(JDS) Journal of Syiah Kuala Dentistry Society: Journal Homepage: E-ISSN: 2502-0412

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

[JDS]
JOURNAL OF SYIAH KUALA
DENTISTRY SOCIETY
Journal Homepage : http://jurnal.unsyiah.ac.id/JDS/
E-ISSN : 2502-0412

AKTIVITAS ANTIBAKTERI TEPUNG CACING TANAH (Lumbricus rubellus) TERHADAP


Enterococcus faecalis SECARA IN VITRO

Ridha Andayani1, Zaki Mubarak1, Dian Rizki Rinanda2

1
Staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala
2
Program Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala
Abstract
Enterococcus faecalis is a facultative anerobic bacterium which can causesecondary periapical
infection and is very resistant to numerous antimicrobial substances normally used during the root
canal treatment. Earthworm (Lumbricusrubellus) possess antimicrobial peptide, known as Lumbricin-
1 which is known tohinder the growth of Gram positive and Gram negative bacteria as well as fungi,
but rarely caused resistance. This research was an experimental laboratory study conducted to observe
the antibacterial activity of Lumbricin-1 contained in earthworm powder towards the growth of E.
faecalis in vitro. Enterococcusfaecalis was cultured on CHROMagar VRE media and incubated
anaerobically for24-48 hours in the temperature of 37⁰C. The bacterium was identified by observing
the colour of the colony of the bacterium growing on the CHROMagarVRE medium and Gram
staining, while antibacterial activity test was performedusing disk diffusion method. Statistical
analysis using one way ANOVA and Duncan test showed that there was a significant difference (p <
0,05) between test and control group. The result of the study showed that earthworm powder
possessed strong antibacterial activity towards the growth of Enterococcusfaecalis.

Key words: Enterococcus faecalis, Lumbricus rubellus, antimicrobial peptide, Lumbricin-1

PENDAHULUAN Email address : ridha_andayani@yahoo.com


Enterococcus faecalis merupakan
film terhadap agen a ntibakteri telah lama
bakteri Gram positif fakultatif anaerob dengan dihubungkan dengan matriks polimer
prevalensi resistensi antibiotik yang semakin ekstraseluler yang berfungsi untuk melindungi
meningkat.1 Bakteri ini ditemukan pada 4-40% bakteri di dalam biofilm.2 Selain sebagai
infeksi endodontik primer namun sering penyebab kegagalan perawatan saluran akar, E.
ditemukan dalam jumlah yang banyak pada gigi faecalis juga dikenal sebagai patogen bagi
paska perawatan endodontik dengan lesi manusia dan menjadi penyebab dari 80% infeksi
periapikal yang persisten.2,3 Penyebab utama yang biasa disebabkan oleh Enterococci.4
kegagalan perawatan endodontik adalah
kemampuan bertahan hidup dari bakteri yang Prevalensi resistensi E. faecalis yang
ada di bagian apikal gigi. E. faecalis memiliki semakin tinggi telah menjadi suatu permasalahan
kemampuan untuk melekat di dinding saluran serius di bidang kedokteran, khususnya
akar dan membentuk biofilm sehingga lebih kedokteran gigi.4 Tingginya jumlah E. faecalis
resisten terhadap fagositosis, antibodi dan yang ditemukan pada saluran akar paska
antibakteri yang diberikan. Resistensi bio perawatan endodontik telah lama dikaitkan
dengan kegagalan perawatan itu sendiri.3 Salah
satu upaya yang kerap dilakukan untuk
 Corresponding author mengatasi masalah tersebut adalah dengan

