Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2012 Vol.

14 (1)
ISSN 1907-1760

Kualitas Fermentasi Silase Ransum Komplit Berbasis Hasil Samping


Jagung, Sawit dan Ubi Kayu

Fermentation Quality of Complete Feed Silage Based on Corn, Palm


and Cassava by Products

Lendrawati, Nahrowi, dan M. Ridla

Fakultas Peternakan Universitas Andalas


Kampus Unand Limau Manis Padang, 25163
e-mail: len1303@yahoo.com
(Diterima: 12 Mei 2011; Disetujui: 1 Oktober 2011)

ABSTRACT
The study was conducted to evaluate fermentation quality of complete feed silage based on corn,
palm and cassava by products. Each complete feed was ensiled separately in 50 litres silo and were
opened 6 weeks after ensiling. The silage products were evaluated in terms of physical (colour, smell,
and presence of moulds), chemical (pH, N-amonia content, WSC loss and dry matter loss) and microbial
properties (number of lactic acid bacteria). The data was analyzed by using Completely Randomized
Design with three treatments and six replications, followed by LSD test. The result showed that all
complete feed silage treatments were having good quality. Fermentation quality of silage was affected
with kind of complete feed silage (P<0.05). In general, all of treatments had good fermentation quality
of silage, because it have lower pH, ammonia content, WSC loss and dry matter also. It is concluded
that quality fermentation of complete feed silage based on corn, palm and cassava by products had good
quality and can be recomended as ruminant feeding.

Keywords: completed feed silage, quality fermentation

PENDAHULUAN tersedianya substrat yang mendukung


terjadinya fermentasi yang baik, sehingga
Ketersediaan pakan masih menjadi
mempunyai tingkat kegagalan yang jauh
kendala pengembangan ternak ruminansia di
lebih rendah jika dibandingkan dengan silase
Indonesia. Hal ini disebabkan sebagian besar
berbahan tunggal. 2) mengandung nutrien
bahan pakan bersifat musiman, terkon-
yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Hasil
sentrasi di suatu wilayah dan tidak tepatnya
samping tanaman jagung dan ubi kayu serta
manajemen pengelolaan pakan yang
pengolahan sawit merupakan sumber bahan
diterapkan selama ini. Faktor lainnya adalah
baku pakan lokal yang cukup tersedia
semakin sempitnya lahan penanaman hi-
sepanjang tahun. Sistem pengolahan bahan
jauan pakan karena dialih fungsikan menjadi
baku di atas selama ini melalui teknik
kawasan pemukiman dan industri. Aki-
pengeringan yang sangat tergantung dengan
batnya kualitas dan harga pakan menjadi
musim, sehingga kurang tepat untuk
fluktuatif, selanjutnya mempengaruhi pro-
dikembangkan.
duktivitas ternak. Sehingga diperlukan suatu
Kajian terdahulu mengenai pemberian
teknologi peyiapan pakan yang tidak hanya
100% silase ransum komplit berbasis
tahan simpan, tapi juga mengandung nutrien
sampah organik tidak menunjukkan adanya
yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Salah
gangguan pencernaan dan fungsi meta-
satunya adalah teknik silase ransum komplit
bolisme pada sapi perah (Ramli et al., 2006).
dengan memanfaatkan sumber pakan lokal.
Sementara pemanfaatan hasil samping
Berbeda dengan silase berbahan baku
jagung, sawit dan ubi kayu dalam bentuk
tunggal seperti silase rumput atau jerami
silase ransum komplit selama ini belum
jagung, silase ransum komplit mempunyai
pernah dilaporkan. Berdasarkan pemikiran
beberapa keuntungan diantaranya: 1)

