Lina Bukit

You might also like

Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan

bahwa angka kejadian alergi dan asma terus meningkat tajam beberapa tahun

terakhir. Tampaknya alergi merupakan kasus yang mendominasi kunjungan

penderita di klinik rawat jalan pelayanan kesehatan. Salah satu manifestasi

penyakit alergi yang tidak ringan adalah asma. Alergi dapat menyerang semua

organ dan fungsi tubuh tanpa terkecuali. Sehingga penderita asma juga akan

mengalami gangguan pada organ tubuh lainnya. Di samping itu banyak

dilaporkan permasalahan kesehatan lain yang berkaitan dengan asma tetapi

kasusnya belum banyak terungkap. Kasus tersebut tampaknya sangat penting dan

sangat berpengaruh terhadap kehidupan, tetapi masih perlu penelitian lebih jauh,

dalam tatalaksanan asma pada anak, dewasa dan lansia yang tidak optimal, baik

dalam diagnosis, penanganan dan pencegahannya..

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1996, penyakit-

penyakit yang dapat menyebabkan sesak napas seperti bronchitis, emfisema, dan

asma merupakan penyebab kematian ketujuh di Indonesia. Asma yang tidak

ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup anak berupa hambatan

aktivitas 30 persen,. Banyak kasus asma pada tidak terdiagnosis dini, karena

yang menonjol adalah gejala batuknya, bisa dengan atau tanpa wheezing

(mengi).

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri

bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri,


11
2
2

2008). Menurut KEMENKES (2008) , 100 hingga 150 juta orang di dunia

menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan meningkat sebanyak 18.000 kasus

setiap tahunnya. Setiap negara di dunia memilki kejadian kasus asma yang

berbeda-beda.

Di Asia khususnya Asia Tenggara 1 dari 4 orang yang menderita asma

mengalami masa yang tidak produktif karena tidak bekerja akibat asma. bisa

dibanyangkan berapa kerugian yang dialami. Menurut Miol, penderita asma

3.3% penduduk Asia Tenggara adalah orang-orang yang menderita

asma. Dimana kasus asma banyak terjadi di Indonesia, Vietnam, Thailand,

Filiphina dan singapura. Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) di Indonesia

prevalensi penderita asma diperkirakan masih sangat tinggi. Bedasarakan depkes

persentase penderita asma di indonesia sebesar 5,87% dari keselurahan

penduduk Indonesia..

Penanganan penderita asma di unit gawat darurat dan di rumah sakit

sebenarnya sudah cukup baik, namun yang masih kurang adalah pengendalian

asma. Kebanyakan pasien asma membiarkan sampai muncul keluhan sesak napas

baru kemudian ke dokter. Penanganan asma sendiri sebetulnya adalah bagaimana

agar pasien tersebut tidak sesak napas kembali. Sekali saja pasien dirawat di

rumah sakit biayanya lebih besar/sama dengan biaya membeli obat inhaler

selama satu tahun. Penatalaksanaan asma ada enam langkah ; yakni pendidikan

pada penderita dan keluarganya, menentukan klasifikasi asma, menghindari

faktor pencetus, memberikan pengobatan yang optimal, penatalaksanaan

eksaserbasi akut dan melakukan kontrol secara berkala .


33

Berdasarkan data jumlah pasien yang berobat ke Puskesmas Suela tercatat,

tahun 2013 sebanyak 203 orang,. Pada tahun 2014 dari bulan Januari sampai

dengan bulan april tercatat pasien baru sebanyak 40 orang, pasien lama sebanyak

23 orang. Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 sampai

dengan april tahun 2014 terjadi peningkatan kasus sebanyak 19.7%. (Rekap data

PUSKESMAS Suela, 2013) Melihat tingginya kenaikan insidensi kasus asma

yang berobat ke Puskesmas tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh

faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas serangan pasien asma di Puskesmas

Suela.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian

yaitu, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi intensitas serangan pasien asma

di Puskesmas Suela.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

intensitas serangan pasien asma di Puskesmas Suela.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan intensitas serangan pasien asma.

b. Mendiskripsikan faktor penyebab yang mempengaruhi intensitas

serangan pasien asma.


