Professional Documents
Culture Documents
(JDS) Journal of Syiah Kuala Dentistry Society: Journal Homepage: E-ISSN: 2502-0412
(JDS) Journal of Syiah Kuala Dentistry Society: Journal Homepage: E-ISSN: 2502-0412
(JDS) Journal of Syiah Kuala Dentistry Society: Journal Homepage: E-ISSN: 2502-0412
[JDS]
JOURNAL OF SYIAH KUALA
DENTISTRY SOCIETY
Journal Homepage : http://jurnal.unsyiah.ac.id/JDS/
E-ISSN : 2502-0412
1
Staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala
2
Program Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Syiah Kuala
Abstract
Enterococcus faecalis is a facultative anerobic bacterium which can causesecondary periapical
infection and is very resistant to numerous antimicrobial substances normally used during the root
canal treatment. Earthworm (Lumbricusrubellus) possess antimicrobial peptide, known as Lumbricin-
1 which is known tohinder the growth of Gram positive and Gram negative bacteria as well as fungi,
but rarely caused resistance. This research was an experimental laboratory study conducted to observe
the antibacterial activity of Lumbricin-1 contained in earthworm powder towards the growth of E.
faecalis in vitro. Enterococcusfaecalis was cultured on CHROMagar VRE media and incubated
anaerobically for24-48 hours in the temperature of 37⁰C. The bacterium was identified by observing
the colour of the colony of the bacterium growing on the CHROMagarVRE medium and Gram
staining, while antibacterial activity test was performedusing disk diffusion method. Statistical
analysis using one way ANOVA and Duncan test showed that there was a significant difference (p <
0,05) between test and control group. The result of the study showed that earthworm powder
possessed strong antibacterial activity towards the growth of Enterococcusfaecalis.
201
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210
203
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210
asam asetat 1% selama ±30 menit lalu diletakkan Gambar 1.Hasil Kultur E. faecalis. Koloni
di atas media MHA dengan menggunakan pinset bakteri berwarna hijau kebiruan.
steril. Kertas cakram yang direndam dalam CHX
2% digunakan sebagai kontrol positif, sementara
Hasil pewarnaan Gram E. faecalis
kertas cakram yang direndam dalam DMSO
menunjukkan koloni yang berwarna ungu,
10% dan asam asetat 1% digunakan sebagai
sehingga dapat disimpulkan bahwa bakter
kontrol negatif. Selanjutnya media dimasukkan
tersebut adalah bakteri Gram positif. Secara
ke dalam kaleng yang sebelumnya telah diisi
morfologis, bakteri tampak berbentuk kokus dan
dengan anaerogen, lalu diinkubasi dalam
membentuk rantai pendek (Gambar 2)
inkubator selama 24 jam pada suhu 37⁰C.
Setelah 24 jam, zona terang yang terbentuk akan
diukur dengan menggunakan jangka sorong.
Perlakuan akan dilakukan pengulangan sebanyak
4 kali.8,14,15,16
Hasil pengukuran yang didapat
dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) dan
diinterpretasikan berdasarkan tabel di bawah ini:
HASIL PENELITIAN
Hasil Kultur dan Identifikasi E. faecalis
Koloni Enterococcus faecalis yang
tumbuh pada media CHROMAgar VRE tampak
berwarana hijau kebiruan, halus dan licin setelah
diinkubasi secara anaerob selama 24 jam pada
suhu 37⁰C (Gambar 1).
204
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210
tepung cacing tanah pada seluruh konsentrasi kertas cakram, begitu juga dengan hasil uji
yaitu konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% larutan tepung cacing tanah dengan konsentrasi
dengan pelarut DMSO 100% tidak menunjukkan 300mg/5ml, 400mg/5ml
adanya pembentukan zona terang di sekitar
500mg/5ml dan 600mg/5ml dengan (CH3COOH) 50%, seperti yang ditunjukkan
pelarut yang sama. DMSO 10% yang digunakan pada Gambar 5. Zona terang juga tampak di
sebagai kontrol negatif juga tidak menunjukkan sekitar kertas cakram yang mengandung CHX
adanya pembentukan zona terang (Gambar 4). 2%, sedangkan kertas cakram yang mengandung
asam asetat 1% yang digunakan sebagai kontrol
negatif tidak menunjukkan adanya zona terang
(Gambar 5). Hasil uji aktivitas antibakteri
larutan tepung cacing tanah terhadap E. faecalis
dapat dilihat pada tabel 1., sementara hasil rata-
rata diameter zona hambat yang terbentuk dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Batang Zona Hambat Berbagai Konsentrasi Larutan Tepung Cacing Tanah dengan
Pelarut Asam Asetat 50% dan Kelompok Kontrol terhadap Enterococcus faecalis.
