Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 15

‫ِ ُألحشححلههَد ُألحن ُلل ُإاللححله ُإإلل ُاهَحح ُلوححححلدهَه ُلل‬،‫ِ ُلوألحفلهلملناَ ُإبلشإرَحيلعإة ُاللنإبيي ُاللكرَيإم‬،‫ل ُاليإذيِ ُلهلدالناَ ُهَسهَبلل

ُاليسللإم‬ ‫ل ُحاللححمهَد ُ إ‬
‫للححمهَد ُ إ‬
‫ل‬
َ‫صلل ُلولسلحم ُلوباَإرَحك ُلعللى‬ ‫ي‬ َ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ل‬
‫ِ ُاللهَهلم ُ ل‬،‫ِ ُلوأحشلههَد ُأين ُلسليلدلناَ ُلولنإبليلناَ ُهَملحلمددا ُلعحبهَدهَه ُلولرَسوله‬،‫ِ ُذوحاللجلإل ُلوالحكرَام‬،‫ك ُللهَه‬ َ‫ه‬ ‫لشإرَحي ل‬
‫صحححيهَكحم ُلو‬َ‫ِ ُأحو ه‬،‫ ُلفلياَييلهححاَ ُالإحخححلوان‬:‫ِ ُأللمححاَ ُلبحعححهَد‬،‫صلحاَإبإه ُلواللتاَإبعيلن ُإبإِححساَإن ُإللىَ ُليحوإم ُاللدين‬ ‫لسليإدناَ ُهَملحلمدَّد ُلولعللىَ ُاإله ُلوأل ح‬
ِ،‫جحيححم‬ ‫ل ُإملن ُاللشحيلطاَإن ُاللرَ إ‬ ‫ ُألهَعحوهَذ ُإباَ إ‬:‫ا ُلتلعاَللىَ ُإفي ُحالقهَحرَاإن ُحاللكإرَيحم‬
َ‫ِ ُلقاَلل ُ ه‬،‫ا ُلولطاَلعإتإه ُلللعللهَكحم ُهَتحفلإهَححوحن‬‫لنحفإسحي ُإبلتحقلوىَ ُ إ‬
‫صلإحح ُللهَكحححم ُألحعلمححاَللهَكحم ُلوليحغإفحححرَ ُللهَكحححم‬ ‫ِ ُهَي ح‬،‫ ُلياَ ُألييلهاَ ُاللإذيلن ُآللمهَنوا ُالتهَقوا ُا ُلوهَقوهَلوا ُلقحودل ُلسإديددا‬:‫ححيحم‬ ‫ا ُاللرَححلماَإن ُاللرَ إ‬‫إبحسإم ُ إ‬
‫ا ُلحححلق ُهَتلقححاَإتإه ُلولل‬ ‫ا ُلولرَهَسوللهَه ُلفلقحد ُلفاَلز ُلفحودزا ُلعإظيدماَ ُوقاَل ُتعاَلىَ ُلياَ ُالييلهاَ ُاللإذحيلن ُآلمهَنحوا ُالتقهَحوا ُ ل‬ ‫هَذهَنولبهَكحم ُلولمحن ُهَيإطإع ُ ل‬
‫ل ُلوألحنهَتحم ُهَمحسلإهَمحولن‬ ‫لتهَمحوهَتلن ُإإ ل‬.
‫ا ُاللعإظيحم‬ َ‫صلدلق ُ ه‬ ‫ل‬
Jamaahُ shalatُ Jumatُ rahimakumullah,

Ketikaُ adaُ orangُ yangُ bertanyaُ kepadaُ kita,ُ bagaimanaُ jalanُ untukُ menggapaiُ surga,ُ tentuُ kita
akan ُ menjawabnya ُ sesuai ُ dengan ُ tuntunan ُ Rasulullah ُ Nabi ُ Muhammadُ shallallahu ‘alaihi
wasallam. ُ Beliau ُ telah ُ memberikan ُ beberapa ُ penjelasan, ُ yang ُ akan ُ menghantarkan ُ kita
menuju ُ surga ُ Allah ُ subhanahu wata‘ala. ُ Sebagaimana ُ dijelaskan ُ dalam ُ hadits ُ shahih ُ yang
diriwayatkanُ olehُ Imamُ Ahmadُ sebagaimanaُ berikut:

‫س ُإنلياَمم ُلتحدهَخهَلوا ُاحللجلنلة ُإبلسللدَّم‬ ‫ِ ُلو ل‬،‫صهَلوا ُاحللحرَلحاَلم‬


َ‫صيلوا ُلواللناَ ه‬ َ‫ ُألحف ه‬
‫ِ ُلو إ‬،‫ِ ُلوألحطإعهَموا ُاللطلعاَلم‬،‫شوا ُاللسلللم‬
Artinya: ُ Sebarkan ُ kedamaian, ُ berikan ُ makanan, ُ bersilaturrahimlah, ُ shalatlah ُ ketika ُ orang-
orangُ tidur,ُ engkauُ akanُ masukُ surgaُ denganُ damai.ُ

Pertama,ُ orangُ yangُ menghendakiُ untukُ masukُ surgaُ adalahُ orangُ yangُ menebarkanُ salam,
perdamaianُ danُ kasihُ sayang.ُ Menebarkanُ perdamaianُ bisaُ diawaliُ denganُ memberُ ucapan
salamُ kepadaُ saudaraُ kita,ُ yaituُ Assalamualaikumُ warahmatullahiُ waُ barakatuh.ُ Yangُ artinya
keselamatan, ُ rahmat, ُ dan ُ berkah ُ Allahُ subhanahu wata‘ala semoga ُ tercurahkan ُ untukmu.
Lazimnyaُ ucapanُ salamُ iniُ akanُ dijawabُ olehُ saudaraُ kitaُ denganُ jawabanُ wa’alaikumussalam
warahmatullahi ُ wa ُ barakatuh ُ yang ُ artinya ُ bagimu ُ keselamatan, ُ rahmat ُ dan ُ berkah
Allahُ subhanahu wata‘ala. ُ Ucapan ُ tersebut ُ tampak ُ sepele, ُ namun ُ memiliki ُ makna ُ yang
mendalam.

Imamُ an-Nawawiُ dalamُ Syarahُ Sahihُ Muslimُ menjelaskanُ bahwaُ ucapanُ salamُ tidakُ sekadar
kata-kata, ُ namun ُ mengandung ُ arti ُ menebarkan ُ perdamaian, ُ kasih ُ sayang ُ dan ُ kerukunan
terhadap ُ sesama, ُ baik ُ kepada ُ keluarga, ُ tetangga, ُ maupun ُ terhadap ُ sesama ُ Muslim. ُ Kata
salam ُ juga ُ menjadi ُ kunci ُ yang ُ ampuh ُ untuk ُ menghilangkan ُ permusuhan, ُ kebencian, ُ dan
kerenggangan ُ di ُ antara ُ sesama. ُ Karena ُ itu, ُ Islam ُ sangat ُ menganjurkan ُ kita ُ untuk ُ saling
mengucapkan ُ salam, ُ tujuannya ُ adalah ُ mewujudkan ُ kerukunan ُ dan ُ kedamaian, ُ dan
menghilangkanُ kerengganganُ danُ permusuhanُ diُ antaraُ sesama.ُ

Hadits ُ di ُ atas ُ memberikan ُ pelajaran ُ kepada ُ kita ُ bahwa ُ tidak ُ diperkenankan ُ bagi ُ seorang
Muslim ُ untuk ُ membenci ُ dan ُ menghujat ُ sesama ُ Muslim, ُ menyebarkan ُ permusuhan,
menebarkan ُ ujaran ُ kebencian ُ dan ُ memutuskan ُ tali ُ persaudaraan. ُ Karena ُ menebarkan
permusuhanُ adalahُ ciri-ciriُ dariُ ajaranُ syaitan,ُ sebagaimanaُ dalamُ Al-Qur’anُ Suratُ al-Maidah
ayat ُ 91, ُ syaitan ُ memiliki ُ tujuan ُ menimbulkan ُ permusuhan ُ dan ُ kebencian ُ di ُ antara ُ sesama
Muslim.

Kedua,ُ jalanُ untukُ menggapaiُ surgaُ adalahُ memberikanُ makanan,ُ Selainُ kitaُ diwajibkanُ untuk
mengeluarkanُ nafkahُ untukُ keluarga,ُ atauُ mengeluarkanُ zakatُ atasُ harta,ُ Nabiُ menganjurkan
kepada ُ kita ُ untuk ُ bersedekah, ُ terutama ُ bagi ُ orang-orang ُ yang ُ membutuhkan. ُ Mengapa
memberikan ُ makanan ُ dapat ُ menghantarkan ُ kita ُ menuju ُ surga? ُ Karena ُ orang ُ yang ُ senang
memberikan ُ makanan ُ adalah ُ orang ُ yang ُ dekat ُ dengan ُ surga. ُ Sebagaimana ُ riwayat ُ Imam
Turmudziُ dalamُ sunanُ Turmudziُ Juzُ 3ُ halamanُ 407ُ disebutkan:

َ‫س ُلبإعيمد ُإملن ُاللناَإر‬


‫ب ُإملن ُاللناَ إ‬
‫ب ُإملن ُاللجلنإة ُلقإرَي م‬ ‫ب ُإملن ُ ل إ‬
‫ا ُلقإرَي م‬ ‫خيي ُلقإرَي م‬
‫اللس إ‬
Artinya:ُ “Orangُ dermawanُ ituُ dekatُ denganُ Allah,ُ dekatُ denganُ surga,ُ dekatُ denganُ manusia,ُ
danُ jauhُ dariُ neraka.”

