740 1077 1 PB - 3

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.

2 Juli 2017

PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TINGKAT


KECEMASAN DALAM MENGHADAPI UJI KOMPETENSI MAHASISWA TINGKAT III
AKPER MUHAMMADIYAH CIREBON

Eyet Hidayat1, Zaitun2, Ati Siti Rochayati3

123) Pengajar Program Studi Keperawatan Poltekkes KemenkesTasikmalaya


Email: Eyet.hidayat@yahoo.co.id

ABSTRACT
A nurse is deemed competent to have a competency certificate obtained through a
competency test. Third grader D III Nursing Universitas Pendidikan Indonesia 56%
experience anxiety from mild to moderate level in facing competency test. There is an effect
of progressive muscle relaxation on anxiety levels in schizophrenic patients in RSJ Bali
Province. This study aims to determine the effect of progressive relaxation therapy to
decrease the level of anxiety in the face of nurse competence test at the level III student
AKPER Muhammadiyah Cirebon. The study design used "Quasi Experimental Pre-Post
Test with Control Group" with progressive relaxation therapy intervention. Population of this
study are all students of level III AKPER Muhammadiyah Cirebon with a sample of 72
people. The data collection tool used is an anxienty HARS rating scale (Hamilton Anxienty
Rating Scale) measurement questionnaire. The analysis of research results consisted of
univariate and bivariate analysis, using percentage, test of t-test and independent t test.
There was a significant decrease in anxiety levels in the intervention group after
progressive relaxation therapy (p = 0,000). Progressive relaxation therapy may be applied
to decrease anxiety levels among students in the face of competency tests.
Keywords: anxiety, competency test, progressive relaxation therapy, student

ABSTRAK
Seorang perawat dinyatakan kompeten apabila memiliki sertifikat kompetensi yang
diperoleh melalui uji kompetensi. Mahasiswa tingkat III D III Keperawatan Universitas
Pendidikan Indonesia 56% mengalami kecemasan dari tingkat ringan sampai sedang
dalam menghadapi uji kompetensi. Terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap
tingkat kecemasan pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap penurunan tingkat
kecemasan dalam menghadapi uji kompetensi perawat pada mahasiswa Tingkat III AKPER
Muhammadiyah Cirebon. Desain penelitian menggunakan “Quasi Experimental Pre-Post
Test with Control Group” dengan intervensi terapi relaksasi progresif. Populasinya adalah
semua mahasiswa tingkat III AKPER Muhammadiyah Cirebon dengan sampel 72 orang.
Alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah kuesioner pengukuran tingkat
kecemasan menggunakan skala HARS (Hamilton Anxienty Rating Scale) Analisis hasil
penelitian terdiri atas analisis univariat dan bivariat, dengan menggunakan persentase, uji
Dependen t-Test dan uji independen t test. Hasil penelitian menunjukan terdapat
penurunan tingkat kecemasan yang bermakna pada kelompok intervensi setelah dilakukan
terapi relaksasi progresif ( p = 0,000). Terapi relaksasi progresif dapat diterapkan untuk
menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa dalam menghadapi uji kompetensi.
Kata kunci: ansietas, makasiswa, terapi relaksasi progresif, uji kompetensi