205
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210
Tabel 2. Perbandingan Aktivitas Antibakteri Tepung Cacing Tanah terhadap E.faecalis dengan Uji
Duncan pada Taraf Kritis 5%.
Perlakuan X ± SD
P0 (Asam asetat 0,1%) 0,00a ± 0,00
P1 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 300mg/5ml) 11,25b ± 1,26
P2 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 400mg/5ml) 13,00b ± 0,82
P3 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 500mg/5ml) 12,25b ± 0,96
P4 (Larutan tepung cacing tanah konsentrasi 600mg/5ml) 11,75b ± 0,50
P5 (CHX 2%) 26,25c ± 2,50
Keterangan: Superscript huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata
diberi alkohol karena terjadinya dehidrasi, hasil ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
menyebabkan pori-pori dinding sel menutup perbedaan terhadap bakteri yang diujikan. Selain
sehingga mencegah larutnya ikatan kristal violet itu, E. coli merupakan bakteri Gram negatif,
dan iodium. Bakteri Gram negatif mempunyai sehingga struktur dinding selnya berbeda dengan
kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding E. faecalis.26
selnya dan lipid pada umumnya larut dalam
Zona hambat yang tidak terbentuk pada
alkohol. Larutnya lipid oleh alkohol diduga
larutan tepung cacing tanah yang dilarutkan
memperbesar pori-pori dinding sel dan
dengan DMSO terjadi karena peptida target,
menyebabkan proses pemucatan pada bakteri
yaitu Lumbricin-1 yang terkandung dalam
Gram negatif berlangsung lebih cepat.13,14
tepung cacing tanah tidak dapat larut dalam
Pengujian aktivitas antibakteri pada DMSO. Hal ini terjadi karena komposisi dari
awalnya akan dilakukan pada media Lumbricin-1 yang memiliki asam amino
CHROMagar VRE, namun karena persediaan metionin sistein dan triptofan dalam strukturnya
CHROMAgar VRE yang ada sangatterbatas, (Gambar 6.1.). Penggunaan DMSO pada peptida
maka pengujian akhirnya dilakukan pada media yang mengandung metionin, sistein dan triptofan
MHA. Sementara konsentrasi larutan tepung akan menyebabkan pembentukan ikatan
cacing tanah yang akan diuji awalnya ditentukan sulfoksida atau disulfid yang menyebabkan
sebesar 25%, 50%, 75% dan 100% dalam Lumbricin-1 menjadi tidak aktif.21
pelarut DMSO 100%, namun konsentrasi ini
terlalu kecil bila dibandingkan dengan
konsentrasi minimal yang dianjurkan, yaitu 5-
10mg/ml, sehingga pada konsentrasi ini tidak
ada zona hambat yang terbentuk.21
Perlakuan berikutnya menggunakan 300
mg, 400 mg, 500 mg dan 600 mg tepung cacing
tanah yang masing-masing dilarutkan dalam 5
ml DMSO, namun pada perlakuan ini juga tidak
ada zona hambat yang terbentuk. Zona hambat
baru terbentuk saat sebanyak 300 mg, 400 mg,
500 mg dan 600 mg tepung cacing tanah Gambar 7.Struktur Asam Amino Lumbricin-1.