201
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

melakukan penelitian mengenai bahan-bahan tepung cacing tanah(L. rubellus) dapat


alami yang bersifat antibakteri. menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhii.11
Menurut Sinha et al., pentingnya peran
cacing tanah (Lumbricusrubellus) dalam Berdasarkan masalah yang telah
kehidupan manusia telah diakui sejak dahulu dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk
kala.Pengobatan Cina sendiri telah mencatat melakukan penelitian mengenai aktivitas
adanya 40 kegunaan cacing tanah, salah satunya antibakteri tepung cacing tanah (Lumbricus
adalah sebagai antibakteri.5 Berbagai penelitian rubellus) terhadap E. faecalis. Pemilihan tepung
klinis yang telah dilakukan menyimpulkan cacing tanah dari spesies L. rubellus sebagai
bahwa cacing tanah memiliki potensi yang besar bahan alam yang akan diuji berdasarkan pada
untuk dikembangkan dalam ilmu pengobatan teori adanya senyawa peptida antibakteri yaitu
modern.5 Penelitian yang dilakukan oleh Mihara Lumbricin-1 yang bersifat antibakteri. Senyawa
et al. (1992) telah menemukan bahwa cacing ini diharapkan dapat menghambat pertumbuhan
tanah yang berasal dari keluarga Lumbricidae E. faecalissecara in vitro, sehingga dapat
memiliki enzim fibrinolitik yang dapat memecah dikembangkan pada penelitian-penelitian
fibrin dan mengaktifkan plasminogen.6 Liu et al. selanjutnya.
juga telah membuktikan bahwa cacing tanah
dapat meningkatkan imunitas dan penelitian
BAHAN DAN METODE
yang dilakukan oleh Cho et al. telah berhasil
mengisolasi peptida yang bersifat antibakteri Adapun alat yang digunakan dalam
dari cacing tanah.7,8 penelitian ini adalah Timbangan analitik,
(Ohaus), Gelas ukur (Pyrex), Cawan petri
Aktivitas antibakteri cacing tanah
(Pyrex), Tabung reaksi (Pyrex), Rak tabung,
sebagian besar disebabkan oleh adanya peptida
Jarum ose, LabuErlenmeyer (Pyrex), Pipet
antibakteri yang berfungsi untuk melindungi
Eppendorf, Lampu spiritus, Kaca preparat
cacing tanah dari mikroorganisme patogen yang
(object glass), Autoklaf (Aesculap), Sterilisator
hidup di lingkungan yang sama dengannya.
(Jouan), Inkubator (Memmert), Kaleng,
Peptida antibakteri merupakan substrat yang
Anaerogen (Oxoid), Lemari pendingin (LG),
sangat penting karena antibodi yang ada pada
Mikroskop cahaya (Olympus), Kapas lidi steril,
cacing tanah tidak cukup untuk mempertahankan
Kapas Kertas cakram, Vortex, Aluminium foil,
diri dari serangan mikroorganisme patogen.9,10
Microwave, Kertas, Pinset, Jangka sorong
Lumbricin-1 merupakan peptida antibakteri yang
(Caliper), Kertas label, Tissue, dan Alat tulis.
telah berhasil diidentifikasi dari cacing tanah
Lumbricusrubellus dan bekerja dengan cara Beberapa bahan yang digunakan dalam
melubangi dinding sel bakteri dan peneltian ini yaitu Media MHA, Akuades, NaCl
dapatmengakibatkan kematian bakteri. Peptida 0,9%, Kristal violet, Lugol, Safranin, Etanol
ini terbukti mempunyai aktivitas antibakteri 96%, Dimetil sulfoksida (DMSO) 100% , Asam
terhadap bakteri Gram negatif, Gram positif dan asetat 50%, dan CHROMagar VRE (Oxoid)
jamur.7 dengan formula12 :
Penelitian yang dilakukan oleh Julendra Agar 15,0 g/L
dan Sofyan (2007) telah membuktikan bahwa
tepung cacing tanah (L. rubellus) memiliki Peptones and yeast extract 20,0 g/L
aktivitas antibakteri yang nyata terhadap Salts 5,0 g/L
Eschericia coli. Penelitian tersebut
menggunakan larutan tepung cacing tanah Chromogenic mix 27,3 g/L
dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100%
dengan menggunakan pelarut dimetil sulfoksida Sterilisasi Alat dan Bahan
(DMSO).8 Seluruh alat yang tahan panas
Penelitian yang dilakukan oleh Sandra disterilisasi dengan cara dicuci bersih,
(2012) juga membuktikan bahwa tepung cacing dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas lalu
tanah (L. rubellus) dengan konsentrasi 5%, 10%, dimasukkan ke dalam sterilisator pada suhu
20%, 40% dan 80% dalam pelarut akuades dapat 150⁰C selama 2 jam. Bahan yang akan
menghambat pertumbuhan Shigelladysentriae. digunakan disterilisasi dengan menggunakan
Biblio (2011) juga telah membuktikan bahwa autoklaf selama 15-20 menit pada suhu
202
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