4
4

c. Mendiskripsikan faktor pencetus yang mempengaruhi intensitas

serangan pasien asma.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam merancang penelitian di

bidang perawatan kesehatan masyarakat.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Memperkaya khasanah di bidang keperawatan serta dapat digunakan sebagai

acuan peneliti selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan penyakit asma.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat tentang upaya pencegahan terhadap

serangan asma.

4. Bagi Dinas Kesehatan

Memberi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Selong dalam penyusunan

program pelayanan kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pengelolaan

penderita penyakit khususnya upaya peningkatan pengetahuan kesehatan pada

penderita asma.
33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asma Bronkial

1. Pengertian

Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan

bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya

penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik

secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan . Asma adalah penyakit

jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki

berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas yang menyebabkan sesak,

batuk dan mengi .

2. Etiologi

Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan

pasti, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dasar gejala asma

adalah inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan.

3. Patofisiologi

Pada asma akut, obstruksi bronkus disebabkan oleh kontraksi otot polos

bronkus, meningkatnya sekresi lendir, dan radang saluran napas. Serangan ini

dipicu oleh stimulus yang beragam misalnya infeksi saluran napas,

menghirup tepung sari atau bahan kimia, udara dingin, atau kelembaban.

Penyempitan bronkus terjadi sebagai respon terhadap refleks yang


6
6

diperantarai saraf vagus atau akibat kerja zat-zat yang dilepaskan oleh sel

mast terhadap otot polos, atau sebagai akibat kedua mekanisme itu.

Penyempitan bronkiolus meningkatkan resistensi saluran napas, menurunkan

kecepatan aliran gas, dan menyebabkan terperangkapnya udara.

Ketidaksesuaian ventilasi atau perfusi yang diakibatkannya menimbulkan

hipoksemia, yang mula-mula merangsang pernapasan, mengakibatkan

hiperventilasi yang ditunjukkan dengan PaCO2 yang rendah dan alkalosis.

Sebagian besar pasien dapat kembali normal, baik secara spontan atau

dengan terapi. Sekelompok pasien akan mengalami status asmatikus, yang

ditunjukkan oleh hipoventilasi dan kegagalan pernapasan akut. Pada pasien

ini hipoksemia terus berlanjut, hipertensi pulmonal sekunder dapat ikut

menyebabkan ketidaksesuaian ventilasi atau perfusi sehingga menyebabkan

makin memburuknya hipoksemia, kerja pernapasan meningkat dan kelelahan

akhirnya ikut menyebabkan hipoventilasi .

4. Gejala Klinik

Pada penderita yang yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala

klinik, sedangkan pada waktu serangan tampak penderita bernapas cepat dan

dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyangga kedepan serta tampak otot-

otot bantu pernapasan bekerja dengan keras. Gejala yang klasik terdiri atas

batuk, sesak dan mengi (wheezing), pada sebagian penderita disertai nyeri

dada.
33

Ada beberapa tingkat penderita asma, sebagai berikut :

a. Tingkat pertama, yaitu penderita asma yang secara klinik normal, tanpa

kelainan fisik maupun kelainan pemeriksaan fungsi parunya. Pada

penderita ini timbul gejala asma bila ada faktor pencetus baik secara

didapat, alamiah maupun dengan tes provokasi bronkial di

laboratorium.

b. Tingkat kedua adalah penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan

pada pemeriksaan fisiknya, tetapi fungsi parunya menunjukkan

obstruksi jalan napas. Dijumpai pada penderita yang sembuh dari

asmanya.

c. Tingkat ketiga adalah penderita asma tanpa keluhan tetapi pada

pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan fungsi paru menunjukkan

obstruksi jalan napas. Penderita ini sudah sembuh dari serangan

asmanya, tapi bila tidak meneruskan pengobatannya akan mudah

terserang kembali.

d. Tingkat keempat adalah penderita yang paling sering dijumpai baik

dalam praktek sehari-hari maupun di rumah sakit. Penderita mengeluh

batuk, sesak dan napas berbunyi. Pada pemeriksaan fisik maupun

pemeriksaan spirometri ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan napas.

e. Tingkat kelima adalah status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat

medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrakter

sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

5. Diagnosis
8
8

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan-pemeriksaan

sebagai berikut :

a. Riwayat penyakit

Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, mengi, sesak, atau

rasa berat di dada. Kadang pasien hanya mengeluh batuk saja yang

umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani.

Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya

seperti rhinitis alergi, dermatitis atopik membantu diagnosis asma. Cara

untuk membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada

asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan.

a. Pemeriksaan fisik

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma tergantung dari

derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi

dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma.

Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma,

tetapi sering dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga

diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa.

b. Pemeriksaan penunjang

1) Spirometri untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas

reversibel.

2) Tes provokasi bronkial untuk menunjukkan adanya

hiperreaktivitas bronkus.

3) Analisa gas darah arteri.


33

Pada penderita asma ditemukan hipoksemia, hipokapnia, dan

alkalosis respiratorik.

4) Pemeriksaan tes kulit

Menunjukkan adanya antibody IgE yang spesifik dalam tubuh.

5) Pemeriksaan radiologi

Pada umumnya pemeriksaan foto dada penderita adalah normal.

6) Pemeriksaan sputum

Untuk memastikan adanya infeksi saluran napas bagian bawah.

6. Pengobatan

Pengobatan asma menurut Global Initiative For Asthma (GINA)

tahun 1995, ada enam langkah (7) :

a. Penyuluhan pada pasien

Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang,

diperlukan kerjasama antara pasien, keluarga dan tenaga kesehatan.

Hal ini dapat tercapai bila pasien dan keluarganya memahami

penyakitnya, tujuan pengobatan, obat-obat yang dipakai serta efek

samping.

b. Penilaian derajat beratnya asma

Penilaian derajat beratnya asma baik melalui pengukuran gejala,

pemeriksaan uji faal paru dan analisa gas darah sangat diperlukan

untuk menilai hasil pengobatan.

c. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan.


10
10

Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus

serangan asma makin berkurang atau derajat asma makin ringan.

d. Perencanaan obat-obat jangka panjang

Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan

gejala asma, ada 3 (tiga) hal yang harus dipertimbangkan :

1) Obat-obat anti asma.

2) Pengobatan farmakologis.

3) Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.

e. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)

Tujuan pengobatan serangan asma yaitu :

1) Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera.

2) Mengatasi hipoksemia.

3) Mengembalikan fungsi paru ke arah normal secepat mungkin.

4) Mencegah terjadinya serangan berikutnya.

5) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya cara-

cara mengatasi dan mencegah serangan asma.

f. Berobat secara teratur

Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan pasien

asma memerlukan pengawasan yang teratur dari tenaga kesehatan,

Kunjungan yang teratur ini diperlukan untuk menilai hasil

pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari faktor pencetus,

serta penggunaan peak flow meter.

B. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Intensitas Serangan Asma


33

1. Faktor penyebab

Yang dimaksud faktor penyebab adalah bahan-bahan ataupun keadaan-

keadaan tertentu yang secara langsung dapat menyebabkan seseorang

menderita penyakit asma. Kadang-kadang faktor ini dapat berdiri sendiri,

artinya menjadi penyebab tunggal, misalnya beberapa alergen yang

ditemukan dalam udara. Kadang-kadang bahan ataupun keadaan tertentu ini

hanya merupakan landasan untuk memungkinkan terjadinya penyakit asma,

misalnya semua keadaan yang akan mampu untuk menimbulkan inflamasi

saluran pernapasan. Perlu diingat bahwa faktor penyebab dapat sekaligus

menjadi faktor pencetus, seperti alergen dalam udara (8). Faktor-faktor

penyebab ini diantaranya:

a. Obat golongan beta-blocker

Obat golongan ini diantaranya adalah obat-obat hipertensi yang tidak

kardio selektif, seperti; propanolol, nadolol, pindolol dan lainya. Bila

seorang penderita asma memakai obat-obat diatas, maka efek adrenalin

akan dihambat, termasuk efek dilatasi bronkiolus, sehingga efek-efek

mekanisme yang lain yang mempunyai efek konstriksi bronkiolus lebih

dominan, dan penderita akan mendapatkan serangan asma, tanpa

diperlukan degranulasi sel mast.

