Isi Ringkasan Seminar Ok

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

KONDISI POPULASI DAN ASOSIASI KERANG LOKAN (Geloina erosa) DAN

MANGROVE DI PESISIR KAHYAPU PULAU ENGGANO 1

Population Conditions and Association of Lokan Shells (Geloina erosa) and Mangrove
at Kahyapu Coastal Area of Enggano Islands 1
Nella Tri Agustini 2), Dietriech G. Bengen 3), Tri Prartono 4)
ABSTRACT

Lokan shells (Geloina erosa) consumed by local community are closely related to
mangrove ecosystem as feeding habitat. The research was conducted in September 2015
- January 2016 at mangrove ecosystems in Kahyapu coastal area of Enggano island,
Bengkulu Province. The aims of the study were to analyse lokan shells (Geloina erosa)
conditions and its association with mangrove ecosystems. Sampling of mangrove
vegetation was taken using line transect and lokan shells sampling using plot in
mangrove ecosystem. The results showed that mangrove condition of the Kahyapu
coastal area was in healthy condition for the growth of lokan shells. The growth pattern
and population conditions of lokan shells for large size were better than other sizes.
Lokan shells were significantly assosiated with mangrove, especially with Rhizophora
apiculata.

Keywords : Enggano island, Geloina erosa, mangrove.

PENDAHULUAN

Pulau Enggano merupakan salah satu pulau kecil terluar Indonesia di Samudra
Hindia. Pulau Enggano di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu, bersubstrat
pasir dan pasir berlumpur yang banyak ditumbuhi oleh mangrove. Luasan ekosistem
mangrove khususnya di pesisir kahyapu sekitar ± 250 Ha (Pemda Kabupaten Bengkulu
Utara, 2012; Ta’alidin et al. 2003). Disamping itu, pesisir kahyapu memiliki ekosistem
lamun dan ekosistem terumbu karang. Pada keseluruhan ekosistem tersebut dapat di
jumpai berbagai macam jenis biota asosiasi, salah satunya adalah jenis-jenis mollusca
seperti gastropoda dan bivalvia.
Kerang lokan (Geloina erosa) merupakan kerang bivalvia hidup di kawasan
mangrove dengan ukuran mencapai 11 cm (Gimin et al. 2004). Kerang lokan (Geloina
erosa) hidup di daerah berlumpur pada ekosistem mangrove. Secara umum fungsi
mangrove diantaranya sebagai tempat berlindung, bernaung dan mencari makan bagi
makroinvertebrata pada umumnya, termasuk kerang lokan (Geloina erosa). Degradasi
atau kerusakan mangrove dan selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan kerang lokan
(Geloina erosa). Dekomposisi serasah yang berasal dari ranting, daun, bunga dan buah
mangrove yang jatuh diproses akan menjadi sumber makanan bagi detritus bivalvia,
crustascea, zooplankton dan lain-lain (Hamidy, 2002; Sigit dan Dwiono 2003).
1
Makalah adalah sebagian dari tesis, disampaikan pada seminar Sekolah Pascasarjana IPB
2
Mahasiswi Pascasarjana Program Studi Ilmu Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB
3
Ketua Komisi Pembimbing, Staf Pengajar Departemen Ilmu Kelautan, IPB
4
Anggota Komisi Pembimbing, Staf Pengajar Departemen Ilmu Kelautan, IPB

