Professional Documents
Culture Documents
Makalah Filum Platyhelminthes
Makalah Filum Platyhelminthes
Platyhelminthes
Oleh:
Muliati (1084205014)
Penulis
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2. Bagaimana klasifikasi filum Platyhelminthes?
3. Bagaimana peranan Platyhelminthes bagi kehidupan manusia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2. Untuk mengetahui klasifikasi filum Platyhelminthes?
3. Untuk mengetahui peranan Platyhelminthes bagi kehidupan manusia?
Cacing ini dipakai sebagai contoh karena pada umumnya mewakili anggota kelas
Turbellaria.
1. Habitat
Hidup bebas di perairan air tawar yang jernih dan tidak mengalir, biasanya
berlindung di tempat-tempat yang teduh.
2. Struktur Tubuh
Tubuh pipih dorsoventral, bagian kepala berbentuk segitiga dengan tonjolan yang
menyerupai telinga, yang biasa disebut aurikel, bagian ekor meruncing. Panjang tubuh
sekitar 5-25mm, bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap daripada warna
tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya terdapat bintik mata
(berfungsi untuk membedakan gelap dan terang). Dekat pertengahan tubuh bagian
ventral agak ke arah ekor terdapat lubang mulut. Lubang mulut berhubungan dengan
kerongkongan yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging sirkular dan longitudinal.
Kerongkongan dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur, kerongkongan
tersebut mirip belalai. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral terdapat “zona
adesif” yang menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan diri ke
permukaan yang ditempelinya. Di permukaan ventral ditutupi oleh rambut-rambut getar
halus.
Dinding tubuh Planaria pada prinsipnya tersusun atas 4 lapisan jaringan, yaitu
secara berturut-turut dari luar ke dalam sebagai berikut: (1) lapisan epidermis, (2)
lapisan kelenjar sub-epidermis, (3) lapisan otot (musculus), (4) lapisan mesenchym
(parenchyma).
2. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi terdiri dari dua saluran longitudinal yang berbentuk seperti jala dan
bercabang ke seluruh bagian tubuh dan berakhir di sel api (protonephridia). Sel api
adalah sel berbentuk gelembung berisi seberkas silia dan terdapat lubang di bagian
tengah gelembung itu. Sel api ini berfungsi baik untuk ekskresi maupun pengaturan
osmosis..sel api berlubang dan mengandung silia yang berfungsi untuk mendorong air
dan sisa metabolisme masuk ke dalam saluran ekskresi. Pada masing-masing sisi
tubuh Biasanya terdapat 1-4 buah pembuluh pengumpul yang membentang
longitudinal. Di bagian anterior pembuluh-pembuluh sisi longitudinal tersebut
mengadakan pertemuan, dihubungkan oleh pembuluh transversal sedikit agak di depan
bintik mata. Di bagian posterior pembuluh-pembuluh sisi tersebut masih terpisah. Di
bagian permukaan dorsal daripada tubuhnya, pembuluh-pembuluh sisi tersebut
bermuara pada suatu pori-pori yang disebut nephridiophor. Pada permukaan dorsal
saluran induk mempunyai lubang ekskresi. Pengeluaran sisa metabolism berlangsung
selain melalui saluran ekskresi juga melalui lapisan gastrodermis.
Belum mempunyai organ respirasi sehingga pertukaran gas berlangsung secara
difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.
3. Sistem Syaraf
Susunan syaraf Planaria bila dibandingkan dengan susunan syaraf Coelenterata
sudah lebih maju, sebab pada Planaria ini sudah ditemukan sejumlah ganglion yang
berfungsi sebagai pusat susunan syaraf. Terdiri dari ganglion serebral, terletak di
bagian kepala dan berfungsi sebagai otak. Dari ganglion serebral ini keluarlah
cabang-cabang urat syaraf secara radier menuju ke arah lateral, anterior dan posterior.
Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indra
kemoreseptor sedangkan cabang posterior terdiri dari satu pasang (kanan dan kiri)
yang saling bersejajar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali
syaraf.
4. Alat Indera
Alat indera berupa bintik mata dan indera aurikel yang keduanya terletak di
bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal dari
kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam
bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel syaraf sensoris yang sangat sensitif
terhadap sinar. Bintik mata tersebut sekedar dapat membedakan gelap dan terang saja.
Planaria bersifat photonegatif. Dari kenyataan bahwa bila Planaria dikenai
cahaya pada salah satu sisinya, maka cacing tersebut akan bergerak menjauhi cahaya.
Aurikel merupakan indera rasa, bau dan sentuhan. Jika aurikel tidak berfungsi, maka
hewan tersebut tidak dapat mengetahui jenis makanan kesukaannya.
5. Sistem Reproduksi
Planaria bersifat hermaphrodit, maka dalam tubuh seekor hewan tersebut
terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Adapun susunan alat kelamin
tersebut adalah sebagai berikut:
○ Organ kelamin jantan terdiri atas:
1. Testis (berjumlah ratusan, berbentuk bulat selebar di sepanjang sisi kedua
tubuh).
2. Vasa eferensia (merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan
bagian pembuluh lainnya yang lebih besar).
3. Vasa deferensia (merupakan pembuluh yang berjumlah dua buah yang
masing-masing membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling
bertemu dan bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus
seminalis.
4. Vesicular seminalis (merupakan kantung yang berfungsi menampung sperma
dan menyalurkan sperma ke penis.
5. Penis, merupakan alat pentransfer ke tubuh atau kea lat kelamin Planaria yang
lain pada waktu mengadakan kopulasi dalam rangka mengadakan perkawinan
silang. Penis ini bermuara ke dalam ruang genetalis.
6. Ruang genetalis (yang waktu kopulasi menjulur keluar melalui poros genitalis.
a. Ovari berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
b. Oviduct (saluran telur) dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior
sebuah saluran yang disebut oviduct atau aliran telur. Antara saluran telur
kanan dan kiri saling bersejajar yang saling dilengkapi dengan kelenjar yang
menghasilkan kuning telur.
c. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel
telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
d. Vagina, merupakan saluran yang berfungsi untuk menerima transfer
spermatozoid dari Planaria lain, dimana spermatozoid yang telah ditransfer
selanjutnya akan disimpan dalam ruangan yang disebut receptaculus seminalis.
e. Uterus (receptaculus seminalis) merupakan ruangan yang bentuknya
menggelembung yang berfungsi untuk menyimpan spermatozoid hasil transfer
dari Planaria lain.
f. Genital atrium (ruang genitalis) merupakan muara bersama antara kedua buah
saluran telur (oviduct) yang telah disebut di atas. Planaria berkembangbiak
dengan cara seksual maupun aseksual.
6. Regenerasi
C. Kelas Trematoda
Boleh dikatakan bahwa hampir semua anggota trematoda ini bersifat parasit
terhadap hewan Vertebrata, baik secara ekto maupun endoparasit. Tubuh tertutup oleh
suatu tegument yang Biasanya licin, tetapi kadang berduri. Hampir semua species
memiliki satu atau lebih batil hisap. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun
silia kecuali fase larvanya. Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan alat
pengisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Daur hidupnya ada yang secara langsung
dan ada pula yang memerlukan dua atau lebih hospes, salah satu hospesnya ialah
siput. Di dalam hospes Vertebrata, cacing daun dewasa hidup di dalam saluran
pencernaan, di dalam saluran-saluran yang berhubungan dengan saluran pencernaan,
di dalam darah, paru-paru, kantung empedu, kantung kencing, dan oviduk atau di
dalam hampir semua organ tubuh. Biasanya parasit tersebut berada terbatas dalam
lumen dalam selaput lendir dan jaringan-jaringan selaput lendir dan epitel.
Pembuahan sendiri dan pembuahan silang dapat terjadi pada trematoda.
