Referat Tuberkulosis Mata - Ihwan

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang


masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya
menyerang paru walaupun dapat juga menyerang organ lainnya. Transmisi
berlangsung melalui udara dari droplet nuclei yang didapatkan dari pasien dengan
infeksi tuberkulosis paru. Tuberkulosis merupakan suatu infeksi yang dapat
menyebabkan penyakit pada beberapa organ-organ dalam tubuh, termasuk mata.
Istilah “tuberkulosis mata primer” mendeskripsikan sebagai suatu infeksi oleh
spesies M.Tuberkulosis yang dapat mempengaruhi beberapa bagian mata
(intraokular/extraokular) tanpa adanya gejala sistemik. Sedangkan ”Tuberkulosis
mata sekunder” didefenisiskan sebagai adanya keterlibatan mata sebagai tempat
pembenihan bakteri melalui penyebaran secara hematogen dari tempat yang jauh
atau invasi langsung melalui struktur yang berdekatan seperti sinus dan rongga
cranial.[2]

Tuberkulosis menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia yang


sebenarnya dapat diobati dan dicegah. Indonesia menduduki peringkat keempat
setelah India, Cina dan Afrika Selatan. Estimasi prevalensi TB semua kasus
adalah sebesar 660.000 kasus dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus
baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan sebanyak 61.000
kematian per tahun. Tuberkulosis mata mungkin tidak berhubungan dengan tanda
klinik dari Tb paru. Hingga 60% pasien dengan tanda TB ekstraparu mungkin
tidak memiliki diagnosis TB paru. TB mata dapat menjadi suatu presentasi awal
dari penyebaran infeksi ekstraparu. Uveitis anterior, posterior dan choroidal
tuberkel merupakan gambaran yang paling sering dari TB mata (okular).[1][2]

1
Pengobatan Tuberkulosis mata secara umum sama dengan pengobatan
tuberculosis pada umumnya yang dimana menggunakan empat obat yaitu
isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan ethambutol. Pemberiannya diberikan
selama dua bulan pertama, lalu dilanjutkan 4-6 bulan setelahnya.[1]
Jika mendapatkan pengobatan yang adekuat, TB dapat disembuhkan.
Sebaliknya, jika tidak diobati, penyakit ini dapat menjadi fatal. Maka dari itu
perlu dipastikan pengobatan yang adekuat, suplai obat yang berkualitas dan tidak
terputus serta pengawasan menelan obat yang berorientasi kepada pasien. Selain
itu perlu juga mencegah penularan penyakit kepada anggota keluarga dan menjaga
kesehatan masyarakat sekitar.[1]

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1. Anatomi Bola mata [12]

Anatomi Mata
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan
mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan
sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan
untuk memberikan pengertian visual.[3]
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama menghantarkan cahaya
dari sumbernya menuju ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia.
Bagian-bagian tersebut adalah:[4]

3
1. Kornea, Pupil dan Iris
Kornea merupakan bagian terluar dari bola mata yang menerima cahaya dari
sumber cahaya. Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan
kuantitas cahaya yang masuk kebagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan
melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi
ruangan terang. Lebar pupil dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya. Iris berfungsi
sebagai diafragma. Iris inilah terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata.[4]
2. Lensa mata
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskan pada retina.
Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat
pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari
jauh), lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat
(cahaya datang dari dekat), lensa mata akan menebal.[4]
3. Retina, Saraf Optik dan Sitem Lakrimal
Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya
bagian retina yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke
saraf optik. Saraf yang memasuki sel batang dan kerucut dalam retina, untuk
menuju ke otak. Pada mata terdapat sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak
di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal,
kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.[4]

Fisiologi mata
Mata berperan sebagai kamera untuk melihat, yaitu mempunyai
kemampuan mengatur sinar masuk ke dalamnya seperti layaknya diafragma
kamera. Bila sinar masuk ke dalam bola mata normal maka akan melalui media
penglihatan yaitu kornea, pupil, lensa mata dan badan kaca dimana sinar akan
difokuskan pada retina terutama di daerah yang disebut makula lutea yang
selanjutnya melalui saraf optikus sebagai alat penerus rangsangan sinar yang
masuk diteruskan ke pusat penglihatan di otak dan otak menerima rangsangan
penglihatan melalui saraf penglihatan kemudian di otak bagian belakang diolah
dan menginterpretasikan rangsangan yang dilihat. Pada kortex penglihatan dalam