121⁰C.13,14 dan 600 mg dimasukkan dalam tabung reaksi


steril. Sebanyak 2,5 ml asam asetat 50%
Kultur dan Identifikasi E. faecalis
ditambahkan pada tiap-tiap tabung lalu
Kultur dan identifikasi E. faecalis dihomogenkan dengan vortex selama 8 menit.
dilakukan pada media CHROMagarVRE.12 Berikutnya ditambahkan lagi 2,5 ml asam asetat
Kultur E. faecalis dilakukan dengan 50% pada setiap tabung dan divortex lagi selama
menggunakan teknik goresan (streaking). 7 menit. Supernatan pada permukaan larutan
Goresan diambil dari biakan murni dengan diambil sebanyak 0,1 ml dengan mikropipet dan
jarum ose yang sebelumnya telah dipijarkan di dipindahkan ke tabung reaksi steril lainnya.
atas lampu spiritus. Jarum ose yang telah Supernatan dicampurkan dengan 4,5 ml air steril
mengandung biakan lalu digoreskan secara zig- dengan tujuan normalisasi asam asetat 50%
zag di atas media CHROMagar VRE. Cawan hingga mencapai konsentrasi 1%.16
petri yang telah digoreskan bakteri dimasukkan
Sebelumnya telah dilakukan uji
kedalam kaleng yang sebelumnya telah diisi
pendahuluan dengan menggunakan 25 mg, 50
dengan anaerogen, lalu diinkubasi dalam
mg, 75 mg dan 100 mg tepung cacing tanah
inkubator selama 24 jam pada suhu 37⁰C.13,14
yang dilarutkan dalam 100 ml DMSO 100%
Koloni E. faecalis akan tampak berwarna biru
dengan cara pelarutan yang sama seperti di atas,
toska di atas media CHROMagar VRE.12
namun pada konsentrasi ini tidak ada zona
Identifikasi E. faecalis selanjutnya akan terang yang terbentuk. Uji pendahuluan
dilakukan dengan pewarnaan Gram. Caranya berikutnya masih menggunakan pelarut DMSO
adalah dengan membuat preparat ulas (smear) 100%, namun dengan takaran tepung cacing
pada kaca obyek dengan menggunakan jarum tanah dan pelarut yang sama dengan yang
ose, lalu kaca obyek dilewatkan di atas lampu digunakan pada perlakuan dengan asam asetat.
spiritus agar pulasan bakteri terfiksasi pada Perbedaannya hanya pada jumlah air steril yang
permukaan kaca preparat. Setelah difiksasi ditambahkan untuk normalisasi pelarut, yaitu
panas, preparat bakteri ditetesi dengan kristal sebanyak 4,9 ml.16 Pada uji pendahuluan ini juga
violet lalu dibiarkan selama 20 detik. Setelah 20 tidak ada zona terang yang terbentuk, sehingga
detik, pewarna dicuci dengan akuades dan untuk perlakuan selanjutnya digunakan pelarut
dikeringkan. Berikutnya, preparat bakteri ditetesi asam asetat 50%.
lugol dan dibiarkan selama 1 menit, lalu dicuci
dengan akuades. Langkah berikutnya adalah
Pembuatan Suspensi E. faecalis
mencuci preparat bakteri dengan pemucat warna,
yaitu etanol 96%, dan kaca obyek dimiringkan Pembuatan suspensi E. faecalis
pada sudut 45⁰ agar seluruh permukaan kaca dilakukan dengan memindahkan 1-2 ose koloni
obyek dialiri alkohol selama 20 detik atau E. faecalis dari cawan petri ke dalam tabung
sampai zat warna kristal violet tidak terlihat lagi reaksi berisi larutan NaCl 0,9% dengan
mengalir dari kaca obyek. Setelah itu kaca obyek menggunakan jarum ose. Selanjutnya kekeruhan
dicuci lagi dengan akuades dan dikeringkan. suspensi diukur menggunakan spektrofotometer
Setelah kering, preparat bakteri ditetesi safranin dengan panjang gelombang 625 nm dan nilai
selama 1 menit lalu dicuci dengan akuades. absorbansi 0,08-0,1 atau setara dengan
Kelebihan air pada preparat diserap dengan McFarland 0,5 atau 1,5x108colony forming unit
menekankan kertas serap ke atasnya, lalu kaca (CFU)/ml.13,15
obyek dibiarkan mengering dengan sendirinya.
Preparat diamati di bawah mikroskop cahaya Uji Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing
dengan minyak emersi tanpa kaca tutup. E. Tanah dan Kelompok Kontrol terhadap E.
faecalis merupakan bakteri Gram positif dan faecalis
akan tampak berwarna ungu.13,14,15
Suspensi bakteri yang telah diukur
kekeruhannya tadi diswab dengan menggunakan
Pembuatan Larutan Tepung Cacing Tanah kapas lidi steril secara merata pada media MHA
Pembuatan larutan tepung cacing tanah dan didiamkan selama 5 menit. Kertas cakram
dilakukan sesuai dengan petunjuk pelarutan berdiameter 6 mm yang telah disediakan
peptida dengan sedikit modifikasi. Tepung masing-masing direndam dalam 1 ml larutan
cacing tanah sebanyak 300 mg, 400 mg, 500 mg tepung cacing tanah, CHX 2%, DMSO 10% dan

203
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

asam asetat 1% selama ±30 menit lalu diletakkan Gambar 1.Hasil Kultur E. faecalis. Koloni
di atas media MHA dengan menggunakan pinset bakteri berwarna hijau kebiruan.
steril. Kertas cakram yang direndam dalam CHX
2% digunakan sebagai kontrol positif, sementara
Hasil pewarnaan Gram E. faecalis
kertas cakram yang direndam dalam DMSO
menunjukkan koloni yang berwarna ungu,
10% dan asam asetat 1% digunakan sebagai
sehingga dapat disimpulkan bahwa bakter
kontrol negatif. Selanjutnya media dimasukkan
tersebut adalah bakteri Gram positif. Secara
ke dalam kaleng yang sebelumnya telah diisi
morfologis, bakteri tampak berbentuk kokus dan
dengan anaerogen, lalu diinkubasi dalam
membentuk rantai pendek (Gambar 2)
inkubator selama 24 jam pada suhu 37⁰C.
Setelah 24 jam, zona terang yang terbentuk akan
diukur dengan menggunakan jangka sorong.
Perlakuan akan dilakukan pengulangan sebanyak
4 kali.8,14,15,16
Hasil pengukuran yang didapat
dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) dan
diinterpretasikan berdasarkan tabel di bawah ini:

