Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 4

FLOUR ALBUS

No. : 440- /SOP/


Dokumen PSB/UKP/I/2018
No Revisi : 00
SOP Tanggal
: 19 Januari 2018
PEMERINTAH Terbit
KABUPATEN Halaman : 1/4 Halaman
LANGKAT

UPT PUSKESMAS Kepala UPT Puskesmas


SEI BAMBAN

dr. Endang Toto Kaban


NIP. 19710805 200502 1 003
1. Pengertian Fluor Albus adalah nama lain dari keputihan.
2. Tujuan Sebagai acuan dalam menerapkan langkah-langkah untuk melaksanakan
kegiatan flour albus di wilayah kerja UPT Puskesmas Sei Bamban
3. Kebijakan SK Kepala UPT Puskesmas Sei Bamban No : 440- /SK/
PSB/I/2018
4. Referensi Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/514/2015 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
5. Alat/bahan/Media Alat :
1. Ginecology bed
2. Speculum vagina
3. Lampu
4. Kertas lakmus
Bahan :
-
Media :
-
6. Langkah-langkah 1. Pemeriksaan Fisik
Penyebab discharge terbagi menjadi masalah infeksi dan non infeksi.
Masalah non infeksi dapat karena benda asing, peradangan akibat alergi
atau iritasi, tumor, vaginitis atropik, atau prolaps uteri, sedangkan masalah
infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus seperti berikut ini:
a) Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida albicans, duh tubuh
tidak berbau, pH <4,5 , terdapat eritema vagina dan eritema satelit
di luar vagina
b) Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob, biasanya
Gardnerella vaginalis Pemeriksaan Fisik memperlihatkan adanya
duh putih atau abu-abu yang melekat di sepanjang dinding vagina
dan vulva, berbau amis dengan pH >4,5.
c) Servisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala inflamasi
serviks yang mudah berdarah dan disertai duh mukopurulen
d) Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala, tampak
duh kuning kehijauan, duh berbuih, bau amis dan pH >4,5.
e) Pelvic inflammatory disease (PID) yang disebabkan oleh chlamydia,
ditandai dengan nyeri abdomen bawah, dengan atau tanpa demam.
Servisitis bisa ditandai dengan kekakuan adneksa dan serviks pada
nyeri angkat palpasi bimanual.
f) Liken planus
g) Gonore
h) Infeksi menular seksual lainnya
i) Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom yang
terlupa diangkat)
Periksa klinis dengan seksama untuk menyingkirkan adanya
kelainan patologis yang lebih serius.

2. Pemeriksaan Penunjang
Swab vagina atas (high vaginal swab) tidak terlalu berarti untuk
diperiksa, kecuali pada keadaan keraguan menegakkan diagnosis, gejala
kambuh, pengobatan gagal, atau pada saat kehamilan, postpartum,
postaborsi dan postinstrumentation. Penatalaksanaan Pasien dengan
riwayat risiko rendah penyakit menular seksual dapat diobati sesuai dengan
gejala dan arah diagnosisnya.
Vaginosis bakterial :
a) Metronidazol atau Klindamisin secara oral atau per vaginam.
b) Tidak perlu pemeriksaan silang dengan pasangan pria.
c) Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazol 400 mg 2x
sehari untuk 5-7 hari atau pervaginam. Tidak direkomendasikan
untuk minum 2 gram peroral.
d) Tidak dibutuhkan peningkatan dosis kontrasepsi hormonal bila
menggunakan antibiotik yang tidak menginduksi enzim hati.
e) Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami vaginosis
bakterial dianjurkan untuk mengganti metode kontrasepsinya.

Vaginitis kandidiosis terbagi atas:


a) Infeksi tanpa komplikasi
b) Infeksi parah
c) Infeksi kambuhan
d) Dengan kehamilan
e) Dengan diabetes atau immunocompromise

3. Penatalaksanaan vulvovaginal kandidiosis :


a) Dapat diberikan azol antifungal oral atau pervaginam
b) Tidak perlu pemeriksaan pasangan
c) Pasien dengan vulvovaginal kandidiosis yang berulang dianjurkan
untuk memperoleh pengobatan paling lama 6 bulan.
d) Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral, dan gunakan
imidazol topikal hingga 7 hari.
e) Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau kontrasepsi lateks
lainnya, bahwa penggunaan antifungi lokal dapat merusak lateks
f) Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang mengalami
vulvovaginal kandidiosis berulang, dipertimbangkan untuk
menggunakan metoda kontrasepsi lainnya
Chlamydia:
a) Azithromisin 1 gram single dose, atau Doksisiklin
100 mg 2 x sehari untuk 7 hari
b) Ibu hamil dapat diberikan Amoksisilin 500 mg
3 x sehari untuk 7 hari atau Eritromisin 500 mg
4 x sehari untuk 7 hari

Trikomonas vaginalis:
a) Obat minum nitromidazol (contoh metronidazol) efektif untuk
mengobati trikomonas vaginalis
b) Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis harus diperiksa dan
diobati bersama dengan pasien
c) Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih baik dengan
regimen oral penatalaksanaan beberapa hari dibanding dosis tunggal
d) Kejadian trikomonas vaginalis seringkali berulang, namun perlu
dipertimbangkan pula adanya resistensi obat

4. Rencana Tindak Lanjut


Pasien yang memiliki risiko tinggi penyakit menular seksual sebaiknya
ditawarkan untuk diperiksa chlamydia, gonore, sifilis dan HIV.

5. Konseling dan Edukasi


a) Pasien diberikan pemahaman tentang penyakit, penularan serta
penatalaksanaan di tingkat rujukan.
b) Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama
penyakit belum tuntas diobati.

6. Kriteria Rujukan
Pasien dirujuk apabila:
a) Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan
b) Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore
c) Adanya arah kegagalan pengobatan

7. Bagan alir
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan
vulvovaginal kandidiosis

Rencana tindak lanjut

Konseling dan edukasi

Kriteria rujukan

8. Hal-hal yang Gunakan bahasa yang mudah di mengerti


perlu
diperhatikan
9. Unit terkait 1. Buku Status.
2. Register Kunjungan
10. Dokumen terkait 3. Loket
4. Poli KIA, Polindes, BPS, Rumah Sakit
5. Laboratorium
6. Kasir
7. Apotik

11. Rekaman historis


No. Yang diubah Isi Perubahan Tanggal mulai diberlakukan
perubahan

You might also like