Peralatan Gardu Induk

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 57

ABSTRACT

SIMULATION OF OVERVOLTAGE DUE TO LIGHTNING STRIKES TO


THE DETERMINATION OF THE MAXIMUM DISTANCE FOR THE
EQUIPMENT PROTECTION IN SUBSTATIONS

By

Ayu Sintianingrum

Electrical energy is an important factor for sustaining life and community


activities. In the process of distribution of electrical energy from substations to
consumers is often have a obstacle. The one of obstacle of the transmission lines
and the distribution caused by lightning strikes occurring in the power system.
Lightning strikes that occur in substations will cause a large increase overvoltage
at the equipment in the substation.

To determine the placement of arrester done by calculations and next doing


overvoltage simulation of lightning strike using software Alternative Transients
Program (ATP). Simulations doing by varying the flow of lightning striking and
different front time of lightning also a safe maximum distance of arrester and
transformer. The analysis was performed by a comparison of the two lightning
front time also the lightning current variation.

From the simulation results and analysis showing that the lightning front time
variation causing a voltage change which the voltage at the front time of 1.2 μs is
higher than the voltage at the front time of 2 μs, this is because the time to reach
the top will faster with a little lightning front time. Besides that, getting the result
comparison of the voltage change before and after going through arrester. On the
results of this study arrester and transformer maximum distance suggested is 29,4
m.

Keywords: arrester, alternative transients program (ATP), substation, lightning.


ABSTRAK

SIMULASI TEGANGAN LEBIH AKIBAT SAMBARAN PETIR


TERHADAP PENENTUAN JARAK MAKSIMUM UNTUK
PERLINDUNGAN PERALATAN PADA GARDU INDUK

Oleh

Ayu Sintianingrum

Energi listrik merupakan faktor penting untuk menunjang kehidupan dan kegiatan
masyarakat. Dalam proses penyaluran energi listrik dari gardu induk ke konsumen
seringkali terjadi gangguan. Gangguan yang terjadi pada saluran transmisi dan
distribusi salah satunya disebabkan oleh sambaran petir yang terjadi pada sistem
tenaga listrik. Sambaran petir yang terjadi pada gardu induk akan menyebabkan
kenaikan tegangan lebih yang besar pada peralatan di gardu induk.
Untuk penentuan jarak maksimum arrester dilakukan dengan melakukan
perhitungan yang selanjutnya dilakukan simulasi tegangan lebih akibat sambaran
petir menggunakan software Alternative Transients Program (ATP). Simulasi
dilakukan dengan memvariasikan arus petir yang menyambar serta waktu muka
petir yang berbeda dan penentuan rating arrester dan jarak aman arrester dan
transformator. Analisis dilakukan dengan melakukan perbandingan terhadap
kedua waktu muka petir serta perubahan variasi arus petir.
Dari hasil simulasi dan analisis diketahui bahwa perubahan waktu muka petir
menyebabkan perbedaan perubahan tegangan yaitu tegangan pada waktu muka
petir 1,2 μs lebih besar dibandingkan tegangan pada waktu muka petir 2 μs, hal ini
dikarenakan waktu untuk mencapai puncak akan semakin cepat dengan semakin
kecil waktu muka petir. Selain itu diperoleh perbandingan perubahan tegangan
pada saat sebelum arester dan setelah melalui arester. Pada hasil penelitian ini
diperoleh jarak maksimum arrester dan transformator yang disarankan yaitu
sebesar 29,4 m.

Kata kunci: arrester, alternative transients program (ATP), gardu induk, petir.
SIMULASI TEGANGAN LEBIH AKIBAT SAMBARAN PETIR
TERHADAP PENENTUAN JARAK MAKSIMUM UNTUK
PERLINDUNGAN PERALATAN PADA GARDU INDUK

Oleh
AYU SINTIANINGRUM

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
pada
Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 17

Desember 1992, anak ketiga dari empat bersaudara, dari

pasangan Holid Yudianto, S.E. dan Rosnani.

Adapun riwayat pendidikan penulis adalah: TK Setia

Kawan Panjang Bandar Lampung (1997-1998), SDN 1

Panjang Utara Bandar Lampung (1998-2004), SMPN 27

Bandar Lampung (2004-2007) dan SMAN 1 Bandar Lampung (2007-2010). Pada

tahun 2010, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Teknik Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Instrumentasi dan Pengukuran serta praktikum Rangkaian Listrik. Penulis juga

aktif di Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (HIMATRO) Fakultas

Teknik Universitas Lampung sebagai anggota Divisi Pendidikan pada periode

2012/2013. Pada tahun 2013, penulis melakukan Kerja Praktek (KP) di PT. PLN

(Persero) Pembangkitan Sumbagsel Sektor Pembangkitan Tarahan, Bandar

Lampung.
Kupersembahkan kepada :

Ibunda dan Ayahanda yang telah


membesarkan diriku dengan
penuh kasih sayang dan cinta.

Nenenda Hj. Apuroh (Almh) yang


sangat menyayangiku.

Kakak-kakakku serta Adikku


yang sangat kucintai.

Serta teruntuk Almamaterku


yang tercinta.
” Manfaatkanlah setiap kesempatan menjadi
kesuksesan dan kunci sukses adalah kegigihan dalam
memperbaiki diri dan kesungguhan untuk
mempersembahkan yang terbaik dalam hidup ini”
SANWACANA

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia

serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Simulasi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir Terhadap

Penentuan Jarak Maksimum Untuk Perlindungan Peralatan Pada Gardu

Induk”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Ing. Ardian Ulfan, S.T., M.Sc. selaku Ketua Jurusan Teknik

Elektro Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Eng. Yul Martin, S.T., M.T. selaku Pembimbing Utama yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama penulisan Skripsi ini;

4. Ibu Dr. Eng. Endah Komalasari, S.T., M.T. selaku Pembimbing Pendamping

yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan selama penulisan Skripsi ini;
x

5. Bapak Dr. Herman Halomoan Sinaga, S.T., M.T. selaku Penguji Utama yang

telah memberikan saran dan masukan yang sangat berarti bagi penyempurnaan

Skripsi ini;

6. Bapak Herri Gusmedi, S.T, M.T. selaku Pembimbing Akademik;

7. Ibu Dr. Eng. Dikpride Despa, S.T., M.T. selaku Kepala Laboratorium Teknik

Pengukuran Besaran Elektrik Universitas Lampung;

8. Seluruh staf di Gardu Induk Teluk Betung Tragi Tarahan Bandar Lampung

yang telah memberikan data-data yang sangat penulis butuhkan dalam

penyusunan Skripsi ini;

9. Seluruh staf Tata Usaha Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung yang

telah memberikan banyak bantuan dan kemudahan dalam proses penyusunan

skripsi ini;

10. Keluarga penulis tercinta : Ayahku Holid Yudianto, S.E. dan Ibuku Rosnani

yang sangat kucintai, kakak-kakakku dr. Helmi Ismunandar, dr. Rani

Himayani, Rudi Heriansyah, S.T., Hema Meilani, S.Farm.Apt. serta adikku

tersayang Puranti Ramadhani, yang senantiasa memberikan kasih sayang,

semangat dan do’a yang sangat berarti dalam proses penyelesaian skripsi ini;