Kualitas Fermentasi Silase Ransum Komplit (Lendrawati et al.) 297


Vol. 14 (1)

di atas, maka dilakukan penelitian untuk kelapa sawit, daun dan kulit ubi kayu) pada
mengkaji kualitas fermentasi dan nutrisi masing-masing perlakuan terlebih dahulu
silase ransum komplit berbasis hasil dipotong 3−5 cm dengan menggunakan
samping jagung, sawit dan ubi kayu. chopper. Kemudian dilayukan selama 12
jam (satu malam) pada ruang terbuka.
METODE Masing-masing hijauan tersebut selanjutnya
dicampur dan diaduk sampai merata dengan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan sumber konsentrat (dedak padi, bungkil
Januari sampai Juni 2008 di Laboratorium kelapa, jagung, onggok, bungkil inti sawit,
Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium molases, urea dan premiks) sesuai dengan
Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fakultas perlakuannya. Komposisi kimia ransum
Peternakan IPB. Bahan utama penelitian ini komplit masing-masing perlakuan disajikan
adalah hasil samping sawit (daun, lumpur, pada Tabel 1. Hasil campuran ransum
serat buah dan bungkil inti sawit), jagung tersebut dimasukkan ke dalam silo (tong
(jerami, kulit, tongkol dan jagung giling) plastik volume 50 liter), dipadatkan, ditutup
dan ubi kayu (daun, kulit dan onggok). rapat dan diinkubasi dalam kondisi anaerob
Bahan tambahan lain terdiri dari rumput selama enam minggu. Sampel silase dari
gajah, bungkil kelapa, dedak padi, molases, masing-masing perlakuan diambil untuk
urea dan premiks. Alat yang digunakan analisa kualitas fermentasi dan nutrisi di
dalam penelitian adalah chopper, timbangan, laboratorium.
silo, kandang metabolik dan peralatan Peubah yang diamati dalam penelitian
laboratorium lainnya. Ransum perlakuan ini adalah kualitas fermentasi ditentukan
disusun berdasarkan kebutuhan ternak berupa karakteristik fisik, kimia dan
domba masa pertumbuhan yaitu dengan mikrobial. Karakteristik fisik (melalui
kandungan protein kasar 12,81% dan TDN pengamatan) meliputi warna, bau dan
67% (NRC 1985). keberadaan jamur dengan cara memisahkan
Silase ransum komplit berbasis hasil dan menimbang produk silase yang
samping jagung (SRKJ), silase ransum terkontaminasi jamur pada permukaan silo.
komplit berbasis sawit (SRKS), dan silase Karakteristik kimia; pengukuran pH
ransum komplit berbasis ubi kayu (SRKU) menggunakan pH meter, bahan kering
dibuat sesuai formulasi dan terdiri atas melalui analisa proksimat (AOAC 1999), N-
enam ulangan pada setiap perlakuan. NH3 metode difusi Conway (1957), total
Sumber hijauan (rumput gajah, jerami gula dari Water Soluble Carbohydrate
jagung, kulit jagung, tongkol jagung, daun (WSC) berdasarkan Dubois et al. (1956).

Tabel 1. Komposisi kimia ransum komplit masing-masing perlakuan

Komposisi kimia ransum Basis Jagung Basis Sawit Basis Ubi Kayu
komplit (%BK) (SRKJ) (SRKS) (SRKU)
Protein kasar 12,81 12,81 12,82
Lemak kasar 6,38 10,53 6,96
Serat kasar 19,68 26,10 17,78
Abu 7,79 10,88 9,89
BETN 55,74 42,72 59,90
TDN 67,00 67,00 67,24
Kalsium 0,293 0,302 0,327
Pospor 0,549 0,602 0,553

298 Kualitas Fermentasi Silase Ransum Komplit (Lendrawati et al.)


Vol. 14 (1)