Tabel 1. Kategori Daya Hambat Antibakteri


Menurut Davis dan Stout17,18 Gambar 2. Hasil Pewarnaan Gram E.faecalis.
Koloni tampak berwarna ungu, kokus, dan
Daya Hambat Kategori Daya Hambat membentuk rantai pendek.
Antibakteri Antibakteri
≥ 20 mm Sangat kuat Hasil Suspensi E. faecalis
10-20 mm Kuat
Koloni E. faecalis dimasukkan ke dalam
5-10 mm Sedang tabung berisi NaCl 0,9% yang kemudian
≤ 5 mm Lemah dihitung kekeruhannya menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang
Analisis Data 625 nm dan nilai absorbansi 0,08-0,1 yang
Data yang diperoleh dari penelitian ini nilainya setara dengan larutan Mc Farland 0,5
akan dianalisis menggunakan one way ANOVA (1,5 x 108 CFU/ml). Pada Gambar 3.
yang kemudian akan dilanjutkan dengan uji menunjukkan nilai absorbansi 0,088 sehingga
Duncan.19 dapat disimpulkan kekeruhan E.faecalis sudah
setara dengan larutan Mc Farland 0,5.

HASIL PENELITIAN
Hasil Kultur dan Identifikasi E. faecalis
Koloni Enterococcus faecalis yang
tumbuh pada media CHROMAgar VRE tampak
berwarana hijau kebiruan, halus dan licin setelah
diinkubasi secara anaerob selama 24 jam pada
suhu 37⁰C (Gambar 1).

Gambar 3. Hasil Suspensi E.faecalis. Nilai


absorbansi menunjukkan 0,088.

Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Tepung


Cacing Tanah (Lumbricus rubellus)
terhadap E. faecalis
Hasil uji aktivitas antibakteri larutan

204
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

tepung cacing tanah pada seluruh konsentrasi kertas cakram, begitu juga dengan hasil uji
yaitu konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% larutan tepung cacing tanah dengan konsentrasi
dengan pelarut DMSO 100% tidak menunjukkan 300mg/5ml, 400mg/5ml
adanya pembentukan zona terang di sekitar
500mg/5ml dan 600mg/5ml dengan (CH3COOH) 50%, seperti yang ditunjukkan
pelarut yang sama. DMSO 10% yang digunakan pada Gambar 5. Zona terang juga tampak di
sebagai kontrol negatif juga tidak menunjukkan sekitar kertas cakram yang mengandung CHX
adanya pembentukan zona terang (Gambar 4). 2%, sedangkan kertas cakram yang mengandung
asam asetat 1% yang digunakan sebagai kontrol
negatif tidak menunjukkan adanya zona terang
(Gambar 5). Hasil uji aktivitas antibakteri
larutan tepung cacing tanah terhadap E. faecalis
dapat dilihat pada tabel 1., sementara hasil rata-
rata diameter zona hambat yang terbentuk dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 4. Hasil Uji Larutan Tepung Cacing


Tanah terhadap E. faecalis. Tepung cacing tanah
yang dilarutkan dengan DMSO 100% tidak
menunjukkan adanya zona terang pada seluruh
konsentrasi larutan.

Gambar 5. Hasil Uji Larutan Tepung Cacing


Hasil uji aktivitas antibakteri larutan
Tanah terhadap E. faecalis Tepung cacing tanah
tepung cacing tanah menunjukkan adanya
yang dilarutkan dengan asam asetat 50%
pembentukan zona terang pada konsentrasi
menunjukkan adanya zona terang pada seluruh
300mg/5ml, 400mg/5ml, 500mg/5ml dan
konsentrasi larutan
600mg/5ml dengan pelarut asam asetat

Gambar 6. Diagram Batang Zona Hambat Berbagai Konsentrasi Larutan Tepung Cacing Tanah dengan
Pelarut Asam Asetat 50% dan Kelompok Kontrol terhadap Enterococcus faecalis.

205
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

hipotesis diterima. Dengan kata lain tepung


Data pada Gambar 6. menunjukkan rata-
cacing tanah memiliki aktivitas antibakteri yang
rata diameter zona terang terbesar terdapat pada
nyata terhadap E. fecalis. Hasil uji Duncan
konsentrasi 400mg/5ml yaitu 13 mm, dan rata-
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
rata diameter zona terang terkecil pada
konsentrasi 300mg/5ml yaitu 11,25 mm, Tabel 2 menunjukkan bahwa semua
sedangkan pada kontrol negatif (asam asetat 1%) konsentrasi uji menunjukkan perbedaan yang
tidak terbentuk zona hambat. Berdasarkan hasil nyata dengan kontrol negatif (yang ditunjukkan
analisis dengan menggunakan Statistical dengan superscript yang berbeda). Hal ini
Package for the Social Sciences (SPSS), hasil uji menunjukkan bahwa kontrol negatifmampu
normalitas menunjukkan sebaran data menekan heterogenitas galat dan terlihat jelas
padakeseluruhan konsentrasi larutan tepung bahwa larutan tepung cacing tanah dalam
cacing tanah normal. Selain itu pada hasil uji berbagai konsentrasi memiliki aktivitas
homogenitas diperoleh nilai Sig. 0,077 yang antibakteri terhadap E. faecalis. Larutan tepung
berarti nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan cacing tanah konsentrasi 300mg/5ml,
bahwa data tersebut homogen. 400mg/5ml, 500mg/5ml dan 600mg/5ml
menunjukkan aktivitas antibakteri yang sama.
Hasil uji one way ANOVA
Aktivitas antibakteri yang paling kuat
menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 172,655
ditunjukkan oleh kontrol positif, yaitu CHX 2%.
lebih besar daripada nilai Ftabel yang bernilai
3,06 sehingga dapat disimpulkan bahwa

Tabel 2. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing Tanah terhadap E.faecalis dengan Uji
Duncan pada Taraf Kritis 5%.