Galur-galur yang mengalami pembuahan sendiri kemungkinan merupakan
penyesuaian diri terhadap lingkungan khusus dimana terdapat sedikit siput, atau
dimana terdapat kesulitan untuk dapat kontak dengan siput misalnya, di dalam air arus
deras.
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)
3. Sistem Ekskresi
Yang khas pada semua cacing pipih, sistem protonefridial yang terdiri
atas flame cells (flame bulbs) dihubungkan oleh tubulus yang bersatu menjadi
duktus yang lebih besar bermuara secara bebas keluar tubuh atau bergabung
dahulu menjadi suatu kandung kencing yang bermuara pada atau dekat ujung
posterior cacing. Flame cells atau duktus tidak hanya berfungsi untuk ekskresi,
tetapi juga untuk pengaturan air dan barangkali untuk menjaga agar cairan
tubuh selalu bergerak. Duktus-duktus atau tubulus-tubulus mengandung
tonjolan-tonjolan kecil seperti jari, yang diduga membantu reabsorpsi dengan
peningkatan daerah permukaan internal.
4. Sistem Syaraf
Sistem syarafnya sama dengan sistem syaraf pada Planaria.
5. Sistem Reproduksi
Alat reproduksi jantan dan betina terdapat pada tiap-tiap hewan dewasa.
Alat kelamin jantan terdiri atas: (1) sepasang testis sebagai pabrik sperma, (2)
dua pembuluh vasa deferensia sebagai penyalur sperma dari testis, (3) kantung
vesiculum seminalis (4) saluran ejakulasi yang berakhir pada alat kopulasi (5)
penis.
Alat reproduksi betina terdiri atas: (1) saluran tunggal ovarium yang
memproduksi telur, (2) saluran oviduct yang menyalurkan telur ke ovari, (3)
kelenjar pembungkus ovum yang dimana (4) saluran vetelline atau saluran yolk
yang menyalurkan globuli yolk yang berasal dari (5) kelenjar yolk atau kelenjar
vetelin. Setelah kelenjar pembungkus melengkapi kulit chitine, selanjutnya telur
masuk ke dalam (6) pembungkus yang disebut uterus.
Fasciola hepatica bersifat hermaprodit, dari setiap individu dapat
menghasilkan ratusan ribu telur, telur tersebut dikeluarkan ke usus dan keluar
bersama-sama dengan feses. Telur bila sampai pada tempat yang baik (basah)
akan menetas menjadi miracidium. Miracidium ini bergerak dengan silianya ke
siput Lymnea dan masuk ke dalam tubuh siput (miracidium di luar tubuh siput
tahan hidup selama 8 jam). Mirasidium keluar dari telur di dalam usus siput.
Berhubung siput senang makan tinja, maka terdapat kesempatan luas untuk
tertelannya telur cacing ke dalam usus siput. Miracidium setelah dua minggu di
dalam tubuh siput akan menjadi sporocyst yang menghasilkan redia-redia yang
mempunyai sebuah batil hisap yang telah berkembang sempurna dan sebuah
usus embrionik. Sebagian besar jaringan internal bersifat germinal, dan di dalam
redia akan dihasilkan cercaria-cercaria . Cercaria yang masak mempunyai dua
batil hisap, usus yang bercabang dan mempunyai alat gerak semacam ekor
untuk menempel pada tumbuhan air/tumbuhan darat dekat dengan tempat berair
dalam bentuk metacercaria (mengkista). Selain itu mereka juga memiliki berbagai
macam sel-sel kelenjar, termasuk sel-sel penembus dan sitogenik. Sel sitogenik
tersebut berperanan di dalam pembentukan dinding sista metacercaria. Seperti
mirasidia, cercaria mungkin juga mempunyai bintik-bintik mata atau fotoreseptor
yang mengandung sel-sel sensoris dan sel-sel berisi pigmen. Metacercaria yang
mengkista dapat termakan oleh ternak dan akan menjadi Fasciola hepatica
dewasa yang menetap di dalam hati.