11. Rekan-rekan Teknik Elektro: Devy, Kiki, Muth, Novia, Dian, Reza, Rahmad,

Joelisca, Jefri, Seto, Victor, Andri, Radi, Ahmad Surya, Anwar, Derry, serta

teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Teknik Elektro Unila yang selalu

mendukung dan menjadi penyemangatku di kampus;

12. Teman-temanku Bunga Mayang Sari, dan Lica Chintya yang telah

memberikan dorongan semangat dalam penyelesaian skripsi ini;


xi

13. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu,

yang telah ikut serta membantu dalam penyelesaian laporan ini;

Mengingat kemampuan yang masih sangat terbatas, penulis yakin dan percaya

bahwa skripsi ini masih banyak mengandung kelemahan. Oleh karena itu saran

dan masukan yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat diharapkan,

demi kebaikan bersama. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri pribadi,

dan berguna bagi kita semua, serta dapat bermanfaat untuk kemajuan Teknik

Elektro Universitas Lampung. Semoga Allah SWT selalu memberikan

kemudahan dan jalan bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2015

Penulis

Ayu Sintianingrum
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL............................................................................................. xvi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................... 1

B. Tujuan..................................................................................................... 3

C. Manfaat................................................................................................... 3

D. Batasan Masalah...................................................................................... 4

E. Hipotesa................................................................................................... 4

F. Sistematika Penulisan.............................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

A. Fenomena Petir........................................................................................ 6

B. Tegangan Lebih Surja Petir…................................................................. 7

C. Arrester ……...............................………………………….................... 9

D. Menara Transmisi.................................................................................... 11

E. Gardu Induk............................................................................................. 12

F. Jarak Maksimum Arrester dan Transformator.......................................... 14

2.2. Penelitian Mengenai Arrester……………………………………......... 16


xiii

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian............................................................................. ..... 20

B. Data Penelitian....................................................................................... 20

C. Prosedur Penelitian................................................................................. 23

D. Diagram Segaris Sederhana Gardu Induk.............................................. 34

E. Alur Penelitian......................................................................................... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan............................................................................. .............. 37

B. Simulasi ATPDraw................................................................................ 38

C. Analisa Hasil Simulasi........................................................................... 40

D. Protection Margin….........…………………………………………..... 49

E. Perhitungan Jarak Arrester-Transformator………………….................. 49

F. Perbandingan Nilai Tegangan Transformator dan BIL Transformator... 51

G. Rangkaian Dasar Arrester Simulasi......................................................... 55

H. Perbandingan Tegangan Tanpa Arrester…………………….................. 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan............................................................................................ 68

B. Saran…………………………………………………………............... 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1. Sambaran Petir dari Awan ke Bumi………………………………….. 6

2.2. Tegangan Surja akibat Sambaran Petir................................................. 8

2.3. Arrester Jenis Seng Oksida…………………………………………... 10

2.4. Bentuk Menara dan Konfigurasi Penghantar Transmisi Hantaran

Udara..................................................................................................... 11

2.5. Arrester Gardu Induk Teluk Betung…………………………………. 12

2.6. Gardu Induk Teluk Betung................................................................... 13

2.7. Arrester dan Transformator Sejarak S.................................................. 14

3.1. MainWindow ATP…………………………………………………… 24

3.2. Menara Jenis A..................................................................................... 25

3.3. Menara Jenis B...................................................................................... 26

3.4. Menara Jenis C...................................................................................... 26

3.5. Model Menara Transmisi...................................................................... 31

3.6. Model Kawat Tanah.............................................................................. 31

3.7. Model Kawat Fasa................................................................................. 31

3.8. Sistem Pentanahan Driven Rod Empat Batang Konduktor................... 32

3.9. Model Pentanahan Menara.................................................................... 33


xv

3.10. Model Arrester……………………………………………………….. 33

3.11. Diagram Segaris Gardu Induk............................................................... 34

4.1. Rangkaian Simulasi Dengan Arrester................................................... 39

4.2. Hubungan Besar Arus Petir dengan Tegangan pada Gardu Induk

Untuk Impuls Petir 1,2/50μs................................................................. 42

4.3. Hubungan Besar Arus Petir dengan Tegangan pada Gardu Induk

Untuk Impuls Petir 2/50μs.................................................................... 45

4.4. Hubungan Besar Waktu Muka Petir dengan Tegangan pada Menara

Transmisi di Fasa C…………………………………………………... 47

4.5. Jarak Arrester – Transformator………………………………………. 50

4.6. Perbandingan BIL Transformator di Fasa C…………………………. 54

4.7. Rangkaian Pengujian Arester................................................................ 55

4.8. Hasil Simulasi Rangkaian Dasar Arester.............................................. 56

4.9. Rangkaian Simulasi Tanpa Arrester………………………………….. 58

4.10. Hasil Simulasi Waktu Muka 1,2 μs……………................................... 59

4.11. Perbandingan Saat Terpasang Arrester Dan Tanpa Arrester Di

Fasa C Dengan Waktu Muka Petir 1,2/50 μs……………………….... 62

4.12. Hasil Simulasi Pada Waktu Muka 2 μs………………………………. 64

4.13. Perbandingan Saat Terpasang Arrester Dan Tanpa Arrester Di

Fasa C Dengan Waktu Muka Petir 2/50 μs…………………………... 66


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1. Tegangan pada Arus Petir 1,2/50 μs................................................ 41

4.2. Tegangan Pada Arus Petir 2/50 μs.................................................. 43

4.3. Tegangan Pada Kedua Waktu Muka Petir........................................ 46

4.4. Tegangan Transformator Pada Waktu Muka Arus Petir 1,2/50 μs.... 52

4.5. Tegangan Transformator Pada Waktu Muka Arus Petir 2/50 μs....... 53

4.6. Perbandingan Tegangan Busbar Pada Arus Petir 1,2/50 μs................ 61

4.7. Perbandingan Tegangan Busbar Pada Arus Petir 2/50 μs.................... 65


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Energi listrik merupakan faktor penting untuk menunjang kehidupan dan kegiatan

masyarakat. Energi listrik yang dihasilkan pembangkit disalurkan melalui saluran

transmisi ke gardu induk. Gardu induk memiliki peran penting dalam proses

penyaluran energi listrik dari pembangkit sampai ke konsumen. Dalam proses

penyaluran energi listrik dari gardu induk ke konsumen seringkali terjadi

gangguan, salah satunya adalah masalah gangguan tegangan lebih transien.

Tegangan lebih transien dapat disebabkan karena proses switching serta sambaran

petir.

Switching adalah proses pelepasan beban dari suatu sistem tenaga listrik akibat

adanya pembebanan lebih sehingga terjadi operasi pembukaan atau penutupan

saklar. Pelepasan beban akan menyebabkan tegangan lebih apabila terjadinya

gangguan. Selain oleh proses switching, gangguan yang terjadi pada saluran

transmisi dan distribusi salah satunya disebabkan oleh sambaran petir yang terjadi

pada sistem tenaga listrik. Sambaran petir yang terjadi pada gardu induk akan

menyebabkan kenaikan tegangan lebih yang besar pada peralatan di gardu induk.

