Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 37

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 3
MODUL MUSKULOSKELETAL

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3

Yosep Andrianu Loren I11112050


RR.Syarifah Rafiqah Sri W.A I1011131021
Estela Salomina Momot I1011131022
Dendi Frannuzul Ramadhan I1011131065
Permata Iswari Sartika Dewi I1011151011
Vincent Sanjaya I1011151022
Lia Pramita I1011151026
Muhammad Fikri Raihan I1011151028
Zaitin Nur I1011151040
Luthfi Putra Suseno I1011151050
Chalchi Ruhita Mlatti I1011151055
Septi Adelia I1011151057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Trigger
A 28-year-old male was brought to the emergency department with
complaints of severe pain on his left lower leg and ankle. He stated that he
was involved in a traffic accident one day prior to his ED visit, His left lower
leg was trapped under his motorcycle. Soon after the accident, he was
brought by his parents to the traditional massage therapist since he felt a
sharp pain in his left leg. Four hours later he started to feel worsening pain in
his left leg and ankle, as well as increased walking difficulty. Upon arrival in
the ED, he stated that the pain was intolerable, accompanied by swelling,
tightness, and numbness.
On physical examination, the patient was only able to move his toes
slightly and plantarflexion of the ankle intensified the pain in the front of the
calf. The calf was swollen, pale, and very sensitive to palpation. The left
dorsalis pedis or posterior tibial pulses were palpable but weak.
Anteroposterior view of the leg demonstrated a transverse fracture of mid
tibial shaft with minor displacement and soft tissue swelling.

1
1.2 Clarification and Definition
a. Fracture : loose of bones continuity, full or partial usually caused by
trauma.
b. Plantar : calf is the back porsition of the lower leg in human
anatomy.

1.3 Keywords
a. A 28 years old male
b. Severe pain
c. Transverse fracture of tibia shaft
d. Four hours later he feels worsing pain
e. Walking difficult
f. Posterior tibia, pulses were palpable but weak
g. Minor displacement
h. Sort tissue swelling
i. Traffic accident
j. The calf was swallen, pale and very sensitive
k. Traditional massage

1.4 Formulation of The Problem


A 28 years old male at traffic accident and had transverse fracture of mid tibia
shaft, after 4 hours, traditional massage therapy he had worsening pain,
increase walking difficulty, swelling tightness, numbness, and only able to
toes slightly and plantar flexion.

2
1.5 Problem Analysis

A 28 years old male

Trauma

Traditional Pain on his left


Bone
theraphy lower and ankle

Anatomy Histology
 Sharp pain
Physical
 Worsing pain
examination
 ↑ Walking
Bone
difficulty
remodelling
Limited of
movement

Fracture

1.6 Hypothesis
A 28 years old male suffered a close fracture on his left lower leg after being
involved in the traffic accident.

1.7 Learning Issue


1. Fraktur:
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi klinis
f. Proses penyembuhan
g. Faktor resiko
h. Pemeriksaan penunjang
i. Tatalaksana
j. Rehabilitas medik
k. Prognosis

3
l. Komplikasi
2. Bagaimana aspek medikolegal ?
3. Bagaimana proses remodelling tulang?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi remodelling tulang?
5. Bagaimana proses osteogenesis tulang?
6. Jelaskan mengenai anatomi ekstremitas bawah !
7. Jelaskan mengenai hasil radiologi pada pemicu !
8. Bagaimana edukasi yang tepat pada pemicu?
9. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada pemicu?
10. Bagaimana mekanisme gerak?
11. Jelaskan mengenai macam-macam gerakan dasar !
12. Jelaskan mengenai sindrom kompartemen !
13. Jelaskan mengenai fisiologi otot !
14. Jelaskan mengenai proses nyeri !
15. Bagaimana syarat foto rontgen yang benar?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fraktur
a. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya atau setiap retak atau patah pada
tulang yang utuh.1

b. Klasifikasi
1) Fraktur menurut ada atau tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan
fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur
masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut
fraktur terbuka.2
2) Menurut Mansjoer derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
b) Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur) Bila antara
patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi
patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut
green stick.3
Kekuatan dan sudut dari tenaga fisik, keadaan tulang, dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi
apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak
lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.4
3) Menurut Mansjoer bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma ada 5 yaitu:3
a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma
angulasi juga.
c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

5
Mekanisme Patah Tulang. (a) Spiral (berputar); (b) Oblik/serong
(kompresi); (c) Triangular butterfly fragment/kupu-kupu
(membengkok); (d) Transversal/lintang (mengencang)2

Jenis Patah tulang. Fraktur komplet : (a) Transversal; (b) Segmental;


(c) Spiral. Fraktur inkomplete : (d) Buckle/torus/melengkung; (e,f)
greenstick.2

c. Etiologi
MenurutAppley&Solomon (1995) yang dapat menyebabkan fraktur adalah
sebagai berikut:5
1) Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
yang dapat berupa pukulan, penghancuran penekukan, penarikan
berlebihan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada
tempat yang terkena dan jaringan lunak nya pun juga rusak
2) Kelelahan atau tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan yang berulang-ulang. Keadaan ini paling
banyak ditemukan pada tibia fibula, terutama pada atlit atau penari.
3) Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis)
Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang itu lemah
atau tulang itu sangat rapuh.

6
d. Patofisiologi
Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup
menyebabkan patah, maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di sekitar
tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan.
Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan
sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan Sisa sel mati dimulai.
Di tempat patah terbantuk bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi
sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan
fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan-lahan
mengalami remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan
kalus dan secara perlahan mengalami klasifikasi. Penyembuhan
memerlukan beberapa minggu sampai beberapa bulan.6

e. Manifestasi klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci
sebagai berikut:7
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung
pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3) Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai
5 cm (1 sampai 2 inci).
4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur

7
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x
pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah
tersebut.7

f. Proses penyembuhan
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, yaitu:8,9,5
1) Fase reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan
dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di
tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi
yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan
sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai
penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan
spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
(1) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi
intra membran pada tempat fraktur, (2) Menstimulasi pembelahan
sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan (3) Menstimulasi
kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi
endokondral yang mengiringinya. Berkumpulnya darah pada fase
hematom awalnya diduga akibat robekan pembuluh darah lokal
yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Hematom yang muncul
akibat robekan pembuluh darah lokal juga berperan sebagai
faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan
lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi
sampai 2 – 3 minggu.
b. Fase proliferasi
Pada fase ini terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan
darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi
fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang
dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid).
Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang
rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada
tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan
merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada
minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada
minggu ke 4 – 8.