93
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

PENDAHULUAN belum mencapai 100%, hal ini


Undang-undang Nomor 36 menyebabkan perasaan khawatir,
tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 63 takut, tegang, cemas serta adanya
ayat 4 menyatakan bahwa: tekanan pada diri mahasiswa, dan
Pelaksanaan pengobatan dan/ atau berbagai upaya pun di coba untuk
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dilakukan agar dapat meminimalisir
atau ilmu keperawatan hanya dapat perasaan-perasaan yang tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang menyenangkan tersebut, sehingga
mempunyai keahlian dan kewenangan mahasiswa siap menghadapi uji
untuk itu. Pasal 24 ayat satu: Tenaga kompetensi.
kesehatan harus memenuhi ketentuan Kecemasan (ansietas) adalah
kode etik, standar profesi, hak istilah yang sangat akrab dengan
pengguna pelayanan kesehatan, kehidupan sehari-sehari yang
standar pelayanan, dan standar menggambarkan keadaan khawatir,
prosedur operasional. Salah satu bukti gelisah, takut. Tidak tentram disertai
seorang perawat mampu memenuhi berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut
standar di atas adalah memiliki sertifikat dapat terjadi atau menyertai kondisi
kompetensi yang diperoleh melalui uji situasi kehidupan dan berbagai
kompetensi sesuai dengan Undang- gangguan kesehatan (Dalami et al,
undang No. 38 tahun 2014 tentang 2009). Suprajitno (2012) menyatakan
Keperawatan Pasal 16 ayat satu: bahwa kecemasan dapat timbul dengan
Mahasiswa Keperawatan pada akhir intensitas yang berbeda-beda. Cemas
masa pendidikan vokasi atau profesi terbagi menjadi kecemasan ringan,
harus mengikuti uji kompetensi secara sedang, berat, dan panik. Individu
nasional. Ayat lima menjelaskan bahwa kadang dapat mengalami halangan untuk
mahasiswa pendidikan vokasi melakukan suatu pekerjaan. Kecemasan
keperawatan yang lulus uji kompetensi diperkirakan 12% dari seluruh gangguan
diberi sertifikat kompetensi yang psikologis di dunia. Prevalensinya di
diterbitkan oleh perguruan tinggi. masyarakat diperkirakan 3%, dan
Pelaksanaan uji kompetensi prevelansi seumur hidup (life time) rata-
dirasakan sebagai beban yang semakin rata 5%. Di Indonesia prevalensi
bertambah berat terutama bagi kecemasan diperkirakan berkisar antara
mahasiawa D-III Keperawatan, di 9% – 12% populasi umum. Angka yang
karenakan sebelumnya tidak ada uji lebih besar yaitu 17% - 27%, dilaporkan
kompetensi. Hal ini di karenakan majelis dari tempat-tempat pelayanan kesehatan
tenaga kesehatan Indonesia menetapkan umum. Data Riskesdas tahun 2013,
uji kompentesi harus dilalui oleh semua menunjukan bahwa prevalensi nasional
lulusan. Pelaksanaan uji kompetensi (depresi dan kecemasan) pada
menjadi perhatian tersendiri penduduk berusia di atas 15 tahun
dikarenakan jika tidak lulus uji mencapai rata-rata secara nasional
kompetensi mahasiswa D-III 6,0%. Namun sebagian masyarakat di
Keperawatan tidak dapat mengikuti Indonesia cenderung mengabaikan hal
wisuda dan tidak akan teregistrasi tersebut, gangguan kecemasan dianggap
untuk menjadi perawat di wilayah normal bukan sesuatu yang harus
Indonesia sementera tingkat kelulusan uji ditangani (Farmacia, Desember 2007).
kompetensi untuk tenaga vokasi masih Data dari majalah Simposia edisi

94
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

Tabel 1. Data hasil uji kompetensi lulusan D III Keperaatan di wilayah Cirebon bulan September
tahun 2015
LULUS TIDAK LULUS
NO INSTITUSI JML MHS KET
JML % JML %
1. Poltekkes Kemenkes 80 79 98,8 1 1,2
Tasikmalaya (Kampus Cirebon)
2. Akademi Keperawatan Dharma 34 22 64,7 12 35,3
Husada
3. STIKes Cirebon 69 46 66,7 23 33,3
4. Akademi Keperawatan 80 73 91,3 7 8,7
Muhammadiyah Cirebon
5. Akademi Keperawatan Buntet 63 52 82,5 11 17,5
Pesantren
Jumlah 326 272 83,4 54 16,6

