Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 23

Filum

Platyhelminthes

Oleh:

Muliati (1084205014)

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Yayasan Perguruan Islam Maros
(STKIP-YAPIM)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
hidayahNyalah sehingga makalah filum Platyhelminthes ini dapat terselesaikan. Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing Taksonomi
Hewan 1.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Penulis

Maros, 18 Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hewan yang tidak bertulang belakang atau Invertebrata terdiri atas beberapa
jenis dan golongan. Jika ada yang memiliki rangka, maka rangka itu berbeda dengan
rangka biasa yang kita kenal. Umumnya rangka Invertebrata tersebut ada di luar
menyelubungi tubuhnya.
Hewan-hewan yang tidak bertulang belakang semuanya memiliki struktur morfologi dan
anatomi lebih sederhana dibandingkan dengan kelompok hewan bertulang belakang.
Misalnya untuk peredaran darahnya bila kita amati, peredaran darah pada hewan bertulang
belakang telah sempurna dengan jantung yang memiliki kamar-kamar dan pembuluh yang
mempunyai tugas masing-masing.
Jika ada hewan yang tidak bertulang belakang memiliki peredaran darah
tertutup, peredaran darah itu tidak sesempurna peredaran darah katak dan ikan atau hewan
bertulang belakang lainnya. Selain peredaran darahnya, sistem pernafasan, pencernaan,
dan pengeluarannya pun lebih sederhana. Hal ini berkaitan dengan struktur tubuh
Vertebrata yang jauh lebih rumit dibandingkan dengan struktur tubuh Invertebrata.
Pada makalah ini kami akan menyajikan satu dari filum yang ada pada hewan tidak
bertulang belakang atau Invertebrata. Filum yang akan dibahas ini adalah filum
Platyhelminthes, dimana kita akan membahas mulai dari karakteristik umum dari
Platyhelminthes hingga peran Platyhelminthes dalam kehidupan manusia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2. Bagaimana klasifikasi filum Platyhelminthes?
3. Bagaimana peranan Platyhelminthes bagi kehidupan manusia?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui karakteristik dari Filum Platyhelminthes?
2. Untuk mengetahui klasifikasi filum Platyhelminthes?
3. Untuk mengetahui peranan Platyhelminthes bagi kehidupan manusia?

D. Metode Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dalam
menyelesaikan permasalahan yang dituangkan dalam rumusan masalah, sedangkan
langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab permasalahan dalam makalah ini adalah
Metode Library Research (kepustakaan) dan media internet yang berhubungan dengan
permasalahan yang dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik
Platyhelminthes berasal dari kata platy yang artinya pipih dan helmins yang
artinya cacing atau cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sudah
lebih maju dibandingkan Porifera dan Coelenterata. Hal ini dapat dilihat dengan
tanda-tanda berikut: tubuh bilateral simetris, arah tubuh sudah jelas yaitu arah
anterior-posterior dan arah dorsal-ventral. Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan
sel (triploblastik) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm yang
akan berkembang menjadi otot-otot dan beberapa organ tubuh dan endoderm yang
akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan. Tetapi, kelompok hewan ini
masih tetap tergolong tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh
yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan
ada sementara anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih
belum terpisah (hermaphrodit).
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih
ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata).
Biasanya hidup di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai
parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan
silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin
disertai dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan.
Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh Platyhelmintes
adalah Planaria. Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring,
usus (intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang
lagi bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan
makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada
saluran pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan
melalui mulut.
Filum Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13.000 species, terbagi menjadi tiga kelas;
dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya
dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing kait adalah parasit eksternal atau
internal dari kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda.
B. Kelas Turbellaria
Hampir semua anggota Turbellaria hidup secara bebas, hanya ada beberapa
saja yang hidup secara ektokomensalis atau secara parasitis. Tubuh cacing Turbellaria
tidak terbagi atas segmen-segmen, bagian luarnya ditutupi oleh epidermis yang
berinsitium sebagian daripadanya dilengkapi dengan sel-sel yang menghasilkan zat
mucosa.
Contoh: Planaria sp

Cacing ini dipakai sebagai contoh karena pada umumnya mewakili anggota kelas
Turbellaria.
1. Habitat
Hidup bebas di perairan air tawar yang jernih dan tidak mengalir, biasanya
berlindung di tempat-tempat yang teduh.