dilarutkan dengan asam asetat 50%.16
Pemilihan DMSO sebagai pelarut Kelarutan peptida sangat bergantung
didasarkan pada kemampuan DMSO untuk pada faktor karakteristik pelarut dan zat terlarut
melarutkan berbagai senyawa, khususnya merupakan faktor penting yang harus
peptida.22 DMSO memiliki kemampuan untuk diperhatikan. Lumbricin-1 adalah peptida yang
menembus membran sel, namun pada bermuatan +1 yang dibentuk dari 10 asam amino
penggunaan DMSO sebagai pelarut, konsentrasi bermuatan positif dan 9 asam amino yang
akhir DMSO tidak boleh melebihi 10% karena bermuatan negatif.7 Peptida yang memiliki
dapat menyebabkan pecahnya membran sel. muatan +1 atau lebih hanya akan larut dalam
Konsentrasi akhir DMSO sebanyak 10% larutan yang bersifat asam. Oleh sebab itu pada
didapatkan dengan menambahkan air steril penelitian digunakan pelarut yang bersifat asam,
setelah tepung cacing tanah larut dalam yaitu asam asetat.21
DMSO.23,24,25
Hidrofobisitas Lumbricin-1 menentukan
Hasil uji aktivitas antibakteri yang aktivitas antibakteri yang dimilikinya, karena
dilakukan pada penelitian ini menunjukkan hidrofobisitasnya akan berhubungan secara
bahwa zona hambat tidak terbentuk pada larutan langsung dengan cara pelarutannya. Lumbricin-
tepung cacing tanah yang dilarutkan dengan 1 merupakan peptida yang 22% molekulnya
DMSO. Hal ini berbeda dengan penelitian yang bersifat hidrofobik.7 Peptida yang
dilakukan oleh Julendra dan Sofyan pada tahun hidrofobisitasnya <25% biasanya akan larut
2007, dimana terbentuk zona hambat pada dalam air.21 Penelitian yang dilakukan oleh
larutan tepung cacing tanah dengan konsentrasi Ekasari dkk. (2012) mengenai daya antibakteri
terhadap bakteri Escherichia coli.8 Perbedaan
207
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210
tepung cacing tanah terhadap Vibrio harveyi bergantung pada kemampuannya untuk
menggunakan air sebagai pelarut, namun memasuki membran sel. Peptida antibakteri dan
penelitian ini tidak menemukan adanya zona membran sel bakteri harus memiliki interaksi
hambat yang terbentuk.27 Hal ini dapat elektrostatik yang hanya akan terjadi bila ada
disebabkan oleh muatan positif yang dimiliki perbedaan muatan antara keduanya.10,28,29,30
Lumbricin-1, sehingga asam asetat 50% tetap Dinding sel bakteri Gram positif seperti
merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan E.faecalis mengandung 90% peptidoglikan serta
dengan air. Selain itu, agar peptida yang ada lapisan tipis asam teikoat dan asamteikuronat
larut dengan sempurna, untuk cara pelarutannya yang bermuatan negatif, sedangkan peptida
digunakan metode drop wise, dimana pelarut antibakteri, khususnya Lumbricin-1 memiliki
yang berupa asam asetat ditambahkan ke tepung muatan positif.7,10,26 Perbedaan muatan ini akan
cacing tanah secara bertahap, dan masing- menyebabkan peptida tertarik ke sel hingga
masing tahap diikuti dengan pelarutan akhirnya memasuki membran sel bakteri.7,10,28,29
menggunakan vortex.21 Selanjutnya air steril
Penelitian sebelumnya menyimpulkan
ditambahkan ke dalam larutan hingga
bahwa peptida antibakteri dapat membunuh
konsentrasi asam asetat mencapai 1%.
mikroorganisme dengan membuat lubang-
Pengenceran ini dilakukan karena asam asetat
lubang kecil, meningkatkan permeabilitas dan
konsentrasi 1% merupakan konsentrasi
merusak membran sel. Setelah berhasil
normalisasi dimana tidak lagi ditemukan efek
memasuki sel, peptida antibakteri akan
lisis terhadap sel.25
mengikatkan dirinya pada DNA sel dan
Hasil uji aktivitas antibakteri menghambat sintesis makromolekul dan DNA
menunjukkan bahwa tepung cacing tanah pada sel sehingga menyebabkan kematian sel.7,30
konsentrasi 300mg/5ml, 400mg/5ml,
Karakteristik lainnya yang dimiliki oleh
500mg/5ml dan 600mg/5ml dalam pelarut asam
Lumbricin-1 adalah kandungan asam amino
asetat 50% dapat menghambat pertumbuhan E.
