendiri dan untuk
membantu kekurangan air proses di demin plant II ( S.U ) bila diperlukan, serta
untuk proses di urea (shut down).
penurunan pH, SIO2 lebih dari 0,2 dan penurunan konduktivitas yang
drastis. Resin yang terdapat pada anion exchanger dapat dituliskan dengan
simbol R-OH. Reaksi yang terjadi pada unit ini adalah sebagai berikut :
NLx- + xR-OH ↔ RxNL + xOH-
(anion) (resin) (resin-anion)
RSO4 + 2NaOH R(OH)2 + Na2SO4
RCl2 + 2NaOH R(OH)2 + 2 NaCl
RCO3 + 2NaOH R(OH)2 + Na2CO3
Unit demineralisasi diperlukan karena Boiler Feed Water harus memenuhi syarat-
syarat :
- Tidak menimbulkan kerak pada tube dan drum boiler.
- Bebas dari gas-gas yang mengakibatkan terjadinya korosi terutama gas
oksigen dan karbon dioksida pada tube dan drum boiler.
Demin water yang dihasilkan dari unit ini memiliki spesifikasi sebagai berikut:
- pH : 5,5 – 8
air make-up Filtered Water Storage. Untuk pabrik amoniak dan urea
terdapat unit cooling tower baru yaitu:
Deskripsi Proses :
Air umpan boiler dipompakan ke drum WHB. Udara bertekanan dari sisa
pembakaran dalam gas turbin generator dengan temperatur 566oC kemudian
dialirkan kedalam ruang pembakaran WHB, dari proses tersebut terjadi
pendidihan air menjadi steam. Apabila GTG tidak sedang beroperasi maka
pembakaran disupply dari fuel gas.
V.1.3. Unit Penyediaan Tenaga Listrik
Kebutuhan listrik disediakan dari tiga sumber yaitu Gas Turbin Generator
(GTG), STG dan UBB. Secara umum distribusi listrik di PT Petrokimia Gresik
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Berdasarkan sumber energi listrik PT. Petrokimia Gresik memiliki 2 sumber
listrik utama yaitu :
a. Gas Turbin Generator (GTG)
Turbin Gasadalah suatu mesin yang mengubah energi panas
menjadi energi mekanik, dimana energi panas didapatkan dari proses
pembakaran bahan bakar di ruang bakar (combustion chamber).Gas
Turbin Generator (GTG) dengan kapasitas desain normal 33 MW.
BAB VI
PENGOLAHAN LIMBAH (WASTE WATER TREATMENT)
3. Waste Treatment
4. Waste Disposal
Pemantauan kualitas limbah dilakukan secara intern dan ekstern secara
kontinyu. Untuk ekstern dilakukan oleh KPPLH tingkat I Jatim, KPPLH tingkat II
Kabupaten Gresik.
NH3 Sistem
SO2 scrubber/absorber
Emisi Gas Fluor
2. Limbah Gas
Reduksi limbah gas di PT Petrokimia Gresik dilakukan dengan :
- Gas Scrubber / dust collector digunakan untuk mengolah emisis gas yang
mengandung komponen NH3, Fluor, SO2.
- Electrostatic Precipitator (EP) untuk mengolah debu
- Cyclonic Separator / Bag Filter untuk mengolah debu
3. Limbah Padat
Reduksi limbah padat di PT Petrokimia Gresik dilakukan dengan :
- Recycle dan Reuse untuk proses produksi internal
- Pengolahan untuk meningkatkan nilai ekonomis
- Ditampung sementara di area disposal
Minimal 6
COD 2,0
TSS
Minyak dan 1,5
lemak 0,1
Amonia Bebas
Fluor 0,7
pH
1,5
6-9
BAB VII
LABORATORIUM
Laboratorium Produksi I
Tugas dari laboratorium produksi I adalah melakukan pengendalian
kualitas proses produksi yang meliputi : kontrol kualitas bahan baku, proses,
bahan setengah jadi, bahan penolong, produk, dan produk samping dari pabrik
Amonia, ZA I/III, Urea, CO2, Air Separation Plant, dan Utilitas, secara umum
tugas utama laboratorium produksi I yaitu:
- Melayani analisa yang berhubungan dengan proses produksi mulai dari
bahan baku, bahan penolong, bahan setengah jadi hingga produk hasil.