Tegangan lebih ini dapat merusak isolasi peralatan apabila melewati batas isolasi

peralatan (BIL) yang diizinkan, sehingga diperlukan perlindungan peralatan


2

terhadap sambaran petir. Oleh karena itu diperlukan sistem perlindungan peralatan

pada gardu induk terhadap sambaran petir yaitu menggunakan arrester yang biasa

disebut sebagai penangkap petir, dimana tegangan surja akan dibatasi dibawah

BIL peralatan.

Gardu Induk Teluk Betung merupakan gardu induk penurun tegangan dari

tegangan tinggi 150 kV ke tegangan menengah 20 kV yang merupakan salah satu

bagian penting dalam sistem distribusi kelistrikan di Lampung. Setiap peralatan

pada Gardu Induk Teluk Betung harus selalu dalam kondisi yang baik, agar proses

penyaluran energi listrik kepada konsumen akan tetap stabil. Arrester merupakan

peralatan yang menjadi kunci dalam pengaman peralatan pada gardu induk

terhadap sambaran petir. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah

penempatan arrester dan transformator di gardu induk. Penempatan arrester

sedekat mungkin dengan peralatan dapat melindungi peralatan dari gangguan

tegangan lebih transien. Saat terjadi gelombang berjalan yang menimbulkan

tegangan lebih terhadap peralatan yang letaknya sedikit jauh dari arrester maka

peralatan tersebut akan tetap terlindungi, bila jarak arrester masih dalam radius

kerja proteksi.

Penelitian ini akan mensimulasikan tegangan lebih akibat sambaran petir terhadap

penentuan jarak maksimum untuk perlindungan peralatan pada gardu induk.

Simulasi dilakukan dengan menggunakan software Alternative Transients

Program (ATP) dengan memodelkan jaringan sistem tenaga yang mendekati

kondisi eksisting pada ATP sehingga dapat diketahui besar tegangan yang

ditimbulkan petir terhadap arrester dan gardu induk serta menghitung jarak

maksimum arrester dan transformator yang disarankan.


3

B. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Membuat simulasi saluran transmisi serta arrester yang terpasang pada

gardu induk.

2. Mengetahui besarnya tegangan lebih yang terjadi pada gardu induk setelah

melalui arrester dan tanpa arrester.

3. Melakukan perhitungan jarak maksimum arrester dan transformator, serta

tegangan pada transformator.

C. Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Dengan mengetahui nilai tegangan yang ditimbulkan impuls petir pada

gardu induk, setelah melalui arrester dan tanpa arrester, dapat dijadikan

perbandingan untuk penentuan sistem perlindungan gardu induk dari

sambaran petir.

2. Dengan mengetahui jarak maksimum arrester dan transformator dapat

diketahui apakah jarak yang digunakan tersebut telah aman untuk

melindungi transformator pada gardu induk dari sambaran petir sehingga

dapat meminimalisir kerusakan peralatan akibat petir.


4

D. Batasan Masalah

Adapun dalam penelitian tugas akhir ini penulis mengambil batasan masalah pada

penempatan arrester dalam jarak yang aman untuk melindungi transformator dari

surja petir. Parameter yang digunakan adalah dengan variasi arus petir dan waktu

muka petir.

Penentuan jarak aman maksimum transformator-arrester terhadap sambaran petir

pada gardu induk dilihat dari nilai tegangan yang tiba pada gardu induk saat

melalui arrester dan dilakukan perbandingan tanpa menggunakan arrester dengan

menggunakan bantuan software Alternative Transients Program (ATP).

Kemudian pada penelitian ini tidak membahas mengenai gelombang berjalan serta

tidak membahas mengenai sistem koordinasi isolasi.

E. Hipotesa

Semakin besar arus petir maka akan semakin besar nilai tegangan yang tiba pada

gardu induk namun dengan adanya arrester yang diletakkan pada ujung saluran

dengan jarak yang telah ditentukan maka besar tegangan yang tiba pada gardu

induk berkurang. Dengan jarak penempatan arrester yang sedekat mungkin

dengan transformator maka tegangan yang tiba akan berada di bawah nilai BIL

peralatan.
5

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini terbagi dalam lima bab, yaitu :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah,

hipotesa dan sistematika penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini mengemukakan landasan teori yang berisi teori–teori dasar yang berkaitan

dengan penelitian yang dilakukan.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi waktu dan tempat penelitian dilakukan di Gardu Induk Teluk

Betung dan juga prosedur penelitian, serta alur penelitian.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi data penelitian, hasil simulasi rangkaian penelitian serta

pembahasan berdasarkan hasil simulasi.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang pokok-pokok kesimpulan yang didapat melalui perhitungan

dan pembahasan.

DAFTAR PUSTAKA

Berisi kumpulan referensi yang dijadikan sebagai sumber bahan acuan dalam

penulisan laporan tugas akhir ini.

LAMPIRAN

Berisi data-data hasil perhitungan serta keterangan-keterangan lainnya.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

A. Fenomena Petir

Proses awal terjadi petir disebabkan karena adanya awan bermuatan di atas

bumi. Pembentukan awan bermuatan disebabkan karena adanya kelembaban

udara dan adanya gerakan udara keatas (up draft). Kelembaban udara timbul

oleh pengaruh sinar matahari yang kemudian akan menyebabkan penguapan

air dan uap air tersebut akan naik karena gerakan up draft. Proses up draft

yang terjadi terus menerus akan membentuk awan bermuatan seperti gambar

2.1. ditunjukkan ilustrasi sambaran petir dari awan ke bumi.

Gambar 2.1. Sambaran Petir dari Awan ke Bumi


7

Setelah timbul awan bermuatan, selanjutnya kristal-kristal es yang terdapat

pada awan bermuatan tersebut saat terkena angin akan mengalami gesekan

sehingga muatan pada kristal es tidak menjadi netral seperti sebelumnya,

maka pada awan tersebut terdapat muatan positif (+) dan negative (-). Muatan

positif pada awan berkumpul dibagian atas awan, sedangkan muatan negatif

berada dibagian bawah awan. Permukaan bumi dianggap memiliki muatan

positif sehingga muatan-muatan negatif yang berada di awan akan tertarik

menuju muatan positif yang berada di bumi. Saat terjadi proses pengaliran

muatan dari awan ke bumi ini yang kemudian disebut sebagai petir.

Sambaran petir terdiri dari beberapa macam jenis [2]:

1 . Sambaran langsung terjadi saat petir menyambar secara langsung peralatan

dalam gardu induk. Sambaran langsung menyebabkan tegangan lebih

(overvoltage) yang sangat tinggi.

2. Sambaran induksi terjadi saat sambaran petir ke tanah yang dekat dengan

peralatan sehingga timbul tegangan lebih dan gelombang berjalan di tempat

terjadinya sambaran.

