Cover Laporan Pemberdayaan Masyarakat

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 110

LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DI BIDANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI (PKL IKGM)

Kelompok:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143002

Dosen Pembimbing:
Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes
NIP: 1958102011989022001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG
KESEHATAN GIGI & MULUT MASYARAKAT

Disusun oleh:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143002

Telah dipresentasikan pada:


Hari :
Tanggal :
Disetujui oleh:

Kepala Puskesmas Dosen Pembimbing

dr. Sri Hawati Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes


NIP. 196212141989032006 NIP. 196212141989032006

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i
Lembar Pengesahan ......................................................................................... ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi........................................................................................................... iv
Program 1 : Pemberdayaan Agent................................................................ 5
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................... 8
BAB 2 Landasan Teori..................................................................................... 13
BAB 3 Metode Promosi Kesehatan ................................................................. 20
Program 2: EGGSPERIMEN ....................................................................... 23
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................... 26
BAB 2 Landasan Teori..................................................................................... 29
BAB 3 Metode Promosi Kesehatan ................................................................. 42
Program 3: GESIT (Gerakan Sehat Gigi dan Mulut) ................................ 43
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................... 48
BAB 2 Landasan Teori..................................................................................... 52
BAB 3 Metode Promosi Kesehatan ................................................................. 61
Program 4: Sikat Gigi Bersama ................................................................... 64
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................... 57
BAB 2 Landasan Teori..................................................................................... 70
BAB 3 Metode Promosi Kesehatan ................................................................. 82
Program 5: Forum Komunikasi Online ....................................................... 84
BAB 1 Pendahuluan ......................................................................................... 84
BAB 2 Landasan Teori..................................................................................... 92
BAB 3 Metode Promosi Kesehatan ................................................................. 104
PENUTUP .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii
LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DI BIDANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI (PKL IKGM)

PEMBERDAYAAN AGENT KESEHATAN GIGI DAN MULUT TERHADAP


SISWA-SISWI SD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALONGSARI KOTA
SURABAYA

Kelompok:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143002

Dosen Pembimbing:
Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes
NIP: 1958102011989022001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG


KESEHATAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PEMBERDAYAAN AGENT KESEHATAN GIGI DAN MULUT TERHADAP
SISWA-SISWI SD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALONGSARI KOTA
SURABAYA

Disusun oleh:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143002

Telah dipresentasikan pada:


Hari :
Tanggal :
Disetujui oleh:

Kepala Puskesmas Dosen Pembimbing

dr. Sri Hawati Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes


NIP. 196212141989032006 NIP. 196212141989032006
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karuniaNya, kami bisa menyelesaikan laporan pemberdayaan masyarakat
permasalahan kesehatan gigi dan mulut PKL Puskesmas Balongsari berjudul
“PEMBERDAYAAN AGENT KESEHATAN GIGI DAN MULUT TERHADAP
SISWA-SISWI SD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALONGSARI KOTA
SURABAYA” ini tepat waktu.
Laporan ini disusun untuk menyelesaikan Studi Profesi Praktik Kerja
Lapangan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat. Kami juga ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

1.) Dr. Titiek Berniyanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing kami
2.) dr. Sri Hawati selaku Kepala Puskesma Balongsari
3.) Dokter, Dokter Gigi, Bidan, beserta stas puskesmas Balongsari
4.) Para Dosen besertaa staf Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangn dalam laporan ini, baik
dalam penulisan maupun isi materi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat intuk semua pihak.

Surabaya, 14 Agustus 2017

Tim penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang dapat

memengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan bagian tubuh yang

berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka,

sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan

lama dalam rongga mulut (Pitts, 2007). Masalah terbesar yang dihadapi penduduk

Indonesia seperti juga di negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan

mulut yaitu karies gigi. Di Indonesia, karies gigi masuk dalam 10 besar penyakit

yang banyak dikeluhkan masyarakat dan anak-anak (Depkes, 2008).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013

prevalensi karies di Indonesia mencapai 76,2% dengan skor DMF-T mencapai 4,5.

Hal ini juga didukung oleh Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009

yang menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar

73%. Demikian pula dengan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(Kemenkes RI) tahun 2009 yang menunjukan sebanyak 89% anak Indonesia di

bawah 12 tahun menderita karies gigi. Hal ini masih jauh dengan target nasional

pelayanan kesehatan gigi dan mulut Indonesia Sehat Bebas Karies 2030 (PDGI,

2016).

Karies gigi adalah suatu proses kerusakan struktur gigi akibat hilangnya mineral

permukaan gigi. Secara klinis kerusakan struktur gigi ini dapat terlihat mulai dari

gambaran opasitas yang berwarna putih pada enamel sampai keadaan yang lebih

lanjut berupa karies yang luas dan mengenai jaringan pulpa. Apabila karies tidak

7
8

ditangani atau dibiarkan saja, maka hal ini dapat menimbulkan keluhan dan

keparahan (Rugg-Gunn, 2000).

Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial dengan faktor-faktor penyebab

seperti gigi dan saliva, mikroorganisme, makanan, serta waktu yang saling

mempengaruhi satu sama lainnya. Selain itu, faktor resiko yang mempengaruhi

keparahan karies antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, dan perilaku terhadap

kesehatan gigi (Sondang dan Hamada, 2008).

Anak usia sekolah dasar merupakan kelompok yang rentan terhadap karies gigi

dan memerlukan perhatian khusus karena usia tersebut terjadi pergantian gigi

antara gigi sulung dan gigi permanen dimana gigi sulung tersebut memiliki resiko

karies yang lebih tinggi dibandingkan gigi permanen. Hal tersebut disebabkan pada

gigi sulung lapisan enamelnya mengandung lebih banyak bahan organik dan air,

sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap (Meishi, 2011). Pada

gigi permanen yang belum erupsi dengan sempurna juga memiliki kerentanan

terhadap karies. Hal ini disebabkan karena gigi yang baru erupsi masih tidak dapat

beroklusi sehingga dapat meningkatkan akumulasi biofilm dan tidak dalam

jangkauan saat menyikat gigi (Yaslis, 2001; Honkana et al, 2011).

Puskesmas Balongsari merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan

masyarakat di Surabaya yang memberikan layanan terpadu kesehatan gigi dan

mulut. Puskesmas Balongsari melayani beberapa kelurahan seperti kelurahan

Balongsari, Karang Poh dan tandes. Ada 13 SD di wilayah kerja Puskesmas

Balongsari. Dari hasil survey pendahuluan didapatkan prevalensi anak dengan

karies mencapai 97%, dengan indeks DMFT terbesar pada kelompok siswa SD

kelas 2 dan 3.

8
Salah satu program promotif dan preventif yang telah dijalankan oleh

puskesmas yaitu Usaha Kesehatan Gigi sekolah (UKGS) sesuai dengan peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014. Program Usaha Kesehatan Gigi

Sekolah (UKGS) merupakan bentuk kegiatan untuk meminimalkan masalah

kesehatan gigi dan mulut pada siswa/i sekolah dasar. Upaya promotif dan preventif

paling efektif dilakukan dengan sasaran anak sekolah dasar, karena perawatan

kesehatan gigi harus dilakukan sejak dini dan dilakukan secara kontinyu agar

menjadi suatu kebiasaan (Depkes RI, 2000). Di Indonesia program Usaha

Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) telah dilaksanakan sejak tahun 1951, tetapi

dampak program UKGS terhadap status kesehatan gigi siswa SD hingga saat ini

masih belum memuaskan. Keterbatasan dokter gigi dan perawat gigi di puskesmas

yang menjadi permasalahannya (Astoeti, 2004).

Tujuan UKGS tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut siswa yang optimal.

Indikator derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal adalah 100% murid SD/MI

telah mendapat pemeriksaan gigi dan mulut . Indikator lain sesuai dengan ketentuan

WHO adalah anak umur 12 tahun mempunyai tingkat keparahan kerusakan gigi

(indeks DMF-T) sebesar 1 (satu) gigi (Dep. Kes. RI., 2004).

Puskesmas Balongsari merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan

masyarakat di Surabaya yang memberikan layanan terpadu kesehatan gigi dan

mulut. Puskesmas Balongsari melayani beberapa kelurahan seperti kelurahan

Balongsari, Karang Poh dan tandes. Ada 13 SD di wilayah kerja Puskesmas

Balongsari. Dari hasil survey pendahuluan didapatkan prevalensi anak dengan

karies mencapai 97%, dengan indeks DMFT terbesar pada kelompok siswa SD

kelas 2 dan 3.
Dari data tersebut, disimpulkan bahwa siswa-siswi SD kelas 2 dan 3 di wilayah

kerja Puskesmas Balongsari membutuhkan tambahan informasi tentang kesehatan

gigi dan mulut. Hal tersebut bertujuan agar kesehatan gigi dan mulut SD/ MI di

wilayah kerja Puskesmas Balongsari dapat meningkat. Sehingga dapat tercapai

derajat kesehatan gigi dan mulut optimal sesuai dengan program yang dicanangkan

oleh Kementrian Kesehatan RI.

Pengetahuan mengenai pentingnya menjaga kebersihan rongga mulut untuk

mencegah karies selama masa anak-anak dapat diperoleh melalui bebagai cara,

salah satunya adalah melalui metode penyuluhan. Penyuluhan tentang kesehatan

gigi dan mulut merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya karies gigi.

Keterbatasan sumber daya manusia yang tersedia di poli gigi Puskesmas

Balongsari menyebabkan kurang optimalnya proses transfer informasi saat

melakukan penyuluhan kepada siswa-siswi SD di wilayah kerja Puskesmas

Balongsari terutama kelas 2 dan 3 SD. Karena alasan tersebut, perlu dilakukan

intervensi sebagai langkah awal untuk mengatasi kesehatan gigi dan mulut SD/ MI

di wilayah kerja Puskesmas Balongsari yaitu dengan menyelenggarakan

pembentukan dan pelatihan agent.

Agent merupakan perwakilan guru-guru sekolah untuk mengoptimalkan proses

transfer informasi dalam program penyuluhan tersebut, dimana pihak Puskesmas

Balongsari membentuk beberapa agent dari setiap SD yang dinaunginya. Peranan

agent sangat penting karena agent bertanggung jawab dalam pelaksanaan program

puskesmas, bila agent tidak aktif maka pelaksanaan kegiatan puskesmas juga akan

menjadi tidak lancar dan akibatnya masalah-masalah gigi yang ada di siswa-siswa
SD tidak dapat dideteksi kariesnya secara dini dengan jelas. Hal ini secara langsung

akan mempengaruhi tingkat keberhasilan program puskesmas. Agent ikut berperan

dalam proses transfer informasi antara puskesmas dan siswa SD, sebab melalui

agent masyarakat mendapatkan informasi kesehatan lebih dulu.

Selain itu deteksi karies secara dini sangat penting dalam mencegah terjadinya

keparahan karies yang lebih lanjut. Oleh karena itu, Agent selain dilatih tentang

pengetahuan kesehatan gigi dan mulut. Agent juga dilatih tentang cara mendeteksi

karies gigi sejak dini menurut WHO.

Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) yang telah dilakukan, minimnya

kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada urutan ketiga. Intensistas

pengalaman anak dalam mengalami sakit gigi dalam 6 bulan terakhir terhadap

karies berada pada urutan ke empat. Oleh karena itu diperlukan adanya

pemberdayaan mengenai hal-hal tersebut sehingga dapat mengurangi tingkat

keparahan karies.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Membentuk dan memberikan pelatihan kepada agent dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan gigi siswa-siswi SD di wilayah kerja puskesmas

Balongsari

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Melatih mengedukasi siswa-siswi SD di wilayah kerja Puskesmas

Balongsari tentang kondisi gigi dan mulut yang sehat dan tidak sehat
2. Melatih agent agar dapat mengedukasi siswa-siswi SD di wilayah kerja

Puskesmas Balongsari tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut yaitu

cara menyikat gigi yang benar dan pola makanan sehat untuk gigi

3. Melatih agent agar dapat melakukan deteksi dini karies pada siswa-

siswi SD di wilayah kerja Puskesmas Balongsari

4. Melatih agent agar dapat melakukan pengisian pada buku pintar

kesehatan gigi dan mulut siswa-siswi SD di wilayah kerja Puskesmas

Balongsari

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Akademis

1. Hasil pemberdayaan dapat dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan

ilmu pemerintahan.

2. Menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian terhadap

masalah kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak

1.3.2 Manfaat Praktis

1. Seluruh tahapan pemberdayaan dan hasil pemberdayaan yang diperoleh

dapat memperluas wawasan mengenai menjaga kebersihan gigi dan mulut

pada masa anak-anak

2. Hasil pemberdayaan dapat diterima sebagai kontribusi untuk

meningkatkan kinerja Puskesmas Balongsari


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1 Definisi

Menurut Kemenkes RI (2011), pemberdayaan adalah proses pemberian

informasi dan pendampingan kepada individu, keluarga atau kelompok (sasaran)

secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran,

serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu

menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)

dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek

practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya dapat dibedakan adanya (a)

pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan

kelompok/masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan

merupakan bagian yang sangat penting dan dapat dikatakan sebagai ujung tombak

dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan.

Konsep pemberdayaan masyarakat dapat dipahami juga dengan dua cara

pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi

berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat

(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah,

melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang

berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti

lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan,

pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu

13
14

merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri

sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-

kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah

secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat

ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko,

2002).

2.1.2 Tujuan

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan

masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan / kesenjangan /

ketidakberdayaan. Proses pemberdayaan dapat membantu masyarakat (sasaran),

agar dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari

tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan

perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Upaya yang dilakukan agar sasaran

menjadi tahu dan sadar kuncinya terletak pada keberhasilan membuat sasaran

menjadi paham terhadap sesuatu (misalnya tentang gingivitis) yang merupakan

masalah baginya dan bagi masyarakat sekitar. Jika sasaran belum mengetahui dan

menyadari sesuatu tersebut merupakan masalah maka sasaran tidak akan bersedia

menerima informasi lebih lanjut. Perubahan dari tahu menjadi mau pada umumnya

dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain

itu juga dengan mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah atau

diatasi. Sedangkan jika seorang individu atau suatu kelompok sudah akan berpindah

dari mau menjadi mampu melaksanakan, dapat terkendala oleh dimensi ekonomi.

Dalam hal ini sasaran dapat diberikan bantuan langsung dengan mengajaknya ke

dalam proses pemberdayaan kelompok/masyarakat melalui pengorganisasian

14
masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community

development) (Kemenkes RI, 2011).

2.1.3 Strategi

Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah,

perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor,

aktor-aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri.

Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak

keunggulan dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya:

mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal,

kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa

berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur

tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling

percaya dan menghormati (Soetomo, 2011).

Dalam hal pada setiap desa telah terbentuk KPM, maka kemitraan KPM dan

pemerintahan desa perlu didorong untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan

masyarakat. Ketika kemitraan mampu mendorong percepatan kemapanan ekonomi

masyarakat, berfungsi secara efektif pemerintahan desa (sistem politik lokal),

keteladanan pemimpim (elit lokal), dan partisipasi aktif masyarakat (Kutut

Suwondo, 2005), maka kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam

pembangunan akan dapat terwujud.

2.2 Metode Penyuluhan


Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila

digunakan secara tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan (Notoatmodjo, 2007). Pada

garis besarnya hanya ada dua jenis metode dalam penyuluhan, yaitu:

1. Metode One Way Methode

Menitik beratkan pendidik yang aktif, sedangkan pihak sasaran tidak diberi

kesempatan untuk aktif. Yang termasuk metode ini adalah: metode ceramah,

siaran melalui radio, pemutaran film, penyebaran selebaran, pameran.