4
lobus occipitalis terjadi penggabungan rangsangan yang berasal dari kedua mata
dengan cara tersebut kita akan melihat benda tunggal dengan kedua mata
(penglihatan binokuler tunggal), dengan interpretasi bayangan yang tidak
terbalik.[4]

B. Tuberkulosis Mata
Tuberkulosis adalah Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru,
tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya sepertiotak, kelenjar getah
bening, hepato-gastro intestinal, urogenital, organ reporduksi dan tulang.
Transmisi berlangsung melalui udara dari droplet nuclei yang didapatkan dari
pasien dengan infeksi tuberkulosis paru.[5][6]

Tuberkulosis Mata adalah suatu infeksi oleh spesies Mycobacterium


tuberculosis yang dapat mempengaruhi beberapa bagian mata (intraokular atau
extraokular) tanpa adanya gejala sistemik.[2]

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang ada di mana-mana dan


menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Negara-negara berkembang
seperti India. Frekuensi TB mata pada pasien dengan uveitis dan TB sistemik
masing-masing 0-0,16% dan 0,27%-1,4%. Insidensi gejala mata pada pasien yang
diketahui memiliki TB sistemik hanya 1-3%. TB tetap menjadi infeksi utama di
dunia yang menyebabkan kematian dan juga dapat menyebabkan bermacam-
macam penyakit di seluruh tubuh dan mata. Di seluruh dunia, ada sekitar 8 juta
kasus baru dan 3 juta kematian dari TB setiap tahun. Sekitar 1/3 populasi dunia
telah terinfeksi. Demografi dari infeksi bervariasi, dengan Negara-negara
berkembang menanggung beban terberat dari penyakit tersebut.[2]
Tuberkulosis mata selalu dianggap jarang, namun insiden telah bervariasi
secara luas di seluruh waktu, populasi pasien dan geografi. Pada tahun 1967.
Donahue melaporkan sebuah insiden dari TB mata sebesar 1,46% dari 10.524
pasien dari sebuah sanatorium TB.[7]

5
Sebuah penelitian prospektif dari Spanyol, melaporkan pada tahun 1997,
diperiksa 100 pasien yang dipilih secara acak dengan terbukti TB sistemik dan
ditemukan keterlibatan mata sebanyak 18 paasien (18%). Di Malawi, Afrika,
sebanyak 2,8% insiden granuloma koroid dalam 100 pasien dengan demam dan
TB yang dilaporkan dalam penelitian prospektif tahun 2002. Di india, dalam
sebuah penelitian yang dilakukan dari Januari 1992 sampai desember 1994, 0,16%
dari kasus uveitis diyakini disebabkan oleh Tuberkulosis.[7]
Di Jepang, sebuah penelitian prospektif dari April 1998 sampai Agustus
2000 melaporkan bahwa 20,1% dari 126 pasien dengan uveitis memiliki hasil skin
test derivative protein murni positif dan 7,9% dipikirkan memiliki TB mata. Di
Sudi Arabia, selama periode dari 1995-2000, TB merupakan penyebab dalam
10,5% kasus uveitis yang tampak di pusat rujukan. Di Boston, 0,6% pasien uveitis
dari 1982-1992 dipercaya memilki TB sebagai penyebab dasarnya.[7][8]