3. Sambaran dekat adalah gelombang berjalan yang datang menuju gardu

induk dimana hanya berjarak beberapa kilometer dari titik sambaran ke gardu

induk.

B. Tegangan Lebih Surja Petir

Tegangan lebih merupakan tegangan yang melewati batas rating dasar

peralatan atau BIL peralatan serta hanya dapat ditahan oleh sistem pada
8

waktu yang terbatas. Tegangan lebih akibat petir disebut sebagai tegangan

lebih luar atau natural overvoltage karena petir adalah peristiwa alamiah yang

tidak dapat dikendalikan oleh manusia [1].

Saat terjadi sambaran petir pada sebuah saluran transmisi maka akan timbul

kenaikan tegangan pada jaringan dan tegangan lebih surja kemudian akan

merambat ke ujung jaringan seperti ditunjukkan pada gambar 2.2. dibawah ini
[16]
.

i (kA)
i

Gambar 2.2.Tegangan Surja akibat Sambaran Petir [16]

Surja petir merupakan tegangan lebih disebabkan oleh petir. Pada saat gardu

induk mengalami tegangan lebih akibat surja petir, maka isolasi peralatan

gardu akan mengalami kerusakan. Sehingga diperlukan peralatan pelindung

agar tegangan surja yang tiba di gardu induk tidak melebihi kekuatan isolasi

pada peralatan gardu [16].


9

Tegangan lebih dari sambaran petir yang timbul tinggi sekali, sehingga

hampir tidak mungkin mengisolasikan peralatan sistem terhadap tegangan

tersebut. Karena itu untuk pengamanan terhadap sambaran petir dipakailah

kawat tanah tahanan tanah yang serendah mungkin yang tidak boleh lebih

dari 5 ohm. Serta digunakan arrester untuk melindungi gardu induk dari

gelombang merambat. Peralatan-peralatan sistem harus mempunyai

ketahanan isolasi yang cukup, sesuai dengan sistem pengamanannya [2].

Pada keadaan tegangan jaringan normal, arrester berfungsi sebagai isolasi.

Namun, saat tiba surja petir pada arester, maka arester akan berubah menjadi

konduktor yang mengalirkan muatan surja petir tersebut ke tanah [16].

C. Arrester

Dalam sistem tenaga listrik arrester merupakan kunci koordinasi isolasi. Saat

surja (surge) tiba di gardu induk kemudian arrester akan melepaskan muatan

listrik dan tegangan abnormal yang akan mengenai gardu induk dan

peralatannya akan berkurang. Setelah surja (petir atau hubung) dilepaskan

melalui arrester masih terdapat arus mengalir dikarenakan tegangan sistem

yang disebut sebagai arus dinamik atau arus susulan (follow current). Arrester

harus memiliki ketahanan termis yang cukup terhadap enersi dari arus susulan

tersebut, serta harus mampu untuk memutuskannya[2].


10

1. Arrester Jenis Seng Oksida (ZnO)

Arrester jenis ini merupakan arrester yang tidak terdapat sela seri didalamnya

dan memiliki satu atau lebih unit yang kedap udara dimana masing-masing

unit diisi blok tahanan katup yang merupakan elemen aktif dari arrester.

Gambar 2.3. berikut ini merupakan arrester jenis ZnO.

High Voltage Terminal

Grading Ring

Insulating Feet

Gambar 2.3. Arrester Jenis Seng Oksida

Prinsip kerja arrester ini pada dasarnya sama dengan arrester katup. Arrester

ini tidak memiliki sela seri sehingga sangat bergantung pada tahanan dalam

arrester itu sendiri. Saat terkena petir, tahanan arrester akan turun sehingga

menjadi konduktor dan mengalirkan petir ke bumi. Saat arus petir lewat,

tahanan kembali naik dan arrester bersifat sebagai isolator.


11

D. Menara Transmisi

Menara transmisi digunakan untuk menopang kawat – kawat penghantar pada

sebuah saluran transmisi. Saluran tegangan tinggi maupun ekstra tinggi

menggunakan menara yang terbuat dari baja. Pada Gambar 2.4. ditunjukkan

beberapa bentuk menara baja dan konfigurasi penghantar saluran transmisi.

Menara Jenis A Menara Jenis B Menara Jenis C


Saluran Ganda Konfigurasi Delta Konfigurasi Horizontal

Gambar 2.4. Bentuk Menara dan Konfigurasi Penghantar Transmisi Hantaran

Udara [17]

Pada gambar 2.4. dapat dilihat bentuk menara sesuai konfigurasi penghantar

menara transmisi. Pada konfigurasi saluran ganda dapat dilihat terdapat 2 buah

penghantar fasa. Pada konfigurasi delta, penghantar fasa R S T tersusun seperti

bentuk delta. Sedangkan pada konfigurasi horizontal penghantar fasa R S T

tersusun secara horizontal. Pada BAB III. Metode Penelitian dapat dilihat rumus

untuk menghitung impedansi surja menara transmisi berdasarkan jenis

penampang menaranya. Berdasarkan jenis penampang menaranya maka menara

dengan konfigurasi saluran ganda diasumsikan sebagai menara jenis A, menara


12

dengan konfigurasi delta diasumsikan sebagai menara jenis B, dan menara

dengan konfigurasi horizontal diasumsikan sebagai menara jenis C, hal ini

dikarenakan bentuk penampang menara tersebut dapat dikatakan hampir sama

sesuai dengan konfigurasi penghantar fasa menara.

E. Gardu Induk

Tegangan yang dibangkitkan dari generator terbatas dalam orde belasan

kilovolt, sedangkan transmisi membutuhkan tegangan dalam orde puluhan

sampai orde ratusan kilovolt, untuk menaikkan tegangan diperlukan

transformator daya step up. Tegangan transmisi dalam puluhan sampai

ratusan kilovolt, sedangkan konsumen membutuhkan sampai dua puluhan

kilovolt, sehingga di antara transmisi dan konsumen di butuhkan

transformator daya step down. Gambar 2.5. berikut ini memperlihatkan

arester yang terpasang pada gardu induk Teluk Betung.

Gambar 2.5. Arrester Gardu Induk Teluk Betung


13

Semua perlengkapan yang terpasang di sisi sekunder dan primer ini harus

mampu memikul tegangan tinggi. Transformator daya beserta

perlengkapannya yang disebut sebagai gardu induk[16]. Gambar 2.6.

menunjukkan sebuah gardu induk yaitu gardu induk teluk betung beserta

peralatannya.

Gambar 2.6. Gardu Induk Teluk Betung

Dilihat dari jenis transformator daya yang terpasang, gardu induk dibagi atas

gardu induk step up dan gardu induk step down. Gardu induk step up adalah

gardu induk penaik tegangan dimana tegangan yang dihasilkan dari

pembangkit kemudian dinaikkan menjadi tegangan yang lebih tinggi yang

kemudian akan disalurkan menuju saluran transmisi. Gardu induk step down

merupakan gardu induk penurun tegangan, dimana tegangan yang disalurkan

dari saluran transmisi akan diturunkan tegangannya kemudian akan


14

didistribusikan ke gardu distribusi. Gardu induk dapat juga dibagi atas lokasi

instalasinya, yaitu gardu induk pasangan dalam dimana setiap peralatan

tegangan tinggi terpasang di dalam dan gardu induk pasangan luar dimana

setiap peralatan tegangan tinggi terpasang di luar ruangan.