2. Metode Two Way Methode

Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara pendidik dan

sasaran.Yang termasuk dalam metode ini adalah : wawancara, demonstrasi,

sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (role playing) dan tanya

jawab. Berdasarkan jumlah sasaran, metode yang dapat digunakan antara lain:

a. Kelompok Besar (lebih dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok

besar ini antara lain adalah ceramah, demonstrasi dan seminar.

b. Kelompok Kecil (kurang dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok

ini antara lain: diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming),

memainkan peran (roleplay). Salah satu program Usaha Kesehatan Gigi

Sekolah (UKGS) adalah kegiatan promotif dengan memberikan

penyuluhan. Adapun metode penyuluhan yang digunakan adalah metode

ceramah, demonstrasi dan praktik.

 Ceramah
Ceramah merupakan suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan

suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran

disertai tanya jawab sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.

Ciri-ciri metode ceramah: ada sekelompok sasaran yang telah dipersiapkan

sebelumnya, ada ide, pengertian dan pesan tentang kesehatan yang akan

disampaikan, tidak adanya kesempatan bertanya bagi sasaran, bila ada

jumlahnya sangat dibatasi dan menggunakan alat peraga untuk

mempermudah pengertian. Keuntungan metode ceramah: murah dan

mudah menggunakannya, waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh

penyuluh, dapat diterima oleh sasaran yang tidak dapat membaca dan

menulis, penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang

penting. Kerugian metode ceramah : tidak dapat memberikan kesempatan

kepada sasaran untuk berpartisipasi secara pro aktif (sasaran bersifat pasif),

cepat membosankan jika ceramah yang disampaikan kurang menarik

sasaran, pesan yang disampaikan mudah untuk dilupakan oleh sasaran,

sering menimbulkan pengertian lain apabila sasaran kurang

memperhatikan.

 Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu cara untuk menujukkan pengertian, ide, dan

prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk

memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan

dengan menggunakan alat peraga. Metode ini dipergunakan pada kelompok

yang tidak terlalu besar jumlahnya. Ciri-ciri demonstrasi: memperlihatkan

pada kelompok bagaimana prosedur untuk membuat sesuatu, dapat


meyakinkan peserta bahwa mereka dapat melakukannya dan dapat

meningkatkan minat sasaran untuk belajar. Keuntungan demonstrasi:

kegiatan ini dapat memberikan suatu keterampilan tertentu kepada

kelompok sasaran, dapat memudahkan berbagai jenis penjelasan karena

penggunaan bahasa yang lebih terbatas, membantu sasaran untuk

memahami dengan jelas jalannya suatu proses prosedur yang dilakukan.

Kerugian demonstrasi: tidak dapat dilihat oleh sasaran apabila alat yang

digunakan terlalu kecil atau penempatannya kurang pada tempatnya, uraian

atau penjelasan yang disampaikan kurang jelas, waktu yang disediakan

terbatas sehingga sasaran tidak dapat diikutsertakan (Taufik, 2007).

 Praktik

Praktik adalah cara untuk melihat tindakan yang dilakukan seseorang

apakah sudah sesuai dengan yang diinstruksikan. Untuk mengetahui

ketrampilan murid dalam menyikat gigi yang baik dan benar dilakukan

praktik menyikat gigi secara bersama-sama.

2.3 Agent

Pengertian agent (kader) adalah sumber daya manusia yang melakukan

proses pengelolaan dalam suatu organisasi. Dalam pendapat lain kader suatu

organisasi adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai

keterampilan dan disiplin ilmu sehingga dia memiliki kemampuan yang diatas rata-

rata orang umum.

Pengertian diatas dapat dimaknai bahwa kader merupakan sumber daya

manusia sebagai calon angota dalam organisasi yang melakukan proses seleksi
yang dilatih dan dipersiapkan untuk memiliki keterampilan dan disiplin ilmu.

Proses seleksi dapat disebut juga kaderisasi.

Agent kesehatan adalah tenaga yang berasal dari masyarakat yang dipilih

oleh masyarakat dan bekerja bersama untuk masyarakat secara sukarela. Peranan

kader sangat penting karena kader bertanggung jawab dalam pelaksanaan program

puskesmas, bila kader tidak aktif maka pelaksanaan kegiatan puskesmas juga akan

menjadi tidak lancar dan akibatnya masalah-masalah yang ada di masyarakat tidak

dapat dideteksi secara dini dengan jelas. Hal ini secara langsung akan

mempengaruhi tingkat keberhasilan program puskesmas. Kader ikut berperan

dalam proses transfer informasi antara puskesmas dan masyarakat, sebab melalui

kader masyarakat mendapatkan informasi kesehatan lebih dulu (Andira, 2012).


BAB 3
METODE PROMOSI KESEHATAN

3.1 Promosi Kesehatan


3.1.1 Definisi
Agent adalah kader kesehatan yang dibentuk dan dilatih secara khusus untuk

bertanggung jawab terhadap kesehatan gigi dan mulut dengan cara memberikan

penyuluhan kepada siswa-siswi SD di wilayah kerja puskesmas Balongsari

3.1.2 Tujuan

Tujuan pemberdayaan agent ialah membentuk dan memberikan pelatihan

kepada agent dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa-

siswi SD dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.

3.2 Metode Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan yang digunakan dalam pemberdayaan agent

ini adalah metode berdasarkan pendekatan kelompok, yaitu kelompok kecil.

Kelompok yang dimaksud adalah agent yang berjumlah 2 orang tiap sekolah yang

merupakan perwakilan guru. Agent diberi pelatihan mengenai beberapa materi yang

berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut terutama tentang karies gigi

menggunakan media pendukung seperti phantom, sikat gigi, flipchart dan modul

kesehatan gigi. Dan untuk mendeteksi kariesnya menggunakan phantom dan

probe.

20
21

3.3 Media Promosi Kesehatan

Media yang digunakan dalam pelatihan kepada agent adalah modul

kesehatan gigi yang berisi beberapa materi antara lain:

1. Pengetahuan tentang kondisi gigi dan mulut yang sehat dan tidak sehat

2. Pengetahuan tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut yaitu cara

menyikat gigi yang benar dan pola makanan sehat untuk gigi

3. Pengetahuan tentang cara deteksi dini karies

4. Informasi tentang cara pengisian buku pintar kesehatan gigi dan mulut

3.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam pemberdayaan ini adalah materi

pelatihan berupa modul kesehatan gigi, phantom, sikat gigi, flipchart, buku pintar

kesehatan gigi dan mulut.

3.5 Sasaran dan Target

Agent yang dibentuk berasal dari 2 perwakilan tiap 6 sekolah yang berjumlah 12

orang yang bersedia, aktif, dipercaya.

3.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

No. Tanggal Kegiatan Lokasi


1. 19 Agustus 2017 Diskusi pelatihan agent FKG Unair dan
Puskesmas
2. 28 Agustus 2017 Pembuatan materi Pelatihan FKG Unair
3. 30 Agustus 2017 Pre Test Pelatihan Agent Ruang Pertemuan
Puskesmas
4. 30 Agustus 2017 Evaluasi Materi Pelatihan Ruang Pertemuan
oleh agent (Post Test) Puskesmas
5. 31 Agustus 2017 – Pendampingan agent dan - SDN Balongsari
- MI Wachid Hasyim
5 September 2017 dalam melaksanakan
- SDN Tandes Kidul I
penyuluhan dan deteksi karies - SDN Tandes Kidul
II
- SDN Gadel
- MI Mifahatul Huda
LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

EGGSPERIMENT

Kelompok:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT A. 021613143002

Dosen Pembimbing:
Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes
NIP: 1958102011989022001
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

EGGSPERIMENT

Disusun oleh:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT A. 021613143002

Telah dipresentasikan pada:


Hari :
Tanggal :

Disetujui oleh:

Kepala Puskesmas Balongsari Dosen Pembimbing

Dr. Sri Hawati Dr. Titiek Berniyanti, drg, M. Kes


NIP. 196214121989032006 NIP. 195810201989022001
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karuniaNya, kami bisa menyelesaikan laporan pemberdayaan
masyarakat PKL Puskesmas Balongsari berjudul “EGGSPERIMENT”ini tepat
waktu.

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan Studi Profesi Praktik Kerja


Lapangan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat. Kami juga ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

1.) Dr. Titiek Berniyanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing kami
2.) dr. Sri Hawati selaku Kepala Puskesma Balongsari
3.) Dokter, Dokter Gigi, Bidan, beserta staf puskesmas Balongsari
4.) Para Dosen besertaa staf Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini, baik
dalam penulisan maupun isi materi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat intuk semua pihak.

Surabaya, 14 Agustus 2017

Tim penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang dapat

memengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan bagian tubuh yang

berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka,

sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan

lama dalam rongga mulut (Pitts, 2007). Masalah terbesar yang dihadapi penduduk

Indonesia seperti juga di negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan

mulut yaitu karies gigi. Di Indonesia, karies gigi masuk dalam 10 besar penyakit

yang banyak dikeluhkan masyarakat dan anak-anak (Depkes, 2008).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013

prevalensi karies di Indonesia mencapai 76,2% dengan skor DMF-T mencapai 4,5.

Hal ini juga didukung oleh Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009

yang menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar

73%. Demikian pula dengan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(Kemenkes RI) tahun 2009 yang menunjukan sebanyak 89% anak Indonesia di

bawah 12 tahun menderita karies gigi. Hal ini masih jauh dengan target nasional

pelayanan kesehatan gigi dan mulut Indonesia Sehat Bebas Karies 2030 (PDGI,

2016).

Karies gigi adalah suatu proses kerusakan struktur gigi akibat hilangnya mineral

permukaan gigi. Secara klinis kerusakan struktur gigi ini dapat terlihat mulai dari

gambaran opasitas yang berwarna putih pada enamel sampai keadaan yang lebih

lanjut berupa karies yang luas dan mengenai jaringan pulpa. Apabila karies tidak

26
27

ditangani atau dibiarkan saja, maka hal ini dapat menimbulkan keluhan dan

keparahan (Rugg-Gunn, 2000).

Anak usia sekolah dasar yaitu usia 6-12 tahun merupakan kelompok yang

rentan terhadap karies gigi dan memerlukan perhatian khusus karena usia tersebut

terjadi pergantian gigi antara gigi sulung dan gigi permanen dimana gigi sulung

tersebut memiliki resiko karies yang lebih tinggi dibandingkan gigi permanen. Hal

tersebut disebabkan pada gigi sulung lapisan enamelnya mengandung lebih banyak

bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi

tetap (Meishi, 2011). Pada gigi permanen yang belum erupsi dengan sempurna juga

memiliki kerentanan terhadap karies. Hal ini disebabkan karena gigi yang baru

erupsi masih tidak dapat beroklusi sehingga dapat meningkatkan akumulasi

biofilm dan tidak dalam jangkauan saat menyikat gigi (Yaslis, 2001; Honkana et

al, 2011).

Puskesmas Balongsari mempunyai 3 kelurahan sebagai cakupan yaitu

Kelurahan Balongsari, Kelurahan Karangpoh, dan Kelurahan Tandes. Jumlah

keseluruhan sekolah dasar yang ada di wilayah kerja puskesmas sebanyak 13

SD/MI. Berdasarkan data dari Puskesmas, tingkat keparahan karies siswa SD di

wilayah kerja Puskesmas Balongsari tertinggi ada pada kelas 2 dan 3. Menurut hasil

penelitian epidemiologi mengenai Gambaran Tingkat Karies Gigi pada Siswa SD

kelas 2 dan 3 di Wilayah Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya, tingkat keparahan

karies siswa tergolong tinggi dengan skor DMF-T 5,9 dan prevalensi karies sebesar

97,3%.

Data diatas menunjukan masih tingginya angka karies gigi pada siswa

sekolah dasar di wilayah kerja Puskesmas Balongsari. Salah satu faktor risiko yang
28

berkaitan dengan kejadian karies pada penelitian tersebut adalah kurangnya

pengetahuan siswa mengenai kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu perlu

disusun program dalam upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan

mulut. Eggsperiment menjadi solusi untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan

gigi dan mulut pada siswa sekolah dasar

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar siswa mampu meningkatkan pengetahuan mengenai tanda klinis gigi

sehat dan gigi sakit dengan menjalankan program Eggsperiment

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengedukasi anak tentang kesehatan gigi dan mulut khususnya

mengenali gigi sehat dan gigi tidak sehat.

2. Mengedukasi anak tentang kesehatan gigi dan mulut khususnya

mengetahui pentingnya menyikat gigi.

1.3 Manfaat

1. Sebagai media edukasi yang menarik dan aplikatif.

2. Sebagai media latihan atau demonstrasi cara memelihara kebersihan

gigi dan mulut

1.3.1 Manfaat Akademis

Menjadi rujukan bagi para akademis dalam merancang pembelajaran

terhadap anak, khususnya di bidang kedokteran gigi.

1.3.2 Manfaat Praktis

Menjadi rujukan tenaga kesehatan maupun puskesmas dalam melakukan

edukasi terhadap anak.


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Promosi Kesehatan dan Peran Pendidikan Kesehatan

Menurut Green (Notoatmodjo, 2007), promosi kesehatan adalah segala bentuk

kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,

politik, dan organisasi, yang direncanakan untuk memudahkan perilaku dan

lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Green juga mengemukakan bahwa

perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi pengetahuan dan

sikap seseorang.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan

fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku.

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang

untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan-

peraturan dan surat keputusan.

Menurut Lawrence Green (1984), promosi kesehatan adalah segala

bentukkombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan

ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan

perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan. Pada dasarnya tujuan utama

promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu :

1) Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat

2) Peningkatan perilaku masyarakat

29
30

3) Peningkatan status kesehatan masyarakat

Menurut Lawrence Green (1990) dalam buku Promosi Kesehatan

Notoatmodjo (2007) tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan, yaitu :

1) Tujuan Program

Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu

tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.

2) Tujuan Pendidikan

Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai untuk mengatasi masalah

kesehatan yang ada.

3) Tujuan Perilaku

Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai (perilaku

yang diinginkan). Oleh sebab itu tujuan perilaku berhubungan dengan

pengetahuan dan sikap.

2.1.1 Strategi Promosi Kesehatan

Berdasarkan rumusan WHO (1994), dalam Notoatmodjo (2007), strategi promosi

kesehatan secara global terdiri dari tiga hal, yaitu :

1) Advokasi (advocacy)

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain

tersebut membantu atau mendukung terhadap tujuan yang akan dicapai.

Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para

30
31

pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di

berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut dapat mendukung program

kesehatan yang kita inginkan.

2) Dukungan sosial (social support)

Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan

sosial melalui tokoh-tokoh formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan

ini adalah agar tokoh masyarakat sebagai penghubung antara sektor

kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat

penerima program kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial antara lain

pelatihan-pelatihan para tokoh 10 masyarakat, seminar, lokakarya,

bimbingan kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.

3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment)

Pemberdayaan merupakan strategi promosi kesehatan yang ditujukan

kepada masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah

mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan untuk diri mereka sendiri. Bentuk kegiatan ini antara lain

penyuluhan kesehatan, keorganisasian dan pengembangan masyarakat

dalam bentuk koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan

pendapatan keluarga (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan menurut

Notoatmodjo (2007), meliputi :

a) Promosi kesehatan pada tingkat promotif.