Imamُ Al-Ghazaliُ sebagaimanaُ dikutipُ olehُ kitabُ Faidlul Qadir karyaُ Muhammadُ al-Munawi,ُ juzُ
4ُ halamanُ 138ُ menjelaskan,ُ bahwaُ sikapُ dermawanُ merupakanُ buahُ dariُ cintaُ akhirat,ُ danُ
tidakُ berlebihanُ dalamُ mencintaiُ duniaُ fana.ُ Sikapُ dermawanُ tumbuhُ dariُ penghayatanُ
seseorangُ tentangُ imanُ danُ tauhidُ kepadaُ Allahُ subhanahu wata‘ala.ُ Sehinggaُ munculُ sikapُ
tawakkalُ danُ berserahُ diriُ kepadaُ Allah,ُ secaraُ otomatisُ munculُ sikapُ percayaُ bahwaُ Allahُ
adalahُ pemberiُ rezeki.ُ Seorangُ dermawanُ yakinُ bahwaُ orangُ berbuatُ baikُ denganُ
mensedekahkanُ sebagianُ hartanya,ُ Allahُ pastiُ akanُ menggantinyaُ sepuluhُ kaliُ lipatُ kebaikan.ُ
Berbedaُ denganُ orangُ yangُ bakhil,ُ iaُ adalahُ orangُ yangُ terlaluُ cintaُ duniaُ danُ raguُ terhadapُ
janjiُ Allahُ .ُ Karenaُ itu,ُ tempatُ yangُ layakُ bagiُ seorangُ dermawanُ adalahُ surga,ُ sebaliknyaُ
tempatُ yangُ layakُ bagiُ orangُ bakhilُ adalahُ neraka.

Jamaahُ shalatُ Jumatُ rahimakumullah,

Ketiga,ُ menjalinُ silaturrahimُ danُ persaudaraan,ُ walaupunُ hanyaُ denganُ ucapanُ salam.ُ Dalamُ
sebuahُ riwayatُ Imamُ Hakimُ dalamُ Kitabُ Mustadrokُ Alaُ Shohihainُ Juzُ 2ُ halamanُ 563,ُ denganُ
sanadُ yangُ shahihُ Nabiُ bersabda:

َ‫ ُلإلمحن ُليا‬:‫حلساَدباَ ُليإسيدرَا ُلوألحدلخللهَه ُاحللجلنلة ُإبلرَححلمإتإه ُلقاَهَلوا‬ َ‫ث ُلمحن ُهَكلن ُإفيإه ُلحاَلسلبهَه ُ ل ه‬
‫ا ُ إ‬ ‫لثلل م‬
:‫ك« ُلقاَلل‬ ‫صهَل ُلمحن ُلقلطلع ل‬ ‫ِ ُلولت إ‬،‫ِ ُلولتحعهَفو ُلعلمحن ُلظلللملك‬،‫ ُهَتحعإطي ُلمحن ُلحلرَلملك‬:‫ا؟ِهَّلل ُلقاَلل‬ ‫لرَهَسولل ُ ل إ‬
‫خلللك ُ ل‬
َ‫اه‬ ‫حلساَدباَ ُليإسيدرَا ُلوهَيحد إ‬
‫ب ُ إ‬‫ ُألحن ُهَتلحاَلس ل‬:‫ا؟ِهَّلل ُلقاَلل‬
‫ِ ُلفلماَ ُإلي ُلياَ ُلرَهَسولل ُ إ‬،‫ت ُلذلإلك‬ َ‫لفإِإلذا ُلفلعحل ه‬
‫احللجلنلة ُإبلرَححلمإتإه‬
Artinya:ُ Tigaُ halُ yangُ menjadikanُ seseorangُ akanُ dihisabُ Allahُ denganُ mudahُ danُ akanُ
dimasukkanُ keُ surgaُ denganُ Rahmat-Nya.ُ Sahabatُ bertanya,ُ bagiُ siapaُ ituُ wahaiُ
Rasulullahُ shallallahu ‘alaihi wasallam?ُ Nabiُ bersabda:ُ Engkauُ memberiُ orangُ yangُ
menghalangimu,ُ engkauُ memaafkanُ orangُ yangُ mendzalimimu,ُ danُ engkauُ menjalinُ
persaudaraanُ denganُ orangُ yangُ memutuskanُ silaturrahimُ denganmu.ُ Sahabatُ bertanya,ُ jikaُ
sayaُ melakukannya,ُ apaُ yangُ sayaُ dapatُ wahaiُ Rasulullahُ shallallahu ‘alaihi wasallam?ُ Nabiُ
bersabda:ُ engkauُ akanُ dihisabُ denganُ hisabُ yangُ ringanُ danُ Allahُ akanُ memasukkanmuُ keُ
surgaُ denganُ rahmat-Nya.ُ ُ

Mengenaiُ pentingnyaُ silaturrahim,ُ terdapatُ sebuahُ ceritaُ dariُ Imamُ Ashbihaniُ yangُ termaktubُ
dalamُ kitabُ Irsyadulُ Ibadُ halamanُ 94,ُ suatuُ ketikaُ sahabatُ dudukُ diُ sisiُ Nabiُ
Muhammadُ shallallahu ‘alaihi wasallam,ُ Kemudianُ Nabiُ bersabda:ُ tidakُ bolehُ dudukُ denganُ
kamiُ orangُ yangُ memutuskanُ silaturrahim,ُ kemudianُ seorangُ pemudaُ keluarُ dariُ halaqoh,ُ
pemudaُ tersebutُ mendatangiُ bibinyaُ untukُ menyelesaikanُ sesuatuُ masalahُ diُ antaraُ
keduanya,ُ kemudianُ bibinyaُ memintaُ maafُ terhadapُ pemudaُ tersebut.ُ Setelahُ urusanُ selesai,ُ
pemudaُ kembaliُ keُ halaqoh,ُ kemudianُ Nabiُ Muhammadُ shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:ُ
sesungguhnyaُ rahmatُ Allahُ tidakُ akanُ turunُ padaُ suatuُ kaum,ُ yangُ diُ dalamnyaُ terdapatُ orang
yangُ memutuskanُ persaudaraan.ُ
Keempat,ُ menjalankanُ shalatُ malamُ ketikaُ banyakُ orangُ telahُ tidurُ terlelap.ُ Shalatُ malamُ
menjadiُ shalatُ yangُ spesialُ karenaُ dilakukanُ diُ waktuُ banyakُ orangُ beristirahatُ danُ lalaiُ dariُ
berdzikirُ kepadaُ Allahُ subhanahu wata‘ala.ُ Shalatُ malamُ jugaُ menjadiُ indikasiُ seseorangُ jauhُ
dariُ riya’ُ danُ pamerُ dalamُ beribadah,ُ karenaُ diُ waktuُ iniُ banyakُ orangُ beristirahat.ُ Sehinggaُ
bagiُ orangُ yangُ menjalankanُ ibadahُ diُ waktuُ malamُ mendapatkanُ ganjaranُ yangُ lebih,ُ
terutamaُ olehُ Nabiُ disabdakanُ sebagaiُ orangُ yangُ akanُ masukُ surgaُ denganُ tanpaُ kesulitan.ُ
Nabiُ jugaُ bersabda:ُ “Seutama-utamaُ puasaُ setelahُ ramadhanُ adalahُ puasaُ diُ bulanُ
Muharram,ُ danُ seutama-utamaُ shalatُ sesudahُ shalatُ wajibُ adalahُ shalatُ malam.”ُ (HR.ُ Muslimُ
No.ُ 1163)

Menebarkanُ salamُ danُ kedamaian,ُ memberikanُ makanan,ُ menjalinُ persaudaraan,ُ danُ shalatُ
malamُ adalahُ anjuranُ dariُ Nabiُ Muhammadُ shallallahu ‘alaihi wasallam,ُ agarُ kitadapatُ
menggapaiُ surgaُ denganُ tanpaُ kesulitanُ danُ tanpaُ banyakُ rintangan.ُ Jikaُ kitaُ konsistenُ danُ
istiqamahُ denganُ anjuranُ Nabiُ tersebut,ُ Allahُ akanُ memberikanُ kitaُ pertolonganُ untukُ
mengerjakanُ kebaikanُ danُ menjauhiُ perbuatanُ yangُ kurangُ menyenangkan,ُ sehinggaُ diُ akhirُ
hayatُ kitaُ mendapatkanُ kematianُ yangُ husnulُ khotimah.ُ Allâhumma Âmîn.ُ

Perluُ diingat,ُ Nabiُ yangُ telahُ dijaminُ masukُ surgaُ olehُ Allahُ subhanahu wata‘ala selaluُ giatُ
dalamُ beribadahُ kepadaُ Allahُ subhanahu wata‘ala.ُ Dalamُ kehidupanُ diُ tengahُ masyarakat,ُ
Nabiُ ُ selaluُ baikُ hati,ُ riangُ danُ sopanُ terhadapُ semuaُ orang.ُ Nabiُ shallallahu ‘alaihi
wasallam selaluُ yangُ lebihُ duluanُ memberikanُ salam,ُ sekalipunُ kepadaُ anak-anakُ danُ paraُ
sahaya.ُ Nabiُ selaluُ memberikanُ apaُ yangُ dimilikiُ kepadaُ paraُ sahabatnya,ُ walaupunُ beliauُ
sendiriُ dalamُ keadaanُ kekurangan.ُ Nabiُ selaluُ bersilaturrahimُ danُ memaafkanُ terhadapُ setiapُ
orang,ُ walaupunُ terhadapُ orangُ yangُ pernahُ memusuhinya,ُ danُ Nabiُ selaluُ menjalankanُ
shalatُ malam,ُ hinggaُ keduaُ telapakُ kakiُ beliauُ membengkak.ُ Semogaُ kitaُ semuaُ dapatُ
mencontohُ prilakuُ danُ ajaranُ Nabiُ Muhammadُ shallallahu ‘alaihi wasallam.