1
Biota mangrove ini telah dikonsumsi oleh masyarakat Pulau Enggano. Kandungan
gizi yang tinggi dengan komposisi protein sebesar 7,06% - 16,87%, lemak sebesar 0,40
- 2,47%, karbohidrat sebesar 2,36-4,95% serta memberikan energi sebesar 69-88
kkal/100 gram daging. Dengan memperhatikan potensinya sebagai sumber protein
hewani, kerang tersebut perlu dipertimbangkan pengembangannya (Suaniti, 2007 dalam
Hasan et al. 2014).
Masih minimnya informasi keberadaan dan kondisi kerang lokan pada ekosistem
mangrove pesisir Kahyapu, mendorong dilakukannya penelitian ini yang mengkaji
kondisi populasi dan asosiasi kerang lokan (Geloina erosa) dan mangrove di Pesisir
Kahyapu Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
kondisi populasi kerang lokan (Geloina erosa) dan asosiasi kerang lokan (Geloina
erosa) dan mangrove di pesisir kahyapu Pulau Enggano Provinsi Bengkulu. Manfaat
dari penelitian ini adalah tersedianya data mengenai kondisi populasi dan asosiasi
kerang lokan (Geloina erosa) dan mangrove, serta tersedianya informasi untuk
mendukung pengelolaan kerang lokan di pesisir kahyapu Pulau Enggano.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 - Januari 2016 di
ekosistem mangrove pesisir kahyapu Pulau Enggano Provinsi Bengkulu. Pengamatan
dilakukan pada 4 (empat) stasiun yang mewakili kondisi pantai relatif berpasir hingga
lempung berpasir dan cukup jauh dari pemukiman (Stasiun 1), kondisi wilayah dekat
aliran air tawar dan pemukiman penduduk (Stasiun 2), kondisi pantai relatif berlumpur
dan banyak aktivitas penduduk didalamnya (Stasiun 3), dan kondisi pantai relatif pasir
berkarang dan berada dekat Teluk Kiyokwa serta berhadapan dengan Pulau Bangkai
(Stasiun 4).
Pengambilan Data
Vegetasi mangrove diambil dengan menggunakan transek garis (line transect)
secara vertikal dari arah pantai ke arah daratan. Pada masing-masing stasiun penelitian
terdapat 3 (tiga) transek garis (line transect) berjarak ±350 m antar transek. Pada setiap
transek garis (line transect) terdapat 3 (tiga) petak plot pengambilan contoh dengan
ukuran petak plot yaitu 10m x 10m. Penentuan jarak antar petak plot pengambilan
contoh didasari pada kondisi substrat yang berbeda di 3 (tiga) zonasi mangrove, yaitu
petak plot pengambilan contoh pada zona pinggir pantai (Seaward zone), zona tengah
(Middlezone) dan zona daratan (Landward zone). Panjang transek garis (line transect)
bergantung kepada ketebalan ekosistem mangrove di setiap stasiun pengamatan. Setiap
individu mangrove yang ditemukan dalam petak plot pengambilan contoh diamati untuk
menghitung jumlah jenisnya.
Pengambilan sampel Kerang lokan pada setiap stasiun penelitian di lakukan
dengan menggunakan petak plot pengambilan contoh berukuran 1 m x 1 m pada area
mangrove berukuran 5 m x 5 m, dilakukan pada setiap 3 (tiga) petak plot pengambilan
contoh pada setiap garis transek. Di dalam petak plot area mangrove berukuran 5 m x 5
m terdapat sebanyak 5 (lima) petak plot pengambilan contoh berukuran 1 m x 1 m yaitu
diletakkan pada petak plot dari kiri dan kanan atas, petak plot dari kiri dan kanan bawah
serta petak plot di bagian tengah. Kerang yang berada di dalam petak plot contoh
diambil secara manual menggunakan tangan atau dengan cara menyekop substrat
hingga kedalaman 15-20 cm. Sampel kerang lokan yang diperoleh dari setiap petak plot

2
contoh dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi label atau kode stasiun
pengamatan, untuk lebih lanjut di analisis di Laboratorium Perikanan Jurusan Ilmu
Kelautan Universitas Bengkulu berupa pengukuran morfometrik seperti panjang, tinggi
dan lebar cangkang serta berat kerang lokan. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan vernier caliper (jangka sorong). Penimbangan berat kerang lokan
menggunakan timbangan OHAUS Precision plus, dengan ketelitian 0,01 gr.