31
32

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada

kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan

kesehatannya.

b) Promosi kesehatan pada tingkat preventif.

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat

juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para perokok, para

pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari

promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah kelompok-

kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).

c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif.

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit,

terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes mellitus,

tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi kesehatan

pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak

menjadi lebih parah (secondary prevention).

d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif.

Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok

penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama

promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan seminimal

mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah

pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary

prevention) (Notoatmodjo, 2007).

32
33

2.1.3 Pendidikan Kesehatan

Kesehatan merupakan kegiatan interaksi berbagai faktor, baik faktor

internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri manusia).

Faktor dari dalam ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terjadi pada

berbagai faktor, antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik,

ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Menurut Bloom (1974) dalam buku

Notoatmodjo secara umum faktor yang mempengaruhi kesehatan terbagi menjadi

4 bagian:

1. Lingkungan yang terdapat sosial, fisik, politik, dan ekonomi serta berbagai

macam budaya didalamnya

2. Perilaku

3. Pelayanan kesehatan, serta

4. Hereditas (keturunan).

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dalam kehidupan bermasyarakat

mencakup 4 faktor hal utama di atas. Oleh karena itu dibutuhkan berbagai faktor

faktor lain di luar jangkauan medis untuk menghasilkan kesehatan secara baik,

yakni intervensi faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.

Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor

perilaku. Namun demikian, ketiga faktor yang lainnya (lingkungan, pelayanan

kesehatan, dan hereditas) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan.

33
34

2.2 Metode dan Media Promosi Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007) dalam bukunya promosi kesehatan dan ilmu

perilaku promosi kesehatan, terdapat beberapa metode pendidikan dan media

promosi kesehatan yang biasa digunakan antara lain :

1. Metode pendidikan individual, merupakan metode pendidikan yang bersifat

perorangan diantaranya: bimbingan atau penyuluhan, dan wawancara

2. Metode pendidikan kelompok, dalam metode ini harus diingat bahwa jumlah

populasi yang akan ditujukan haruslah dipertimbangkan. Untuk itu dapat dibagi

menjadi kelompok besar dan kelompok kecil serta kelompok massa. Apabila

peserta lebih dari 15 orang maka dapat dimaksudkan kelompok besar, dimana dapat

menggunakan metode ceramah dan seminar. Sedangkan disebut kelompok kecil

apabila jumlah kurang dari 15 orang dapat menggunakan metode diskusi kelompok,

curah pendapat, bola salju, kelompok kecil, serta memainkan peran. Apabila

menggunakan metode pendidikan massa ditujukan kepada masyarakat ataupun

khalayak yang luas dapat berupa ceramah umum, pesawat televisi, radio,

tulisantulisan majalah atau koran, dan lain sebagainya.

Selanjutnya dalam media yang digunakan menurut Notoatmodjo (2007) terdapat 3

macam media, antara lain :

1). Media bantu lihat (visual) yang berguna dalam menstimulasi indra mata pada

waktu terjadinya proses pendidikan. Dimana media bantu lihat ini dibagi menjadi

2 yaitu media yang diproyeksikan misalnya slide, film, film strip dan sebagainya,

sedangkan media yang tidak diproyeksikan misalnya peta, buku, leaflet, bagan dan

lain sebagainya.

34
35

2). Media bantu dengar (audio) dimana merangsang indra pendengaran sewaktu

terdapat proses penyampaian, misalnya radio, piring hitam, pita suara

3). Media lihat-dengar seperti televisi, video cassete dan lain sebagainya

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Levie & Lentz (1982) menjelaskan bahwa terdapat empat fungsi yang

didapatkan dari media visual, diantaranya fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi

kognitif, dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi sendiri dimaksudkan untuk

menarik dan mengarahkan siswa untuk berkonsentrasi terhadap isi pelajaran yang

berhubungan dengan makna visual yang ditampilkan atau dapat berupa teks

pelajaran. Fungsi afektif berhubungan dengan tingkat kenyamanan siswa dalam

membaca atau melihat gambar yang sedang dibaca dimana dari teks dan gambar

tersebut dapat menggugah rasa emosi dan sifat siswa misalnya informasi yang

menyangkut sosial dan ras. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-

temuan penelitian yang menggungkapkan bahwa lambang visual atau gambar

mempelancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau

pesan yang terkandung dalam gambar. Sedangkan pada fungsi audio menurut

Hamdani (2011) merupakan suatu proses penyampaian pesan yang hanya didapat

melalui pendengaran yang dapat merangsang proses pikiran, perasaan, perhatian

dan kemampuan dari para siswa untuk memperoleh bahan ajar (Hamdani, 2011).

Semakin banyak panca-indra yang digunakan, semakin banyak dan semakin jelas

pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa

keberadaan alat peraga dimaksudkan mengerahkan indera sebanyak mungkin pada

suatu objek sehingga memudahkan pemahaman. Menurut penelitian para ahli,

35
36

pancaindera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata

(kurang lebih 75% - 87%), sedangkan 13% - 25% pengetahuan manusia diperoleh

atau disalurkan melalui indra lainnya (Heri, 2009). Perpaduan saluran informasi

melalui mata 75% dan telinga 13% akan memberikan rangsangan yang cukup baik

sehingga dapat memberikan hasil yang optimal (Kapti, 2010).

2.4. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar

menjawab pertanyaan. Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu dari

manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan dari manusia untuk memahami

suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang baik lewat indra

maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal

atau bersangkutan dengan masalah kejiwaan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Bloom, 1968 (dalam buku Notoatmodjo, 2007) pengetahuan yang

tercakup dalam area kognitif ini mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu bahan yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang bersifat khusus dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa

orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan, dan lain sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

36
37

Memahami dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menjelaskan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan apa yang telah

didapatkan dari materi sebelumnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai

sarana/aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain yang masih berhubungan

dengan materi.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu lingkup organisasi,

dan masih ada kaitannya dengan satu sama lain. Kemampuan analisa sudah

terlihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat

bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun fomulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan

37
38

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan sudah didapat

(Notoatmodjo, 2007).

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu dilandaskan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Lawrence (1980) dalam Notoatmojo (2007) sikap ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor. Faktor predisposisi (predisposing factor) meliputi

faktor-faktor dasar, misalnya: pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,

nilai-nilai dan lain sebagainya yang terdapat dalam diri individu maupun

masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) meliputi lingkungan fisik

seperti umur, status sosial ekonomi, pendidikan, sumber daya atau potensi

masyarakat. Faktor pendorong (reinforcing factor) meliputi sikap dan sikap dari

orang sekitar individu. Misalnya: sikap orang tua, suami, tokoh masyarakat

bahkan petugas kesehatan.

2.5 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

Selanjutnya untuk memahami pengertian tentang belajar berikut

dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya menurut Slameto (2003)

dalam bukunya belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menjelaskan

bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut

38
39

Trianto (2010) belajar dapat dimaksudkan sebagai dari yang belum tahu

menjadi tahu, dari yang belum paham menjadi paham, dari mengubah kebiasaan

lama menjadi kebiasaan baru serta dapat bermanfaat bagi lingkungan maupun

individu itu sendiri. Menurut Sudjana (2004), hasil belajar merupakan

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Untuk mendapatkan proses belajar yang optimal dibutuhkan berbagai

macam faktor terhadap hasil belajar tersebut. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar secara umum menurut Slameto (2003) pada

garis besarnya meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

dapat berupa faktor jasmaniah, psikologis dan kelelelahan. Faktor jasmaniah

mencakup faktor kesehatan dan kecacatan tubuh, kemudian faktor psikologis

yang termasuk intelegensi, minat, motivasi, perhatian, bakat, kematangan dan

kesiapan. Sedangkan dari faktor eksternal dapat melalui 3 faktor diantaranya

faktor keluarga, faktor lingkungan pendidikan, dan faktor masyarakat. Faktor

keluarga dapat melalui dari cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar

belakang kebudayaan. Faktor lingkungan belajar dapat berupa relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, waktu sekolah,

keadaan gedung dan lain sebagainya, sedangkan faktor masyarakat dapat

berupa bentuk kehidupan bermasyarakat dan teman bermain. Pendapat lain

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar menurut Abu

Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004) yaitu faktor internal dan faktor

39
40

eksternal. Faktor internal diantaranya faktor jasmaniah dan psikologi. Dalam

faktor jasmaniah dapat didapatkan melalui faktor penglihatan, pendengaran,

struktur tubuh dan sebagainya, sedangkan faktor psikologi dapat melalui faktor

intelelektif yaitu faktor potensial dan kecakapan nyata. Pada faktor eksternal

yang berperan yaitu faktor sosial, budaya, lingkungan fisik dan lingkungan

spiritual.

2.7 Teori Proses Informasi

Teori kognisi menjelaskan tentang bagaimana proses mengetahui terjadi

pada manusia. Ada beberapa model yang digunakan untuk menjelaskan proses

mengetahui pada manusia. Model pemrosesan informasi membahas tentang

peran operasi-operasi kognitif dalam pengolahan informasi (Hetherington &

Parke, 1986).

1) Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik mengkaji makna dalam proses belajar sebagai

perubahan yang terjadi pada tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara

stimulus dengan respon (Asri Budiningsih, 2005). Thorndike (Asri

Budiningsih, 2005) menjelaskan bahwa stimulus yaitu apa saja yang dapat

merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal

lain yang dapat ditangkap melalui indra. Sedangkan respons yaitu reaksi yang

dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran,

perasaan atau gerakan/tindakan. Konsep teori behavioristik yang paling

mendasar yaitu penetapan tujuan khusus pembelajaran. Diharapakan dengan

tujuan tersebut dapat mengubah sikap peserta didik yang dapat diukur.

40
41

2) Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif sifatnya lebih mementingkan proses belajar dari pada

hasil belajarnya. Aliran teori kognitif dipandang sebagai kegiatan belajar

bukanlah sekedar stimulus dan respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari

itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri

individu yang sedang belajar. Oleh karena itu, menurut aliran kognitif belajar

adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan

menggunakan pengetahuan itu kembali (Baharudin & Nur Wahyuni, 2010).

3) Teori Belajar Konstruktivistik

Dalam teori ini menjelaskan belajar bukanlah sekedar menghafal akan tetapi,

proses pembentukan secara konstruktif mengenai pengetahuan melalui

pengalaman (Wina Sanjaya, 2008). Adapun menurut Asri Budiningsih (2005)

mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses pembentukan

pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif

melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna

tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

41
BAB 3

METODE PROMOSI KEBERSIHAN

3.1 Definisi

Program Eggsperiment merupakan instrumen pembelajaran

kesehatan gigi dan mulut yang dikemas menarik bagi anak-anak dalam

bentuk eksperimen atau percobaan. Selain itu juga sebagai sarana belajar

mengajar yang melibatkan siswa dimana siswa melakukan suatu percobaan

tentang kebersihan gigi dan mulut, mengamati proses, menganalisis dan

membuktikan kebenaran dari teori yang sedang dipelajarinya.

3.1.1 Tujuan

Program Eggsperiment bertujuan untuk mengoptimalkan

pengetahuan anak perihal edukasi yang telah disampaikandengan cara

memberikan media pembelajaran yang dikemas menarik dalam

bentukeksperimen.

3.2 Metode Pendidikan Kesehatan

Sebelum memulai eksperimen, siswa pada masing masing kelas

diberikan materi mengenai kesehatan gigi dan mulut menggunakan alat

bantu flip chart, hal ini bertujuan untuk memberikan siswa pengetahuan

dasar tentang gigi sehat dan gigi tidak sehat serta pentingnya menyikat gigi.

Setelah pemberian materi, eksperimen mulai dilakukan pada

masing-masing kelas, setiap kelas disediakan 2 telur yang di rendam dalam

larutan pewarna makanan. Telur di rendam selama semalaman. Esok hari

nya, salah satu telur disikat menggunakan sikat gigi dan pasta gigi. Hal ini

42
43

dilakukan rutin selama lima hari. Kemudian siswa mengamati perbedaan

yang terjadi antara telur yang disikat dan telur yang tidak disikat.

3.3 Media Promosi Kesehatan

Program Eggsperimen tmenggunakan alat bantu flip chart dalam

menyampaikan materi berisi cara menjaga kesehatan gigi dan mulut,

khususnya tentang gigi sehat dan gigi tidak sehat serta pentingnya

menyikat gigi. Materi ini disampaikan sebagai dasar pengetahuan anak

dalam mengenali kesehatan gigi dan mulut, sehingga anak mempunyai

bekal untuk melakukan eksperimen untuk kemudian dibuktikan sendiri

suatu teori yang telah dipelajari. Selain itu dalam program Eggsperiment

ini menggunakan media ‘telur’ yang digunakan untuk permisalan ‘gigi’,

dan pewarna makan berwarna coklat yang digunakan untuk permisalan

‘es teh’. Pemilihan media ini berdasarkan penelitian yang telah ada

sebelumnya yang menyebutkan bahwa kandungan kalsium pada

cangkang telur mirip dengan kalsium yang ada pada tulang dan gigi,

terutama kalsium dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2}

(A.M King’ori, 2011).

3.4 Alat dan Bahan

1. Flip chart,

2. Meja

3. Telur

4. Air

5. Gelas

6. Pewarna makanan

7. Sikat dan pasta gigi


44

8. Alat tulis

3.5 Sasaran dan Target

Sasaran program Eggsperiment adalah menginterversi faktor risiko

kurangnya pengetahuan siswa mengenai tanda klinis kesehatan gigi terhadap

karies. Diharapkan program Eggsperiment dapat mengedukasi, menjadi media

latihan atau demonstrasi cara memelihara kebersihan gigi dan mulut serta

sebagai media untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat dan bersih pada anak

Sehingga dengan adanya program Eggsperiment tersebut,

pengetahuan serta perilaku anak mengenai kesehatan gigi dan mulut akan

meningkat.

3.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Program Eggsperiment dilaksanakan di ruang kelas masing-masing kelas 2

dan kelas 3 oleh Tim PKL FKG, yang dilaksanakan mulai tanggal 31 Agustus

hingga 4 September 2017


LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

“GESIT (GERAKAN SEHAT GIGI DAN MULUT)”

Kelompok:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143025

Dosen Pembimbing:
Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes
NIP: 1958102011989022001
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

“GESIT (GERAKAN SEHAT GIGI DAN MULUT)”

Disusun oleh:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143025

Telah dipresentasikan pada:


Hari :
Tanggal :

Disetujui oleh:

Kepala Puskesmas Balongsari Dosen Pembimbing

Dr. Sri Hawati Dr. Titiek Berniyanti, drg, M. Kes


NIP. 196214121989032006 NIP. 195810201989022001
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karuniaNya, kami bisa menyelesaikan laporan pemberdayaan
masyarakat permasalahan kesehatan gigi dan mulut PKL Puskesmas Balongsari
berjudul “GESIT (GERAKAN SEHAT GIGI DAN MULUT)” ini tepat waktu.

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan Studi Profesi Praktik Kerja


Lapangan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat. Kami juga ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

1.) Dr. Titiek Berniyanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing kami
2.) dr. Sri Hawati selaku Kepala Puskesma Balongsari
3.) Dokter, Dokter Gigi, Bidan, beserta stas puskesmas Balongsari
4.) Para Dosen besertaa staf Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangn dalam laporan ini, baik
dalam penulisan maupun isi materi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat intuk semua pihak.