:‫ِ ُلوأحدلخلللناَ ُوإإلياَكم ُإفي ُهَزحملرَإة ُإعلباَإدإه ُالهَم حؤإمإنحيلن‬،‫ا ُلوإلياَكم ُإملن ُاللفاَإئإزين ُالإمإنين‬ َ‫لجلعللناَ ُ ه‬
‫ ُلياَ ُألييلهاَ ُاللإذيلن ُآلمهَنوا ُالتهَقوا‬:‫حيحم‬
‫ا ُاللرَححماَإن ُاللرَ إ‬ ‫ل ُإملن ُاللشحيطاَإن ُاللرَ إ‬
‫ِ ُإبحسإم ُ إ‬،‫جيحم‬ ‫أهَعوهَذ ُإباَ إ‬
‫ ُ ل ل‬
‫ا ُلوهَقوهَلوا ُلق حودل ُلسإديددا‬
‫ ُإينهَه‬.‫ت ُوإذحكإرَ ُاللحإكحيإم‬
‫ِ ُلولنلفلعإنحي ُلوإإيياَهَكحم ُإباَلياَ إ‬،‫ا ُلإحي ُلولكحم ُإفي ُالقهَحرَآإن ُاللعإظحيإم‬ َ‫ك ُ ه‬‫باَ للرَ ل‬
‫ححيمم‬
‫ف ُلرَ إ‬ ‫لتعاَ لللىَ ُلجيوامد ُلكإرَحيمم ُلملإ م‬
‫ك ُلبررَ ُلرَهَؤ حو م‬
I

‫ِ ُألحشلههَد ُألحن‬،‫ِ ُلوألحفلهلملناَ ُإبلشإرَحيلعإة ُاللنإبيي ُاللكرَيإم‬،‫ل ُايلذيِ ُلهلدالناَ ُهَسهَبلل ُاليسللإم‬ ‫ل ُحاللححمهَد ُ إ‬ ‫حاللححمهَد ُ إ‬
َ‫ِ ُلوألحشلههَد ُألين ُلسليلدلناَ ُلولنإبليلنا‬،‫ِ ُهَذو ُحاللجلإل ُلوالحكرَام‬،‫لل ُإاللله ُإإلل ُا ُلوححلدهَه ُل ُلشإرَيك ُلله‬
‫صلل ُو ُلسللحم ُلوباَإرَحك ُلعللىَ ُلسليإدناَ ُهَملحيمدَّد ُوعلىَ ُاله‬ ‫ِ ُالليهَهلم ُ ل‬،‫هَملحلمددا ُلعحبهَدهَه ُلو ُلرَسوهَله‬
‫ِ ُأوصيكم ُو‬،‫ ُفياَيهاَ ُالخوان‬:‫ِ ُأماَ ُبعد‬،‫صحاَإبإه ُلواللتاَإبعيلن ُإبإِححساَإن ُإللىَ ُلي حوإم ُاللدين‬ ‫وأ ح‬
‫ ُأعوذ‬:‫ِ ُقاَل ُا ُتعاَلىَ ُفي ُالقرَان ُالكرَيم‬،‫نفسي ُبتقوىَ ُا ُوطاَعته ُلعلكم ُتفلحون‬
‫ ُلياَ ُألييلهاَ ُاللإذيلن ُآللمهَنوا ُالتهَقوا ُا‬:‫ِ ُبسم ُا ُالرَحماَن ُالرَحيم‬،‫باَل ُمن ُالشيطاَن ُالرَجيم‬
‫صلإحح ُللهَكحم ُألحعلماَللهَكحم ُلوليحغإفحرَ ُللهَكحم ُهَذهَنولبهَكحم ُلولمحن ُهَيإطإع ُا ُلولرَهَسوللهَه‬ ‫ِ ُهَي ح‬،‫لوهَقوهَلوا ُلق حودل ُلسإديددا‬
‫ل ُلتهَم حوهَتلن‬ ‫ا ُلحلق ُهَتلقاَإتإه ُلو ل‬ ‫لفلقحد ُلفاَلز ُلف حودزا ُلعإظيدماَ ُوقاَل ُتعاَلىَ ُلياَ ُالييلهاَ ُاللإذحيلن ُآلمهَن حوا ُالتقهَ حوا ُ ل‬
‫ل ُلوألحنهَتحم ُهَمحسلإهَم حولن‬
‫إإ ل‬.
‫صدق ُا ُالعظيم‬
Jamaahُ Jumatُ rahimakumullah,

Allahُ subhânahu wata’âlâ dalamُ Suratُ Luqman,ُ ayatُ 12,ُ berfirman:ُ

‫ألإن ُاحشهَكحرَ ُ إ‬
‫ل ُلولمن ُليحشهَكحرَ ُلفإِإلنلماَ ُليحشهَكهَرَ ُلإلنحفإسإه‬
Artinya:ُ "Bersyukurlahُ kepadaُ Allah.ُ Danُ barangsiapaُ yangُ bersyukurُ (kepadaُ Allah),ُ makaُ
sesungguhnyaُ iaُ bersyukurُ untukُ dirinyaُ sendiri.”ُ

Allahُ subhânahu wata’âlâ memerintahkanُ ُ agarُ kitaُ semuaُ bersyukurُ kepada-Nya.ُ Perintahُ iniُ
tidakُ berartiُ bahwaُ Allahُ membutuhkanُ ungkapanُ syukurُ dariُ manusia.ُ Tanpaُ manusiaُ
bersyukurُ kepada-Nya,ُ Allahُ tetaplahُ Tuhanُ yangُ Mahaُ Kaya,ُ Terpujiُ ُ danُ Berkuasaُ atasُ
seluruhُ alamُ ini.ُ ُ Perintahُ syukurُ ituُ ُ sesungguhnyaُ untukُ kepentinganُ danُ kebaikanُ manusiaُ
sendiriُ ُ sebabُ Allahُ akanُ menambahُ nikmat-Nyaُ kepadaُ manusiaُ apabilaُ manusiaُ bersyukurُ
kepada-Nyaُ sebagaimanaُ ditegaskanُ dalamُ suratُ ُ Ibrahim,ُ ayatُ 7:ُ

‫ ُللإئحن ُلشلكحرَهَتحم ُللإزيلدلنهَكحم ُلوللإئحن ُلكلفحرَهَتحم ُإإلن ُلعلذاإبي ُلللشإديمد‬


Artinya:ُ "Sesungguhnyaُ jikaُ kamuُ bersyukur,ُ pastiُ Kamiُ akanُ menambahُ (ni`mat)ُ kepadamu,ُ
danُ jikaُ kamuُ mengingkariُ (ni`mat-Ku),ُ makaُ sesungguhnyaُ azab-Kuُ sangatُ pedih".

Jikaُ kitaُ ingkarُ atasُ nikmat-nimat-Nya,ُ makaُ Allahُ akanُ memberikanُ adzabُ yangُ pedihُ atauُ
sanksiُ yangُ berat.ُ ُ Adzabُ dariُ Allahُ subhânahu wata’âlâ bisaُ berupaُ siksaanُ diُ nerakaُ kelak.ُ
Bisaُ jugaُ berupaُ guncanganُ mentalُ yangُ membuatُ hidupُ diُ duniaُ iniُ tidakُ tenang.ُ Tentunyaُ
dapatُ kitaُ saksikanُ danُ rasakanُ bagaimanaُ orang-orangُ yangُ tidakُ bersyukurُ kepadaُ Allah.ُ
Merekaُ mudahُ merasaُ iriُ atasُ nikmatُ yangُ diterimaُ orangُ lain.ُ Mengeluhُ danُ merasaُ takُ puasُ
denganُ apaُ yangُ telahُ adaُ seringkaliُ menghinggapiُ mereka.ُ Halُ sepertiُ iniُ sudahُ pastiُ
membuatُ merekaُ hidupُ dalamُ ketidakُ tenteraman.ُ Akibatُ selanjutnyaُ merekaُ bisaُ mengalamiُ
stresُ berkepanjangan.ُ ُ

Jamaahُ Jumatُ rahimakumullah,


Bersyukurُ kepadaُ Allahُ subhânahu wata’âlâُ sesungguhnyaُ tidakُ cukupُ kalauُ hanyaُ
mengucapkanُ “alhamdulillah”ُ sajaُ sebabُ setidaknyaُ adaُ tigaُ caraُ mengungkapkannyaُ sebagaiُ
berikut:ُ

1. Melalui Aktivitas Lisan

Dalamُ aktivitasُ lisanُ ini,ُ ucapanُ “alhamdulillah”ُ adalahُ halُ minimalُ yangُ harusُ kitaُ lakukan.ُ
Aktivitasُ lainُ adalahُ berkataُ yangُ baik-baik.ُ Orangُ yangُ bersyukurُ kepadaُ Allahُ akanُ selaluُ
menjagaُ lisannyaُ dariُ ucapan-ucapanُ yangُ tidakُ baik.ُ Merekaُ akanُ selaluُ berhati-hatiُ danُ
berusahaُ untukُ tidakُ mengatakanُ sesuatuُ yangُ membuatُ orangُ lainُ tersakitiُ hatinya.ُ Orang-
orangُ yangُ bersyukurُ tidakُ berkeberatanُ untukُ memintaُ maafُ atasُ kesalahannyaُ sendiriُ
kepadaُ orangُ lainُ sebagaimanaُ merekaُ jugaُ tidakُ berkeberatanُ memaafkanُ kesalahanُ orangُ
lain.ُ Kepadaُ Allahُ SWT,ُ merekaُ senantiasaُ bersegeraُ memohonُ ampunanُ kepada-Nya.ُ Halُ iniُ
sesuaiُ denganُ perintahُ Allahُ SWTُ dalamُ Suratُ Aliُ Imran,ُ ayatُ 133:ُ

‫لولساَإرَهَعوحا ُإإللىَ ُلمحغإفلرَدَّة ُلمن ُلرَلبهَكحم‬


Artinya:ُ ُ “Danُ bersegeralahُ kamuُ kepadaُ ampunanُ dariُ Tuhanmu”