2. Struktur Tubuh

Tubuh pipih dorsoventral, bagian kepala berbentuk segitiga dengan tonjolan yang
menyerupai telinga, yang biasa disebut aurikel, bagian ekor meruncing. Panjang tubuh
sekitar 5-25mm, bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap daripada warna
tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya terdapat bintik mata
(berfungsi untuk membedakan gelap dan terang). Dekat pertengahan tubuh bagian
ventral agak ke arah ekor terdapat lubang mulut. Lubang mulut berhubungan dengan
kerongkongan yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging sirkular dan longitudinal.
Kerongkongan dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur, kerongkongan
tersebut mirip belalai. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral terdapat “zona
adesif” yang menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan diri ke
permukaan yang ditempelinya. Di permukaan ventral ditutupi oleh rambut-rambut getar
halus.
Dinding tubuh Planaria pada prinsipnya tersusun atas 4 lapisan jaringan, yaitu
secara berturut-turut dari luar ke dalam sebagai berikut: (1) lapisan epidermis, (2)
lapisan kelenjar sub-epidermis, (3) lapisan otot (musculus), (4) lapisan mesenchym
(parenchyma).

1. Sistem Pencernaan Makanan


Saluran pencernaan terdiri atas mulut, faring, esofagus, dan usus halus (intestin).
Lubang mulut dilanjutkan oleh kantung yang berbentuk silindris memanjang dan disebut
rongga mulut (rongga faringeal). Esophagus merupakan persambungan dari faring yang
langsung bermuara ke dalam usus. Usus bercabang tiga, satu menuju ke anterior,
sedangkan yang kedua lagi secara berjajar sebelah menyebelah menuju ke arah
posterior. Masing-masing cabang bercabang lagi ke arah lateral. Percabangan ke arah
lateral disebut “devertikulata”. Planaria sebagian besar bersifat karnivora. Planaria
memiliki kemoreseptor (terletak di kiri-kanan bagian anterior), sehingga memungkinkan
cacing ini bereaksi terhadap zat makanannya yang berupa rangsangan zat protein. Jika
mangsa telah disentuh, ujung anterior membelok dengan cepat ke arah mangsanya dan
kemudian melingkarinya. Dengan lendir yang diekskresikan oleh kelenjar mukosa dan
“rhabdibes” mangsa dapat diikat erat. Kemudian faring ditonjolkan keluar untuk
mengambil mangsa dan segera ditarik kembali ke dalam rongga mulut.
Makanan dicerna secara ekstrasel, kemudian sel-sel tertentu pada epitel usus
dapat membentuk pseudopodia dan mencerna mangsanya di dalam vakuola makanan (
pencernaan intrasel). Sari-sari makanan diabsorpsi dan secara difusi masuk ke seluruh
jaringan tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak dicerna dikeluarkan kembali ke usus.
Bilamana persediaan makanan telah habis, ia akan memakan tubuhnya sendiri.
Pertama ia akan mengorbankan organ reprodukstif, kemudian sel-sel parenkim, otot,
dan seterusnya. Sehingga tubuhnya berukuran kecil. Ketika ia mendapatkan makanan,
ia melakukan regenerasi pada masing-masing sel yang rusak.

2. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi terdiri dari dua saluran longitudinal yang berbentuk seperti jala dan
bercabang ke seluruh bagian tubuh dan berakhir di sel api (protonephridia). Sel api
adalah sel berbentuk gelembung berisi seberkas silia dan terdapat lubang di bagian
tengah gelembung itu. Sel api ini berfungsi baik untuk ekskresi maupun pengaturan
osmosis..sel api berlubang dan mengandung silia yang berfungsi untuk mendorong air
dan sisa metabolisme masuk ke dalam saluran ekskresi. Pada masing-masing sisi
tubuh Biasanya terdapat 1-4 buah pembuluh pengumpul yang membentang
longitudinal. Di bagian anterior pembuluh-pembuluh sisi longitudinal tersebut
mengadakan pertemuan, dihubungkan oleh pembuluh transversal sedikit agak di depan
bintik mata. Di bagian posterior pembuluh-pembuluh sisi tersebut masih terpisah. Di
bagian permukaan dorsal daripada tubuhnya, pembuluh-pembuluh sisi tersebut
bermuara pada suatu pori-pori yang disebut nephridiophor. Pada permukaan dorsal
saluran induk mempunyai lubang ekskresi. Pengeluaran sisa metabolism berlangsung
selain melalui saluran ekskresi juga melalui lapisan gastrodermis.
Belum mempunyai organ respirasi sehingga pertukaran gas berlangsung secara
difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.

3. Sistem Syaraf
Susunan syaraf Planaria bila dibandingkan dengan susunan syaraf Coelenterata
sudah lebih maju, sebab pada Planaria ini sudah ditemukan sejumlah ganglion yang
berfungsi sebagai pusat susunan syaraf. Terdiri dari ganglion serebral, terletak di
bagian kepala dan berfungsi sebagai otak. Dari ganglion serebral ini keluarlah
cabang-cabang urat syaraf secara radier menuju ke arah lateral, anterior dan posterior.
Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indra
kemoreseptor sedangkan cabang posterior terdiri dari satu pasang (kanan dan kiri)
yang saling bersejajar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali
syaraf.

4. Alat Indera
Alat indera berupa bintik mata dan indera aurikel yang keduanya terletak di
bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal dari
kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam
bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel syaraf sensoris yang sangat sensitif
terhadap sinar. Bintik mata tersebut sekedar dapat membedakan gelap dan terang saja.
Planaria bersifat photonegatif. Dari kenyataan bahwa bila Planaria dikenai
cahaya pada salah satu sisinya, maka cacing tersebut akan bergerak menjauhi cahaya.
Aurikel merupakan indera rasa, bau dan sentuhan. Jika aurikel tidak berfungsi, maka
hewan tersebut tidak dapat mengetahui jenis makanan kesukaannya.

5. Sistem Reproduksi
Planaria bersifat hermaphrodit, maka dalam tubuh seekor hewan tersebut
terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Adapun susunan alat kelamin
tersebut adalah sebagai berikut:
○ Organ kelamin jantan terdiri atas:
1. Testis (berjumlah ratusan, berbentuk bulat selebar di sepanjang sisi kedua
tubuh).
2. Vasa eferensia (merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan
bagian pembuluh lainnya yang lebih besar).
3. Vasa deferensia (merupakan pembuluh yang berjumlah dua buah yang
masing-masing membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling
bertemu dan bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus
seminalis.
4. Vesicular seminalis (merupakan kantung yang berfungsi menampung sperma
dan menyalurkan sperma ke penis.
5. Penis, merupakan alat pentransfer ke tubuh atau kea lat kelamin Planaria yang
lain pada waktu mengadakan kopulasi dalam rangka mengadakan perkawinan
silang. Penis ini bermuara ke dalam ruang genetalis.
6. Ruang genetalis (yang waktu kopulasi menjulur keluar melalui poros genitalis.

○ Organ kelamin betina terdiri atas :

a. Ovari berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
b. Oviduct (saluran telur) dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior
sebuah saluran yang disebut oviduct atau aliran telur. Antara saluran telur
kanan dan kiri saling bersejajar yang saling dilengkapi dengan kelenjar yang
menghasilkan kuning telur.
c. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel
telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
d. Vagina, merupakan saluran yang berfungsi untuk menerima transfer
spermatozoid dari Planaria lain, dimana spermatozoid yang telah ditransfer
selanjutnya akan disimpan dalam ruangan yang disebut receptaculus seminalis.
e. Uterus (receptaculus seminalis) merupakan ruangan yang bentuknya
menggelembung yang berfungsi untuk menyimpan spermatozoid hasil transfer
dari Planaria lain.
f. Genital atrium (ruang genitalis) merupakan muara bersama antara kedua buah
saluran telur (oviduct) yang telah disebut di atas. Planaria berkembangbiak
dengan cara seksual maupun aseksual.