8
2) Fase reparatif
a. Fase pembentukan kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang
rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi
tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan berlanjut
dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur.
Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek
secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan
pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar
fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan.
Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur
dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu
faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor
pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-
B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan
differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler.
Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang
berperan penting pada proses angiogenesis selama
penyembuhan fraktur. Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous
yang kemudian bersama osteoblast akan berdiferensiasi
membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini menandakan
adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis.
b. Pembentukan tulang lamellar
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus,
tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature
(lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga
osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur
dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan
selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
menerima beban yang normal.
3) Fase remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal.Fraktur telah dijembatani
dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa bulan atau bahkan
tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped dengan proses
yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan

9
dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla
akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya,
terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh
secara klinis dan radiologi.

g. Faktor resiko10
1) Kepadatan tulang
2) Usia
3) Osteoporosis
4) Ukuran, bentuk, dan arsitektur tulang,
5) Jenis dan tingkat keparahan jatuh

h. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan fraktur adalah
Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya
fraktur / trauma. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk
memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. Arteriogram, dilakukan bila
kerusakan vaskuler dicurigai. Hitung darah lengkap HT mungkin
meningkat (hemo konsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) Hb, leukosit, LED,
golongan darah dan lain-lain.11
Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik
definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun
demikian, beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan
sinar-x pada awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografi
pada hari berikutnya untuk mendeteksi bentuk callus. Jika dicurigai
adanya perdarahan maka dilakukan pemeriksaan complete blood count
(CBC) untuk menilai banyaknya darah yang hilang. Lebih lanjut, perawat
akan menilai komplikasi yang mungkin terjadi dan menentukan beberapa
faktor resiko terhadap komplikasi dimasa depan.11

i. Tatalaksana
Management fraktur yang pertama ialah reduksi yatu untuk membenarkan
posisi tulang yang patah. Setelah posisi tulang yang patah itu dibenarkan
maka perlu dilakukan imobilisasi agar tulang tidak bergerak dan tidak
terjadi second injury. Setelah imobilisasi dilakukan, perlu dilaksanakan
rehabilitasi medik.12

j. Rehabilitas medik
Rehabilitasi medik bisa disebut dengan Physical Medicine &
Rehabilitation (PMR). PMR bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

10
fungsional seseorang sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk
mempertahankan dan/atau meningkatkan kualitas hidup dengan cara
mencegah atau mengurangi disabilitas dan kecacatan seoptimal mungkin.
Komponen yang dikenakan intervensi untuk memperbaiki fungsi tubuh
terdiri dari diri orang tersebut, tugas yang diberikan kepada orang
tersebut, beserta lingkungan tempat dia tinggal.13
Beberapa kondisi pada muskuloskeletal yang dapat diperbaiki dengan
adanya rehabilitasi medik yaitu: pasca amputasi; tendon yang robek;
trauma, seperti terpelintir, dislokasi sendi, dan fraktur; sakit punggung;
osteoporosis; artritis; dan tumor tulang.13
Tujuan dari rehabilitasi medik pada cedera muskuloskeletal yaitu:
mengatasi nyeri, memperbaiki deformitas, melindungi jaringan yang
cedera, mencegah komplikasi, mengembalikan ROM (Range of
Movement), dan memperbaiki kekuatan.5 Prinsip penanganan fraktur
adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semua (reposisi)
dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang
(imobilisasi).13
Tipe dan waktu untuk melakukan latihan berjalan pada proses rehabilitasi
medik dapat dibedakan berdasarkan kestabilan fraktur. Jika fraktur yang
terjadi stabil, maka dapat latihan berjalan weight-bearing pada minggu
keempat hingga minggu keenam. Untuk fraktur yang tidak stabil, namun
tidak terjadi displacement maka perlu imobilisasi non-weight bearing
mulai dari minggu keempat hingga minggu keenam. Apabila
penyembuhan terjadi dengan baik, maka pasien dapat diberikan latihan
berjalan pada dua minggu berikutnya. Apabila pasien tidak dilakukan
operasi, pemeriksaan lanjutan dengan radiografi perlu untuk dilakukan
setiap minggunya selama dua hingga tiga minggu setelah terjadinya luka
untuk mengetahui displacement pada fraktur. Latihan penguatan dan
ruang gerak sendi dapat mulai dilakukan ketika penyembuhan fraktur
sudah selesai. Pasien dengan fraktur pergelangan kaki akan biasanya
memerlukan imobilisasi dan non-weight bearing mulai dari minggu
keempat hingga minggu kedepalapan setelah operasi. Pada trauma yang
terjadi di os.femur bagian distal, maka sebelum dan setelah pelaksanaan
terapi latihan, pasien harus berada dalam posisi mengelevasikan tungkai
atas yang sakit dengan diganjal bantal pada tungkai bawah yang sakit,
sehingga membentuk sudut 30°.13

k. Prognosis
Prognosis fraktur dikatakan baik, jika : (1) frakturnya ringan, (2) bentuk
perpatahan simple, (3) tidak ada infeksi, (4) pada daerah fraktur
mempunyai peredaran darah yang lancar, (5) kondisi umum penderita
baik, (6) usia penderita muda.14
Pada pemberian terapi latihan secara tepat dan adekuat akan
memberikan prognosis baik dimana (1) quo ad vitam yaitu yang

11
berhubungan dengan hidup matinya pasien karena pasien telah
menjalankan operasi di mana telah dilakukan reposisi pada fraktur
tersebut, (2) quo ad sanam yaitu menyangkut segi penyembuhan di
prediksi baik, (3) quo ad fungsionam yaitu menyangkut fungsionalnya
yang berhubungan dengan aktifitas keseharian dari pasien adalah baik,
(4) quo ad cosmetikam disebut juga remodeling sehingga dapat
berbentuk seperti semula.14

l. Komplikasi15,16
1) Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler
nekrosis.
a. Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang
bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan
cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada
fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan
oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini
bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot
karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan
gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan
cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak
ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh
tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.

12
f. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN)
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
2) Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal
union, delayed union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah
telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion
merupaka penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus
berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan
normal. Delayed union merupakankegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang.

2.2 Aspek medikolegal


Ada aspek medikolegal signifikan dari ACS dan hasilnya dalam praktek klinis.
Bhattacharyya dan Vrahas Ulasan semua kasus dan klaim yang berkaitan
dengan ACS diajukan dengan perusahaan asuransi besar selama periode
23-tahun. Data menunjukkan bahwa lebih dari 50% memutuskan oleh dokter
Shadgan et al. melaporkan lima puluh lima persen (35/64) kasus hukum
diselesaikan yang mendukung pasien . Reverte et al. disebutkan insiden
signifikan tinggi serikat tertunda atau nonunion patah tulang tibia poros
dengan sindrom kompartemen. Mereka melaporkan 55% nonunion atau
tertunda union di ACS dibandingkan 17,8% di patah tulang tanpa ACS dalam
studi meta-analisis. Hal ini sangat dianjurkan untuk menginformasikan pasien
tentang peningkatan kesempatan penyembuhan patah tulang komplikasi.17