Memohonُ ampun,ُ baikُ kepadaُ Allahُ SWTُ maupunُ kepadaُ sesamaُ manusiaُ memangُ tidakُ
perluُ ditunda-tunda.ُ Lebihُ cepatُ tentuُ lebihُ baik.ُ Betapaُ banyakُ kerugianُ yangُ timbulُ akibatُ
macetnyaُ hubunganُ atauُ silaturrahimُ antarُ sesamaُ saudara,ُ kawanُ danُ relasi,ُ gara-garaُ
persoalanُ maaf-memaafkanُ belumُ terselesaikan.ُ

2. Melalui Aktivitas Hati

Dalamُ aktivitasُ hatiُ ini,ُ bagaimanaُ mengelolaُ hatiُ menjadiُ halُ sangatُ penting.ُ Aktivitasُ hatiُ
terkaitُ denganُ syukurُ bisaُ diwujudkanُ dalamُ bentukُ perasaanُ senang,ُ ikhlasُ danُ relaُ denganُ
apaُ sudahُ yangُ ada.ُ Orang-orangُ bersyukurُ tentuُ lebihُ mudahُ mencapaiُ bahagiaُ dalamُ
hidupnyaُ terlepasُ apakahُ merekaُ termasukُ orangُ suksesُ atauُ belumُ sukses.ُ Syukurُ tidakُ
mensyaratkanُ suksesُ dalamُ hidupُ iniُ sebabُ kenikmatanُ yangُ diberikanُ Allahُ SWTُ kepadaُ
manusiaُ takkanُ pernahُ bisaُ dihitung.ُ Manusiaُ takkanُ pernahُ mampuُ menghitungُ seluruhُ
kenikmatanُ yangُ telahُ diberikanُ Allahُ SWTُ kepadaُ setiapُ hamba-Nya.ُ Allahُ dalamُ suratُ Ar-
Rahman,ُ ayatُ 13,ُ bertanyaُ kepadaُ manusia:

‫لفإبأ ل ل‬
‫يِ ُآلءا ُلرَلبهَكلماَ ُهَتلكلذلباَإن‬
“Nikmatُ Tuhanmuُ yangُ manakahُ yangُ kamuُ dustakan?”

Ayatُ tersebutُ diulangُ berkali-kaliُ dalamُ ayat-ayatُ berikutnyaُ dalamُ suratُ yangُ sama,ُ yakniُ Ar-
Rahman.ُ Pengulanganُ iniُ tentuُ bukanُ tanpaُ maksud.ُ Allahُ menantangُ kepadaُ manusiaُ untukُ
jujurُ dalamُ membacaُ dangُ menghitungُ kenikmatanُ yangُ telahُ Diaُ berikan.ُ Bagaimanaُ kitaُ bisa
bisaُ bernapas,ُ bagaimanaُ kitaُ bisaُ melihatُ danُ mendengarُ sertaُ bagaimanaُ kitaُ bisaُ
merasakanُ denganُ pancaُ inderaُ kita?ُ Dariُ pertanyaan-pertanyaanُ sepertiُ ituُ sajaُ kitaُ sudahُ
tidakُ mampuُ menghitungُ berapaُ kenimatanُ yangُ terlibatُ diُ dalamnya.ُ Makaُ barangsiapaُ tidakُ
bersyukurُ kepadaُ Allah,ُ sesungguhnyaُ diaُ telahُ kufurُ atauُ mengingkariُ kenikmatan-kenikmatan
yangُ telahُ diterimanyaُ dariُ Allahُ ُ SWT.

Jamaahُ Jumatُ rahimakumullah,


Orang-orangُ yangُ bersyukurُ kepadaُ Allahُ tentuُ memilikiُ jiwaُ yangُ ikhlasُ dalamُ melakukanُ danُ
menerimaُ sesuatu.ُ Orang-orangُ yangُ bersyukurُ tentuُ tidakُ sukaُ berkeluhُ kesahُ atasُ
kekurangan-kekuranganُ atauُ hal-halُ tidakُ menyenangkannya.ُ Orang-orangُ bersyukurُ tentuُ
lebihُ sabarُ daripadaُ merekaُ yangُ tidakُ bersyukur.ُ Memangُ untukُ bisaُ bersyukurُ kitaُ perluُ
kesabaran.ُ Untukُ bersabarُ kitaُ perluُ keikhlasan.ُ Denganُ kataُ lain,ُ syukur,ُ sabarُ danُ ikhlasُ
sesungguhnyaُ salingُ berkaitan.ُ Makaُ dalamُ ilmuُ tasawuf,ُ syukurُ adalahُ suatuُ maqomُ atauُ
tingkatanُ yangُ sangatُ tinggiُ yangُ hanyaُ bisaُ dicapaiُ olehُ merekaُ yangُ telahُ berhasilُ mencapaiُ
kompetensiُ tinggiُ dalamُ halُ spiritualitas.ُ Dariُ sinilahُ kemudianُ munculُ konsepُ kecerdasanُ
spiritual.ُ ُ Kecerdasanُ iniُ hanyaُ bisaُ dicapaiُ melaluiُ latihan-latihanُ yangُ seringُ disebutُ denganُ
riyadhah.ُ Halُ iniُ berbedaُ denganُ kecerdasanُ intelektualُ yangُ bisaُ diterimaُ seseorangُ ُ secaraُ
genetisُ tanpaُ melauiُ latihan-latihanُ tertentu.ُ

3. Melalui Aktivitas Fisik

Aktivitas ُ fisik ُ atau ُ perbuatan ُ nyata ُ terkait ُ dengan ُ syukurُ ُ bisa ُ diwujudkan ُ dalam ُ berbagai
bentuk,ُ baikُ melibatkanُ orangُ lainُ atauُ hanyaُ melibatkanُ diriُ sendiri.ُ Yangُ terkaitُ denganُ orang
lainُ misalnyaُ sepertiُ berbagiُ rejeki,ُ ilmuُ pengetahuan,ُ kegembiraanُ danُ sebagainya.ُ ُ

Jamaahُ Jumatُ rahimakumullah,

Dalam ُ hidup ُ bermasyarakat, ُ kita ُ sering ُ menerima ُ udangan ُ syukuran. ُ Ini ُ adalah ُ contoh
syukuranُ dalamُ bentukُ perbuatanُ nyataُ dimanaُ yangُ punyaُ hajatُ berbagiُ rejekiُ kepadaُ para
tamuُ denganُ memberikanُ jamuanُ makanُ danُ minum.ُ Jamuanُ iniُ menjadiُ sedekahُ yangُ tentu
saja ُ bernilai ُ pahala. ُ Undangan-undangan ُ semacam ُ ini ُ tentu ُ memilki ُ dasar ُ yang ُ kalau ُ kita
telusuriُ akanُ kitaُ temukanُ dalamُ Alُ Qur’an,ُ Suratُ Adh-Dhuha,ُ ayatُ 11
‫لوأللماَ ُإبإنحعلمإة ُلرَلب ل‬
‫ك ُلفلحلد ح‬
‫ث‬
Artinya:ُ “Danُ terhadapُ ni`matُ Tuhanmu,ُ makaُ hendaklahُ kamuُ siarkan.”
Perintahُ berbagiُ kenikmatanُ denganُ orangُ lainُ dapatُ ditelusurُ salahُ satunyaُ ُ melaluiُ ayatُ ini
denganُ maksudُ agarُ merekaُ jugaُ ikutُ merasakanُ kebahagiaanُ yangُ kitaُ rasakan.ُ Iniُ sering
disebutُ denganُ tahadduts binni’mah.ُ Tentuُ sajaُ tahadduts binni’mah iniُ baik.ُ Hanyaُ sajaُ perlu
diingatkanُ agarُ pelaksanaannyaُ tidakُ berlebihanُ danُ harusُ dilakukanُ denganُ niatُ ikhlas.ُ Yang
dimaksudُ denganُ ikhlasُ disiniُ adalahُ tidakُ adaُ niatُ lainُ kecualiُ hanyaُ untukُ beribadahُ kepada
Allahُ SWT.ُ Niat-niatُ lainُ sepertiُ keinginanُ untukُ pamerُ atauُ riya’ُ atasُ apaُ yangُ telahُ dicapai
sebagaiُ keberhasilanُ harusُ benar-benarُ dihindariُ sebabُ riya’ُ merupakanُ akhlakُ yangُ tercela
yangُ justruُ bisaُ menjauhkanُ kitaُ dariُ Allahُ SWT.ُ

Jamaahُ Jumatُ rahimakumullah,

Ungakapan ُ syukur ُ dalam ُ bentuk ُ perbuatan ُ nyata ُ dan ُ hanya ُ melibatkan ُ diri ُ sendiri ُ bisa
diwujudkan ُ dalam ُ bentuk ُ meningkatkan ُ intensitas ُ beribadah. ُ Hal ُ ini ُ biasa ُ dilakukan ُ Nabi
Muhammad ُ SAWُ secara ُ istiqamah ُ dalamُ kehidupan ُ sehari-harinya. ُ Walaupun ُ beliau ُ sudah
dijaminُ masukُ surga,ُ ُ beliauُ tetapُ rajinُ beribadahُ melebihiُ siapapunُ diُ duniaُ iniُ hinggaُ kedua
kakiُ beliauُ bengkak-bengkak.ُ Semuaُ iniُ beliauُ lakukanُ sebagaiُ pengakuanُ danُ ungkapanُ rasa
syukurُ atasُ semuaُ kenikamatanُ yangُ beliauُ terimaُ dariُ Allahُ SWT.ُ ُ Sekaliُ lagi,ُ Syukurُ memang
sebuah ُ tingkatan ُ yang ُ sangat ُ tinggi ُ di ُ sisi ُ Allah ُ SWT. ُ Allah ُ menyukai ُ orang-orang ُ yang
senantiasaُ bersyukurُ kepada-Nya.ُ ُ