6. Regenerasi

Daya generasinya sangat tinggi, bila hewan ini dipotong-potong maka


bagian yang hilang akan tumbuh kembali dan menjadi individu yang utuh seperti
semula.

C. Kelas Trematoda
Boleh dikatakan bahwa hampir semua anggota trematoda ini bersifat parasit
terhadap hewan Vertebrata, baik secara ekto maupun endoparasit. Tubuh tertutup oleh
suatu tegument yang Biasanya licin, tetapi kadang berduri. Hampir semua species
memiliki satu atau lebih batil hisap. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun
silia kecuali fase larvanya. Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan alat
pengisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Daur hidupnya ada yang secara langsung
dan ada pula yang memerlukan dua atau lebih hospes, salah satu hospesnya ialah
siput. Di dalam hospes Vertebrata, cacing daun dewasa hidup di dalam saluran
pencernaan, di dalam saluran-saluran yang berhubungan dengan saluran pencernaan,
di dalam darah, paru-paru, kantung empedu, kantung kencing, dan oviduk atau di
dalam hampir semua organ tubuh. Biasanya parasit tersebut berada terbatas dalam
lumen dalam selaput lendir dan jaringan-jaringan selaput lendir dan epitel.
Pembuahan sendiri dan pembuahan silang dapat terjadi pada trematoda.
Galur-galur yang mengalami pembuahan sendiri kemungkinan merupakan
penyesuaian diri terhadap lingkungan khusus dimana terdapat sedikit siput, atau
dimana terdapat kesulitan untuk dapat kontak dengan siput misalnya, di dalam air arus
deras.
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)

Gambar Fasciola hepatica (cacing hati)


1. Struktur Tubuh
Ukuran tubuh antara 8-13mm, bentuknya pipih (seperti daun), susunan
tubuhnya tripoblastik.
a. Lapisan ektoderm (tipis, mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar,
dilapisi kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dan cairan
hospes).
b. Lapisan endoderm (mengandung sisik chitine dan sel-sel tunggal kelenjar.
Ektoderm melapisi saluran pencernaan).
c. Lapisan mesoderm (merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi
dan saluran reproduksi).
Di samping itu terdapat jaringan parenkim yang mengisi rongga antara
dinding tubuh dengan saluran pencernaan. Di dalam jaringan itu terdapat
bermacam-macam organ misalnya, alat reproduksi. Di sekitar mulut terdapat alat
hisap (berfungsi sebagai alat penempel pada hospes). Alat hisap dilengkapi
dengan otot-otot yang tersusun atas tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan luar melingkar
b. Lapisan tengah longitudinal
c. Lapisan dalam diagonal
2. Sistem Pencernaan Makanan
Sistem pencernaan makanan sederhana. Saluran pencernaan terdiri
atas: mulut, faring (saluran pendek) esophagus, usus (terdiri dari dua cabang
utama yang menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam
tubuh). Selanjutnya cabang utama itu akan bercabang lagi (cabang tersebut
disebut divertikulum, seperti pada Planaria). Tidak memiliki sistem sirkulasi, maka
bahan makanan diedarkan oleh saluran pencernaan makanan itu sendiri.