1. Etiologi
Tuberkulosis yang secara primer umumnya menyerang paru, tapi bisa
juga menyerang organ-organm extra paru, salah satunya mana. Tuberculosis
disebabkan oleh infeksi dari Mycobacterium tuberculosis yang dapat
tersinfeksi secara droplet melalui batuk ataupun bersin.[10]
Tuberkulosis okular adalah salah satu tuberkulosis ekstra paru yang
mencakup infeksi di sekitar mata disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Timbulnya manifestasi klinis pada mata dapat disebabkan karena
infeksi aktif atau reaksi imunologis yang berkaitan dengan respon Delayed
Hypersensitivitas atau reaksi aseptik.[10]
Pada TB Okular primer artinya infeksi yang terjadi melibatkan mata
sebagai infeksi primer yang masuk ke tubuh, sedangkan yang sekunder adalah
didefinisikan sebagai infeksi akibat penyebaran dari struktur yang berdekatan
dari lokasi infeksi atau juga dapat disebabkan karena penyebaran secara
hematogen. Infeksi primer pada mata ini jarang terjadi.[10]
Sedangkan pada TB Okuler sekunder artinya infeksi yang melibatkan
mata sebagai akibat dari penyebaran secara hematogen dari tempat atau organ

6
yang jauh dan juga bisa disebabkan invasi langsung dari daerah yang
berdekatan seperti di sinus atau daerah-daerah yang berongga pada tengkorak.
Akibat dari infeksi tersebut dapat mengenai jaringan mata dan adneksanya.
Tuberkulosis mata umumnya bersifat akut tapi biasanya dapat berjalan kronis
dengan eksaserbasi dan remisi.[10]

2. Patofisiologi
Ketika bakteri masuk melalui droplet atau secara inhalasi. Bakteri akan
masuk ke bronkus dan menetap di bronkiolus.dimana sebagai respon awal
pertahanan tubuh bakteri tersebut akan bertemu dengan alveolar makrofag.
Pathogenesis dasar tentang tuberculosis ini tidak berubah hingga sekarang.
Umumnya lima tahapan pathogenesis infeksi tuberkulosis
Tahap 1. Bakteri akan di fagositosis oleh makrofag alveolar , sehingga
bakteri dapat berkembang, tapi pada beberapa kondisi bakteri tersebut tetap
hidup dan berkembang menjadi tuberkel
Tahap 2. Keterlibatan monosit dalam melakukan fagositosis sehingga
bakteri dapat dihancurkan, namun dengan respon pertahanan dari
M.tuberculosis yaitu menghambat terjadinya fagositosis sehinggga bakteri
tidak hancur dan justru bakteri berkembang
Tahap 3. Respon Delayaed Hypersensitivity (DTH) dari tubuh juga ikut
berperan dalam menghancurkan bakteri didalam makrofag dengan cara
menghambat pertumbuhan bakteri. Reaksi hipersensitivitas tersebut justru
menyebabkan jaringan sekitar tempat terdapatnya bakteri menjadi nekrosis,
nekrosis yang terjadi tersebut disebut sebagai nekrosis kaseosa, pada tahap ini
akibat reaksi hipersensitivtas ini juga melibatkan makrofag yang masih aktif
dan sel imun seperti sel T.
Tahap 4. Jika pada tahap ini respon tubuh yang terjadi menetap atau
lemah, maka nekrosis akan semakin meluas dan tuberkel akan membesar,
sehingga memungkinkan tuberkel dan nekrosis kaseosa yang banyak bakteri
tersebut dapat masuk ke system limfatik dan sirkulasi sehingga infeksi bakteri
dapat berpindah dan memberi respon di beberapa organ tubuh yang lain. Salah

7
satunya mata. Namun jika respon imunitas tubuh berkembang dengan baik
progresivitas bakteri dapat dihambat sehingga bakteri dapat hancur.
Tahap 5. Pada tahap infeksi bakteri di luar paru-paru misalnya yang
terjadi pada tuberkulosis okular, penyebarannya secara hematogen, dan bakteri
akan dormant pada jaringan mata untuk beberapa tahun sebelum mereka aktif.
Factor resiko tertinggi yang menyebabkan inaktivasi bakteri adalah
keterlibatan pasien dengan HIV. Yang menyebabkan bakteri M. Tuberculosis
dapat berkembang di jaringan mata dan memberikan manifestasi klinis.

