Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUANHIPERTENSI

Tugas Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh:
1. Marcelina Fatima M (28)
2. M. Ali Mahfudh (29)
3. Mutiara Yuliantika (30)
4. Nur ‘Aini Utami (31)
5. Nur Khoiri (32)
6. Nurul Muharromah (33)
7. Putri Kusuma W (34)
8. Putri Marga W (35)
Kelas: 3B

JURUSAN D3 KEPERAWATAN NON REGULER


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan
hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari
seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi
11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta
jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun
2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk
lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk
Indonesia berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun
1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun
1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)
Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia, maka dapat
diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan meningkat pula. Salah satu penyakit
degeneratif yang mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi.
Hipertensi pada usia lanjut menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis,
perjalanan penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi pada
usia dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah tinggi dengan bertambahnya
usia pasien, dimana tekanan darah diastolik akan sedikit menurun sedangkan tekanan sistolik
akan terus meningkat.
Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami peningkatan resiko
penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian penyakit tidak menular 48 % dari
seluruh kematian di dunia, sedangkan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah,
gagal ginjal dan stroke sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada
tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari seluruh kematian dimana
60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal. Pada
tahun 2020, diperkirakan kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh
kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal
ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah hipertensi. (Zamhir,
2006).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan kesakitan
yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan
pembunuh tersembunyi karena disamping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung
meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa
kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran hipertensi pada kelompok
dewasa muda akan sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang
mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. (Bahrianwar, 2009)
Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi
hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart WHO yaitu pada batas tekanan darah
normal 160/90 mmHg). Pada tahun 2000 prevalensi penderita hipertensi di indonesia
mencapai 21% (pengukuran standart Depkes yaitu pada batas tekanan darah normal 139 / 89
mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada tahun 2015 dan
menjadi 42 % pada tahun 2025. (Zamhir, 2006).
Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk hipertensi
idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti tampaknya sangat
kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel, mungkin pula ada predisposisi genetik.
Mekanisme lain yang dikemukakan mencakup perubahan – perubahan berikut: (1). Eksresi
natrium dan air oleh ginjal, (2). Kepekaan baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi
renin. Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses penyakit lain seperti
penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer (Prince, 2005).
Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan memperbaharui
pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi dapat disimpulkan bahwa
penanggulangan hipertensi melibatkan banyak disiplin ilmu. Kunci pencegahan atau
penanggulangan perorangan adalah gaya hidup sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko
hipertensi agar dapat saling mendukung untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak
menyebabkan peningkatan yang signifikan sampai mencegah terjadinya komplikasi.
(Bahrianwar,2009).
Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI memberi apresiasi dan
perhatian serius dalam pengendalian penyakit Hipertensi. Sejak tahun 2006 Departemen
Kesehatan RI melalui Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang bertugas untuk
melaksanakan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi dan
penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera. (Depkes, 2007).
Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan beberapa langkah, yaitu
mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan
advokasi dan sosialisasi; melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai
dengan kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific);
mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian hipertensi;
memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain dengan dibentuknya
Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi; memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi
dini faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan
surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan
monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi.
(Depkes, 2007).
Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi, pengenalan
berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh
karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi
pada lanjut usia dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk
diturunkan. Memang teori ini didukung oleh observasi yang menunjukkan turunnya tekanan
darah sering kali diikuti pada jangka pendeknya oleh perburukan serangan iskemik yang
transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik
obat-obat antihipertensi pada lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia
merupakan risiko yang paling penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan
penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan hipertensi pada
lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hipertensi?
2. Bagaimana pengklasifikasian hipertensi?
3. Apa saja etiologi hipertensi?
4. Apa saja tanda dan gejala hipertensi?
5. Bagaimanakah patofisiologi dan pathway hipertensi?
6. Bagaimana pencegahan hipertensi?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien hipertensi?
8. Apa saja pemeriksaat diagnostik pada hipertensi
9. Apa saja komplikasi hipertensi?
10. Bagaimana askep hipertensi pada lansia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari hipertensi
2. Untuk mengetahui pengklasifikasian hipertensi
3. Untuk mengetahui etiologi hipertensi
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala hipertensi
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway hipertensi
6. Untuk mengetahui pencegahan hipertensi
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien hipertensi
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik hipertensi
9. Untuk mengetahui komplikasi dari hipertensi
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan hipertensi pada lansia