Perlakuan X ± SD
P0 (Asam asetat 0,1%) 0,00a ± 0,00
P1 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 300mg/5ml) 11,25b ± 1,26
P2 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 400mg/5ml) 13,00b ± 0,82
P3 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 500mg/5ml) 12,25b ± 0,96
P4 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 600mg/5ml) 11,75b ± 0,50
P5 (CHX 2%) 26,25c ± 2,50
Keterangan: Superscript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata

PEMBAHASAN berwarna ungu dan berbentuk kokus. Hal ini


sesuai dengan deskripsi morfologis E. faecalis
Penelitian ini menggunakan bakteri
yang merupakan bakteri berbentuk kokus, baik
Enterococcus faecalis sebagai bakteri yang diuji.
tunggal atau membentuk rantai pendek serta
Penanaman dan identifikasi awal E. faecalis
merupakan bakteri Gram positif, sehingga
pada penelitian ini dilakukan pada media
tampak berwarna ungu di bawah mikroskop
CHROMagar VRE yang merupakan media
cahaya.2,3,4
selektif untuk strain Enterococcus yang resisten
terhadap vankomisin. Koloni E. faecalis yang Warna ungu pada E. faecalis didapat
tumbuh pada media CHROMagar tampak dari ikatan antara kristal violet dan iodium yang
berwarna hijau kebiruan. Hal ini disebabkan digunakan saat pewarnaan Gram. Bakteri Gram
oleh reaksi antara enzim spesifik yang dimiliki positif seperti E.faecalis memiliki struktur
E. faecalis dengan komponen kromogenik yang dinding sel yang terdiri dari 90%
terkandung dalam media CHROMagar VRE.20 peptidoglikan,sementara bakteri Gram positif
hanya memiliki 5-10% peptidoglikan pada
Langkah identifikasi selanjutnya adalah
dinding selnya. Dinding sel yang lebih tebal
melalui pewarnaan Gram.Bakteri yang diberikan
pada bakteri Gram positif akan menyusut saat
pewarnaan Gram pada penelitian ini tampak
206
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

diberi alkohol karena terjadinya dehidrasi, hasil ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
menyebabkan pori-pori dinding sel menutup perbedaan terhadap bakteri yang diujikan. Selain
sehingga mencegah larutnya ikatan kristal violet itu, E. coli merupakan bakteri Gram negatif,
dan iodium. Bakteri Gram negatif mempunyai sehingga struktur dinding selnya berbeda dengan
kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding E. faecalis.26
selnya dan lipid pada umumnya larut dalam
Zona hambat yang tidak terbentuk pada
alkohol. Larutnya lipid oleh alkohol diduga
larutan tepung cacing tanah yang dilarutkan
memperbesar pori-pori dinding sel dan
dengan DMSO terjadi karena peptida target,
menyebabkan proses pemucatan pada bakteri
yaitu Lumbricin-1 yang terkandung dalam
Gram negatif berlangsung lebih cepat.13,14
tepung cacing tanah tidak dapat larut dalam
Pengujian aktivitas antibakteri pada DMSO. Hal ini terjadi karena komposisi dari
awalnya akan dilakukan pada media Lumbricin-1 yang memiliki asam amino
CHROMagar VRE, namun karena persediaan metionin sistein dan triptofan dalam strukturnya
CHROMAgar VRE yang ada sangatterbatas, (Gambar 6.1.). Penggunaan DMSO pada peptida
maka pengujian akhirnya dilakukan pada media yang mengandung metionin, sistein dan triptofan
MHA. Sementara konsentrasi larutan tepung akan menyebabkan pembentukan ikatan
cacing tanah yang akan diuji awalnya ditentukan sulfoksida atau disulfid yang menyebabkan
sebesar 25%, 50%, 75% dan 100% dalam Lumbricin-1 menjadi tidak aktif.21
pelarut DMSO 100%, namun konsentrasi ini
terlalu kecil bila dibandingkan dengan
konsentrasi minimal yang dianjurkan, yaitu 5-
10mg/ml, sehingga pada konsentrasi ini tidak
ada zona hambat yang terbentuk.21
Perlakuan berikutnya menggunakan 300
mg, 400 mg, 500 mg dan 600 mg tepung cacing
tanah yang masing-masing dilarutkan dalam 5
ml DMSO, namun pada perlakuan ini juga tidak
ada zona hambat yang terbentuk. Zona hambat
baru terbentuk saat sebanyak 300 mg, 400 mg,
500 mg dan 600 mg tepung cacing tanah Gambar 7.Struktur Asam Amino Lumbricin-1.
dilarutkan dengan asam asetat 50%.16
Pemilihan DMSO sebagai pelarut Kelarutan peptida sangat bergantung
didasarkan pada kemampuan DMSO untuk pada faktor karakteristik pelarut dan zat terlarut
melarutkan berbagai senyawa, khususnya merupakan faktor penting yang harus
peptida.22 DMSO memiliki kemampuan untuk diperhatikan. Lumbricin-1 adalah peptida yang
menembus membran sel, namun pada bermuatan +1 yang dibentuk dari 10 asam amino
penggunaan DMSO sebagai pelarut, konsentrasi bermuatan positif dan 9 asam amino yang
akhir DMSO tidak boleh melebihi 10% karena bermuatan negatif.7 Peptida yang memiliki
dapat menyebabkan pecahnya membran sel. muatan +1 atau lebih hanya akan larut dalam
Konsentrasi akhir DMSO sebanyak 10% larutan yang bersifat asam. Oleh sebab itu pada
didapatkan dengan menambahkan air steril penelitian digunakan pelarut yang bersifat asam,
setelah tepung cacing tanah larut dalam yaitu asam asetat.21
DMSO.23,24,25
Hidrofobisitas Lumbricin-1 menentukan
Hasil uji aktivitas antibakteri yang aktivitas antibakteri yang dimilikinya, karena
dilakukan pada penelitian ini menunjukkan hidrofobisitasnya akan berhubungan secara
bahwa zona hambat tidak terbentuk pada larutan langsung dengan cara pelarutannya. Lumbricin-
tepung cacing tanah yang dilarutkan dengan 1 merupakan peptida yang 22% molekulnya
DMSO. Hal ini berbeda dengan penelitian yang bersifat hidrofobik.7 Peptida yang
dilakukan oleh Julendra dan Sofyan pada tahun hidrofobisitasnya <25% biasanya akan larut
2007, dimana terbentuk zona hambat pada dalam air.21 Penelitian yang dilakukan oleh
larutan tepung cacing tanah dengan konsentrasi Ekasari dkk. (2012) mengenai daya antibakteri
terhadap bakteri Escherichia coli.8 Perbedaan
207
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

