Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 125

PENGEMBANGAN UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS

DI KABUPATEN BANGKA SELATAN

TESIS

SYAIFUDDIN MOHALISI

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

PENGEMBANGAN UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS


DI KABUPATEN BANGKA SELATAN

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah disebutkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Bogor, Maret 2011


SYAIFUDDIN MOHALISI
NRP C452070074
ABSTRACT

SYAIFUDDIN MOHALISI. Development of Pelagic Fishing Unit in South


Bangka Regency Supervised by MULYONO S. BASKORO and SUGENG HARI
WISUDO

The fishery condition in South Bangka Regency still has some limitation,
among others are the capacity and unattainability of fishing ships, low fishermen
knowledge in the modern fishing technology, and capability of local fishermen to
fish in a long period is limited, so that they tend to use fishing gear that only
sufficient to use a long the shore.Another fact proved that in general fish resource
utilization is still carried out using stationary fishing net i.e. bottom gillnet and
hand line so that the fishery potency especially pelagic fish is not optimized. The
objectives of the research are first to carried out a selection on fishing unit based
on, biology, economy, and social aspects, secondly to look for optimum pelagic
fishing allocation in the South Bangka Regency and third to determine the
strategy for the development of pelagic fishery in South Bangka Regency. The
methodology being used were survey and observation on the pelagic fishery
condition at the research location. Data was obtained through direct interview
with the pelagic fishery fishermen based on the fishings gears they used.
Interviews were also carried out with the fishery stakeholders and collectors i.e.
PPI Sadai and local fishery ageny officers. The dominant fishing gears used by the
fishermen were line fishing, stationary life net, and gillnet. A new fishing gear
that was the millenium net that was introduced by Andon fishermen from
Indramayu Regency. Based on the financial criteria analysis the stationary life net
has the bighest R/C value compared to other fishing gears. Therefore, it is
expected that stationary life net will develop rapidly. However, looking into the
investment criteria the stationary life net has low B/C value compared to boat life
net. In this regard, both fishing gears could be considered to be developed in
South Bangka Regency. The analysis of the four (4) aspects i.e. biology,
technical, economy, social presented that in sequence the unit that has good
prospect to be developed are millennium net boatlife net, line fishing, stationary
life net, and gillnet. To have optimum utilization of existing pelagic fish resource
a strategy was prepared based on the resource characteristic and local community.
The first strategy is fish resource utilization using environment friendly fishing
gear and second improved productivity and value added of pelagic fish. The
formulated strategy could be taken as a reference by the South Bangka Regency
Local Government to decide the policy and program in the development of the
pelagic fish in this area using the fishing principle that are accountable and
environment friendly, beside that the program should be able to overcome the
problem arouse in the community to reach higher fishermen productivity and
welfare.

Keywords: pelagic fish, South Bangka, optimal utilization


RINGKASAN

SYAIFUDDIN MOHALISI. Pengembangan Unit Penangkapan Ikan Pelagis di


Kabupaten Bangka Selatan. Di bawah bimbingan Mulyono S. Baskoro dan
Sugeng Hari Wisudo.

Kondisi perikanan di Kabupaten Bangka Selatan masih memiliki beberapa


keterbatasan, antara lain kapasitas dan daya jangkau armada penangkapan
terbatas, pengetahuan nelayan tentang teknologi penangkapan modern masih
rendah, dan kemampuan nelayan lokal untuk melaut dalam jangka waktu lama
masih rendah sehingga nelayan lokal masih cenderung menggunakan alat tangkap
dengan kemampuan jelajah hanya di sekitar pantai. Fakta lain menunjukkan
bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan secara umum masih dilakukan dengan
menggunakan alat tangkap statis, seperti bagan, bottom gillnet dan hand line
sehingga pemanfaatan potensi perikanan terutama ikan pelagis belum optimal.

Tujuan dari penelitian ini adalah pertama untuk melakukan seleksi unit
penangkapan ikan berdasarkan aspek teknik, biologi, ekonomi dan sosial, kedua
mencari alokasi optimal unit penangkapan ikan pelagis di perairan Kabupaten
Bangka Selatan dan terakhir adalah menentukan strategi pengembangan perikanan
pelagis di Kabupaten Bangka Selatan. Metode penelitian yang digunakan
merupakan metode survei dan observasi kondisi perikanan pelagis di lokasi
penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap
nelayan perikanan pelagis berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan.
Wawancara juga dilakukan terhadap pengumpul dan stakeholders perikanan lain
yaitu pengelola PPI Sadai dan pegawai dinas perikanan setempat.