Desember 2007 menyatakan gangguan hasil studi pendahuluan di atas maka


kecemasan merupakan gangguan peneliti merencanakan penelitian di
psikologis yang paling sering dijumpai. AKPER Muhammadiyah Cirebon.
Anggraeni (2013) menyatakan
mahasiswa tingkat III D III Keperawatan METODE
Universitas Pendidikan Indonesia 56% Desain penelitian menggunakan
mengalami kecemasan dari tingkat “Quasi Experimental Pre-Post Test with
ringan sampai sedang dalam Control Group” dengan intervensi terapi
menghadapi uji kompetensi. relaksasi progresif. Populasi penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh adalah seluruh mahasiswa tingkat III
Chen (2009) yang menyatakan AKPER Muhammadiyah Cirebon (total
bahwasanya teknik relaksasi otot sampel). Responden yang diteliti 72
progresif mampu menurunkan mahasiswa, terdiri atas 36 responden
kecemasan pada penderita skizofrenia. yang mendapat Relaksasi Progresif/ RP
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh (kelompok intervensi) dan 36 responden
Rasid (2002) menyatakan bahwa teknik yang tidak mendapat RP (kelompok
relaksasi otot progresif mampu kontrol).
menghasilkan efek menurunkan tingkat Peneliti dibantu oleh koordinator
kecemasan pada murid-murid sekolah lapangan dan tenaga pelaksana dalam
menengah atas yang mengalami melakukan seleksi mahasiswa dan
kecemasan dalam belajar. Hasil studi menebarkan kuesioner. Namun tenaga
pendahuluan didapatkan data hasil uji pelaksana RP dilakukan hanya oleh
kompetensi pada bulan September tahun peneliti. Pre-test dilakukan bersama
2015 di wilayah Cirebon (Tabel 1). dengan tenaga pengumpul data,
Dari seluruh Institusi pendidikan terutama pada saat pengumpulan
D III keperawatan di wilayah Cirebon instrumen. Sedangkan untuk
yang memiliki jumlah mahasiswa tingkat pelaksanaan post-test peneliti
III terbanyak adalah AKPER menyerahkan pada pengumpul data
Muhammadiyah Cirebon. Selama ini yang mendampingi pada saat
belum pernah ada upaya untuk pelaksanaan RP.
membantu mengatasi/ menurunkan Hasil penelitian dianalisis secara
kecemasan mahasiswa yang akan univariat untuk menganalisa karakteristik
menghadapi uji kompetensi. Berdasarkan responden, analisis bivariat untuk

95
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

Tabel 2 Analisis Responden Berdasarkan Usia


Variabel Jenis Kelompok n Mean Median SD Min-Maks
Usia Intervensi 36 20,92 21,00 0,554 20-22
mahasiswa Kontrol 36 21,33 21,00 0,956 20-23
TOTAL 72 21,13 21.00 1,510 20-22,5

Tabel 3 Analisis Kesetaraan Usia Kelompok intervensi dan Kelompok Kontrol


Variabel Kelompok n Mean SD SE T P value
Usia Intervensi 36 41,00 9,220 1,516 1,186 0,239
Kontrol 36 43,57 9,400 1,545

Tabel 4 Analisis Kesetaraan Tingkat Kecemasan Kelompok intervensi dan Kelompok Kontrol
sebelum Relaksasi Progresif (RP)
Keadaan Kelompok n Mean SD SE T P value
Kecemasan Intervensi 36 38,73 3,920 0,645 1,059 0,293
(Pre Test) Kontrol 36 39,57 2,794 0,459

Tabel 5 Tingkat Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah
Pelaksanaan Terapi RP
Kelompok Keadaan n Mean SD SE T P-value
Intervensi a. Sebelum 36 38,67 1,373 0,229
b. Sesudah 36 20,19 2,681 2,681 41,723 0,000
Selisih 18,48 1,308 2,452
Kontrol a. Sebelum 36 0,250
38,03 1,502
b. Sesudah 36 0,626
29,14 3,758 14,783 0,000
Selisih 0,376
8,89 2,256

Tabel 6. Analisis Selisih Penurunan Kecemasan Sebelum dan sesudah Terapi RP pada Kelompok
Intervensi dan Kelompok Kontrol
Keadaan Kelompok Selisih p value
Intervensi 18,48
Tingkat kecemasan 0,000
Kontrol 8,89