Mudah-mudahanُ kitaُ semuaُ selaluُ diberi-Nyaُ kemudahanُ untukُ bersyukurُ kepadaُ Allahُ SWT
dan ُ dicatat ُ sebagai ُ hamba-hamba-Nya ُ yang ُ bersyukur. ُ Semoga ُ pula ُ kelak ُ di ُ akherat ُ kita
semuaُ akanُ dukumpulkanُ denganُ paraُ syakirin.ُ Amin, amin ya rabbal alamin.
‫ا ُلوإلياَكم ُإملن ُاللفاَإئإزين ُالإمإنين‪ُ ِ،‬لوأحدلخلللناَ ُوإإلياَكم ُإفي ُهَزحملرَإة ُإعلباَإدإه ُالهَمحؤإمإنحيلن ُ‪ُ :‬أعوذ ُباَل ُمن ُالشيطاَن‬
‫لجلعللناَ ُ هَ‬
‫ا ُلوهَقوهَلوا ُلقحودل ُلسإديددا‬ ‫ ُالرَجيم‪ُ ِ،‬بسم ُا ُالرَحمن ُالرَحيم‪ُ :‬لياَ ُألييلهاَ ُاللإذيلن ُآلمهَنوا ُالتهَقوا ُ ل ل‬

‫ت ُوإذحكإرَ ُاللحإكحيإم‪ُ ُ .‬إينهَه ُلتعاَ لللىَ ُلجيوامد ُلكإرَحيمم ُلملإ م‬


‫ك ُلبررَ‬ ‫ا ُلإحي ُلولكحم ُإفي ُالقهَحرَآإن ُاللعإظحيإم‪ُ ِ،‬لولنلفلعإنحي ُلوإإيياَهَكحم ُإباَلياَ إ‬ ‫باَ للرَ ل‬
‫ك ُ هَ‬
‫ححيمم‬ ‫لرَهَؤحو م‬
‫ف ُلرَ إ‬

‫‪Naskah Khutbah Jum’at:‬‬


‫”‪“REFLEKSI MAKNA PERJALANAN HIDUP MANUSIA‬‬
‫‪Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.‬‬
‫‪(Disampaikan di Masjid Jami’ Al-Ikhlash Dukuhjeruk, Kec. Karangampel,‬‬
‫)‪Kab. Indramayu,Tanggal 21 Maret 2014 M/19 Jumadil Awal 1435 H‬‬

‫‪Khutbah Pertama:‬‬

‫صطأأفىَّ ْبممن ْبعأباَبدبه ْاَلرسسأل ْأواَلأنمبيسأساَأء‪ْ َ،‬بببسمم ْنأستأ أسسسسىَّ‬ ‫ب ب‬


‫اَأملأممسد ْل ْاَلسذمي ْأخلأأق ْاَملأملأق ْأوقأسدأر ْاَلأمشأياَأء‪ْ َ،‬أواَ م‬
‫أونأسمقتأسبدي‪ْ َ،‬أوببسسأداَسهمم ْنأسمهتأسبدي‪ْ َ،‬أمحأسسدسه ْسسسمبأحاَنأسه ْأوتَأسأعسساَأل ْببسأساَ ْسهسأو ْلأسسه ْأمهسلل ْبمسأن ْاَلأممسبد ْأوأسثمبنسس ْأعلأميسبه‪َ،‬‬
‫ي ْلأسسه‪ْ َ،‬أمشسأهسد ْأمن ْلأ‬ ‫ض لبمله ْفأ أ ب‬ ‫وسأوبمن ْببه ْوأتَأسوسكل ْعلأيبه‪ْ َ،‬من ْيسهسبدبه ْاَلسس ْفأ أ ب‬
‫ل ْأهساَد أ‬ ‫ل ْسمضسسل ْلأسسه ْأوأمسمن ْيس م س‬ ‫س‬ ‫أ س أ أ س أ م أ م أم‬
‫ك ْلأسسه‪ْ َ،‬أوأمشسأهسد ْأسن ْأسسيأدأناَ ْأونأبيسسنسأساَ ْسمأسمسدداَ ْأعمبسسدسه ْأوأرسسسمولسسه ْأل ْنأب س‬
‫بسس ْبأسمعسأدسه‪َ،‬‬ ‫إبلأسأه ْإبلس ْاَلسسس ْأومحسأدسه ْأل ْأشسبريم أ‬
‫ب ب‬ ‫ب بب‬ ‫ب‬
‫صسسلىَّ ْاَلسس‬ ‫ي‪ ْ َ،‬أ‬ ‫ي‪ْ َ،‬أوأجأعأل ْبرأساَلأتأسه ْأرمحأدة ْلملأعسساَلأم م أ‬ ‫أنمسأزأل ْأعلأميه ْأربرهس ْاَلمسقمرآْأن ْاَلمسمب م أ‬
‫ي‪َ,‬نْ ْسهددىً ْأونسسمودراَ ْلملسممؤمن م أ‬
‫ي ْألسسمم ْببإمحأسسساَنن ْإبألس‬ ‫ب‬ ‫وسسلسم ْعلأيسبه ْوعلسأسىَّ ْسسساَئببر ْاَلأنمبيسساَبء ْواَلممرسسلبي‪َ,‬نْ ْوآْبل ْسكسلل ْواَل س ب‬
‫صسأحاَبأة ْأواَلتسسساَبع م أ‬ ‫أ‬ ‫أ أ سم أ مأ أ‬ ‫أ أ أ أم أأ أ‬
‫ل ْأوأطاَأعتببه ْلأأعلسسكمم ْتَسسمفلبسحموأن‪ِ.‬‬ ‫ل ْأسوبصيسكم ْونأسمفبسي ْببتأسمقوىً ْاَ ب‬ ‫يسوبم ْاَليديبن‪ْ ِ.‬أسماَ ْبسعسد‪َ,‬نْ ْفأسياَ ْبعباَد ْاَ ب‬
‫أم أ أ أ م م أ م أ‬ ‫م‬ ‫أم م‬
‫‪Hadirin Jama’ah Jum’at rahimakumullah,‬‬
‫‪Seiring roda kehidupan yang terus berputar, jumat demi jumat pun berlalu, seiring itu pula khutbah demi khutbah‬‬
‫‪telah sering kita dengarkan, sebagai satu ikhtiar bagi kita untuk menasehati diri agar senatiasa patuh dan tunduk‬‬
‫‪kepada Allah Sang Pencipta. Melalui khutbah-khutbah itu pula, kesadaran kita seringkali muncul seketika,‬‬
‫‪disertai tekad untuk menjadi hamba-Nya yang benar-benar taat. Namun, padatnya rutinitas dengan berbagai‬‬
‫‪persoalan yang kita hadapi sehari-hari, acap kali membuat kesadaran dan tekad itu pelan-pelan luntur bahkan‬‬
‫‪sirna. Oleh sebab itulah, melalui mimbar jumat ini, marilah kita berupaya secara lebih sungguh-sungguh‬‬
‫‪memperbaharui iman dan ketaqwaan kita kepada Allah, memperbaiki kembali komitmen kita kepada Allah yang‬‬
‫‪sering kita nyatakan berulang kali namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang mestinya selalu menyertai‬‬
‫‪setiap perjalanan hidup kita, sebagaimana yang selalu kita lafalkan di dalam shalat:‬‬

‫ت ْأوأنسأساَ ْبم سأن‬ ‫ك ْلأسه ْوبسأذاَلب أ ب‬ ‫ب‬ ‫إبسن ْص سلأبت ْونسس سبكي ْوأمميسساَي ْوأمسأساَبت ْ ب‬
‫ك ْأسم سمر س‬ ‫ي‪َ,‬نْ ْأل ْأش سبريم أ س أ‬
‫ب ْاَلمأعسساَلأم م أ‬
‫لسس ْأر ي‬ ‫أ مأ س م أ أ أأ م‬
‫ي‪ِ.‬‬ ‫بب‬
‫اَلمسممسلم م أ‬
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada satu
pun sekutu bagi-Nya, demikianlah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”

Kaum Muslimin Jamaah Jum’at yang berbahagia,


Al-Imam Abul Fida’ Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimasyqi, atau yang lebih
dikenal dengan nama Imam Ibnu Katsir, seorang ahli tafsir ternama, ahli hadits, sejarawan serta ahli fiqih besar
abad ke-8 H, menerangkan di dalam tafsirnya, bahwa suatu ketika Umar bin Khathab RA bertanya kepada
seorang sahabat bernama Ubay bin Ka’ab RA tentang “taqwa”. Walaupun istilah taqwa tersebut merupakan
sesuatu yang sudah sangat mereka ketahui, namun bertanya satu sama lain di antara mereka dalam rangka
lebih mendalami maknanya adalah hal yang sangat lumrah dan mereka sukai. Ubay bin Ka’ab lalu balik
bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau melewati jalan yang penuh duri?”, Umar bin Khathab menjawab, "Ya,
saya pernah melewatinya”. Kemudian Ubay bertanya lagi: “Apa yang akan engkau lakukan saat itu?”. Umar
menjawab: “Saya akan berjalan dengan sangat berhati-hati, agar tak terkena duri itu” . Lalu Ubay berkata: “Itulah
takwa”.

Dari riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa taqwa adalah kewaspadaan diri, rasa
takut kepada Allah, kesiapan diri, kehati-hatian agar tidak mudah terjebak dalam duri-duri syahwat dansyubhat di
tengah perjalanan menuju Allah, menghindarkan diri dari perbuatan syirik, dan sekuat tenaga meninggalkan
perbuatan maksiat dan dosa, serta berjuang sungguh-sungguh dalam mentaati dan melaksanakan perintah-
perintah Allah dengan hati yang tunduk dan ikhlas.