prolinnya yang sangat tinggi, dimana dari 62
faecalis. Berdasarkan klasifikasi Davis dan
asam amino yang dimiliki oleh Lumbricin-1,
Stout, diameter zona hambat yang terbentuk dari
15% diantaranya merupakan prolin, seperti yang
larutan tepung cacing tanah konsentrasi
ditunjukkan oleh Gambar 7.7 Prolin memiliki
300mg/5ml, 400 mg/5ml, 500mg/5ml dan
kemampuan untuk mengubah bentuk rantai
600mg/5ml dengan pelarut asam asetat 50%
peptida dan menutupi bagian yang dikenali
termasuk dalam kategori kuat dengan rata-rata
sebagai antigen oleh sel bakteri. Saat memasuki
diameter zona hambat 11,25 mm, 13 mm, 12,25
membran sel, peptida akan dikenali sebagai
mm dan 11,75 mm. Kemampuan tepung cacing
bagian dari sel bakteri, bukan suatu benda asing
tanah (Lumbricus rubellus) dalam menghambat
sehingga peptida antibakteri tidak akan diserang
pertumbuhan E. faecalis menunjukkan bahwa
oleh sel. Mekanisme ini dapat mencegah
cacing tanah L. rubellus mengandung
aktivitas membranolitik sel bakteri sampai
Lumbricin-1 yang bersifat antibakteri.7,8 Hasil
peptida antibakteri dapat menetukan target dan
tersebut juga menunjukkan bahwa konsentrasi
menyerang sel dengan leluasa. Hal inilah yang
larutan tepung cacing tanah yang tinggi tidak
menyebabkan Lumbricin-1 dapat menyerang
selalu menghasilkan diameter zona hambat yang
berbagai sel bakteri tanpa menyebabkan
besar pula. Pada konsentrasi 300mg/5ml tepung
toksisitas sel pejamu.7,28
cacing tanah yang digunakan lebih sedikit
dibandingkan yang lain, begitu juga peptida Sampai saat ini telah banyak ditemukan
yang terlarut sehingga aktivitas antibakterinya peptida antibakteri dari berbagai sumber yang
lebih sedikit dibandingkan yang lain. Aktivitas kaya akan prolin, seperti apidaecin, drosocin,
antibakteri meningkat pada konsentrasi metchnikowin, bactenecin dan PR-39. Semua
400mg/5ml, namun kembali menurun pada peptida antibakteri ini bermuatan positif dan
konsentrasi 500mg/5ml dan 600mg/5ml. memiliki kandungan prolin yang tinggi, namun
Penurunan aktivitas ini disebabkan oleh kadar memiliki aktivitas antibakteri yang berbeda.
tepung cacing tanah yang terlalu tinggi Apidaecin, bactenecin dan PR-39 hanya
dibandingkan dengan pelarutnya, sehingga memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
larutan menjadi jenuh dan sulit untuk larut.8 Gram positif. Drosocin memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan
Aktivitas peptida antibakteri sangat
208
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210
Gram negatif, namun tidak aktif terhadap canal treatment failure and current concepts
jamur.Metchnikowin aktif terhadap bakteri in retreatment. J Endod 2006; 32: 93-8.
Gram positif dan jamur, namun tidak aktif
4. Portenier I, Waltimo TMT, Haapasalo M.
terhadap bakteri Gram negatif. Lumbricin-1
Enterococcus faecalis: the root canal
diketahui memiliki aktivitas antibakteri terhadap
survivor and “star” in post-treatment
bakteri Gram positif, Gram negatif dan jamur.
disease. Endodontic Topics 2003; 6: 135-59.
Hal ini menunjukkan bahwa Lumbricin-1
memiliki mekanisme yang berbeda dengan 5. Sinha RK, Chauhan K, Valani D, Chandran
peptida antibakteri kaya-prolin yang lain, namun V, Soni BK, Patel V. Earthworms:Charles
sayangnya sampai saat ini mekanisme kerja Darwin’s ‘unheralded soldiers of mankind’:
Lumbricin-1 dalam menghambat pertumbuhan protective & productive for man &
bakteri dan jamur belum diketahui dengan environment. JEP 2010; 1: 251-60.
pasti.7,28 6. Trisina J, Sunardi F, Suhartono MT dan
Tjandrawinata RR. DLBS1033, a protein
KESIMPULAN extract from Lumbricus rubellus, possesses
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat antithrombotic and thrombolytic activities.
disimpulkan bahwa: Journal of Biomedicine and Biotechnology
2011; 20: 1-7.
1. Tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus)
dapat menghambat pertumbuhan 7. Cho JH, Park CB, Yoon YG, Kim SC.
Enterococcus faecalis. Hal ini disebabkan Lumbricin I, a novel proline-rich
karena tepung cacing tanahmengandung antimicrobial peptide from the earthworm:
peptida Lumbricin-1 yang bersifat purification, cDNA cloning and molecular
antibakteri. characterization. Biochimica et Biophysica
Acta 1998; 1408: 67-76.
