PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 123

PLAGIAT

PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MEDICATION ERROR DALAM FASE PRESCRIBING DAN


TRANSCRIBING PADA RESEP RACIKAN (STUDI KASUS DI EMPAT
APOTEK DI KABUPATEN SLEMAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm.) Program Studi Farmasi

Disusun oleh:

Nama : Archie Tobias

NIM : 108114188

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014

i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MEDICATION ERROR DALAM FASE PRESCRIBING DAN


TRANSCRIBING PADA RESEP RACIKAN (STUDI KASUS DI EMPAT
APOTEK DI KABUPATEN SLEMAN)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm.) Program Studi Farmasi

Disusun oleh:

Nama : Archie Tobias

NIM : 108114188

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014

i
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu


bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena
kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”

Kupersembahkan Skripsi ini kepada:


“Tuhan Yesus yang merupakan Tuhan dan sahabatku yang selalu setia
menemaniku setiap saat”
“Keluargaku yang senantiasa memberikan dukungan dan kepercayaannya
kepadaku”
“Semua temanku dan pihak lain yang sudah membantuku selama ini”

iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena

kasih setia dan kemurahanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Medication Error Dalam Fase Prescribing Dan Transcribing Pada

Resep Racikan (Studi Kasus Di Empat Apotek Di Kabupaten Sleman)”. Skripsi

ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis

telah mendapat banyak bantuan, dukungan, nasehat, bimbingan, saran dan kritik

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah setia menemani dan memampukan dalam

melalui segala proses yang sudah terjadi, juga menjadi penolong serta

penghibur yang setia baik dalam keadaan senang maupun keadaan susah.

2. Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Phebe Hendra, M. Si., Ph. D., Apt. selaku wakil Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak menolong dan

memberikan teladan yang sangat baik bagi penulis.

4. Yohanes Dwi Atmaka, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

banyak menolong dan membimbing penulis selama proses perkuliahan

berlangsung.

v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

5. Aris Widayati, M. Si., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing tugas akhir yang

telah banyak memberikan bimbingan, kesabaran dan bantuan, baik selama

proses perkuliahan yang diampu beliau maupun dalam proses penyusunan

tugas akhir ini.

6. Maria Wisnu Donowati, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan kritik dan saran yang membangun pada penulis.

7. Dr. Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak

memberikan kritik dan saran yang membangun pada penulis.

8. Para dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan bekal kepada penulis untuk praktek kefarmasiannya kelak dan

para karyawan serta seluruh staff di Fakultas Farmasi yang telah membantu

penulis selama masa perkuliahan berlangsung.

9. Para apoteker dan asisten apoteker yang telah menerima penulis dan

berpartisipasi dalam membantu proses pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

10. Papa dan Mamaku tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan,

semangat, perhatian dan doanya pada penulis hingga akhirnya proses

pengerjaan skripsi ini selesai.

11. Kakak-kakak dan adikku yang kusayangi yaitu Vania, Axel dan Lisya yang

telah banyak memberikan dorongan dan semangat dalam proses pengerjaan

skripsi ini.

12. Teman-teman seperjuangan dalam proses pengerjaan skripsi ini, yaitu Leo,

Haris, Septi, Vera, Lenny, Lelo dan Mala atas semangat dan bantuannya.

vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

13. Sahabat-sahabatku Suryo, Kenny, Jonas, Anwar, Aji, terima kasih atas bantuan

dan dukungan kalian selama ini.

14. Teman-teman yang telah banyak membantuku dalam mengurus mata kuliah,

Anas, Aji, Anwar, Ori, Jessie, Mirsha, Stien, Evan, Andika, Mega, Reri, terima

kasih atas bantuan dan partisipasi kalian yang sangat membantu penulis.

15. Semua pihak lain yang berkontribusi langsung sehingga membantu proses

pengerjaan skripsi ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tidak ada suatu karya buatan tangan manusia

yang benar-benar sempurna. Demikian juga dengan tugas akhir yang telah selesai

dikerjakan oleh penulis sehingga dalam hal ini, penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak agar kedepannya hasil skripsi

ini menjadi lebih baik. Harapan penulis yaitu agar skripsi ini dapat bermanfaat

bagi seluruh masyarakat dan meningkatkan pelayanan pengobatan yang dilakukan

oleh instansi kesehatan bagi masyarakat yang dilayani.

Yogyakarta, 11 Juli 2014

Penulis

vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv

PRAKATA .................................................................................................. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………….. viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

INTISARI .................................................................................................... xv

ABSTRACT .................................................................................................. xvi

BAB I PENGANTAR ................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................................ 3

C. Keaslian Penelitian .............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 7

E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8

1. Tujuan Umum ................................................................................. 8

2. Tujuan Khusus ................................................................................ 8

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................ 9

x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

A. Peresepan Obat ................................................................................... 9

B. Pelayanan Resep Di Apotek .......................................................... 11

C. Resep Racikan .................................................................................... 12

D. Medication Error ................................................................................ 14

E. Fase Prescribing .............................................................................. 17

F. Fase Transcribing ............................................................................ 19

G. Faktor-Faktor Penyebab Medication Error ...................................... 20

H. Cara Mengatasi Medication Error .................................................. 25

I. Keterangan Empiris ............................................................................ 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................................... 29

B. Variabel dan Definisi Operasional ...................................................... 29

C. Subjek Penelitian ................................................................................ 30

D. Bahan Penelitian ................................................................................. 30

E. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 31

F. Teknik Pengambilan Data ................................................................... 31

G. Instrumen Penelitian ........................................................................... 32

H. Tata Cara Penelitian ............................................................................ 32

1. Observasi Awal ............................................................................... 33

2. Permohonan Izin dan Kerjasama .................................................... 33

3. Pengambilan Data ........................................................................... 34

4. Pengolahan Data ............................................................................. 37

I. Analisis Hasil ...................................................................................... 37

xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

J. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 38

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN ....................................................... 40

A. Pola Peresepan Obat ........................................................................... 40

B. Angka Kejadian Medication Error ..................................................... 41

1. Fase Prescribing ............................................................................ 41

2. Fase Transcribing .......................................................................... 42

C. Jenis Medication Error .......................................................................... 44

1. Fase Prescribing ............................................................................. 44

a. Wrong Dose ................................................................................ 45

b. Interaksi Obat ............................................................................. 46

c. Kontraindikasi ............................................................................. 48

2. Fase Transcribing ........................................................................... 51

a. Improper Dose / Quantity .......................................................... 52

b. Kegagalan dalam Mengantisipasi Prescribing Error ................ 52

D. Aspek Kelengkapan Persyaratan Administratif ................................. 54

E. Faktor-Faktor Penyebab Medication Error ......................................... 57

F. Cara Mengatasi Medication Error ...................................................... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 61

A. Kesimpulan ......................................................................................... 61

B. Saran ................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 63

LAMPIRAN ................................................................................................ 66

BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 105

xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I. Indeks Medication Errors Untuk Kategori Error (berdasarkan

dampak) .................................................................................... 15

Tabel II. Jenis-jenis Medication Errors (berdasarkan alur proses

pengobatan) ............................................................................... 16

Tabel III. Jenis-Jenis Prescribing Error ................................................... 18

Tabel IV. Golongan Obat pada Resep Racikan yang diterima oleh

pasien di Empat Apotek di Kabupaten Sleman ........................ 41

Tabel V.a. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan

Administratif Resep Racikan Berdasarkan Jumlah

Kelengkapan Aspek Yang Dipenuhi ........................................ 55

Tabel V.b. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan

Administratif Resep Racikan Berdasarkan Jumlah

Kelengkapan Aspek Yang Dipenuhi ........................................ 55

Tabel VI. Faktor-Faktor Penyebab Medication Error Berdasarkan

Sudut Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker ............. 58

Tabel VII. Cara-Cara Mengatasi Medication Error Berdasarkan Sudut

Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker ...................... 59

xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh Resep .............................................................................. 9

Gambar 2. Contoh Resep Racikan ................................................................ 10

Gambar 3. Peta Kabupaten Sleman ............................................................... 34

Gambar 4. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Prescribing

yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek

Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014 .................... 42

Gambar 5. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Transcribing

yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek

Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014 .................... 43

Gambar 6. Persentase Kejadian Prescribing Error Pada Resep Racikan di

Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret

2014 ............................................................................................. 44

Gambar 7. Persentase Kejadian Transcribing Error Pada Resep Racikan di

Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret

2014 ............................................................................................. 52

xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Melaksanakan Studi Pendahuluan ........................ 67

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian BAPPEDA ........................................... 68

Lampiran 3. Ethical Clearance ................................................................. 71

Lampiran 4. Data Resep Racikan .............................................................. 72

Lampiran 5. Kelengkapan Persyaratan Administratif Resep Racikan ...... 87

Lampiran 6. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek ............................ 89

Lampiran 7. Lembar Persetujuan (Informed Consent) .............................. 91

Lampiran 8. Pedoman wawancara Fase Transcribing Medication Error

pada Resep Racikan untuk Pasien di Apotek-Apotek di

Kabupaten Sleman ............................................................... 92

Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Apoteker ...................................... 95

Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Asisten Apoteker ......................... 101

xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

INTISARI

Resep racikan memerlukan keahlian, baik dalam perhitungan dosis


maupun teknik pencampuran obat. Maka proses peresepan obat ini menjadi faktor
yang sangat penting dalam pengobatan pasien karena proses-proses yang
dilakukan dalam meresepkan suatu obat haruslah dilakukan dengan seteliti dan
sedetail mungkin agar tidak terjadi kesalahan (medication error) dalam
pengobatan.
Penelitian ini merupakan penelitan observasional dengan rancangan
penelitian berupa studi kasus. Studi kasus pada penelitian ini bertujuan untuk
menghitung angka kejadian medication error pada fase prescribing dan
transcribing resep racikan, mengetahui jenis medication error yang terjadi pada
fase prescribing dan transcribing serta cara mengatasi medication error tersebut
yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman pada bulan Februari dan Maret
2014.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan terdapat kejadian
medication error sebesar 50 % pada fase prescribing dan 59 % pada fase
transcribing. Golongan obat yang paling banyak diterima dalam resep yaitu
golongan kortikosteroid sebesar 67,6 %, anti asma sebesar 29,4 %, anti jamur &
anti histamin sebesar 26,5 dan 23,5 %. Terdapat kejadian wrong dose sebesar 12
%, interaksi obat sebesar 15 %, kontraindikasi sebesar 23 %. Persentase kejadian
improper dose / quantity sebesar 6 % dan kegagalan dalam mengantisipasi
prescribing error sebesar 53 %.

Kata kunci : Resep racikan, medication error, fase prescribing, fase


transcribing

xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT

Compounded prescription requires expertise, both in the calculation of


drug dosage and mixing techniques. Then the prescribing’s process of these drugs
becomes a very important factor in the treatment of patient because these
processes that been carried out in prescribing a drug should be done with as much
detail as precisely as possible to avoid errors (medication error) in the treatment.
This study is an observasional study with case study design. Case study
that were performed in this study aimed to calculate the incidence of medication
errors in prescribing and transcribing phase of compounded prescription, find out
the type of medication errors that occur in prescribing and transcribing phase and
how to overcome those medication errors in the existing four pharmacies in
Sleman district in February and March 2014.
The results obtained showed that there were incidence of medication
errors up to 50 % in prescribing phase and 59 % in transcribing phase. Classes of
drugs most widely accepted in the prescription were corticosteroid group up to
67.6 %, 29.4 % for anti-asthmatic, anti-fungal & anti-histamine amounted to 26.5
and 23.5 %. There were incidences of wrong dose by 12 %, drug interaction up to
15 %, contraindication by 23 %. Incidence’s percentage of improper dose /
quantity by 6 % and the failure to anticipate prescribing errors by 53 %.

Key words : Compounded prescriptions, medication error, prescribing


phase, transcribing phase

xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Peresepan obat merupakan hal yang tidak asing lagi di dunia pengobatan,

khususnya di dunia kefarmasian. Resep sendiri adalah permintaan tertulis dari

dokter kepada apoteker / farmasi pengelola apotek untuk memberikan obat jadi

atau meracik obat dalam bentuk tertentu sesuai dengan keahliannya, takaran dan

jumlah obat sesuai dengan yang diminta, kemudian menyerahkannya kepada yang

berhak / pasien (Syamsuni, 2005).

Resep racikan adalah resep yang memerlukan apoteker mencampur

berbagai bahan menjadi suatu bentuk sediaan obat. Resep racikan mengandung

nama dan kuantitas tiap bahan yang diperlukan (Siregar, 2004). Resep racikan

memerlukan keahlian, baik dalam perhitungan dosis maupun teknik pencampuran

obat sehingga proses peresepan obat ini menjadi faktor yang sangat penting dalam

pengobatan pasien karena proses-proses yang dilakukan dalam meresepkan suatu

obat haruslah dilakukan dengan seteliti dan sedetail mungkin agar tidak terjadi

kesalahan dalam pengobatan.

Medication error merupakan suatu bentuk error dalam bidang

kedokteran dan kefarmasian, yang selama ini selalu luput dari perhatian,

cenderung diabaikan, atau bahkan dianggap tidak pernah terjadi (Dwiprahasto,

2004). Kesalahan peresepan dapat memberikan risiko yang berarti bagi pasien.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027 / MENKES / SK / IX / 2004

menyebutkan bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien,

1
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang

sebetulnya dapat dicegah.

Medication error merupakan kerugian nyata pada pasien dalam waktu,

uang dan kualitas hidup. Medication error dapat terjadi dalam proses penamaan,

peresepan (prescribing), pembacaan resep (transcribing), penyiapan (dispensing)

dan administrasi (administration) obat. Pihak pasien sendiri juga dapat

menyebabkan kesalahan karena gagal mematuhi instruksi pengobatan

(Pennsylvania Health Care Cost Containment Council, 2004).

Administrasi pengobatan adalah proses multi kompleks yang meliputi

tahap prescribing, transcribing, dispensing dan administration dan monitoring

respon pasien. Kesalahan (error) pada pengobatan dapat terjadi pada setiap tahap.

Meskipun banyak kesalahan muncul di tahap prescribing, sebagian kesalahan

dicegah oleh apoteker, perawat, atau staf kesehatan lainnya (Anderson dan

Townsend, 2010).

Tingkat kesalahan pengobatan atau medication error di Indonesia cukup

tinggi. Studi yang dilakukan FK UGM antara 2001-2003 menunjukkan

medication error mencapai 5,07 %. Sebanyak 0,25 % dari jumlah tersebut

berakhir fatal hingga kematian. Dampak dari kesalahan proses pengobatan ini

cukup beragam, mulai dari keluhan ringan hingga kejadian serius yang

memerlukan perawatan rumah sakit atau bahkan kematian (Dwiprahasto, 2004).

Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error

oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep yang dapat ditinjau dari

kelengkapan resep yang meliputi identitas dokter, identitas pasien, nama obat,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

regimen dosis, serta kelengkapan administratif yang lain (Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, 2004).

Berdasarkan hal-hal diatas, maka penulis akan meneliti tentang resep

racikan yang ada di apotek-apotek di wilayah Kabupaten Sleman, khususnya pada

saat fase prescribing dan transcribing. Melalui penelitian ini diharapkan

medication error yang terjadi dalam peresepan obat racikan yang ada di apotek-

apotek di kabupaten Sleman ini dapat diketahui dan untuk kedepannya dapat

diminimalisir sehingga proses pengobatan yang terjadi pada pasien dapat

terlaksana dengan baik dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

B. Perumusan Masalah

1. Berapa angka kejadian medication error fase prescribing dan transcribing

pada resep racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman pada bulan

Februari dan Maret 2014?

2. Apa saja jenis medication error yang terjadi dalam fase prescribing dan

transcribing yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman?

3. Bagaimana cara mengatasi medication error yang terjadi pada peresepan obat

racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian yang telah dilaksanakan yang terkait dengan penelitian ini antara

lain:

1. Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep

di Apotek-Apotek KotaMadya Yogyakarta (Rahmawati dan Oetari, 2002).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah resep-resep yang dilayani


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

di apotek-apotek di daerah kotamadya Yogyakarta telah memenuhi asas

legalitas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penelitian ini

meneliti juga tulisan tangan dokter yang berpotensi dapat menimbulkan

interpretasi sehingga berpeluang menimbulkan kesalahan pengobatan

(medication error). Penelitian ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan

contoh resep, yang diambil secara acak (α = 5% dan d = 3), dari 12 apotek di

kotamadya Yogyakarta. Kuesioner dan wawancara juga dilakukan terhadap

responden (24 apoteker dan 59 asisten apoteker) untuk mendukung data

pokok. Hasil penelitian deskriptif yang didapatkan menunjukkan bahwa resep

yang memenuhi persyaratan yang berlaku adalah 39,8 %. Ketidaklengkapan

tersebut disebabkan antara lain karena tidak adanya paraf, nomor ijin praktek

dokter, tanggal resep. Tulisan tangan dokter yang kurang dapat dibaca sangat

menyulitkan sehingga berpotensi menimbulkan kesalahan interpretasi

terutama pada nama obat, dosis, aturan pakai, dan cara pemberian, yang

selanjutnya dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.

2. Medication Errors In OutPatients Of A Government Hospital In Yogyakarta

Indonesia (Perwitasari, Abror dan Wahyuningsih, 2010). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui kejadian medication errors termasuk prescribing

error, pharmaceutical error dan dispensing error dan kejadian jenis error

yang paling banyak terjadi. Penelitian ini memeriksa peresepan dari 229

pasien rawat jalan. Ditemukan 226 peresepan dengan medication errors. Dari

226 medication errors, 99,12 % adalah prescribing errors, 3,02 % adalah

pharmaceutical errors dan 3,66 % adalah dispensing errors. Jenis


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

prescribing error yang paling sering terjadi adalah penulisan perintah dalam

resep yang tidak lengkap. Perintah dokter dalam peresepan merupakan

tahapan umum dimana kesalahan paling sering terjadi (99,12 %).