Hadirin Jama’ah Jum’at rahimakumullah,


Setiap orang yang beriman pasti menyadari bahwa kehidupan di muka bumi ini bukanlah tanpa batasan waktu.
Setiap orang menjalani kehidupan sesuai “kontraknya” masing-masing dalam batas waktu yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT. Umur manusia berbeda satu dengan lainnya, begitu pun amal dan perbuatannya. Setiap
mukmin akan menyadari bahwa ia tidak akan selamanya hidup dan tinggal di dunia ini; bahwa keberadaannya di
alam ini hakikatnya sedang menempuh proses perjalanan panjang menuju kehidupan akhirat yang kekal dan
hakiki. Sikap yang demikian sungguh sangat berbeda dan bertolak belakang dengan sikap orang-orang yang
hakikatnya tidak beriman. Sebagaimana hal ini disinggung dalam firman Allah SWT:

َّ‫خيسلر ْأوأأبمسأقى‬ ‫ب‬ ‫ب‬


‫ِ ْأواَلخأرسة ْ أ م‬.َ‫بأمل ْتَسسمؤثسروأن ْاَملأأياَأة ْاَلردنمسأيا‬
"Akan tetapi kalian (orang-orang yang ingkar) justeru lebih memilih kehidupan duniawi. Padahal sungguh
kehidupan akhirat itu jauh lebih baik dan kekal. (QS. al-A’la: 16-17).

Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,


Terkait bagaimana seharusnya kita memanfaatkan hidup, jika kita membuka lembaran kisah-kisah ulama salafus
shalih terdahulu, kita akan menemukan karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam
konteks keilmuan misalnya, di antara mereka ada yang konsen pada bidang kajian tafsir, hadits, fiqih, akhlak,
tasawuf, dan berbagai macam kajian ilmu lainnya. Namun, satu titik persamaan yang dapat kita temukan dari
berbagai macam amal kajian yang digeluti para ulama tersebut, adalah ketulusan dan kesungguhan hati mereka
dalam beramal demi memberikan sumbangan terbaik untuk mendidik kehidupan manusia. Sebuah amal yang
tidak hanya bersifat pengabdian diri secara personal antara seorang hamba dengan Tuhannya ( ibadah
munfaridah), namun juga memiliki nilai manfaat yang luar biasa bagi umat manusia dan generasi setelahnya
hingga sekarang (ibadah ijtima’iyah). Dalam hal ini, kiranya patut kita renungkan kembali firman Allah berikut:

ْ ‫ك ْبمأن ْاَلردنمسأياَ ْأوأمحبسمن ْأكأماَ ْأمحأسأن ْاَللسسه‬ ‫واَبستأبغ ْبفيماَ ْآْأتَاَأك ْاَللسه ْاَلسداَر ْاَلبخرأة ْول ْتَأسمنس ْنأ ب‬
‫صيبأ أ‬ ‫أ‬ ‫س أ أ أ‬ ‫أم أ‬
‫ب ْاَلمسممفبسبديأن‬‫ض ْإبسن ْاَللسأه ْل ْ سبي ر‬ ‫إبلأمي أ‬
‫ك ْأول ْتَأسمببغ ْاَلمأفأساَأد ْبف ْاَلمر ب‬
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu berupa (kebahagiaan) akhirat, dan janganlah kamu
melupakan nasibmu di dunia; berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash: 77).

Hadirin yang dirahmati Allah,


Dari ayat ini kita dapat menggali beberapa point penting tentang prinsip-prinsip yang perlu kita pedomani dalam
menjalani kehidupan di muka bumi:

Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan akherat. Prinsip ini menganjurkan kita agar dalam melaksanakan
urusan-urusan duniawi, hendaknya selalu dibarengi dengan mempertimbangkan nilai-nilai ukhrawi. Dalam hal
ini, penting dipahami bahwa mengutamakan kebahagiaan akherat bukan berarti mengabaikan sama sekali
persoalan duniawi. Artinya, dalam melakukan aktifitas apapun di dunia ini, dalam pekerjaan dan profesi apapun,
hendaknya semua itu kita landasi atas dasar ibadah kepada Allah SWT demi meraih ridho-Nya dan berharap
kebahagiaan kelak di akhirat. Dengan prinsip ini, maka segala prilaku dan usaha kita di dunia, apapun
bentuknya, akan senantiasa terarah dan terjaga sekaligus bernilai ibadah, serta tidak mudah melakukan upaya-
upaya kotor dengan menghalalkan segala cara demi meraih ambisi-ambisi atau syahwat duniawi.

Kedua, prinsip yang dalam ayat di atas disebutkan dalam bentuk perintah (fi’il amr): ‘ahsin’, yakni agar kita
senantiasa berbuat kebaikan. Artinya, dalam melakukan aktifitas apapun, hendaknya selalu kita orientasikan
untuk tujuan berbuat baik terhadap sesama, tidak sebatas memaknai kebaikan hanya untuk diri atau kelompok
kita sendiri. Dengan prinsip ini, seseorang akan terhindar dari sikap ananiyah (egoisme), sebuah sikap yang
sering menjadi sumber pertikaian dan permusuhan antar sesama. Selain itu, prinsip ini akan menumbuhkan
sikap selalu berprasangka baik (husnudzan) kepada orang lain, serta memupuk sikap tasamuh (toleransi) dan
saling menghargai.

Ketiga, prinsip “walaa tabghil fasada fil ardh’”, yaitu prinsip tidak berbuat keonaran dan kerusakan di muka bumi.
Bila prinsip ini dipegang secara teguh dan sungguh-sungguh, seseorang akan dapat dengan mantap
mewujudkan prinsip yang kedua, yakni kemampuan berbuat baik terhadap sesama dibarengi kemampuan
menghindari kerusakan. Dalam situasi tertentu, bahkan prinsip ketiga ini harus lebih diprioritaskan ketimbang
prinsip yang kedua, yaitu apabila misalnya kita dihadapkan pada 2 pilihan dalam situasi yang serba sulit dan
dilematis: “antara berbuat baik (mengambil mashlahat namun kontraproduktif) ataukah mencegah kerusakan?!”.
Sebagaimana dalam sebuah kaidah ushul al-fiqhiyah disebutkan: “dar’ul mafaasid muqaddamun ‘alaa jalbil
mashaalih” (mencegah kerusakan, harus lebih didahulukan dari pada mengambil mashlahah atau kebaikan).
Untuk menerapkan prinsip ini dan membiasakannya dalam prilaku kita sehari-hari, paling tidak, harus kita mulai
dari hal-hal kecil, seperti: jika kita merasa tidak bisa berbuat baik kepada orang lain, minimal kita jangan suka
menyakiti orang lain; jika kita sulit untuk bertutur kata yang baik kepada orang lain, minimal kita tidak perlu
mencela atau melukai hati orang lain dengan perkataan kita, artinya kita lebih baik diam” (qul khoiran aw
liyashmut). Prinsip ini juga sangat penting dipahami dalam konteks upaya amar ma’ruf nahi munkar, artinya,
sebuah upaya amar ma’ruf (kebaikan) tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang munkar (cara-cara yang
merusak, anarkis, bertentangan dengan hukum dan prinsip-prinsip syariat). Karena ketidakpahaman akan prinsip
ini akan mengakibatkan seseorang atau sekelompok orang dengan mudah melakukan aksi-aksi brutal, anarkis,
radikal, bahkan tindakan terorisme dengan mengatasnamakan “jihad” dan “agama”, sebagaimana yang marak
terjadi akhir-akhir ini. Prilaku semacam itu sesungguhnya amat bertentangan dengan hakikat ajaran Islam itu
sendiri sebagai rahmatan lil ‘alamin(penebar kasih sayang dan kedamaian bagi alam semesta). Sehingga tidak
aneh, oleh kalangan guru-guru kita: para kiai dan ulama-ulama pesantren kharismatik yang lebih mewarisi spirit
dakwah Wali Songo, prilaku-prilaku kelompok tersebut sering dikatakan dengan bahasa sindirian: “amar
ma’ruf nyambi munkar”, bukan amar ma’ruf nahi munkar.

Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah,


Ayat lain yang juga sangat penting kita renungkan dalam menapaki kehidupan ini adalah firman Allah berikut:
...ً‫خيسأر ْاَلسزاَبد ْاَلتسسمقأوى‬
‫أوتَأسأزسوسدوماَ ْفأبإسن ْ أ م‬
“Persiapkanlah bekal, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. al-Baqoroh: 197)

Meskipun konteks ayat ini menjelaskan tentang perbekalan dalam perjalanan ibadah haji, namun sesungguhnya
ayat itu juga menjelaskan gambaran ketika manusia akan menghadap Allah di padang mahsyar kelak. Di mana,
ibadah haji merupakan miniatur gambaran manusia yang akan dikumpulkan di padang mahsyar seperti halnya
mereka berkumpul di padang Arafah. Maka, bekal utama yang dapat menyelamatkan manusia adalah taqwa.

Firman Allah di atas juga mengandung makna tersirat bahwa manusia memiliki 2 macam perjalanan, yakni
perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia menuju akherat. Perjalanan manusia di dunia memerlukan bekal,
baik bekal berupa makanan, minuman, harta, pangkat dan kedudukan, kendaraaan, dan sebagainya. Demikian
pula perjalanan manusia dari dunia menuju akherat, juga memerlukan bekal. Bahkan bekal perjalanan yang
dibutuhkan dari dunia menuju akhirat ini jauh lebih penting dari pada perbekalan di dunia.
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin al-Husain bin al-Hasan, at-Tamimi, al-Bakri, at-Thabaristani, ar-
Rozi, atau yang populer dengan nama Imam Fakhruddiin (Kebanggaan Islam), seorang mufassir dan ulama
besar bermadzhab Syafi’i di zamannya, dalam dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Kabir atau Mafaatih al-
Ghaib, menyebutkan 5 perbandingan antara perbekalan di dunia dan perbekalan di akherat:

Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan manusia dari ancaman penderitaan yang
BELUM TENTU terjadi. Sedangkan bekal perjalanan dari dunia menuju akherat, akan menyelamatkan manusia
dari penderitaan yang PASTI terjadi jika seseorang tidak membawa bekal.

Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan manusia dari kesulitan sementara. Tetapi
bekal perjalanan dari dunia menuju akherat, akan menyelamatkan manusia dari kesulitan selama-lamanya yang
tiada tara dan tiada batasnya.

Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menghantarkan manusia pada kenikmatan sesaat, dan pada
saat yang sama ia juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan. Sementara bekal perjalanan dari dunia
menuju akherat, akan membuat manusia terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang
sia-sia.

Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia, pada saatnya akan kita lepaskan dan kita tinggalkan di tengah
perjalanan. Adapun bekal perjalanan dari dunia menuju akherat, senantiasa akan kita bawa, dan kita akan lebih
banyak menerima bekal-bekal tambahan hingga kita sampai pada tujuan, yaitu akherat.

Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan mengantarkan manusia pada kepuasan syahwat dan hawa
nafsu yang rendah. Sedangkan bekal perjalanan dari dunia menuju akherat, akan semakin membawa manusia
pada kesucian dan kemuliaan karena yang ia bawa adalah sebaik-baik bekal. (Tafsir ar-Raazi 5/168)

Hadirin sekalian hadaniyallahu wa iyyakum,


Demikian uraian khutbah yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat khususnya bagi pribadi khathib dan
umumnya bagi seluruh jama’ah sekalian.

ْ‫َن‬,‫َنْ ْإبسن ْاَبلنمأسساَأن ْلأبفسمي ْسخمسسنر‬,‫صسبر‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ب ب‬ ‫بب‬


‫ِ ْأواَلمأع م‬:‫َنْ ْبمسسبم ْاَلس ْاَلسرمحأبن ْاَلسرحميسبم‬,‫أعسموسذ ْبباَل ْمأن ْاَلسشميأطاَن ْاَلسرجميبم‬
‫صسمواَ ْبباَل س‬ ‫صسساَ ب ب‬ ‫ب‬ ‫ب ب‬
‫ِ ْبسأساَأرأك ْاَلسسس ْب ملسس ْأولأسكسمم ْبفس‬.‫صس مبب‬ ‫صسمواَ ْ سبساَملأيق ْأوتَأسأواَ أ‬ ‫إلس ْاَلسسذيمأن ْآْأمنس سمواَ ْأوأعملسسواَ ْاَل س أ‬
‫لاَت ْأوتَأسأواَ أ‬
‫ب ب ب‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ب ببب‬ ‫ب ب‬
‫اَلمسقمرآْن ْاَلمأعظميبم‪َ,‬نْ ْأونأسأفأع ب من ْأوإبسياَسكمم ْ أباَ ْفميه ْمأن ْاَلأياَت ْأواَليذمكبر ْاَملأكميبم‪َ,‬نْ ْأوتَأسأقبسأل ْم ي منسس ْأوممنسكسمم ْتَلأأوتَأسهس‬
‫إبنسسسه ْسهسأو ْاَلسسسبمميسع ْاَلمأعلبميسسم‪ْ ِ.‬أقسسموسل ْقأسموب مل ْأهسأذاَ ْأواَمسسستأسمغبفسر ْاَلأس ْاَلمأعبظميسأم ْب ملسس ْأولأسكسمم ْأفاَمسسستأسمغبفسرموسه‪ْ َ،‬إبنسسسه ْسهسأو‬
‫اَلمغأسفموسر ْاَلسربحميسم‪ِ.‬‬

‫‪DUA HAL PENYEBAB KEHANCURAN‬‬


‫) ‪( Oleh : Tahkim, S.Ag‬‬

‫اَلم سسد ْلس س ْاَل سسذىً ْيقب سسل ْاَلتوب سسة ْع سسن ْعب سساَده ْويعفس سواَ ْع سسن ْاَلس سسيئاَت ْ‪َ,‬نْ ْويس سستجيب ْاَل سسذين ْآْمنس سواَ‬
‫وعملواَاَلصسساَلاَت ْ‪ْ ِ.‬أشسسهد ْأن ْل ْاَلسسه ْاَل ْاَلسس ْوحسسده ْل ْشسريك ْلسسه ْ‪ْ َ،‬عسساَل ْاَلغيسسب ْواَلشسسهاَدة ْ‪ِ.‬‬
‫وأشهد ْأن ْممداَ ْعبده ْورسوله ْأرسله ْاَلس ْبشسياَ ْونسسذيراَ ْوهاَديساَ ْاَلس ْاَلسق ْبسإذنه ْوسسراَجاَ ْمنياَ‪ِ.‬‬
‫اَللهم ْصل ْوسلم ْعلىَّ ْعبدك ْورسولك ْممسسد ْوعلسىَّ ْآْلسه ْوأصسسحاَبه ْواَلتسساَبعي‪ْ َ،‬أمسساَ ْبعسد ْ‪ْ ِ:‬أيهسساَ‬
‫ِ ْقسساَل ْاَلسس ْسسسبحاَنه‬.ْ ‫اَلاَضسسرون ْاَلكسراَم ْأوصسسيكم ْونفسسسي ْبتقسسوىً ْاَلسس ْوطسساَعته ْلعلكسسم ْتَفلحسسون‬
‫ ُأياَ ْأيسرأهاَ ْاَلسبذيأن ْآْأأمنسواَ ْاَتَسسسقواَ ْاَللسأه ْأحسق ْتَسسأقاَتَببه ْأوأل ْأستوتَسسن ْإبسل ْأوأنمستسمم ْسممسلبسموأن‬:‫وتَعاَل‬
HADIRIN SIDANG JUM’AT YANG KAMI MULIAKAN

Dalam ُ al-Qur’an ُ cerita ُ seputarُ penciptaan ُ manusia ُ pertama, ُ Nabi ُ Adamُ asُ sampai ُ beliau
ditrunkan ُ ke ُ bumi, ُ disebutkan ُ secara ُ berulang-ulang ُ oleh ُ Allah ُ SWTُ pada ُ surat ُ yang ُ berbeda.
Kadangُ bahkanُ diceritakanُ secaraُ detailُ bagaimanaُ Iblisُ menolakُ perintahُ Allahُ ketikaُ disuruhُ sujud
kepadaُ Adam,ُ bagaimanaُ akhirnyaُ Adamُ terbujukُ sehinggaُ akhirnyaُ ikutُ terusirُ dariُ surga.ُ Demikian
pulaُ kisahُ tentangُ putraُ beliauُ Qabilُ yangُ membunuhُ Habil,ُ adiknyaُ sendiri.

Berulang-ulangnyaُ kisahُ iniُ disebutkanُ dalamُ al-Qur’an,ُ samaُ sekaliُ bukanُ tanpaُ maksudُ dan
hikmah.ُ Demikianُ pulaُ bukanُ karenaُ Allahُ kekuranganُ bahanُ cerita,ُ sebagaimanaُ yangُ dituduhkan
olehُ orang-orangُ baratُ yangُ tidakُ sukaُ terhadapُ Islam.ُ Tetapiُ ditampilkannyaُ kisahُ tersebutُ secara
berulang-ulang, ُ tidak ُ lain ُ agar ُ kita ُ ummat ُ Islam ُ benar-benar ُ mau ُ menghayatinya ُ dan
menjadikannyaُ sebagaiُ pelajaranُ yangُ berharga.ُ Halُ iniُ dijelaskanُ sendiriُ olehُ Allahُ SWTُ padaُ surat
Aliُ ‘Imranُ ayatُ 13;
‫إن ُفىَ ُذلك ُلعبرَة ُللىَ ُاللباَب‬
”Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati “

Melaluiُ peristiwaُ iniُ Allahُ SWTُ inginُ menunjukkanُ kepadaُ kitaُ kaumُ musliminُ tentangُ duaُ sifat
perusakُ yangُ sewaktu-waktuُ bisaُ menghancurkanُ kehidupanُ seseorangُ maupunُ masyarakatُ secara
luas.

Pertama : Sifat sombong. Sifat inilah yang sejak pertama menempel pada diri Iblis.ُ Ketikaُ ia
diperintahُ untukُ sujudُ kepadaُ Adamُ as,ُ iaُ menolakُ mentah-mentahُ bahkan
denganُ sangatُ angkuhُ danُ sombongnyaُ iaُ berdalihُ diُ hadapanُ Allahُ SWTُ :

(12: ‫خيِيرر طمنهه تخلتنقتتطنيِ طمنن تناَنر توتخلتنقتتهه طمنن ططيِنن ) العأراف‬
‫تقاَتل أتتناَ ت ن‬
" Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau
ciptakan dari tanah".

HADIRIN SIDANG JUM’AT RAHIMAKUMULLAH !

Orangُ yangُ sombong,ُ sebagaimanaُ disebutkanُ dalamُ sebuahُ hadits,ُ bukanlahُ merekaُ yang
selaluُ berpakaianُ bagusُ danُ mewah.ُ Tetapiُ yangُ dimaksudُ orangُ yangُ sombongُ adalahُ mereka
yangُ menolakُ kebenaran,ُ melihatُ dirinyaُ lebihُ muliaُ danُ terhormat,ُ sertaُ memandangُ orangُ lain
lebihُ rendahُ dariُ dirinya.