tepung cacing tanah terhadap Vibrio harveyi bergantung pada kemampuannya untuk
menggunakan air sebagai pelarut, namun memasuki membran sel. Peptida antibakteri dan
penelitian ini tidak menemukan adanya zona membran sel bakteri harus memiliki interaksi
hambat yang terbentuk.27 Hal ini dapat elektrostatik yang hanya akan terjadi bila ada
disebabkan oleh muatan positif yang dimiliki perbedaan muatan antara keduanya.10,28,29,30
Lumbricin-1, sehingga asam asetat 50% tetap Dinding sel bakteri Gram positif seperti
merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan E.faecalis mengandung 90% peptidoglikan serta
dengan air. Selain itu, agar peptida yang ada lapisan tipis asam teikoat dan asamteikuronat
larut dengan sempurna, untuk cara pelarutannya yang bermuatan negatif, sedangkan peptida
digunakan metode drop wise, dimana pelarut antibakteri, khususnya Lumbricin-1 memiliki
yang berupa asam asetat ditambahkan ke tepung muatan positif.7,10,26 Perbedaan muatan ini akan
cacing tanah secara bertahap, dan masing- menyebabkan peptida tertarik ke sel hingga
masing tahap diikuti dengan pelarutan akhirnya memasuki membran sel bakteri.7,10,28,29
menggunakan vortex.21 Selanjutnya air steril
Penelitian sebelumnya menyimpulkan
ditambahkan ke dalam larutan hingga
bahwa peptida antibakteri dapat membunuh
konsentrasi asam asetat mencapai 1%.
mikroorganisme dengan membuat lubang-
Pengenceran ini dilakukan karena asam asetat
lubang kecil, meningkatkan permeabilitas dan
konsentrasi 1% merupakan konsentrasi
merusak membran sel. Setelah berhasil
normalisasi dimana tidak lagi ditemukan efek
memasuki sel, peptida antibakteri akan
lisis terhadap sel.25
mengikatkan dirinya pada DNA sel dan
Hasil uji aktivitas antibakteri menghambat sintesis makromolekul dan DNA
menunjukkan bahwa tepung cacing tanah pada sel sehingga menyebabkan kematian sel.7,30
konsentrasi 300mg/5ml, 400mg/5ml,
Karakteristik lainnya yang dimiliki oleh
500mg/5ml dan 600mg/5ml dalam pelarut asam
Lumbricin-1 adalah kandungan asam amino
asetat 50% dapat menghambat pertumbuhan E.
prolinnya yang sangat tinggi, dimana dari 62
faecalis. Berdasarkan klasifikasi Davis dan
asam amino yang dimiliki oleh Lumbricin-1,
Stout, diameter zona hambat yang terbentuk dari
15% diantaranya merupakan prolin, seperti yang
larutan tepung cacing tanah konsentrasi
ditunjukkan oleh Gambar 7.7 Prolin memiliki
300mg/5ml, 400 mg/5ml, 500mg/5ml dan
kemampuan untuk mengubah bentuk rantai
600mg/5ml dengan pelarut asam asetat 50%
peptida dan menutupi bagian yang dikenali
termasuk dalam kategori kuat dengan rata-rata
sebagai antigen oleh sel bakteri. Saat memasuki
diameter zona hambat 11,25 mm, 13 mm, 12,25
membran sel, peptida akan dikenali sebagai
mm dan 11,75 mm. Kemampuan tepung cacing
bagian dari sel bakteri, bukan suatu benda asing
tanah (Lumbricus rubellus) dalam menghambat
sehingga peptida antibakteri tidak akan diserang
pertumbuhan E. faecalis menunjukkan bahwa
oleh sel. Mekanisme ini dapat mencegah
cacing tanah L. rubellus mengandung
aktivitas membranolitik sel bakteri sampai
Lumbricin-1 yang bersifat antibakteri.7,8 Hasil
peptida antibakteri dapat menetukan target dan
tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi
menyerang sel dengan leluasa. Hal inilah yang
larutan tepung cacing tanah yang tinggi tidak
menyebabkan Lumbricin-1 dapat menyerang
selalu menghasilkan diameter zona hambat yang
berbagai sel bakteri tanpa menyebabkan
besar pula. Pada konsentrasi 300mg/5ml tepung
toksisitas sel pejamu.7,28
cacing tanah yang digunakan lebih sedikit
dibandingkan yang lain, begitu juga peptida Sampai saat ini telah banyak ditemukan
yang terlarut sehingga aktivitas antibakterinya peptida antibakteri dari berbagai sumber yang
lebih sedikit dibandingkan yang lain. Aktivitas kaya akan prolin, seperti apidaecin, drosocin,
antibakteri meningkat pada konsentrasi metchnikowin, bactenecin dan PR-39. Semua
400mg/5ml, namun kembali menurun pada peptida antibakteri ini bermuatan positif dan
konsentrasi 500mg/5ml dan 600mg/5ml. memiliki kandungan prolin yang tinggi, namun
Penurunan aktivitas ini disebabkan oleh kadar memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda.
tepung cacing tanah yang terlalu tinggi Apidaecin, bactenecin dan PR-39 hanya
dibandingkan dengan pelarutnya, sehingga memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
larutan menjadi jenuh dan sulit untuk larut.8 Gram positif. Drosocin memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan
Aktivitas peptida antibakteri sangat
208
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