3. Klasifikasi
a. Tuberkulosis Intraokular
Pada tuberkulosis intraokuler yang paling sulit untuk ditegakkan
diagnosisnya adalah tuberkulosis pada uveitis. Dimana untuk
menegakkan diagnosisnya melalui biopsi dan kultur susah didapatkan
sampelnya karena lapisannya yang begitu tipis dan halus. Terbentuknya
granulomatous iritis menandakan kondisi uveitis anterior yang agresif.
Tuberkulosis intraokuler melibatkan komponen dari segmen
posterior mata dengan dapat menimbulkan kondisi vitritis, retinitis,
choroiditis dan retinal vaskulitis. Terbentuknnya lesi choroidal granuloma
dapat membantu penegakkan diagnosis TB intrakuler. Pada beberapa
kondisi dapat terjadi neuritis optic atau papillitis jika infeksi mencapai
saraf optik hingga menyebabkan adanya inflamasi pada saraf optic. Jika
peradangan tersebut meluas dapat pula menyebabkan endoftalmitis
genous.
b. Tuberkulosis Ekstraokular
Tuberkulosis dapat mempengaruhi mata melalui invasi secara
langsung dari basil tuberkel yang diikuti penyebaran secara hematogen
dengan kerusakan lokal dan inflamasi atau muncul respon reaksi
hipersensitivitas. Pada Tuberkulosis ekstraokuler memberikan beberapa
manifestasi berupa blefaritis kronik atau kalazion atipikal yang ditandai
dengan terdapatnya mukopurulen konjungtivitis, atau bisa juga terdapat

8
phyctenule (yaitu nodul inflamasi disekitar kornea dan skleara), keratitis,
keratitis interstisial atau scleritis. Untuk memudahkan penentuan
diagnosisnya dapat dilakukan dengan mengambil sampel untuk kultur
atau biopsy.

4. Manifestasi Klinik
Pasien yang awalnya menderita tuberkulosis sistemik menunjukkan
gejala mudah lelah, penurunan berat badan, berkeringat malam hari, batuk
dan demam. Sedangkan pada anak yang menderita tuberculosis tanpa
memperlihatkan gejala sistemik akan menunjukkan maniftasi berupa post
auricular lymphadenopathy. [9]
Pada mata, tuberkulosis dapat mempengaruhi banyak struktur mata,
baik yang bersifat unilateral ataupun bilateral yang disebabkan karena
penyebaran secara hematogen melalui pejanan langsung dari kulit mata,
membran mukosa dan sinus atau juga respon hipersensitivitas yang
disebabkan karena infeksi. Manifestasi klinis yang paling sering adalah pada
kondisi uveitis posterior yang diikuti dengan uveitis anterior, panuveitis dan
uveistis intermediate. Tanda khas yang muncul adalah tampakan
granulomatosa. Pada beberapa kasus tidak tampak granulomatosa misalnya
pada kondisi uveitis yang relaps atau pada kondisi telah mengalami inflamasi
kronik.[9]
Gejala mata yang lain yang mungkin saja dapat ditemukan adalah
keratitis, retinitis, skleritis, abses orbita, optik neuropati dan kelumpuhan
nervus cranial.[9]
a. Segmen Posterior Mata
Temuan yang paling umum pada TB Okular adalah choroiditis
multifocal dan choroidal granuloma. Terdapatnya tuberkel memberikan
gambaran pada serpiginous choroiditis, multifocal choriditis atau
panuveitis. Lesi choroidal dengan atau tanpa inflamasi berhubungan erat
dengan penyakit sistemik dan sebagai indikator penyebaran hematogen
dari bakteri.[10]

9
 Choroidal Tubercle :
Tuberkel ini dapat unilateral atau bilateral, dengan warna
keabuan sampai kekuningan.choroidal tubercle baik yang aktif dan
tidak aktif kebanyakan unilateral tapi bisa saja bilateral. Jika
infeksi mulai menurun, tuberkel akan sembuh dalam 12-14 minggu
yang memberikan gambaran berupa pigmen yang terdapat bekas
luka yang atrofi.[10]

Gambar 2. Choroidal Tubercle [7]