F. Jarak Maksimum Arrester dan Transformator

Terdapat beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan jarak

maksimum yang diizinkan antara arrester dan transformator yang dilindungi,

salah satunya metoda pantulan berulang. Pada gambar 2.7. menunjukkan

penempatan arrester dan transformator dengan jarak S.

CB

Gambar 2.7. Arrester dan Transformator Sejarak S


15

Metoda pantulan berulang merupakan metoda pendekatan yang digunakan

untuk menentukan jarak maksimum arrester dan peralatan, dan untuk

menentukan panjang maksimum dari kabel penghubung peralatan dengan

saluran transmisi. Metode ini dapat digunakan untuk menghitung jarak aman

maksimum antara arrester dan transformator, sehingga dalam penempatan

arrester berada pada posisi yang tepat dan dapat melindungi peralatan, dalam

hal ini yaitu transformator. Berikut ini adalah persamaan untuk metoda

pantulan berulang[5] :

Ep = Ea + 2 A S/v

Dimana : Ea = tegangan percik arrester

Ep = tegangan pada jepitan transformator

A = de/dt = kecuraman gelombang datang, dan dianggap

konstan

S = jarak antara arrester dan transformator

v = kecepatan merambat gelombang


16

2.2. Penelitian Mengenai Arrester

1. Syakur Abdul et al, dalam “Kinerja Arrester Akibat Induksi Sambaran

Petir Pada Jaringan Tegangan Menengah” membahas mengenai kinerja

arrester pada jaringan 20 KV yang disebabkan oleh induksi sambaran

petir secara berulang. Rangkaian simulasi berdasarkan pada jaringan

tegangan menengah 3 fasa distribusi Mojosongo, penyulang 1. Simulasi

induksi sambaran terjadi pada tiang 16 pada fasa R dan T yang

disebabkan oleh sambaran berulang pada fasa S. Sambaran petir terjadi

tiga kali pada saluran. Sambaran pertama 20 kA, selanjutnya 12 kA dan 9

kA. Waktu sambaran yang digunakan pun dari 0,6 ms dan 0,3 ms. Hasil

simulasi menunjukkan pada sambaran pertama imduksi tegangan fasa R

sebesar 795,39 kV dan dipotong oleh arrester menjadi sebesar 11,375 kV.

Sambaran kedua menyebabkan kenaikan tegangan pada fasa R sebesar

729,89 kV dan dipotong oleh arrester menjadi sebesar 2,6434 kV.

Sambaran ketiga menyebabkan kenaikan tegangan induksi fasa R 497,82

kV dan dipotong arrester menjadi 11,309 kV, dimana setelah dilakukan

perbandingan pada setiap fasa setelah arrester bekerja diketahui bahwa

arrester tersebut dapat memotong kenaikan induksi tegangan yang cukup

besar dan mampu menetralisir gangguan tegangan induksi akibat petir [15].

Perbedaan penelitian ini adalah pada sistem jaringan tegangan yang

digunakan pada jaringan tegangan menengah 20 KV dan pada penelitian

ini akan dilakukan untuk gardu induk 150 KV.


17

2. Penelitian oleh Saengsuwan dan Thipprasert dalam “Lightning Arrester

Modelling Using ATP-EMTP”, membahas mengenai pemodelan lightning

arrester menggunakan ATP/EMTP yang mendeskripsikan analisis operasi

dari surja arrester metal oxida dari model IEEE W.G. 3.4.11 dan Pincetti

menggunakan ATP-EMTP. Pada waktu muka standar, presentase error

dari model IEEE lebih tinggi daripada model Pincetti. Pada kondisi

switching overvoltage presentase error IEEE hampir sama seperti model


[13]
Pincetti . Perbedaannya dimana unjuk kerja arrester yang digunakan

adalah pada 220 volt dan penelitian ini akan membahas arrester pada

jaringan tegangan tinggi.

3. Penelitian oleh Violeta Chis et all, mengenai ”Simulation Of Lightning

Overvoltages With ATP-EMTP And PSCAD/EMTDC”[18]

mendeskripsikan tentang pemodelan tegangan lebih petir dengan

membandingkan menggunakan 2 program tersebut. Simulasi dilakukan

untuk saluran transmisi 220 kV dengan menara setinggi 40 meter dan

berjarak 280 meter serta tahanan kaki sebesar 30 ohm. Simulasi tegangan

lebih petir selanjutnya dilakukan menggunakan software ATP dan

PSCAD. Setelah dilakukan simulasi diperoleh hasil tegangan di atas

menara, bawah menara. Pada simulasi diperoleh hasil yang hampir sama

antara simulasi dengan ATP dan PSCAD. Perbedaan pada penelitian ini

adalah saluran transmisi disimulasikan pada saluran transmisi 150 kV dan

dilanjutkan dengan rambatan gelombang yang menuju gardu induk serta

hanya menggunakan software ATP.


18

4. Penelitian oleh Sapto Nugroho dalam “Analisis Pengaruh Tegangan

Induksi Akibat Sambaran Petir Tak Langsung di Penyulang Badai 20 kV

PLN Cabang Tanjung Karang Menggunakan Simulasi EMTP”

mendeskripsikan tentang pengaruh tegangan induksi dengan jarak tertentu

di saluran udara tegangan menengah terhadap besar ketahanan impuls

isolasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jarak sambaran yang

bervariasi yaitu pada 30 m dan 50 m dari titik saluran dan arus sambaran

balik petir yang digunakan dimulai dari 10 kA kemudian ke 50 kA

hingga 100 kA. Simulasi pada penelitian ini dilakukan dengan

memodelkan penyulang Badai 20 kV PLN Cabang Tanjung Karang

sebanyak 10 tiang. Pengaruh dari induksi tegangan dari saluran diukur

melalui voltmeter yang terpasang pada titik awal, titik tengah dan titik

akhir saluran. Pada simulasi dilakukan pemasangan arester dengan jarak

pemasangan antara 300 m sampai 400 m pada saluran. Dari hasil

penelitian diperoleh bahwa semakin jauh jarak sambaran maka semakin

kecil nilai tegangan induksi, serta pemasangan arester dengan jarak 300 m

cukup efektif untuk mengurangi tegangan lebih akibat sambaran petir tak

langsung[10]. Perbedaan pada penelitian ini ialah simulasi sambaran petir

menyambar terlebih dahulu pada menara transmisi dan merambat menuju

gardu induk.