Tabel 7 Analisis Perbedaan Tingkat Kecemasan pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Sesudah Dilakukan Terapi RP
Kelompok N Mean SD SE T P-value
Tingkat Intervensi 36 20,19 2,681 0,229
kecemasan -10,292 0,000
Kontrol 36 29,14 3,756 0,626
(Post Test) Selisih 8,95 1,375

membuktikan perbedaan tingkat


96
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

kecemasan sebelum dan sesudah PEMBAHASAN


penelitian menggunakan t- test Data pada kelompok perlakuan
dependent. Untuk mengetahui sebelum diberikan latihan relaksasi
perbedaan tingkat kecemasan kelompok progresif menunjukkan seluruh
intervensi dan kelompok kontrol pada responden mengalami kecemasan berat.
penelitian ini menggunakan t- test Setelah diberikan latihan relaksasi otot
independent. progresif sebanyak tiga kali (tiga hari)
didapatkan data tidak ada responden
HASIL yang mengalami kecemasan berat, 16
Hasil disajikan dalam bentuk responden cemas sedang, dan 23
tabel. Tabel 2. di atas menunjukan rata- responden cemas ringan. Pada
rata usia kelompok intervensi 20,92 kelompok kontrol sebelum perlakuan
tahun dan kelompok kontrol 21,33 tahun. seluruh responden mengalami ansietas
Hasil analisis uji kesetaraan berat. Setelah dilakukan relaksasi nafas
menunjukkan usia kelompok kontrol dan dalam selama tiga kali didapatkan data
kelompok kontrol adalah setara (p > 26 responen masih mengalami cemas
0,239; α 0,05). berat, sembilan responden ansietas
Tingkat kecemasan dalam sedang dan hanya satu responden
menghadapi uji kompetensi pada dengan kecemasan ringan. Hal ini
kelompok mahasiswa yang mendapat RP dikarenakan responden pada kelompok
dan kelompok mahasiswa yang tidak kontrol tidak mendapatkan latihan
mendapat RP berdasarkan uji statistik relaksasi otot progresif seperti halnya
adalah setara (p value >α 0,05). Sebelum pada kelompok perlakuan.
dan sesudah terapi pada kelompok Perbedaan selisih penurunan
mahasiswa yang mendapat RP tingkat kecemasan pada kelompok
mengalami penurunan tingkat perlakuan lebih besar jika dibandingkan
kecemasan yang lebih besar (rata-rata pada kelompok kontrol. Hasil uji statistik,
dari 38,67 menjadi 20,19) dibandingkan didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti
dengan yang tidak mendapatkan RP terdapat pengaruh relaksasi otot progresif
(dari 38,03 menjadi 29,14). Tingkat terhadap tingkat kecemasan. Hal ini
kecemasan menurun secara bermakna sesuai dengan penelitian oleh
pada kelompok intervensi sebesar 18,48 Purwaningtyas (2008) yang meneliti
dengan p = 0,000 (α=0,05). Selisih pengaruh relaksasi progresif terhadap
peningkatan Tingkat kecemasan pada tingkat kecemasan pada pasien
kelompok mahasiswa yang mendapat RP skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah
lebih tinggi secara bermakna (RSJD) Surakarta.
dibandingkan dengan kelompok Hasil uji Mann Whitney U-test
mahasiswa yang tidak mendapat RP (p < tingkat kecemasan pada post-test nilai
α 0,05). t hitung 10,292 dengan p-value 0,000.
Terdapat perbedaan tingkat Karena nilai p - value lebih kecil dari 0,05,
kecemasan yang lebih rendah secara maka H0 ditolak dan disimpulkan
bermakna pada mahasiswa yang terdapat perbedaan yang signifikan
mendapat RP dibandingkan dengan tingkat kecemasan responden pada
kelompok mahasiswa yang tidak kedua kelompok pada posttest. Hasil ini
mendapat RP, p = 0,000 (p < α 0,05). menunjukkan bahwa pemberian teknik
relaksasi progresif berdampak terhadap