- Melakukan pemantauan utilitas terhadap air proses, air pendingin, air
umpan boiler, air minum dan lain-lain yang berkaitan dengan proses
produksi.
- Memonitor emisi pabrik yang ada di Departemen Produksi I, melalui
analisa limbah padat, cair, dan gas yang langsung keluar dari pabrik.
Disusun Oleh :
(13/348346/TK/40892)
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Pupuk ammonium sulfat (NH4)2SO4 atau pupuk ZA adalah pupuk
nitrogen dengan kenampakan fisik kristal putih dengan kandungan nitrogen
minimal 20,8%. Proses pembuatan pupuk ZA pada pabrik ZA I/III
menggunakan reaksi netralisasi antara ammonia dengan asam sulfat. Dimana
ammonia dimasukkan ke dalam reaktor dalam keadaan gas dan asam sulfat
dalam keadaan cair. Reaksi dijalankan pada Saturator pada suhu 105oC dan
tekanan atmosferis. Pada Saturator ini terjadi reaksi sekaligus kristalisasi dari
ammonium sulfat.
Unit saturator dengan proses reaksi dan kristalisasi merupakan salah
satu proses yang menentukan di dalam pabrik ZA I/III. Dimana unit saturator
ini merupakan jantung dari Pabrik ZA I/III dikarenakan pada alat ini
terbentuk pupuk ZA kristal dari hasil reaksi antara ammonia dan asam sulfat.
Proses reaksi sekaligus kristalisasi yang terjadi secara simultan dalam satu
alat menyebabkan sintesis pupuk ZA menggunakan proses ini terbilang cukup
efektif. Hal ini dikarenakan prosesnya yang singkat, dimana setelah
mengalami reaksi dan terbentuk kristal ZA maka proses selanjutnya hanya
proses separasi dan pengeringan.
Reaksi netralisasi merupakan reaksi eksotermis, sehingga panas yang
dihasilkan perlu diserap oleh kondensat yang dimasukkan langsung ke dalam
saturator. Kondesat ini nantinya akan menguap dan dikondensasi kembali.
Dikarenakan adanya panas reaksi, maka perlu dilakukan evaluasi seberapa
besar energi yang lolos ke lingkungan. Jika panas yang lolos dapat dievaluasi
maka akan bisa ditentukan efisiensi dari saturator.
Mengingat pentingnya proses tersebut, maka akan dilakukan
peninjauan energi yang digunakan serta panas yang terbuang ke lingkungan.
Sehingga pada tugas khusus yang penulis kerjakan yaitu menemukan
B. TUJUAN
Tujuan dari tugas khusus ini yaitu :
1. Melakukan evaluasi neraca massa di sekitar saturator.
2. Melakukan evaluasi panas yang hilang ke lingkungan dengan perhitungan
neraca panas.
3. Melakukan pengkajian konservasi energi di unit saturator.
C. MANFAAT
Manfaat dari kajian ini adalah tersedianya analisa performa saturator
dalam jangka waktu tertentu. Dengan adanya kajian ni tentunya akan
bermanfaat bagi bagian produksi agar dapat mengetahui sejauh apa alat ini
bekerja dan masih dalam range optimum kah alat yang ditinjau, dalam hal ini
adalah saturator.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Konservasi energi
Setiap industri pasti menggunakan energi untuk menjalankan produksinya.
Energi merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan di dalam industri
karena dengan menggunakan energi yang cukup, proses produksi akan berjalan
dengan lancar. Akan tetapi pada umumnya, pengguanaan energi selalu lebih besar
dari batasan minimal dikarenakan terdapat banyak energi yang terbuang begitu
saja ke lingkungan tanpa dimanfaatkan dengan baik.
Masih banyak peralatan dalam industri yang tidak dilengkapi dengan
isolator yang baik sehingga nilai panas yang hilang atau terbuang ke lingkungan
cukup besar. Selain itu, integrasi panas di industri juga tidak selalu dilakukan
dengan baik sehingga panas yang dihasilkan dari suatu alat seringkali tidak
dimanfaatkan untuk memanaskan peralatan/unit yang lainnya sehingga lebih
menghemat penggunaan energi.