Jenis alat tangkap dominan yang digunakan nelayan untuk memanfaatkan


ikan pelagis adalah pancing, bagan, dan gillnet. Pancing yang digunakan juga
terdiri atas beberapa macam antara lain pancing ulur dan pancing cumi (squid
jigging). Sementara itu, bagan yang digunakan juga terdiri atas dua jenis yaitu
bagan tancap dan bagan perahu dengan hasil tangkapan utama berupa cumi-cumi.
Jenis gillnet yang digunakan nelayan Kabupaten Bangka Selatan secara umum
dapat dibedakan atas dua jenis yaitu jaring kembung (gillnet mono filament) dan
jaring millenium (gillnet multi filament), khusus untuk jaring millenium
merupakan jenis alat tangkap baru yang diperkenalkan oleh nelayan andon dari
Kabupaten Indramayu.

Berdasarkan analisis terhadap kriteria finansial, bagan tancap merupakan


jenis alat tangkap yang memiliki nilai R/C paling besar dibandingkan dengan alat
tangkap yang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa peluang
pengembangan bagan tancap di masa mendatang masih besar. Meskipun
demikian, bila dilihat dari kriteria investasi bagan tancap memiliki nilai B/C yang
lebih kecil dibandingkan dengan bagan perahu. Dengan demikian, kedua jenis
alat ini dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan di Kabupaten Bangka
Selatan.

Berdasarkan hasil analisis terhadap 4 aspek yaitu biologi, teknik, ekonomi


dan sosial diperoleh hasil bahwa unit penangkapan yang memiliki prospek baik
untuk dikembangkan secara berurutan adalah jaring millenium, bagan perahu, dan
pancing. Alokasi optimum dari setiap unit penangkapan terpilih tersebut adalah
jaring millenium sebanyak 574 unit, bagan perahu sebanyak 227 unit, dan pancing
sebanyak 140 unit.

Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis yang


ada, maka disusunlah strategi yang didasarkan pada karakteristik sumberdaya dan
masyarakat setempat. Urutan strategi yang menempati prioritas pertama adalah
Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis sesuai potensi lestari dengan
pengembangan alat tangkap jaring millenium, disusul dengan strategi peningkatan
produktivitas perikanan tangkap melalui pengembangan armada penangkapan >
20 GT dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung perikanan yang
dibutuhkan misalnya pabrik es, cold storage, TPI, SPDN dan dermaga.

Strategi yang dirumuskan dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah


Kabupaten Bangka Selatan untuk menentukan kebijakan dan program kerja yang
akan dilaksanakan terkait dengan pengembangan perikanan pelagis di wilayah ini.
Tentunya pengoptimalan pemanfaatan potensi perikanan pelagis harus tetap
memperhatikan prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggungjawab dan ramah
lingkungan. Selain itu, strategi dan program yang dilaksanakan hendaknya
mampu menjawab permasalahan yang ada di masyarakat, sehingga produktivitas
dan kesejahteraan nelayan akan semakin meningkat.

Kata kunci: Perikanan Pelagis, Kabupaten Bangka Selatan, Optimalisasi


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
DAFTAR ISTILAH

Bagan tancap (stationary : Jenis alat tangkap dari kelompok jaring angkat
bamboo lift net) (lift net) yang pengoperasiannya menetap.
Bagan perahu (mobile- : Jenis alat tangkap dari kelompok jaring angkat
boat lift net) (lift net) yang pengoperasiannya dapat
berpindah-pindah dengan menggunakan sarana
berupa perahu.
Biaya tetap (fix cost) : Biaya yang tidak mengalami perubahan
walaupun input dan output produksi mengalami
perubahan.
Biaya variable (variable : Biaya yang selalu mengalami perubahan seiring
cost) dengan berubahnya input maupun output
produksi.
Jaring angkat (lift net) : Kelompok jaring yang pengoperasiannya
diangkat.
Jaring millennium : Kelompok jaring insang hanyut yang
dimodifikasi sedemikian sehingga mampu
menangkap semua ukuran ikan, hal ini terjadi
karena benang pembentuk jaring yang biasanya
monofilament tunggal diubah menjadi gabungan
benang monofilament yang tidak terpilin
sehingga masing-masing benang mampu
menjerat ikan.
cold storage : Ruangan dingin dengan suhu antara 0 oC sampai
dengan -40 oC yang digunakan untuk
menyimpan ikan hasil tangkapan.
Tempat Pelelangan Ikan : Sarana Pelabuhan Perikanan maupun Pangkalan
(TPI) Pendaratan Ikan yang diperuntukan sebagai
tempat untuk melelang hasil tangkapan.
Pay back period : Periode waktu yang diperlukan untuk menutup
kembali pengeluaran biaya investasi dengan
menggunakan aliran kas dalam satu bulan atau
satu tahun.
Pendapatan : Keuntungan usaha dikurangi dengan
pengeluaran usaha (biaya).
One day fishing : Kegiatan penangkapan yang dilakukan selama
satu hari.
Rasio (R/C) : Nilai perbandingan antara jumlah pendapatan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
usaha.
PENGEMBANGAN UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS
DI KABUPATEN BANGKA SELATAN