Analisis Data
Penentuan Kelas Ukuran
Penentuan frekuensi ukuran panjang kerang meliputi; (1) menentukan wilayah
kelas (range) = panjang maksimal-panjang minimal; (2) menentukan jumlah kelas (K) =
1 + 3,32 log N,N = jumlah contoh; (3) menentukan interval kelas (KI) = R/K.
Selanjutnya memilih ujung kelas interval pertama dan menentukan frekuensi panjang
untuk masing-masing selang kelas (Walpole, 1992).

Hubungan Panjang Berat


Perumusan hubungan panjang berat menggunakan rumus Effendie (1979).

Kondisi Kerang Lokan (Geloina erosa)


Faktor kondisi (Kn) menunjukkan keadaan baik suatu biota dilihat dari segi
kapasitas fisik secara biologis untuk survival dan reproduksi. Dalam penggunaan secara
komersial, faktor kondisi mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia
untuk dimakan. Perumusan faktor kondisi menggunakan rumus Effendie (1979).

Kerapatan Jenis Mangrove


Kerapatan Jenis (Ki) mangrove adalah jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit
area. Untuk menghitung kerapatan mangrove menggunakan rumus Bengen (2004) :

Asosiasi Kerang lokan (Geloina erosa) dan Mangrove


Asosiasi kerang lokan Geloina erosa dan mangrove dilakukan dengan
menggunakan Analisis Faktorial Koresponden (Correspondence Analysis atau CA)
(Bengen, 2000). Analisis ini bertujuan untuk melihat bagaimana asosiasi antara kerang
lokan dan mangrove. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program Xlstat.
Sebelumnya harus ditentukan terlebih dahulu matriks data yaitu matriks data I baris
(Kategori Kerang lokan; Kecil, Sedang, Besar) dan J Kolom (Jenis Mangrove dan
kerapatan mangrove).

3
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada keseluruhan stasiun penelitian didapatkan kerang lokan (Geloina erosa)


sebanyak 80 individu yang terbagi menjadi 8 kelas (interval: 9,29 mm) (Gambar 1).
Sebaran ukuran kerang lokan (Geloina erosa) terbagi menjadi tiga kelas ukuran yaitu
kelas ukuran kecil (39,00-66,89 mm), sedang (66,90-85,49 mm) dan besar (≥85,50
mm). Sebaran ukuran kerang lokan (Geloina erosa) tertinggi terdapat pada kelas ukuran
sedang (66,90-85,49 mm) yaitu sebanyak 40 individu dan terendah terdapat pada kelas
ukuran kecil (39,00-66,89 mm) yaitu sebanyak 17 individu (Gambar 1). Sebaran kerang
lokan ukuran sedang merupakan kelas ukuran kerang yang paling dominan ditemukan
di kawasan penelitian. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Silviana et al. (2014)
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa persentase sebaran kerang lokan berukuran
sedang adalah paling tinggi, diikuti oleh kerang lokan berukuran besar, sedangkan
kerang lokan berukuran kecil merupakan kerang dengan persentase sebaran paling
rendah. Faktor yang paling berpengaruh terhadap penentuan sebaran ukuran kerang
lokan adalah tipe substrat serta kondisi lingkungan habitat yang ada di kawasan
penelitian. Kerang lokan ukuran besar menyukai substrat lumpur berpasir untuk
berkembangbiak, sedangkan kerang lokan ukuran kecil lebih memilih substrat dengan
persentase pasir lebih banyak karena mampu menyediakan oksigen yang banyak.
(Nursal et al. 2005).

25
Frekuensi (Individu)

20
15
10
5
0

Kelas Ukuran (mm)

Gambar 1. Frekuensi individu tiap kelas ukuran kerang lokan (Geloina erosa).