97
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

penurunan tingkat kecemasan pada bermanfaat untuk menurunkan


mahasiswa dalam menghadapi uji kecemasan.
kompetensi. Sehingga disimpulkan Casey dan Benson (2006) yang
terdapat pengaruh yang signifikan mengungkapkan bahwa seseorang
relaksasi progresif terhadap tingkat dengan kecemasan mengakibatkan
kecemasan responden. beberapa otot mengalami ketegangan
Menurut Domin (2001) dalam sehingga mengaktifkan saraf simpatis.
Wulandari (2006), secara fisiologis, Respon yang didapatkan secara
latihan relaksasi akan membalikkan efek fisiologis tubuh akan mengalami respon
ansietas yang melibatkan bagian yang dinamakan respon fight or flight.
parasimpatetik dari sistem saraf pusat Korteks otak menerima rangsangan yang
(Domin, 2001). Relaksasi akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar
menghambat peningkatan saraf suprarenal yang akan melepaskan
simpatetik, sehingga hormon penyebab adrenalin atau epineprin sehingga
disregulasi tubuh dapat dikurangi efeknya antara lain napas menjadi
jumlahnya. Sistem saraf parasimpatetik, dalam, nadi meningkat, dan tekanan
yang memiliki fungsi kerja yang darah meningkat. Respon ini
berlawanan dengan saraf simpatetik, memerlukan energi cepat, sehingga hati
akan memperlambat atau melepaskan lebih banyak glukosa
memperlemah kerja alat-alat internal menjadi bahan bakar otot dan terjadi pula
tubuh. Akibatnya, terjadi penurunan pelepasan hormon yang menstimulasi
detak jantung, irama nafas, tekanan perubahan lemak dan protein menjadi
darah, ketegangan otot, tingkat gula. Metabolisme tubuh meningkat
metabolisme, dan produksi hormon sebagai persiapan pemakaian energi
penyebab stres. Seiring dengan untuk tindakan fisik. Pada saat yang
penurunan tingkat hormon sama aktifitas tertentu (seperti
penyebab stres, maka seluruh badan pencernaan) dihentikan.
mulai berfungsi pada tingkat lebih sehat Relaksasi progresif merupakan
dengan lebih banyak energi untuk salah satu intervensi keperawatan yang
penyembuhan (healing), penguatan dapat digunakan sebagai tindakan untuk
(restoration), dan peremajaan meningkatkan kenyamanan, relaksasi
(rejuvenation). yang dapat berpengaruh terhadap
Purwaningtyas (2008) respon fisiologis dan psikologis.
menyebutkan bahwa latihan relaksasi Tindakan ini mudah dilakukan, dapat
progresif merupakan salah satu tehnik digunakan pada berbagai setting, mudah
relaksasi otot telah terbukti dalam dipelajari, murah dan aman. Relaksasi
program terapi terhadap ketegangan otot merupakan salah satu bentuk mindbody
mampu mengatasi keluhan ansietas, therapy dalam terapi komplementer
insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri (Complementary and Alternative
leher dan pinggang, tekanan darah Therapy).
tinggi, fobi ringan dan gagap (Davis, Relaksasi mempunyai efek
1995). Menurut Black dan Mantasarin sensasi menenangkan anggota tubuh,
(2018) teknik relaksasi progresif dapat ringan, dan merasa kehangatan yang
digunakan untuk pelaksanaan masalah menyebar ke seluruh tubuh. Perubahan-
psikis. Relaksasi yang dihasilkan dengan perubahan yang terjadi selama maupun
teknik relaksasi otot progresif dapat setelah relaksasi mempengaruhi kerja