3. Sistem Ekskresi
Yang khas pada semua cacing pipih, sistem protonefridial yang terdiri
atas flame cells (flame bulbs) dihubungkan oleh tubulus yang bersatu menjadi
duktus yang lebih besar bermuara secara bebas keluar tubuh atau bergabung
dahulu menjadi suatu kandung kencing yang bermuara pada atau dekat ujung
posterior cacing. Flame cells atau duktus tidak hanya berfungsi untuk ekskresi,
tetapi juga untuk pengaturan air dan barangkali untuk menjaga agar cairan
tubuh selalu bergerak. Duktus-duktus atau tubulus-tubulus mengandung
tonjolan-tonjolan kecil seperti jari, yang diduga membantu reabsorpsi dengan
peningkatan daerah permukaan internal.
4. Sistem Syaraf
Sistem syarafnya sama dengan sistem syaraf pada Planaria.
5. Sistem Reproduksi
Alat reproduksi jantan dan betina terdapat pada tiap-tiap hewan dewasa.
Alat kelamin jantan terdiri atas: (1) sepasang testis sebagai pabrik sperma, (2)
dua pembuluh vasa deferensia sebagai penyalur sperma dari testis, (3) kantung
vesiculum seminalis (4) saluran ejakulasi yang berakhir pada alat kopulasi (5)
penis.
Alat reproduksi betina terdiri atas: (1) saluran tunggal ovarium yang
memproduksi telur, (2) saluran oviduct yang menyalurkan telur ke ovari, (3)
kelenjar pembungkus ovum yang dimana (4) saluran vetelline atau saluran yolk
yang menyalurkan globuli yolk yang berasal dari (5) kelenjar yolk atau kelenjar
vetelin. Setelah kelenjar pembungkus melengkapi kulit chitine, selanjutnya telur
masuk ke dalam (6) pembungkus yang disebut uterus.
Fasciola hepatica bersifat hermaprodit, dari setiap individu dapat
menghasilkan ratusan ribu telur, telur tersebut dikeluarkan ke usus dan keluar
bersama-sama dengan feses. Telur bila sampai pada tempat yang baik (basah)
akan menetas menjadi miracidium. Miracidium ini bergerak dengan silianya ke
siput Lymnea dan masuk ke dalam tubuh siput (miracidium di luar tubuh siput
tahan hidup selama 8 jam). Mirasidium keluar dari telur di dalam usus siput.
Berhubung siput senang makan tinja, maka terdapat kesempatan luas untuk
tertelannya telur cacing ke dalam usus siput. Miracidium setelah dua minggu di
dalam tubuh siput akan menjadi sporocyst yang menghasilkan redia-redia yang
mempunyai sebuah batil hisap yang telah berkembang sempurna dan sebuah
usus embrionik. Sebagian besar jaringan internal bersifat germinal, dan di dalam
redia akan dihasilkan cercaria-cercaria . Cercaria yang masak mempunyai dua
batil hisap, usus yang bercabang dan mempunyai alat gerak semacam ekor
untuk menempel pada tumbuhan air/tumbuhan darat dekat dengan tempat berair
dalam bentuk metacercaria (mengkista). Selain itu mereka juga memiliki berbagai
macam sel-sel kelenjar, termasuk sel-sel penembus dan sitogenik. Sel sitogenik
tersebut berperanan di dalam pembentukan dinding sista metacercaria. Seperti
mirasidia, cercaria mungkin juga mempunyai bintik-bintik mata atau fotoreseptor
yang mengandung sel-sel sensoris dan sel-sel berisi pigmen. Metacercaria yang
mengkista dapat termakan oleh ternak dan akan menjadi Fasciola hepatica
dewasa yang menetap di dalam hati.

Tahap perkembangan larva Fasciola hepatica


D. Kelas Cestoda (Cacing Pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan
epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas
segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat reproduksi
yang hermaphrodit.
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata, Taenia pisiformis, Echinococcus Granulosus.

Gambar Taenia Solium

1. Struktur Tubuh
Taenia merupakan cacing yang sangat Panjang yang terdiri atas: sebuah
kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas yang sama yang disebut
proglottida. Pada kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia solium mempunyai
kait (rostellum). Di belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang
akan menghasilkan proglottida baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar.
Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 meter. Proglottida yang paling akhir
merupakan proglottida yang paling tua yang selalu melepaskan diri. Dalam
proglottida tua terdapat sejumlah telur.
2. Sistem Pencernaan Makanan
Tubuh cacing pita disesuaikan dengan kehidupan parasit. Tidak
mempunyai alat pencernaan makanan, karena langsung menghisap zat makanan
pada hospesnya.
3. Sistem Ekskresi
Saluran ekskresi memanjang dengan cabang-cabang yang berakhir
dengan sel api.
4. Sistem Syaraf
Sistem syaraf seperti pada Planaria dan cacing hati, tapi tidak begitu
berkembang baik.