Pola pertumbuhan kerang lokan (Geloina erosa) di stasiun 1 menunjukkan nilai


konstanta b= 3,21 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,97 (kelas ukuran kecil),
nilai b= 2,94 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,84 (kelas ukuran sedang) dan
nilai b= 3,03 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,68 (kelas ukuran besar).
Stasiun 2, nilai b= 4,01 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,84 (kelas ukuran
kecil) dan nilai b= 2,99 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,93 (kelas ukuran
sedang). Stasiun 3, nilai b= 16,79 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 1 (kelas
ukuran sedang) dan nilai b= 1,67 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,83 (kelas
ukuran besar). Stasiun 4, nilai b= 1,32 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 1
(kelas ukuran sedang) dan nilai b= 1,62 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,80
(kelas ukuran besar). Pola pertumbuhan kerang lokan pada tiap kelas ukuran
menunjukkan hasil yang berbeda dengan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati 1,
hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara panjang total dan berat kerang lokan
(Geloina erosa) sangat erat. Pola pertumbuhan kerang lokan ukuran kecil, kerang lokan
ukuran sedang di stasiun 3 serta kerang lokan ukuran besar di stasiun 1 menunjukkan

4
nilai b > 3, dimana pertambahan berat/bobot lebih cepat daripada pertambahan panjang
cangkang (allometrik positif), hal ini dapat diartikan bahwa energi yang tersimpan lebih
banyak digunakan untuk pertumbuhan berat, sedangkan pola pertumbuhan kerang lokan
ukuran sedang di stasiun 1, 2 dan 4 serta kerang lokan ukuran besar di stasiun 3 dan 4
menunjukkan nilai b < 3, dimana pertambahan panjang cangkang lebih besar daripada
pertambahan berat/bobot (allometrik negatif), hal ini dapat diartikan bahwa energi yang
tersimpan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan panjang. Perbedaan nilai
konstanta b menunjukkan bahwa adanya pola pertumbuhan berbeda pada tiap kelas
ukuran di setiap stasiun penelitian. Taunay (2013) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa hubungan panjang berat tidak selalu bernilai tetap, nilainya dapat berubah dan
berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Perbedaan pola pertumbuhan kerang
lokan dari setiap kelas ukuran di kawasan penelitian dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan terutama substrat, kesesuian perairan dan ketersediaan makanan yang dapat
mendukung pertumbuhan kerang (Aldrich, 1986; Jamabo et al. 2009; Tamsar et al.
2013). Mzighani (2005) menyatakan bahwa semakin banyak jenis makanan yang di
konsumsi oleh suatu organisme maka akan meningkatkan ukuran gonad, sehingga akan
mempengaruhi ukuran tubuh organisme tersebut.
Faktor kondisi kerang lokan di stasiun 1 tertinggi terdapat pada kelas ukuran kecil
yaitu 1,084 dan terendah terdapat pada kelas ukuran besar yaitu 1,01 (Gambar 2).
Stasiun 2, faktor kondisi tertinggi terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu sebesar 1,014
dan terendah terdapat pada kelas ukuran besar yaitu 0. Stasiun 3, faktor kondisi tertinggi
terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu sebesar 1,03 dan terendah terdapat pada kelas
ukuran besar yaitu 1,004. Stasiun 4, faktor kondisi tertinggi terdapat pada kelas ukuran
besar yaitu sebesar 2,524 dan terendah terdapat pada kelas ukuran sedang yaitu 0,998.
Nilai faktor kondisi yang didapatkan tidak berbeda secara signifikan di setiap stasiun
penelitian dan merupakan nilai normal untuk faktor kondisi (Kn) pada kerang lokan
(Gambar 2). Faktor kondisi tertinggi terdapat pada kerang lokan ukuran besar di stasiun
4 yaitu sebesar 2,52, sedangkan faktor kondisi terendah terdapat pada kerang lokan
ukuran besar di stasiun 2 yaitu 0. Keseluruhan nilai rataan faktor kondisi yang
didapatkan lebih dari 1 (Kn > 1) (Gambar 3), hal ini mengindikasikan bahwa kondisi
kerang lokan di kawasan penelitian tergolong baik terutama untuk tingkat
kemontokannya. Kerang lokan ukuran besar merupakan kerang dengan nilai faktor
kondisi tertinggi yang ditemukan di kawasan penelitian (Gambar 3), hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat kemontokan (kegemukan) kerang lokan ukuran besar
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua kelas ukuran lainnya. Hasil yang sama juga
didapatkan oleh Natan (2008) dalam penelitiannya bahwa nilai faktor kondisi
didapatkan lebih dari 1, hal ini mengindikasikan bahwa aspek biologi dan ekologi
kerang lumpur di kawasan penelitian sangat baik terutama untuk derajat kemontokan,
pertumbuhan dan reproduksi. Selanjutnya Effendie (1997) menjelaskan bahwa faktor
kondisi menunjukkan keadaan ikan/kerang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk
survival dan reproduksi serta secara komersil memiliki arti bahwa kondisi ini
menunjukkan kualitas dan kuantitas daging ikan/kerang yang tersedia untuk dapat
dimakan. Perbedaan faktor kondisi pada setiap kelas ukuran kerang dapat disebabkan
oleh faktor umur serta strategi reproduksi dari setiap individu, hal ini dapat menentukan
apakah suatu individu mengumpulkan energi untuk pertumbuhannya ataukah untuk
persiapan reproduksi (Beesley, 1988).