Sehingga upaya-upaya untuk melakukan konservasi energi sangat penting
untuk dikaji guna menurunkan penggunaan energi yang sebetulnya bisa
diminimalkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2009, konservasi
energi diartikan sebagai upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna
melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi
pemanfaatannya. Konservasi energi dilakukan karena cadangan energi fosil yang
terbatas, pentingnya menjaga lingkungan hidup, pengurangan subsidi pemerintah
untuk energi fosil, dan memberikan keuntungan bagi pengguna energi. Sehingga
sangat diperlukan upaya melakukan efisiensi energi sebagai suatu langkah
konservasi energi. Efisiensi energi adalah istilah umum yang mengacu pada
penggunaan energi lebih sedikit untuk menghasilkan jumlah layanan atau output
berguna yang sama.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sisa ammonia yang tidak bereaksi akan terbawa udara dan uap air ke atas
Saturator dan semua ammonia akan terserap oleh air yang telah
terkondensasi dan akan diumpankan kembali ke Saturator.
2. Ammonia yang lepas ke lingkungan baik karena kebocoran maupun loss
bersama udara sangat kecil sekali sehingga bisa diabaikan nilainya.
3. Diasumsikan nilai asam sulfat yang terbawa udara dan uap air ke atas
sangat sedikit sekali sehingga nilainya bisa diabaikan.
H2O 22,5000
NH3 0,0389
Udara 0,5167
Selain itu dari perhitungan juga didapatkan bahwa uap air yang terbuang ke
lingkungan melalui cerobong atas condenser sebesar 0,1356 ton/jam dan udara
semuanya lolos ke udara dengan jumlah 0,5167 ton/jam. Gas ammonia sisa yang
tidak bereaksi juga akan terbawa oleh aliran udara dan uap air ke atas, hanya saja
diasumsikan bahwa sebagian besar dari ammonia tersebut larut dalam air karena
kelarutan ammonia di air sangat tinggi. Akan tetapi sebagai tindakan pengamanan,
kami menyarankan agar uap yang lolos ke lingkungan di kontrol kandungan-
kandungannya, sehingga diharapkan ammonia maupun asam sulfat yang terbuang
sebagai emisi di lingkungan nilainya masih di bawah ambang batas yang
ditetapkan oleh pemerintah. Perhitungan ini juga mengasumsikan bahwa tidak ada
ZA yang terbawa ke arus kondenser, sehingga semua hasil ZA akan terbawa ke
arus keluar bawah Saturator.
terbuang ke lingkungan sebagai heat loss. Nilai panas yang terbuang itu kemudian
dicarikan solusi dan langkah-langkah bagaimana memperkecil nilai panas yang
terbuang. Sehingga diharapkan semua panas semaksimal mungkin dimanfaatkan
dan tidak begitu saja terbuang ke lingkungan.
Reaksi pembentukan ammonium sulfat menggunakan reaksi netralisasi ini
merupakan reaksi eksotermis yang menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan
dari reaksi akan menyebabkan suhu semua campuran yang ada di dalam Saturator
naik. Untuk menjaga agar suhu tidak terlampau tinggi maka digunakan
pendinginan secara langsung dengan cara menginputkan air kondensat ke dalam
Saturator. Sehingga panas reaksi akan digunakan untuk menguapkan air
kondensat yang nantinya uap tersebut akan dikondensasi kembali.
Berikut ini hasil perhitungan neraca panas di sekitar Saturator :
NH3 25.363,5797
Udara 23.345,6355
Terlihat dari tabel di atas bahwa panas reaksi pembentukan ammonium sulfat
sangat besar sekali yaitu 61.143.307,6355 kJ/jam sehingga nilai yang besar
tersebut harus ditransfer ke pendingin sebagai panas laten penguapan dari
pendingin. Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan yang didapat dari
Yaws didapatkan nilai panas penguapan air kondensat sebesar 49.391.804,4789
kJ/jam. Berdasarkan perhitungan ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyerapan
panas reaksi yang besar, cukup efektif diserap oleh air kondensat untuk
dimanfaatkan sebagai panas laten penguapan. Sebagian kecil panas reaksi dan
panas yang dibawa oleh arus input ditransfer ke campuran reaktan dan hasil reaksi
sehingga akan menaikkan suhu di dalam Saturator menjadi 105oC. Sisa panas
yang tidak termanfaatkan akan terbuang sebagai Qloss yang nilainya sebesar
5.384.624,6478 kJ/jam.