 Choroidal Tuberculoma :
Bila Choroidal tubercle terus berkembang, tuberkel tersebut
akan menjadi massa padat yang disebut sebagai tuberkuloma. Pada
tuberculosis intraocular, tuberkuloma dapat dilihat pada daerah
choroid posterior, macula atau juga pada papil. Tuberkuloma
merupakan massa subretina dengan ukuran 4-14 mm dan berwarna
kekuningan, tuberkuloma ini dapat menyebabkan ablasi retina yang
berlebihan.[10]

Gambar 3. Choroidal Tuberculoma [7]

10
 Abses Subretinal :
Tuberkel yang berkembang dan semakin membesar dapat
mengalami nekrosis yang berasal dari massa subretinal yang telah
berkembang akibat ablasi retina disertai eksudatif. Jika lesi dari
tuberkuloma tersebut pecah menyebabkan endoftalmitis atau
panoftalmitis.[10]

Gambar 4. Abses Subretinal [7]


 Serpiginous choroiditis :
Serpiginous choroiditis ini jarang terjadi, dimana penyakit
ini umumnya bilateral, kronis, perlangsungannya progresif dan
dapat terjadi peradangan berulang pada retina bagian luar dan
choroid bagian dalam yang belum diketahui penyebabnya. Lesi
dari serpiginous choroidal dimulai di daerah peri papiler dan
menyebar secara sentrifugal.[10]

Gambar 5. Serpiginous choroiditis [7]

11
Retina dapat memberikan gambaran retinitis, vaskulitis, oklusi
vascular dan lain-lain. Periphphlebitis retina jarang disebabkan akibat
invasi retina oleh basil tuberkel. Tuberkulosis retina terjadi secara
infeksi sekunder yang awalnya dimulai dari choroiditis, edema macula
dapat disertai dengan peradangan intraocular. Vitreous dapat menjadi
vitritis baik itu anterior dan inferior.[10]

Gambar 6. Macam-macam Manifestasi klinis dari Tuberkulosis Okular [10]

b. Segmen Anterior Mata


Gambaran pada segmen anterior yang paling umum adalah uveitis
anterior yang bisa menjadi uveitis anterior kronis atau panuveitis.

Gambar 7. Uveitis Anterior disertai adanya Keratic Presipitate [16]

12
Iridosiklitis menunjukkan karakteristik “ mutton-fat keratic
precipitates ” yang menyebar didaerah inferior disepertiga lebih rendah
dari kornea yang dikenal sebagai “ Arlt Triangle “.[10]

Gambar 8. Iridosiklitis dengan karakteristik


“ mutton-fat kertic prescipitate”[16]

Iris biasanya berkembang menjadi synekchiae posterior atau


anterior dan/atau granuloma iris. Granuloma ini dapat dilihat pada sudut
dasar iris dan diatas trabekula. Pasien HIV dengan pemberian terapi
retroviral dapat menunjukkan pemulihan kekebalan tubuh. Namun, jika
peradangan tersebut tidak ditangani dapat menyebabkan katarak dan
glaukoma.[10]

Gambar 9. Iridosiklitis yang berkembang menjadi


Synekchiae Posterior [16]

13
5. Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis dilakukan anamnesis yang lengkap seperti pada
umumnya untuk mengetahui perjalanan penyakit dari pasien, secara
khusus dari anamnesis didapatkan riwayat tuberkulosis, riwayat
pengobatan tuberkulosis sehingga bisa mempertimbangkan kombinasi
pengobatan, dan keluhan-keluhan lain yang menjadi penyerta seperti
keluhan sistemik, khusus anamnesis mata, setidaknya harus menanyakan
mengenai riwayat keluhan mata seperti penurunan visus.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan dasar untuk
menentukan manifestasi klinis yang muncul pada mata yang terkena.
Tanda klinis itu dapat berupa uveitis, siklitis, choroiditis retinitis, retinal
vasculitis, neuro-retinitis, neuropati optic, endoftalmitis dan panoftalmitis.
Yang sulit ditentukan dari pemeriksaan fisik adalah tanda klinis yang
muncul merupakan infeksi yang pertama kali, atau relaps (kambuh).