b. Alergen

Secara kimiawi alergen adalah merupakan suatu protein. Untuk dapat

menjadi faktor penyebab/pencetus asma bahan protein harus dapat masuk

dalam tubuh penderita antara lain melalui proses bernapas, sehingga

alergen langsung dapat dideponir pada mukosa saluran pernapasan. Inilah


12
12

jalur utama masuknya alergen ke dalam tubuh. Sebenarnya kita tanpa

disadari tiap hari memakan berbagai protein, tetapi hanya sedikit yang

akan dapat bersifat alergenik, dan inipun hanya pada orang-orang tertentu

saja. Beberapa contoh alergen yaitu; debu rumah tangga dan kutu

rumah,spora jamur, serbuk bunga, alergen dalam makanan, dan lain-lain.

c. Inflamasi

Faktor-faktor penyebab inflamasi bersifat majemuk dan mencakup semua

penyebab radang dari saluran pernapasan, dari virus sampai kuman,

oksidan-oksidan dari asap rokok maupun polusi udara, berbagai alergen

atau antigen serta berbagai bahan kimia. Setiap inflamasi bronkus

menimbulkan edema dan hipersekresi yang akan mempersempit lumen,

sehingga setiap inflamasi akan mempermudah serangan asma dan

intensitas serangan juga semakin hebat.

2. Faktor pencetus

Adalah suatu bahan ataupun keadaan tertentu yang akan dapat

menimbulkan serangan asma, tanpa yang bersangkutan betul-betul menderita

penyakit tersebut, dengan kata lain serangan asma memang ada tetapi

penderita saat ini belum menderita penyakit ini, dan dengan meniadakan

faktor pencetus ini, maka serangan juga akan hilang sendiri, dan tak akan

timbul lagi selama penderita menghindarinya (8).

Faktor pencetus ini diantaranya:

a. Keturunan
33

Sejak lama telah diketahui bahwa ada predisposisi kekeluargaan untuk

mendapatkan penyakit asma walaupun tidak mutlak. Kalau orang tua

mempunyai riwayat alergi, 50 % anaknya kecenderungan alergi pula,

dalam hal ini asma.

b. Alergen

Alergen merupakan faktor yang dapat mencetuskan asma, juga

menimbulkan reaksi alergi fase lambat dan meningkatkan reaktifitas

bronkus. Saluran napas yang sudah peka ini selanjutnya akan mudah

bereaksi terhadap alergen atau pencetus lain sehingga menimbulkan

serangan asma.

c. Infeksi saluran napas

Infeksi saluran napas juga dapat mencetuskan serangan asma khususnya

pada anak. Virus influenza, para influenza, adenovirus, dan mikoplasma

merupakan pencetus asma.

d. Ketegangan jiwa/stress

Ketegangan jiwa sering mencetuskan serangan asma dan dalam beberapa

keadaan memperberat keadaan asma, meskipun bukan penyebab asma.

e. Olah raga

Olah raga merupakan salah satu faktor yang dapat mencetuskan serangan

asma, terutama olah raga membutuhkan tenaga fisik yang berat seperti

olah raga lari. Tetapi dengan latihan jasmani ringan jarang pasien asma

jatuh ke dalam serangan asma, bahkan olah raga kesehatan untuk

penderita asma sangat berguna supaya dapat melakukan pekerjaan sehari-

hari.
14
14

f. Polutan

Oksidan dalam udara pernapasan akan menyebabkan terjadinya inflamasi

pada mukosa saluran pernapasan dan dengan demikian akan

memudahkan terjadinya serangan asma. Sebagai contoh yaitu; asap

rokok, asap industri dan asap kendaraan bermotor.

g. Obat-obatan

Obat-obatan yang dapat mencetuskan serangan asma adalah obat-obat

golongan penyekat beta, sebagai contoh yaitu obat-obat hipertensi yang

tidak bersifat kardio selektif dan mempunyai efek menghambat adrenalin

sehingga menyebabkan konstriksi bronkiolus.