Sebuahُ rumahُ tanggaُ akanُ berantakanُ jikaُ salahُ satuُ dariُ suamiُ isteriُ telahُ dihinggapiُ sifat
sombongُ ini.ُ Bahkanُ sebuahُ lingkunganُ danُ negaraُ sekalipunُ akanُ kacauُ jikaُ paraُ pemimpinnya
selaluُ merasaُ lebihُ muliaُ danُ lebihُ terhormatُ dibandingkanُ denganُ masyarakatُ atauُ rakyatُ yang
dipimpinnya.ُ Seorangُ pemimpinُ yangُ sudahُ terjangkitiُ sifatُ sombongُ danُ angkuh,ُ akanُ sulitُ sekali
menerimaُ saranُ danُ nasihat,ُ apalagiُ kritikُ dariُ orangُ lain.ُ Iaُ selaluُ merasaُ diriُ palingُ hebat,ُ paling
benar,ُ palingُ berjasa,ُ danُ palingُ segala-galanya.ُ Perasaanُ sepertiُ inilahُ yangُ pernahُ hinggapُ pada
diriُ seorangُ Fir’aunُ danُ Namruz,ُ duaُ pemimpinُ yangُ tiranُ danُ diktator.ُ Hukumُ seolahُ adaُ diُ telunjuk
merekaُ danُ undang-undangُ adaُ diُ mulutُ mereka.ُ Apapunُ yangُ merekaُ perintahkanُ rakyatُ harus
patuhُ danُ taatُ tanpaُ adaُ pilihanُ lain.

Karena ُ demikian ُ besarُ bahaya ُ yang ُ ditimbulkan, ُ maka ُ Allah ُ SWTُ mengancamُ tidakُ akan
memasukkanُ keُ dalamُ surgaُ siapapunُ yangُ memilikiُ sifatُ sombongُ sebelumُ iaُ bertobatُ dengan
sepenuhnya. ُ Dalam ُ sebuah ُ hadits ُ shahih ُ yang ُ diriwayatkan ُ oleh ُ Imam ُ Muslim, ُ Rasulullah ُ saw
mengingatkanُ :

(‫أل ْيأمدسخسل ْاَملأنسأة ْأممن ْأكاَأن ْبف ْقأسملببه ْبمثِمسأقاَسل ْأذسرنة ْبممن ْكب منب ْ)رواَه ْمسلم‬
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya bercokol sifat angkuh dan sombong sekecil
apapun.”

HADIRIN SIDANG JUM’AT YANG KAMI MULIAKAN !

Kedua : Sifat hasad, iri dan dengki . Sifatُ inilahُ yangُ telahُ menjerumuskanُ Qabil,
keturunan ُ pertama ُ Nabi ُ Adam ُ as, ُ yang ُ telah ُ melakukan ُ dosa ُ dan
pelanggaranُ pertamaُ diُ atasُ mukaُ bumiُ ini.ُ Iaُ telahُ begituُ tegaُ membunuh
adikُ kandungnya ُ sendiri, ُ Habilُ karena ُ iriُ dan ُ dengki. ُ Karena ُ ia ُ tidakُ bisa
menerimaُ isteriُ Habilُ lebihُ cantikُ dariُ isterinyaُ sendiri.

Hadirin Rahimakumullah …!ُ Sungguhُ tidakُ adaُ musibahُ yangُ lebihُ besarُ …ُ tidakُ adaُ racun
yangُ lebihُ ganasُ …ُ dibandingkanُ denganُ sifatُ hasad,ُ iriُ danُ dengkiُ ini.ُ Siapapunُ yangُ terjangkit
penyakitُ ini,ُ makaُ dijaminُ iaُ tidakُ akanُ pernahُ merasakanُ kenyamananُ danُ ketenangan.ُ Setiapُ kali
melihatُ orangُ lainُ mendapatُ kemuliaan,ُ hatinyaُ menjadiُ perihُ danُ sakit.ُ Setiapُ kaliُ menyaksikan
orangُ lainُ mendapatkanُ kebahagiaan,ُ hatinyaُ serasaُ terbakarُ danُ teriris.

Dan ُ akibat ُ yang ُ paling ُ megerikan, ُ sifat ُ iri ُ dan ُ dengki ُ ini ُ dapat ُ menyebabkan ُ keimanan
seseorangُ secaraُ perlahanُ menjadiُ lunturُ dariُ hatinya.ُ Takُ ubahnyaُ sepertiُ cairanُ yangُ menetes
terusُ dariُ wadahُ yangُ bocor.ُ Dalamُ halُ iniُ Rasulullahُ sawُ bersabdaُ :

(‫ب ْأعمبند ْاَمبلأياَسن ْأواَملأأسسد ْ)رواَه ْاَلنساَءي‬


‫أل ْ أميتأبمأعاَبن ْبف ْقأسمل ب‬
“Tidak akan pernah bisa berkumpul pada diri seseorang keimanan dan sifat hasad.”

Karenaُ demikianُ burukُ akibatُ yangُ ditimbulkanُ olehُ sifatُ hasadُ danُ dengkiُ ini,ُ makaُ baginda
Nabiُ saُ mengingatkanُ kepadaُ kitaُ :

‫ب‬ ‫ب‬ ‫ب‬


‫إيياَسكمم ْأواَملأأسأد ْفأإسن ْاَملأأسأد ْيأأمسكسل ْاَملأأسأناَت ْأكأماَ ْتَأأمسكسل ْاَلسناَسر ْاَملأطأ أ‬
(‫ب ْ)رواَه ْاَلبيهقي‬
“Jauhilah sifat hasad dan dengki ! karena sifat ini akan dapat menghilangkan kebaikan sebagaimana
api yang melahap kayu bakar.”

HADIRIN RAHIMAKUMULLAH !

Demikian ُ khutbah ُ singkat ُ yang ُ dapat ُ kami ُ sampaikan ُ dan ُ sebagai ُ penutup ُ kami ُ ingin
mengakhirinyaُ denganُ sebuahُ dialogُ singkatُ antaraُ Iblisُ –laknatullah-ُ denganُ Nabiُ Nuhُ as.ُ Saat
nabiُ Nuhُ asُ menaikiُ perahunya,ُ tiba-tibaُ beliauُ melihatُ seorangُ kakekُ tuaُ yangُ tidakُ dikenal.ُ Lalu
Nabiُ Nuhُ bertanya,”Mengapa engkau ikut naik di kapal ini?”
“Aku ingin memasang perangkap untuk para pengikutmu agar hati-hati mereka bersama aku,
walaupun tubuh mereka bersamamu.”ُ Jawabُ sangُ kakekُ yangُ tidakُ lainُ adalahُ Iblisُ laknatullah.

“Aku akan membinasakan manusia dengan lima hal. Tiga akan aku beritahukan kepadamu dan
dua akan aku rahasiakan.”
Ketikaُ ituُ Allahُ SWTُ menurunkanُ wahyuُ kepadaُ Nabiُ Nuhُ asُ agarُ beliauُ memintaُ kepadaُ Iblis
supayaُ memberitahukanُ duaُ perkaraُ saja,ُ danُ merahasiakanُ tigaُ perkaraُ lainnya.ُ Sangُ Iblisُ lantas
bercerita, ُ “Wahai Nuh, dulu di surga aku dengki kepada Adam sehingga aku dilaknat oleh Allah.
Kemudian aku sombong serta merendahkan Adam, maka akupun diusir dari dalam surga. Karena itu
aku bertekad, dengan kedua sifat ini, yaitu dengki dan sombong, aku pasti akan dapat
membinasakan umat manusia.”

Hadirin Sidang Jum’at Rahimakumullahُ …!ُ Semogaُ khutbahُ yangُ sangatُ singkatُ iniُ mampu
menggugah ُ kesadaran ُ kita ُ semua ُ untukُ senantiasa ُ berhati-hatiُ danُ waspada ُ terhadap ُ berbagai
perangkapُ yangُ telahُ dipasangُ olehُ Iblisُ untukُ menjerumuskanُ kita,ُ terutamaُ melaluiُ keduaُ sifat
yangُ burukُ ini,ُ yaituُ :ُ sifat sombong dan hasad.

‫ِ ْإبسن ْاَلسس سبذيأن ْيأمسس ستأمكب سبوأن ْأعس سمن ْبعبأ سساَأدبت ْأسس سيأمدسخسلوأن‬:ْ ‫ل ْبمس سأن ْاَلسشس سميأطاَبن ْاَلسربجمي سسم‬ ‫ ْأع سسوسذ ْبس ساَاَ ب‬
‫س‬
‫َ ْأونأسأفأع ب منسس ْأوإبيسساَسكمم ْببسأساَ ْفبميسبه ْبمسأن‬،‫ِ ُبسأساَأرأك ْاَلسسس ْب ملسس ْأولأسكسمم ْبفس ْاَلمسقسمرآْبن ْاَلمأعبظميسبم‬.ْ ‫أجأهنسسأم ْأداَبخبريسأن‬
‫ِ ْأقسس سموسل‬.‫َ ْإبنسسه ْسهأو ْاَلسسبمميسع ْاَلمأعلبميسم‬،‫ل ْبم ي من ْأوبممنسكمم ْتَبلأأوتَأسه‬ ‫ب‬
‫َ ْأوتَأسأقبأسل ْاَ س‬،‫ماَلأياَت ْأواَليذمكبر ْاَملأكميبم‬
‫ب‬
‫بب‬ ‫ب ب‬ ‫بب‬ ‫ب ب‬ ‫ب‬ ‫ب‬
‫ي‬‫ي ْأواَلمسممسسلأماَت ْأواَلمسمسمؤمن م أ‬ ‫ل ْأهسأذاَ ْأوأمسستأسمغفسر ْاَلأس ْاَلمأعظميسأم ْب ملسس ْأولأسكسمم ْأولأسساَئبر ْاَلمسممسسلم م أ‬ ‫قأسموب م‬
ِ.‫َ ْإبنسسه ْسهأو ْاَلمغأسفموسر ْاَلسربحميسم‬،‫ِ ْأفاَمستأسمغبفسرموسه‬.‫ت‬‫واَلمممؤبمأناَ ب‬
‫أ س‬

You might also like