5. Sistem Reproduksi
Proglottida yang masak mengandung alat reproduksi jantan yaitu: (1)
testis yang menghasilkan spermatozoa, (2) vasa deferensia yang membawa ke
(3) lubang genital. Alat reproduksi betina yaitu: (1) ovari yang menghasilkan sel
telur, (2) oviduct yang merupakan penyalur sel telur, (3) kelenjar yolk (kuning telur
yang membungkus sel telur), (4) kelenjar pembungkus yang membungkus telur
dan seterusnya masuk ke (5) uterus. Di dalam uterus itulah akan terjadi fertilisasi
atau pembuahan dengan spermatozoa, yang mungkin datang dari proglottida
yang sama. Setelah itu turun ke vagina. Proglottida yang telah masak dan tua
yang banyak mengandung sel telur yang telah dibuahi akan lepas dan keluar
bersama-sama dengan feses hospes. Telur yang mengandung embrio yang
termakan oleh babi akan tumbuh menjadi larva yang melobangi dinding usus
terus mengikuti aliran darah menetap di daging menjadi kista, yang selanjutnya
menjadi Cysticercus. Bila daging tersebut dimakan masih mentah, maka
Cysticercus menjadi daging dewasa di dalam usus hospes baru.

Siklus hidup Taenia solium

E. Sistematik
Phylum Platyhelminthes terbagi atas:
Kelas 1 Turbellaria, hidup bebas, tubuhnya tidak
terbagi-bagi, epidermis bersilia, terdapat
batang-batang rhabdites, terdapat
banyak kelenjar mucosa, Biasanya
berpigmen, beberapa species berwarna
putih seperti berlian, biasanya bermulut
dan berusus (kecuali Acoela) di daerah
ventral tidak memiliki alat hisap, dan
kadang-kadang berkembangbiak secara
aseksual.

Ordo 1 Acoelida, Panjang tubuh 1-4mm


memiliki mulut dan pharynx, tapi tidak
berusus, memiliki protonephridia,
oviduct dan gonad jelas, hidup di dalam
air laut, contoh: Convoluta,
Aniphiscolops, terdapat pada ganggang
sargossum Ectocotyla.

Ordo 2 Rhabdocoelida

Ordo 3 Alloecoelida

Ordo 4 Tricladida, biasanya kecil, mulut


terdapat di tengah ventral dengan
proboscis, saluran pencernaan
bercabang 3 buah, contoh: Planaria
(Dugesia), berpigmen: Protocotyla,
Dendrocoelum, berwarna putih seperti
air susu, ketiga cacing tersebut hidup di
air tawar, Bipalium sering terdapat di
dalam rumah kaca, Goeplana terdapat
di dalam tanah.

Ordo 5 Polycladida, kecil mencapai panjang


150mm biasanya kurus dan oval,
bermata banyak, saluran pencernaan
makanan bercabang tidak teratur,
terdapat dalam perairan laut terbuka,
contoh: Notoplana, Leptoplana,
Planocera, Stylochus, sering makan
kerang mutiara.

Kelas 2 Trematoda, tubuh tidak terbagi,


terbungkus oleh kutikula (tidak memiliki
epidermis dan silia), memiliki satu atau
lebih alat hisap untuk menempel. Mulut
biasanya terdapat di muka dan ususnya
bercabang dua, memiliki satu ovarium,
dan semuanya parasit.

Ordo 1 Monogenea (Hetrocotylae), alat hisap


bagian mulut lemah atau tidak ada,
akhir bagian posterior berakhir dengan
cakram mudah merekat, biasanya
memiliki kait, terdapat 2 lubang ekskresi
yang terletak sebelah anterior dari
bagian dorsal. Jumlah telur sedikit, larva
bersilia tidak memiliki hospes
intermedier, terutama sebagai parasit
ektoparasit Vertebrata berdarah dingin,
terutama pada Cephaloda dan
Crustaceae, contoh: Gyrodacylus,
terdapat pada insang ikan air tawar,
Polystoma, larva terdapat pada insang
berudu, sedangkan yang dewasa
terdapat pada kandung kemih katak,
dan lain-lain.