Besar dan kecilnya suhu keluar Saturator sangat diperngaruhi oleh jumlah
kondensat yang masuk ke Saturator. Jika jumlahnya turun maka panas laten
penguapan air kondensat tidak cukup baik untuk menangkap panas reaksi yang
dihasilkan. Efeknya maka suhu keluar Saturator akan naik melebihi batas
maksimal yang telah ditentukan. Selain itu, jika jumlah kondensat turun maka
panas yang terbuang ke lingkungan juga akan bertembah besar. Sehingga jumlah
air kondensat perlu dikontrol dengan baik agar suhu tidak terlampau tinggi.
Jika air kondensat tidak cukup baik menyerap panas reaksi maka
dimungkinkan panas yang terbuang akan semakin besar nilainya. Berdasarkan
alasan-alasan tersebut maka diperlukan sebuah kajian untuk memanfaatkan energi
dengan sebaik mungkin. Sehingga diharapkan semua panas atau sebagian besar
panas yang ada di pabrik digunakan dengan baik sebagai heat integration.
Terkait dengan upaya konservasi energi di unit Saturator, berikut ini beberapa
cara yang dapat dilakukan :
1. Menambahkan isolasi yang baik
Dengan adanya isolasi yang baik pada alat-alat yang menghasilkan panas
yang cukup besar atau terjadi transfer panas di dalamnya. Sehingga alat-
alat seperti Saturator, Rotary Dryer, dan Kondensor perlu diberi isolasi.
Penggunaan isolasi berbahan asbestos dengan ketebalan 1 mm yang
menyelimuti seluruh reaktor dapat menurunkan heat loss sebesar 1427
J/detik.
2. Melakukan integrasi panas
Panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memanaskan arus-arus
yang diperlukan untuk dipanaskan sehingga menghemat penggunaan
cooling water sebagai pendingin. Semisal pada Saturator panas yang
terbuang bisa dimanfaatkan untuk memanaskan arus lainnya. Selain itu
pada kondensor panas yang dihasilkan akibat pengembunan juga bisa
dimanfaatkan untuk memanaskan arus lainnya.
3. Pengontrolan suhu di Saturator
Suhu di dalam Saturator perlu dilakukan pengontrolan dengan cara
mengatur banyak dan sedikitnya air kondensat yang diinputkan ke
Saturator. Jika ternyata panas yang terukur melebihi batas maka jumlah
air kondensat yang dialirkan perlu untuk ditambahkan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari tugas khusus ini yaitu :
1. Konversi yang dapat dicapai Saturator dengan volume 47 m3 yaitu 95,5%.
2. Hasil produksi ZA dalam perhitungan sebesar 29,3179 ton/jam.
3. Hasil produksi ZA aktual masih lebih kecil dibandingkan dengan
perhitungan, hal ini bisa disebabkan karena konversi aktual di bawah
95,5% atau dimungkinkan ada ZA yang lolos ke lingkungan.
4. Panas reaksi yang dihasilkan sebesar 61.143.307,0085 kJ/jam.
5. Panas penguapan air kondensat untuk menangkap panas reaksi sebesar
49.391.804,4789 kJ/jam.
6. Panas yang lolos ke lingkungan sebesar 5.384.624,6478 kJ/jam
7. Efisiensi panas Saturator dengan jumlah kondensat masuk sebesar
22,5m3/jam yaitu 91,87%.
8. Jumlah kondensat yang dimasukkan ke Saturator sebagai pendingin
sangat berpengaruh terhadap suhu keluar Saturator, jika nilai tersebut
turun maka suhu akan naik.
9. Perlu dilakukan langkah konkret untuk meminimalkan panas yang
terbuang ke lingkungan melalui dinding Saturator serta terbuang bersama
udara dan uap air lolos ke lingkungan.