Karakteristik kimia; pengukuran pH Keberadaan jamur pada permukaan


menggunakan pH meter, bahan kering silo ditemukan pada perlakuan SRKJ dan
melalui analisa proksimat (AOAC 1999), N- SRKS sebesar 7,64 dan 3,83%. Sementara
NH3 metode difusi Conway (1957), total perlakuan SRKU tidak terkontaminasi
gula dari Water Soluble Carbohydrate jamur. Persentase jamur yang didapatkan
(WSC) berdasarkan Dubois et al. (1956). pada penelitian ini lebih rendah dari
Sementara karakteristik mikrobial silase pernyataan Davies (2007) bahwa keberadaan
dilakukan dengan cara penghitungan jumlah jamur pada produk silase sekitar 10%.
koloni bakteri asam laktat pada media MRS
agar berdasarkan metode Total Plate Count Karakteristik Kimia dan Mikrobial Silase
(TPC) menurut Fardiaz (1992). Rancangan Ransum Komplit
percobaan yang digunakan adalah Ran-
cangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan pH. Hasil penelitian menunjukkan
(SRKJ, SRKS dan SRKU) dengan 6 kali bahwa pH ransum komplit berbasis hasil
ulangan. Data yang diperoleh dianalisis samping jagung, sawit dan ubi kayu setelah
ragam dengan software SPSS versi 15. 6 minggu ensilase adalah 3,80, 3,90 dan
3,85. Nilai ini menunjukkan bahwa silase
HASIL DAN PEMBAHASAN ransum komplit mempunyai kualitas
fermentasi yang baik sekali (ditandai dengan
Karakteristik Fisik Silase Ransum pH<4). Hal ini sesuai dengan pendapat
Komplit McCullough (1978) dan Macaulay (2004)
yang menyatakan bahwa silase dengan pH
Hasil pengamatan silase ransum 3,2−4,2 tergolong pada silase yang
komplit berbasis hasil samping jagung, sawit berkualitas baik sekali. Nilai pH tersebut
dan ubi kayu setelah 6 minggu ensilase juga mengindikasikan bahwa silase ransum
menunjukkan warna yang tidak jauh berbeda komplit sudah layak disimpan.
dari sebelum ensilase yaitu campuran hijau, Analisis ragam menunjukkan pH silase
kuning dan coklat (Tabel 2). Campuran nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh perlakuan
ketiga warna ini merupakan pengaruh jenis silase ransum komplit. Nilai pH
keanekaragaman bahan yang digunakan terendah terlihat pada perlakuan SRKJ yaitu
pada pembuatan silase seperti; rumput gajah, 3,80, dan nilai pH tertinggi pada perlakuan
daun ubi kayu, daun kelapa sawit, jerami SRKS yaitu 3,90 (Tabel 3). Perbedaan pH
jagung, serat buah sawit, kulit ubi kayu, antar perlakuan ini disebabkan berbedanya
dedak padi, bungkil kelapa dan lumpur bahan, komposisi kimia dan mikrobial pada
sawit. Hal ini sesuai dengan yang masing-masing perlakuan. Hal ini sejalan
direkomendasikan Macaulay (2004) bahwa dengan laporan Kizilsimsek et al. (2005)
silase yang berkualitas baik ditunjukkan bahwa bahan baku dan tipe silo
dengan warna hijau terang sampai kuning mempengaruhi kualitas silase secara fisik
atau hijau kecoklatan tergantung materi dan kimia. Sementara Kung dan Shaver
silase. (2001) menyatakan bahwa pH silase
Semua perlakuan silase ransum berhubungan dengan produksi asam laktat
komplit setelah 6 minggu ensilase me- pada proses ensilase, pH yang rendah
nunjukkan bau khas fermentasi asam laktat. mencerminkan produksi asam laktat yang
Hal ini didukung oleh pernyataan Saun dan tinggi. Perlakuan SRKJ mempunyai pH yang
Heinrichs (2008) bahwa silase yang baik lebih rendah dibanding SRKS dan SRKU.
akan mempunyai bau seperti susu fermentasi Hal ini juga didukung oleh jumlah koloni
karena mengandung asam laktat, bukan bau bakteri asam laktat yang lebih banyak dari
yang menyengat. pada perlakuan yang lainnya, sehingga
memproduksi asam lebih tinggi.