Ordo 2 Aspidocotylae (Apidogastrea), tidak


memiliki alat hisap oral atau alat untuk
melekat lainnya, pada daerah ventral
terdapat alat hisap besar atau bahan
untuk alat hisap. Lubang ekskresi 1
yang terletak pada bagian posterior,
endoparasit pada satu hospes, contoh:
Aspidogaster, terdapat pada pericardial
pada Unionidae (kerang air tawar) dan
lain-lain.

Ordo 3 Digenea, mempunyai dua buah alat


hisap di sekitar mulut, dan sebuah
lainnya di daerah ventral, tidak memiliki
kait, lubang ekskresi satu pada lubang
posterior, uterus panjang, telur banyak,
mempunyai satu fase larva yang
dihasilkan oleh hospes intermediary
sebelum mengalami metamorphosis
menjadi dewasa. Terutama sebagai
endoparasit, larva terdapat di dalam
Molusca, Crustaceae, ikan. Hewan
dewasa terdapat pada Vertebrata:
Fasciola, Fasciolopsis, Clonorchis,
Schistosoma.

Kelas 3 Cestoidea (Cestoda), tubuh tertutup


oleh kutikula, tidak memiliki epidermis
atau silia, tidak berpigmen, tidak
mempunyai alat pencernaan, tidak
berindra perasa pada cacing dewasa,
biasanya bagian anterior merupakan
scolex yang dapat melekat dengan
lekukan perekat (bothria), atau alat
hisap lainnya, tubuh tersusun atas
proglottida, masing-masing berisi alat
reproduksi dan semuanya endoparasit.

Subkelas Cestodaria, tubuh tidak terbagi-bagi,


tidak berscolex, larva memiliki sepuluh
kait, contoh: Amphilina, terdapat dalam
coelom ikan.

Subkelas Euscestoda, tubuh panjang seperti pita,


scolex memiliki alat hisap, embrio
memiliki enam kait.

Ordo 1 Proteocephalide, cacing pita kecil,


scolex denagan 4 alat penghisap,
vitellaria sebagai pita samping, parasit
pada ikan, amphibi, dan reptil.

Ordo 2 Tetraphyllida (Phylobothrioidea) scolex


memiliki empat bothria, dan sering
memiliki kait, contoh: Phyllobothrium
yang terdapat pada ikatan
Elasmobranhii. Atau kelenjar, contoh:
Proteocophalus, parasit pada ikan
tawar, Amphibia dan Reptil.

Ordo 3 Disculieptidea, hanya satu species yang


dikenal dari ikan elasmobranch, scolex
hanya satu dan tersebar dibagian
anterior, siklus hidupnya belum
diketahui.

Ordo 4 Lecanicephalidea, variabel scolex pada


bagian anterior dan posterior dilengkapi
oleh 4 alat penghisap, parasit pada ikan
elasmobranch.

Ordo 5 Pseudophyllida, scolex tidak begitu


jelas, memiliki bothria 2 sampai 6,
beberapa tidak mempunyai perekat,
contoh: Triaenophorus, larvanya
terdapat pada Copepoda, yang dewasa
terdapat pada ikan tawar.
Dicothriocephalus latus, merupakan
cacing pita ikan dan manusia.

Ordo 6 Trypanorhynchida (Tetrarhynchoida),


scolexnya terdiri dari 2 atau 4 bothria
dan 4 rectractile, proboscides berduri
dan tubuhnya memanjang. Porialat
kelaminnya terletak di pinggir. Ketika
dalam kondisi larva merupakan parasit
pada ikan teleoste dan setelah dewasa
menjadi parasit pada ikan
elasmobranch.