B. Saran
1. Disarankan gas emisi yang keluar melalui kondenser selalu dicek
kandungan ammonia dan asam sulfat yang terikut agar kandungan tersebut
tidak melebihi ambang batas maksimal.
2. Diperlukan pengkajian tentang penambahan isolasi agar meminimalkan
panas yang terbuang.
3. Diperlukan pengkajian tentang integrasi panas, sehingga panas yang
dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk menaikkan suhu cairan atau gas yang
lainnya.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Mc. Cabe, S. and Harriot. 1993. “Unit Operations of Chemical Engineering”. 6th
edition. Mc. Graw Hill.
Perry, R.H. and Don Green. 1998. “Perry’s Chemical Engineer’s Handbook”. 6th
edition. Mc. Graw Hill.
Reski, D.G. 2015. “Prarancangan Pabrik Pupuk Amonium Sulfat (Pupuk ZA)
dengan Kapasitas Produksi 200.000 Ton/Tahun”. Banda Aceh : Universitas
Syiah Kuala.
Smith, J.M., Van Ness, H.C, and Abbott, M.M.. 2001. “Introduction to Chemical
Engineering Thermodynamics”. 6th edition. Mc. Graw Hill.
Yaws, C.L. 1999. “Chemical Properties Handbook”. New York : Mc. Graw Hill.
LAMPIRAN
A. DATA-DATA LAPANGAN
1. Data Umpan Masuk Saturator dan Data Produksi ZA
Tanggal Total NH3 masuk Total H2SO4 masuk Produk ZA
(Ton/Tahun) (Ton/Tahun) (Ton/Tahun)
17 Oktober 2017 50 50
16 Oktober 2017 48 52
15 Oktober 2017 44 56
14 Oktober 2017 42 58
13 Oktober 2017 44 56
12 Oktober 2017 45 55
Diketahui kadar ammonia gas sebesar 99,9% berat. Sehingga bisa dicari NH3 dan
H2O masuk sebagai berikut :
= 0,0078 ton/jam
= 21,5881 ton/jam
= 0,3719 ton/jam
= 0,0144 ton/jam
,
H2O = ,
× 29,3179 /
= 0,2440 ton/jam
Untuk komponen H2O
Air yang terbawa umpan NH3 dan H2SO4 nilainya akan sama dengan H2O
yang terbawa kristal ZA keluar centrifuge ditambah dengan H2O lolos ke
udara.
H2O, pada NH3 + H2O, pada H2SO4 = H2O, udara + H2O, 4
H2O, udara = H2O, pada NH3 + H2O, pada H2SO4 – H2O, 4
= × ×
1,5 335,0427 /
=
82,06 (70 + 273) 28,8
= 0,5167 /
4. Neraca Massa Komponen di Sekitar Saturator
Ammonia yang masuk ke dalam Saturator (dari umpan dan yang terbawa air
kondensat) nilainya akan sama dengan ammonia yang bereaksi ditambah sisa
ammonia yang tidak bereaksi yang terbawa udara dan uap air.
( – , , )
NH3, 2 = ,
( , / , , / )
NH3, 2 = ,
H2O, pada NH3 + H2O, pada H2SO4 + H2O, 5 + H2O, 2 = H2O, 1 + H2O, 3
Persamaan di atas belum bisa diselesaikan karena nilai H2O, 5 (air yang ada
di ML); H2O, 1 (uap air terbentuk); dan H2O, 3 (air yang keluar Saturator)
belum diketahui.
5. Neraca Massa Komponen di Centrifuge
Diketahui data arus keluar Saturator (masuk Centrifuge) :
Kristal ZA : Larutan = 50 : 50
Dimana Larutan disitu merupakan gabungan antara larutan mother liquor
yang direcycle ke Saturator dan air serta asam sulfat yang terbawa oleh kristal
ZA keluar centrifuge.