c. Pemeriksaan Penunjang
 Mikrobiologi dan Histopatologi
Pemeriksaan kultur M. Tuberculosis mengambil sampel
dari cairan intraocular atau jaringan yang terkena infeksi, kemudian
sampel tadi diamati melalui mikroskop. Namun pemeriksaan
menggunakan mikroskop melalui banyak proses dan organisme yang
dapat ditemukan dari pengamatan mikroskop sedikit. Selain
pemeriksaan kultur dapat pula dilakukan pengamatan di mikroskop
dengan cara pewarnaan gram. Pewarnaan yang digunakan adalah
Acid Fast Bacili (AFB). Selain mikroskop, sampel kultur dapat juga
diamati melalui pemeriksaan PCR (Polumerase chain reaction).
Pemeriksaan PCR ini merupakan pemeriksaan dengan tekni yang
sensitive dan spseifik karena dapat menentukan DNA dari

14
M.Tuberculosis sehingga sangat berguna untuk deteksi dini. Namun
pemeriksaan ini dapat juga memberikan positif palsu sehingga tidak
secara rutin direkomendasikan, selain itu PCR membutuhkan waktu
yang lama untuk memproses hasilnya.[8]

Gambar 10. Hasil pewarnaan gram dengan Acid Fast Bacilli [8]

 Mantoux Skin Test


Pemeriksaan Mantoux merupakan salah satu pemeriksaan
untuk skrining primer pada uveitis tuberkular dan respon
hipersensitivitas okular dengan cara melakukan injeksi derivate
protein. Infeksi M. Tuberculosis positif bila terdapat reaksi positif
pada daah diinjeksi dengan ukuran indurasi yang dianggap positif
adalah lebih dari 10 mm, sedangkan hasil yang masih diragukan pada
indurasai antar5-9 mm. hasilya akanpositif palsu jika pasien yang
sebelumnya elah mendapatkan vaksinasi BCG, untuk menghindari
positif palsu, pemeriksaan ini memerlukan beberapa kali kunjungan
pemeriksaan.[8]

15
Gambar 11. Mantoux Skin Test [17]

 Foto Rontgen atau CT Scan Thorax


Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan foto rontgen
atau CT Scan pada thorax baik itu posisi lateral atau PA, dari
pemeriksaan ini akan mudah diketahui dari gambaran paru yang
terinfeksi paru-paru sehingga dapat dibedakan infeksi primer,
reaktiviasi tuberkulosis dan lain-lain.[8]

Gambar 12. Contoh hasil foto rontgen dan CT Scan Thorax


Penderita TB [8]

16
 Fluorescein Angiography
Pemeriksaan ini erguna untuk mengonfirmasi diagnosis pada
choidal neovascular membrane atau pada retinalangiomatous
proliferation yang telah berkembang dari fase akut dengan
pembentukan tuberkel atau juga pada lesi yang sudah tidak aktif.
Choroidal tubercles, Choroidal tuberculoma, serpiginous
choroiditis, retinal vasculitis, dapat didapatkan pada pemeriksaan
ini.[8]

A B

Gambar 13. Fluorescein Angiography pada Choroidal Tubercle [8]

 Indocyanine Green Angiography


Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya lesi chorid
subklinis pada kasus dengan tuberculosis intraocular.[8]

Gambar 14. Hasil pemeriksaan Indocyanine Green Angiography


pada Serpiginous Choroiditis [13]

17
 Optical Coherence Tomography
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya kelainan
pada retina, dan koroid seperti subretinal neovascular membrane.
[8]

Gambar 15. Optical Coherence Tomography pada


Tuberculous choroiditis [14]

 Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan ini berguna untuk kasus tuberculosis mata yang
mengarah pada keganasan intraocular sehingga melalui USG dapat
ditemukan granuloma atau abses.[8]

Gambar 16. Contoh Hasil Ultrasonography (USG) [15]

18
 Ultrasound bio-microscopy
Pemeriksaan ini umumnya bertujuan untuk mendeteksi adanya
granuloma didaerah yang terinfeksi[8]

 Interferon-g release assays (IGRA)