C. Penelitian Terkait

Penelitian yang terkait yaitu penelitian yang dilakukan oleh:

Septediningrum tahun 2005, tentang; “Pengaruh senam asma Indonesia terhadap

nilai APE (Arus Puncak Ekspirasi) pada penderita asma persisten ringan di klub

asma RS Dr. Soejono Magelang”, menggunakan metode penelitian kuantitatif

jenis penelitian pra eksperimen tanpa kelompok pembanding dengan jumlah

sampel 20 orang. Hasil penelitian yaitu ada pengaruh senam asma Indonesia
Faktor-faktor pencetus
terhadap nilai APE yaitu terjadi peningkatan dari 202,78 L/Min menjadi 240,17
- Keturunan
L/Min.
- Alergen
D. Kerangka Teori
- Infeksi saluran
Faktor-faktor penyebab
napas
- Obat-obatan
- Ketegangan/stres
- Alergen
s
- Inflamasi
- Olah raga

- Obat-obatan
33

Hiperresponsif

bronkus

Asma

Gambar 2.1. : Kerangka teori penelitian (1,5,7,8)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Fokus Penelitian
16
16

Faktor Penyebab Faktor Pencetus

Gambar 3.1. : Fokus penelitian

B. Pertanyaan Penelitian

“Faktor-faktor apa yang mempengaruhi intensitas serangan pada pasien asma ?”

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini

berfokus pada pengalaman, interpretasi, serta makna hidup orang yang

mengalaminya. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang

berusaha untuk memahami arti dan makna pengalaman informasi dalam

kehidupan mereka. Tujuan pendekatan ini menghadirkan diskripsi yang akurat

dari suatu fenomena yang dipelajari mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

intensitas serangan pada pasien asma. Pendekatan fenomena ini tidak bertujuan

untuk menggeneralisasi suatu penjelasan, teori atau model (9,10).


33

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien asma yang berada dalam

wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang.

2. Cara pengambilan sampel

Sampel tidak diambil secara acak, tapi dipilih menggunakan pendekatan

purposif. Sampel dipilih dengan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan

penelitian agar sungguh-sungguh mewakili fenomena yang dipelajari (9).

3. Kriteria sampel

Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau yang

layak untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Penderita asma yang selama setahun terakhir pernah mendapatkan

serangan asma minimal satu kali.

b. Bersedia menjadi responden

4. Besar sampel

Dalam penelitian kualitatif tidak ada kriteria baku mengenai besarnya sampel.

Jumlah sampel dapat besar atau kecil, tergantung pada apa yang ingin

diketahui oleh peneliti, serta tersedianya sumber daya dan waktu. Juga

mempertimbangkan snowball sampling, sehingga memungkinkan melibatkan

pihak di luar lokasi penelitian yang dipandang mengerti dan memahami

kasus/peristiwa tertentu yang diperlukan sebagai data penelitian. Penambahan

dalam pengambilan sampel dihentikan bila sampel penelitian mencapai titik

saturasi yaitu saat dimana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan

informasi baru dalam analisis.


18
18

E. Definisi Istilah

1. Faktor penyebab asma yaitu bahan-bahan ataupun keadaan-keadaan

tertentu yang secara langsung dapat menyebabkan seseorang menderita asma.

2. Faktor pencetus serangan asma adalah suatu bahan ataupun keadaan

tertentu yang akan dapat menimbulkan serangan asma secara tidak langsung.

3. Intensitas serangan asma adalah frekuensi atau jumlah kejadian

penyakit asma dalam satu bulan atau dalam satu tahun.

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam

(indepth interview) dengan semi-structure interview. Wawancara mendalam

merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung

bertatap muka dengan informan, dilakukan secara intensif dan berulang-ulang.

Metode ini digunakan dengan tujuan untuk menggali secara lengkap dan detail

mengenai topik yang dibicarakan (11).