Pharmaceutical errors yaitu termasuk over dose dan under dose obat.

Dispensing errors yaitu termasuk penyiapan obat yang tidak benar dan

informasi obat yang tidak lengkap. Medication Error masih menjadi masalah

utama pada pasien rawat jalan di kota Yogyakarta.

3. Medication Errors in an Internal Intensive Care Unit of a Large Teaching

Hospital: A Direct Observation Study (Vazin dan Delfani, 2012). Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengungkapkan frekuensi, jenis dan konsekuensi

dari semua jenis kesalahan di ICU sebuah rumah sakit pendidikan yang besar.

Studi observasional ini dilakukan dalam 11 kamar tidur ICU dari rumah sakit

universitas di Shiraz. Data yang didapatkan kemudian dievaluasi dan

dimasukan dalam sebuah formulir yang didesain untuk tujuan ini. Selama

periode evaluasi, total 442 errors dari 5785 peluang untuk terjadinya error

(7,6 %) terjadi. Dari hasil tersebut, ada 9,8 % administration errors, 6,8 %

prescribing errors, 3,3 % transcription errors dan 2,3 % dispensing errors.

Secara total, 45 intervensi dilakukan, 40 % hasil intervensi menghasilkan

perbaikan dari kesalahan yang terjadi. Penyebab paling utama yang

diobservasi yaitu: pelanggaran aturan, penyimpangan slip dan memori dan

kurangnya pengetahuan obat.

4. Study and Evaluation of Medication Errors in A Tertiary Care Teaching

Hospital – A Baseline Study (Karna, Sharma, Inamdar dan Bhandari, 2012).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

Catatan pasien rawat inap dari enam unit departemen kedokteran ditinjau

selama mereka tinggal di rumah sakit. Kesalahan pengobatan yang terdeteksi

didokumentasikan dan dievaluasi. Sebanyak 500 kasus pasien dipilih, di

antaranya 77,4% adalah laki-laki dan 22,6% adalah perempuan. 38,5% dari

mereka berada di kelompok usia 40-60 tahun. 167 kesalahan pengobatan

terdeteksi pada 127 pasien. Kesalahan pengobatan maksimum (31) terdeteksi

di bulan Desember tahun 2010. Keseluruhan kejadian medication error yang

ditemukan menjadi 33,4%. Sebanyak 167 kesalahan pengobatan yang

diamati, di antaranya 30,5% adalah kesalahan dalam perintah pengobatan dan

penulisan, 23,3% adalah kesalahan dalam pengobatan dispensing dan 46,1%

adalah kesalahan perawat dalam administrasi obat. Penyebab kesalahan

pengobatan yaitu 61,6% adalah karena perawat, 22,1% adalah karena

Apoteker dan 16,1% adalah karena dokter. Mayoritas kesalahan pengobatan

termasuk pada obat kelas SSP (19,7%). Pada evaluasi kasus yang parah,

mayoritas kesalahan pengobatan 89,8% digolongkan sebagai category Error,

No harm, diikuti oleh 7,7% dalam category No Error dan sisa 2,3% dalam

category Error, Harm. Penelitian ini menyimpulkan bahwa 33,4 %

medication error terdeteksi selama masa studi dan mengungkapkan bahwa

apoteker dapat memainkan peran utama dalam mencegah kesalahan ini

dengan deteksi secara dini.

5. Evaluation of medication error incidence rate in medical ICU of Shahid

Faghihi hospital (Fereidooni dan Vazin, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk

mengungkap frekuensi, tipe dan konsekuensi dari semua jenis error dalam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7

sebuah ICU dari rumah sakit pendidikan yang besar. Kemunculan error

dideteksi dengan metode observasi langsung yang disamarkan. 1 murid

farmasi mengamati 307 dosis dalam 46 shift-6 jam. Dalam tiap shift

pengamatan, pengamat memilih 1 pasien, dan memikirkan perintah penulisan

resep untuk pasien dan kemudian mengikuti perawat dalam mempersiapkan

dan mengadministrasikan obat. Semua pengamatan dicatat dalam sebuah

kumpulan data. Dalam 307 dosis, 245 medication errors (79,8 %)

teridentifikasi, (53,1 administration errors, 24,1 % prescription errors dan

2,6 % transcription errors). Medication errors paling banyak terjadi saat

tahap teknik administrasi (20,84 %) dan monitoring (16,67 %). Sekitar 85 %

dari kesalahan pada semua tahap mengarah pada efek yang tidak

membahayakan pasien.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang ada diatas yaitu

pada penelitian ini, peneliti akan mengkaji pada fase-fase yang terjadi dalam

medication error, khususnya pada fase prescribing dan transcribing resep racikan

yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat mengetahui jenis medication error yang terjadi dalam fase prescribing

dan transcribing obat racikan yang ada di empat apotek di kabupaten Sleman

pada bulan Februari dan Maret 2014.

2. Dapat menjadi pedoman untuk penelitian selanjutnya dan juga meningkatkan

taraf keamanan dalam peresepan obat racikan yang dilakukan di empat apotek

di kabupaten Sleman.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan keamanan dalam proses peresepan obat racikan yang

dilakukan dengan mengurangi medication error yang terjadi selama peresepan

obat dan meningkatkan mutu pelayanan pengobatan yang ada di empat apotek

di kabupaten Sleman.

2. Tujuan Khusus

a. Menghitung angka kejadian dan jenis medication error dalam fase

prescribing pada resep racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten

Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014.

b. Menghitung angka kejadian dan jenis medication error yang terjadi dalam

fase transcribing pada resep racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten

Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014.

c. Mengetahui cara mengatasi medication error yang terjadi pada peresepan

obat racikan yang ada di empat apotek di Kabupaten Sleman.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Peresepan Obat

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1027/Menkes/SK/IX/2004, resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter

gigi, dokter hewan kepada Apoteker, untuk menyediakan dan menyerahkan obat

bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

Dr. Supriyadi
SIP. No. 228/K/84
Jl. Budi Kemulyaan No. 8A Telp. 736533
Jakarta
Jakarta, 22-09-2013
R/ Acetosal 500 mg
Codein HCl 20 mg
C.T.M 4 mg
S.L qs.
m.f. pulv. dtd. No. XV
da in caps.
S.t.d.d caps I
Paraf / tanda tangan dokter

Pro: Tn Marzuki (Dewasa)


Jl. Merdeka No. 10 Jakarta
Gambar 1. Contoh Resep (Syamsuni, 2005)

Penulisan obat di dalam resep disusun berdasarkan urutan berikut.

1. Obat pokoknya ditulis dulu, yang disebut remidium cardinale (basis)

2. Remidium adjuvantia/ajuvans, yaitu bahan atau obat yang menunjang

kerja bahan obat utama

3. Corrigens, yaitu bahan atau obat tambahan untuk memperbaiki warna,

rasa, dan bau obat utama.

9
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

4. Constituents/vehiculum/excipiens, yaitu bahan tambahan yang dipakai

sebagai bahan pengisi dan pemberi bentuk untuk memperbesar

volume obat. Bahan-bahan tersebut seperti laktosa pada serbuk serta

amilum dan talk pada bedak tabur. Contohnya,

R/ Cedilanid tab. No. I

Diuretin tab. No. ¼

m.f. pulv. dtd. No. XII

Gambar 2. Contoh Resep Racikan (Syamsuni, 2005)

Cedilanid digunakan untuk mengobati dekompensasi. Umumnya, pada

penderita dekompensasi jantung sering pula timbul udem yang dapat dihilangkan

dengan diuretin sebagai diuretikum. Jadi obat pokok untuk kausalnya adalah

cedilanid (remidium cardinale) dan udem dihilangkan dengan diuretin (remidium

corrigens actonis) (Syamsuni, 2005).

Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap, jika resep tidak jelas atau

tidak lengkap, maka apoteker harus menanyakannya kepada dokter penulis resep

tersebut. Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Nama, alamat, dan nomor izin praktik dokter, dokter gigi, atau dokter

hewan;

2. Tanggal penulisan resep (inscriptio);

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio);

4. Nama setiap obat dan komposisinya (prescriptio/ordonatio);

5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura);


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11

6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (subscriptio);

7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter

hewan

8. Tanda seru dan / atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis

maksimalnya (Syamsuni, 2005).

B. Pelayanan Resep Di Apotek

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,

pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,

pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian

obat (medication error) dengan melaksanakan aktivitas sesuai standar prosedur

operasional dan melakukan dokumentasi aktivitas. Tujuannya yaitu untuk

menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah terkait obat

harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep (Mashuda, 2011).

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

1. Persyaratan administratif yang terdiri dari :

a) Nama, SIP dan alamat dokter

b) Tanggal penulisan resep

c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien

e) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta

f) Cara pemakaian yang jelas


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

g) Informasi lainnya

2. Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,

inkompatibilitas, cara dan lama pemberian

3. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,

durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan dalam resep hendaknya

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan

dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah

pemberitahuan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).

Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan

emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat

yang diminta benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya.

Informasi obat yang penting harus diberikan kepada petugas yang

meminta/menerima obat tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus

menulis dengan jelas instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi (Direktorat Bina

Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008).

C. Resep Racikan

Farmasi peracikan adalah seni dan ilmu mempersiapkan obat pribadi

untuk pasien. Obat racikan yang "dibuat dari awal" – bahan-bahan individu

dicampur dalam kekuatan dan bentuk dosis yang tepat yang diperlukan oleh

pasien. Metode ini memungkinkan apoteker peracikan untuk bekerja dengan

pasien dan resep untuk menyesuaikan obat untuk memenuhi kebutuhan spesifik

pasien (Professional Compounding Centers of America, 2014).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

Definisi peracikan pada bidang farmasi kadang-kadang dapat keliru

dengan rekonstitusi karena peracikan dapat melibatkan penggerusan tablet

menjadi serbuk untuk mempersiapkan suspensi. Rekonstitusi, penambahan pelarut

yang kompatibel seperti saline, dekstrosa atau air steril pada sebuah produk, tidak

selalu jatuh dalam lingkup peracikan. Misalnya, dalam pengaturan farmasi

komunitas, amoksisilin, antibiotik umumnya diresepkan untuk Otitis Media pada

populasi anak, tersedia dalam bentuk serbuk. Apoteker diwajibkan untuk

merekonstitusi serbuk pada saat penyiapan obat. Tindakan ini tidak menjadi keliru

dengan peracikan karena dilakukan sesuai dengan instruksi pabrik. Sekali lagi,

pencampuran produk yang tersedia secara komersial dengan pelarut yang

kompatibel sesuai instruksi pabrik tidak diklasifikasikan sebagai peracikan dalam

bidang farmasi (Lam, 2011).

Seluruh produk racikan dapat dilihat kurang lebih sebagai obat yang

belum disetujui karena konten dan / atau formulasi menyimpang dari obat-obat

sejenis yang disetujui Food And Drug Administration (FDA). Hal ini

menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan dan keefektifan ketika mengubah

formulasi atau menggabungkan beberapa bahan. Jadi, disamping manfaat, produk

racikan juga membawa risiko yang melekat. Tanpa penelitian yang luas, pelatihan

peresepan untuk produk racikan bergantung terutama pada pertimbangan

profesional atau studi observasional yang tersedia dan laporan kasus. Namun,

potensi risiko tidak dapat diabaikan. Misalnya, banyak produk racikan digunakan

untuk populasi khusus seperti neonatus, pediatrik dan pasien geriatri dengan profil
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

farmakokinetik dan farmakodinamik yang berbeda dengan orang dewasa normal

(Lam, 2011).

Dengan demikian, faktor klinis harus dievaluasi secara hati-hati sebelum

peresepan dan penyiapan obat. Agen sistemik seperti produk parenteral dan

inhalasi menimbulkan risiko kontaminasi mikroba yang lebih tinggi jika proses

peracikan tidak dilakukan dalam kondisi steril. Konsekuensinya dapat melibatkan

masalah kesehatan yang parah atau bahkan kematian (Lam, 2011).

D. Medication Error

Berbagai istilah dan definisi telah digunakan dalam penelitian medication

error selama 45 tahun terakhir. Dalam membandingkan studi, penting untuk

mencatat definisi yang digunakan. Pada masa lampau, istilah medication error

mengacu pada kesalahan administrasi obat (administration errors); hari ini; istilah

tersebut mengacu pada kesalahan-kesalahan pada setiap tahap proses penggunaan

obat Definisi medication error meliputi kesalahan dalam proses pemberian

perintah atau pemberian obat. Kesalahan dalam pemberian perintah untuk

pengobatan umumnya disebut dengan prescribing error (Cohen, 2007).

Menurut Kepmenkes Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, medication

error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama

dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Terdapat 2

macam penggolongan untuk medication error, yaitu kategori error berdasarkan

dampak dan jenis-jenis medication error yang terjadi berdasarkan alur proses

pengobatan yang terjadi. Penggolongannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

Tabel I. Indeks Medication Errors Untuk Kategori Error (Berdasarkan


Dampak) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008)
Errors Kategori Hasil
No error A Kejadian atau yang berpotensi untuk terjadinya kesalahan
Error, no B Terjadi kesalahan sebelum obat mencapai pasien
harm C Terjadi kesalahan dan obat sudah diminum/digunakan
pasien, tetapi tidak membahayakan pasien
D Terjadinya kesalahan, sehingga monitoring ketat harus
dilakukan, tetapi tidak membahayakan pasien
Error, Terjadi kesalahan hingga terapi dan intervensi lanjut
harm E diperlukan dan kesalahan ini memberikan efek yang
buruk yang sifatnya sementara
Terjadi kesalahan dan mengakibatkan pasien harus
F dirawat lebih lama di rumah sakit serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara
G Terjadi kesalahan yang mengakibatkan efek buruk yang
bersifat permanen
H Terjadi kesalahan dan hampir merenggut nyawa pasien
contoh syok anafilaktik
Error, I Terjadi kesalahan dan pasien meninggal dunia
death
Keterangan :
Harm
Penurunan fungsi secara fisik, emosional, fisiologis atau struktur tubuh dan/atau
menghasilkan suatu rasa sakit.

Monitoring
Untuk mengobservasi atau melakukan pencatatan fisiologis yang relevan atau
tanda-tanda psikologis.

Intervensi
Dapat termasuk perubahan dalam terapi atau perawatan medis aktif. Hal ini juga
dapat berupa dukungan pada sistem kardiovaskuler dan respirasi (contoh : CPR,
intubasi, dll).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16

Tabel II. Jenis-jenis Medication Errors (Berdasarkan Alur Proses


Pengobatan) (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008)
Tipe Medication Errors Keterangan
Unauthorized drug Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien padahal
diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang
Improper dose/quantity Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai
dengan yang dimaksud dalam resep
Wrong dose Penyiapan / formulasi atau pencampuran obat yang
preparation method tidak sesuai
Wrong dose form Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara pemberian
yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di dalam
resep
Wrong patient Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang
keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep
Omission error Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,
mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik
yang mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang
bersangkutan
Extra dose Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda
Prescribing error Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan
secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak
berkompeten
Wrong administration Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk
technique misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak
dibenarkan (misalkan obat i.m diberikan secara i.v)
Wrong time Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian
atau diluar jadwal yang ditetapkan

Menurut JCAHO (cit; Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik,

2008) menetapkan tentang keamanan terhadap titik kritis dalam proses

manajemen obat : sistem seleksi (selection), sistem penyimpanan sampai

distribusi (storage, distribution), sistem permintaan obat, interpretasi dan

verifikasi (ordering and transcribing), sistem penyiapan, labelisasi/etiket,

peracikan, dokumentasi, penyerahan ke pasien disertai kecukupan informasi

(preparing dan dispensing), teknik penggunaan obat pasien (administration),

pemantauan efektifitas penggunaan (monitoring). Didalamnya termasuk sistem

kerjasama dengan tenaga kesehatan terkait baik kompetensi maupun


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17

kewenangannya, sistem pelaporan masalah obat dengan upaya perbaikan,

informasi obat yang selalu tersedia, keberadaan apoteker dalam pelayanan, adanya

prosedur khusus obat dan alat yang memerlukan perhatian khusus karena dampak

yang membahayakan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008).

E. Fase Prescribing

Prescribing adalah proses yang dilakukan oleh seorang dokter, perawat

atau profesional yang terdaftar lainnya memberikan kewenangan penggunaan obat

atau pengobatan untuk pasien dan memberikan instruksi tentang bagaimana dan

kapan pengobatan tersebut harus digunakan. Meskipun istilah tersebut biasanya

mengacu pada perintah untuk pengobatan, konsep yang sama dapat mencakup tes

laboratorium, perawatan psikologis, dan usaha untuk membantu mengoptimalkan

kesehatan dan kesejahteraan (Anonim, 2012).

Peresepan (prescribing) obat-obatan merupakan keahlian penting yang

diperlukan oleh dokter. Untuk setiap keputusan peresepan, potensi manfaat perlu

diimbangi terhadap risiko yang membahayakan. Resep harus menggunakan

pengetahuan klinis dan keahlian improvisasi untuk menerapkan seperangkat

peraturan (misalnya kontra-indikasi, faktor risiko) untuk keputusan peresepan

tertentu. Tantangan peresepan telah meningkat seiring dengan pengembagan obat-

obat baru, dan pasien yang lebih tua dan sakit parah terobati (Anonim, 2012).