Pemeriksaan in pertama kali dilakukan pada pasien dengan
tuberculosis uveitis, dima pemerikan yang dilakukan dengan uji in
vitro yang mengukur interferon-g yang dilepaskan oleh sel T yang
telah distimulasi oleh antigen M.Tuberculosis.[8]

6. Penatalaksanaan

Panduan Pengobatan Anti Tuberkulosis pada Dewasa dan Anak-anak[10]

Pengobatan tuberkulosis okular sama dengan pengobatan pada


tuberkulosis paru. CDC telah merekomendasikan penggunaan semua 4 obat
yang digunakan yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol untuk
2 bulan pertama. Lalu dilanjutkan untuk pengobatan 4-7 bulan setelahnya
dengan pilihan obat yang berbeda.[10]
CDC juga merekomendasikan untuk pengobatan jangka panjang pada
tuberkulosis yang memberikan respon yang lambat, banyak penelitian
memberikan pengobatan obat kombinasi rifampisin dan isoniazid yang

19
diberikan selama 9 bulan sehingga efek samping dari isoniazid dapat menurun
jika dikombinasikan dengan obat rifampisin.[10]
Pemberian steroid dosis rendah bersamaan dengan terapi antituberkulosis
selama 4-6 minggu telah terbukti memberikan efek untuk menghambat
kerusakan jaringan akibat reaksi hipersensitivitas. Penanganan dengan metode
pembedahan pada subretinal tuberkuloma terbukti sukses dengan kombinasi
obat antituberkulosis dan kortikosteroid dapat menurunkan kemungkinan
kekambuhan. [10]
Pemberian obat tambahan seperti topikal mungkin berguna pada pasien
dengan manifestasi pada bagian mata luar seperti pemberian salep topikal
isoniazid atau dengan injeksi subkonjungtiva dapat memberikan respon terapi
pada tuberkulosis yang mengenai segmen anterior mata. Pemberian
streptosisin sulfat topikal dianjurkan jika ditemukan adanya defek epitel.[10]
Perencanaan terapi laser digunakan sebagai terapi adjuvant untuk
tuberkulosis okuler, di laporkan pada lesi chorioretinitis tuberkulosis dengan
terapi laser dapat memberikan hasil lebih baik pada fovea sehingga dapat
memperbaiki ketajaman visual, dibanding pemberian terapi pengobatan
konvensional. Namun terapi laser tidak dianggap sebagai pengobatan primer
tanpa memberikan obat antituberkulosis sistemik. Sehingga terapi laser
ditunda hingga diagnosis pasti dapat ditegakkan.[10]

Respon Dan Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis


Pada pasien tuberkulosis yang telah menjalani pengobatan akan
mengalami beberapa efek samping obat. Dari semua obat antituberkulosis
yang digunakan, etambutol adalah obat yang paling mungkin menyebabkan
gangguan pada mata, dimana etambutol dapat menyebabkan neutiritis optik
retrobulbar. Namun, itu semua tergantung dengan pemberian dosis yang
biasanya reversible sehingga kadang sekalipun dosis etambutol diturunkan
tidak akan mempengaruhi kemungkinan resiko terjadinya neuritis optik,
sehingga biasanya penundaan atau bahkan penghentian pemberian etambutol

20
adalah solusi yang paling efektif jika pasien telah menimbulkan gejala awal
seperti penurunan ketajaman penglihatan (visus).[10]
Obat Isoniazid juga diketahui dapat menyebabkan neuropati perifer,
sehingga penambahan pemberian piridoksin dapat mencegah efek neuropati
dari isoniazid. Selain itu isoniazid juga bersifat hepatotoksik sehingga perlu
pengontrolan hasil laboratorium dan fungsi enzim hati selama pengobatan.
Obat rifampisin dapat menyebabkan trombositopenia sehingga pemeriksaan
laboratorium darah lengkap harus selalu dilakukan untuk mengontrol kadar
trombosit dalam tubuh. Obat pirazinamid juga dapat menyebabkan
hiperurisemia namun bersifat akut, dan obat streptomisin dikatikan dengan
gangguan pendengaran.[10]