13
2.3 Proses remodelling tulang
Tulang terbentuk sebelum lahir namun terus memperbarui jaringannya.
Remodelling tulang adalah proses penggantian jaringan tulang lama oleh
jaringan tulang yang baru. Hal ini melibatkan resorpsi tulang;penghapusan
mineral dan serat kolagen dari tulang oleh osteoklas, dan dekomposisi
tulang; penambahan mineral dan serat kolagen ke tulang oleh osteoblast.
Dengan demikian, resorpsi tulang berakibat destruksi dari matriks
ekstraselular tulang, sedangkan dekomposisi tulang menghasilkan
pembentukan dari matriks ekstraselular dari tulang itu sendiri.18
Remodelling tulang memiliki beberapa manfaat. Karena kekuatan tulang
berkaitan dengan stressor yang didapatkan, jika tulang baru terbentuk
dikenakan beban berat, ia akan tumbuh lebih tebal dan lebih kuat dari tulang
tua. Juga, bentuk tulang dapat diubah untuk dukungan yang tepat
berdasarkan stressor alami selama proses remodelling. Akhirnya, tulang baru
lebih tahan terhadap fraktur dari tulang tua.18
Selama proses resorbpsi tulang, osteoklas menempel erat ke permukaan
tulang pada endosteum atau periosteum dan membentuk segel (sealing
zones) dan batas kerut (ruffled border). Kemudian ia melepaskan enzim
lisosomal yang mencerna protein dan beberapa asam. Enzim kemudian
mencerna serat kolagen dan substansi organik lainnya sementara zat asam
melarutkan mineral tulang. Protein tulang yang terdegradasi dan matriks
ekstraselular terutama kalsium dan phospor memasuki osteoklas dengan
cara endositosis, melintasi sel dalam vesikel dan mengalami eksositosis di
sisi berlawanan dari ruflled border. Di cairan interstisial, produk dari resorpsi
tulang berdifusi ke kapiler darah terdekat. Setelah area kecil dari tulang
diresorpsi, osteoklast pergi dan osteoblast masuk untuk membangun kembali
tulang di area tersebut.18
Osteoblast mensintesis dan mensekresi serat kolagen dan komponen organik
lainnya yang diperlukan untuk membangun matriks ekstraselular tulang, dan
menginisisasi kalsifikasi. Sebuah osteoblast mengelilingi dirinya dengan
matriks ektraselular, kemudian ia terperangkap oleh sekresinya dan menjadi
osteosit.18
Harus ada keseimbangan antara aktivitas dari osteoklast dan osteoblast. Jika
jaringan baru terlalu banyak dibentuk, tulang menjadi tebal dan berat secara
abnormal. Sebaliknya jika mineral tulang hilang terlalu banyak dapat
menyebabkan tulang menjadi keropos, seperti pada keadaan osteoporosis.18
Remodeling tulang dapat dibagi menjadi berikut enam fase, yaitu, diam,
aktivasi, resorpsi, pembalikan, formasi, dan mineralisasi.19

14
Gambar 2.15. Fase remodelling tulang.19

1) Tahap Diam. Ini adalah keadaan / fase tulang saat istirahat.


Faktor-faktor yang memulai proses renovasi tetap tidak diketahui.
2) Tahap Aktivasi. Fenomena pertama yang terjadi adalah aktivasi
dari permukaan tulang sebelum resorpsi, melalui pencabutan
tulang lapisan sel (pemanjangan osteoblas dewasa yang ada
pada permukaan endosteal) dan pencernaan membran endosteal
oleh aksi kolagenase. Awal "aktivasi"melibatkan perekrutan dan
aktivasi mononuklear monosit-makrofag osteoklas prekursor dari
sirkulasi, sehingga interaksi osteoklas dan sel-sel prekursor
osteoblas. Hal ini menyebabkan diferensiasi, migrasi, dan fusi
osteoklas berinti besar. Sel menempel pada permukaan tulang
termineralisasi dan memulai resorpsi oleh sekresi ion hidrogen
dan enzim lisosom, terutama cathepsin K, yang dapat
menurunkan semua komponen matriks tulang, termasuk kolagen,
pada pH rendah.
3) Fase Resorpsi. Osteoklas kemudian mulai mendisolfikasi matriks
mineral dan membusukan matriks osteoid. Proses ini diselesaikan

15
oleh makrofag dan pelepasan growth factor yang terkandung
dalam matriks, pada dasarnya mengubah growth factor b (TGF b),
platelet-derived growth factor(PDGF), dan insulin-like growth
factor I dan II (IGF - I dan II). resorpsiOsteoklastik menghasilkan
rongga bergigi tidak beraturan pada permukaan tulang trabekular,
disebut Howship’s lakuna, atau kanal silinder kanal di tulang
kortikal. Osteoklas-dimediasi resorpsi tulang hanya memakan
waktu sekitar 2-4 minggu selama setiap siklus renovasi.
4) Pembalikan Fase. Selama fase pembalikan, resorpsi tulang
bertransisi untuk pembentukan tulang. Pada penyelesaian
resorpsi tulang, resorpsi rongga mengandung berbagai
mononuclear sel, termasuk monosit, osteosit dilepaskan dari
matriks tulang, dan preosteoblas, direkrut untuk memulai
pembentukan tulang baru. Sinyal kopling yang menghubungkan
resorpsiujung tulang ke awal pembentukan tulang yang belum
diketahui, tetapi bertujuan untuk kopling calon sinyal termasuk
matriks yang diturunkan tulang faktor seperti TGF / 3, IGF-1, IGF-
2, protein morphogenetic tulang, PDGF, atau fibroblast.
5) Pembentukan Tahap. Ketika osteoklas diserap rongga tulang,
mereka melepaskan diri dari permukaan tulang dan digantikan
oleh sel-sel osteoblast lineage yang memulai inisiasi.
6) Tahap Mineralisasi. Proses dimulai 30 hari setelah pengendapan
osteoid, berakhir 90 hari di trabekular dan pada 130 hari di tulang
kortikal. Kemudian fase istirahat mulai kembali.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi remodelling tulang20


1) Faktor Genetik
Factor Ini penting dalam menentukan massa tulang yang maksimal,
karena antara 60 dan 80% dari massa tulang ini ditentukan secara
genetik. Massa tulang merupakan karakteristik diturunkan dari orang tua
kepada anak-anak, sehingga anak perempuan dari ibu dengan
osteoporosis lebih cenderung untuk memiliki kondisi ini yang sama.
2) Faktor mekanik
Remodeling diatur oleh beban mekanis, yang memungkinkan tulang
untuk beradaptasi untuk menanggapi tuntutan mekanik. Aktivitas fisik
sangat penting untuk pengembangan tulang. Hal ini diyakini bahwa aksi
otot mentransmisikan ketegangan pada tulang, yang terdeteksi oleh
jaringan osteosit dalam cairan tulang. Di sisi lain, tidak adanya aktivitas
otot, istirahat, atau bobot yang buruk pada tulang, akan mempercepat
resorpsi. Hal ini juga diketahui bahwa trabekula cenderung untuk
menyelaraskan dengan tekanan maksimum pada tulang. Stres mekanik
meningkatkan kekuatan tulang dengan mempengaruhi kolagen untuk
tulang baru yang sedang terbentuk.