98
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

saraf otonom. Respon emosi dan efek terjadinya kecemasan pada mahasiswa
menenangkan yang ditimbulkan oleh dalam menghadapi uji kompetensi
relaksasi ini mengubah fisiologi dominan sehingga intervensinya lebih pasti. Modul
simpatis menjadi dominan sistem RP yang spesifik untuk mahasiswa
parasimpatis. Hipersekresi katekolamin dalam menghadapi uji kompetensi
dan kortisol pada keadaan cemas hendaknya terus dikembangkan dan
diturunkan dan meningkatkan hormon melakukan pengesahan validitas isi
parasimpatis serta neurotransmitter secara resmi.
seperti DHEA (Dehidroepinandrosteron) Perlu penelitian kualitatif untuk
dan dopamine atau endorfin. Regulasi melengkapi informasi tentang sejauh
sistem parasimpatis ini akhirnya mana Terapi RP dapat menyelesaikan
menimbulkan efek ketenangan (Snyder & masalah kecemasan yang terjadi pada
Lindquist, 2002). mahasiswa dalam menghadapi uji
kompetensi. Perlu diteliti lebih lanjut
tentang faktor perancu lain yang dapat
KESIMPULAN
mempengaruhi keberhasilan RP sebagai
Karakteristik responden pada
salah satu metode pendekatan
kelompok intervensi dan kelompok
penyelesaian masalah keluarga dalam
kontrol dalam keadaan setara. Rerata
merawat klien gangguan jiwa. Perlu
tingkat kecemasan mahasiswa sebelum
perencanaan yang terarah dan
pelaksanaan terapi 38,35. Kelompok
berkesinambungan dalam meningkatkan
mahasiswa yang mendapat RP rerata
kualitas untuk penerapan RP sehingga
tingkat kecemasannya 38,67 sedangkan
mendapatkan hasil yang lebih baik.
mahasiswa yang tidak mendapat RP
rerata tingkat kecemasannya 38,03.
DAFTAR PUSTAKA
Kedua kelompok setara dengan nilai p
Alim, M. (2010). Relaksasi otot progresif.
0,293.
Artikel Zona Psikologi.
Terapi relaksasi progresif
http://www.psikologizone.com/relaks
menurunkan tingkat kecemasan lebih
asi-otot-progresif. Diakses 12
tinggi pada kelompok intervensi
Februari 2016.
dibanding kelompok kontrol. Tingkat
Angggraini, N. (2013). Gambaran tingkat
kecemasan menurun secara bermakna
kecemasan pada mahasiswa tingkat
sebesar 18,48 dengan p=0,000. Terdapat
tiga D-III Keperawatan dalam
perbedaan tingkat kecemasan yang lebih
menghadapi uji kompetensi di
rendah secara bermakna pada
Universitas Pendidikan Indonesia.
mahasiswa yang mendapat RP dari
Universitas Pendidikan Indonesia:
kelompok mahasiswa yang tidak
Repository. Upi. Edu \
mendapat RP, p = 0,000 (p < α 0,05).
Perpustakaan. Upi. Edu.
Casey, A., & Benson, H. (2006).
SARAN
Menggunakan respon relaksasi
Institusi pendidikan dapat
untuk menurunkan tekanan darah.
menerapkan teknik relaksasi pada
alih bahasa Nirmala Dewi, Jakarta:
mahasiswa yang mengalami kecemasan
PT. Bhuana Ilmu Populer.
dalam menghadapi uji kompetensi. Untuk
penelitian yang akan datang sebaiknya Chen, W.C., Chu, H., Lu, R., Chou, Y.H.,
lebih memfokuskan pada meneliti aspek - Chen, C.H., Chang, Y.C., O’Brien,
aspek yang paling berpengaruh terhadap A.P., Chou, K.R. (2009). Efficacy of