5
3

Faktor Kondisi (Kn)


2.5
2
1.5
1
0.5
0

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4


Stasiun Penelitian
Gambar 2. Faktor kondisi (Kn) kerang lokan (Geloina erosa) berdasarkan kelas ukuran
di setiap stasiun penelitian.

2.5
Faktor Kondisi (Kn)

2
1.5
1
0.5
0
Kecil Sedang Besar
Kerang lokan

Gambar 3. Faktor kondisi (Kn) kerang lokan (Geloina erosa) berdasarkan kelas ukuran
di pesisir Kahyapu Pulau Enggano.

Kondisi populasi kerang lokan di kawasan penelitian tergolong bagus, ukuran


panjang cangkang kerang lokan tertinggi mencapai 10,7 cm dengan berat tertinggi
mencapai 335 gram, hal ini menunjukkan bahwa ukuran kerang lokan di kawasan
penelitian tergolong besar. Tamsar et al. (2013) dan Silviana et al. (2014) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa kerang lokan yang ditemukan di kawasan penelitian
tergolong bagus dengan panjang cangkang tertinggi mencapai 8,2-8,9 cm. Secara
teoritis, kerang lokan (Geloina erosa) ditemukan tertinggi dengan ukuran panjang
cangkang mencapai 11 cm (Gimin et al. 2004). Ketersediaan kerang lokan yang
ditemukan tergolong sedikit, hanya 80 individu yang didapatkan dari keseluruhan
stasiun di kawasan penelitian. Tamsar et al. (2013) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa ketersediaan kerang yang ditemukan tergolong baik, dimana jumlah kerang
didapatkan > 500 individu di kawasan penelitian.
Dilihat dari kondisi vegetasi mangrove, kerapatan jenis mangrove di stasiun 1
tertinggi terdapat pada spesies Rhizophora apiculata yaitu sebesar 1867 ind/ha dan
terendah terdapat pada spesies Sonneratia alba yaitu sebesar 67 ind/ha. Stasiun 2,
kerapatan jenis mangrove tertinggi terdapat pada spesies Rhizophora apiculata yaitu
sebesar 1133 ind/ha dan terendah terdapat pada spesies Sonneratia alba yaitu sebesar
100 ind/ha. Stasiun 3, kerapatan jenis mangrove tertinggi terdapat pada spesies
Rhizophora apiculata yaitu sebesar 1533 ind/ha dan terendah terdapat pada spesies
Xylocarpus granatum yaitu sebesar 33 ind/ha. Stasiun 4, kerapatan jenis mangrove