Surabaya, 14 Agustus 2017

Tim penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang dapat

memengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan bagian tubuh yang

berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka,

sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan

lama dalam rongga mulut (Pitts, 2007). Masalah terbesar yang dihadapi penduduk

Indonesia seperti juga di negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan

mulut yaitu karies gigi. Di Indonesia, karies gigi masuk dalam 10 besar penyakit

yang banyak dikeluhkan masyarakat dan anak-anak (Depkes, 2008).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013

prevalensi karies di Indonesia mencapai 76,2% dengan skor DMF-T mencapai 4,5.

Hal ini juga didukung oleh Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009

yang menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar

73%. Demikian pula dengan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(Kemenkes RI) tahun 2009 yang menunjukan sebanyak 89% anak Indonesia di

bawah 12 tahun menderita karies gigi. Hal ini masih jauh dengan target nasional

pelayanan kesehatan gigi dan mulut Indonesia Sehat Bebas Karies 2030 (PDGI,

2016).

Karies gigi adalah suatu proses kerusakan struktur gigi akibat hilangnya mineral

permukaan gigi. Secara klinis kerusakan struktur gigi ini dapat terlihat mulai dari

gambaran opasitas yang berwarna putih pada enamel sampai keadaan yang lebih

48
49

lanjut berupa karies yang luas dan mengenai jaringan pulpa. Apabila karies tidak

ditangani atau dibiarkan saja, maka hal ini dapat menimbulkan keluhan dan

keparahan (Rugg-Gunn, 2000).

Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial dengan faktor-faktor penyebab

seperti gigi dan saliva, mikroorganisme, makanan, serta waktu yang saling

mempengaruhi satu sama lainnya. Selain itu, faktor resiko yang mempengaruhi

keparahan karies antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, dan perilaku terhadap

kesehatan gigi (Sondang dan Hamada, 2008).

Berdasar data RISKESDAS tahun 2013 masyarakat Indonesia yang

melaksanakan rutinitas menyikat gigi setiap hari sebesar 93,8%. Namun prevalensi

masalah gigi dan mulut di Jawa Timur masih diatas rata rata yaitu 28,6% (Trihono,

2013). Secara teoritik kebiasaan menyikat gigi meliputi banyak hal, antaranya harus

memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi,

penggunaan alat yang tepat untuk menyikat gigi, cara yang tepat untuk menyikat

gigi, durasi menyikat gigi serta cara menyimpan dan menjaga sikat gigi. Hal hal

tersebut perlu diperhatikan agar kegiatan menyikat gigi lebih efektif dalam

menghilangkan deposit serta tidak merusak jaringan gingiva (Azniza, 2011).

Menurut Potter (2005), menggosok gigi setelah makan dapat membersihkan

sisa sisa makanan yang menempel setelah makan, oleh karena itu disarankan

menyikat gigi setelah makan pagi. Serta frekuensi menyikat gigi yang paling

penting adalah saat malam hari sebelum tidur, hal ini dikarenakan saat tidur

produksi air liur menurun, sehingga aliran saliva berkurang yang menyebabkan efek

self cleansing berkurang. Apabila self cleansing menurun, plak mampu mengalami

maturasi sehingga jumlah bakterinya semakin banyak. Pada sebab itulah gigi lebih
50

rentan terhadap penyakit gigi dan mulut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk

sikat gigi malam sebelum tidur (Bracika, 2014).

Berdasarkan FGD dan penentuan prioritas masalah menggunakan metode USG

dan NGT yang telah dilakukan, Buku Kesehatan Gigi menjadi alternative solusi

untuk permasalahan frekuensi menyikat gigi anak yang salah.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar siswa mampu meningkatkan pengetahuan dan perilaku dalam menjaga

kesehatan gigi dan mulut, agar siswa mampu memperbaiki frekuensi

menyikat gigi yang salah, dan agar dapat meningkatkan perilaku kunjungan

anak ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan menjalankan program

Buku Pintar Kesehatan Gigi dan Mulut.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengedukasi siswa mengenai cara menjaga kesehatan gigi dan mulut.

2. Mengedukasi siswa agar dapat memahami dampaknya jika tidak

menjaga kesehatan gigi dan mulut.

3. Mempermudah dokter gigi puskesmas dalam memberi penyuluhan

mengenai

cara menjaga kesehatan gigi dan mulut kepada siswa.

4. Meningkatkan kunjungan siswa ke pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

1.3 Manfaat

1. Sebagai alat pencatatan data karies gigi siswa SD yang dapat dikontrol

oleh orang tua siswa, guru, dan dokter gigi puskesmas.


51

2. Sebagai alat pencatatan rutinitas sikat gigi siswa SD yang dapat dikontrol

oleh orang tua dan guru.

3. Sebagai alat edukasi oleh dokter gigi kecil dan agent untuk siswa SD

mengenai kebersihan gigi dan mulut.

1.3.1 Manfaat Akademis

Menjadi rujukan bagi para akademisi dalam merancang

pemberdayaan terhadap siswa SD, khususnya di bidang kedokteran gigi.

1.3.2 Manfaat Praktis

Menjadi rujukan tenaga kesehatan maupun puskesmas dalam melakukan

pemberdayaan bagi siswa SD.


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1 Definisi

Menurut Kemenkes RI (2012), pemberdayaan adalah proses pemberian

informasi dan pendampingan kepada individu, keluarga atau kelompok (sasaran)

secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran,

serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu

menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)

dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek

practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya dapat dibedakan adanya (a)

pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan

kelompok/masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam upaya promosi

kebersihan merupakan bagian yang sangat penting dan dapat dikatakan sebagai

ujung tombak dalam mencegah dan menanggulangi masalah kebersihan.

Konsep pemberdayaan masyarakat dapat dipahami juga dengan dua cara

pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi

berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat

(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah,

melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang

berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari

tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kebersihan, pendidikan,

perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas

(kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan

52
53

berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol

lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri,

dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi

dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro, 2002).

2.1.2 Tujuan

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan

masyarakat terutama dari kemiskinan dan

keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan. Proses pemberdayaan dapat

membantu masyarakat (sasaran), agar dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu

atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau

menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

Upaya yang dilakukan agar sasaran menjadi tahu dan sadar kuncinya terletak pada

keberhasilan membuat sasaran menjadi paham terhadap sesuatu (misalnya tentang

gingivitis) yang merupakan masalah baginya dan bagi masyarakat sekitar. Jika

sasaran belum mengetahui dan menyadari sesuatu tersebut merupakan masalah

maka sasaran tidak akan bersedia menerima informasi lebih lanjut. Perubahan dari

tahu menjadi mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan

mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan bahwa

masalah tersebut bisa dicegah atau diatasi. Sedangkan jika seorang individu atau

suatu kelompok sudah akan berpindah dari mau menjadi mampu melaksanakan,

dapat terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini sasaran dapat diberikan

bantuan langsung dengan mengajaknya ke dalam proses pemberdayaan

kelompok/masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat (community


54

organization) atau pembangunan masyarakat (community development) (Kemenkes

RI, 2012)

2.1.3 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah,

perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor,

aktor-aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri.

Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak

keunggulan dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya:

mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal,

kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa

berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur

tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling

percaya dan menghormati (Soetomo, 2011).

Dalam hal pada setiap desa telah terbentuk KPM, maka kemitraan KPM dan

pemerintahan desa perlu didorong untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan

masyarakat. Ketika kemitraan mampu mendorong percepatan kemapanan ekonomi

masyarakat, berfungsi secara efektif pemerintahan desa (sistem politik lokal),

keteladanan pemimpim (elit lokal), dan partisipasi aktif masyarakat (Kutut

Suwondo, 2005), maka kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam

pembangunan akan dapat terwujud.

2.2 Metode Penyuluhan Kebersihan

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila
55

digunakan secara tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan (Notoatmodjo, 2007). Pada

garis besarnya hanya ada dua jenis metode dalam penyuluhan, yaitu :

1. Metode One Way Methode Menitik beratkan pendidik yang aktif, sedangkan

pihak sasaran tidak diberi kesempatan untuk aktif. Yang termasuk metode ini

adalah : metode ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film, penyebaran

selebaran, pameran.

2. Metode Two Way Methode Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara

pendidik dan sasaran.Yang termasuk dalam metode ini adalah : wawancara,

demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (role playing)

dan tanya jawab.

Berdasarkan jumlah sasaran, metode yang dapat digunakan antara lain :

1. Kelompok Besar (lebih dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok besar

ini antara lain adalah ceramah, demonstrasi dan seminar.

2. Kelompok Kecil (kurang dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok ini

antara lain : diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), memainkan peran

(roleplay). Salah satu program Usaha Kebersihan Gigi Sekolah (UKGS) adalah

kegiatan promotif dengan memberikan penyuluhan. Adapun metode penyuluhan

yang digunakan adalah metode ceramah, demonstrasi dan praktik.

1. Ceramah

Ceramah merupakan suatu cara dalam menerangkan dan

menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada

sekelompok sasaran disertai tanya jawab sehingga memperoleh informasi

tentang kebersihan. Ciri-ciri metode ceramah : ada sekelompok sasaran

yang telah dipersiapkan sebelumnya, ada ide, pengertian dan pesan tentang
56

kebersihan yang akan disampaikan, tidak adanya kesempatan bertanya bagi

sasaran, bila ada jumlahnya sangat dibatasi dan menggunakan alat peraga

untuk mempermudah pengertian. Keuntungan metode ceramah : murah dan

mudah menggunakannya, waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh

penyuluh, dapat diterima oleh sasaran yang tidak dapat membaca dan

menulis, penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang

penting. Kerugian metode ceramah : tidak dapat memberikan kesempatan

kepada sasaran untuk berpartisipasi secara pro aktif (sasaran bersifat pasif),

cepat membosankan jika ceramah yang disampaikan kurang menarik

sasaran, pesan yang disampaikan mudah untuk dilupakan oleh sasaran,

sering menimbulkan pengertian lain apabila sasaran kurang memperhatikan.

2. Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu cara untuk menujukkan pengertian, ide,

dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk

memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan

dengan menggunakan alat peraga. Metode ini dipergunakan pada kelompok

yang tidak terlalu besar jumlahnya. Ciri-ciri demonstrasi : memperlihatkan

pada kelompok bagaimana prosedur untuk membuat sesuatu, dapat

meyakinkan peserta bahwa mereka dapat melakukannya dan dapat

meningkatkan minat sasaran untuk belajar. Keuntungan demonstrasi :

kegiatan ini dapat memberikan suatu keterampilan tertentu kepada

kelompok sasaran, dapat memudahkan berbagai jenis penjelasan karena

penggunaan bahasa yang lebih terbatas, membantu sasaran untuk

memahami dengan jelas jalannya suatu proses prosedur yang dilakukan.


57

Kerugian demonstrasi : tidak dapat dilihat oleh sasaran apabila alat yang

digunakan terlalu kecil atau penempatannya kurang pada tempatnya, uraian

atau penjelasan yang disampaikan kurang jelas, waktu yang disediakan

terbatas sehingga sasaran tidak dapat diikutsertakan (Taufik, 2007).

3. Praktik

Praktik adalah cara untuk melihat tindakan yang dilakukan

seseorang apakah sudah sesuai dengan yang diinstruksikan. Untuk

mengetahui ketrampilan murid dalam menyikat gigi yang baik dan benar

dilakukan praktik menyikat gigi secara bersama-sama.

2.3 Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi dengan Tingkat Karies

Perilaku menjaga kebersihan rongga mulut merupakan suaru perbuatan

yang menjadi kebiasaan dalam menjaga dan memelihara rongga mulut. Salah satu

perilaku menyikat gigi termasuk perilaku menjaga kebersihan rongga mulut.

Menyikat gigi merupakan prosedur rutin yang dilakukan oleh setiap orang.

Menyikat gigi adalah tindakan menyikat gigi yang bertujuan untuk memelihara

kebersihan dan kesehatan mulut terutama gigi dan mampu menimbulkan rasa segar

dalam mulut dengan penambahan pasta gigi, mencegah terjadinya karies dan

penyakit periodontal, mencegah tertumpuknya sisa makanan pada sela-sela gigi dan

plak (Yanti & Natamiharja, 2005)

Plak merupakan lapisan lengket pada gigi yang mengandung bakteri dan

sisa makanan yang terbentuk pada gigi. Biasanya plak menempel pada celah celah

dan fissure gigi yang menghasilkan zat asam dan apabila tidak dibersihkan akan

merusak gigi (Potter, 2005). Plak tidak dapat dibersihkan dengan hanya kumur
58

kumur, semprotan air atau udara, tetapi plak hanya dapat dibersihkan dengan cara

mekanis. Sampai saat ini cara mekanis yang paling efektif untuk membersihkan

plak adalah menyikat gigi. Oleh karena itu, tindakan tersebut termasuk tindakan

yang di lakukan terus menerus oleh masyarakat sehingga mampu menjadi

kebiasaan.

Berdasar data RISKESDAS tahun 2013 masyarakat Indonesia yang

melaksanakan rutinitas menyikat gigi setiap hari sebesar 93,8%. Namun prevalensi

masalah gigi dan mulut di Jawa Timur masih diatas rata rata yaitu 28,6% (Trihono,

2013). Secara teoritik kebiasaan menyikat gigi meliputi banyak hal, antaranya harus

memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi,

penggunaan alat yang tepat untuk menyikat gigi, cara yang tepat untuk menyikat

gigi, durasi menyikat gigi serta cara menyimpan dan menjaga sikat gigi. Hal hal

tersebut perlu diperhatikan agar kegiatan menyikat gigi lebih efektif dalam

menghilangkan deposit serta tidak merusak jaringan gingiva (Azniza, 2011).

Frekuensi penyikatan gigi sebaiknya minimal 2 kali sehari, setiap kali

sesudah makan yaitu makan pagi dan serta sebelum tidur. Namun, dalam praktiknya

hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan, terutama pada siang hari ketika seseorang

berada di sekolah atau di tempat lain. Sehingga menurut American Dental

Association (ADA) menyatakan bahwa penyikatan gigi sebaiknya dua kali sehari,

yaitu setiap kali setelah makan pagi dan sebelum tidur (Hayasaki et al., 2014).

Menurut Potter (2005), menggosok gigi setelah makan dapat membersihkan

sisa sisa makanan yang menempel setelah makan, oleh karena itu disarankan

menyikat gigi setelah makan pagi. Serta frekuensi menyikat gigi yang paling

penting adalah saat malam hari sebelum tidur, hal ini dikarenakan saat tidur
59

produksi air liur menurun, sehingga aliran saliva berkurang yang menyebabkan efek

self cleansing berkurang. Apabila self cleansing menurun, plak mampu mengalami

maturasi sehingga jumlah bakterinya semakin banyak. Pada sebab itulah gigi lebih

rentan terhadap penyakit gigi dan mulut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk

sikat gigi malam sebelum tidur (Bracika, 2014).

Hal tersebut juga didukung dengan keteraturan seseorang dalam menyikat

gigi untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya. Apabila tidak teratur menyikat

gigi pada waktu yang telah disebut di atas, plak dan sisa makanan akan tetap

menempel dan berpotensi menjadi masalah kesehatan gigi dan mulut.

Menurut RISKESDAS tahun 2013, pada masyarakat Indonesia, kebiasaan

menyikat gigi lebih biasa dilakukan saat mandi pagi dan mandi sore dibandingkan

sebelum tidur malam. Hal ini berdasarkan prevalensi menyikat gigi saat mandi pagi

adalah 94,2 % serta saat mandi sore adalah 79,7 %, sedangkan prevalensi untuk

menyikat gigi malam hari hanya 27,3 % (Trihono, 2013).