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim
Nasrin, 2003).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan
darah(Mansjoer,2000)
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan
diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata
tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001)
Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner & Suddarth, 1996)

B. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya disebut juga hipertensi
idiopatik.Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi
Na, peningkatan Na dan Ca interseluler, dan faktor-faktor yang risiko seperti obesitas, alkohol,
merokok.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hipertensi aldosteronisme primer, dan
sindrom chusing, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
(Mansjoer, Arif dkk, 2001)

Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint National Committee 7


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi stage II ≥ 160 ≥ 100

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan:
a. Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada 6-12% penderita di atas
usia 60th, terutama pada wanita. Insioden meningkat seiring bertambahnya umur.
b. Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-14% penderita di atas usia
60th, terutama pada pria. Insidensi menurun seiring bertambahnya umur.
c. Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di atas 60th, lebih banyak pada
wanita. Menningkat dengan bertambahnya umur.

C. Etiologi
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya
disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan
terjadinya hipertensi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.Hipertensi terjadi
sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
 Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
 Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
 Stress
 Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh
darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan
pada :
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku
 Kemampuan jantung memompa darah menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
 Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
 Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
 Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
 Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
 Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
 Kegemukan atau makan berlebihan
 Stress
 Merokok
 Minum alkohol
 Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :


a. Ginjal :
 Glomerulonefritis
 Pielonefritis
 Nekrosis tubular akut
 Tumor
b. Vascular :
 Aterosklerosis
 Hiperplasia
 Trombosis
 Aneurisma
 Emboli kolestrol
 Vaskulitis
c. Kelainan endokrin :
 DM
 Hipertiroidisme
 Hipotiroidisme
d. Saraf
 Stroke
 Ensepalitis
 SGB
e. Obat – obatan :
 Kontrasepsi oral
 Kortikosteroid

D. Tanda Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K Chung, 1995 )
1. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah,
selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim
yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1. Mengeluh sakit kepala, pusing,kaku kuduk
2. Lemas, kelelahan
3. Sesak nafas
4. Gelisah
5. Mual muntah
6. Epistaksis
7. Kesadaran menurun

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut
ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana
system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Pathway

F. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada
anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
- Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-
tindakan seperti pada pencegahan primer.
- Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
- Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
- Batasi aktivitas.

G. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah
di bawah 140/90 mmHg.Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi:
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah retriksi garam secara moderat dari 10
gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh, penurunan berat
badan, penurunan asupan etanol, menghentikan merokok.
b. Latihan fisik
Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat prinsip, yaitu:
 Macam olahraga yaitu isotonis dan dinamis, seperti lari, jogging, bersepeda, berenang.
 Lamanya intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas aerobik atau 72-87%
dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
 Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona latihan.
 Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi, meliputi:
 Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-
tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak
normal.Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik
seperti nyeri kepala dan migran, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
 Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk belajar membuat otot-otot dalam
tubuh menjadi rileks.
 Pendidikan kesehatan (penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat.Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.Pengobatan
standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL
COMMITTE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD
PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.Pengobatannya
meliputi:
1. Step 1: Obat pilihan pertama: diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
2. Step 2: Alternatif yang bisa diberikan:
 Dosis obat pertama dinaikkan\
 Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
 Ditambah obat ke-2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca antagonis, Alpa
blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
3. Step 3: Alternatif yang bisa ditempuh:
 Obat ke-2 diganti
 Ditambah obat ke-3 jenis lain
4. Step 4: Alternatif pemberian obatnya:
 Ditambah obat ke-3 dan ke-4
 Re-evaluasi dan konsultasi
 Follow up untuk mempertahankan terapi: untuk mempertahankan terapi jangka panjang
memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan
(perawat, dokter) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
2. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
3. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa
dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas
4. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas
dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur
memakai alat tensimeter
5. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
6. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
7. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
8. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat
mengukur tekanan darahnya di rumah
9. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi, misal 1x sehari atau 2x sehari
10. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-
masalah yang mungkin terjadi
11. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk
mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
12. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
13. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
14. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan
15. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali
pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hemoglobin / hematokritUntuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (
viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3. Glukosa. Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh
peningkatan katekolamin ( meningkatkan hipertensi )
4. Kalium serum. Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
6. Kolesterol dan trigliserid serum. Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk /
adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum. Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab
9. Urinalisa. Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes
10. Asam urat. Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11. Steroid urin. Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. IVP. Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal
/ ureter
13. Foto dada. Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
14. CT scan. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
15. EKG. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

I. Komplikasi
Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner, cedera cerebrovaskuler,
dan gagal ginjal. Hipertensi menetap yang disertai dengan peningkatan tahanan perifer
menyebabkan gangguan paada endothelium pembuluh darah mendorong plasma dan lipoprotein
ke dalam intima dan lapisan sub intima dari pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan
plaque /aterosklerosis. Peningkatan tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot polos , yang
membentuk jaringan parut intima dan mengakibatkan penebalan pembuluh darah dengan
penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989) dikutip dari Carpenito (1999).Komplikasi yang dapat
timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah :
1. Krisis Hipertensi
2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan penyakit jantung
hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi.
3. Penyakit jantung cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk
timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap kenaikan tekanan darah.
4. Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan neurologis mendadak
atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali normal
apabila tekanan darah diturunkan.
5. Nefrosklerosis karena hipertensi
6. Retinopati hipertensi

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.
3. Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.
4. Eliminasi: Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
5. Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah,
perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.
6. Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: -Status mental: perubahan orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir, atau memori
(ingatan)
-Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan dan/atau refleks tendon
dalam
-Perubahan-perubahan retinal optik: dari sklerosis/penyempitan arteri ringan sampai
berat dan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat, dan
hemorragi terrgantung pada berat/lamanya hipertensi
7. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
8. Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa
sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.
9. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.
B. Prioritas keperawatan:
1. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
2. Mencegah komplikasi.
3. Kontrol aktif terhadap kondisi.
4. Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.

C. Diagosa Keperawatan
1. Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan O2.
Tujuan/ kriteria:
a. Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
c. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:
a. Kaji respon terhadap aktifitas.
b. Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
c. Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
d. Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir
rambut.
e. Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
f. Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi.
g. Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
2. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
b. Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher,
tenang, tehnik relaksasi.
c. Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal:
membungkuk, mengejan saat buang air besar.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.
3. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder
terhadap kerusakan neuron motorik atas.
Kriteria:Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
a. Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang tidak
sakit pada sedikitnya empat kali sehari.
R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernafasan.
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali
sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks dan
sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan
jaringan.
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan. Kontraktur
pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan
abduktor.
c. Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.
R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat menyebabkan
kontraktur permanen.
d. Siapkan mobilisasi progresif.
R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan tekanan
darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi perifer.
Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan peningkatan tahanan.
e. Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.
4. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi.
Kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
b. Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
c. Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
a. Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.
b. Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
- Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.
- Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.
c. Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan pengunaan alat bantu.
R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan regangan atau
jatuh.
d. Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Klien dengan masalah mobilitas, memerlukan keamanan untuk mencegah cedera.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,arif.dkk.2001.Kapita Selekta kedokteran ,Ed-3, jilid I.Jakarta:FKUI Media Aesculapius

You might also like