Gram negatif, namun tidak aktif terhadap canal treatment failure and current concepts
jamur.Metchnikowin aktif terhadap bakteri in retreatment. J Endod 2006; 32: 93-8.
Gram positif dan jamur, namun tidak aktif
4. Portenier I, Waltimo TMT, Haapasalo M.
terhadap bakteri Gram negatif. Lumbricin-1
Enterococcus faecalis: the root canal
diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap
survivor and “star” in post-treatment
bakteri Gram positif, Gram negatif dan jamur.
disease. Endodontic Topics 2003; 6: 135-59.
Hal ini menunjukkan bahwa Lumbricin-1
memiliki mekanisme yang berbeda dengan 5. Sinha RK, Chauhan K, Valani D, Chandran
peptida antibakteri kaya-prolin yang lain, namun V, Soni BK, Patel V. Earthworms:Charles
sayangnya sampai saat ini mekanisme kerja Darwin’s ‘unheralded soldiers of mankind’:
Lumbricin-1 dalam menghambat pertumbuhan protective & productive for man &
bakteri dan jamur belum diketahui dengan environment. JEP 2010; 1: 251-60.
pasti.7,28 6. Trisina J, Sunardi F, Suhartono MT dan
Tjandrawinata RR. DLBS1033, a protein
KESIMPULAN extract from Lumbricus rubellus, possesses
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat antithrombotic and thrombolytic activities.
disimpulkan bahwa: Journal of Biomedicine and Biotechnology
2011; 20: 1-7.
1. Tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus)
dapat menghambat pertumbuhan 7. Cho JH, Park CB, Yoon YG, Kim SC.
Enterococcus faecalis. Hal ini disebabkan Lumbricin I, a novel proline-rich
karena tepung cacing tanahmengandung antimicrobial peptide from the earthworm:
peptida Lumbricin-1 yang bersifat purification, cDNA cloning and molecular
antibakteri. characterization. Biochimica et Biophysica
Acta 1998; 1408: 67-76.
2. Larutan tepung cacing tanah dengan
konsentrasi 300 mg dalam 5 ml asam asetat 8. Julendra H, Sofyan A. Uji in vitro
1% menghasilkan rata-rata diameter zona penghambatan aktivitas Escherichia coli
hambat pertumbuhan Enterococcus faecalis dengan tepung cacing tanah (Lumbricus
sebesar 11,25 mm yang termasuk kategori rubellus). Media Peternakan 2007; 30: 41-7.
kuat,sementara larutan tepung cacing tanah 9. Karaca, A. Soil Biology: biology of
dengan konsentrasi 400 mg, 500 mg dan 600 earthworms. Berlin: Springer, 2011. p. 1.
mg masing-masing dalam 5 ml asam asetat
menghasilkan rata-rata diameter zona 10. Tasiemski A. Antimicrobial peptides in
hambat sebesar 13 mm, 12,25 mm dan 11,75 annelids. ISJ 2008; 5: 75-82.
mm yang juga termasuk ke dalam kategori 11. Sandra M. Uji efektivitas tepung cacing
kuat. tanah Lumbricus rubellus dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Shigella
DAFTAR PUSTAKA dysenteriae secara in vitro. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Pembangunan
1. Hidron AI, Edwards JR, Patel J, Horan TC, Nasional “Veteran”, 2012. p. 6-7.
Sievert DM, Pollock DA, et al.
Antimicrobial-resistant pathogens associated 12. Anonymous. CHROMagar VRE. Access on:
with healthcare-associated infections: annual http://chromagar.com/fichiers/1259769034I
summary of data reported to the national FU_CHROMagar_VRE.pdf,Oktober 2012.
healthcare safety network at the Centers for 13. Brown AE. Benson’s Microbiological
Diseases Control and Prevention. CDC Applications: laboratory manual ingeneral
2008; 29: 996-1010. microbiology. 9thed. New York: McGraw-
2. Matthew S, Boopathy T. Enterococcus Hill, 2005. p. 73, 96.Hadioetomo RS.
faecalis: an endodontic challenge. KSR Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: teknik
2011; 33-7. dan prosedurdasar laboratorium. Jakarta:
Gramedia, 1985. hal. 32.
3. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson T J, Owatz
CB. Enterococcus faecalis: Its role in root 14. Hadioetomo RS. Mikrobiologi Dasar