2. Larutan tepung cacing tanah dengan
konsentrasi 300 mg dalam 5 ml asam asetat 8. Julendra H, Sofyan A. Uji in vitro
1% menghasilkan rata-rata diameter zona penghambatan aktivitas Escherichia coli
hambat pertumbuhan Enterococcus faecalis dengan tepung cacing tanah (Lumbricus
sebesar 11,25 mm yang termasuk kategori rubellus). Media Peternakan 2007; 30: 41-7.
kuat,sementara larutan tepung cacing tanah 9. Karaca, A. Soil Biology: biology of
dengan konsentrasi 400 mg, 500 mg dan 600 earthworms. Berlin: Springer, 2011. p. 1.
mg masing-masing dalam 5 ml asam asetat
menghasilkan rata-rata diameter zona 10. Tasiemski A. Antimicrobial peptides in
hambat sebesar 13 mm, 12,25 mm dan 11,75 annelids. ISJ 2008; 5: 75-82.
mm yang juga termasuk ke dalam kategori 11. Sandra M. Uji efektivitas tepung cacing
kuat. tanah Lumbricus rubellus dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Shigella
DAFTAR PUSTAKA dysenteriae secara in vitro. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Pembangunan
1. Hidron AI, Edwards JR, Patel J, Horan TC, Nasional “Veteran”, 2012. p. 6-7.
Sievert DM, Pollock DA, et al.
Antimicrobial-resistant pathogens associated 12. Anonymous. CHROMagar VRE. Access on:
with healthcare-associated infections: annual http://chromagar.com/fichiers/1259769034I
summary of data reported to the national FU_CHROMagar_VRE.pdf,Oktober 2012.
healthcare safety network at the Centers for 13. Brown AE. Benson’s Microbiological
Diseases Control and Prevention. CDC Applications: laboratory manual ingeneral
2008; 29: 996-1010. microbiology. 9thed. New York: McGraw-
2. Matthew S, Boopathy T. Enterococcus Hill, 2005. p. 73, 96.Hadioetomo RS.
faecalis: an endodontic challenge. KSR Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: teknik
2011; 33-7. dan prosedurdasar laboratorium. Jakarta:
Gramedia, 1985. hal. 32.
3. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson T J, Owatz
CB. Enterococcus faecalis: Its role in root 14. Hadioetomo RS. Mikrobiologi Dasar
209
Andayani et al/J Syiah Kuala Dent Soc, 2016, 1 (2):201-210
dalam Praktek: teknik dan 21. ProImmune. Peptide solubility. Access on:
prosedurdasar laboratorium. Jakarta: http://www.thinkpeptides.com/peptidesolubi
Gramedia, 1985. hal. 32. lity.html, Desember 2012.
17. Marsa, RD. Efek antibakteri ekstrak lerak 26. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. Brock
dalam pelarut etanol terhadap Enterococcus Biology of Microorganism. 10th ed. Illinois:
faecalis (penelitian in vitro). Medan: Southern Illinois University, 2003. p. 110.
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas 27. Ekasari, Tjahjaningsih W, Cahyoko Y. Daya
Sumatera Utara, 2010. hal. 19. Skripsi antibakteri tepung cacing tanah (Lumbricus
18. Dharmawati IG. Efek ekstrak mengkudu rubellus) terhadap pertumbuhan bakteri
dalam menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi secara invitro. Jurnal Ilmiah
Streptococcus mutans penyebab dental plak Perikanan dan Kelautan 2012; 4: 1-6.
secara in vitro. Program StudiIlmu 28. Yeaman MR, Yount NY. Mechanism of
Kedokteran Biomedik Universitas Udayana, antimicrobial peptide action and
2011. hal. 4. Tesis. resistance.Pharmacol Rev 2003; 55: 27-55.
19. Dahlan, MS. Statistika untuk Kedokteran 29. Zasloff M. Antimicrobial peptides of
dan Kesehatan. ed.4. Jakarta: Salemba multicellular organisms. Nature 2002; 415:
Medika; 2009. hal. 83-95. 389-95.
20. Merlino J, Siarakas S, Robertson GJ, 30. Park CB, Kim HS, Kim HC. Mechanism of
Funnell GR, Gottlieb T, Bradbury R. action of the antimicrobial peptide buforin
Evaluation of CHROMagar orientation for II: buforin II kills microorganisms by
differentiation and presumptive penetrating the cell membrane and inhibiting
identification gram-negative bacilli and cellular functions. Biochemical and
Enterococcus species. J. Biophysical Research Communications
Clin.Microbiol.1996; 34: 1788-93. 1998; 1: 253-25
210