6
tertinggi terdapat pada spesies Rhizophora apiculata yaitu sebesar 2900 ind/ha dan
terendah terdapat pada spesies Sonneratia alba yaitu sebesar 33 ind/ha (Gambar 4).
Kerapatan jenis mangrove yang didapatkan berbeda di setiap stasiun penelitian.
Kerapatan jenis mangrove tertinggi terdapat di stasiun 4 yaitu pada spesies Rhizophora
apiculata sebesar 2900 ind/ha. Rhizophora apiculata merupakan spesies mangrove
dengan nilai kerapatan tertinggi, sedangkan Avicennia lanata merupakan spesies
mangrove dengan nilai kerapatan terendah yang ditemukan di kawasan penelitian
(Gambar 5). Kondisi kerang lokan dengan tingkat kemontokan (kegemukan) paling
tinggi ditemukan di stasiun 4, stasiun ini memiliki kerapatan jenis mangrove tertinggi
jika dibandingkan dengan stasiun lainnya, sehingga ketersediaan makanan didalamnya
lebih besar, memungkinkan energi yang dikumpulkan lebih tinggi dan tersimpan lebih
besar untuk pertumbuhannya.
3500
3000
mangrove (Ind/ha)
Kerapatan jenis

2500
2000
1500
1000
500
0
BG RA SA XG AL BG LL RA SA XG BG RA XG BG RA SA
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
Stasiun Penelitian
Keterangan :
AL : Avicennia lanata LL : Lumnitzera littorea SA: Sonneratia alba
BG : Bruguiera gymnorrhiza RA : Rhizophora apiculata XG: Xylocarpus granatum
Gambar 4. Tingkat kerapatan pohon mangrove di setiap stasiun penelitian.
Kerapatan jenis mangrove

3000
2500
2000
(ind/ha)

1500
1000
500
0
AL BG LL RA SA XG
Jenis Mangrove
Keterangan :
AL : Avicennia lanata LL : Lumnitzera littorea SA: Sonneratia alba
BG : Bruguiera gymnorrhiza RA : Rhizophora apiculata XG: Xylocarpus granatum
Gambar 5. Tingkat kerapatan pohon mangrove di pesisir kahyapu Pulau Enggano.

Kondisi vegetasi mangrove di pesisir kahyapu tergolong baik dan mendukung


pertumbuhan kerang lokan didalamnya. Nilai kerapatan jenis yang didapatkan >1000
ind/ha, kerapatan mangrove yang tinggi dapat menggambarkan tingkat kesuburan dari
kondisi habitat tersebut, sehingga memungkinkan produksi serasah didalamnya tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Jesus (2012) bahwa kerapatan mangrove yang bagus