209
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210

dalam Praktek: teknik dan 21. ProImmune. Peptide solubility. Access on:
prosedurdasar laboratorium. Jakarta: http://www.thinkpeptides.com/peptidesolubi
Gramedia, 1985. hal. 32. lity.html, Desember 2012.

15. Vandepitte J, Verhaegen J, Engbaek K, 22. Anonymous. Dimethyl sulfoxide (DMSO):a


Rohner P, Piot P, Heuck CC. dipolar, aprotic reaction solvent. Los
BasicLaboratory Procedures in Clinical Angeles: Gaylord Chemical Company,
Bacteriology. 2nded. Geneva: WorldHealth L.L.C., 2007. p. 1-3.
Organization, 2003. p. 84, 86-9. 23. Anonymous. DMSO concentration in
16. Rinanda T, Hidayaturrahmi, Juwita. cellular assays. Access on:
Karakterisasi SDS-Page lumbricin-1 serta http://www.researcggate.net, Desember
uji aktivitas antibakteri tepung cacing tanah 2012.
(Lumbricus rubellus) terhadap isolat klinis 24. Anonymous. Research protocol. Access on:
Pseudomonas aeruginosa resisten http://www.protocol-online.org, Desember
ciprofloxacin dan meropenem. Fakultas 2012.
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, 2012.
hal. 25. Laporan Hasil Penelitian Dosen 25. AnaSpec Inc. Peptide Solubility Guidelines.
Muda. Fremont: EGT Group, 2008. p. 1-2.

17. Marsa, RD. Efek antibakteri ekstrak lerak 26. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. Brock
dalam pelarut etanol terhadap Enterococcus Biology of Microorganism. 10th ed. Illinois:
faecalis (penelitian in vitro). Medan: Southern Illinois University, 2003. p. 110.
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas 27. Ekasari, Tjahjaningsih W, Cahyoko Y. Daya
Sumatera Utara, 2010. hal. 19. Skripsi antibakteri tepung cacing tanah (Lumbricus
18. Dharmawati IG. Efek ekstrak mengkudu rubellus) terhadap pertumbuhan bakteri
dalam menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi secara invitro. Jurnal Ilmiah
Streptococcus mutans penyebab dental plak Perikanan dan Kelautan 2012; 4: 1-6.
secara in vitro. Program StudiIlmu 28. Yeaman MR, Yount NY. Mechanism of
Kedokteran Biomedik Universitas Udayana, antimicrobial peptide action and
2011. hal. 4. Tesis. resistance.Pharmacol Rev 2003; 55: 27-55.
19. Dahlan, MS. Statistika untuk Kedokteran 29. Zasloff M. Antimicrobial peptides of
dan Kesehatan. ed.4. Jakarta: Salemba multicellular organisms. Nature 2002; 415:
Medika; 2009. hal. 83-95. 389-95.
20. Merlino J, Siarakas S, Robertson GJ, 30. Park CB, Kim HS, Kim HC. Mechanism of
Funnell GR, Gottlieb T, Bradbury R. action of the antimicrobial peptide buforin
Evaluation of CHROMagar orientation for II: buforin II kills microorganisms by
differentiation and presumptive penetrating the cell membrane and inhibiting
identification gram-negative bacilli and cellular functions. Biochemical and
Enterococcus species. J. Biophysical Research Communications
Clin.Microbiol.1996; 34: 1788-93. 1998; 1: 253-25

210

You might also like