7. Prognosis
Pada Tuberkulosis okular dapat diobati dan mata bisa terlindungi
selama rutin mengonsumsi obat ainti tuberkulosis. Pemberian terapi secara
dini sejak munculnya gejala awal merupakan pilihan terapi terbaik untuk
mencegah morbiditas dan kebutan okular.[10]

21
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya diperoleh


beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan infeksi Mycobacterium
Tuberculosis dan menyerang paru-paru.
2. Tuberkulosis mata (Okular) merupakan penyakit tuberkulosis ekstraparu yang
mengenai jaringan mata sehingga menimbulkan kerusakan pada mata.
3. Tuberkulosis okular terbagi atas dua yaitu tuberkulosis intraokular dan
ektraokular.
4. Penyebab terjadinya tuberkulosis okular diakibatkan karena penyebaran
bakteri secara hematogen dari tempat yang jauh atau invasi langsung melalui
struktur yang berdekatan seperti sinus dan rongga cranial dan reaksi Delayed
Type Hypersensitivity
5. Manifestasi klinis yang paling sering pada segmen anterior mata adalah
uveitis anterior dan segmen posterior adalah choroidal tubercle
6. Prinsip terapi tuberkulosis okular mencakup terapi sistemik (pemberian obat
anti tuberkulosis), terapi topical, terapi steroid dosis rendah dan laser
7. Terdapat banyak efek samping pada pemberian obat-obatan anti tuberkulosis
sehingga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan sebelum memulai terapi
seperti penilaian visus, pemeriksaan laboratorium darah dan fungsi enzim
hati.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Indonesia. Pengendalian Kasus Tuberkulosis. Jakarta:


2012. Web. http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1922-
pengendalian-kasus-tuberkulosis-harus-berkualitas-untuk-mencegah
terjadinya-tb-mdr.html
2. Tanushree, V. Gowda HT. Primary ocular tuberculosis. International Journal
of Ophtalmology and Eye Science. India. 2016.
3. Wijaya, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, 2003.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2009.
5. PDPI, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia .
Edisi II.Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011.
6. Sudoyo, Aru W., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:
Penerbit Interna Publishing, 2009.
7. Parchand, S.Gupta, V, Sharma, A. Review Article: Intraocular
Tuberculosis.Journal of Postgraduate Mediine,Eduction and Research. India.
2013.
8. Gupta, V. Gupta, A. Rao, NA. An Update: Intraocular Tuberculosis. Journal
Survey of Ophtalmology. Department of Ophtalmology, Keck School of
Medicine, India, 2007.
9. Sharma A, Thapa B, Lavaju P, An Update : Ocular Tuberculosis. Nepal
Journal Ophtalmol,Department of Ophthalmology, Institute of Healt and
Sciences, Nepal, 2011.
10. Biswas, MS. An Update : Ocular Tuberculosis. Kerala Journal Of
Ophtalmology, Chennai, India. 2009.
11. Matthew J. Thompson MD, Daniel MA. Spesial Article : Ocular Tuberculosis.
Journal of Arch Ophtalmology, American Medical Association. 2005.
12. Khurana A.K, Community Ophthalmologi, Chapter 20, in Comprehensive
Ophthalmology, Fourth Edition, New Delhi, New Age International Limited
Publisher, 2007.

23
13. Hyun, S, Chun, NC, Min, AH. The Clinical Manifestation and Differential
Diagnosis of tuberculosis serpiginous like choroiditis and serpiginous
choroiditis, Journal of the Korean ophthalmology society. Korean, 2017.
14. Mohammadi, N. Ghassemi, F. Shojaei, E. Case Report : Bilateral presumed
tuberculosis choroiditis. Journal of eye research center. Department of
Vitreoretinal – Farabi Eye Hospital – Tehran University, Iran. 2016.
15. Aleharnd, S. Practice Update : Ultrasound for Retinal Detachment. Ichan
School of Medicine – Parkland Memorial Hospital. United of States, 2015.
16. Lang, G. 2006. Ophtalmology : a pocket textbook atlas. Thieme Stuggart,
New York, 2006.
17. Rao,TV. Tuberculosis Student Update. Freelance clinical Microbiology
Knowledge, India. 2008.

24

You might also like