16
3) Vascular / Faktor saraf
Vaskularisasi merupakan dasar untuk perkembangan tulang normal, yang
memasok sel-sel darah, faktor oksigen, mineral, ion, glukosa, hormon
pertumbuhan. Vaskularisasi merupakan tahap pertama proses osifikasi
dimana pembuluh darah menginvasi tulang rawan dan kemudian akan
membentuk proses resorpsi melalui osteoklas yang berasal dari
pembuluh dekatnya. Dengan cara yang sama, neoformation vaskular
adalah cara pertama dalam perbaikan fraktur atau regenerasi tulang.
Persarafan diperlukan untuk fisiologi tulang normal. Tulang dipersarafi
oleh sistem saraf otonom dan saraf sensorik . Serat otonom dapat
ditemukan di periosteum, endosteum, dan tulang kortikal dan terkait
dengan pembuluh darah dari saluran Volkmann, dan juga neuropeptida
pada reseptor tulang Contoh pentingnya persarafan dalam fisiologi tulang
ditemukan di osteopenia dan kerapuhan tulang yang ada pada pasien
dengan gangguan neurologis, dan juga kepadatan tulang yang menurun
4) Faktor Gizi
Jumlah minimal kalsium diperlukan untuk mineralisasi sekitar 1.200 mg /
hari untuk usia 25 tahun, tidak kurang dari 1 g / hari untuk usia 25-45
tahun, dan pada menopause harus setidaknya 1.500 mg / hari. Demikian
juga, telah diketahui bahwa kebiasaan beracun seperti merokok, kafein,
alkohol, dan kelebihan garam merupakan faktor risiko untuk osteopenia.
5) Faktor hormonal
Hormon yang paling penting di remodeling tulang adalah:
a. Hormone Thyroid
Hormon tiroid juga dapat menstimulasi resorpsi tulang dan
pembentukan tulang serta sangat penting untuk pemeliharaan
remodeling tulang yang normal. Pertama, mereka merangsang
sintesis matriks osteoid oleh osteoblas dan mineralisasi yang akan
mendukung sintesis IGF-I. Pada hipotiroidisme kongenital (kretinisme)
terjadi perawakan pendek karena terdapat perubahan dalam
pembentukan tulang
b. Paratiroid hormon (PTH).
Hormone ini mengontrol homeostasis kalsium dengan tindakan
langsung pada tulang dan ginjal dan secara tidak langsung pada
usus. PTH ini dihasilkan oleh kelenjar paratiroid untuk menanggapi
hipokalsemia. Pasokan terus-menerus PTH akan merangsang
resorpsi tulang melalui sintesis faktor pendukung osteoklastogenesis
(RANKL) pada bagian sel-sel osteoblastik, dan pada dosis intermiten
itu akan merangsang pembentukan tulang, terkait dengan
peningkatan faktor pertumbuhan yang disebutkan di atas dan dengan
penurunan apoptosis osteoblas. PTH mengatur konsentrasi kalsium di
serum. Ini adalah stimulator baik dari proses resorpsi tulang dan
memiliki efek biphasic pada proses pembentukan tulang. PTH plasma
cenderung meningkat dengan pertambahan usia, dan ini dapat

17
menghasilkan peningkatan hilangnya massa tulang, khususnya tulang
kortikal
c. Kalsitonin.
Diproduksi oleh sel-sel C parafollicular tiroid. Kalsitonin adalah
penghambat resorpsi tulang, mengurangi jumlah dan aktivitas
osteoklas. Namun, ini adalah tindakan sementara, karena osteoklas
tampaknya menjadi "impermeable" untuk kalsitonin dalam beberapa
hari.
d. 1,25 (OH) 2 Vitamin D3 atau Calcitriol.
Kalsitriol adalah hormon steroid, yang akan mendukung penyerapan
kalsium dan fosfat di intestinal, dan berperan dalam mineralisasi
tulang. Kalsitonin diperlukan untuk pertumbuhan normal tulang.
e. Androgen
Androgen memiliki efek anabolik pada tulang dengan stimulasi
reseptor osteoblas. Androgen juga bertindak sebagai mediator
hormon pertumbuhan saat pubertas. Defisiensi androgen dikaitkan
dengan kepadatan tulang yang rendah, jumlah testosteron pada
orang muda sebelum penutupan epifisis dapat meningkatkan massa
tulang. Dengan cara yang sama, wanita dengan kelebihan androgen
menyajikan kepadatan tulang yang lebih tinggi. Androgen
meningkatkan ukuran tulang kortikal melalui stimulasi dengan
pertumbuhan longitudinal dan radial. Pertama, androgen seperti
estrogen, memiliki efek biphasic pada pembentukan tulang
endochondral, pada awal pubertas, steroid seks merangsang
pembentukan tulang endochondral, dan steroid seks akan
menginduksi penutupan epifisis pada akhir pubertas. Efek androgen
mungkin penting karena kekuatan tulang pada laki-laki tampaknya
ditentukan oleh pembentukan periosteal tulang yang tinggi dan oleh
karena itu androgen melindungi pria terhadap osteoporosis melalui
pemeliharaan massa tulang dan perluasan tulang kortikal.
f. Estrogen
Estrogen penting untuk penutupan lempeng pertumbuhan dan
memiliki peran penting dalam pengembangan kerangka. Estrogen
memiliki efek ganda pada metabolisme tulang yaitu mendukung
pembentukan tulang, dan meningkatkan jumlah dan fungsi osteoblas,
serta dapat mengurangi resorpsi. Estrogen dapat meningkatkan kadar
osteoprotegerin (OPG), protein yang dihasilkan oleh osteoblas yang
menghambat resorpsi, sehingga mereka dapat memainkan peran
penting dalam regulasi osteoklastogenesis. Defisiensi estrogen
selama menopause merupakan faktor patogen yang paling penting
dalam kehilangan massa tulang yang berhubungan dengan
osteoporosis

18
g. Progesteron
Progesteron juga memiliki efek anabolik pada tulang, baik secara
langsung yaitu melalui osteoblas yang memiliki reseptor hormon, atau
tidak langsung yaitu melalui kompetisi untuk reseptor osteoblastik dari
glukokortikoid.
h. Insulin
Insulin merangsang sintesis matriks baik secara langsung maupun
tidak langsung, meningkatkan sintesis hati IGF-I
i. Glukokortikoid
Glukokortikoid yang diperlukan untuk diferensiasi sel tulang selama
proses perkembangan, tetapi setelah postnatal, glukokortikoid dapat
menghambat pembentukan tulang (pada dosis tinggi, mereka memiliki
efek katabolik pada tulang), karena mereka menghambat sintesis
IGF-I oleh osteoblas dan langsung menekan BMP-2, faktor penting
dalam osteoblastogenesis. Ini adalah mekanisme patogenetik utama
dalam osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid. Efek tidak langsung
dari glukokortikoid pada penyerapan kalsium dan produksi hormon
seks mungkin meningkatkan resorpsi tulang
j. Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan bertindak baik secara langsung maupun tidak
langsung pada tulang. Hormon pertumbuhan bertindak langsung pada
osteoblas dengan sebagai reseptor hormon, meningkatkan sintesis
kolagen, osteocalcin, dan alkali fosfat. Tindakan tidak langsung
dengan peningkatan sintesis IGF-I dan II oleh osteoblas. Faktor-faktor
ini merangsang proliferasi dan diferensiasi osteoblas.

2.5 Proses osteogenesis tulang


Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis.
Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi
secara terus menerus atau selalu mengalami proses pembaruan dan
seimbang pada orang sehat.21
Memiliki nama lain osteogenesis intramembranosa karena terjadi didalam
membrane jaringan. Tulang hasil osteogenesis desmalis disebut tulang
desmal. Proses yang terjadi pada osteogenesis desmalis adalah Osteoblast
yang tumbuh menjadi osteosit akan mempengaruhi zat-zat disekitarnya
(matriks) yang mula-mula cair akan menjadi kental, kemudian membentuk
osteoid. Osteoid akan mengeras karena proses pengapuran , sehingga akan
mengurung osteosit. Disinilah mulai terbentuk pulau tulang pertama, dan
tempat proses ini disebut titik penulangan (punctum ossification). Contoh
tulang yang pembentukannya melalui proses ini pada umumnya terjadi pada
tulang pipih misalnya tulang tengkorak, khususnya os frontalis, dan os
parietalis serta os patella. Tempat perubahan awal tersebut dinamakan Pusat
penulangan primer. Osteogenesis Enchondralis secara artificial,
pembentukan ini berarti prosesnya diawali dengan pembentukan tulang

19
rawan sehingga proses lebih kompleks. Dalam proses pertumbuhannya,
penambahan ukuran terjadi secara radial. Pertumbuhan sampai menjadi
tulang berlangsung melalui tahap berikut:21
1) sel-sel mesencym menjadi sel calon tulang rawan (chondroblast)
kemudian melanjut menjadi sel tulang rawan (chondrocyte).
2) Terjadi perbanyakan dan pembesaran chondrocyte
3) pengapuran matriks tulang rawan
4) Proses pembentukannya secara tidak langsung sekurang-kurangnya
memiliki tiga punctum ossifikasi

Jadi pusat penulangan primer yang terjadi didalam diaphysis akan disusus
pusat penulangan sekunder di dalam kerangka kartilago. Ciri-ciri
Osteogenesis Enchondralis adalah:21

1) Bagian tulang yang mengalami pusat penulangan sekunder disebut


epipisis
2) Terjadi pembesaran kondrosit di tengah diapisis
3) Selalu dimulai dengan pembentukan kartilago
4) Umumnya proses ini mengalami pembentukan tidak langsung dan
memiliki minimal 3 titik penulangan.
5) Proses pertumbuhannya terjadi secara radial.