5. Penelitian oleh Agung Setiawan dalam “Karakteristik Unjuk Kerja

Arrester ZnO Tegangan Rendah 220 volt”, mendeskripsikan tentang

karakteristik arrester ZnO 220 volt dalam mengatasi impuls untuk

digunakan sebagai sistem proteksi saluran tegangan rendah dengan


19

melakukan simulasi menggunakan program EMTP. Pada penelitian

tersebut dilakukan perbandingan antara hasil pengujian arrester ZnO 220

volt dengan hasil simulasi. Pengujian dilakukan menggunakan tegangan

impuls kapasitif dengan tegangan uji impuls dari 1200 volt hingga 1700

volt. Pada simulasi dilakukan dengan melakukan simulasi terhadap 3

model ZnO yaitu model IEEE, pincetti dan Saha. Dari hasil penelitian

tersebut diperoleh bahwa arrester ZnO 220 volt memiliki tegangan potong

dan tegangan residu yang masih berada di bawah batas BIL. Dan model

arrester IEEE dapat diterapkan sebagai model arrester tegangan rendah

220 volt dikarenakan memiliki presentase tegangan residu terkecil

dibandingkan model lainnya terhadap pengujian yaitu sebesar 4,83[14].

Perbedaan pada penelitian ini adalah arrester yang digunakan diterapkan

sebagai arrester untuk gardu induk dan simulasi yang dilakukan

disebabkan impuls petir pada saluran transmisi.


III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Gardu Induk 150 KV Teluk Betung Tragi

Tarahan, Bandar Lampung, Provinsi Lampung.

B. Data Penelitian

Untuk mendukung terlaksananya penelitian ini maka diperlukan berbagai macam

data peralatan yang terdapat pada Gardu Induk Teluk Betung. Data peralatan-

peralatan tersebut antara lain:

1. Data Menara Transmisi

 Bahan tiang : Besi Galvanis


 Tinggi menara : 31 m
 Jenis Konduktor : ACSR
 Diameter konduktor : 240 mm2
 Inom konduktor : 645 A

2. Data Kawat Tanah

 Tipe konduktor : Tembaga


 Diameter : 1,3 cm
 Tinggi tiang kawat tanah : 18 m
21

3. Data Kawat Fasa

 Tipe konduktor : Aluminium


 Diameter : 3 cm

4. Data Sistem Pentanahan Menara

 Jenis sistem pentanahan : Driven rod empat batang konduktor


 Panjang konduktor :5m
 Diameter konduktor : 1,3 cm
 Resistivitas tanah : 50 Ωm
 Jarak antara konduktor (S1) : 10 m
 Jarak antara konduktor (S2) : 10 √2 m
 Tahanan rata-rata : 2,3Ω

5. Data Isolator Saluran

 Bahan isolator : Kaca, Keramik


 Jumlah : 11 piring isolator
 Panjang rentengan : 1,606 m
 BIL : 750 KV

6. Data Lightning Arrester

 Manufacturer : BOWTHORPE EMP LIMITED


MBA 4-150
 Frequency : 50 Hz

7. Data Current Transformer

 Manufacturer : GEC ALSTHOM BALTEAU QDR 170


 Standard : IEC 185
 Nominal voltage : 150 kV
 Highest system voltage : 170 kV
22

 Frequency : 50 Hz
 BIL : 750 kV

8. Data Voltage Transformer

 Manufacturer : GEC ALSTHOM BALTEAU CCV 170


 Standard : IEC 186
 Nominal voltage : 150 kV
 Highest system voltage : 170 kV
 Frequency : 50 Hz
 BIL : 750 kV

9. Data Transformator Daya

 Manufacturer : UNINDO
 Rated voltage in KV : 150 KV
 Rated current : 161,7/230,9
 Connection : star
 Rated power frequency : 275 KV
withstand voltage
 Rated lightning impulse withstand : 750 KV
voltage 1,2/50 mikro-sec
23

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan perhitungan untuk menghitung nilai variabel yang

akan dimasukkan pada simulasi dan selanjutnya dilakukan simulasi menggunakan

software Alternative Transiens Program (ATP). ATP merupakan sistem program

universal yang digunakan untuk simulasi digital terhadap gejala fenomena

transien serta sifat elektromekanis dalam sistem tenaga elektrik. Dengan program
[12]
digital ini, jaringan yang kompleks dan sistem kontrol dapat disimulasikan .

Software ATP dipilih untuk penelitian ini karena ATP memiliki fitur-fitur yang

lengkap untuk simulasi tegangan lebih transien, namun dengan sistem operasi

user yang tidak terlalu kompleks dan data yang dimasukkan dalam program

simulasi dapat menggunakan data yang real sehingga hasil yang didapat akan

lebih mendekati keadaan yang sebenarnya.

ATP memiliki kemampuan pemodelan yang luas dan fitur penting tambahan

selain perhitungan transien. ATP memprediksi variabel kepentingan dalam

jaringan tenaga listrik sebagai fungsi waktu, biasanya dimulai oleh beberapa

gangguan. ATP memiliki banyak model termasuk motor, transformator, surja

arrester, saluran transmisi, dan kabel.

MODELS (bahasa simulasi) pada ATP ditujukan sebagai bahasa deskripsi yang

didukung oleh serangkaian alat simulasi untuk representasi dan studi tentang

sistem varian waktu. Sebagai tujuan umum pemrograman, MODELS dapat

digunakan untuk hasil simulasi pengolahan baik dalam domain frequency atau

dalam domain waktu.


24

TACS (Transien Analysis of Control Systems) adalah modul simulasi untuk

analisis domain waktu sistem kontrol yang awalnya dikembangkan untuk

simulasi kontrol HVDC konverter. Untuk TACS, digunakan sistem diagram blok

kontrol. Interface antara jaringan listrik dan TACS dilakukan dengan pertukaran

sinyal seperti node tegangan, saklar arus, resistansi variasi waktu serta tegangan

dan sumber arus.

Kemampuan untuk modul program TACS and MODELS memungkinkan

pemodelan sistem kontrol dan komponen dengan karakteristik nonlinear seperti

busur api dan korona. Sistem dinamis tanpa jaringan listrik juga dapat

disimulasikan dengan menggunakan pemodelan sistem kontrol TACS dan

MODELS. Gambar 3.1. berikut ini akan memperlihatkan tampilan pada software

ATP.

Gambar 3.1. Main Window ATP [12]


25

Gangguan simetris atau tidak simetris dapat dibuat, seperti surja petir dan

beberapa jenis operasi switching. Model pada ATP terdiri dari komponen sebagai

berikut : element R,L,C, saluran transmisi, dan kabel, resistansi nonlinear dan

induktansi, transformator, surge arrester, saklar, dioda, thyristor, triacs, mesin

sinkron 3 fasa.

Adapun prosedur dalam penelitian ini yaitu :

1. Penyiapan Data-Data dan Spesifikasi Peralatan

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah konfigurasi menara

transmisi, sistem pentanahan, isolator saluran, data kawat konduktor, BIL

peralatan pada Gardu Induk 150 KV Teluk Betung, serta data spesifikasi setiap

peralatan yang terdapat pada switchyard Gardu Induk 150 KV Teluk Betung.