99
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

progressive muscle relaxation stres pada pengasuh lanjut usia di


training in reducing anxiety in Panti Werdha.
patients with acute schizophrenia. alumni.unair.ac.id/kumpulanfile
Jurnal of Clinical Nursing, /464683 6682_abs. pd, diperoleh
Glaister, B. (2007). Muscle relaxation tanggal 30 Oktober 2016
training for fear reduction of patients Panitia Uji Kompetensi Nasional (2015).
with psychological problems: A Panduan pelaksanaan uji
review of controlled studies. kompetensi bagi mahasiswa
Behav.res.ther. Program DIII Keperawatan, DIII
Pritasari, K. (2014) Peran institusi Kebidanan dan Profesi Ners,
pendidikan dalam meningkatkan Periode September tahun 2015.
kualitas lulusan yang kompeten Jakarta: Direktorat Jenderal
melalui uji kompetensi. Jakarta: Pendidikan Tinggi Kementerian
Pusat Standarisasi, Sertifikasi dan Pendidikan dan Kebudayaan.
Pendidikan Berkelanjutan PPSDM Purwaningtyas dan Arum, P. (2008).
Kesehatan. Pengaruh relaksasi progresif
Lee, J. E. (2012). Monochord sounds terhadap tingkat kecemasan pada
and progressive muscle relaxation pasien Skizofrenia di Rumah Sakit
reduce anxiety and improve Jiwa Daerah Surakarta. Skripsi.
relaxation during chemotherapy: A Kartasura: Fakultas Ilmu
pilot EEG study. Complementary Keperawatan UMS.
Therapies in Medicine, 20: 409-416. Purwanto, S. (2008). Pengaruh pelatihan
Manzoni, G.M., Pagnini, F., Castelnuovo, relaksasi religius untuk mengurangi
G., Molinari, E. (2008). Relaxation gangguan insomnia. Dari:
training for anxiety: a ten-years http://klinis.wordpress.com. Diakses
systematic review with meta- 24 Oktober 2013. Rekam Medik
analysis. BMC Psychiatry. RSUD Dr. R Soeprapto Cepu.
(2013). Cepu: Unpublised Data.
Mashudi. (2011). Pengaruh progressive
Diakses 24 Oktober 2016.
muscle relaxation terhadap
kadar glukosa darah pasien Sitralita. (2012). Pengaruh latihan
Diabetes Melitus Tipe 2 d i Rumah relaksasi otot progresif terhadap
Sakit Umum Daerah Raden kualitas tidur pada lansia Rabu, 01
Mattaher Jambi. Agustus 2012 14:06. Diakses pada
tanggal 18 Oktober 2013 dari
Muthmainatun. (2012). Pengaruh terapi
relaksasi otot progresif (Progressive http://www.kesehatan.
lansia.com/2012/tingkat-insomnia-
Muscle Relaxation) terhadap tingkat
kecemasan pada lansia di Shelter padalansia.pdf.
Gondang I Wukirsari Cangkringan Suprihatin. (2011). Modul progressive
Sleman Yogyakarta. Digilib Fakultas muscle relaxation (PMR)
Kedokteran UMY, diakses 22 perilaku k ekerasan. Modul
Februari 2016) diterbitkan. Fakultas Ilmu
Oktavianis, D. (2010). Efektivitas Keperawatan Universitas Indonesia.
relaksasi otot progresif untuk Virgantari, N.W.W. (2013). Pengaruh
menururnkan tingkat terapi relaksasi otot progresif

100
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 12, No.2 Juli 2017

terhadap kualitas tidur lansia di Waluyo, S. (2010). The book of antiaging


Banjar Pangkung Desa Pejaten rahasia awet muda Mind-Body-
Kediri Tabanan. Skripsi tidak Spirit. Jakarta: Gramedia
diterbitkan. Denpasar: Program
Wulandari, P. Y. (2006). Efektivitas
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
senam hamil sebagai
Kedokteran. Universitas Udayana.
pelayanan prenatal dalam
Wahyuni, E.S. (2006). Pengaruh menurunkan kecemasan
relaksasi otot progresif terhadap menghadapi persalinan pertama.
penurunan tingkat kecemasan Fakultas Psikologi Universitas
lansia di Panti wredha griya asih Airlangga
Lawang kab. Malang. Tugas Akhir
Akper (tidak diterbitkan). UMM.

101

You might also like