20
2.6 Anatomi ekstremitas bawah

Gambar 3.1 Tulang-tulang pada ekstremitas bawah tampak ventral sebelah


kanan.22

21
Gambar 3.2 Tulang Femur kanan tampak ventral.22

Gambar 3.2 Tulang Tibia sebelah kanan tampak ventral.22

22
Gambar 3.3 Tulang Tibia sebelah kanan tampak ventral.22

Tanda dan gambaran khas pada fraktur adalah garis fraktur pada gambaran foto
polos , pembengkakan jaringan lunak dan iregularitas kortikal.23

2.7 Hasil radiologi pada pemicu

Fraktur left tibia(tibia sebelahkiri) 1/3 medial transversal displaced.

23
2.8 Edukasi yang tepat pada pemicu
Perawatan Diri di Rumah:24
Jika cedera terjadi dan patah tulang dicurigai, ingat berikut:
1) Meluruskan kaki sebaik mungkin sampai bantuan tiba.
2) Beristirahat. Cobalah untuk menjaga dari memperparah cedera.
3) Terapkan kompres es yang dibungkus sarung bantal atau handuk untuk
mengurangi pembengkakan.
4) Jika mungkin, menjaga kaki ditinggikan dengan bantal atau bantal untuk
mengurangi pembengkakan.
5) Sering dengan kaki yang patah, operasi diperlukan. Untuk alasan ini,
jangan biarkan seseorang dengan patah kaki makan atau minum,
sebelum dilihat oleh dokter.

2.9 Penanganan kegawatdaruratan pada pemicu25


Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden
period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan
lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan
untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih
berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah,
maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain
tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami
cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan
pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah
untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan
tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan
lebih lanjut.Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar
fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah
kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas,
lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung
pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan

24
kecukupan perfusi jaringan perifer.Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan
pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih
dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada
fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang
diterangkan diatas.Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan
lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh
sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong
pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

2.10 Mekanisme gerak


Mekanisme gerak terdiri dari 2 yaitu :
a. Mekanisme kontraksi otot rangka
Kontraksi otot melibatkan dua proses pada serabut otot yang terdiri
atas:26
1) Depolarisasi sarcoplasma karena adanya interaksi asetilkolin
dengan reseptornya
2) Adanya power stroke dari protein kontraktil otot

Melekatnya asetilkolin dengan reseptornya menyebabkan terbukanya


kanal natrium pada membran plasma sel otot sehingga terjadi aktivitas
listrik yang menjalar hingga ke struktur tubulus T. Adanya aktivitas
listrik menyebabkan struktur protein dihidropiridin yang sensitive
terhadap stimulasi elektrik menjadi berubah, sehingga kanal-kanal
kalsium pada ujung lateral reticulum sarcoplasmic yang ditutupinya
menjadi terbuka.26
Terbukanya kanal kalsium menyebabkan ion kalsium yang tersimpan
pada reticulum sarcoplasmic keluar menuju ke sarkoplasma dan
berikatan pada troponin di serabut halus. Setelah berikatan, struktur
troponin akan berubah sehingga mengekspos myosin binding space.26
Pada saat yang bersamaan, kepala myosin yang sudah teraktivasi
melalui energi yang dihasilkan oleh hidrolisis ATP, akan berikatan
pada aktin dan menyebabkan terjadinya power stroke, yaitu terjadinya
penarikan molekul aktin mendekati kepada garis M pada sarkomer
otot.26
Hidrolisis ATP yang akan menghasilkanADP+Pi (fosfat anorganik),
dimana ADP akan melekat pada kepala myosin hingga akhir dari
power stroke kemudian terlepas dan posisinya akan digantikan oleh
molekul ATP yang baru. Melekatnya molekul ATP yang baru akan
menyebabkan terjadinya pelepasan kepala myosin dari aktin dan siklus
ini terus berulang pada serabut yang tebal pada otot.26
Proses kontraksi otot tidak terjadi secara sinkron, yaitu ketika salah
beberapa kepala myosin berikatan pada aktin, yang lainnya akan
terlepas. Hal ini memungkinkan terjadinya pemendekan sarkomer yang

25
optimal, dimana terdapat beberapa kepala myosin yang melanjutkan
proses power stroke yang telah terjadi sebelumnya, tanpa
menyebabkan pemanjangan kembali dari sarkomer.26

Gambar 20 : Mekanisme power stroke.26


Relaksasi otot terjadi ketika tidak adanya ikatan asetilkolin dengan
reseptornya, menyebabkan tidak adanya potensi allistrik yang
menyebabkan lepasnya kalsium tambahan dan protein Ca-ATPase
memompakan kalsium kembali kedalam reticulum sarcoplasmic. Tidak
adanya kalsium menyebabkan troponin kembali pada posisi awalnya
menutupi Myosin binding site pada aktin.27
Pemendekan sarkomer akibat adanya ikatan antara myosin dan aktin
menyebabkan terjadinya ketegangan pada serabut otot yang
bersangkutan. Ketegangan ini akan diteruskan pada bagian jaringan
ikat yang tidak ikut serta dalam proses kontraksi. Ketegangan dari otot
dipengaruhi oleh:27
1) Banyak serabut otot yang ikut berkontraksi
2) Ketegangan dari tiap serabut otot yang berkontraksi
Banyak serabut otot ditentukan oleh seberapa besar kekuatan otot
yang diperlukan, jika semakin besar kekuatan otot yang diperlukan
maka akan semakin banyak motor unit yang akan direkrut untuk ikut
serta oleh control persarafan pusat. Ketegangan tiap serabut otot
dipengaruhi oleh:27
1) Frekuensi rangsangan saraf pada otot
2) Panjang otot sebelum kontraksi
Otot dapat diaktivasi oleh beberapa potensial aksi Karena otot
memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan satu siklus
kontraksinya dimana potensial aksi dan masa refrakter dari neuron
yang memepersarafinya telah lama berakhik.27
Ada dua cara frekuensi saraf yang tinggi dapat meningkatkan
ketegangan otot, pertama tembakan potensial aksi kedua yang terjadi