2. Perhitungan Parameter Saluran

Perhitungan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Impedansi Surja Menara

Impedansi surja menara dihitung menurut rumus-rumus Sargent dan Daveniza [7]:

Gambar 3.2. Menara Jenis A [5]


26

Gambar 3.3. Menara Jenis B [5]

Gambar 3.4. Menara Jenis C [5]

Pada Gambar 3.2. diperlihatkan penampang menara pada menara jenis A.

Impedansi surja menara untuk menara jenis A :

Pada Gambar 3.3. diperlihatkan penampang menara pada menara jenis B.

Impedansi surja menara untuk menara jenis B :


27

Dimana :

= 60 ln + 90 - 60

= 60 ln + 90 - 60

Pada Gambar 3.4. diperlihatkan penampang menara pada menara jenis C.

Impedansi surja menara untuk menara jenis C :

= 60 [ln √

Dimana : = Impedansi surja menara, ohm


= Tinggi menara, meter
= Impedansi dengan ketebalan menara,ohm
= Impedansi dengan jarak antar kaki menara,ohm
= Jarak kawat antar menara, meter

Jenis menara dan perhitungan yang digunakan pada penelitian ini adalah menara

jenis A karena menara transmisi yang digunakan merupakan SUTT 150 kV

dengan data menara seperti yang terdapat pada lampiran.

b. Menghitung Impedansi Surja Kawat Tanah

Untuk 1 Kawat Tanah

Zg = 60 √ ................................................................3.4.

c. Perhitungan Nilai Koefisien a Pada Puncak Menara Untuk Gelombang Datang

Dari Dasar Menara

a= .....................................................3.5.
28

d. Menghitung Koefisien Pantulan b Pada Puncak Menara

b=a–1 ..................................................................3.6.

e. Menghitung Tegangan Puncak Menara

E= s = arus kilat, kA .........................3.7.

f. Perhitungan nilai Koefisien d Pada Dasar Menara Untuk Gelombang Datang

Dari Puncak Menara

d= R = Tahanan Kaki Menara, ohm .................3.8.

g. Menghitung Tegangan Pada Isolator

perhitungan dilakukan dengan diagram tangga :

Vi = eo { (1- K) T + d {{ T – 2 ( )}+ (b-Ka) (T - + d2 b

[{T - 2( )} + (b Ka)( T ) + d3 b2[{[{T - 2( )}+

(b - Ka)( T )} ............................................3.9.

h. Perhitungan Lompatan Api Balik

V50% = (K1 + ) x 103 kV ...................................................3.10.

Dimana : K1 = 0,4 W
= 0,71 W
W = Panjang rentengan isolator, meter
= waktu lompatan api isolator, mikro-det
29

i. Penentuan Rating Arrester

Setiap arrester memiliki beberapa hal yang diperlukan untuk menentukan rating

arrester. Pada tugas akhir ini akan dibahas beberapa hal yang dapat digunakan

sebagai pertimbangan penentuan rating arrester untuk gardu induk Teluk Betung.

Hal yang menjadi penentuan rating arrester tersebut adalah tegangan pengenal

arrester, arus pelepasan kerja arrester. Di bawah ini akan dijelaskan tegangan

pengenal arrester dan arus kerja arrester dengan dimasukkan nilai parameternya.

1. Tegangan Pengenal Arrester

Untuk mencari besar nilai tegangan pengenal diperlukan untuk mengetahui

tegangan tertinggi sistem dan koefisien pentanahan. Sistem yang digunakan

diketanahkan secara efektif melalui arrester dan tidak melampaui 80% dari

tegangan sistem. Sehingga diperoleh nilai tegangan pengenal arrester sebagai

berikut[19] :

Uc = Tegangan sistem x 1,1 x koefisien pentanahan

= 150 x 1,1 x 0,8

= 132 kV

2. Arus Kerja Arrester

Beberapa hal yang diperlukan untuk mengetahui arus kerja dari arrester yang akan

digunakan adalah tegangan tembus isolator (Ud), tegangan kerja arrester (Ua),
[19]
serta besar nilai impedansi surja (Zt) . Untuk besar tegangan tembus isolator

dapat dilihat pada lampiran A, sebesar 1320,4 kV. Besar tegangan kerja arrester
30

yang digunakan sebesar 454 kV. Serta besar nilai impedansi surja pada lampiran

A diperoleh 141,27 Ω.

Sehingga :

Ia =

= = 15,47 kA

j. Perhitungan Tegangan Terminal Transformator[7]

TT = 1,15

3. Pembuatan Simulasi Saluran Transmisi dan Gardu Induk Teluk Betung

Setelah mendapatkan data dan spesifikasi peralatan maka data-data tersebut akan

diolah dan selanjutnya akan dilakukan pemodelan menggunakan software ATP

dimana hasil dari pemodelan tersebut selanjutnya akan dianalisis. Pemodelan yang

dibuat adalah menara transmisi, kawat fasa, kawat tanah, arrester serta peralatan

gardu induk.

a. Menara Transmisi

Menara transmisi dimodelkan sebagai saluran dimana harga impedansi surjanya

tergantung dari penampang menara tersebut. Model menara transmisi yg

digunakan pada simulasi ini adalah menggunakan LCC atau Line Constant, Cable

Constant. Gambar 3.5. dibawah ini menunjukkan pemodelan menara pada

simulasi ATP[11] :
31

Gambar 3.5. Model Menara Transmisi

b. Kawat Tanah

Kawat tanah sering disebut juga sebagai kawat perisai (shielding wire) yang

ditempatkan diatas kawat fasa pada sebuah saluran transmisi. Semakin dekat jarak

antara kawat tanah dan kawat fasa maka akan semakin baik tingkat perlindungan.

Pada Gambar 3.6. dibawah ini menunjukkan bentuk pemodelan kawat tanah pada

simulasi ATP[3] :

Gambar 3.6. Model Kawat Tanah

c. Kawat Fasa

Pada saluran ganda tiga fasa terdapat dua konduktor paralel per fasa dan arus

antara kedua konduktor terbagi rata. Gambar 3.7. dibawah ini menunjukkan

bentuk pemodelan kawat fasa pada simulasi ATP[3]:

Gambar 3.7. Model Kawat Fasa


32

d. Sistem Pentanahan

Sistem pentanahan menara yang digunakan di Gardu Induk 150 KV Teluk Betung

adalah sistem driven rod empat batang konduktor. Pada Gambar 3.8.

menunjukkan sistem pentanahan driven rod empat batang konduktor.

S1

S2

Gambar 3.8. Sistem Pentanahan Driven Rod Empat Batang Konduktor

Dari gambar 3.8. dapat dilihat empat batang konduktor dengan panjang , dimana

setiap konduktor memiliki radius dan ditanam tegak lurus dalam tanah, sehingga

tahanan ( ), induktansi ( ), dan kapasitansi ( ) pada konduktor adalah [9] :


( )


[ ]
33

Dimana : = permitivitas relatif tanah

= resistivitas tanah, ohm-meter

= jarak antara dua buah konduktor, meter

Gambar 3.9. dibawah ini menunjukkan bentuk pemodelan pentanahan menara

pada simulasi ATP :

Gambar 3.9. Model Pentanahan Menara

e. Arrester

Untuk pemodelan dari lightning arrester pada ATP digunakan model dari standar

IEEE WG.3.4.11 tahun 1992 seperti Gambar 3.10. berikut ini :

Gambar 3.10. Model Arrester

4. Analisis dan Pembahasan

Setelah simulasi rangkaian dilakukan dengan menggunakan software ATP

selanjutnya hasil dari simulasi akan dianalisis dan kemudian diambil kesimpulan

dari hasil analisis dan pembahasan tersebut.