2.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Anak Mengenai Kebersihan Gigi dan

Mulut dengan Tingkat Karies

Kebanyakan anak-anak yang kurang memahami pengetahuan dasar

kebersihan gigi dan mulut, seperti ciri oral hygiene yang baik dan buruk, efek yang

ditimbulkan bila memiliki oral hygiene yang buruk, serta memiliki kebiasaan

menjaga kesehatan gigi yang buruk juga, berakibat memiliki tingkat keparahan

penyakit gigi dan mulut yang parah. Hal tersebut disebabkan ketidaktahuan subyek

terhadap hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan gigi dan mulutnya, sehingga

subyek merasa tidak memiliki tanggung jawab untuk menjaganya. Pada usia

Sekolah Dasar, tingkat pengetahuan anak tentang kebersihan gigi dan mulut
60

dipengaruhi oleh peran orang tua dan guru di sekolah sebagai role model anak dan

pemberi informasi primer pada anak-anak. Tingkat pengetahuan menjaga

kebersihan gigi dan mulut orang tua dan guru mempengaruhi cara berpikir anak

dalam berperilaku menjaga kebersihan gigi dan mulutnya (Sabrina, 2015).

2.5 Cara Menyikat Gigi

Cara menyikat gigi yang tepat menurut American Dental Association (2012) yaitu

dengan:

1. Meletakkan sikat gigi dengan sudut kemiringan 45 derajat terhadap gusi.

2. Menggerakan bulu sikat dari belakang kedepan dengan perlahan

3. Sikat permukaan luar, permukaan bagian dalam, dan permukaan gigi yang

mengunyah.

4. Untuk membersihkan bagian dalam gigi depan, miringkan sikat secara vertikal

dan buat beberapa gerakan ke atas dan ke bawah.

5. Sikat lidah untuk membersihkan bakteri dan menjaga agar nafas tetap sega
BAB 3

METODE PROMOSI KEBERSIHAN

3.1 Metode Promosi Kesehatan

3.1.1 Definisi

Buku Kesehatan Gigi merupakan instrumen pencatatan dan penyuluhan

(edukasi) bagi siswa SD dan keluarganya, juga pencatatan data karies gigi siswa

SD yang dapat dikontrol oleh orang tua siswa, guru, dan dokter gigi puskesmas.

Disebut alat edukasi karena buku pintar berisikan informasi mengenai pengetahuan

dasar tentang kebersihan gigi dan mulut terhadap siswa SD, cara menyikat gigi yang

baik dan benar, mengetahui makanan yang baik dan buruk bagi kesehatan gigi dan

mulut. Disebut alat kontrol antar orang tua, guru, dan dokter gigi puskesmas karena

berisikan data sikat gigi dan karies gigi siswa yang selalu diawasi oleh orang tua,

guru, dan dokter gigi puskesmas.

3.1.2 Tujuan

Buku Kesehatan Gigi ini untuk mengoptimalkan perawatan pada siswa SD

yang komprehensif dengan cara memberikan media untuk menjelaskan mengenai

kondisi rongga mulut siswa SD serta memberikan media kontrol bagi orang tua,

guru, dan dokter gigi puskesmas mengenai data sikat gigi dan karies gigi siswa SD.

3.2 Metode Pendidikan Kebersihan

Metode untuk Buku Kesehatan Gigi dan Mulut dengan cara Buku

Kesehatan Gigi dan Mulut diberikan kepada siswa kelas 2 dan 3 SDN Balongsari,

MI Wachid Hasyim, SDN Tandes Kidul I, SDN Tandes Kidul II, SDN Gadel, MI

61
62

Mifahatul Huda. Buku diberikan dan dibawa setiap hari ke sekolah untuk dicek

oleh guru dan dicek oleh orang tua di rumah setiap hari.

Untuk siswa SD, diajarkan untuk rutin mengisi kalender sikat gigi yang

selalu diawasi oleh orang tua dan guru. Untuk agent diajarkan cara mengisi data

karies gigi siswa yang kemudian dapat memberikan rujukan untuk dilakukan

perawatan ke puskesmas. Dokter gigi puskesmas akan menggunakan Buku

Kesehatan Gigi dan Mulut sebagai alat untuk mengontrol data karies gigi siswa SD.

3.3 Media Promosi Kebersihan

Media Buku Kesehatan Gigi dan Mulut berisi mengenai pengetahuan umum

kebersihan gigi dan mulut dan media kontrol perawatan gigi siswa SD. Pengetahuan

umum tersebut berisikan mengenai makanan yang baik dan buruk bagi kesehatan

gigi dan mulut, waktu yang tepat untuk menyikat gigi, dan cara menyikat gigi yang

baik dan benar. Media kontrol berisikan kalender yang selalu diisi setiap kali sikat

gigi dan ditandatangni oleh orang tua dan guru.

3.4 Alat dan Bahan

1. Laptop

2. Layanan Internet

3. Kertas

4. Print

5. Alat Perekam

3.5 Sasaran dan Target

Sasaran program adalah untuk memperbaiki frekuensi menyikat gigi anak

yang salah, meningkatkan pengetahuan anak mengenai tanda klinis kesehatan gigi

terhadap karies, dan meningkatkan perilaku kunjungan anak ke pelayanan


63

kesehatan gigi dan mulut. Target program ini adalah siswa kelas 2 dan 3 SDN

Balongsari, MI Wachid Hasyim, SDN Tandes Kidul I, SDN Tandes Kidul II, SDN

Gadel, MI Mifahatul Huda


LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

“SIKAT GIGI BERSAMA”

Kelompok:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143025

Dosen Pembimbing:
Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes
NIP: 1958102011989022001
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

“SIKAT GIGI BERSAMA”

Disusun oleh:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT 021613143025

Telah dipresentasikan pada:


Hari :
Tanggal :

Disetujui oleh:

Kepala Puskesmas Balongsari Dosen Pembimbing

Dr. Sri Hawati Dr. Titiek Berniyanti, drg, M. Kes


NIP. 196214121989032006 NIP. 195810201989022001
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karuniaNya, kami bisa menyelesaikan laporan pemberdayaan
masyarakat permasalahan kesehatan gigi dan mulut PKL Puskesmas Balongsari
berjudul “SIKAT GIGI BERSAMA ” ini tepat waktu.

Laporan ini disusun untuk menyelesaikan Studi Profesi Praktik Kerja


Lapangan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat. Kami juga ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

1.) Dr. Titiek Berniyanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing kami
2.) dr. Sri Hawati selaku Kepala Puskesma Balongsari
3.) Dokter, Dokter Gigi, Bidan, beserta stas puskesmas Balongsari
4.) Para Dosen besertaa staf Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangn dalam laporan ini, baik
dalam penulisan maupun isi materi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat intuk semua pihak.

Surabaya, 14 Agustus 2017

Tim penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang dapat

memengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan bagian tubuh yang

berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka,

sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan

lama dalam rongga mulut (Pitts, 2007). Masalah terbesar yang dihadapi penduduk

Indonesia seperti juga di negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan

mulut yaitu karies gigi. Di Indonesia, karies gigi masuk dalam 10 besar penyakit

yang banyak dikeluhkan masyarakat dan anak-anak (Depkes, 2008).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013

prevalensi karies di Indonesia mencapai 76,2% dengan skor DMF-T mencapai 4,5.

Hal ini juga didukung oleh Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009

yang menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar

73%. Demikian pula dengan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(Kemenkes RI) tahun 2009 yang menunjukan sebanyak 89% anak Indonesia di

bawah 12 tahun menderita karies gigi. Hal ini masih jauh dengan target nasional

pelayanan kesehatan gigi dan mulut Indonesia Sehat Bebas Karies 2030 (PDGI,

2016).

Karies gigi adalah suatu proses kerusakan struktur gigi akibat hilangnya mineral

permukaan gigi. Secara klinis kerusakan struktur gigi ini dapat terlihat mulai dari

gambaran opasitas yang berwarna putih pada enamel sampai keadaan yang lebih

lanjut berupa karies yang luas dan mengenai jaringan pulpa. Apabila karies tidak

67
68

ditangani atau dibiarkan saja, maka hal ini dapat menimbulkan keluhan dan

keparahan (Rugg-Gunn, 2000).

Karies gigi merupakan penyakit multifaktorial dengan faktor-faktor penyebab

seperti gigi dan saliva, mikroorganisme, makanan, serta waktu yang saling

mempengaruhi satu sama lainnya. Selain itu, faktor resiko yang mempengaruhi

keparahan karies antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, dan perilaku terhadap

kesehatan gigi (Sondang dan Hamada, 2008).

Berdasar data RISKESDAS tahun 2013 masyarakat Indonesia yang

melaksanakan rutinitas menyikat gigi setiap hari sebesar 93,8%. Namun prevalensi

masalah gigi dan mulut di Jawa Timur masih diatas rata rata yaitu 28,6% (Trihono,

2013). Secara teoritik kebiasaan menyikat gigi meliputi banyak hal, antaranya harus

memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi,

penggunaan alat yang tepat untuk menyikat gigi, cara yang tepat untuk menyikat

gigi, durasi menyikat gigi serta cara menyimpan dan menjaga sikat gigi. Hal hal

tersebut perlu diperhatikan agar kegiatan menyikat gigi lebih efektif dalam

menghilangkan deposit serta tidak merusak jaringan gingiva (Azniza, 2011).

Menurut Potter (2005), menggosok gigi setelah makan dapat membersihkan

sisa sisa makanan yang menempel setelah makan, oleh karena itu disarankan

menyikat gigi setelah makan pagi. Serta frekuensi menyikat gigi yang paling

penting adalah saat malam hari sebelum tidur, hal ini dikarenakan saat tidur

produksi air liur menurun, sehingga aliran saliva berkurang yang menyebabkan efek

self cleansing berkurang. Apabila self cleansing menurun, plak mampu mengalami

maturasi sehingga jumlah bakterinya semakin banyak. Pada sebab itulah gigi lebih
69

rentan terhadap penyakit gigi dan mulut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk

sikat gigi malam sebelum tidur (Bracika, 2014).

Berdasarkan FGD dan penentuan prioritas masalah menggunakan metode USG

dan NGT yang telah dilakukan, Gerakan sikat gigi bersama menjadi alternative

solusi untuk permasalahan frekuensi menyikat gigi anak yang salah dan kejadian

karies gigi pada anak tingkat kelas bawah lebih tinggi daripada tingkat kelas atas.

1.5 Tujuan

1.5.1 Tujuan Umum

Meningkatkan pengetahuan dan perilaku anak dalam menjaga kesehatan

gigi dan mulut.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Mengedukasi anak mengenai cara menjaga kesehatan gigi dan mulut.

2. Memberikan anak ketertarikan dalam edukasi kesehatan gigi dan mulut.

1.6 Manfaat

3. Sebagai media edukasi yang menarik untuk anak

4. Sebagai alat komunikasi antar agent untuk melihat pengetahuan dan

perilaku siswa dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut

1.6.1 Manfaat Akademis

Menjadi rujukan bagi para akademis dalam merancang edukasi terhadap

anak, khususnya bidang kedokteran gigi.

1.6.2 Manfaat Praktis

Menjadi rujukan tenaga kesehatan maupun puskesmas dalam melakukan

edukasi terhadap anak.


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1 Definisi

Menurut Kemenkes RI (2012), pemberdayaan adalah proses pemberian

informasi dan pendampingan kepada individu, keluarga atau kelompok (sasaran)

secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran,

serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu

menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)

dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek

practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya dapat dibedakan adanya (a)

pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan

kelompok/masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam upaya promosi

kebersihan merupakan bagian yang sangat penting dan dapat dikatakan sebagai

ujung tombak dalam mencegah dan menanggulangi masalah kebersihan,.

Konsep pemberdayaan masyarakat dapat dipahami juga dengan dua cara

pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi

berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat

(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah,

melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang

berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari

tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kebersihan, pendidikan,

perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas

(kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan

70
71

berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol

lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri,

dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi

dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).

2.1.2 Tujuan

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan

masyarakat terutama dari kemiskinan dan

keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan. Proses pemberdayaan dapat

membantu masyarakat (sasaran), agar dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu

atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau

menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

Upaya yang dilakukan agar sasaran menjadi tahu dan sadar kuncinya terletak pada

keberhasilan membuat sasaran menjadi paham terhadap sesuatu (misalnya tentang

gingivitis) yang merupakan masalah baginya dan bagi masyarakat sekitar. Jika

sasaran belum mengetahui dan menyadari sesuatu tersebut merupakan masalah

maka sasaran tidak akan bersedia menerima informasi lebih lanjut. Perubahan dari

tahu menjadi mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan

mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan bahwa

masalah tersebut bisa dicegah atau diatasi. Sedangkan jika seorang individu atau

suatu kelompok sudah akan berpindah dari mau menjadi mampu melaksanakan,

dapat terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini sasaran dapat diberikan

bantuan langsung dengan mengajaknya ke dalam proses pemberdayaan

kelompok/masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat (community


72

organization) atau pembangunan masyarakat (community development) (Kemenkes

RI, 2011).

2.1.3 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah,

perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor,

aktor-aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri.

Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak

keunggulan dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya:

mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal,

kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa

berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur

tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling

percaya dan menghormati (Soetomo, 2011).

Dalam hal pada setiap desa telah terbentuk KPM, maka kemitraan KPM dan

pemerintahan desa perlu didorong untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan

masyarakat. Ketika kemitraan mampu mendorong percepatan kemapanan ekonomi

masyarakat, berfungsi secara efektif pemerintahan desa (sistem politik lokal),

keteladanan pemimpim (elit lokal), dan partisipasi aktif masyarakat (Kutut

Suwondo, 2005), maka kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam

pembangunan akan dapat terwujud.

2.2 Metode Penyuluhan Kebersihan


73

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila

digunakan secara tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan (Notoatmodjo, 2007). Pada

garis besarnya hanya ada dua jenis metode dalam penyuluhan, yaitu :

1. Metode One Way Methode Menitik beratkan pendidik yang aktif, sedangkan

pihak sasaran tidak diberi kesempatan untuk aktif. Yang termasuk metode ini

adalah : metode ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film, penyebaran

selebaran, pameran.

2. Metode Two Way Methode Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara

pendidik dan sasaran.Yang termasuk dalam metode ini adalah : wawancara,

demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (role playing)

dan tanya jawab.

Berdasarkan jumlah sasaran, metode yang dapat digunakan antara lain :

1. Kelompok Besar (lebih dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok besar

ini antara lain adalah ceramah, demonstrasi dan seminar.

2. Kelompok Kecil (kurang dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok ini

antara lain : diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), memainkan peran

(roleplay). Salah satu program Usaha Kebersihan Gigi Sekolah (UKGS) adalah

kegiatan promotif dengan memberikan penyuluhan. Adapun metode penyuluhan

yang digunakan adalah metode ceramah, demonstrasi dan praktik.