7
dapat memproduksi serasah tinggi dan menyumbangkan C-organik lebih besar ke
substrat di daerah habitat mangrove yang ada di sekitarnya dimana aktivitas
dekomposisi dapat terjadi. Ketersediaan kerang lokan di kawasan penelitian tergolong
rendah dan terbatas. Beberapa hal yang mungkin tidak mendukung perkembangbiakan
kerang lokan di pesisir Kahyapu dengan baik yaitu adanya indikasi ketiadaan
reqruitment dan adanya gangguan terhadap siklus perkembangbiakan. Proses
reqruitment ini seharusnya dapat terjadi jika kerang lokan tidak keluar dari sistem. Salah
satu faktor terjadinya hal tersebut diduga adanya aktivitas pengambilan kerang lokan
yang tidak selektif oleh masyarakat. Aktivitas tersebut berpengaruh pada pola
reproduksi kerang, dimana kerang lokan berukuran besar diduga tidak sempat
melakukan pemijahan dan bereproduksi dikarenakan sebelum waktunya memijah
kerang tersebut sudah diambil dalam jumlah banyak, akibatnya berpengaruh pada
pertumbuhan populasi kerang lokan sehingga populasi kerang menjadi terganggu
terkhusus populasi kerang muda.
Kerang lokan banyak ditemukan berasosiasi hidup pada spesies Rhizophora
apiculata (Gambar 6), Rhizophora apiculata memberikan sumbangan yang besar
terhadap produktivitas lingkungan perairan, jenis ini memiliki daun yang besar dan
hidup pada substrat halus, dimana perombakan dekomposisi serasah oleh bakteri
menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi mangrove di substrat kasar,
unsur hara yang dihasilkan dari serasah mangrove merupakan sumber makanan yang
dibutuhkan oleh organisme laut terkhusus kerang lokan yang berasosiasi didalamnya.
Disamping itu, jika dilihat dari morfologinya, spesies Rhizophora apiculata merupakan
salah satu spesies mangrove yang memiliki perakaran khas yaitu akar tunjang dimana
perakarannya tersebut mampu memerangkap unsur hara sehingga mendukung
pertumbuhan kerang lokan didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Chapman
(1976) dan Kelana et al. (2015) bahwa mangrove yang didominasi oleh spesies
Rhizophora apiculata dicirikan oleh tingkat kesuburan yang tinggi, dimana
perakarannya mampu memerangkap partikel-partkel halus sehingga sedimen yang
dihasilkan tergolong halus dan liat. Selanjutnya, Ramli (2012) mengemukakan bahwa
spesies Rhizophora apiculata menghasilkan detritus lebih tinggi jika dibandingkan
spesies lain, dimana guguran daun Rhizophora apiculata meningkatkan kandungan
bahan organik di kawasan penelitian. Kerang lokan Geloina erosa terkadang hidup
menyendiri pada sedimen yang terletak lebih tinggi dan menempati habitat di lantai
hutan mangrove pada sedimen dengan ukuran lebih halus yaitu di bawah naungan
tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora spp. seperti jenis R. apiculata, R. Mucronata
dan jenis mangrove lain. (Tuheteru et al. 2014; Sigit dan Dwiono, 2003).
1
St 1 Lokan S Ki > 1500 ind/ha
St 1 Lokan K BG
0.5 St 1 Lokan B St 3 Lokan B
St 4 Lokan S St 3 Lokan S
St 4 Lokan B RA
F2 (40,31 %)

0
Ki < 1000 ind/ha
-0.5
XG
-1 St 2 Lokan B
St 2 Lokan S St 2 Lokan K
-1.5 Ki ≥ 1000 ind/ha LL
SA
-2
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
F1 (48,90 %)

Gambar 6. Hasil analisis faktorial koresponden (Correspondence Analysis, CA) antara


kerang lokan (Geloina Erosa) dan mangrove.

8
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Pola pertumbuhan kerang lokan (Geloina erosa) berbeda tiap kelas ukuran,
kerang lokan ukuran kecil bersifat allometrik positif (b>3), sedangkan yang berukuran
sedang dan besar bersifat allometrik negatif (b<3). Kerang lokan ukuran besar memiliki
faktor kondisi (Kn) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua kelas ukuran lainnya,
dimana Kn cenderung meningkat seiring dengan pertambahan ukuran tubuh dari kerang
lokan tersebut. Kerang lokan (Geloina erosa) berasosasi erat dengan jenis mangrove
yang ada di Pulau Enggano dan banyak ditemukan berasosiasi dengan spesies
Rhizophora apiculata, yang kerapatan jenisnya lebih besar jika dibandingkan dengan
mangrove lainnya.

Saran
Perlu penelitian tentang kematangan gonad kerang lokan, sehingga dapat
diketahui ukuran kerang lokan yang sudah siap memijah, sebagai alasan pengaturan dan
pengambilan kerang lokan oleh masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih ditujukan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP) melalui program beasiswa tesis disertasi KEP-64/LPDP/2015 yang telah
mendanai penelitian ini hingga selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich JC and Crowley M. 1986. Condition and variabiity in Myti/us edufis (L.) from
different habitat in Ireland. Aquaculture. 52 : 273-286.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknis Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik
Sumberdaya Pesisir. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor.88Hlm.
Bengen DG. 2004. Pedoman Teknis Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor: Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.56Hlm.
Beesley PL, Ross GJB and Wells A. 1998. Mollusca-The Southern Synthesis. Csiro
Publishing: Melbourne.
Chapman VJ. 1976. Mangrove Vegetation. J. Cremer Publ. Leutherhausen, Germany.
343 page.
Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hal.
Gimin R, Mohan R, Thinh LV, Griffiths AD. 2004. The relationship of shell dimensions
and shell volume to live weight and soft tissue weight in the mangrove clam,
Polymesoda erosa (Solander, 1786) from northern Australia. NAGA, WorldFish
Center Quarterly. 27( 3-4).
Hamidy R. 2002. Transpor Ateridari Serasah Mangrove dengan Kajian Khusus pada
Peran Kepiting Brachyura. Institut Teknologi Bandung, Bandung. 127 hlm
Hasan U, Wahyuningsih H, Jumilawaty E. 2014. Kepadatan Dan Pola Pertumbuhan
Kerang Lokan (Geloina Erosa, Solander 1786) Di Ekosistem Mangrove Belawan.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 19 (2): 42-49.