Peresepan obat dapat membantu orang tetap sehat atau mengelola kondisi

jangka panjang atau situasi darurat. Namun, seperti dengan komponen kesehatan

yang lain, resep juga memiliki kesalahan dan dapat menyebabkan hal-hal

berbahaya yang tidak diinginkan. Kesalahan pengobatan adalah salah satu isu
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18

keamanan pada pasien yang paling umum dan kesalahan peresepan (prescribing

errors) adalah salah satu jenis yang paling umum dari kesalahan pengobatan

(Anonim, 2012).

Prescribing errors dapat muncul dalam berbagai bentuk, tapi umumnya

melibatkan dosis yang tidak tepat, detail yang tidak terbaca atau perintah

pengobatan yang tidak tepat atau obat-obatan yang dapat berinteraksi dengan

pengobatan lain yang telah dijalani (Anonim, 2012).

Definisi prescribing error yaitu ketidaktepatan pemilihan obat

(berdasarkan indikasi, kontraindikasi, alergi-alergi yang diketahui, terapi

pengobatan yang sudah ada, dan faktor lainnya), dosis, bentuk sediaan, jumlah,

rute, konsentrasi, tingkat administrasi, atau instruksi-instruksi untuk penggunaan

produk obat yang diperintahkan atau diwenangkan oleh dokter (atau prescriber

yang sah); penulisan resep obat yang tidak terbaca atau perintah pengobatan yang

mengarah pada kesalahan yang mencapai pasien (American Society of Health-

System Pharmacists, 2014).

Beberapa jenis prescribing error dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel III. Jenis-Jenis Prescribing Error (General Medical Council, 2012)


No. Jenis Prescribing Error
1. Obat yang tidak perlu
2. Obat yang tidak tepat
3. Duplikasi
4. Kesalahan alergi
5. Kesalahan kontraindikasi
6. Kesalahan dosis / kekuatan obat
7. Kesalahan interaksi
8. Kesalahan formulasi
9. Kesalahan frekuensi
10. Kesalahan waktu pemberian obat
11. Ketidaklengkapan informasi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19

F. Fase Transcribing

Transcribing didefinisikan sebagai "tindakan dimana produk-produk obat

ditulis dari satu bentuk arah untuk diadmnistrasikan / diberikan pada yang lain.

Hal – hal ini termasuk surat perintah pengobatan, surat pengalihan, menyalin

grafik administrasi pengobatan pasien ke grafik baru, baik yang ditulis tangan atau

yang dihasilkan oleh komputer” (Manchester Community Health, 2011).

Tujuan dari farmasis yang bertugas sebagai transcriber yaitu untuk

memastikan obat ditulis penjelasannya / diartikan dengan benar dan aman dan

untuk memastikan bahwa para profesional lain yang bekerja di wilayah klinis

menyadari bahwa mereka mampu untuk melakukan transcribing dengan baik.

Transcriber mengambil tanggung jawab penuh untuk menuliskan penjelasan /

mengartikan pengobatan secara aman dan akurat, dan harus merasa percaya diri

untuk melakukannya (National Health Society, 2013).

Kebijakan dalam transcribing pengobatan adalah sebagai berikut :

1. Tidak ada pengobatan baru yang dapat diresepkan dibawah kebijakan ini.

2. Farmasis mengambil tanggung jawab penuh untuk menulis penjelasan /

mengartikan pengobatan secara aman dan akurat, dan harus merasa percaya

diri unutk melakukannya.

3. Obat-obat terkontrol, insulin, warfarin, sitotoksik and dan obat-obat lain yang

dipertimbangkan dengan resiko tinggi harus ditulis penjelasannya / diartikan

hanya pada saat transcriber secara penuh yakin bahwa pengobatan ini tidak

berbahaya bagi pasien jika diadministrasikan dan lingkup pengobatan ini

berada dalam area kompetensi mereka.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20

4. Pengobatan tidak boleh ditulis penjelasan / diartikan apabila:

a. Detail terkait dengan obat tidak terbaca, tidak jelas, rancuh dan tidak

lengkap.

b. Pasien membantah / memperdebatkan tentang bukti-bukti yang tertulis

c. Obat-obat tersebut dinilai dikontraindikasikan oleh kondisi medis pasien

atau dimana interaksi obat atau permasalahan lain tercatat.

d. Dirasakan bahwa obat berkontribusi pada alasan-alasan tertentu untuk

diberikan pada pasien, dokter perlu diinformasikan (National Health

Society, 2013).

G. Faktor Penyebab Medication Error

Kesalahan kadang-kadang dapat terjadi ketika dokter memerintahkan

obat baru atau ketika ada perubahan dosis obat yang telah diambil pasien. Hal ini

bisa terjadi karena beberapa nama obat mungkin sound-alike / terdengar mirip

(ketika penulis resep melakukan peresepan) atau look-alike / terlihat mirip (ketika

apoteker membaca tulisan tangan pada resep atau mengambil obat yang salah dari

rak obat) (Institute for Safe Medication Practices, 2004).

Penyebab medication error berbasis sistem dapat langsung ditelusuri

pada kelemahan atau kegagalan dalam elemen-elemen kunci dibawah ini.

1. Informasi pasien. Untuk memandu terapi obat yang tepat, penyedia layanan

kesehatan membutuhkan demografi dan informasi klinis yang tersedia

(seperti usia, berat badan, alergi, diagnosis, dan status kehamilan) dan

informasi monitoring pasien (seperti nilai-nilai laboratorium dan tanda-tanda


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21

vital) yang mengukur dampak obat dan proses-proses yang mendasari

penyakit pasien.

2. Informasi obat. Untuk meminimalkan risiko kesalahan, persediaan obat harus

dikontrol dalam beberapa cara, dan informasi obat yang up-to-date harus siap

dan dapat diakses untuk sistem perawatan kesehatan, catatan administrasi

pengobatan pasien dan profil pasien, dan kegiatan klinis rutin oleh apoteker

dalam daerah pengobatan pasien atau apotek.

3. Komunikasi yang terkait dengan pengobatan. Karena kegagalan komunikasi

adalah pusat dari banyak kesalahan, organisasi perawatan kesehatan harus

meningkatkan kerja sama tim kolaboratif, menghilangkan hambatan

komunikasi antara penyedia layanan kesehatan, dan standarisasi cara-cara

pemberian perintah dalam peresepan dan informasi obat lainnya

dikomunikasikan untuk menghindari salah penafsiran.

4. Pelabelan, pengemasan, dan tata nama obat. Untuk memudahkan identifikasi

dan penggunaan obat-obatan, perusahaan produk, lembaga peraturan, dan

organisasi perawatan kesehatan, terutama apotek, harus memastikan bahwa

semua obat disediakan dalam wadah dan diberi label dengan jelas, termasuk

pengemasan unit dosis untuk penggunaan institusi, dan harus mengambil

langkah-langkah untuk mencegah kesalahan seperti nama-nama obat yang

terlihat mirip (look-alike) dan terdengar mirip (sound-alike), kemasan obat

yang rancuh, dan label obat yang membingungkan atau tidak ada.

5. Standarisasi, penyimpanan dan distribusi obat. Banyak kesalahan dapat

dicegah dengan membatasi akses terhadap obat yang berisiko tinggi dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22

bahan kimia berbahaya, dan mendistribusikan atau memyalurkan obat dari

apotek secara tepat waktu. Bila mungkin, organisasi perawatan kesehatan

harus menggunakan produk obat yang tersedia secara komersial daripada obat

peracikan. Di rumah sakit, penggunaan larutan intravena komersial disiapkan

dan konsentrasi standar dapat meminimalkan proses yang rawan kesalahan

seperti penyiapan campuran IV dan perhitungan dosisnya di bagian farmasi.

6. Perangkat pengiriman dan penerimaan pengobatan, penggunaan, dan

monitoring. Desain perangkat pengiriman obat tertentu memfasilitasi, bukan

menghalangi, medication error. Organisasi perawatan kesehatan harus

menilai keamanan perangkat sebelum pembelian, pastikan perlindungan

terhadap keamanan-kegagalan yang tepat, dan memerlukan

ketidakbergantungan pada proses pemeriksaan ulang dimana kesalahan dapat

membahayakan pasien secara serius.

7. Faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan seperti kurangnya

pencahayaan, ruang kerja berantakan, kebisingan, gangguan, ketajaman

pasien yang tinggi, dan aktivitas nonstop dapat berkontribusi pada kesalahan

jika faktor-faktor tersebut menghambat kemampuan penyedia layanan

kesehatan untuk tetap fokus pada penggunaan obat. Kurangnya staff dan

beban kerja yang berlebihan dalam banyak organisasi perawatan kesehatan

saat ini membuat potensi untuk berbagai kesalahan terjadi.

8. Kompetensi dan edukasi staff. Meskipun pendidikan bagi staff sendiri adalah

sebuah pendekatan cukup untuk pengurangan kesalahan, hal ini dapat

memainkan peran penting bila dikombinasikan dengan strategi pengurangan


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23

kesalahan berbasis sistem. Kegiatan yang paling efektif meliputi penilaian

berkelanjutan dari kompetensi dasar penyedia perawatan kesehatan dan

pendidikan tentang obat baru, obat non formularium, obat dengan peringatan

tinggi, dan pencegahan kesalahan.

9. Edukasi pasien. Pasien dapat memainkan peran penting dalam mencegah

kesalahan jika mereka telah diberikan edukasi tentang pengobatan mereka

dan didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban yang

memuaskan. Pasien yang mengetahui nama dan dosis obat mereka, alasan

untuk mengambil masing-masing obat, bagaimana obat-obat tersebut harus

dikonsumsi, bagaimana bentuk obat-obat tersebut, dan bagaimana obat-obat

tersebut bekerja, semua hal tersebut berada dalam posisi yang sangat baik

untuk membantu meminimalkan kemungkinan kesalahan. Penyedia layanan

kesehatan tidak hanya harus mengajarkan pasien bagaimana melindungi diri

dari kesalahan-kesalahan pengobatan tetapi juga meminta masukan dari

mereka dalam inisiatif peningkatan kualitas dan keamanan.

10. Kualitas proses dan manajemen resiko. Organisasi perawatan kesehatan,

termasuk apotek masyarakat, dan apotek layanan antar, membutuhkan sistem

untuk mengidentifikasi, pelaporan, analisis, dan mengurangi risiko kesalahan

pengobatan. Budaya yang tidak menghukum untuk keamanan harus

diusahakan untuk mendorong pengungkapan kesalahan dengan jujur dan

kejadian yang mendekati kesalahan, memacu diskusi yang produktif, dan

mengidentifikasi solusi berbasis sistem yang efektif. Pengecekan kontrol

kualitas yang diletakkan di tempat strategis diperlukan. Kelebihan sederhana


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24

yang mendukung sistem yang tidak bergantung pada pemeriksaan ulang

untuk obat peringatan tinggi dan proses yang rawan kesalahan dapat

mempromosikan deteksi dan koreksi kesalahan sebelum kesalahan mencapai

dan membahayakan pasien (Cohen, 2007).

Atas dasar sistem-sistem kunci ini, penyebab medication error dapat

dirangkum sebagai berikut :

1. Kurangnya informasi tentang pasien

2. Kurangnya informasi tentang obat

3. Kegagalan komunikasi dan kerjasama

4. Label dan kemasan obat yang tidak jelas, tidak ada, atau terlihat mirip (look-

alike) dan nama-nama obat yang terlihat mirip (look-alike) dan terdengar

mirip (sound-alike) yang membingungkan

5. Standarisasi, penyimpanan, dan distribusi obat yang tidak aman

6. Perangkat pengiriman obat-obatan yang tidak standar, cacat, atau tidak aman

7. Faktor-faktor lingkungan dan pola staff yang tidak mendukung keamanan

8. Orientasi staf, pendidikan yang masih berjalan, pengawasan, dan validasi

kompetensi yang tidak memadai

9. Edukasi pada pasien yang tidak memadai tentang pengobatan dan kesalahan

pengobatan (medication error)

10. Kurangnya budaya yang mendukung keamanan, kegagalan untuk belajar dari

kesalahan, dan kegagalan atau tidak adanya strategi pengurangan kesalahan

(Cohen, 2007).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25

H. Cara Mengatasi Medication Error

Beberapa kunci untuk mencegah medication error adalah sebagai berikut

1. Edukasi Pasien

Para profesional bidang kesehatan harus menyediakan edukasi pasien yang

memadai tentang penggunaan pengobatan yang tepat sebagai bagian dari

program pencegahan kesalahan (error). Edukasi yang tepat memberdayakan

pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan kesehatan mereka dan

melindungi terhadap kesalahan-kesalahan. Beberapa contoh instruksi untuk

pasien yang dapat membantu mencegah medication error adalah :

a. Mengetahui nama dan indikasi dari obat-obat yang digunakan

b. Membaca lembar informasi pengobatan yang disediakan oleh farmasis

c. Mengecek tanggal kadaluarsa dari obat-obatan yang digunakan dan

buang obat-obat yang sudah kadaluarsa

d. Mempelajari tentang penyimpanan obat yang tepat

e. Menjaga obat-obatan jauh dari jangkauan anak-anak

f. Mempelajari tentang interaksi obat-obat yang potensial dan peringatan-

peringatan yang tertera (The Academy of Managed Care Pharmacy,

2010).

Tanggung jawab untuk mencegah kesalahan pengobatan tidak hanya

terletak pada para profesional bidang kesehatan dan sistem perawatan kesehatan,

tapi juga pada pasien itu sendiri. Dengan mendapat informasi tidak hanya tentang

nama-nama obat yang digunakan, tetapi juga alasan obat-obat tersebut digunakan,

waktu obat-obat tersebut harus diberikan dan dosis yang tepat, pasien dapat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26

bertindak sebagai pemeriksaan akhir dalam sistem. Praktek dalam membawa

daftar obat yang terus update dapat sangat berharga, salah satunya dalam keadaan

darurat. Hal ini mengurangi kesempatan terjadinya miskomunikasi atau informasi

yang salah. Ketika pasien mengambil peran aktif dalam mendapat informasi

dalam perawatan kesehatannya, banyak kesalahan dapat dicegah (The Academy

of Managed Care Pharmacy, 2010).

2. Teknologi Elektronik

a. Electronic Prescription Record

Electronic prescription record (EPR) berisi semua data secara hukum yang

diperlukan untuk mengisi, melabel, mengeluarkan dan / atau mengajukan

permohonan pembayaran untuk resep. Apoteker menggunakan catatan

tersebut sebagai alat untuk mengurangi kesalahan pengobatan dengan

menjaga terhadap interaksi obat, duplikasi terapi dan kontraindikasi obat.

EPR juga dapat membantu mengurangi kesalahan medis dengan membantu

apoteker memonitor dan pemanfaatan pemeriksaan dan dengan

memfasilitasi komunikasi antara penyedia layanan kesehatan untuk

meningkatkan perawatan pasien. Dalam waktunya, sistem perawatan

kesehatan yang dikelola akan menghubungkan EPR dengan sistem

pencatatan medis lainnya, memudahkan prescriber untuk langsung

mengirimkan resep ke apotek yang dipilih pasien. Integrasi pada seluruh

apotek pasien dan rekam medis akan meningkatkan pelayanan kesehatan

melalui proses manajemen pasien secara menyeluruh, termasuk


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27

pengurangan medication error (The Academy of Managed Care Pharmacy,

2010).

b. Electronic DUR

Karena teknologi dari electronic prescription record (EPR), apoteker

mampu melakukan drug utilization review (DUR) secara online. Proses

DUR secara online memungkinkan apoteker untuk melakukan peninjauan

perintah peresepan pada saat resep tersebut diberikan untuk mengisi dan

secara proaktif menyelesaikan masalah obat-pasien potensial seperti

interaksi obat-obat, penggunaan berlebihan, penggunaan kurang dan alergi

obat. Teknologi ini memungkinkan apoteker untuk menilai peresepan pada

saat meracik dan, dengan menggunakan informasi catatan medis / farmasi

pasien, menentukan kesesuaian terapi obat yang diresepkan. Isu-isu

keamanan obat yang umumnya dibahas dalam proses DUR secara online

termasuk hal-hal berikut :

1. Kontraindikasi obat-penyakit

2. Interaksi obat-obat

3. Dosis obat yang tidak tepat

4. Durasi pengobatan yang tidak tepat

5. Interaksi obat-alergi

6. Penyalahgunaan klinis (The Academy of Managed Care Pharmacy,

2010).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28

Berdasarkan The Medication Errors Panel (2007), keempat proses kunci

yang dipercaya dapat dirancang dengan lebih baik untuk mengurangi dan

mencegah medication error yaitu hal-hal yang berkaitan dengan:

1. Transkripsi dan transmisi resep (yaitu metode resep digunakan untuk

mendokumentasikan urutan resep dan berkomunikasi ke apotek di mana

dokumen tersebut akan diisi).

2. Edukasi pasien mengenai tujuan pengobatan, penggunaan efektif obat, dan

pemantauan tanda-tanda dan gejala yang mungkin mengindikasikan

keberhasilan atau toksisitas dalam pengobatan.

3. Insentif penyedia layanan kesehatan yang dapat mempengaruhi penyedia

layanan kesehatan secara langsung maupun tidak langsung dalam mengejar

perilaku-perilaku yang dirancang untuk mengurangi medication error.

4. Pelatihan dan lisensi penyedia layanan kesehatan yang dapat mendorong

pemahaman yang lebih baik antara penyedia layanan kesehatan tentang

keseriusan permasalahan medication error dan perilaku-perilaku yang perlu

diadopsi yang akan mengurangi kejadian medication error.

I. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui informasi tentang kejadian

medication error yang terjadi dalam peresepan obat racikan, khususnya pada fase

prescribing dan transcribing yang terjadi di empat apotek di Kabupaten Sleman

pada bulan Februari dan Maret 2014.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan

rancangan penelitian prospektif. Desain penelitian ini berupa studi kasus, dimana

studi kasus merupakan suatu kajian yang detil tentang suatu setting atau suatu

subjek tunggal, atau satu kumpulan dokumen tunggal, atau suatu kejadian tertentu

(Wahab, 2011).