1. Ceramah

Ceramah merupakan suatu cara dalam menerangkan dan

menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada

sekelompok sasaran disertai tanya jawab sehingga memperoleh informasi


74

tentang kebersihan. Ciri-ciri metode ceramah : ada sekelompok sasaran

yang telah dipersiapkan sebelumnya, ada ide, pengertian dan pesan tentang

kebersihan yang akan disampaikan, tidak adanya kesempatan bertanya bagi

sasaran, bila ada jumlahnya sangat dibatasi dan menggunakan alat peraga

untuk mempermudah pengertian. Keuntungan metode ceramah : murah dan

mudah menggunakannya, waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh

penyuluh, dapat diterima oleh sasaran yang tidak dapat membaca dan

menulis, penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang

penting. Kerugian metode ceramah : tidak dapat memberikan kesempatan

kepada sasaran untuk berpartisipasi secara pro aktif (sasaran bersifat pasif),

cepat membosankan jika ceramah yang disampaikan kurang menarik

sasaran, pesan yang disampaikan mudah untuk dilupakan oleh sasaran,

sering menimbulkan pengertian lain apabila sasaran kurang memperhatikan.

2. Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu cara untuk menujukkan pengertian, ide,

dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk

memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan

dengan menggunakan alat peraga. Metode ini dipergunakan pada kelompok

yang tidak terlalu besar jumlahnya. Ciri-ciri demonstrasi : memperlihatkan

pada kelompok bagaimana prosedur untuk membuat sesuatu, dapat

meyakinkan peserta bahwa mereka dapat melakukannya dan dapat

meningkatkan minat sasaran untuk belajar. Keuntungan demonstrasi :

kegiatan ini dapat memberikan suatu keterampilan tertentu kepada

kelompok sasaran, dapat memudahkan berbagai jenis penjelasan karena


75

penggunaan bahasa yang lebih terbatas, membantu sasaran untuk

memahami dengan jelas jalannya suatu proses prosedur yang dilakukan.

Kerugian demonstrasi : tidak dapat dilihat oleh sasaran apabila alat yang

digunakan terlalu kecil atau penempatannya kurang pada tempatnya, uraian

atau penjelasan yang disampaikan kurang jelas, waktu yang disediakan

terbatas sehingga sasaran tidak dapat diikutsertakan (Taufik, 2007).

3. Praktik

Praktik adalah cara untuk melihat tindakan yang dilakukan

seseorang apakah sudah sesuai dengan yang diinstruksikan. Untuk

mengetahui ketrampilan murid dalam menyikat gigi yang baik dan benar

dilakukan praktik menyikat gigi secara bersama-sama.

2.3 Hubungan Frekuensi Menyikat Gigi dengan Tingkat Karies

Menurut Potter dan Perry (2005), menggosok gigi adalah membersihkan

gigi dari sisa-sisa makanan, bakteri, dan plak. Dalam membersihkan gigi, harus

memperhatikan pelaksanaan waktu yang tepat dalam membersihkan gigi,

penggunaan alat yang tepat untuk membersihkan gigi, dan cara yang tepat untuk

membersihkan gigi. Oleh karena itu, kebiasaan menggosok gigi merupakan tingkah

laku manusia dalam membersihkan gigi dari sisa-sisa makanan yang dilakukan

secara terus menerus.

Kebiasaan merawat gigi dengan menyikat gigi minimal dua kali sehari pada

waktu yang tepat pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur serta

perilaku makan-makanan yang lengket dan manis dapat mempengaruhi terjadinya

karies gigi (Kidd, 1992)


76

Berdasar data RISKESDAS tahun 2013 masyarakat Indonesia yang

melaksanakan rutinitas menyikat gigi setiap hari sebesar 93,8%. Namun prevalensi

masalah gigi dan mulut di Jawa Timur masih diatas rata rata yaitu 28,6% (Trihono,

2013).

Frekuensi penyikatan gigi sebaiknya minimal 2 kali sehari, setiap kali

sesudah makan yaitu makan pagi dan serta sebelum tidur. Namun, dalam praktiknya

hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan, terutama pada siang hari ketika seseorang

berada di sekolah atau di tempat lain. Sehingga menurut American Dental

Association (ADA) menyatakan bahwa penyikatan gigi sebaiknya dua kali sehari,

yaitu setiap kali setelah makan pagi dan sebelum tidur (Hayasaki et al., 2014).

Menurut Potter (2005), menggosok gigi setelah makan dapat membersihkan

sisa sisa makanan yang menempel setelah makan, oleh karena itu disarankan

menyikat gigi setelah makan pagi. Serta frekuensi menyikat gigi yang paling

penting adalah saat malam hari sebelum tidur, hal ini dikarenakan saat tidur

produksi air liur menurun, sehingga aliran saliva berkurang yang menyebabkan efek

self cleansing berkurang. Apabila self cleansing menurun, plak mampu mengalami

maturasi sehingga jumlah bakterinya semakin banyak. Pada sebab itulah gigi lebih

rentan terhadap penyakit gigi dan mulut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk

sikat gigi malam sebelum tidur (Bracika, 2014).

Hal tersebut juga didukung dengan keteraturan seseorang dalam menyikat

gigi untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya. Apabila tidak teratur menyikat

gigi pada waktu yang telah disebut di atas, plak dan sisa makanan akan tetap

menempel dan berpotensi menjadi masalah kesehatan gigi dan mulut.


77

Menurut RISKESDAS tahun 2013, pada masyarakat Indonesia, kebiasaan

menyikat gigi lebih biasa dilakukan saat mandi pagi dan mandi sore dibandingkan

sebelum tidur malam. Hal ini berdasarkan prevalensi menyikat gigi saat mandi pagi

adalah 94,2 % serta saat mandi sore adalah 79,7 %, sedangkan prevalensi untuk

menyikat gigi malam hari hanya 27,3 % (Trihono, 2013).

2.3.1.2 Frekuensi Menyikat Gigi

Umumnya, dokter gigi selalu menganjurkan pasien untuk menyikat giginya

segera setelah makan. American Dental Association (ADA) memodifikasi

pernyataan ini dengan menyatakan bahwa pasien harus menyikat gigi secara teratur,

minimal 2 dua kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan sebelum tidur malam.

Waktu menyikat gigi pada setiap orang tidak sama, bergantung pada beberapa

faktor seperti kecenderungan seseorang terhadap plak dan debris, keterampilan

menyikat gigi, dan kemampuan salivanya membersihkan sisa-sisa makanan dan

debris. Menyikat gigi dua kali sehari cukup baik pada jaringan periodonsium yang

sehat, tetapi pada jaringan periodonsium yang tidak sehat dianjurkan menyikat gigi

tiga kali sehari(Pintauli, 2008).

2.3.1.3 Lamanya Menyikat Gigi

Biasanya rata-rata lama menyikat gigi adalah kira-kira 1 menit. Lamanya

seseorang menyikat gigi dianjurkan minimal 5 menit, tetapi umumnya orang

menyikat gigi maksimum selama 2-3 menit. Penentuan waktu ini tidak sama pada

setiap orang terutama pada orang yang sangat memerlukan program kontrol plak.

Bila menyikat gigi dilakukan dalam waktu yang singkat, maka hasilnya tidak begitu

baik daripada bila menyikat gigi dilakukan dalam waktu yang lebih lama,

mengingat banyaknya permukaan gigi yang harus dibersihkan.


78

2.3.1.4 Bentuk Sikat Gigi

Terdapat berbagai variasi mengenai sikat gigi. Ada bentuk sikat gigi yang

permukaan bulu sikatnya berbentuk lurus, cembung, dan cekung sehingga dapat

mencapai daerah tertentu dalam lengkung rahang. Oleh sebab itu, dianjurkan

pemakaian sikat gigi yang serabutnya lurus dan sama panjang(Ariningrum, 2000).

Sikat gigi manual yang baik harus memenuhi persyaratan, antara lain ukuran

permukaan bulu sikatnya adalah (panjang: 1-11/4 inci (2,5-3,0 cm) dan lebar: 5/16-

3/8 inci (8,0-9,5 mm) ); bulu sikatnya tersusun (baris: 2-4 baris rumpun dan

rumpun: 5-12 rumpun perbaris); serta permukaan bulu sikatnya terpotong rata.22

Setiap kali sesudah dipakai, sikat gigi harus dibersihkan dibawah air mengalir

supaya tidak ada sisa-sisa makanan atau pasta gigi yang tertinggal. Setelah bersih,

sikat gigi diletakkan dalam posisi berdiri supaya lekas kering dengan tujuan agar

sikat gigi tidak lembab dan basah. Sikat gigi perlu diganti 2-3 bulan setelah

pemakaian, oleh karena bulu sikat gigi sudah tidak dapat bekerja dengan baik dan

dapat melukai gusi(Ariningrum, 2000).

2.3.1.5 Pemakaian Pasta Gigi

Fungsi utama pasta gigi adalah membantu sikat gigi dalam membersihkan

permukaan gigi dari pewarnaan gigi dan sisa-sisa makanan dan fungsi sekundernya

untuk memperkilat gigi, mempertinggi kesehatan gingival, serta untuk mengurangi

bau mulut. Umumnya pasta gigi mengandung bahan abrasive 20-40%, pelembab

(humectant) 20-40%, air 20-40%, bahan penyegar ±2%, bahan pemanis ± 2%,

bahan pengikat (binding agent) 2%, detergen 1-2%, bahan terapeutik ± 5%, dan

pewarna <1%(Pintauli, 2008).

2.3.1.6 Metode Menyikat Gigi


79

Dalam hal menyikat gigi, teknik apapun yang dipergunakan, harus

diperhatikan cara menyikat gigi tersebut jangan sampai merusak struktur gigi. Ada

bermacam-macam metode penyikatan gigi, yaitu metode vertikal, metode

horizontal, metode Roll, metode Bass, metode Charter, metode Fones atau teknik

sirkuler dan metode Stillman. Kombinasi pemakaian beberapa metode menyikat

gigi ini tergantung pada beberapa hal, yaitu besar dan bentuk rahang, susunan dan

inklinasi gigi geligi, derajat retraksi gusi, hilangnya gigi geligi dan keterampilan

tangan dalam menggunakan sikat gigi(Pintauli, 2008).

Beberapa metode menyikat gigi: (Ariningrum, 2000)

1. Metode Vertikal: dilakukan untuk menyikat bagian depan gigi, kedua rahang

tertutup lalu gigi disikat dengan gerakan ke atas dan ke bawah. Untuk permukaan

gigi belakang, gerakan yang dilakukan sama tetapi mulut dalam keadaan terbuka.

Sedangkan pada metode horizontal semua permukaan gigi disikat dengan gerakan

ke kiri dan ke kanan. Kedua metode tersebut cukup sederhana, tetapi tidak begitu

baik untuk dipergunakan karena dapat mengakibatkan resesi gingiva dan abrasi

gigi.

2. Metode Roll: ujung bulu sikat diletakkan dengan posisi mengarah ke akar gigi

dan arah bulu sikat pada margin gingiva, sehingga sebagian bulu sikat menekan

gusi. Ujung bulu sikat digerakkan perlahan-lahan sehingga kepala sikat gigi

bergerak membentuk lengkungan melalui permukaan gigi. Permukaan atas

mahkota juga disikat. Gerakan ini diulangi 8-12 kali pada setiap daerah dengan

sistematis. Cara pemijatan ini terutama bertujuan untuk pemijatan gusi dan untuk

pembersihan daerah interdental.


80

3. Metode Charter: ujung bulu sikat diletakkan pada permukaan gigi (oklusal),

membentuk sudut 45 derajat terhadap sumbu panjang gigi dan ke atas. Sikat gigi

digetarkan membentuk lingkaran kecil, tetapi ujung bulu sikat harus berkontak

denga tepi gusi. Setiap bagian dapat dibersihkan 2-3 gigi. Metode ini merupakan

cara yang baik untuk pemeliharaan jaringan pendukung gigi, walaupun agak sukar

untuk dilakukan.

4. Metode Bass: bulu sikat pada permukaan gigi membentuk sudut 45 derajat

dengan panjang gigi dan diarahkan ke akar gigi sehingga menyentuh tepi gusi.

Dengan cara demikian saku gusi dapat dibersihkan dan tepi gusinya dapat dipijat.

Sikat gigi digerakkan dengan getaran kecil-kecil ke depan dan ke belakang selama

kurang lebih 15 detik. Teknik ini hampir sama dengan teknik Roll, hanya berbeda

pada cara pergerakan sikat giginya dan cara penyikatan permukaan belakang gigi

depan. Untuk permukaan belakang gigi depan, sikat gigi dipegang secara vertikal.

5. Metode Fones atau teknik sirkuler: bulu sikat ditempelkan tegak lurus pada

permukaan gigi. Kedua rahang dalam keadaan mengatup. Sikat gigi digerakkan

membentuk lingkaran-lingkaran besar, sehingga gigi dan gusi rahang atas dan

bawah dapat disikat sekaligus. Daerah diantara 2 gigi tidak mendapat perhatian

khusus. Untuk permukaan belakang gigi, gerakan yang dilakukan sama tetapi

lingkarannya lebih kecil.

6. Metode Stillman dimodifikasi: dianjurkan untuk pembersihan pada daerah

dengan resesi gingiva yang parah disertai tersingkapnya akar gigi, guna

menghindari dekstruksi yang lebih parah pada jaringan akibat abrasi sikat gigi.

Jenis sikat gigi yang dianjurkan adalah sikat gigi dengan kekerasan bulu sikat

sedang sampai keras, yang terdiri dari dua atau tiga baris rumpun bulu sikat.
81

Teknik penyikatan gigi yang dilakukan pada usia sekolah adalah teknik roll.

Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan

keseluruhan giginya bagaimanapun caranya, namun dengan bertambahnya usia

diharapkan metode Bass dapat dilakukan.


BAB 3

METODE PROMOSI KEBERSIHAN

3.1 Metode Promosi Kesehatan

3.1.1 Definisi

Gerakan sikat gigi bersama merupakan program edukasi bagi anak

mengenai cara menyikat gigi yang benar dengan memeragakannya secara

langsung.

3.1.2 Tujuan

Program sikat gigi bersama bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas

menyikat gigi siswa siswi SD Kelas 2-3.

3.2 Metode Pendidikan Kebersihan

Program sikat gigi bersama dilakukan kepada siswa kelas 2 dan 3 SDN

Balongsari, SDN Tandes 1, SDN Tandes 2, MI Miftahul Huda, MI Wachid Hasyim

dan SDN Gadel. Siswa diinstruksikan untuk membawa sikat gigi dan pasta gigi dari

rumah ke sekolah saat pelajaran olahraga kelas tersebut. Kemudian agent

memberikan demo tentang cara menyikat gigi. Setelah itu dilakukan praktek sikat

gigi bersama yang akan dievaluasi oleh agent mengisi buku nilai siswa yang sudah

diberikan.

3.3 Alat dan Bahan

1. Sikat gigi

2. Pasta gigi

3. Gelas kumur
83

4. Air kumur

5. Ember

3.4 Sasaran dan Target

Sasaran program adalah untuk untuk meningkatkan pengetahuan anak

tingkat bawah mengenai cara menyikat gigi yang benar. Target program ini adalah

siswa kelas 2 dan 3 SDN Balongsari, SDN Tandes 1, SDN Tandes 2, MI Miftahul

Huda, MI Wachid Hasyim dan SDN Gadel. Diharapkan dengan adanya program

sikat gigi bersama, perilaku siswa SD yang meliputi sikap dan pengetahuan

mengenai kebersihan gigi dan mulut akan meningkat.

3.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Sikat gigi bersama diberikan kepada siswa kelas 2 dan 3 SDN Balongsari,

SDN Tandes 1, SDN Tandes 2, MI Miftahul Huda, MI Wachid Hasyim dan SDN

Gadel yang dimulai dari hari Senin, 4 September 2017.