SYAIFUDDIN MOHALISI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCA SARJANA


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji luar komisi pada ujian tesis : Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengembangan Unit Penangkapan Ikan Pelagis di


Kabupaten Bangka Selatan
Nama Mahasiswa : Syaifuddin Mohalisi
NRP : C452070074
Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si.
Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi, Dekan Sekolah Pascasarjana,


Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Prof.Dr.Ir.John Haluan, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 11 April 2011


Tanggal Lulus :
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan tesis ini adalah tahap akhir dari pendidikan strata dua yang saya
jalani di Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Pengembangan Unit
Penangkapan Ikan Pelagis Di Kabupaten Bangka Selatan” dalam perjalanan
panjang penyusunan tesis ini saya banyak sekali mendapat bantuan serta arahan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc. dan Dr. Ir. Sugeng Hari
Wisudo, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan
baik.
2. Dr. Ir. Yulistyo Mudho, M.Sc. selaku kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Bangka Belitung dan Sugiyanto, S.Pi, MM.
selaku kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka
Selatan, atas segala bantuannya sehingga pelaksanaan penelitian
dapat berjalan dengan baik.
3. Keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya.
4. Tim enumerator Indra Supiyono, S.Pi, Adi Susanto, S.Pi, M.Si.
5. Semua pihak yang telah membantu dan proses penyelesaian tesis
ini.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Bogor , Maret 2011

Penulis
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk mencapai kelulusan pada jenjang pendidikan
strata dua.
Tesis ini berjudul “Pengembangan Unit Penangkapan Ikan Pelagis di
Kabupaten Bangka Selatan”. Penulisan tesis ini dilatarbelakangi oleh besarnya
potensi perikanan Bangka Selatan yang diperkirakan mencapi 64.000 ton per
tahun. Namun pada kenyataanya kegiatan penangkapan di Kabupaten Bangka
Selatan masih sangat tradisional dan potensi tersebut tidak dimanfaatkan secara
optimal dan bahkan karena penggunaan teknologi yang rendah nelayan setempat
hanya membiarkan saja sumberdayanya di curi oleh nelayan-nelayan Vietnam dan
Thailand. Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis ingin memahami lebih
dalam bagaimana pola pengembangan perikanan yang dapat dilakukan dengan
melihat potensi perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan. Penulis juga
memperkuat permasalahan ini dengan tinjauan pustaka mengenai pengembangan
perikanan, analisis ekonomi, dan model-model pengambilan keputusan dalam
proses pelaksanaan pengembangan perikanan pelagis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S.


Baskoro, M.Sc. dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si. selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bantuan, nasehat serta bimbingan dan penjelasan yang
dibutuhkan penulis selama menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan
usulan penelitaian ini.

Penulis berharap semoga penelitian memberikan dampak yang baik bagi


kepentingan penulis dan masyarakat di Kabupaten Bangka Selatan.

Bogor , Maret 2011

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gela, Pulau Taliabu,


Provinsi Maluku Utara sebagai anak pertama dari
pasangan Bapak La Ode Mohalisi dan Ibu Nasuha.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD
Negeri Gela pada tahun 1983 dan melanjutkan ke SMP
Negeri 3 Raha, Provinsi Sulawesi Tenggara hingga tahun
1986. Selanjutnya penulis meneruskan ke SMA Negeri 2
Raha dan selesai pada tahun 1989. Pada tahun yang sama penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan menyelesaikan program S1 di
Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor pada tahun 1995.
Penulis menikah dengan Amita Nucifera Nida Silmi dan dikaruniai 5
orang anak yaitu Muhammad Haidar Mohalisi, Najla Audra Nephelia Mohalisi,
Amira Rosyida Eugenia Mohalisi, Muhammad Azraf Mohalisi dan Wa Ode
Fatimah Zafeera Garcinia Mohalisi. Saat ini penulis bekerja sebagai Direktur
Utama di PT. Taliabu Agro Utama.