34

D. Diagram Segaris Sederhana Gardu Induk

Untuk membuat pemodelan dari sebuah saluran transmisi dan gardu induk maka

diperlukan mengetahui diagram segaris terlebih dahulu. Pada gambar 3.11.

dibawah ini menunjukkan diagram segaris sederhana dari sebuah gardu induk :

LA

Gambar 3.11. Diagram Segaris Gardu Induk

Keterangan :

a. Saklar Pembumian (ES)

b. Saklar Pemisah (DSB, DSL), berfungsi untuk memutus dan menutup

rangkaian yang arusnya rendah.

c. Transformator Arus (CT), berfungsi untuk pengukuran arus yang besarnya

ratusan ampere dan arus yang mengalir dalam jaringan tegangan tinggi.

d. Circuit Breaker (CB) , berfungsi untuk memutuskan dan menutup jaringan

tanpa menyebabkan kerusakan pada pemutus daya.

k. Lightning Arrester (LA) , berfungsi sebagai pelindung sehingga tegangan

lebih surja petir tidak melebihi batas isolasi.

f. Transformator Daya (TD)


35

E. Alur Penelitian

Mulai

Pengumpulan data-data awal : spesifikasi menara, konduktor saluran, isolator, sistem


pentanahan menara, arrester [B]

Perhitungan pentanahan Perhitungan dari parameter


menara (R, L, C), saluran : Zt, Zg, a, b, E, d,
Vi

Pembuatan model simulasi menara transmisi dan Gardu Induk menggunakan software ATP

Masukkan nilai saluran transmisi dan peralatan pada Gardu Induk pada software ATP

Simulasi dengan ATP

Hasil keluaran pada


software ATP

Perhitungan Jarak antara


Arrester dan Transformator

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Keterangan Alur Penelitian :


[B] : Data spesifikasi dapat dilihat pada subbab B. Data Penelitian pada bab
ini.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk penentuan jarak maksimum

arester terhadap sambaran petir pada gardu induk, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan, yaitu :

1. Tegangan lebih pada waktu muka petir 1,2/50 μs lebih besar dibandingkan nilai

tegangan lebih pada saat waktu muka petir 2/50 μs disebabkan karena semakin

kecil waktu muka petir maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak

tegangan semakin cepat.

2. Nilai tegangan transformator pada simulasi masih berada dibawah batas yang

diizinkan yaitu dibawah 750 kV, hal ini disebabkan karena pengaruh pemasangan

arrester yang terdapat pada ujung saluran dengan jarak aman maksimum.

3. Jarak aman maksimum dari simulasi antara arrester dan transformator yang

disarankan sebesar 29,4 m sehingga transformator dapat terlindung dari pengaruh

surja petir.
69

B. Saran

Dari hasil analisis serta pembahasan pada penelitian ini, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut:

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai pengaruh tegangan lebih akibat petir

terhadap arrester dan gardu induk, dengan variasi waktu muka yang berbeda, serta

dapat dicoba dengan menggunakan waktu ekor yang berbeda sehingga dapat

dilihat pengaruhnya terhadap arrester dan gardu induk.


DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, A. 1984. Teknik Tegangan Tinggi. P.T. Pradnya Paramita.


Jakarta.

2. Arismunandar, A. Kuwahara S. 1973. Teknik Tenaga Listrik Jilid 2.


P.T. Pradnya Paramita. Jakarta.

3. Chabrol, A. McDonagh, N. 2013. Calculation Of Lightning Overvoltage


Failure Rates For a Gas Insulated Substation. Paper. ESB
International. Ireland.

4. Greenwood, Allan. 1970. Electrical Transients in Power Systems. John


Wily & Inc. USA.

5. Hutauruk, T.S. 1989. Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja. Erlangga.


Jakarta.

6. IEEE Modelling Guidelines for Fast Front Transients. 1997. The Institute
of Electrical and Electronics Engineers. New York.

7. J.A Martinez, P. Chowduri, R Irvani, A. Keri, D. Povh. 1998. “Modelling


Guidelines For Very Fast Transients In Gas Insulated Substations”.
IEEE Working Group.
8. M.A, Sargent. M, Darveniza.1969. Tower Surge Impedance IEEE Trans
Vol1.PAS-88. May. Hal. 680-687.

9. M. Pakpahan, Parouli. Khayam Umar. Ambara Guna, I.P.G. 2002.


Impedansi Konduktor Pengetanahan Pada Kajian Tegangan Lebih
Akibat Petir. Seminar Nasional dan Workshop Tegangan Tinggi.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

10. Nugroho, Sapto. 2005. Analisis Pengaruh Tegangan Induksi Akibat


Sambaran Petir Tak Langsung di Penyulang Badai 20 kV PLN
Cabang Tanjung Karang Menggunakan Simulasi EMTP. Tugas
Akhir. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Bandar Lampung.

11. Oramus, P. Florkowski, M. Influence of Various transmission Line Models


on Lightning Overvoltages in Insulation Coordination Studies.
Seminarium. Korporacyne Centrum ABB. Krakow.

12. Prikler, László. Høidalen Hans Kr. 2009. ATPDraw for Windows 5.6.
Norway.

13. Saengsuwan, T. Thipprasert W. 2004. Lightning Arrester Modeling Using


ATP-EMTP. Paper. Department of Electrical Engineering Faculty of
Engineering Kasetsart University. Bangkok.

14. Setiawan, Agung. 2006. Karakteristik Unjuk Kerja Arrester ZnO


Tegangan Rendah 220 volt. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Lampung. Bandar Lampung.
15. Syakur, Abdul. Agung Warsito. Liliyana Nilawati. 2009. Kinerja
Arrester Akibat Induksi Sambaran Petir pada Jaringan Tegangan
Menengah 20 KV. Paper. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro. Semarang.

16. Tobing, Bonggas L. 2003. Peralatan Tegangan Tinggi. PT. Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

17. Tobing, W Roland. 2010. Pengaruh Impedansi Surja Pembumian Menara


Transmisi Terhadap Tegangan Lengan Menara. Tugas Akhir. Jurusan
Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Medan.

18. Violeta, Chis. Cristina, Bala. Mihaela, Daciana Craciun. Simulation Of


Lightning Overvoltages With ATP-EMTP And PSCAD/EMTDC.
Paper. Department Of Mathematics And Computer Science.
University Of Arad.

19. Zoro, Reynaldo. 2013. Proteksi Sistem Tenaga. Diktat. Teknik Tenaga
Listrik, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, ITB. Bandung.

You might also like