Studi kasus adalah desain penelitian yang sangat fleksibel, yang

memungkinkan peneliti untuk menetapkan karakteristik yang holistik terhadap

kejadian hidup yang riil sambil meneliti kejadian-kejadian empirik (Wahab,

2011).

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Medication Error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian

obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang dapat dicegah.

2. Fase prescribing merupakan fase yang dimulai dengan dilakukannya

penyerahan resep obat yang diserahkan oleh pasien kepada apoteker.

Prescribing error adalah obat diresepkan secara keliru atau perintah yang

diberikan secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak berkompeten.

Kesalahan yang terjadi pada fase prescribing dikategorikan sebagai prescribing

error. Prescribing error dapat berupa kesalahan pada dosis obat dan aturan

pakai (wrong dose), interaksi obat dan kontraindikasi.

29
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30

3. Fase transcribing merupakan fase yang dimulai dengan penerimaan resep obat

oleh pihak apotek sampai skrining resep obat tersebut selesai dilaksanakan.

Kesalahan pada fase transcribing dapat berupa improper dose / quantity dan

juga kegagalan dalam mengantisipasi kesalahan pada fase prescribing. Hal-hal

yang berpotensi menimbulkan medication error pada fase transcribing dilihat

dari kelengkapan persyaratan administratif resep tersebut. Improper dose /

quantity adalah dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan yang

dimaksud dalam resep.

4. Resep racikan merupakan suatu resep yang memerlukan keahlian seorang

farmasis utuk mengubah satu atau lebih jenis obat menjadi bentuk sediaan yang

baru atau dosis yang baru. Rekonstitusi adalah prosedur pencampuran suatu

produk obat dengan pelarut yang sesuai berdasarkan instruksi dari pihak

manufaktur obat dan prosedur ini tidak tergolong sebagai prosedur peracikan.

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah apoteker dan asisten apoteker yang

berada di empat apotek yang telah ditentukan di wilayah Kabupaten Sleman yang

bertugas dalam membaca dan melayani resep racikan yang diterima.

D. Bahan Penelitian

Bahan pada penelitian ini adalah resep racikan yang dilayani di empat

apotek yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya yang tersebar di wilayah

Kabupaten Sleman selama bulan Februari dan Maret 2014.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari dan Maret 2014.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat apotek yang tersebar di wilayah Kabupaten

Sleman, yaitu di setiap cluster area yang akan dibagi oleh peneliti. Penelitian

dilakukan di 2 apotek pertama pada bulan Februari 2014 dan 2 apotek

berikutnya pada bulan Maret 2014.

F. Teknik Pengambilan Data

Data resep racikan yang masuk di apotek-apotek yang telah ditentukan

pada bulan Februari dan Maret 2014 akan diambil dan selanjutnya diteliti error

yang terjadi pada fase prescribing terkait dengan jenis medication error yang

terjadi dengan menggunakan buku-buku referensi yang digunakan sebagai acuan

dalam menganalisis kesalahan yang terjadi. Hal-hal yang berpotensi menimbulkan

medication error khususnya pada fase transcribing dilihat melalui kelengkapan

persyaratan administratif yang terdapat pada masing-masing resep.

Observasi secara langsung dilakukan dengan menggunakan metode

accidental sampling di apotek setempat, juga dilakukan wawancara terstruktur

kepada apoteker dan asisten apoteker yang bertugas dalam membaca resep racikan

untuk mengetahui error yang terjadi pada fase transcribing.

Metode accidental sampling dipilih karena peneliti dalam hal ini tidak

dapat mengamati seluruh proses pelayanan resep racikan yang ada di apotek-

apotek tersebut. Data yang akan dibahas merupakan data mengenai proses
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32

pelayanan resep racikan yang teramati pada kurun waktu bulan Februari dan

Maret 2014 di apotek-apotek yang menjadi lokasi penelitian.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian kali ini antara lain adalah

lembar observasi yang digunakan dalam mengamati kejadian yang terjadi pada

fase transcribing, serta pedoman wawancara yang digunakan untuk melakukan

wawancara terstruktur pada apoteker dan asisten apoteker sebagai data pendukung

dalam mengetahui error yang terjadi pada fase transcribing dan lembar informed-

consent yang digunakan untuk menyatakan kesediaan apoteker / asisten apoteker

untuk ikut terlibat dalam penelitian ini.

H. Tata Cara Penelitian

Studi kasus yang dilakukan pada penelitian ini difokuskan pada kejadian

medication error dan dalam menganalisis kejadian medication error, penelitian

ini terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu penelitian terhadap fase prescribing

dan fase transcribing. Pada fase prescribing akan dilakukan analisis terhadap data

resep racikan yang diterima di apotek-apotek yang telah ditentukan untuk menjadi

lokasi penelitian.

Penelitan pada fase transcribing dilakukan melalui observasi secara

langsung terhadap proses pelayanan resep racikan yang ada di apotek-apotek

tersebut dan wawancara terstruktur pada apoteker dan asisten apoteker yang

bertugas dalam melayani resep racikan tersebut. Kesalahan-kesalahan pada fase

transcribing dapat diketahui pada saat pembacaan dan skrining resep yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33

dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker, juga melalui wawancara terstruktur

baik pada apoteker maupun asisten apoteker.

Wawancara terstruktur dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor

penyebab terjadinya medication error pada fase transcribing dan cara-cara yang

dapat digunakan untuk mengatasinya.

Penelitian dilakukan di 4 apotek yang tersebar di Kabupaten Sleman.

Selama bulan Februari 2014, peneliti melakukan pengambilan data resep racikan

di 2 apotek yang telah dipilih, dan pengambilan data selanjutnya dilakukan selama

bulan Maret 2014 di 2 apotek selanjutnya.

1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan melakukan analisis situasi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Sleman untuk mengetahui populasi resep racikan yang ada

di wilayah tersebut. Langkah selanjutnya adalah mencari dan menentukan apotek-

apotek yang berada di masing-masing cluster area pada wilayah Kabupaten

Sleman yang akan digunakan oleh peneliti sebagai lokasi penelitian.

2. Permohonan izin dan kerjasama

Permohonan izin untuk penelitian ditujukan kepada pengelola apotek

setempat melalui proposal yang diajukan. Permohonan ijin selanjutnya ditujukan

kepada Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten

Sleman dan Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ethical

clearence. Permohonan ijin ini dilakukan untuk memenuhi etika penelitian dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34

selanjutnya peneliti bersiap untuk mengambil data di apotek-apotek yang telah

ditentukan.

3. Pengambilan Data

Peneliti membagi wilayah kabupaten Sleman menjadi 4 cluster area dan

pembagian culster area berdasarkan pada karakterisitk sumberdaya yang ada di

Kabupaten Sleman.

Gambar 3. Peta Kabupaten Sleman (Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013)

Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah Kabupaten

Sleman terbagi menjadi 4 wilayah, yaitu :

a. Kawasan lereng Gunung Merapi, dimulai dari jalan yang menghubungkan

kota Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak

gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumber daya air dan ekowisata yang

berorientasi pada kegiatan gunung Merapi dan ekosistemnya.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35

b. Kawasan Timur yang meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian

Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat

peninggalan purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata budaya dan daerah

lahan kering serta sumber bahan batu putih.

c. Wilayah Tengah yaitu wilayah aglomerasi kota Yogyakarta yang meliputi

Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok dan Gamping. Wilayah ini

merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa.

d. Wilayah Barat meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan dan

Moyudan merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air dan

sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan mendong, bambu serta gerabah

(Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013).

Berdasarkan karakteristik yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti

membagi wilayah Kabupaten Sleman menjadi 4 cluster area dan dari satu cluster

area, nantinya akan dipilih satu apotek yang akan dijadikan lokasi penelitian yang

dianggap mewakili cluster area tersebut. Keempat cluster area yang dimaksud

yaitu:

a. Cluster utara terdiri dari kecamatan Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan

b. Cluster selatan terdiri dari kecamatan Sleman, Mlati, Ngaglik, Depok,

Ngemplak, Gamping

c. Cluster barat terdiri dari kecamatan Godean, Minggir, Seyegan, Moyudan

d. Cluster timur terdiri dari kecamatan Prambanan, Kalasan, Berbah

Cluster sampling merupakan proses penarikan sampel secara acak pada

kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misalnya berdasar
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36

wilayah (kodya, kecamatan, kelurahan, dst.) Cara ini sangat efisien bila populasi

tersebar luas sehingga tidak mungkin untuk membuat seluruh daftar populasi

tersebut (Sastroasmoro dan Ismael, 2010).

Keuntungan metode cluster sampling antara lain yaitu metode ini

merupakan salah satu metode yang ekonomis, dapat menghemat biaya untuk

jumlah sampel yang besar. Kerugian metode ini antara lain yaitu tidak dapat

keberagaman yang terdapat dalam suatu komunitas (cluster) dan standar error

yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan desain sampling yang lain dengan

jumlah sampel yang sama besar (Ahmed, 2009).

a. Data resep racikan

Data yang diambil berupa data resep racikan yang masuk pada bulan

Februari dan Maret 2014, selanjutnya data yang telah didapat akan diteliti dengan

menggunakan buku acuan yang telah ditentukan untuk menganalisis peresepan

obat dan untuk mengetahui jenis error yang terjadi pada fase prescribing.

b. Data wawancara terstruktur

Dilakukan observasi dengan metode accidental sampling untuk

mengetahui error yang terjadi pada fase transcribing. Selanjutnya dilakukan

wawancara terstruktur pada apoteker dan asisten apoteker yang bertugas dalam

melayani resep racikan yang diterima di apotek-apotek tersebut. Jumlah minimal

apoteker dan asisten apoteker yang akan diwawancarai yaitu masing-masing satu

orang apoteker dan satu orang asisten apoteker untuk mewakili satu apotek.

Apoteker dan asisten apoteker terlebih dahulu diberikan penjelasan terkait dengan

wawancara terstruktur yang akan dilakukan, setelah itu menandatangani lembar


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37

informed-consent untuk menyatakan kesediaannya dalam berpartisipasi pada

penelitian ini.

Apoteker dan asisten apoteker yang tidak bersedia untuk menandatangani

lembar informed-consent tidak akan diwawancarai dan terdapat dua apoteker yang

tidak bersedia diwawancarai dari empat apotek tersebut. Wawancara terstrukur

dilakukan untuk mengetahui pandangan dari pihak apoteker maupun apoteker

mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya medication error yang terjadi pada

fase transcribing serta cara-cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kesalahan

tersebut.

4. Pengolahan data

a. Data resep racikan

Data resep racikan yang diperoleh kemudian akan dijabarkan dan

dievaluasi satu per satu meliputi data kelengkapan persyaratan administratif yang

terdapat pada resep tersebut dan kejadian medication error yang terjadi selama

proses pelayanan resep racikan tersebut.

b. Data wawancara tersruktur

Hasil wawancara terstruktur yang didapatkan dari apoteker dan asisten

apoteker yang berada di apotek-apotek tersebut akan ditampilkan dalam bentuk

tabel dan detail mengenai pertanyaan dan jawaban yang didapatkan dari pihak

apoteker dan asisten apoteker akan dipaparkan dalam bagian lampiran.

I. Analisis Hasil

Data yang diperoleh akan dibahas dalam bentuk uraian dan dalam bentuk

tabel atau gambar diagram secara deskriptif. Data akan dibagi dalam beberapa
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38

kelompok, kemudian dilakukan penghitungan jumlah kejadian setiap kelompok

dan penyebab kejadian, kemudian dihitung persentase dari masing-masing

kejadian medication error yang ada, baik pada fase prescribing maupun pada fase

transcribing.

Analisis prescribing error dilakukan pada seluruh data resep racikan

yang didapatkan dengan menggunakan beberapa buku acuan seperti Drug

Information Handbook (DIH) 20th edition oleh Lacy, Amstrong, Goldman, dan

Lance (2011), Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (2008), MIMS Indonesia edisi 12 oleh Pramudianto

dan Ebaria (2012), Martindale the Complete Drug Reference 36th edition oleh

Sweetman (2009) dan Stockley Drug’s Interaction 9th edition oleh Baxter (2010).

Analisis transcribing error dilakukan berdasarkan pada hasil observasi

yang telah didapatkan oleh peneliti pada proses pelayanan resep racikan yang

teramati di apotek-apotek yang menjadi lokasi penelitan selama bulan Februari

dan Maret 2014. Kemudian dibahas data wawancara terstruktur yang telah

dilakukan pada para apoteker maupun asisten apoteker untuk mengetahui faktor-

faktor penyebab terjadinya medication error pada fase transcribing dan cara yang

dapat digunakan untuk mengatasi error tersebut.

J. Keterbatasan Penelitian.

Peneliti memutuskan untuk tidak melakukan pemilihan secara random

dan melakukan pemilihan secara langsung pada apotek yang akan dijadikan lokasi

penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa penyebaran pelayanan resep di

wilayah Kabupaten Sleman tidak merata sehingga terdapat apotek-apotek yang


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39

melayani resep dalam jumlah yang sangat banyak dan apotek-apotek yang

melayani resep dalam jumlah yang sangat sedikit.

Dalam pemilihan apotek secara langsung oleh peneliti, peneliti memilih

apotek-apotek besar dengan jumlah pelayanan resep yang cukup banyak. Namun

sebagian besar pihak apotek yang awalnya menjadi target peneliti sebagai lokasi

penelitian tidak dapat menerima peneliti untuk melaksanakan penelitian di tempat

tersebut. Pada akhirnya, apotek yang dijadikan lokasi penelitian hanyalah apotek

yang bersedia menerima peneliti untuk melaksanakan penelitian pada kurun

waktu yang telah ditetapkan.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai Medication Error dalam fase Prescribing dan

Transcribing pada Resep Racikan (Studi Kasus di Empat Apotek di Kabupaten

Sleman) dilakukan dengan mengambil data resep racikan yang ada selama kurun

waktu tersebut, melakukan pengamatan secara langsung pada fase transcribing

pada resep racikan yang ada di empat apotek tersebut dan melakukan wawancara

terstruktur dengan para apoteker dan asisten apoteker yang ada.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, total jumlah resep racikan yang

didapat pada empat apotek yang ada di wilayah Sleman tersebut adalah 34 resep

racikan dengan rincian 17 resep racikan didapat pada bulan Februari dan

selebihnya didapat pada bulan Maret 2014. Dari jumlah 34 resep racikan, terdapat

17 pelayanan resep racikan yang teramati oleh peneliti dalam kurun waktu

tersebut.

A. Pola Peresepan Obat

Berdasarkan data resep racikan yang telah diperoleh di apotek-apotek di

Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014, maka obat-obat yang diterima

pasien dapat dikelompokkan menjadi 11 golongan obat. Dari total 34 resep

racikan, akan ditampilkan jumlah dan persentase resep yang mencantumkan

golongan-golongan obat tersebut. Detail obat-obat yang terdapat pada masing-

masing resep dapat dilihat pada bagian lampiran. Hasilnya dapat dilihat pada tabel

berikut :

40
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41

Tabel IV. Golongan Obat pada Resep Racikan yang Diterima oleh
Pasien di Empat Apotek di Kabupaten Sleman
No Golongan Obat Jumlah resep Persentase
1 Mukolitik 5 14,7 %
2 Vitamin dan Mineral 2 5,9 %
3 Anti Histamin 9 26,5 %
4 Anti Bakteri 6 17,6 %
5 Kortikosteroid 23 67,6 %
6 Anti Asma dan Bronkodilator 10 29,4 %
Kromoglikat dan antagonis 2,9 %
7 1
reseptor leukotrien
9 Anti Virus 1 2,9 %
10 Anti Jamur 8 23,5 %
11 Anti Skabies 2 5,9 %
Total Resep 34

Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa persentase penggunaan

kortikosteroid memiliki nilai tertinggi, yaitu sebesar 67,6 % dengan proposi resep

racikan yang menggunakan kortikosteroid sebanyak 23 resep (lampiran).

Sedangkan obat-obat lain yang juga masih sering diresepkan merupakan golongan

obat anti asma, anti histamin dan anti jamur dengan persentase masing-masing

sebesar 29,4 % dengan proporsi resep sebanyak 10 resep, 26,5 % dengan proporsi

resep sebanyak 9 resep, dan 23,5 % dengan proporsi resep sebanyak 8 resep

(lampiran). Dari hasil yang telah didapat diatas, maka diperlukan perhatian khusus

terhadap penggunaan obat-obat kortikosteroid dikarenakan jumlah

penggunaannya yang paling tinggi.

B. Angka Kejadian Medication Error

1. Fase Prescribing

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dari total 34 resep

racikan yang diterima di apotek-apotek di Kabupaten Sleman pada bulan Februari


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42

dan Maret 2014 terdapat 17 kejadian medication error yang terdeteksi pada fase

prescribing, yaitu pada resep 1, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 28, 29, 30, 31,

32, 33, 34 sehingga angka kejadiannya sebesar 17 error dari 34 resep racikan.

Detailnya dapat dilihat pada bagian lampiran.

30
25 50 % 50 %
Jumlah Resep

20
15
10
5
0
Error No Error

Gambar 4. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Prescribing


yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek di Kabupaten
Sleman bulan Februari dan Maret 2014

Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat bahwa persentase angka kejadian

medication error pada fase prescribing yaitu sebesar 50 % dengan jumlah resep

yang mengalami error sebanyak 17 resep racikan dari total 34 resep racikan yang

diterima di empat apotek Kabupaten Sleman bulan Februari dan Maret 2014.

Detail kesalahan pada resep-resep tersebut akan dibahas lebih lanjut dan dapat

dilihat pada bagian lampiran.