84

LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

SIKAT GIGI BERSAMA

Kelompok:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT A. 021613143002

Dosen Pembimbing:
Dr. Titiek Berniyanti, drg. M. Kes
NIP: 1958102011989022001
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017
85

LAPORAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


DI BIDANG KEBERSIHAN GIGI & MULUT MASYARAKAT
PUSKESMAS BALONGSARI

FORUM KOMUNIKASI ONLIEN


Disusun oleh:
M. GENADI A. 021613143015
WIDJAJA OLIVIA V. 021613143016
FEVY SYENDRA L. 021613143017
PUTRI MELINDA I. 021613143018
RR. DWI LISTYORINI 021613143019
NURNYA AINI D. 021613143020
RAHMAD RIFQI F. 021613143021
FRIDA FARDANILA 021613143022
MELLISSA SOLIMAN 021613143023
PRAMADITA S. 021613143024
YOSUA VINCENT A. 021613143002

Telah dipresentasikan pada:


Hari :
Tanggal :

Disetujui oleh:

Kepala Puskesmas Balongsari Dosen Pembimbing

Dr. Sri Hawati Dr. Titiek Berniyanti, drg, M. Kes


NIP. 196214121989032006 NIP. 195810201989022001

KATA PENGANTAR
86

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena


atas rahmat dan karuniaNya, kami bisa menyelesaikan laporan pemberdayaan
masyarakat PKL Puskesmas Balongsari berjudul “FORUM KOMUNIKASI
ONLIEN”ini tepat waktu.
Laporan ini disusun untuk menyelesaikan Studi Profesi Praktik Kerja
Lapangan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat. Kami juga ingin
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

5.) Dr. Titiek Berniyanti, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing kami
6.) dr. Sri Hawati selaku Kepala Puskesma Balongsari
7.) Dokter, Dokter Gigi, Bidan, beserta staf puskesmas Balongsari
8.) Para Dosen besertaa staf Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini, baik
dalam penulisan maupun isi materi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat intuk semua pihak.

Surabaya, 14 Agustus 2017

Tim penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.7 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang dapat

memengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan bagian tubuh yang

berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka,

sehingga penting untuk menjaga kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan

lama dalam rongga mulut (Pitts, 2007). Masalah terbesar yang dihadapi penduduk

Indonesia seperti juga di negara berkembang lainnya di bidang kesehatan gigi dan

mulut yaitu karies gigi. Di Indonesia, karies gigi masuk dalam 10 besar penyakit

yang banyak dikeluhkan masyarakat dan anak-anak (Depkes, 2008).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2013

prevalensi karies di Indonesia mencapai 76,2% dengan skor DMF-T mencapai 4,5.

Hal ini juga didukung oleh Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009

yang menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar

73%. Demikian pula dengan data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(Kemenkes RI) tahun 2009 yang menunjukan sebanyak 89% anak Indonesia di

bawah 12 tahun menderita karies gigi. Hal ini masih jauh dengan target nasional

pelayanan kesehatan gigi dan mulut Indonesia Sehat Bebas Karies 2030 (PDGI,

2016).

Karies gigi adalah suatu proses kerusakan struktur gigi akibat hilangnya mineral

permukaan gigi. Secara klinis kerusakan struktur gigi ini dapat terlihat mulai dari

gambaran opasitas yang berwarna putih pada enamel sampai keadaan yang lebih

lanjut berupa karies yang luas dan mengenai jaringan pulpa. Apabila karies tidak

87
108

ditangani atau dibiarkan saja, maka hal ini dapat menimbulkan keluhan dan

keparahan (Rugg-Gunn, 2000).

Berdasarkan penelitian epidemiologi yang telah dilakukan terhadap tingkat

keparahan karies gigi siswa SD kelas 2 dan 3 di wilayah kerja Puskesmas

Balongsari dilihat melalui berbagai faktor resiko, didapatkan data mengenai faktor

resiko kunjungan anak ke pelayanan kesehatan gigi di puskesmas. Data mengenai

kunjungan anak ke pelayanan kesehatan gigi di puskesmas menunjukkan bahwa

70,4% anak tidak rutin berkunjung ke dokter gigi dengan skor DMFT diatas rata-

rata lebih tinggi persentasenya dibandingkan anak dengan skor DMFT dibawah

rata-rata, dan berdasarkan nilai odds ratio menunjukkan bahwa kunjungan anak ke

dokter gigi yang kurang baik berpeluang meningkatkan skor DMFT 1,544 kali.

Ketersediaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi

frekuensi pengaksesan pelayanan kesehatan gigi dan mulut anak. Namun fasilitas

pelayanan kesehatan gigi dan mulut belum dimanfaatkan secara optimal oleh

masyarakat terutama oleh orang tua yang tidak mempunyai kesadaran untuk

memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak mereka ke pelayanan kesehatan

(Pratiwi, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2002) menunjukkan bahwa

pada anak usia sekolah dasar, anak mulai belajar banyak dari lingkungan sekitar

termasuk memperoleh pengetahuan dari fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

Perilaku mengakses layanan kesehatan gigi dan mulut pada anak minimal 6 bulan

sekali dapat mempengaruhi pengetahuan anak tentang pentingnya menjaga

kebersihan gigi dan mulut. Bila anak terbiasa mengontrol kesehatan giginya ke

pelayanan kesehatan gigi dan mulut setiap 6 bulan sekali sejak dini, maka
108

pengetahuan anak mengenai keadaan giginya akan semakin bertambah (Hidayanti,

2005). Dengan pola upaya pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti itu, maka anak

yang rajin mengakses layanan kesehatan setiap 6 bulan sekali lebih bisa memelihara

kebersihan gigi dan mulutnya, melalui informasi tenaga medis atau dokter gigi yang

melakukan pemeriksaan. Namun saat ini angka kunjungan anak ke pelayanan

kesehatan gigi di puskesmas dalam 6 bulan terakhir sangatlah rendah.

Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu bentuk pokok Sistem

Kesehatan Nasional (SKN) yang dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam

penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan

pembangunan kesehatan serta pembangunan berwawasan kesehatan. Sistem

informasi kesehatan nasional dikembangkan dengan memadukan sistem informasi

kesehatan daerah dan sistem informasi lain yang terkait. Sistem informasi kesehatan

nasional yang diharapkan adalah sistem informasi kesehatan terintegrasi yaitu

sistem informasi yang menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem

informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga data

dari satu sistem secara rutin dapat melintas, menuju atau diambil oleh satu atau

lebih sistem yang lain. SIK Terintegrasi yang berbasis elektronik adalah strategi

pengembangan yang akan diadopsi untuk meringankan beban pencatatan dan

pelaporan petugas kesehatan di lapangan (Kemenkes, 2011).

Seiring perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat mengakibatkan

data dan informasi mudah diperoleh tanpa mengenal batas, ruang, dan waktu.

Dengan perkembangan komunikasi yang begitu pesat ini komunikasi bisa

dilakukan kapan saja dan dimana saja tanpa memperdulikan jarak. Bahkan

pemanfaatan media komunikasi dengan internet sudah bisa diakses oleh semua
108

kalangan, baik orang tua, remaja, maupun anak-anak. Media internet manusia

saling berkomunikasi salah satunya seperti media sosial whatsapp. Kegunaan

whatsaap sendiri adalah sebagai media sosial chat dimana bisa untuk saling bertukar

informasi antar pribadi maupun dalam grup. Kepopuleran whatsapp karna tidak ada

biaya untuk mengirim pesan kepada teman dan keluarga selain jaringan data

internet yang sudah ada di ponsel pengguna (Yeboah, 2014).

Berdasarkan FGD dan penentuan prioritas masalah menggunakan metode USG

dan NGT yang telah dilakukan, forum komunikasi online melalui media sosial

whatsapp diharapkan bisa menjadi alternative solusi untuk menjalin kerjasama

antara pihak puskesmas dan sekolah dalam pengolahan data dan bisa saling

memantau data rujukan siswa untuk yang memerlukan perawatan lebih lanjut untuk

datang ke puskesmas dengan berdasarkan hasil pemeriksaan gigi berkala anak

dalam program UKGS sebagai upaya meningkatkan angka kunjungan siswa ke

pelayanan kesehatan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mempermudah poli gigi puskesmas dalam proses pengolahan data dan

pencarian data yang lebih efisien dari hasil pemeriksaan gigi berkala di sekolah

dalam program UKGS .

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Melatih dokter gigi dan perawat gigi untuk dapat mengoperasikan dan

menginput data hasil pemeriksaan gigi berkala dengan benar di sistem forum

komunikasi online melalui media sosial whatsapp.


108

b. Melatih guru UKS untuk dapat mengoperasikan dan menginput data identitas

siswa masing-masing SD dengan benar di sistem forum komunikasi online

melalui media sosial whatsapp.

c. Meningkatkan kerjasama pihak poli gigi puskesmas dan sekolah dalam

mengoptimalkan angka kunjungan siswa SD ke puskesmas pasca pemeriksaan

gigi berkala melalui data rujukan dan kunjungan yang tersedia di forum

komunikasi online.

1.3 Manfaat

1.3.1 Manfaat Akademis

1. Hasil pemberdayaan dapat dijadikan rujukan bagi upaya pemberdayaan

lebih lanjut.

2. Menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian terhadap masalah

tingkat keparahan karies gigi pada anak-anak.

1.3.2 Manfaat Praktis

1. Program pemberdayaan forum komunikasi online ini dapat diterima sebagai

kontribusi untuk melengkapi sistem informasi puskesmas Balongsari.

2. Hasil pemberdayaan yang diperoleh diharapkan dapat meningkatkan

kerjasama dan komunikasi antara pihak poli gigi puskesmas dan sekolah

dalam memantau kesehatan gigi dan mulut pada anak sejak dini.
108

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1 Definisi

Menurut Kemenkes RI (2012), pemberdayaan adalah proses pemberian

informasi dan pendampingan kepada individu, keluarga atau kelompok (sasaran)

secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran,

serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu

menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude)

dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek

practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasarannya dapat dibedakan adanya (a)

pemberdayaan individu, (b) pemberdayaan keluarga dan (c) pemberdayaan

kelompok/masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam upaya promosi

kebersihan merupakan bagian yang sangat penting dan dapat dikatakan sebagai

ujung tombak dalam mencegah dan menanggulangi masalah kebersihan,.

Konsep pemberdayaan masyarakat dapat dipahami juga dengan dua cara

pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi

berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat

(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah,

melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang

berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari

tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kebersihan, pendidikan,

perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas

(kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan


108

berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol

lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri,

dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi

dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).

2.1.2 Tujuan

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan

masyarakat terutama dari kemiskinan dan

keterbelakangan/kesenjangan/ketidakberdayaan. Proses pemberdayaan dapat

membantu masyarakat (sasaran), agar dapat berubah dari tidak tahu menjadi tahu

atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau

menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

Upaya yang dilakukan agar sasaran menjadi tahu dan sadar kuncinya terletak pada

keberhasilan membuat sasaran menjadi paham terhadap sesuatu (misalnya tentang

gingivitis) yang merupakan masalah baginya dan bagi masyarakat sekitar. Jika

sasaran belum mengetahui dan menyadari sesuatu tersebut merupakan masalah

maka sasaran tidak akan bersedia menerima informasi lebih lanjut. Perubahan dari

tahu menjadi mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan fakta-fakta dan

mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan harapan bahwa

masalah tersebut bisa dicegah atau diatasi. Sedangkan jika seorang individu atau

suatu kelompok sudah akan berpindah dari mau menjadi mampu melaksanakan,

dapat terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini sasaran dapat diberikan

bantuan langsung dengan mengajaknya ke dalam proses pemberdayaan

kelompok/masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat (community


108

organization) atau pembangunan masyarakat (community development) (Kemenkes

RI, 2011).

2.1.3 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah,

perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor,

aktor-aktor masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri.

Birokrasi pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak

keunggulan dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya:

mempunyai dana, aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal,

kebijakan untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa

berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila berbagai unsur

tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan pada prinsip saling

percaya dan menghormati (Soetomo, 2011).

Dalam hal pada setiap desa telah terbentuk KPM, maka kemitraan KPM dan

pemerintahan desa perlu didorong untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan

masyarakat. Ketika kemitraan mampu mendorong percepatan kemapanan ekonomi

masyarakat, berfungsi secara efektif pemerintahan desa (sistem politik lokal),

keteladanan pemimpim (elit lokal), dan partisipasi aktif masyarakat (Kutut

Suwondo, 2005), maka kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam

pembangunan akan dapat terwujud.

2.2 Metode Penyuluhan Kebersihan

Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Semua metode akan baik bila
108

digunakan secara tepat yaitu sesuai dengan kebutuhan (Notoatmodjo, 2007). Pada

garis besarnya hanya ada dua jenis metode dalam penyuluhan, yaitu :

1. Metode One Way Methode Menitik beratkan pendidik yang aktif, sedangkan

pihak sasaran tidak diberi kesempatan untuk aktif. Yang termasuk metode ini

adalah : metode ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film, penyebaran

selebaran, pameran.

2. Metode Two Way Methode Pada metode ini terjadi komunikasi dua arah antara

pendidik dan sasaran.Yang termasuk dalam metode ini adalah : wawancara,

demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (role playing)

dan tanya jawab.

Berdasarkan jumlah sasaran, metode yang dapat digunakan antara lain :

1. Kelompok Besar (lebih dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok besar

ini antara lain adalah ceramah, demonstrasi dan seminar.

2. Kelompok Kecil (kurang dari 15 orang), metode yang baik untuk kelompok ini

antara lain : diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), memainkan peran

(roleplay). Salah satu program Usaha Kebersihan Gigi Sekolah (UKGS) adalah

kegiatan promotif dengan memberikan penyuluhan. Adapun metode penyuluhan

yang digunakan adalah metode ceramah, demonstrasi dan praktik.

1. Ceramah

Ceramah merupakan suatu cara dalam menerangkan dan

menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada

sekelompok sasaran disertai tanya jawab sehingga memperoleh informasi

tentang kebersihan. Ciri-ciri metode ceramah : ada sekelompok sasaran

yang telah dipersiapkan sebelumnya, ada ide, pengertian dan pesan tentang
108

kebersihan yang akan disampaikan, tidak adanya kesempatan bertanya bagi

sasaran, bila ada jumlahnya sangat dibatasi dan menggunakan alat peraga

untuk mempermudah pengertian. Keuntungan metode ceramah : murah dan

mudah menggunakannya, waktu yang diperlukan dapat dikendalikan oleh

penyuluh, dapat diterima oleh sasaran yang tidak dapat membaca dan

menulis, penyuluh dapat menjelaskan dengan menekankan bagian yang

penting. Kerugian metode ceramah : tidak dapat memberikan kesempatan

kepada sasaran untuk berpartisipasi secara pro aktif (sasaran bersifat pasif),

cepat membosankan jika ceramah yang disampaikan kurang menarik

sasaran, pesan yang disampaikan mudah untuk dilupakan oleh sasaran,

sering menimbulkan pengertian lain apabila sasaran kurang memperhatikan.

2. Demonstrasi

Demonstrasi adalah suatu cara untuk menujukkan pengertian, ide,

dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk

memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan

dengan menggunakan alat peraga. Metode ini dipergunakan pada kelompok

yang tidak terlalu besar jumlahnya. Ciri-ciri demonstrasi : memperlihatkan

pada kelompok bagaimana prosedur untuk membuat sesuatu, dapat

meyakinkan peserta bahwa mereka dapat melakukannya dan dapat

meningkatkan minat sasaran untuk belajar. Keuntungan demonstrasi :

kegiatan ini dapat memberikan suatu keterampilan tertentu kepada

kelompok sasaran, dapat memudahkan berbagai jenis penjelasan karena

penggunaan bahasa yang lebih terbatas, membantu sasaran untuk

memahami dengan jelas jalannya suatu proses prosedur yang dilakukan.