Alat pengumpul data yang paling utama adalah peneliti sendiri, selain itu

digunakan pedoman wawancara (semi structured interview) yang disusun peneliti

yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian. Alat tambahan lain yang

berguna untuk menunjang kelengkapan data seperti: buku catatan sebagai catatan

lapangan (field notes), alat tulis, dan alat perekam. Proses pengumpulan data

dilaksanakan melalui beberapa tahap:

1. Tahap orientasi
33

Pada tahap ini peneliti memperkenalkan diri kemudian melakukan

pendekatan kepada responden dengan menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian. Setelah itu peneliti menanyakan kepada responden tentang

kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Apabila responden bersedia,

responden diminta menandatangani lembar persetujuan dan dapat

membatalkannya dengan suatu alasan selama proses wawancara belum

berakhir.

2. Tahap pelaksanaan

Wawancara dilaksanakan sesuai kesepakatan antara responden dan peneliti,

mengenai waktu dan tempat wawancara. Lama wawancara, dalam menjawab

masing-masing pertanyaan berbeda, rata-rata 15 menit. Peneliti mengajukan

pertanyaan sesuai dengan pedoman yang telah disusun. Peneliti mencatat hal-

hal yang penting dan peneliti dapat melakukan focusing apabila ternyata

jawaban dari responden melenceng dari topik.

G. Tahap Pengolahan dan Analisa Data

Analisa data hasil penelitian menggunakan analisa kualitatif. Analisa data

meliputi proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,

kategori, dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Teknik pengolahan data menggunakan 4 proses kognitif (13),

yaitu:

1. Comprehending
20
20

Data yang terkumpul kemudian diberi label pada data yang diperlukan

peneliti. Teori yang didapat dari literatur digunakan sebagai pembanding. Jadi

pada tahap ini peneliti dapat mengenali data yang baru dan menarik yang

mungkin dapat melengkapi data yang sebelumnya sudah ada.

2. Synthesizing

Merupakan bagian penyaringan data yang telah dikumpulkan. Ada 2 bentuk

mekanisme yaitu; pertama, analisis informan atau pembanding transkrip yang

berasal dari beberapa informan; kedua, analisa kategori dipilih oleh

kebiasaan, terdiri dari bagian transkrip atau catatan yang dikombinasikan

dengan transkrip dari beberapa informasi.

3. Theorizing

Merupakan fase pemisahan dimana terjadi seleksi dan pencocokan secara

sistematis dari model-model terpilih ke dalam data. Pada tahap ini model

terpilih dibangun dan disimpan untuk dibandingkan dengan data hingga

model mampu menjelaskan data yang didapat.

4. Recontextualizing

Pengembangan dari teori pembuktian yang menjadikan teori aplikatif pada

latar dan populasi yang berbeda.

Pada penelitian ini data akan dianalisa secara manual dengan langkah-

langkah sebagai berikut (10):

a. Hasil rekaman baik berupa catatan, maupun dari alat perekam diketik

secara lengkap kata demi kata dengan menggunakan komputer.


33

b. Hasil ketikan kemudian dilihat keseluruhan secara utuh menurut

pengalaman responden.

c. Peneliti mengkode dengan kartu-kartu yang berisi kata-kata kunci dan

memberikan kategori-kategori untuk mengidentifikasi prevalensi

terbanyak atau prioritas terbesar.

d. Kemudian dibuat skema dengan menghubungkan beberapa kategori

yang menghasilkan tema-tema.

e. Bila ada kartu yang tidak sesuai dengan kategori maka kartu tersebut

dibuang.

f. Membuat kesimpulan dengan menginterpretasikan data yang

diperoleh bila semua data terkumpul.

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti harus mendapat rekomendasi

dari Program Studi Ilmu Keperawatan Undip yang ditujukan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk mendapatkan persetujuan.

Setelah mendapat persetujuan baru dilaksanakan penelitian dengan

menekankan masalah-masalah etika yang meliputi:

1. Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan menggunakan lembar persetujuan. Peneliti menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian yang akan dilakukan serta dampak-dampak yang mungkin


22
22

terjadi. Jika responden bersedia maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan, jika tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak

responden.

2. Anonimity

Merupakan masalah etika dalam penelitian yang tidak mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur, tapi hanya mencantumkan kode pada

lembar alat ukur tersebut.

3. Confidentiality

Merupakan masalah etika penelitian dengan menjamin kerahasiaan penelitian

biak informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

You might also like