2. Fase Transcribing

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan selama bulan Februari dan

Maret 2014 di apotek-apotek yang berada di Kabupaten Sleman, terdapat 17


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43

pelayanan resep racikan yang teramati oleh peneliti. Dari total 17 pengamatan

tersebut terdapat 10 kejadian medication error, yaitu pada resep 19, 21, 22, 23,

26, 28, 30, 31, 32, 33 sehingga angka kejadiannya sebesar 10 error dari 17

pengamatan.

16
59 %
14
Jumlah Pengamatan

12
41 %
10
8
6
4
2
0
Error No Error

Gambar 5. Persentase Angka Kejadian Medication Error Fase Transcribing


yang terjadi pada pelayanan resep racikan di empat apotek di Kabupaten
Sleman bulan Februari dan Maret 2014

Dari hasil di atas dapat dilihat nilai persentase angka kejadian medication

error pada fase transcribing sebesar 59 % dengan jumlah kejadian error yang

teramati yaitu sebesar 10 pelayanan resep racikan dari total 17 pelayanan resep

racikan yang teramati di empat apotek di Kabupaten Sleman bulan Februari dan

Maret 2014. Detail obat-obat dan jenis kesalahan yang terdapat pada resep-resep

dapat dilihat pada bagian lampiran.

Hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya dalam penelitian yang

berjudul “Evaluation of medication error incidence rate in medical ICU of Shahid

Faghihi hospital” oleh Fereidooni dan Vazin (2012) mengungkapkan bahwa

dalam 307 dosis yang diamati, 245 medication errors (79.8 %) teridentifikasi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44

(53.1 administration errors, 24.1 % prescription errors dan 2.6 % transcription

errors). Ini semua menunjukkan bahwa kasus medication error masih banyak

terjadi, baik di apotek maupun rumah sakit.

C. Jenis Medication Error

1. Fase Prescribing

Analisis prescribing error dalam kasus ini dapat digolongkan menjadi 3

bagian yaitu wrong dose, interaksi obat dan kontraindikasi. Berdasarkan hasil

yang telah didapat, ditemukan 17 kejadian prescribing error dari total 34 resep

racikan yang dianalisis dengan 4 kejadian wrong dose pada resep 17, 26, 28, 29

dengan angka kejadian sebesar 4 dari 34 resep racikan. Berikutnya 5 kejadian

interaksi obat yaitu pada resep 1, 19, 23, 30, 32 dengan angka kejadian sebesar 5

dari 34 resep racikan dan 8 kejadian kontraindikasi yaitu pada resep 16, 20, 21,

22, 24, 31, 33, 34 dengan angka kejadian sebesar 8 dari 34 resep racikan. Detail

kesalahannya dapat dilihat pada bagian lampiran. Persentase angka kejadiannya

dapat dilihat pada diagram dibawah ini:

12%

15%
Wrong dose
Interaksi Obat
50%
Kontraindikasi
No error
23%

Gambar 6. Persentase Kejadian Prescribing Error Pada Resep Racikan di


Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret 2014
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45

a. Wrong Dose

Kejadian wrong dose merupakan kejadian adanya ketidaktepatan dosis

maupun aturan pakai dalam peresepan obat. Kejadian ini terdeteksi pada 4 resep,

yaitu resep 17, 26, 28 dan 29. Resep 17 terdiri obat Rhinofed yang berisi

pseudoephedrine 30 mg dan terfenadin 40 mg, Intidrol® yang berisi methyl

prednisolone 4 mg sebagai kortikosteroid dan Mucohexin® yang berisi

bromhexine sebagai mucolytic.

Berdasarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008), dosis

terfenadin yang dianjurkan untuk anak usia 3-6 tahun adalah 15 mg 2 kali sehari

dengan total dosis sehari 30 mg.

Pada resep 17, dosis mencapai 60 mg sehari. Selain itu dosis mucohexin

yang dianjurkan untuk anak usia 2-5 tahun yaitu ½ tablet 2 kali sehari. Dosis pada

resep ini yaitu 1 tablet 3 kali sehari. Ini menandakan terjadinya ketidaktepatan

dosis (wrong dose) pada obat Rhinofed® dan Mucohexin®.

Pada resep 26 terdapat Bricasma® yang berisi terbutaline sulfat sebagai

obat anti asma, Histapan® yang berisi mebidrolin napadisilat 50 mg sebagai

antihistamin, Mucohexin® yang berisi bromhexine 8 mg sebagai mucolytic dan

Rafacort® yang berisi triamcinolone 4 mg sebagai kortikosteroid.

Range dosis Histapan® untuk anak-anak sebesar 50 - 200 mg sehari,

sedangkan pada resep ini dosisnya hanya sebesar 37,5 mg sehari. Berdasarkan

Sweetman (2009), diketahui range dosis untuk triamcinolone sebesar 4 – 48 mg.

Dosis pada resep ini hanya 3 mg sehari, jadi kejadian pada resep ini termasuk

dalam kejadian wrong dose.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46

Pada resep 28 dan 29 terjadi kasus yang serupa, yaitu aturan pemakaian

salep yang kurang daripada yang dianjurkan. Pada resep 28, aturan pemakaian

salep hanya 1 kali sehari. Komposisi salep racikan yang terdiri dari Desolex® dan

Bactoderm® menganjurkan aturan pemakaian salep sebanyak 2-3 kali sehari.

Kejadian pada resep 29 juga serupa, yaitu Bactoderm® yang dianjurkan untuk

digunakan 3 kali sehari menjadi hanya 2 kali sehari pada salep racikan. Kejadian

ini dinilai sebagai wrong dose.

Analisis kejadian wrong dose pada resep racikan (khususnya pada resep

untuk anak-anak) masih memerlukan kelengkapan data umur dan berat badan agar

dapat dilakukan analisis yang lebih mendalam.

b. Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan salah satu faktor penting yang perlu

diperhatikan pada peresepan obat karena faktor ini dapat menjadi hal yang

berpotensi dalam menimbulkan efek yang bermasalah pada pasien. Kejadian ini

dideteksi pada resep 1, 19, 23, 30, 32. Resep 1 dan resep 23 memiliki kesamaan

permasalahan interaksi obat. Pada resep 1 terdapat ambroxol yang merupakan

mucolytic umumnya diindikasikan sebagai obat batuk, methyl prednisolone

dengan dosis 4 mg yang merupakan golongan obat kortikosteroid dan Teosal®

yang berisi teofilin dan salbutamol. Sedangkan resep 23 berisikan teofilin,

salbutamol dan methyl prednisolon.

Hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan acuan Badan

Pengawas Obat dan Makanan (2008) dan Baxter (2010) menunjukkan bahwa

terdapat interaksi dimana adanya peningkatan risiko hipokalemia yang terjadi


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47

apabila kortikosteroid diberikan bersama teofilin, juga interaksi teofilin dengan

salbutamol dapat berpengaruh pada peningkatan resiko hipokalemia dan takikardi.

Permasalahan interaksi ini dinilai sebagai suatu prescribing error.

Resep 19 berisi aminophylline (campuran antara teofilin dengan etilen

diamine) yang merupakan obat anti asma dan bronkodilator, salbutamol yang juga

digunakan sebagai anti asma dan dexamethason yang merupakan golongan

kortikosteroid sebagai anti inflamasi. Interaksi yang terjadi dalam resep ini serupa

dengan interaksi pada resep 1, dimana terjadi interaksi antara teofilin dan

salbutamol yang akan mempengaruhi kadar teofilin. Resiko lain yang perlu

diperhatikan yaitu resiko terjadinya hipokalemia, yang dapat disebabkan baik oleh

obat teofilin maupun salbutamol. Umumnya hipokalemia ringan tidak

menunjukkan gejala, hanya saja risiko ini tetap perlu diwaspadai sehingga ada

baiknya untuk dilakukan pemberian asupan kalium tambahan, baik menggunakan

terapi farmakologi dengan suplemen penambah kalium maupun terapi non

farmakologi dengan mengkonsumsi sayur dan buah-buahan yang kaya akan

kalium seperti buah pisang.

Pada resep 30 yang berisi teofilin sebagai obat anti asma, ephedrin dan

CTM sebagai anti histamin juga terjadi interaksi antara teofilin dengan ephedrin.

Berdasarkan Baxter (2010), penggunaan teofilin bersama dengan ephedrin akan

menimbulkan peningkatan resiko terjadinya efek samping. Kasus ini pun dinilai

sebagai sebuah prescribing error.

Resep 32 berisi aminophylline (campuran antara teofilin dan etilen

diamine) dan Toras® yang mengandung methyl prednisolon 8 mg. Interaksi pada
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48

resep ini adalah interaksi antara teofilin dengan methyl prednisolon yang notabene

merupakan golongan kortikosteroid. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

akan terjadi peningkatan resiko hipokalemia apabila teofilin digunakan bersamaan

dengan kortikosteroid.

Dari keseluruhan kejadian interaksi obat pada resep-resep diatas, dapat

dilihat bahwa sebagian besar resep memiliki masalah interaksi pada obat teofilin.

Obat teofilin adalah salah satu obat yang umum digunakan sebagai anti asma,

namun penggunaannya perlu diperhatikan karena obat ini memiliki banyak

interaksi dengan obat lainnya seperti obat golongan kortikosteroid.

c. Kontraindikasi

Kontraindikasi merupakan salah satu aspek penting yang perlu

diperhatikan dalam peresepan obat karena terkait dengan peningkatan risiko yang

akan dialami oleh pasien dalam pengobatan yang dijalani. Kejadian ini terdeteksi

pada resep 16, 20, 21, 22, 24, 31, 33, 34. Resep 16 berisi obat Trilac®, dimana

Trilac® mengandung triamcinolone yang merupakan obat golongan

kortikosteroiod. Pasien pada resep ini masih berumur 10 bulan, sedangkan

keamanan dan efektifitas penggunaan obat ini untuk anak-anak masih belum

diketahui sepenuhnya. Berdasarkan Lacy, Amstrong, Goldman, dan Lance (2011),

efek samping penggunaan triamcinolone yaitu dapat menghambat pertumbuhan

pada anak. Oleh karena itu penggunaannya, terutama untuk anak usia dibawah 1

tahun sebaiknya dihindari.

Resep 20 terdiri atas Fuladic® (asam fusidat) yang digunakan sebagai anti

bakteri, Cloderma® sebagai kortikosteroid topikal, Topcort® (desoximethason)


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49

yang juga digunakan sebagai kortikosteroid topikal dan Fungares® (miconazole

nitrat) sebagai anti jamur.

Berdasarkan Pramudianto dan Ebaria (2012), Cloderma®

dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami infeksi bakteri, virus dan jamur

pada kulit. Bila dilihat dari komposisi salep racikannya, maka penggunaan

Cloderma® pada resep 20 sebaiknya dihindari.

Pada resep 24 dan resep 34 terdapat permasalahan kontraindikasi yang

sama. Permasalahan terjadi pada peresepan Termisil® dan Ikaderm® bersamaan.

Ikaderm® merupakan golongan kortikosteroid topikal yang berisi klobetasol

propionat. Termisil® berisi terbinafen yang dapat diindikasikan untuk pengobatan

tinea korporis. Berdasarkan Pramudianto dan Ebaria (2012), Ikaderm®

dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit tinea korporis. Untuk itu,

penggunaan Ikaderm® dan Termisil® bersamaan sebaiknya dihindari.

Sebelum meresepkan kortikosteroid topikal, penting untuk memastikan

diagnosis karena obat memperburuk beberapa kondisi, seperti tinea.

Kortikosteroid topikal dengan potensi tinggi tidak boleh digunakan pada daerah

kulit tipis karena absorpsi akan meningkat dan tidak boleh digunakan pada kulit

untuk waktu yang lebih lama. Perhatian diperlukan jika obat ini digunakan di

bawah kondisi tertentu, pada anak-anak atau pada pasien usia lanjut (Australian

Prescriber, 2013).

Atrofi kulit adalah salah satu efek samping kulit yang paling umum pada

penggunaan kortikosteroid topikal. Bekas luka dan ulserasi dapat muncul karena

atrofi pada kulit. Efek samping lainnya termasuk:


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50

1. Penyakit kambuh berkaitan dengan efek ketika pengobatan dihentikan

2. Tachyphylaxis atau hilangnya perbaikan klinis setelah masa penggunaan

3. Masking atau stimulasi beberapa infeksi kulit (misalnya tinea incognito)

(Australian Prescriber, 2013).

Permasalahan kontraindikasi yang serupa terjadi pada resep 22 dan resep

33, juga pada resep 21 dan 31. Komposisi resep racikan pada resep 22 dan 33

terdiri atas miconazole dan Cloderma®, dimana miconazole digunakan sebagai

anti jamur topikal dan Cloderma® digunakan sebagai kortikosteroid topikal.

Sedangkan pada resep 21 dan 31, komposisi salep racikannya terdiri atas

miconazole dan Clonaderm®, dimana Clonaderm® juga berisikan zat aktif yang

sama dengan Cloderma®, yaitu clobetasol propionat yang merupakan

kortikosteroid topikal berpotensi sangat kuat.

Seperti yang telah dijelaskan pada permasalahan resep 20, Cloderma®

dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami infeksi jamur pada kulit. Bila

pasien mengalami infeksi jamur pada kulit sehingga memerlukan obat anti jamur

topikal seperti miconazole, maka penggunaannya bersama dengan Cloderma®

sebaiknya dihindari.

Dilihat dari permasalahan yang ada pada resep-resep racikan diatas,

sebagian besar permasalahan kontraindikasi terjadi pada penggunaan obat

kortikosteroid, terutama bentuk sediaan topikalnya.

Anak-anak, terutama bayi, lebih rentan terhadap efek samping. Mereka

mengalami kesulitan dalam proses metabolisme kortikosteroid kuat dan luas

permukaan kulit mereka: rasio berat badan meningkatkan penyerapan efek secara
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51

sistemik. Pengobatan topikal pada anak-anak harus digunakan dengan sangat hati-

hati. Lebih dianjurkan untuk meresepkan kortikosteroid potensi rendah untuk

periode yang singkat (Australian Prescriber, 2013)..

Tidak semua kortikosteroid topikal berkontraindikasi pada pasien dengan

infeksi bakteri dan jamur pada kulit, karena itu pemilihan kortikosteroid topikal

sebagai obat kombinasi bersamaan dengan sediaan topikal lainnya harus

dipertimbangkan dengan baik.

2. Fase Transcribing

Pada fase transcribing dilakukan pengamatan langsung dimulai saat

resep racikan diterima oleh apotek dan dikerjakan oleh apoteker atau asisten

apoteker yang bertugas. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat total 17

pengamatan proses pelayanan resep racikan yang dilakukan. Dari jumlah tersebut,

terdapat 10 kejadian transcribing error yang teramati. Jenis kesalahan yang

terjadi pada fase transcribing dibagi menjadi 2 bagian, yaitu improper dose /

quantity yang terdeteksi pada resep 30 dan kegagalan dalam mengantisipasi

prescribing error yang terdeteksi pada resep 19, 21, 22, 23, 26, 28, 31, 32, dan 33.

Detail kesalahannya dapat dilihat pada bagian lampiran.

Dari 10 kejadian medication error yang teramati, terdapat 1 kejadian

improper dose / quantity pada resep 30 dengan angka kejadian sebesar 1 dari total

17 pengamatan. Berikutnya terdapat 9 kejadian kegagalan dalam mengantisipasi

prescribing error pada resep-resep yang telah disebutkan di atas dengan angka

kejadian sebesar 9 dari total 17 pengamatan. Persentase angka kejadiannya dapat

dilihat pada diagram dibawah ini:


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52

Improper dose / quantity


Kegagalan antisipasi prescribing error
No error
6%

41%

53%

Gambar 7. Persentase Angka Kejadian Transcribing Error Resep Racikan di


Empat Apotek di Kabupaten Sleman Bulan Februari dan Maret 2014

a. Improper Dose / Quantity

Kejadian ini teramati saat pelayanan resep 30 yang berisi teofilin,

ephedrin dan CTM. Dosis yang diminta untuk teofilin adalah 125 mg, ephedrin 15

mg dan CTM 2 mg. Namun pada saat penyiapan resep, apoteker yang bertugas

dalam menangani resep racikan tersebut memilih untuk menggunakan Asthma-

Soho® yang juga berisi teofilin dan ephedrin. Hanya saja apoteker yang bertugas

tidak menyadari bahwa Asthma-Soho® berisi teofilin 125 mg dan ephedrin dengan

dosis sebesar 12,5 mg, sedangkan permintaan dalam resep yaitu ephedrin dengan

dosis sebesar 15 mg. Karena itu kejadian ini tergolong sebuah transcribing error

dimana jenis kesalahannya merupakan kesalahan pada dosis ephedrin yang tidak

tepat sesuai dengan permintaan dalam resep (improper dose / quantity).

b. Kegagalan dalam Mengantisipasi Prescribing Error

Dari 34 resep racikan yang diterima, ada beberapa resep yang teramati

proses pelayanannya dan ada pula yang tidak teramati oleh peneliti. Resep-resep

yang teramati dan terdeteksi mengalami prescribing error yaitu resep 19, 21, 22,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53

23, 26, 28, 31, 32, dan 33, namun error tersebut tidak terdeteksi oleh apoteker

yang bertugas melakukan skrining dan pelayanan resep-resep racikan tersebut.

Dalam KepMenkes Nomor 1027 (2004) tentang “Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek”, dijelaskan bahwa dalam hal pelayanan resep pada

pasien, tugas apoteker adalah melakukan skrining resep meliputi:

1. Persyaratan administratif resep

2. Kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, dll)

3. Melakukan pertimbangan klinis terkait adanya alergi, efek samping, interaksi,

kontraindikasi, kesesuaian dosis, dll.