26
sebelum siklus kontraksi otot selesai akanmenambah kembali jumlah
kalsium didalam sel. Kadar kalsium yang tinggi kembali memungkinkan
untuk terbukanya myosin binding space yang terdapat pada aktin.
Kedua ,otot memiliki sifat elastis yang akan kembali lagi kebentuk
awalnya setelah kontraksi. Akan tetapi jika mendapat potensial aksi
selanjutnya sebelum terjadi hal itu, maka ketegangan otot akan
bertambah dengan adanya tegangan residual dari kontraksi
sebelumnya.27
Panjang serabut otot yang optimal memungkinkan terjadi keluaran
tenaga yang maksimal. Hal ini didukung oleh adanya Length-tension
Relationship yang menyatakan bahwa apabila panjang serabut otot
menjadi lebih pendek atau panjang dari optimal maka akan terjadi
penurunan dari keluaran tenaga otot tersebut, karena akan terjadi
ikatan antara molekul aktin dan myosin yang tidak maksimal.27
Pada serabut otot yang lebih pendek terjadi tumpang tindih antara
molekul aktin yang berdekatan sehingga jumlah ikatan antara aktin-
myosin akan menurun dan jarak antara 2 garis Z yang memendek
akan menyebabkan halangan bagi sarkomer untuk memendek lebih
lanjut, sebaliknya serabut otot yang lebih panjang menyebabkan
kurangnya jumlah aktin yang dapat berikatan pada myosin karena
terjadi pemanjangan pita-A dari sarkomer.27 Timbul dan berakhirnya
kontraksi otot terjadi dalam urutan tapah-tahap berikut:28
1)
Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik
samapi ke ujungnya pada serabut otot
2) Di setiap ujuang, saraf menyekresi substansi neurotransmitter,
yaitu asetilkolin, dalam jumlah sedikit.
3) Asetilkolin berkerja ada area setempat pada membrane serabut
otot untuk membuka banyak kanal “bergerbang asetilkolin” melalui
molekul-molekul protein yang terapung pada membrane
4) Terbukanya kanal bergerbang asetilkolin memungkinkan sejumlah
besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membrane
serabut otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi
pada membrane.
5) Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot
dengan cara yang sama seperti potansial aksi berjalan di
sepanjang membran serabut saraf.
6) Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membrane otot, dan
banyak aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabuat
otot. Di sini, potensial aksi menyebabkan reticulum sarkoplasma
melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di
dalam reticulum ini.
7) Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filament
aktin dan myosin, yang menyebabkan kedua filament tersebut
bergesar satu sama lain, dan menghasilkan proses kontraksi.

27
8) Setelah kurang dari 1 detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam
reticulum sarkoplasma oleh pompa membrane Ca++, dan ion-ion
ini tetap disimpan dalam reticulum sampai potansial aksi otot yang
baru dating lagi; pengeluaran ion kalsium dari myofibril akan
menyebabkan kontraksi otot terhenti.
b. Mekanisme relaksasi otot
Relaksasi terjadi ketika Ca2+ dikembalikan ke kantong lateral saat
aktivitas listrik lokal terhenti. Ketika potensial aksi lokal tidak lagi
terdapat di tubulus T untuk memicu pelepasan Ca2+, aktivitas pompa
Ca2+ retikulum sarkoplasma mengembalikan Ca2+ yang dilepaskan
ke kantong lateral. Hilangnya Ca2+ dari sitosol memungkinkan
kompleks troponin-tropomiosin bergeser kembali ke posisinya yang
menghambat, sehingga aktin dan miosin tidak lagi berikatan
dijembatan silang, kembali secara pasif ke posisi istirahatnya. Serat
otot berelaksasi.29

2.11 Macam-macam gerakan dasar30


1) Fleksi : gerakan menekuk persendian
2) Ekstensi : gerakan meluruskan persendian
3) Abduksi : gerakan satu anggota tubuh kearah mendekati aksis
tubuh
4) Adduksi : gerakan satu anggota tubuh kearah menjauhi aksis tubuh
5) Rotasi : gerakan memutar atau menggerakkan satu bagian
melingkar aksis tubuh
6) Pronasi : gerakan memutar ke bawah
7) Supinasi : gerakan memutar ke atas
8) Inversi : gerakan ke dalam
9) Eversi : gerakan ke luar

2.12 Sindrom kompartemen


Fraktur tibialis baik terbuka dan tertutup adalah salah satu penyebab
paling umum dari sindrom kompartemen di kaki. Kombinasi edema
jaringan dan perdarahan menyebabkan pembengkakan di kompartemen
otot dan ini bisa memicu iskemia. Faktor risiko kompartemen sindrom
salah satunya adalah fraktur proksimal tibia, cedera berat, penundaan
yang lama untuk pengobatan, shock hemoragik, operasi yang lama dan
berkepanjangan. Diagnosis biasanya dicurigai berdasarkan klinis. Gejala
yang timbul berupa meningkatnya rasa nyeri, rasa sesak di kaki dan mati
rasa di kaki. Keluhan ini harus selalu dianggap serius dan diikuti dengan
pemeriksaan yang cermat dan diulang untuk nyeri yang dipicu oleh
peregangan otot dan hilangnya kepekaan dan / atau kekuatan otot.
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan mengukur tekanan kompartemen di
kaki. Beberapa ahli bedah menganjurkan penggunaan pemantauan
tekanan kompartemen terus menerus untuk semua fraktur tibialis.

28
Tekanan diferensial (ΔP) adalah perbedaan antara tekanan diastolik dan
tekanan kompartemen dimana kurang dari 30 mmHg (4,00 KPA)
dianggap sebagai kritis dan indikasi untuk dekompresi kompartemen.
Idealnya tekanan harus diukur dalam semua empat kompartemen tetapi
hal ini sering tidak praktis, Namun, jika gambaran klinis menunjukkan
sindrom kompartemen dan tekanan kompartemen anterior normal atau
batas, tekanan harus diukur dalam kompartemen lain.31
Setelah membuat diagnosis, dekompresi harus dilakukan dengan delay
minimal dan dekompresi semua empat kompartemen pada operasi
pertama. Ini adalah yang terbaik dan paling aman dilakukan melalui dua
sayatan, satu anterolateral dan satu osteromedial. Insisi anterolateral
dibuat sekitar 2-3 cm lateral puncak tibia dan memanjang dari tingkat
tuberositas tibialis hanya di atas pergelangan kaki. Kedua, sayatan yang
sama dibuat di posterior perbatasan posteromedial tibia, tudung fasia dari
kompartemen posterior dangkal dibagi. Kompartemen posterior
mendalam diidentifikasi tepat di atas pergelangan kaki (di mana fasianya
tidak ada) dan ditelusuri secara proksimal, sebagian besar otot
kompartemen dangkal perlu ditarik ke posterior, memperlihatkan amplop
fasia dari kompartemen posterior mendalam, yang juga dibagi ke seluruh
panjang arteri segmental yang melubangi fascia dari arteri tibialis
posterior harus dipertahankan untuk kemungkinan penggunaan di flaps
kulit lokal. Sayatan dibiarkan terbuka, berpakaian berlapis dapat
diterapkan dan kaki yang displint dengan pergelangan kaki dalam posisi
netral. Fraktur diperlakukan sebagai cedera terbuka grade III memerlukan
fixator eksternal dan penutupan luka atau pencangkokan kulit.31

2.13 Fisiologi otot27


Otot membentuk kelompok jaringan terbesar di tubuh, menghasilkan
sekitar separuh dari berat tubuh. Otot rangka saja membentuk sekitar
40% berat tubuh pada pria dan 32% pada wanita, dengan otot polos dan