1. Struktur Tubuh
Taenia merupakan cacing yang sangat Panjang yang terdiri atas: sebuah
kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas yang sama yang disebut
proglottida. Pada kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia solium mempunyai
kait (rostellum). Di belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang
akan menghasilkan proglottida baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar.
Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 meter. Proglottida yang paling akhir
merupakan proglottida yang paling tua yang selalu melepaskan diri. Dalam
proglottida tua terdapat sejumlah telur.
2. Sistem Pencernaan Makanan
Tubuh cacing pita disesuaikan dengan kehidupan parasit. Tidak
mempunyai alat pencernaan makanan, karena langsung menghisap zat makanan
pada hospesnya.
3. Sistem Ekskresi
Saluran ekskresi memanjang dengan cabang-cabang yang berakhir
dengan sel api.
4. Sistem Syaraf
Sistem syaraf seperti pada Planaria dan cacing hati, tapi tidak begitu
berkembang baik.
5. Sistem Reproduksi
Proglottida yang masak mengandung alat reproduksi jantan yaitu: (1)
testis yang menghasilkan spermatozoa, (2) vasa deferensia yang membawa ke
(3) lubang genital. Alat reproduksi betina yaitu: (1) ovari yang menghasilkan sel
telur, (2) oviduct yang merupakan penyalur sel telur, (3) kelenjar yolk (kuning telur
yang membungkus sel telur), (4) kelenjar pembungkus yang membungkus telur
dan seterusnya masuk ke (5) uterus. Di dalam uterus itulah akan terjadi fertilisasi
atau pembuahan dengan spermatozoa, yang mungkin datang dari proglottida
yang sama. Setelah itu turun ke vagina. Proglottida yang telah masak dan tua
yang banyak mengandung sel telur yang telah dibuahi akan lepas dan keluar
bersama-sama dengan feses hospes. Telur yang mengandung embrio yang
termakan oleh babi akan tumbuh menjadi larva yang melobangi dinding usus
terus mengikuti aliran darah menetap di daging menjadi kista, yang selanjutnya
menjadi Cysticercus. Bila daging tersebut dimakan masih mentah, maka
Cysticercus menjadi daging dewasa di dalam usus hospes baru.
E. Sistematik
Phylum Platyhelminthes terbagi atas:
Kelas 1 Turbellaria, hidup bebas, tubuhnya tidak
terbagi-bagi, epidermis bersilia, terdapat
batang-batang rhabdites, terdapat
banyak kelenjar mucosa, Biasanya
berpigmen, beberapa species berwarna
putih seperti berlian, biasanya bermulut
dan berusus (kecuali Acoela) di daerah
ventral tidak memiliki alat hisap, dan
kadang-kadang berkembangbiak secara
aseksual.
Ordo 2 Rhabdocoelida
Ordo 3 Alloecoelida
B. Saran
Bagi kita dan generasi akan datang sudah sepatutnya untuk memelihara
menjaga dan melestarikan kenanekaragaman hewan yang ada di negara kita dan
khususnya di lingkungan kita.
Kepada para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang bahasan ini bisa
membaca buku atau majalah-majalah yang memuat tentang Filum Platyhelminthes.
DAFTAR PUSTAKA
http://aans.mywapblok.com/filum-platyhelminthes.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Fasciola_hepatica
http://jackapostle.blogspot.com/2011/04/trematoda.html
http://ml.scribd.com/doc/50582144/filum-platyhelminthes.html
http://species.m.wikimedia.org/wiki/platyhelminthes
http://www.imammurtaqi.com/2012/04/filum-platyhelminthes-pipih.html
Kimbal, John. 1983. Biologi Jilid 3. Erlangga: Jakarta
Noble, Elmer & Noble, Glend. 1989. Parasitologi. UGM: Yogyakarta
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Alfabeta: Ciamis