Setelah melakukan proses tersebut, barulah apoteker menyiapkan obat,

menyerahkan obat pada pasien dan memberikan informasi dengan jelas, benar dan

tepat pada pasien terkait dengan obat-obat yang diterimanya.

Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya

kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh karena

itu, sudah merupakan tugas dan peran apoteker dalam usaha pencegahan

medication error. Sekalipun apoteker sudah melayani sesuai dengan permintaan

yang tertulis dalam resep, namun karena ketidakmampuan apoteker dalam

menganalisis dan mencegah prescribing error ini, maka hal ini pun dihitung

sebagai sebuah kesalahan dalam fase transcribing.

Berdasarkan hasil data yang telah didapat, kesalahan pada fase

transcribing sebagian besar berupa kegagalan dalam mengantisipasi prescribing

error. Pihak apoteker perlu melakukan analisis dan skrining resep yang lebih

mendalam supaya apabila terdapat keraguan terkait dengan resep obat yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54

dilayani, maka apoteker dapat mengkonfirmasi dengan dokter penulis resep

terlebih dahulu untuk memastikan pengobatan yang akan diberikan. Dengan

demikian, error pada fase prescribing dapat dicegah sehingga keamanan pasien

akan lebih terjaga.

D. Aspek Kelengkapan Persyaratan Administratif

Aspek kelengkapan persyaratan administratif menjadi salah satu

persyaratan yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep dikarenakan aspek ini

juga dapat berpotensi dalam menimbulkan medication error, khususnya pada fase

transcribing apabila tidak dilakukan dengan benar.

Skrining resep meliputi aspek kelengkapan persyaratan adminstratif

dilakukan pada 34 resep racikan yang diterima di empat apotek di Kabupaten

Sleman bulan Februari dan Maret 2014. Detail mengenai kelengkapan persyaratan

administratif yang terdapat pada masing-masing resep dapat dilihat pada bagian

lampiran. Penilaian aspek kelengkapan persyaratan admnistratif resep racikan

yang diterima, baik persentase resep berdasarkan pada masing-masing aspek dan

persentase resep berdasarkan jumlah kelengkapan aspek yang dipenuhi dapat

dilihat pada tabel berikut.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55

Tabel V.a. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan


Administratif Resep Racikan Berdasarkan pada Masing-Masing Aspek

Aspek Jumlah Persentase Keterangan


Administratif Resep Resep yang mencantumkan aspek :
A 34 100 % A = Nama Dokter
B 11 32,3 % B = SIP Dokter
C 7 20,6 % C = Alamat Dokter
D 33 97 % D = Tanggal Penulisan Resep
E 25 73,5 % E = Paraf Dokter Penulis Resep
F 33 97 % F = Nama Pasien
G 3 8,8 % G = Alamat Pasien
H 13 38,2 % H = Umur Pasien
I 26 76, 5 % I = Jenis Kelamin Pasien
J 0 0% J = Berat Badan Pasien
K 34 100 % K = Nama Obat
L 34 100 % L = Dosis Obat
M 34 100 % M = Jumlah Obat
N 33 97 % N = Cara Pemakaian Obat
O 6 17,7 % O = Informasi Lainnya
(contoh : indikasi obat)

Tabel V.b. Persentase Penilaian Aspek Kelengkapan Persyaratan


Administratif Resep Racikan Berdasarkan Jumlah Kelengkapan Aspek
Yang Dipenuhi

No Keterangan Jumlah Resep Persentase


1. Resep yang mencantumkan 0 – 6 aspek 0 0%
2. Resep yang mencantumkan 7 aspek 3 8,8 %
3. Resep yang mencantumkan 8 aspek 1 2,9 %
4. Resep yang mencantumkan 9 aspek 13 38,2 %
5. Resep yang mencantumkan 10 aspek 9 26,5 %
6. Resep yang mencantumkan 11 aspek 6 17,7 %
7. Resep yang mencantumkan 12 aspek 0 0%
8. Resep yang mencantumkan 13 aspek 2 5,9 %
9. Resep yang mencantumkan 14 aspek 0 0%
10. Resep yang mencantumkan 15 aspek 0 0%
Total 34 100 %
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa seluruh resep

racikan yang diterima di apotek tidak sepenuhnya lengkap. Dari jumlah total 34

resep racikan yang diterima, hanya 5,9 % resep yang mencantumkan 13 aspek dari

total 15 aspek kelengkapan administratif yang perlu dipenuhi. Sedangkan

sebagian besar resep lainnya hanya mencantumkan 9 – 10 aspek kelengkapan

administratif. Aspek-aspek yang sebagian besar dipenuhi pada resep-resep

tersebut meliputi nama dokter penulis resep, tanggal penulisan resep, nama

pasien, nama obat, dosis obat, jumlah obat dan cara pemakaian obat.

Secara garis besar, masih banyak resep racikan yang tidak benar-benar

memenuhi aspek kelengkapan persyaratan administratif secara keseluruhan.

Ketidaklengkapan aspek-aspek tersebut dapat berpotensi menimbulkan

medication error pada fase transcribing. Salah satu data yang tidak tercantum

dalam semua resep racikan tersebut adalah data mengenai berat badan pasien.

Data berat badan pasien diperlukan, terutama untuk pasien penerima

resep racikan yang notabene merupakan anak-anak. Data berat badan umumnya

diperlukan untuk menghitung ketepatan dosis yang diperlukan karena sebagian

obat memakai perhitungan mg/ kg BB dalam perhitungan dosis (terutama dosis

untuk anak-anak).

Aspek-aspek lain yang juga masih belum banyak dipenuhi meliputi SIP

dokter, alamat dokter, umur pasien dan alamat pasien. Data umur pasien perlu

diperhatikan mengingat data ini juga diperlukan dalam penyesuaian dosis yang

akan dilakukan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57

Data alamat pasien pun diperlukan mengingat data ini dapat diperlukan

untuk menghubungi pasien dengan tujuan melakukan monitoring ataupun sekedar

mengecek perkembangan kondisi kesehatan pasien dan juga bilamana terjadi efek

samping yang tidak diinginkan dari pengobatan yang sedang dijalani.

Hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Rahmawati dan Oetari

(2002) di apotek-apotek kotamadya Yogyakarta menunjukkan bahwa jumlah

resep yang memenuhi kelengkapan persyaratan administratif yang berlaku adalah

359 resep dari total keseluruhan resep berjumlah 870 resep dengan persentase

resep yang lengkap sebesar 39,8 %.

Dari hasil studi tersebut dan hasil yang didapat peneliti, ini menunjukkan

bahwa kesadaran para prescriber masih cukup rendah dalam menuliskan

kelengkapan persyaratan administratif secara keseluruhan. Data-data yang jarang

ditemukan dan berpotensi menimbulkan error seperti data alamat pasien yang

dapat digunakan untuk monitoring dan berat badan pasien untuk perhitungan dosis

diperlukan untuk mencegah error terjadi lebih lanjut pada fase-fase berikutnya.

E. Faktor – Faktor Penyebab Medication Error

Dalam usaha untuk menggali faktor-faktor penyebab terjadinya

medication error pada fase transcribing, peneliti telah melakukan wawancara

terstruktur pada 4 apoteker dan 4 asisten apoteker terkait dengan medication

error. Data hasil wawancara terstruktur pada pihak-pihak tersebut dapat dilihat

detailnya pada bagian lampiran.

Dari hasil wawancara yang telah didapatkan, diketahui bahwa beberapa

faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication error pada fase


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58

transcribing yang menjadi jawaban baik dari pihak apoteker maupun asisten

apoteker antara lain sebagai berikut.

Tabel VI. Faktor-Faktor Penyebab Transcribing Error Berdasarkan


Sudut Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker
Faktor-Faktor Penyebab Apoteker Asisten Apoteker
Medication Error
Tulisan dokter tidak jelas 4 orang 3 orang
Kesulitan menterjemahkan 1 orang 1 orang
bahasa Latin
Kesulitan menghubungi dokter 1 orang 1 orang
penulis resep
Nama obat yang mirip 2 orang –

Berdasarkan hasil yang tertera, dapat dilihat bahwa kendala / faktor

penyebab utama terjadinya transcribing error yaitu tulisan dokter yang tidak

jelas. Hal-hal lain yang juga menjadi kendala antara lain yaitu adanya kemiripan

nama obat yang satu dengan yang lainnya sehingga berpotensi terjadi kesalahan

dalam pembacaan nama obat, kurangnya pengetahuan dalam skrining

farmakologis, dan tidak lengkapnya penulisan dosis serta aturan pakai obat.

Tulisan dokter yang tidak jelas memang banyak menjadi kendala,

terutama bagi apoteker dan asisten apoteker yang bertugas dalam menerima dan

melayani resep tersebut. Kendala lainnya yaitu kesulitan mengkonfirmasi dengan

dokter yang bersangkutan terkait dengan resep tersebut dan juga kondisi dimana

pasien memang membutuhkan obat tersebut dengan segera (misalnya dalam

permintaan obat asma) sehingga secara tidak langsung memaksa apoteker untuk

berpikir dan bertindak dengan cepat dalam pembuatan resep tersebut tanpa banyak

mempertimbangkan aspek-aspek klinisnya seperti dosis, aturan pakai, efek

samping, interaksi, dan kontraindikasi.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59

F. Cara Mengatasi Medication Error

Dari hasil wawancara terstruktur yang telah dilakukan, terdapat beberapa

hal yang dapat dilakukan dalam upaya mengatasi medication error. Hal-hal

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel VII. Cara-Cara Mengatasi Medication Error Berdasarkan Sudut


Pandang Pihak Apoteker dan Asisten Apoteker
Cara-Cara Mengatasi Apoteker Asisten Apoteker
Medication Error
Konfirmasi ulang pada dokter 4 orang 4 orang
yang bersangkutan dan pasien
Mengecek kembali peresepan 3 orang 1 orang
obatnya
Segera mengganti obat bila 3 orang 3 orang
sudah terjadi kesalahan

Berdasarkan hasil yang tertera, didapatkan bahwa mengkonfirmasi ulang

resep pada dokter yang bersangkutan dan kepada pasien merupakan cara yang

paling banyak diharapkan, baik dari pihak apoteker maupun asisten apoteker.

Selain itu, cara lainnya adalah mengecek ulang kembali kerasionalan peresepan

obatnya dan segera mengganti dengan obat yang sesuai apabila sudah terjadi

kesalahan saat melakukan skrining resep.

Dari keseluruhan pendapat yang telah disampaikan oleh apoteker dan

asisten apoteker melalui wawancara terstruktur yang telah dilaksanakan, maka

peneliti mengambil satu hal penting yang memang perlu dilakukan dalam usaha

pencegahan medication error dan peningkatan pelayanan di apotek. Hal tersebut

yaitu dengan menjalin komunikasi yang baik antara dokter, farmasis dan juga

pasien dalam pelayanan pengobatan.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60

Dengan terjalinnya komunikasi yang baik antara ketiga pihak tersebut,

diharapkan kejadian medication error dapat bekurang dan pengobatan yang

diberikan pada pasien dapat terlaksana dengan lebih baik.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian mengenai “Medication Error dalam Fase Prescribing dan

Transcribing pada Resep Racikan (Studi Kasus di Apotek-Apotek di Kabupaten

Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014)” dapat disimpulkan bahwa :

1. Persentase angka kejadian medication error yang terjadi pada pelayanan

resep racikan fase prescribing sebesar 50 % dan fase transcribing sebesar

59 %.

2. Jenis medication error yang terjadi pada fase prescribing dan

transcribing pada pelayanan resep racikan di apotek-apotek di Kabupaten

Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014 adalah sebagai berikut:

a. Persentase kejadian prescribing error yaitu kejadian wrong dose

sebesar 12 %, interaksi obat sebesar 15 %, dan kontraindikasi

sebesar 23 %.

b. Kejadian error dalam fase transcribing memiliki persentase sebesar

6 % pada kejadian improper dose / quantity dan 53 % pada kejadian

kegagalan dalam mengantisipasi prescribing error.

3. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi medication error

yaitu dengan menjalin komunikasi yang baik antara dokter, farmasis dan

pasien terkait dengan pelayanan pengobatan yang dilakukan.

61
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62

B. Saran

1. Untuk apotek-apotek di Kabupaten Sleman

a. Berdasarkan hasil data penelitian dengan persentase transcribing error

sebesar 59 %, maka diperlukan ketelitian yang lebih tinggi dalam

melakukan skrining atau analisis resep obat yang akan dilayani

b. Berdasarkan hasil data wawancara terstruktur, diperlukan komunikasi yang

lebih baik lagi antara dokter, farmasis dan pasien sebagai usaha

pencegahan medication error dan peningkatan pelayanan di apotek

2. Untuk penelitian selanjutnya

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di wilayah yang berbeda untuk

mengetahui angka kejadian medication error pada wilayah tersebut


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, S., 2009, Cluster Sampling, Department of Biostatistics, School of


Hygiene and Public Health, Johns Hopkins University, United States, pp. 2.

American Society of Health-System Pharmacists, 2014, ASHP Guidelines on


Preventing Medication Errors in Hospitals, Medication Misadventure-
Guidelines, pp. 215.

Anderson, P., dan Townsend, T., 2010, Medication errors: Don’t let them happen
to you, American Nurse Today, America.

Anonim, 2012, Evidence scan: Reducing prescribing errors, The Health


Foundation Inspiring Movement, London, pp. 3-5.

Australian Prescriber, 2013, Rational use of topical corticosteroids, Australian


Prescriber Volume 36: Number 5: October 2013, Australia, pp. 158-160.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2008, IONI Informatorium Obat Nasional
Indonesia 2008, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
Jakarta, pp. 195, 213, 215, 224-226, 387-389, 424-426, 428-429, 512-514,
680, 785-789, 811-812, 815-817.

Baxter, K., 2010, Stockley’s Drug Interactions 9th edition, Pharmaceutical Press,
U.K., pp. 349, 1432, 1436-1437, 1439.

Cohen, M. R., 2007, Medication Errors, American Pharmacists Association,


Washington, United States, pp. 55-58.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, 2008, Tanggung Jawab Apoteker
Terhadap Keselamatan Pasien (Patient Safety), Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinis, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 12-14, 22.

Dwiprahasto, I., 2004, Medication Error, disampaikan dalam seminar Medication


Error: Tantangan dalam pelayanan medis dan Kefarmasian, 18 Desember
2004, Magister Management Fakultas Farmasi UGM, Jogjakarta

Fereidooni, M., dan Vazin, A., 2012, Evaluation of medication error incidence
rate in medical ICU of Shahid Faghihi hospital, Departement of Clinical
Pharmacy, Faculty of Pharmacy, Shiraz University of Medical Sciences,
Shiraz, Iran

General Medical Council, 2012, Investigating the prevalence and causes of


prescribing errors in general practice: The Practice Study (Prevalence And

63
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64

Causes of prescribing errors in general practice), General Medical Council,


The University of Nottingham, United Kingdom, pp. 24.

Institute for Safe Medication Practices, 2004, How To Prevent Medication Errors,
Institute for Safe Medication Practices, Horsham, Pennsylvania, pp. 7-8.

Karna, K., Sharma, S., Inamdar, S., dan Bhandari, A., 2012, Study and Evaluation
of Medication Errors in A Tertiary Care Teaching Hospital – A Baseline
Study, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Jodhpur National University,
Jodhpur, Rajasthan-342003, India

Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, N., dan Lance, L., 2011, Drug Information
Handbook with International Trade Names Index 20th edition, Lexicomp,
American Pharmacist Assosiation, pp. 40-42, 53-55, 332, 486-489, 1769.

Lam, C., 2011, Pharmacy compounding – regulatory issues, Project Manager,


Kaiser Permanente, Oakland, CA, pp.10-12.

Manchester Community Health, 2011, Medicine Transcribing Guidelines,


Manchester Community Health, United Kingdom, pp. 4.

Mashuda, A., 2011, Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPFB),
Kerjasama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Dengan Pengurus Pusat Ikatan
Apoteker Indonesia, pp. 20.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Mulyono, 2009, Penelitian Evaluasi Kebijakan, (Online), (http:// mulyono.


staff.uns .ac.id /2009/ 05/13/penelitian-evaluasi-kebijakan/, diakses pada
tanggal 15 November 2013)

National Health Society, 2013, Policy for Transcribing of Medicines by


Pharmacists, East Chesire NHS Trust, United Kingdom, pp. 4-5.

Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013, Karakteristik Wilayah Kabupaten Sleman,


http://www.kabsleman.go.id, diakses pada tanggal 20 November 2013.

Pennsylvania Health Care Cost Containment Council, 2004, Prescription Drug


Safety, Pennsylvania Health Care Cost Containment Council, Harrisburg,
Pennsylvania.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65

Perwitasari, D., Abror, J., dan Wahyuningsih, I., 2010, Medication Errors In
OutPatients Of A Government Hospital In Yogyakarta Indonesia, Fakultas
Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Pramudianto, A., dan Ebaria, 2012, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 12
2012/2013, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, pp. 77-78, 83, 87, 90,92, 158,
198, 312-313, 315, 318-319, 334, 336.

Professional Compounding Centers of America, 2014, What is Compounding?,


http://www.pccarx.com/what-is-compounding, diakses pada tanggal 31 Juli
2014.

Rahmawati, F., dan Oetari, R.A., 2002, Kajian Penulisan Resep: Tinjauan Aspek
Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-Apotek Kota Madya Yogyakarta,
Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta

Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2010, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian


Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 58.

Siregar, C., 2004, Farmasi Rumah Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
pp. 196.

Sweetman, S., 2009, Martindale The Complete Drug Reference 36th edition,
Pharmaceutical Press, U.K., pp. 1544-1545

Syamsuni, H., 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 9-13.