29
otot jantung membentuk 10% lainnya dari berat total. Meskipun ketiga
jenis otot secara struktural dan fungsional berbeda namun mereka dapat
diklasifikasikan dalam dua cara berlainan berdasarkan karakteristik
umumnya. Pertama, otot dikategorikan sebagai lurik atau seran-lintang
(otot rangka dan otot jantung) atau polos (otot polos), bergantung pada
ada tidaknya pita terang gelap bergantian, atau garis-garis, jika otot dilihat
dibawah mikroskop cahaya. Kedua, otot dapat dikelompokan sebagai
volunter (otot rangka) atau involunter (otot jantung dan otot polos),
masing-masing bergantung pada apakah otot tersebut disarafi oleh
sistem saraf somatik dan berada dibawah kontrol kesadaran, atau disarafi
oleh sistem saraf otonom dan tidak berada di bawah kontrol kesadaran.
Meskipun otot rangka digolongkan sebagai volunter, karena dapat
dikontrol oleh kesadaran, namun banyak aktivitas otot rangka juga berada
kontrol involunter baah-sadar, misalnya aktivitas yang berkaitan dengan
postur, keseimbangan, dan gerakan stereotipikal seperti berjalan. Otot
polos terdapat di seluruh sistem tubuh sebagai komponen organ
berongga dan saluran. Otot jantung hanya terdapat di jantung.
Struktur Otot Rangka
Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, adalah relatif besar,
memanjang, dan berbentuk silindris dengan ukuran garis tengah berkisar
dari 10 hingga 100 mikrometer dan panjang hingga 750.000 mikrometer,
atau 2,5 kaki (75 cm). Otot rangka terdiri dari sejumlah seart oto yang
terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh jaringan ikat. Serat-
serat biasanya terbentang di keseluruhan panjang otot. Selama
perkembangan masa mudigah, terbentuk serat-serat otot rangka besar
melalui fusi sel-sel yang lebih yang dinamai mioblas (mio artinya “otot” ;
blas artinya “pembentuk”) karena itu, satu gambaran mencolok adalah
adanya banyak nukleus di sebuah sel otot. Fitur lain adalah banyaknya
mitokondria, organel penghasil energi, seperti diharapkan pada jaringan
seaktif otot rangka dengan kebutuhan energi yang tinggi.
Serat Otot Rangka Tampak Lurik Karena Susunan Internal Yang
Sangat Tertata
Gambaran struktural utama pada sebuah serat otot rangka adalah
banyaknya miofibril. Elemen kontraktil khusus ini, yang membentuk 80%
volume serat otot adalah struktur silindris intrasel dengan garis tengah 1
mikrometer dan terbentang diseluruh panjang serat otot. Setiap miofibril
terdiri dari susunan teratur elemen-elemen sitoskeleton-filamen tipis dan
tebal yang tertata rapi. Filamen tebal yang bergaris tengah 12 sampai 18
nanometer dan panjang 1,6 mikrometer, terdir dari protein miosin;
sementara filamen tipis yang bergaris tengah 5 sampai 8 nanometer dan
panjang 1,0 mikrometer, terutama dibentuk oleh protein aktin.
PITA A DAN PITA I
Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita
gelap (Pita A) dan pita terang (Pita I) bergantian. Pita pada semua

30
miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif
menghasilkan gambaran seran-lintang atau lurik serat otot rangka seperti
terlihat dibawah mikroskop cahaya. Tumpukan filamen tebal dan tipis
bergantian yang sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan
menghasilkan gambaran pita A dan pita I. Pita A dibentuk oleh tumpukan
filamen tebal bersama dengan sebagian filamen tipis yang tumpang tindih
di ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya terletak didalam pita A dan
terbentang diseluruh lebarnya; yaitu, kedua ujung filamen tebal didalam
suatu tumpukan mendefinisikan batas luar suatu pita A. Daerah yang
lebih terang di pita A tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis, adalah
zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan dibagian ini.
Suatu sistem protein penunjang menahan filamen-filamen tebal vertikal
didalam setiap tumpukan. Protein-protein ini dapat dilihat sebagai garis M,
yang berjalan vertikal dibagian tengah pita A didalam bagian tengah zona
H.
Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke dalam
pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat suatu garis vertikal padat
gariz Z. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional
otot rangka. Unit fungsional setiap organ adalah komponen terkecil yang
dapat melakukan semua fungsi organ tersebut. Karena itu, sarkomer
adalah komponen terkecil serat oto yang dapat berkontraksi. Garis Z
adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang menghubungkan filamen tipis
dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer dalam keadaan lemas
memiliki lebar sekitar 2,5 mikrometer dan terdiri dari satu pita A utuh dan
separuh dari masing-masing dua pita I yang terletak di kedua sisi. Pita I
hanya mengandung filamen tipis dari dua sarkomer yang berdekatan
tetapi bukan panjang keseluruhan filamen-filamen ini. Selama
pertumbuhan, otot bertambah panjang dengan menambahkan sarkomer
baru diujun miofibril, bukan dengan meningkatkan ukuran masing-masing
sarkomer.
Untai tunggal protein raksasa yang sangat elastik dan dikenal sebagai
titin yang berjalan di kedua arah dari garis M di sepanjang filamen tebal
ke gais Z di ujung sarkomer yang berlawanan. Titin adalah protein
terbesar di tubuh, terbentuk dari hampir 30.000 asam amino. Protein ini
memiliki dua fungsi: (1) bersama dengan protein-protein garis M, titin
membantu menstabilkan posisi filamen tebal dalam kaitannya dengan
filamen tipis; dan (2) dengan berfungsi sebagai pegas, protein ini sangat
meningkatkan kelenturan otot.
JEMBATAN SILANG
Dengan sebuah mikroskop elektron, dapat dilihat adanya jembatan silang
halus terbentang dari masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis
sekitar di tempat di mana filamen tebal dan tipis bertumpang tindih.
Secara tiga dimensi, filamen tipis tersusun secara heksagonai di sekitar
filamen tebal. Jembatan silang menonjol dari masing-masing filamen tebal

31
di keenam arah menuju filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis.
sebaliknya, dikelilingi oleh tiga filamen tebal. Untuk memberi anda
gambaran tentang ukuran filamen-filamen ini, sebuah serat otor mungkin
mengandung sekitar l6 milyar filamen tebal dan 32 milyar filamen tipis,
semua tersusun dalam suatu pola yang sangat rapi di dalam miofibril.
MIOSIN MEMBENTUK FILAMEN TEBAL
Setiap filamen tebal memiliki beberapa ratus molekul miosin yang
dikemas dalam susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein
yang terdiri dari dua subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik
golf. Bagian ekor protein saling menjalin seperti batang-batang stik golf
yang dipilin saru sama lain, dengan dua bagian globular menonjol di satu
ujung. Kedua paruh masing-masing filamen tebal adalah bayangan
cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang terletak
memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke
bagian tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval
teratur. Kepala-kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen
tebal dan tipis. Setiap jembatan silang memiliki dua tempat penting yang
krusial bagi proses kontraksi: (1) suatu tempat untuk mengikat aktin dan
(2) suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATp).
AKTIN ADALAH KOMPONEN STRUKTURAL UTAMA FILAMEN TIPIS
Filamen tipis terdiri dari troponin. tiga protein: aktin, tropomiosin, dan
Molekul aktin, protein struktural utama filamen tipis, berbentuk bulat.
Tulang punggung filamen tipis dibentuk oleh molekul-molekul aktin yang
disatukan menjadi dua untai dan saling berpuntir, sePerti dua untai kalung
mutiara yang dipilin satu sama lain. Setiap molekul aktin memiliki suatu
tempat pengikatan khusus untuk melekatnya jembatan silang miosin.
Melalui mekanisme yang segera akan dijelaskan, pengikatan molekul
miosin dan aktin di jembatan silang menyebabkan kontraksi serat otot
yang memerlukan energi. Karena itu, miosin dan aktin sering disebut
protein kontraktil, meskipun, seperri akan anda lihat, baik miosin maupun
aktin sebenarnya ddak berkontraksi (memendek). Miosin dan aktin ddak
khas untuk sel otot tetapi kedua protein ini lebih banyak dan lebih teratur
di sel otot. Pada serat otot yang melemas, kontraksi tidak terjadi; aktin
tidak dapat berikatan dengan jembatan silang karena posisi dua tipe
protein lain - tropomiosin dan troponin - di dalam filamen tipis. Molekul
tropomiosin adalah protein mirip benang yang terbentang dari ujung ke
ujung di samping alur spiral aktin. Pada posisi ini, tropomiosin menutupi
bagian aktin yang berikatan dengan jembatan silang, menghambat
interaksi yang menghasilkan kontraksi otot. Komponen filamen tipis
lainnya, troponin, adalah suatu kompleks protein yang terbuat dari tiga
unit polipeptida: satu berikatan dengan tropomiosin, satu berikatan
dengan aktin, dan yang ketiga dapat berikatan dengan Ca2+. Ketika
troponin tidak terikat dengan.Ca2+, protein ini menstabilkan tropomiosin
dalam posisinya menirtupi tempat pengikatan jembatan silang di aktin.