Berdasarkan perhitungan di poin (3) di dapat :
ZA keluar centrifuge = Kristal ZA = 29,3179 ton/jam
Air keluar centrifuge = 0,2440 ton/jam
H2SO4 keluar centrifuge = 0,0144 ton/jam
Sehingga Mother Liquor yang direcycle kembali ke Saturator sebesar :
ML = Larutan – Air terbawa kristal ZA – H2SO4 terbawa kristal ZA
= 13,2221 ton/jam
H2O di mother liquor = H2O, 5 = 29,0595 – 13,2221 = 15,8374 ton/jam
Untuk menghitung nilai H2O, 1 dan H2O, 2 maka diperlukan data dari PPE
berikut ini :
Heat duty dari kondenser = 9.000.000 kcal/jam
= 49.095.912,13 kJ/jam
Mencari panas pengembunan air pada suhu 105oC dengan menggunakan
persamaan yang ada di Yaws berikut ini :
,
= 52,053 1 −
647,13
,
(105 + 273)
= 52,053 1 −
647,13
= 39,2767 /
Jumlah kondensat =
. . , /
= , /
= 22,5 + 0,1356
H2O 22,5000
NH3 0,0389
Udara 0,5167
Berikut ini adalah data kapasitas panas masing-masing komponen pada suhu
tertentu. Dimana data tersebut diperoleh dari softwere ASPEN Plus.
Q = m . Cp. (T – Tref)
Dengan cara yang sama maka akan didapatkan Tabel di bawah ini :
Komponen Massa (ton/jam) Panas (kJ/jam)
NH3 7,7442 755.180,3437
H2O 0,0078 654,7727
Jumlah 7,7520 755.835,1164
Aliran Umpan H2SO4 (32oC)
Dengan cara yang sama juga akan diperoleh Tabel berikut ini :
QNH3 = 25.363,5797 kJ/jam (panas yang dibawa ammonia yang terlarut di dalam
air kondensat)
Adapun panas yang dibawa oleh air kondensat sendiri perhitungannya nanti
digabung dengan panas yang dibawa oleh uap air dengan perhitungan panas
penguapan. Perhitungan nanti ada di bawah.
Sehingga,
Ingin dicari panas reaksi pada suhu 105oC dengan persamaan berikut :
∆ = ∆ + ∆
,∆ = , − −2
∆ = 0,0394 / .
Sehingga :
∆ = ∆ + ∆ (105 − 25)
∆ = −268,441 /
Sehingga :
= 61.143.307,0085 kJ/jam
,
= 52,053 1 −
647,13
,
(105 + 273)
= 52,053 1 −
647,13
= 39,2767 /
= 22.635,6 kg/jam
= 1.257.534 mol/jam
Sehingga,
= 49.391.804,4789 kJ/jam
= 5.384.624,6478 kJ/jam
NH3 25,363.5797
Udara 23,345.6355
66.207.245,1526 − 5.384.624,6478
= 100%
66.207.245,1526
= 91,87 %
7. Perhitungan Isolasi
Asumsi yang digunakan untuk menghitung seberapa banyak panas yang bisa
dihemat tiap 1 mm tebal isolasi. Pada perhitungan ini dipilih bahan dari asbestos.
x1 x2 Keterangan :
x2 = tebal isolator
q 2 k ` A1
T 1 T 2 k ` L D 2 x1 T 1 T 2
x1 x1
2 = 0,117 . .
. π. (17,55 ft). (11,22 ft + 2 x 0,02 ft). , )
q 3 k `` A2
T 2 T 3 k `` L D 2 x1 2 x 2 T 2 T 3
x2 x2
3 = 25 . π. (17,55 ft). (11,22 ft + 2 x 0,02 ft + 2x0,003 ft).
. . , )
3 = 5173628 ( 2 − 3) (2)
Dan persamaan untuk mencari h pada kondisi turbulen yaitu (Daftar 7-2,
Holman, 1988) :
h = 1,31. (∆T)1/3
4 = 619,07 ℎ ( 3 − 86)
/
4 = 619,07 1,31(T3 – T4) ( 3 − 86)
, ,
2 = ( , )
= ,
(6)
,
810,98( 3 − 86) = 5173628 ,
− 3
Dengan menggunakan trial and error pada persamaan di atas akan didapatkan
nilai:
T3 = 156,2 oF = 69 oC
= 91,962 btu/j.ft2.oF
4= = 810,98(156,2 − 86)
= 234.851,3
= 247.785, 71
= 5.136.838,938 kJ/jam