Kualitas Fermentasi Silase Ransum Komplit (Lendrawati et al.) 299


Vol. 14 (1)

Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat 8,0x104 cfu/g). Proses fermentasi menye-
babkan penurunan jumlah koloni bakteri
Data jumlah koloni bakteri asam laktat asam laktat. Hal ini berhubungan dengan
sebelum ensilase pada perlakuan SRKJ, sifat bakteri asam laktat dan pH yang
SRKS dan SRKU berturut-turut adalah dihasilkan pada ensilase. Menurut Mc
6,7x107, 2,7x106 dan 4,0x106 cfu/g. Hal ini Donald et al. (1991) bakteri asam laktat
menunjukkan bahwa populasi bakteri asam dapat bertahan hidup mulai dari pH 4,0
laktat yang terdapat pada semua perlakuan sampai 6,8. Bahkan Pediococcus damnasus
melebihi batasan minimal (>105 cfu/g) untuk (cerevisae) dapat bertahan pada pH 3,5.
mendukung terjadinya proses fermentasi Sementara Streptococcus umumnya bertahan
yang baik (McDonald et al., 1991; pada pH sekitar 4,5 sampai 5,0. Sedangkan
Buckmaster 1992). Sehingga tidak diper- spesies Lactobacillus akan tumbuh subur
lukan tambahan inokulan bakteri asam laktat pada pH 4,5 sampai 6,4. Tingginya populasi
dari luar. pada perlakuan SRKJ diperkirakan karena
Jumlah koloni bakteri asam laktat pada bakteri asam laktat pada SRKJ berbeda, dan
masing-masing perlakuan berbeda (P<0,05) lebih tahan terhadap pH rendah diban-
setelah 6 minggu ensilase. Perlakuan SRKJ dingkan bakteri asam laktat pada perlakuan
memperlihatkan jumlah koloni bakteri asam SRKS dan SRKU. Sementara itu perlakuan
laktat tertinggi (9,2x105 cfu/g), diikuti SRKS dan SRKU diduga mempunyai jenis
perlakuan SRKS dan SRKU ( 8,5x104 dan bakteri asam laktat yang sama.

Tabel 2. Karakteristik fisik silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung, sawit dan ubi
kayu setelah 6 minggu ensilase.
Perlakuan
Peubah
SRKJ SRKS SRKU
campuran hijau, campuran hijau, campuran hijau,
Warna
kuning dan coklat kuning dan coklat kuning dan coklat
Bau khas fermentasi khas fermentasi khas fermentasi
asam laktat asam laktat asam laktat
Keberadaan jamur (%) 7,64 3,83 tidak ada
Keterangan: SRJK (silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung), SRKS (silase ransum komplit berbasis
hasil samping sawit), SRKU (silase ransum komplit berbasis hasil samping ubi kayu)

Tabel 3. Karakteristik kimia ransum komplit berbasis hasil samping jagung, sawit dan ubi
kayu setelah 6 minggu ensilase.
Perlakuan
Peubah
SRKJ SRKS SRKU
pH silase 3,80c±0,01 3,90a±0,05 3,85b±0,01
Jumlah koloni bakteri asam
9,2x105a±0,46 8,5x104b±0,07 8,0x104bc±0,13
laktat (cfu/g)
Kehilangan WSC (%BK) 4,17b±0,24 2,92c±0,19 5,68a±0,46
Kadar N-amonia (%TN) 7,99±0,95 7,18±0,42 7,68±0,98
Kehilangan bahan kering (%) 7,20a±0,45 4,60bc±1,07 4,00c±0,61
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
SRJK (silase ransum komplit berbasis hasil samping jagung), SRKS (silase ransum komplit berbasis hasil
samping sawit), SRKU (silase ransum komplit berbasis hasil samping ubi kayu)