32
Ketika Ca2- berikatan dengan troponin, bentuk protein ini berubah
sedemikian sehingga tropomiosin terlepas dari posisinya yang
menghambat. Dengan tropomiosin tersingkir, aktin dan miosin dapat
berikatan dan berinteraksi di jembatan silang, menyebabkan kontraksi
otot. Tropomiosin dan troponin sering disebut protein regulatorik karena
perannya dalam menutupi (mencegah kontraksi) atau memajankan
(memungkinkan kontraksi) tempat pengikatan untuk interaksi jembatan
silang antara aktin dan myosin.

2.14 Proses nyeri


Perjalanan nyeri termasuk suatu rangkaian proses neurofisiologis
kompleks yang disebut sebagai nosiseptif (nociception) yang
merefleksikan empat proses komponen yang nyata yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi, dimana terjadinya stimuli yang kuat
diperifer sampai dirasakannya nyeri di susunan saraf pusat (cortex
cerebri). Transduksi nyeri proses ransangan yang mengganggu sehingga
menimbulkan aktifitas fisik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan
proses penyaluran proses nyeri dari tempat transduksi melewati saraf
perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan neuron-neuron
pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Medulasi nyeri
melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak
yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis.
Medulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau
meningkatkan aktivitas di reseptor aferen primer. Akhirnya persepsi nyeri
adalah pengalaman subjektif yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh
aktifitas transmisi nyerioleh saraf.4

2.15 Syarat foto rontgen yang benar32


1) Sebaiknya dilakukan foto rontgen AP (dalam posisi Telentang) dan
Lateral (dalam posisi berbaring ke satu sisi)
2) Kecepatan kaset
Kaset dengan kombinasi layar-film, kecepatan nominal 50/ 100 di atas
meja.
3) Ukuran kaset
 18x43 cm (7 x 17 inci)
 3 5x43 cm (14 x 17 inci)
4) Gunakan penanda Right (Kanan) atau Left (Kiri).
5) Minimal terlihat 1 sendi yang bersendi pada tulang tersebut.Jika
pasien cedera, sendi yang terdekat dengan lokasi cedera harus
terlihat.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Seorang laki-laki berusia 28 tahun mengalami fraktur 1/3 media tibia sinistra
potongan transversal dengan komplikasi sindrom kompartemen.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. DR. dr. Ardiyan Boer, Sm.HK. Osteologi Umum. 10 ed. Padang:


Percetakan Angkasa Raya.
2. Apley, A.Graham. (2010). Apley’s System of Orthopaedics and Fractures
Ed 9. UK : Hodder Arnold.
3. Arief Mansjoer, dkk. Askariasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2002.
4. Price and Wilson. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta :
EGC. 2005.
5. ApleydanSolomon.(1995).Bukuajarortopedidanfraktursistemapley.Edisi7.J
akarta:WidyaMedika.
6. Corwin E., 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
7. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta
8. Buckley, R., . General Principle of Fracture Care, Department of Surgery,
Division of Orthopaedi, University of Calgary, Canada ; 2004
9. Jay. R. liberman, M. D. and Gary E Friedlaender . Bone Regeneration and
Repair, Human Press, new jersey, United States of America ; 2005
10. Susan Brown. an overview of the physiology, physics, types, and risks of
fractures. Beter bones ;2015 http://www.betterbones.com/fractures-and-
healing/fracture-risks/
11. Tucker, SM. 1998. Standar perawatan pasien: proses keperawatan,
diagnosa dan evaluasi. Edisi V. Jakarta: EGC.
12. Skinner, B. Harry. CURRENT DIAGNOSIS & TREATMENT IN
ORTHOPEDICS - 3rd Ed. Lange. 2003
13. Fauzi A. Cedera sistem muskuloskeletal [Lecture]. Divisi Orthopaedi dan
Traumatologi FKUI; 2012.
14. Vorvick LJ. Bone Fracture Repair. Diunduh dari
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002966.htm pada tanggal
13 Desember 2016
15. Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
16. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
17. Hasnain Raza and Anant Mahapatra, “Acute Compartment Syndrome in
Orthopedics: Causes, Diagnosis, and Management,” Advances in
Orthopedics, vol. 2015, Article ID 543412, 8 pages, 2015.
doi:10.1155/2015/543412
18. Tortora G & Derrickson B. Principle of Anatomy & Physiology 13th Edition.
America : John Wiley & Sons, Inc; 2012.
19. Fogelman I, Gnanasegaran G, Van der Wall H, editors. Radionuclide and
Hybrid Bone Imaging. Heidelberg : Springer ; 2012.

35
20. Kini Usha,B.N.Nadesh. Physiology of Bone Formation, Remodeling, and
Metabolism. Radionuclide and Hybrid Bone Imaging. Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2012
21. Irianto Koes. 2014.IlmuKesehatan Masyarakat.Bandung: Alfabet
22. Paulsen, Friedrich and Jens Waschke. Sobotta: Atlas of Human Anatomy
15th Edition. 2011. Munich: Elsevier.
23. Patel, PR. Lectur Notes : Radiologi Edisi kedua.2007.Jakarta : Erlangga
24. William C. Shiel Jr. Broken Leg: X ray, Theraphy and Recovery
.http://www.emedicinehealth.com/script/main/mobileartemh.asp?articlekey
=59387&page=1;2014
25. Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
EGC, Jakarta, 1999.
26. Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. Principles of Anatomy and Physiology.
Twelfth Edition. Asia: Wiley; 2009
27. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem Ed.6.Jakarta :
EGC, 2011.
28. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
11.Jakarta: EGC;2008
29. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2015
30. Astrand, P. O., Rodahl, K., Dahl, H. A., & Stromme, S. 2003, Textbook of
Work Physiology: Physiological Bases of Exercise. United States: Human
Kinetic; 2003.
31. Solomon L, warwick DJ, Nayagam S. Apley’s system of orthopaedics and
fractures. Eight edition. New York :Oxford university press, 2001
32. WHO manual pembuatan foto diagnostik : teknik dan proyeksi radiografi I
WHO; alih bahasa, Inggrid Tania; editor edisi bahasa Indonesia, Windriya
Kerta Nirmala. Jakarta: EGC, 2010.

36

You might also like