The Academy of Managed Care Pharmacy, 2010, Medication Errors, Academy of


Managed Care Pharmacy, Alexandria, pp. 5-7.

The Medication Errors Panel, 2007, Prescription for Improving Patient Safety:
Addressing Medication Errors, The Medication Errors Panel, California, pp.
5.

Vazin, A., dan Delfani, S., 2012, Medication Errors in an Internal Intensive Care
Unit of a Large Teaching Hospital: A Direct Observation Study, Department
of Clinical Pharmacy, Faculty of Pharmacy and Pharmaceutical Research
Center, Shiraz University of Medical Sciences, Shiraz, Iran

Wahab, R., 2011, Mengenal Studi Kasus, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN

66
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67

Lampiran 1. Surat Izin Melaksanakan Studi Pendahuluan


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian BAPPEDA


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
70
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
71

Lampiran 3. Ethical Clearance


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72

Lampiran 4. Data Resep Racikan

Resep 1 Fase Prescribing

R/ Ambroxol Catatan : Adanya peningkatan risiko


Methyl Prednisolone 4 mg hipokalemia apabila kortikosteroid
Teosal diberikan bersama teofilin, juga
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XV da in interaksi teofilin dengan salbutamol
caps dapat berpengaruh pada peningkatan
S. 2-3 dd. Caps 1 resiko hipokalemia dan takikardi
Pro Bapak D. Jenis Medication Error
Usia 59 tahun Prescribing Error (interaksi)

Resep 2 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Profilas ½ tab Catatan :
Pronicy ½ tab Fase Prescribing
Meptin ¼ tab Dosis masuk dalam range pengobatan
m.f.l.a. pulv. dtd. no. X Fase Transcribing
S. 1 dd. 1 Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro F. Jenis Medication Error
Usia – –

Resep 3 Fase Prescribing


R/ Rhinofed tab ⅕ Catatan : Dosis masuk dalam range
Trilac (Novell) mg 2 pengobatan
Ventolin mg 0,75
m.f. pulv. no. XV
S. 3 dd. 1 pulv
Pro – Jenis Medication Error
Usia – –
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73

Resep 4 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Rifampisin 225 mg Catatan :
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX Fase Prescribing
S. 1 dd. pulv. 1 (det XX) Dosis masuk dalam range pengobatan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A. Jenis Medication Error
Usia 3 tahun 2 bulan –

Resep 5 Fase Prescribing & Transcribing


R/ INH 150 mg Catatan :
B6 10 mg Fase Prescribing
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX Penggunaan bersamaan dengan
S. 1 dd. pulv 1 rifampisin dapat meningkatkan resiko
hepatotoksisitas, namun beberapa
studi menunjukkan tidak ada pengaruh
yang signifikan pada interaksi
keduanya, dan juga kombinasi ini
memang memberikan hasil yang
cukup baik dan umum digunakan.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A. (sda) Jenis Medication Error
Usia 3 tahun 2 bulan –
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74

Resep 6 Fase Prescribing


R/ Doxyciclin mg 80 dtd in caps no. Catatan : Dosis masuk dalam range
XV pengobatan
S. 2 dd. 1 caps
Pro A. Jenis Medication Error
Usia – –

Resep 7 Fase Prescribing


R/ Salbutamol 0,7 mg Catatan : Dosis masuk dalam range
m.f. dtd. no. L pengobatan
S. 4 dd. pulv. 1
Pro H. T. Jenis Medication Error
Usia 7 bulan –

Resep 8 Fase Prescribing


R/ Asiklovir mg 100 Catatan : Dosis masuk dalam range
Sach. lactis pengobatan
m.f.pulv. dtd. no. XX
S. 3 dd. pulv 1
Pro H. Jenis Medication Error
Usia 2 tahun 5 bulan 15 hari –
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75

Resep 9 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Rifampisin 225 mg Catatan :
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX Fase Prescribing
S. 1 dd. pulv. 1 (det X) Dosis masuk dalam range pengobatan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A. Jenis Medication Error
Usia 3 tahun 2 bulan –

Resep 10 Fase Prescribing & Transcribing


R/ INH 150 mg Catatan :
B6 10 mg Fase Prescribing
m.f.l.a. pulv. dtd. no. XXX Penggunaan bersamaan dengan
S. 1 dd. pulv 1 rifampisin dapat meningkatkan resiko
hepatotoksisitas, namun beberapa
studi menunjukkan tidak ada pengaruh
yang signifikan pada interaksi
keduanya, dan juga kombinasi ini
memang memberikan hasil yang
cukup baik dan umum digunakan.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro A. (sda) Jenis Medication Error
Usia 3 tahun 2 bulan –
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
76

Resep 11 Fase Prescribing


R/ Ventolin 1 Catatan : Dosis masuk dalam range
Trilac (Novell) 2 pengobatan
Rhinofed tab ⅓
Epexol tab ⅓
m.f. pulv. no. XV
S. 3 dd. 1 pulv.
Pro An. D Jenis Medication Error
Usia – –

Resep 12 Fase Prescribing


R/ Zoloral cr 5 gr Catatan : Aturan pakai obat sesuai
Fluocinolon cr 5 gr dengan yang dianjurkan
Fuson cr 5 gr
m.f.l.a.
S. 2 dd. u.e
Pro EMG L. Jenis Medication Error
Usia 55 tahun –

Resep 13 Fase Prescribing


R/ Fluimucyl 85 mg Catatan : Dosis masuk dalam range
Trifed ⅓ tab pengobatan
Glucose q.s.
m.f. pulv. dtd. no. XV
S. 3 dd. pulv. 1 (Batuk Pilek)
Pro N. H. Jenis Medication Error
Usia 3 tahun 5 bulan –
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77

Resep 14 Fase Prescribing


R/ Cetirizine 1,5 mg Catatan : Dosis masuk dalam range
Sach. lachtis q.s. pengobatan
m.f.l.a. pulv.dtd. no. X
S. 2 dd. pulv. 1; p.r.n gatel
Pro An. E Jenis Medication Error
Usia – –

Resep 15 Fase Prescribing


R/ Nalgestan ¼ tab Catatan : Dosis masuk dalam range
m.f. pulv. dtd. no. XX pengobatan
S. 3 dd. 1 pilek
Pro M. Jenis Medication Error
Usia 10 bulan –

Resep 16 Fase Prescribing


R/ Trilac 0,3 Catatan : Penggunaan pada anak usia
m.f. pulv. dtd. no. XX dibawah 1 tahun sebaiknya dihindari
S. 3 dd. 1 radang
Pro M. (sda) Jenis Medication Error
Usia 10 bulan Prescribing Error (kontraindikasi)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78

Resep 17 Fase Prescribing


R/ Rhinofed tab ½ Catatan : Rhinofed® berisi terfenadin
Intidrol tab ⅔ 40 mg dan Pseudoefedrin 30 mg.
Mucohexin tab 1 Dosis terfenadin yang dianjurkan
Sach. lact. q.s untuk anak usia 3-6 tahun adalah 15
m.f.l.a. pulv. dtd. XII mg 2 kali sehari dengan total dosis
S. 3 dd. 1 sehari 30 mg. Sedangkan pada resep
ini dosis mencapai 60 mg sehari.
Selain itu dosis Mucohexin® yang
dianjurkan untuk anak usia 2-5 tahun
yaitu ½ tablet 2 kali sehari.
Sedangkan dosis pada resep ini yaitu 1
tablet 3 kali sehari.
Pro R. Jenis Medication Error
Usia 3 tahun 7 bulan Prescribing Error (wrong dose)

Resep 18 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Dezor cream 15 gr Catatan :
Desolex cream 10 gr Fase Prescribing
m.f.l.a. ungt. dtd. da in pot no II Aturan pakai obat sesuai dengan yang
S. 2 dd. u.e dianjurkan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro Nyonya S. Jenis Medication Error
Usia – –
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79

Resep 19 Fase Prescribing &Transcribing


R/ Aminophylline 100 Catatan :
Salbutamol 1 mg Fase Prescribing
Dexamethason 1 tab Interaksi antara teofilin dengan
m.f.caps. dtd. no. L salbutamol dapat berefek pada
S. 3 dd. 1 (det 25) peningkatan klirens teofilin dan
menurunkan kadar teofilin, selain itu
juga dapat mengakibatkan peningkatan
denyut jantung. Resiko hipokalemia
dapat disebabkan baik oleh teofilin
maupun salbutamol.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Jenis Medication Error
Pro Ny. C. S Prescribing Error (interaksi)
Usia – Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)

Resep 20 Fase Prescribing


R/ Fuladic 5 gr Catatan :
Cloderma gr 5 Cloderma® dikontraindikasikan pada
Topcort gr 5 pasien dengan infeksi bakteri atau
Fungares gr 5 jamur pada kulit
m.f.l.a ungt.
s.u.e
Pro An. A. J. Jenis Medication Error
Usia – Prescribing Error (kontraindikasi)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80

Resep 21 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Miconazole cream 10 gr Catatan :
Clonaderm cream 5 gr Fase Prescribing
m.f. ungt. dtd. no. II da in pot Clonaderm® dikontraindikasikan pada
(det I pot) pasien dengan infeksi bakteri atau
jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Jenis Medication Error
Pro An. D. Prescribing Error (kontraindikasi)
Usia – Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)

Resep 22 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Miconazole cr tube I Catatan :
Kloderma cr gr 5 Fase Prescribing
m.f. ungt. dtd. no. II pot Kloderma dikontraindikasikan pada
S. 2 dd. u.e (det I pot) pasien dengan infeksi jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Jenis Medication Error
Pro Ny. M. Prescribing Error (kontraindikasi)
Usia – Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
81

Resep 23 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Teofilin mg 200 Catatan :
Salbutamol mg 2 Fase Prescribing
Methyl Prednisolon mg 4 Interaksi yang terjadi antara teofilin
m.f.pulv da in caps dtd. no. XXX dengan salbutamol dapat berefek pada
S. 2 dd. 1 peningkatan klirens teofilin dan
menurunkan kadar teofilin.
Selain itu juga terdapat peningkatan
resiko terjadinya hipokalemia apabila
teofilin diberikan bersama dengan
kortikosteroid
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Jenis Medication Error
Pro Ny. S. P. Prescribing Error (interaksi)
Usia – Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)

Resep 24 Fase Prescribing


R/ Scabimite cream gr 10 Catatan : Termisil® berisi terbinafen
Termisil cream gr 10 yang dapat diindikasikan untuk
Ikaderm cream gr 10 pengobatan tinea korporis.
m.f.l.a. ungt. dtd. da in pot no. II Ikaderm® dikontraindikasikan untuk
S. 1 dd. u.e (malam hari saja) pasien dengan infeksi jamur (tinea
(det I) korporis) pada kulit.
Pro Ny. S. L. Jenis Medication Error
Usia – Prescribing error (kontraindikasi)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
82

Resep 25 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Hydrocortison cream Catatan :
Gentamycin cream Fase Prescribing
m.f.l.a cream da in pot Aturan pakai obat sesuai dengan yang
S. 2 dd. u.e dianjurkan
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep
Pro An. A. Jenis Medication Error
Usia – –

Resep 26 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Bricasma ⅓ tab Catatan :
Histapan ¼ tab Fase Prescribing
Mucohexin ⅓ tab Histapan berisi mebydrolin napadisilat
Rafacort ¼ tab dengan dosis 50 mg. Rafacort berisi
m.f.pulv. dtd. No. XV triamcinolone dengan dosis 4 mg.
S. 3 dd. 1 pulv p.c (det 8) Range dosis histapan untuk anak-anak
sebesar 50 - 200 mg sehari, sedangkan
pada resep ini dosisnya hanya sebesar
37,5 mg sehari. Juga range dosis
untuk triamcinolone sebesar 4 – 48
mg.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Jenis Medication Error
Pro An. B. Prescribing Error (wrong dose)
Usia – Transcribng Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
83

Resep 27 Fase Prescribing


R/ Eloskin cream Catatan : Aturan pakai obat sesuai
Opicel cream A.A gr 10 dengan yang dianjurkan
m.f.l.a cr
S. 2 dd. u.e
Pro Ny. J. Jenis Medication Error
Usia – –

Resep 28 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Scabimite cr gr 30 Catatan :
Bactoderm cr gr 10 Fase Prescribing
Desolex cr gr 10 Aturan pakai yang dianjurkan untuk
m.f.l.a ungt. dtd. da in pot no. I penggunaan bactoderm yaitu 3 kali
S. 1 dd. u.e (oles malam hari) sehari.
Selain itu aturan pakai yang
dianjurkan untuk penggunaan desolex
yaitu 2 – 3 kali sehari, sedangkan pada
resep ini aturan pakainya hanya 1 kali
sehari.
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Jenis Medication Error
Pro Q. Prescribing Error (wrong dose)
Usia 7 ½ tahun Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84

Resep 29 Fase Prescribing


R/ Bactoderm cream gr 10 Catatan :
Desolex cream gr 10 Aturan pakai yang dianjurkan pada
m.f.l.a ungt. dtd. da in pot no. I penggunaan bactoderm yaitu 3 kali
S. 2 dd. 1 u.e sehari, sedangkan aturan penggunaan
disini hanya 2 kali sehari
Pro Ny. N. Jenis Medication Error
Usia 30 tahun Prescribing Error (wrong dose)

Resep 30 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Theophyllin 125 mg Catatan :
Ephedrin 15 mg Fase Prescribing
CTM 2 mg Adanya peningkatan resiko terjadinya
Dexamethason 0,5 mg efek samping pada penggunaan
m.f.l.a caps. dtd. no. XXX teofilin bersama dengan ephedrin.
S. 3 dd. 1 Fase Transcribing
Digunakan asthma-soho pada saat
pembuatan resep, sedangkan asthma-
soho berisi theophyllin 125 mg dan
ephderin hanya 12,5 mg
Pro Ny. P. Jenis Medication Error
Usia – Prescribing Error (interaksi)
Transcribing Error (improper dose /
quantity)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85

Resep 31 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Miconazole cr gr 10 Catatan :
Clonaderm cr gr 5 Fase Prescribing
m.f.l.a ungt. da in pot no, I Clonaderm® dikontraindikasikan pada
S. 2 dd. u.e (nedet) pasien dengan infeksi jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Jenis Medication Error
Pro Bp. N. Prescribing Error (kontraindikasi)
Usia – Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)

Resep 32 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Aminophyllin 200 mg tab ¼ Catatan :
Toras 8 mg tab ¼ Fase Prescribing
m.f. pulv. dtd. no. XVI Adanya peningkatan resiko terjadinya
S.3 dd. 1 (det 8) hipokalemia apabila teofilin digunakan
bersama dengan kortikosteroid
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
dalam resep, tidak ada tindak lanjut
Jenis Medication Error
Pro An. A. Prescribing Error (interaksi)
Usia – Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86

Resep 33 Fase Prescribing & Transcribing


R/ Miconazole cr gr 10 Catatan :
Cloderma cr gr 10 Fase Prescribing
m.f. ungt. da in pot no. II Kloderma dikontraindikasikan pada
S. 2 dd. u.e (det I) pasien dengan infeksi jamur pada kulit
Fase Transcribing
Pengerjaan sesuai dengan perintah
alam resep, tidak ada tindak lanjut
Pro Bp. J. Jenis Medication Error
Usia – Prescribing Error (kontraindikasi)
Transcribing Error (kegagalan dalam
mengantisipasi prescribing error)

Resep 34 Fase Prescribing


R/ Termisil cr gr 10 Catatan :
Ikaderm cr gr 10 Ikaderm® berisi klobetasol propionat.
m.f.l.a ungt. da in pot no. I Termisil® berisi terbinafen yang dapat
S. 2 dd. u.e diindikasikan untuk pengobatan tinea
(Oleskan di tempat yang sakit) korporis.
Ikaderm® dikontraindikasikan untuk
pasien dengan penyakit tinea korporis
Pro Ny. D. Jenis Medication Error
Usia – Prescribing Error (kontraindikasi)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87

Lampiran 5. Kelengkapan Persyaratan Administratif Resep Racikan

Kelengkapan A B C D E F G H I J K L M N O
Resep
Resep 1 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 2 √ √ √ √ √ √ – – – – √ √ √ √ –
Resep 3 √ – √ √ – – – – – √ √ √ √ –
Resep 4 √ – √ √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 5 √ – √ √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 6 √ – – – √ √ – – – √ √ √ √ –
Resep 7 √ √ √ √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 8 √ √ – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 9 √ – – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 10 √ – – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 11 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 12 √ √ √ √ – √ √ √ – √ √ √ √ –
Resep 13 √ √ – √ – √ – √ √ – √ √ √ √ √
Resep 14 √ √ – √ – √ – – – √ √ √ √ √
Resep 15 √ √ √ √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ √
Resep 16 √ √ √ √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ √
Resep 17 √ √ – √ – √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 18 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 19 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 20 √ – – √ √ √ √ – √ – √ √ √ √ –
Resep 21 √ – – √ √ √ – – – – √ √ √ – –
Resep 22 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 23 √ – – √ √ √ √ – √ – √ √ √ √ –
Resep 24 √ – – √ – √ – – √ – √ √ √ √ √
Resep 25 √ – – √ – √ – – – – √ √ √ √ –
Resep 26 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 27 √ – – √ √ √ – √ – √ √ √ √ –
Resep 28 √ √ – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 29 √ √ – √ √ √ – √ √ – √ √ √ √ –
Resep 30 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 31 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 32 √ – – √ √ √ – – – – √ √ √ √ –
Resep 33 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ –
Resep 34 √ – – √ √ √ – – √ – √ √ √ √ √
Keterangan :
A : Resep yang mencantumkan nama dokter
B : Resep yang mencantumkan SIP dokter
C : Resep yang mencantumkan alamat dokter
D : Resep yang mencantumkan tanggal penulisan resep
E : Resep yang mencantumkan paraf dokter penulis resep
F : Resep yang mencantumkan nama pasien
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88