9
Jamabo NA, Chindah AC and Alfred JF. 2009. Length-Weight relationship of a
mangrove Prosobranch Tympanotonus fuscatus var fuscatus (Linnaeus 1758)
from the Bonny Estuary, Niger Delt Nigeria. World Journal of Agricultural
Sciences. 5(4) : 384-388
Jesus AD. 2012. Kondisi Ekosistem Mangrove di Sub District Liquisa Timor-Leste.
Depik. 1(3) : (136-143)
Kelana PP, Setyobudi I, Krisanti M. 2015. Kondisi Habitat Polymedosa erosa Pada
Kawasan Ekosistem Mangrove Cagar Alam Leuweung Sancang. Jurnal Akuatika.
6(2) : 107-117
Mzighani S. 2005. Fecundity and Population Structure of Cockles, Anadara antiquata
L. 1758 (Bivalvia: Arcidae) from a Sandy/Muddy Beach near Dar es Salaam,
Tanzania. Western Indian Ocean. 4 (1) : 77-84.
Natan Y. 2008. Studi Ekologi dan Reproduksi Populasi Kerang Lumpur Anodontia
edentula Pada Ekosistem Mangrove Teluk Ambon Bagian Dalam. Disertasi.
Bogor; Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nursal, Fauziah Y, dan Ismiati. 2005. Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove
Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal Biogenesis. 2(1): 1829-5460.
Pemkab Bengkulu Utara. 2012. Potensi Desa Kahyapu. Pemda Kabupaten Bengkulu
Utara Kecamatan Enggano Provinsi Bengkulu.
Ramli M. 2012. Kontribusi ekosistem mangrove sebagai pemasok makanan ikan
belanak (Liza subviridis) di perairan pantai utara Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara. Disertasi. Bogor; Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Silviana, DR, Nurdin J, Izmiarti. 2014. Kepadatan Populasi dan Distribusi Ukuran
Cangkang Kerang Lokan (Rectidens sp.) di Perairan Tanjung Mutiara Danau
Singkarak, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 3(2): 109-115.
Sigit AP dan Dwiono. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove, Geloina erosa dan Geloina
expansa. Balitbang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.
Ta’alidin Z, Hartono D, Nabiu M, Sulystyo B, Arianto W. 2003. Laporan Penelitian
Dan Pemetaan Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Anggaran
2003. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Utara.
Tamsar, Emiyarti, Nurgayah WA. 2013. Studi Laju Pertumbuhan dan Tingkat
Eksploitasi Kerang Kalandue (Polymesoda erosa) Pada Daerah Hutan Mangrove
di Teluk Kendari. Jurnal Mina Laut Indonesia. 2(6) : (14-25).
Taunay PN. 2013. Studi Komposisi Isi Lambung dan Kondisi Morfometrik untuk
Mengetahui Kebiasaan Makan Ikan Manyung (Arius thalassinus) yang Diperoleh
di Wilayah Semarang. Journal of Marine Research. 2(1): 87-95.
Tuheteru M, Notosoedarmo S, Martosupono M. 2014. Aspek Biologi Geloina erosa Di
Hutan Mangrove. Prosiding Seminar Nasional Raja Ampat. Waisai, 12-13
Agustus 2014.

10

You might also like