Ordo 7 Taenida (Cyclophyllidea), mempunyai


alat hisap yang dalam dan sering
memiliki kait pada ujung kepala. Lubang
seks terbuka sebelah lateral, proglottida
bersambung satu sama lain agak
bebas, pada saat telah masak akan
dibebaskan. Dalam ordo ini terdapat
cacing-cacing pita yang parasit pada
Vertebrata dan manusia, contoh:
Diphylidium, Echinococcus,
Hymenolepsis, Moniezia dan Taenia

Ordo 8 Apollidea, berscolex dengan empat alat


hisap, memiliki kait atau rostellum, tidak
memiliki kuning telur, saluran seks atau
lubang ada, contoh: Gastrotaenia yang
terdapat pada angsa

Ordo 9 Nippothaeniida, Scolexnya memiliki 1


alat hisap di bagian anterior, punya
beberapa proglotid dan parasit pada
ikan di Jepang dan Rusia

Ordo 10 Caryphylidea, bentuknya tidak


bersegmen, parasit pada pisces dan
oligocaetae, berkembang dengan
reproduksi seksual, procercoid saat
larva dan hanya memiliki beberapa
spesies.

Ordo 11 Spatheathridea, variabel scolex tidak


punya proglotid eksternal dan parasit
pada ikan yang hendakbertelur dan ikan
laut.
F. Peranan Platyhelminthes bagi Kehidupan
Pada umumnya Platyhelminthes merugikan, sebab parasit pada manusia maupun
hewan. Umumnya, mereka menyebabkan penyakit yang dapat merusak organ dalam di
tubuh organisme yang ditumpangi, baik pada hewan, tumbuhan, maupun manusia, kecuali
Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Agar terhindar dari infeksi
cacing parasit (cacing pita) sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain:
● Tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat),dan
● Tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang).
● Dan sebagainya.

G. Penyakit yang Disebabkan oleh Filum Platyhelminthes


Beberapa spesies Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan
hewan. Salah satu di antaranya adalah genus ​Schistosoma yang dapat menyebabkan
skistosomiasis​, penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Bila
cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ
seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan tersebut
disebabkan perkembanganbiakan cacing ​Schistosoma di dalam tubuh hingga
menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit ​endemik di
Indonesia. Contoh lainnya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan ​infeksi cacing
hati pada manusia dan hewan ​mamalia lainnya. Spesies ini dapat menghisap darah
manusia. Pada hewan, infeksi cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella
didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh
udang tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filum Platyhelminthes berasal dari kata Platy yang berarti pipih dan helminthes
yang berarti cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Tubuh pipih dorsoventral tidak
berbuku-buku, simetris bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan
posterior. Struktur tubuh Filum Platyhelminthes adalah semua anggota filum ini
berbentuk simetris bilateral dan memiliki bagian kepala dan terbagi menjadi tiga
klasifikasi, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda, dan Kelas Cestoda. Filum
Platyhelminthes Selain menjadi sumber penyakit, dia juga memiliki peran untuk
manusia memiliki peran terhadap manusia seperti Planaria menjadi salah satu
makanan bagi organisme lain cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada
manusia dan hewan.

B. Saran
Bagi kita dan generasi akan datang sudah sepatutnya untuk memelihara
menjaga dan melestarikan kenanekaragaman hewan yang ada di negara kita dan
khususnya di lingkungan kita.
Kepada para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang bahasan ini bisa
membaca buku atau majalah-majalah yang memuat tentang Filum Platyhelminthes.
DAFTAR PUSTAKA
http://aans.mywapblok.com/filum-platyhelminthes.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Fasciola_hepatica
http://jackapostle.blogspot.com/2011/04/trematoda.html
http://ml.scribd.com/doc/50582144/filum-platyhelminthes.html
http://species.m.wikimedia.org/wiki/platyhelminthes
http://www.imammurtaqi.com/2012/04/filum-platyhelminthes-pipih.html
Kimbal, John. 1983. ​Biologi Jilid 3​. Erlangga: Jakarta
Noble, Elmer & Noble, Glend. 1989. Parasitologi. UGM: Yogyakarta
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata. Alfabeta: Ciamis

You might also like