108

Kerugian demonstrasi : tidak dapat dilihat oleh sasaran apabila alat yang

digunakan terlalu kecil atau penempatannya kurang pada tempatnya, uraian

atau penjelasan yang disampaikan kurang jelas, waktu yang disediakan

terbatas sehingga sasaran tidak dapat diikutsertakan (Taufik, 2007).

3. Praktik

Praktik adalah cara untuk melihat tindakan yang dilakukan

seseorang apakah sudah sesuai dengan yang diinstruksikan. Untuk

mengetahui ketrampilan murid dalam menyikat gigi yang baik dan benar

dilakukan praktik menyikat gigi secara bersama-sama.

2.3 Sistem Informasi Kesehatan

2.3.1 Definisi Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi adalah serangkaian prosedur dan integrasinya dengan

perangkat dan manusia untuk menghasilkan data atau informasi untuk manajemen.

Sistem informasi merupakan tatanan yang melibatkan manusia, peralatan, dan

prosedur untuk menghasilkan data dan informasi yang digunakan untuk

pengambilan keputusan. Sistem informasi kesehatan adalah suatu sistem yang

menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di setiap

jenjang administrasi kesehatan baik di tingkat unit pelaksana upaya kesehatan di

tingkat kabupaten/ kota, di tingkat provinsi, maupun di tingkat pusat (Kemenkes,

2011).

2.3.2 Prinsip-prinsip Sistem Informasi Kesehatan

Prinsip-prinsip pengembangan dan penguatan Sistem Informasi Kesehatan

(Kemenkes, 2011):
108

1. Keamanan dan kerahasiaan data – SIK harus dapat menjamin keamanan dan

kerahasiaan data.

2. Standarisasi – Standarisasi SIK khusus dalam pemanfaatan teknologi informasi

dan komunikasi dibahas dalam petunjuk teknis ini

3. Integrasi – SIK harus dapat mengintegrasikan berbagai macam sumber data,

termasuk pula dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

4. Keterwakilan – Data dan informasi yang dikumpulkan harus dapat ditelusuri

lebih dalam secara individual dan agregat sehingga dapat menggambarkan

perbedaan gender, status sosial ekonomi, dan wilayah geografi.

5. Kemudahan akses – Data dan informasi yang tersedia oleh SIK harus mudah

diakses oleh semua pihak sesuai hak dan kewenangannya.

6. Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (platform elektronik) – Sistem

informasi yang dikembangkan akan berbasis data disaggregate atau individu dari

fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga sistem berbasis elektronik sangat

dibutuhkan.

7. Etika, integritas dan kualitas.

2.3.3 Peran Sistem Informasi Kesehatan dalam Sistem Kesehatan

SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung suatu

sistem kesehatan, dimana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari

komponen tersebut. SIK bukan saja berperan dalam memastikan data mengenai

kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga mempunyai potensi untuk membantu dalam
108

meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kerja. Sistem Kesehatan Nasional

terdiri dari dari tujuh subsistem, yaitu (Kemenkes, 2011):

1. Upaya kesehatan

2. Penelitian dan pengembangan kesehatan

3. Pembiayaan kesehatan

4. Sumber daya manusia kesehatan

5. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan

6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan

7. Pemberdayaan masyarakat.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem

manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Subsistem manajemen dan informasi

kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan,

administrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai

dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan

berdaya guna. Dengan subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan

yang berhasil guna dan berdaya guna dapat mendukung penyelenggaraan keenam

subsistem lain dalam sistem kesehatan nasional sebagai satu kesatuan yang terpadu

dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

(Kemenkes, 2011)

2.3.4 Model Pengelolaan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia

Saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu

(Kemenkes, 2011):
108

a. Pengelolaan SIK Manual, dimana pengelolaan informasi di fasilitas pelayanan

kesehatan dilakukan secara manual atau paper based melalui proses pencatatan

pada buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran

sampai dengan pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh karena adanya keterbatasan

infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan itu berada. Pengelolaan

secara manual selain tidak efisien juga menghambat dalam proses pengambilan

keputusan manajemen dan proses pelaporan.

b. Pengelolaan SIK Komputerisasi Offline, pada jenis ini pengelolaan informasi di

pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan

menggunakan perangkat komputer, baik itu dengan menggunakan aplikasi Sistem

Informasi Manajemen (SIM) maupun dengan aplikasi perkantoran elektronik biasa,

namun masih belum didukung oleh jaringan internet online ke dinas kesehatan

kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional.

c. Pengelolaan SIK Komputerisasi Online, pada jenis ini pengelolaan informasi di

pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan

menggunakan perangkat komputer, dengan menggunakan aplikasi Sistem

Informasi Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan internet

ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk

memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data.

2.3.5 Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

SIK Nasional yang diharapkan adalah SIK Terintegrasi yaitu sistem

informasi yang menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi

dengan berbagai cara yang sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga data dari satu
108

sistem secara rutin dapat melintas, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem

yang lain. Bentuk fisik dari SIK Terintegrasi adalah sebuah aplikasi sistem

informasi yang dihubungkan dengan aplikasi lain (aplikasi sistem 11 informasi

puskesmas, sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga secara

interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi. Dengan SIK Terintegrasi, data

entri hanya perlu dilakukan satu kali sehingga data yang sama akan disimpan secara

elektronik dan bisa dikirim dan diolah. SIK Terintegrasi yang berbasis elektronik

adalah strategi pengembangan yang akan diadopsi untuk meringankan beban

pencatatan dan pelaporan petugas kesehatan di lapangan. Model ini memanfaatkan

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK

Manual untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan infrastruktur

(seperti pasokan listrik dan peralatan komputer serta jaringan internet) (Kemenkes,

2011).

2.4 Situs Jejaring Sosial Media

Sosial media, sesuai namanya merupakan media yang memungkinkan

pengunaannya untuk saling bersosialisasi dan berinteraksi, berbagi informasi

maupun menjalin kerja sama (Rohmadi, 2016). Media sosial dalam hal ini dapat

didefinisikan sebagai bentuk komunikasi elektronik yang mana penggunanya

berinteraksi sesuai dengan mereka inginkan, dan kebebasan berbagi atau bertukar

dan mendiskusikan informasi, ide, pesan pribadi dan konten lainnya tentang satu

sama lain dan tentang kehidupan mereka menggunakan sebuah alat multimedia

yang beragam baik itu kalimat pribadi, gambar, video atau audio yang

memanfaatkan platform online saat mereka bisa terhubung ke internet (Yeboah,

2014). Beberapa media chat mobile yang cukup banyak penggunanya adalah BBM,
108

whatsapp, line,dan telegram. Indikator penggunaan whatsapp dibagi menjadi 6

yaitu grup whatsapp untuk reuni, grup whatsapp untuk diskusi, mengirim undangan

acara, menelpon, berbagi lokasi, dan whatsapp web (Rohmadi, 2016)

2.5 Perilaku Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah setiap bentuk pelayanan atau

program kesehatan gigi dan mulut yang ditujukan pada perorangan atau bersama

sama dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk memelihara maupun

meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut. Dalam pelaksanaannya, pelayanan

kesehatan gigi dan mulut dilakukan oleh Rumah Sakit, Puskesmas dengan Balai

Pengobatan Gigi atau praktek dokter gigi swasta.

Ketersediaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi

frekuensi pengaksesan pelayanan kesehatan gigi dan mulut anak. Namun fasilitas

pelayanan kesehatan gigi dan mulut belum dimanfaatkan secara optimal oleh

masyarakat terutama oleh orang tua yang tidak mempunyai kesadaran untuk 27

memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak mereka ke pelayanan kesehatan

(Pratiwi, 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2002) menunjukkan bahwa

pada anak usia sekolah dasar, anak mulai belajar banyak dari lingkungan sekitar

termasuk memperoleh pengetahuan dari fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

Perilaku mengakses layanan kesehatan gigi dan mulut pada anak minimal 6 bulan

sekali dapat mempengaruhi pengetahuan anak tentang pentingnya menjaga

kebersihan gigi dan mulut. Bila anak terbiasa mengontrol kesehatan giginya ke

pelayanan kesehatan gigi dan mulut setiap 6 bulan sekali sejak dini, maka
108

pengetahuan anak mengenai keadaan giginya akan semakin bertambah (Hidayanti,

2005). Dengan pola upaya pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti itu, maka anak

yang rajin mengakses layanan kesehatan setiap 6 bulan sekali lebih bisa memelihara

kebersihan gigi dan mulutnya, melalui informasi tenaga medis atau dokter gigi yang

melakukan pemeriksaan
108

BAB 3

METODE PROMOSI KESEHATAN

3.1 Promosi Kesehatan

3.1.1 Definisi

Forum komunikasi online merupakan suatu sistem yang efektif dalam membangun

komunikasi yang baik antara pihak puskesmas dan sekolah. Program forum

komunikasi online melalui media sosial whatsapp ini dapat dijadikan metode baru

dalam pendataan pasca UKGS, dan sebagai monitoring pihak puskesmas dalam

meningkatkan angka kunjungan anak ke puskesmas untuk mendapatkan perawatan

lebih lanjut sesuai dengan data rujukan.

3.1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan program forum komunikasi online melalui media sosial

whatsapp untuk memberdayakan dokter gigi, perawat gigi, dan guru UKS dalam

mengoperasikan sistem ini sebagai upaya untuk mempermudah poli gigi

puskesmas dalam proses pengolahan data dan pencarian data yang lebih efisien dari

hasil pemeriksaan gigi berkala di sekolah dalam program UKGS, selain itu dapat

mempermudah poli gigi puskesmas untuk memantau anak yang membutuhkan

perawatan gigi melalui pengelolaan data rujukan dan kunjungan anak SD ke

puskesmas.

3.2 Metode Pendidikan Kesehatan

Metode promosi kesehatan yang digunakan adalah berdasarkan pendekatan

kelompok karena sasaran dari program ini adalah kelompok kecil yang terdiri dari
108

dokter gigi dan perawat gigi puskesmas, serta guru UKS dari 6 SD di wilayah kerja

Puskesmas Balongsari.

3.3 Media Promosi Kesehatan

Media elektronika yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan

didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika. Adapun

media elektronika yang digunakan adalah laptop atau komputer.

3.4 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam pemberdayaan ini antara lain:

a. Komputer

b. Laptop

c. LCD

d. Internet

e. Alat tulis

f. Kamera

3.5 Sasaran dan Target

Penentuan sasaran adanya program forum komunikasi online melalui media sosial

whatsapp ini adalah permasalahan terkait dengan minimnya kunjungan anak ke

pelayanan kesehatan gigi di puskesmas. Target yang ingin dicapai adalah dokter

gigi, perawat gigi puskesmas, dan guru UKS mampu mengoperasikan forum

komunikasi online dengan benar yang dinilai dengan indikator melalui kinerja

antara lain: dokter gigi dan perawat gigi puskesmas dapat mamasukkan data hasil

pemeriksaan gigi anak SD dan perawatan anak yang akan dirujuk untuk diberikan

perawatan di puskesmas, guru UKS memasukkan data berupa identitas siswa dari
108

semua kelas dan mampu memahami semua informasi dan data yang disampaikan

pihak puskesmas..

3.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pemberdayaan memberikan pelatihan kepada dokter gigi, perawat gigi

Puskesmas dan guru UKS dilakukan pada hari Rabu, 30 Agustus 2017 dan

bertempat di ruang pertemuan Puskesmas Balongsari Kota Surabaya.


108

3.7 Workflow

Pihak Puskesmas memberikan arahan kepada pihak SD untuk mengupload


seluruh database siswa yang terdapat di SD masing – masing.

Pihak puskesmas memberi contoh form


pengisian database siswa.

Pihak sekolah mengunduh dan mengisi contoh form dari pihak


puskesmas sesuai dengan database siswa yang dimiliki sekolah
dan selanjutnya mengupload kembali di forum komunikasi.

Database siswa terupload di forum komunikasi.

Pihak puskemas mengunduh dan mengisi form DMFT, Diagnosa,


Rencana Perawatan, dan Rujukan pada file tersebut, sesuai hasil
pemeriksaan gigi dan di upload kembali ke forum komunikasi.

Database siswa yang lengkap dengan data hasil


pemeriksaan terupload di forum komunikasi.

Pihak sekolah mengunduh Pihak sekolah melihat data tersebut untuk


file tersebut sebagai arsip. mengetahui siswa yang mendapatkan rujukan

Pihak puskesmas memperbarui data pada setiap


bulannya untuk mengetahui perkembangan angka
rujukan siswa ke Puskesmas.

Pihak sekolah melakukan follow up melalui


agen terhadap siswa maupun pihak keluarganya
mengenai rujukan ke puskesmas.
108

PENUTUP

Kesimpulan

Progam-program pemberdayaan ini ditujukan kepada anak kelas 2 dan 3 SD

di wilayah kerja Puskesmas Balongsari dengan tujuan untuk menurunkan faktor-

faktor resiko penyebab gigi karies sesuai dengan hasil penelitian epidemologis yaitu

frekuensi menyikat gigi yang salah, pengetahuan tentang tanda klinis karies,

intensitas mengalami sakit gigi selama 6 bulan terakhir, minimnya kunjungan ke

pelayanan kesehatan gigi dan mulut, kejadian karies gigi anak pada tingkat kelas

bawah lebih tinggi daripada kelas atas, sehingga dapat menurunkan tingkat

keparahan karies

Saran

Diharapkan program-program pemberdayaan ini dalam jangka pendek

dapat dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan di masing-masing SD, serta

dalam jangka panjang program ini dapat dikembangkan menjadi lebih menarik.
108

DAFTAR PUSTAKA

Andira, R. A., Z. Abdullah, dan D. Sidik, 2012. Faktor – faktor Yang Berhubungan

dengan Kinerja Kader posyandu di Kec. Bontobahari Kabupaten

Bulukumba. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. Unhas. Makasar.

Ariningrum R. Beberapa cara menjaga kebersihan gigi dan mulut.

Cermin Dunia Kedokteran 2000; (126): 45-50.

DEPKES RI. 2011. Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan –

Panduan bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas. Kementerian Kesehatan

RI. Jakarta.

Ketut Suwondo, 2005. Civil society di Aras Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Kidd, EAM. dan Bechal, SJ. Dasar - Dasar Karies : Penyakit dan

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Sistem Informasi Kesehatan.


Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Pp: 12-17

Penanggulanggannya. Jakarta. EGC. 1992.

Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta : Rineke

Cipta. 2005.

Notoatmodjo, soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2010.

Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press,

2008: 4-8, 74-75, 79-81.

Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,

dan Praktik. Edisi 4 volume 2. Jakarta ; EGC. 2005


108

Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutoro Eko, 2002. Pemberdayaan Masyarakat Desa, Materi Diklat Pemberdayaan


Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim,
Samarinda.

Suwondo Kutut. 2005. Civil Society di Aras Lokal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar..

Rohmadi, Arif. 2016. Tips produktif Ber-social Media. Jakarta: Gramedia.

Taufik M. 2007. Prinsip–Prinsip Promosi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan.


CV. Infomedika: Jakarta.

Umar Husein. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta. Gramedia Pustaka


Utama.

Yeboah,Johnson dan George Dominic Ewur. 2014. The Impact of Messenger Usage
on Studies Performance in Tertiary Institutions in Ghana. Journal of
Education and Practice. Vol.5. No.6.

You might also like