G : Resep yang mencantumkan alamat pasien


H : Resep yang mencantumkan umur pasien
I : Resep yang mencantumkan jenis kelamin pasien
J : Resep yang mencantumkan berat badan pasien
K : Resep yang mencantumkan nama obat
L : Resep yang mencantumkan dosis obat
M : Resep yang mencantumkan jumlah obat
N : Resep yang mencantumkan cara pemakaian obat
O : Resep yang mencantumkan informasi lainnya (indikasi obat, dll)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89

Lampiran 6. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek

Perkenalkan nama saya Archie Tobias dari Fakultas Farmasi Universitas


Sanata Dharma. Saya akan melakukan penelitian yang berjudul “Medication
Error dalam Fase Prescribing dan Transcribing pada Resep Racikan (Studi Kasus
di Apotek-Apotek di Kabupaten Sleman pada bulan Februari dan Maret 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang
mungkin terjadi selama proses pengobatan pada pasien berlangsung, terutama
pada saat peresepan obat dan pembacaan resep obat tersebut di apotek-apotek
yang ada di Kabupaten Sleman.
Saya sebagai peneliti mengajak bapak/ibu/saudara untuk ikut serta dalam
penelitian ini. Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada
paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk
mengundurkan diri/ berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau pun
sanksi apapun.
Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, saya memohon
kesediaan Anda untuk menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti
kesukarelaan bapak/ibu/saudara. Prosedur selanjutnya adalah Anda akan diberikan
beberapa pertanyaan oleh peneliti dan peneliti sangat mengharapkan agar Anda
dapat menjawab dengan jujur dan apa adanya.
Manfaat yang akan Anda dapatkan dari penelitian ini adalah Anda akan
mendapat gambaran mengenai proses pelayanan obat dan kesalahan-kesalahan
yang mungkin terjadi dalam proses tersebut. Jumlah subjek penelitian yang akan
dilibatkan dalam penelitian ini yaitu ± 10 orang. Penelitian ini akan dilaksanakan
dengan rentang waktu mulai bulan Februari sampai bulan Maret 2014.
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan studi dan dokumentasi
penelitian ini. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subyek
penelitian. Penelitian ini tidak akan memberikan dampak yang berbahaya dan
semua biaya yang terkait dengan penelitian akan ditanggung oleh peneliti. Peneliti
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90

tidak akan memberikan kompensasi dalam bentuk apapun terkait dengan


penelitian ini.
Jika ada hal yang kurang dipahami, Bapak/Ibu dapat bertanya langsung
kepada peneliti atau dapat menghubungi nomor telepon peneliti (081804720046).
Bapak/ibu/saudara juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada Komite Etik
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM (Telp. 9017225
dari lingkungan UGM) atau 0274-7134955 dari luar.
Saya sebagai peneliti sangat mengharapkan kesediaan bapak/ibu/saudara
untuk ikut serta dalam pemelitian ini. Atas perhatian dan kesediaannya, saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91

Lampiran 7. Lembar Persetujuan


Informed Consent

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Nomor Telepon/HP :

Saya telah membaca dan mengerti informasi yang tercantum pada lembar
informasi dan telah diberi kesempatan untuk mendiskusikan dan menanyakan hal
tersebut. Dengan penuh kesadaran saya bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam
penelitian ini. Saya tidak berkeberatan apabila hasil penelitian ini dipublikasikan
untuk kepentingan dokumentasi dan penelitian. Saya mengerti bahwa saya dapat
menolak untuk ikut dalam penelitian. Saya sadar bahwa saya dapat mengundurkan
diri dari penelitian ini kapan saja saya mau. Demikian pernyataan ini saya buat
sejujur-jujurnya tanpa paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, __________________
Peneliti Yang Menyetujui
Tanda Tangan, ________________ Tanda Tangan, ___________

Nama Terang _________________ Nama Terang ____________

Medication Error pada Fase Prescribing dan Transcribing pada Resep


Racikan (Studi Kasus di Apotek-Apotek di Kabupaten Sleman pada
Bulan Februari dan Maret 2014)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92

Lampiran 8. Pedoman wawancara fase Transcribing Medication Error untuk


Apoteker dan Asisten Apoteker di Apotek-Apotek di Kabupaten Sleman

Fase Transcribing adalah proses pembacaan resep.


1. Menurut anda, apakah pengertian medication error itu?

Jawab :

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

2. Menurut anda, apa saja contoh-contoh medication error yang dapat terjadi

pada fase transcribing?

Jawab :

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

3. Menurut anda, apa saja kendala yang dihadapi dalam membaca resep obat dan

faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya medication error,

khususnya pada fase transcribing?

Jawab :

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
93

4. Menurut anda, apa saja upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan

terjadinya Medication error terutama pada fase transcribing ?

Jawab :

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

5. Menurut anda, bagaimana cara – cara mengatasi medication error jika

medication error tersebut sudah terjadi pada fase transcribing ?

Jawab :

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

6. Menurut anda, tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak apotek untuk

mencegah terjadinya Medication Error ?

Jawab :

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
94

7. Menurut anda, perbaikan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam usaha dan

pencegahan ME untuk meningkatkan pelayanan di Apotek ?

Jawab :

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________

______________________________________________
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
95

Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Apoteker

Pertanyaan 1.

Menurut anda, apakah pengertian medication error itu?

Apoteker Jawaban
Kesalahan-kesalahan yang terkait dengan penyiapan obat,
Apoteker 1 penulisan obat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengobatan
Apoteker 2 Suatu kesalahan yang terjadi dalam proses obat –
pengobatan
Apoteker 3 Kesalahan yang sering terjadi dalam pengobatan secara
keseluruhan baik oleh dokter maupun apoteker
Apoteker 4 Kesalahan yang terjadi selama proses pengobatan
berlangsung

Pertanyaan 2.

Menurut anda, apa saja contoh-contoh medication error yang dapat terjadi

pada fase transcribing?

Apoteker Jawaban
Apoteker 1 Salah nama obat, dosis, salah sediaan (contoh : INH 100 jadi
INH 400)
Apoteker 2 Kesalahan dalam membaca resep dan kesalahan nama obat
karena nama obat hampir sama
Nama obat tidak jelas, banyak nama obat yang mirip, tulisan
Apoteker 3 tangan dokter (cara penulsan yang lama) seperti disambung
rawan menjadi kesalahan, salah dosis, salah tulis aturan
pakai, double medication (obat yang tidak perlu diberikan)
Apoteker 4 Salah dosis, nama pasien dan umur tidak ada, jumlah obat
dan potensi tidak ada (bisa diambil dosis paling rendah)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
96

Pertanyaan 3.

Menurut anda, apa saja kendala yang dihadapi dalam membaca resep obat

dan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya medication

error, khususnya pada fase transcribing?

Apoteker Jawaban
Tulisan dokter tidak jelas, salah nama obat, tidak bisa
Apoteker 1 menghubungi dokter saat ingin memastikan obat dalam
resep, kendala waktu (terlalu malam)
Tulisan dokter yang kurang jelas (obat, dosis, dll), nama
Apoteker 2 obat yang hampir sama, obatnya belum banyak beredar
(sediaan baru)
Kesulitan menterjemahkan istilah dalam bahasa Latin, tidak
lengkap menulis perintah, tulisan tangan kurang jelas, dosis
(umumnya anak-anak, dosisnya kurang), ideal pakai BB,
Apoteker 3 dosis biasa mengacu pada standar umum (melihat
kerasionalan dosis), masalah kondisi pasien sehingga
mendesak waktunya untuk membuat resep (contoh: asma)
Apoteker 4 Tulisan dokter tidak jelas, kemiripan nama obat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
97

Pertanyaan 4.

Menurut anda, apa saja upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan

terjadinya Medication error terutama pada fase transcribing?

Apoteker Jawaban
Dipastikan peresepannya, menulis kembali resep dalam
suatu kertas dan memastikan kembali kerasionalan
Apoteker 1 pengobatannya, menanyakan lagi pada pasien terkait dengan
dosis, keluhan / penyakit yang dialami, konfirmasi dengan
dokter terkait dengan obat dan dosis
Memastikan keluhan pasien apa, dengan obat yang
Apoteker 2 diresepkan. Jika resep sulit atau sama sekali tidak terbaca,
sebaiknya konfirmasi ke dokter bersangkutan
Konsultasi kembali dengan pasien (dialog), tanyakan
keluhan / penyakit, umur dan dicek kerasionalan
Apoteker 3 peresepannya (karena tidak ditulis umur). Kalau dokternya
ada (praktek), langsung konfirmasi ke dokter. Misalnya
tulisan tidak jelas, jangan sampai menterjemahkan sendiri
Apoteker 4 Tanya pasien tentang penyakitnya, ditanyakan pada dokter
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98

Pertanyaan 5.

Menurut anda, bagaimana cara – cara mengatasi medication error jika

medication error tersebut sudah terjadi pada fase transcribing ?

Apoteker Jawaban
Punya nomor telepon pasien, dan dipastikan data dokter
Apoteker 1 benar (misalnya dokter di Rumah Sakit Jiwa, tapi selalu
mengeluarkan copy resep), mengecek data pasien,
mengerjakan suatu resep dengan keyakinan penuh
Obat harus diganti sesuai dengan resep, tetapi jika hanya
Apoteker 2 berbeda paten / generik, dosisnya sama, maka tidak masalah
diserahkan kepada pasien, asalkan sudah ada persetujuan
pasien tersebut
Kapsul / sediaan dibongkar ulang, diracik kembali (walau
biaya bertambah, tapi yang paling penting adalah safety
Apoteker 3 untuk pasien). Membuat sediaan yang baru yang sesuai
dengan resep (harus dilakukan, jangan main-main dan
berani bayar harga)
Apoteker 4 Double checking dengan apoteker yang lain, jika sudah
terlanjur maka obat diganti
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
99

Pertanyaan 6.

Menurut anda, tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak apotek

untuk mencegah terjadinya Medication Error?

Apoteker Jawaban
Konfirmasi ulang ke pasien dan dokter, jika ada keraguan
Apoteker 1 dan pasien tidak mengerti seluk beluk tentang resepnya,
lebih baik resep ditolak
Apoteker 2 Yang menerima resep wajib apoteker, obat wajib diracik
dan diserahkan langsung oleh apoteker
Ditangani oleh ahlinya (apoteker) karena masyarakat
semakin cerdas dalam mengkritisi pengobatan (ditangani
Apoteker 3 sesuai dengan SOP), segala sesuatu yang berkaitan dengan
obat di apotek harus dikonsultasikan pada APA. Kesalahan
boleh ada, tapi yang penting niat untuk memperbaikinya.
Kita bisa belajar dari kesalahan
Apoteker 4 Penanganan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
100

Pertanyaan 7.

Menurut anda, perbaikan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam usaha

dan pencegahan ME untuk meningkatkan pelayanan di Apotek?

Apoteker Jawaban
Apoteker 1 Nomor telepon pasien, pelaksanaan SOP dengan baik, data
lengkap pasien jelas, skrining resep dengan lebih teliti
Apoteker 2 Kelengkapan obat dan tata letak (penyimpanan) sesuai
farmakoterapi / alfabet agar lebih mudah dalam pencarian.
Kelengkapan peralatan racik dan tempat racik lebih nyaman
dan memadai
Apoteker 3 Update informasi, pengetahuan (diskusi dengan sejawat),
perlu buku-buku penunjang, perlu alat-alat untuk
memudahkan peracikan (pengadaan alat-alat racik yang
modern) membantu mengurangi ME (misal : timbangan
digital), komunikasi dengan dokter penulis resep dan sering
membaca buku
Apoteker 4 Penambahan alat untuk memudahkan melakukan pembuatan
resep racikan, penambahan rak karena obat sudah terlalu
banyak, penambahan AC agar memenuhi standar suhu
penyimpanan obat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
101

Lampiran 10. Hasil Wawancara dengan Asisten Apoteker

Pertanyaan 1.

Menurut anda, apakah pengertian medication error itu?

AA Jawaban
Suatu kesalahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
AA 1 dalam memberikan informasi kepada pasien, melakukan
upaya kesehatan maupun wewenangnya dalam bidangnya
AA 2 Kesalahan dalam memenuhi aturan pakai obat oleh pasien
AA 3 Kesalahan yang terjadi dalam pengobatan
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengobatan, mulai
AA 4 dari diagnosis, pemilihan obat, pemberian informasi dan
follow-up pada pasien

Pertanyaan 2.

Menurut anda, apa saja contoh-contoh medication error yang dapat terjadi

pada fase transcribing?

Apoteker Jawaban
AA 1 Kesalahan membaca/mendeskripsikan nama obat, kesalahan
pemberian signa resep, kesalahan dalam jumlah yang harus
diberikan, kesalahan dalam penyerahan obat khusus/resep
khusus narkotika
AA 2 Salah dosis
AA 3 Salah nama obat, salah dosis, salah cara pemakaian
AA 4 Nama obat tidak jelas, dan memakan waktu untuk
mengkonfirmasi ulang obat pada pasien
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
102

Pertanyaan 3.

Menurut anda, apa saja kendala yang dihadapi dalam membaca resep obat

dan faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya medication

error, khususnya pada fase transcribing?

AA Jawaban
Kurangnya pengetahuan dalam skrining farmakologis, tidak
AA 1 adanya komunikasi antara apoteker dan dokter, tidak adanya
dukungan dari tenaga lainnya
AA 2 Banyak menggunakan singkatan, tulisan dokter tidak jelas
AA 3 Tulisan dokter tidak jelas, tidak bisa menterjemahkan
bahasa Latin dalam resep
Mengecek ulang peresepan dan idealnya dilakukan lebih
AA 4 dari 1 orang. Pada keadaannya, hanya 1 orang saja yang
mengurus, tulisan tidak jelas

Pertanyaan 4.

Menurut anda, apa saja upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan

terjadinya Medication error terutama pada fase transcribing?

Apoteker Jawaban
AA 1 Menjalin komunikasi yang baik dokter dan farmasis, saling
memberikan pengalaman dalam proses transcribing resep
AA 2 Konfirmasi ke dokter yang bersangkutan (telepon),
konfirmasi ulang ke pasien, teliti ulang resepnya baik-baik
AA 3 Telepon dokter yang bersangkutan, menanyakan pada
pasien
AA 4 Menanyakan keluhan pada pasien, konfirmasi ke dokter
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
103

Pertanyaan 5.

Menurut anda, bagaimana cara – cara mengatasi medication error jika

medication error tersebut sudah terjadi pada fase transcribing ?

AA Jawaban
Komunikasi dengan farmasis lain yang berpengalaman,
AA 1 hubungi dokter penulis resep yang bersangkutan. Jika kedua
cara tadi tidak mungkin dilakukan, maka tanyakan pasien,
didiagnosa sakit apa?
Menelepon pasien (lihat dari alamatnya), dan menghubungi
AA 2 pasien bilamana sudah dikonsumsi atau belum. Bila belum,
maka segera diganti dengan yang baru. Bila sudah, maka
diberikan penjelasan terkait dengan obat yang salah
AA 3 Langsung menghubungi pasien dan mengganti obat itu
Langsung diganti bila disadari pada saat peracikan, juga
AA 4 menghubungi pasien dan memberikan informasi terkait
kesalahan yang terjadi

Pertanyaan 6.

Menurut anda, tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh pihak apotek

untuk mencegah terjadinya Medication Error ?

Apoteker Jawaban
AA 1 Menyediakan fasilitas peracikan obat/resep, komunikasi
yang baik antara farmasis di apotek
AA 2 Nama obat sudah disusun sesuai dengan indikasinya
AA 3 Belum banyak dilakukan
Memberi informasi ke pasien bahwa proses peracikan obat
AA 4 membutuhkan waktu sehingga pasien diharap bersabar.
Tempat peracikan tidak jauh dengan tempat penyediaan obat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
104

Pertanyaan 7.

Menurut anda, perbaikan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam usaha

dan pencegahan ME untuk meningkatkan pelayanan di Apotek ?

AA Jawaban
Komunikasi untuk hubungan yang baik dengan dokter dan
AA 1 apoteker, fasilitas peracikan yang memadai, penyediaan
obat-obatan yang sering digunakan oleh dokter dalam
prakteknya di wilyah sekitar apotek
Disediakan tempat menunggu untuk pasien yang cukup
AA 2 nyaman (misal : disediakan TV dan dispenser), disediakan
etalase yang tertutup agar obat lebih bersih dan lebih aman
dalam penyimpanan
Melayani dengan ramah, sapa, senyum, dan dengan sebaik
AA 3 mungkin, menata obat dengan lebih rapi, menambah alat-
alat yang mempermudah proses peracikan
SOP dari penerimaan resep harus dilaksanakan dengan baik,
AA 4 pengetahuan tentang obat-obat yang selalu up-to-date dan
penambahan buku-buku referensi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
105

BIOGRAFI PENULIS

Archie Tobias merupakan anak ketiga dari pasangan

bernama Harry Purwanto dan Ratnawati, yang lahir di

Purwokerto pada tanggal 14 Februari 1993.

Pendidikan dimulai dari SD Kristen Bina Harapan

Purbalingga (1998-2004), SMP Kristen Eben Haezar

01 Manado (2004-2006), SMA Negeri 09 / Binsus

Manado (2006-2009).

Tahun 2010, penulis melanjutkan studi ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Selama 2 tahun masa awal studi, penulis aktif dalam Unit

Kegiatan Persekutuan Mahasiswa Kristen Apostolos. Penulis juga pernah

menjabat sebagai seksi perlengkapan dalam acara Pelepasan Wisuda Fakultas

Farmasi dengan tema “Jejakku Peristiwaku”.

You might also like