300 Kualitas Fermentasi Silase Ransum Komplit (Lendrawati et al.)


Vol. 14 (1)

Kehilangan WSC (Water Soluble berhenti jika kondisi anaerob dalam silo
Carbohydrate) telah tercapai.
Hasil penelitian menunjukkan kadar
Kandungan WSC pada perlakuan N-amonia setelah 6 minggu ensilase tidak
SRKJ, SRKS dan SRKU sebelum ensilase dipengaruhi oleh jenis ransum komplit
adalah 8,71% BK, 6,17% BK dan 13,14% (P>0,05). Perlakuan SRKJ memperlihatkan
BK. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap kadar N-amonia tertinggi (7,99% TN) diikuti
perlakuan mempunyai kandungan WSC oleh perlakuan SRKU (7,68% TN) dan
melebihi kebutuhan minimal (3−5% BK) SRKS (7,18% TN). Namun kadar N-amonia
untuk mendapatkan fermentasi yang baik yang didapatkan pada penelitian ini masih
(McDonald et al., 1991). Data penelitian dalam batasan yang normal pada silase yaitu
menunjukkan adanya variasi pemanfaatan kurang 10% (Saun dan Heinrichs 2008;
WSC selama proses fermentasi pada semua Macaulay 2004; Kung dan Shaver 2001).
perlakuan (P<0,05). Perlakuan SRKU Lebih tingginya kadar amonia perlakuan
memperlihatkan kehilangan WSC tertinggi SRKJ dari pada perlakuan SRKS dan SRKU
yaitu 5,68% BK diikuti perlakuan SRKJ didukung oleh data penurunan kadar protein
(4,17% BK) dan SRKS (2,92% BK) seperti yang lebih tinggi pula (9,98% vs 4,43% dan
terlihat pada Tabel 3. Jones et al. (2004) 5,21%).
menyatakan bahwa proses fermentasi
merupakan aktivitas biologis bakteri asam Kehilangan Bahan Kering
laktat mengkonversi gula-gula sederhana
menjadi asam (terutama asam laktat). Data kehilangan bahan kering
Komponen gula dimanfaatkan mulai dari menunjukkan hasil yang berbeda (P<0,05)
fase awal ensilase sampai tercapainya fase pada masing-masing perlakuan silase
stabil yang ditandai dengan dominannya ransum komplit. Namun perlakuan SRKS
bakteri asam laktat dan tidak terjadi lagi dan SRKU mengalami kehilangan bahan
penurunan pH. Tingginya penurunan kering yang sama. Penurunan kandungan
kandungan WSC pada SRKU diduga karena bahan kering tertinggi terlihat pada
mengandung komponen monosakarida lebih perlakuan SRKJ (7,20%), diikuti oleh
tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan perlakuan SRKS (4,60%) dan SRKU
lainnya. Di samping itu penurunan pH pada (4,00%).
perlakuan SRKU juga lebih tinggi Penurunan bahan kering yang didapat
dibandingkan dengan perlakuan SRKJ dan pada penelitian ini masih dalam batasan
SRKS (2,05 vs 1,66 dan 1,22). Sehingga normal untuk suatu produk fermentasi.
bakteri asam laktat membutuhkan gula lebih McDonald et al. (1991) menyatakan bahwa
banyak untuk memproduksi asam laktat. persentase kehilangan bahan kering pada
silase yang dikelola dengan baik berkisar
Kandungan N-amonia antara 7–20%. Lebih lanjut dijelaskan
Davies (2007) bahwa kehilangan bahan
Kadar amonia ransum komplit
kering tersebut terjadi saat pengisian (5%),
berbasis hasil samping jagung, sawit dan ubi
menjadi cairan silase (3%), selama proses
kayu sebelum ensilase berturut-turut 3,88%
fermentasi (5%), kerusakan karena udara
TN, 1,99% TN dan 0,48% TN. Hal ini
(10%) dan kehilangan di lapangan (4%).
disebabkan terjadinya reaksi proteolisis oleh
Kehilangan ini menandakan bahwa bakteri
enzim tanaman pada saat pelayuan sebelum
asam laktat memanfaatkan sejumlah nutrien
ensilase. McDonald et al. (1991)
untuk memproduksi asam. Karbohidrat yang
menyatakan bahwa proteolisis berlangsung
mudah difermentasi yaitu komponen-
sesaat setelah hijauan dipanen, dipotong dan
komponen gula non struktural seperti;
terus berlangsung sampai beberapa jam
glukosa, fruktosa, galaktosa, mannosa, silosa
setelah dimasukkan ke dalam silo. Reaksi ini

Kualitas Fermentasi Silase Ransum Komplit (Lendrawati et al.) 301


Vol. 14 (1)

dan arabinosa merupakan komponen yang Management. Pensylvania: Pensyl-


banyak dimanfaatkan oleh mikroorganisme vania State University.
selama fase fermentasi (McDonald et al., Kizilsimsek, M., Erol, A.,and Calislar, S.
1991). 2005. Effect of raw material and silo
KESIMPULAN size on silage quality. J Livestock
Rasearch for Rural Development
Silase ransum komplit berbasisis
17(3):256–263.
jagung, sawit dan ubi kayu mempunyai
kualitas fermentasi yang baik. Hal ini Kung, L. and Shaver, R. 2001. Interpretation
ditandai dengan pH yang rendah (3,8−3,9), and use of silage fermentation analysis
kehilangan bahan kering kurang 8% dan reports. J Focus on Forage 13(3).
kadar amonia kurang 10%.
Macaulay, A. 2004. Evaluating silage
quality. http://www1.agric.gov.ab.
DAFTAR PUSTAKA ca/department/
[AOAC] Association of Official Analytical deptdocs.nsf/all/for4909. html [Feb
Chemist. 1999. Official Methods of 2008].
Analysis. Ed ke-16. Washington: McCollough, M.E. 1978. Ruminant Nutrient.
AOAC International. Rome: Food and Agricultural
Buckmaster, D. 1992. Bacterial inoculants Organization of Limited Nation.
for silage. http//www.ege.psu.edu/ McDonald, P., Henderson, A.R., and Heron,
extension/ factsheets/i/I 111.pdf S.J.E. 1991. The Biochemistry of
[Agustus 2008]. Silage. Second Edition. Marlow:
Conway, E.J. 1957. Microdiffusion of Chalcombe Publication.
Analysis of Assosiation Official [NRC] National Research Council. 1985.
Analitycal Chemist: Goergia Press. Nutrient Requirement of Sheep.
Davies, D. 2007. Improving silage quality Washington DC: National Academy
and reducing CO2 emission. Press.
http//www. Improving silage quality Ramli, N., Ridla, M., Toharmat, T., dan
and reducing Cosub2-sub Abdullah, L. 2006. Pengaruh pakan
emission.htm [Agustus 2008]. asal limbah organik terhadap produksi,
Dubois, M., Gilles, K.A., Hamilton, J.K., kualitas dan keamanan susu serta
Rebers, P.A., and Smith, F. 1956. produksi biogas sapi perah. Jakarta:
Colorimetric method for determination Badan Penelitian dan Pengembangan
of sugars and related substances. J Pertanian.
Analytical Chemistry 28(3): 350–356. Saun, R.J.V. and Heinrichs, A.J. 2008.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Troubleshooting silage problems: How
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. to identify potential problem.
Proceddings of the Mid-Atlantic
Jones, C.M., Heinrichs, A.J., Roth, G.W., Conference; Pennsylvania, 26–26 May
and Issler, V.A. 2004. From Harvest 2008. Penn State’s Co llage. hlm 2–10.
to Feed: Understanding Silage

302 Kualitas Fermentasi Silase Ransum Komplit (Lendrawati et al.)

You might also like