Bogor , Maret 2011

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii
I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3 Hipotesa Penelitian ................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
1.6 Kerangka Pemikiran................................................................................ 4

II TINJUAN PUSTAKA .................................................................................... 6


2.1 Sumberdaya ikan .................................................................................. 6
2.2 Alat Tangkap ........................................................................................... 8
2.2.1 Jaring insang (gillnet) ................................................................... 9
2.2.2 Bagan (lift net) ............................................................................... 10
2.2.3 Pancing (hook and line) ................................................................. 12
2.3 Optimisasi ............................................................................................... 12
2.4 Analisis Kelayakan Usaha ...................................................................... 13
2.5 Linier Programming .................................................................................. 15
2.6 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) ..... 18

III METODE PENELITIAN ............................................................................ 21


3.1 Waktu dan Lokasi ................................................................................... 21
3.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 22
3.4 Analisis Data ........................................................................................... 22
3.4.1 Identifikasi unit penangkapan ikan ................................................ 23
3.4.1.1 Aspek biologi .................................................................... 23
3.4.1.2 Aspek teknis ...................................................................... 24
3.4.1.3 Aspek ekonomi .................................................................. 25
3.4.1.4 Aspek sosial ...................................................................... 30
3.4.1.5 Analisis gabungan ............................................................ 31
3.4.2 Alokasi unit penangkapan pelagis ............................................... 35
3.4.2.1 Fungsi tujuan .................................................................. 35
3.4.2.2 Fungsi pembatas .............................................................. 35
3.4.3 Analisis strategi pengembangan perikanan pelagis ...................... 36

IV KEADAAN UMUM ...................................................................................... 39


4.1 Letak Geografis ...................................................................................... 39
4.2 Kondisi Iklim ......................................................................................... 40
4.3 Keadaan Tanah dan Hidrologi ................................................................ 40
4.4 Kependudukan ....................................................................................... 41
4.5 Kondisi Perikanan Tangkap .................................................................... 42
4.5.1 Nelayan ......................................................................................... 42
4.5.2 Unit penangkapan ikan ................................................................. 42
4.5.3 Hasil tangkapan ............................................................................. 44

V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 46


5.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kabupaten Bangka
Selatan .................................................................................................... 46
5.1.1 Bagan ............................................................................................ 46
5.1.2 Jaring insang hanyut (drift gillnet) ................................................ 48
5.1.3 Pancing ......................................................................................... 48
5.2 Keragaan Ekonomi Unit Penangkapan Ikan Pelagis .............................. 49
5.2.1 Modal investasi .............................................................................. 49
5.2.2 Biaya usaha ................................................................................... 51
5.2.3 Penerimaan usaha .......................................................................... 52
5.2.4 Kriteria finansial ........................................................................... 52
5.2.5 Kriteria investasi ........................................................................... 53
5.3 Keragaan Sosial Unit Penangkapan Ikan Pelagis ................................... 55
5.4 Seleksi Unit Penangkapan Ikan Unggulan Berdasarkan Aspek Biologi,
Teknik, Ekonomi dan Sosial ................................................................... 56
5.4.1 Penilaian aspek biologi unit penangkapan ikan pelagis ................ 56
5.4.2 Penilaian aspek teknis unit penangkapan ikan pelagis .................. 57
5.4.3 Penilaian aspek ekonomi unit penangkapan ikan pelagis .............. 60
5.4.4 Penilaian aspek sosial unit penangkapan ikan pelagis ................... 64
5.4.5 Seleksi unit penangkapan ikan pelagis .......................................... 65
5.5 Alokasi Unit Penangkapan Ikan Pelagis ................................................ 67
5.6 Strategi Pengembangan Perikanan Pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan ..................................................................................................... 71

VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 82


LAMPIRAN ................................................................................................. ....... 85
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Potensi lestari sumberdaya ikan di Laut Cina Selatan .............................. 6
2 Potensi lestari yang boleh dimanfaatkan sumberdaya ikan di Laut Jawa . 7
3 Rincian skor kriteria teknis seleksi unit penangkapan ikan pelagis di
Kabupaten Bangka Selatan........................................................................ 24
4 Ringkasan analisis data ............................................................................. 32
5 Matriks IFAS dan EFAS dalam analisis SWOT ....................................... 38
6 Matrik SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) ............. 38
7 Jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Bangka Selatan .............. 41
8 Jumlah penduduk nelayan/kelompok nelayan Kabupaten Bangka Selatan
tahun 2006 (DKP BANGKA SELATAN 2009). ...................................... 42
9 Data jumlah kapal nelayan Kabupaten Bangka Selatan tahun 2009 ......... 43
10 Alat tangkap yang digunakan nelayan Kabupaten Bangka Selatan. ......... 43
11 Produksi perikanan tangkap Kabupaten Bangka Selatan tahun 2006. .... 45
12 Nilai investasi usaha penangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten
Bangka Selatan .......................................................................................... 50
13 Perbandingan biaya unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan ....................................................................................................... 51
14 Penerimaan usaha masing-masing unit penangkapan ikan pelagis kecil .. 52
15 Perbandingan nilai-nilai finansial unit penangkapan ikan pelagis di
Kabupaten Bangka Selatan........................................................................ 53
16 Perbandingan kriteria investasi unit penangkapan ikan pelagis kecil di
Kabupaten Bangka Selatan........................................................................ 54
17 Perbandingan keragaan sosial usaha perikanan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan .......................................................................................... 55
18 Penilaian dan standarisasi aspek biologi dengan fungsi nilai unit
penangkapan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan. ................................ 57
19 Penilaian dan standarisasi aspek teknik dengan fungsi nilai unit
penangkapan ikan di pulau Bangka Kabupaten Bangka Selatan. ............. 59
20 Penilaian dan standarisasi aspek ekonomi dengan fungsi nilai unit
penangkapan ikan di pulau Bangka Kabupaten Bangka Selatan. ............. 63
21 Penilaian dan standarisasi aspek sosial dengan fungsi nilai unit
penangkapan ikan di pulau Bangka Kabupaten Bangka Selatan. ............. 64
22 Seleksi unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan
dengan menggunakan aspek biologi, teknis, ekonomi dan sosial ............. 66
23 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di perairan
Kabupaten Bangka Selatan........................................................................ 70
24 Urutan kepentingan faktor-faktor strategi untuk aspek kekuatan dan
kelemahan dalam pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan ....................................................................................................... 72
25 Urutan kepentingan faktor-faktor strategi untuk aspek peluang dan
ancaman dalam pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan ....................................................................................................... 73
26 Strategi pengelolaan perikanan menurut kombinasi faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman ............................................................. 74
27 Urutan strategi berdasarkan nilai skoring faktor internal dan faktor
eksternal .................................................................................................... 75
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian ............................................................... 5
2 Kerangka Formulasi Strategis (Rangkuti, 2005) ....................................... 19
3 Analisis SWOT (Rangkuti, 2005) ............................................................. 19
4 Peta lokasi penelitian ................................................................................. 21
5 Diagram alir pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan .......................................................................................... 34
6 Alat tangkap bagan tancap (a) dan bagan perahu (b) di
Kabupaten Bangka Selatan........................................................................ 47
7 Alat pancing ulur di Kabupaten Bangka Selatan ...................................... 48
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten
Bangka Selatan .......................................................................................... 86
2 Cash flow unit penangkapan bagan di Pulau Pongok Kabupaten
Bangka Selatan .......................................................................................... 87
3 Analisis finansial unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten
Bangka Selatan .......................................................................................... 88
4 Cash flow unit penangkapan bagan tancap di Pulau Bangka
Kabupaten Bangka Selatan........................................................................ 89
5 Analisis jaring kembung (drift gillnet) di Kabupaten Bangka Selatan ..... 90
6 Cash flow jaring kembung (drift gillnet) di Kabupaten Bangka
Selatan ....................................................................................................... 91
7 Analisis usaha unit penangkapan jaring millennium di Kabupaten
Bangka Selatan .......................................................................................... 92
8 Cash flow unit penangkapan jaring millennium di Kabupaten
Bangka Selatan ......................................................................................... 93
9 Analisis usaha unit penangkapan pancing di Kabupaten Bangka
Selatan ....................................................................................................... 94
10 Cash flow unit penangkapan pancing di Kabupaten Bangka Selatan ....... 95
11 Persamaan matematis dari Model Linear Goal Programming untuk
mengoptimumkan alokasi teknologi penangkapan utama untuk ikan
pelagis di Perairan Kabupaten Bangka Selatan ......................................... 96
12 Hasil analisis program LINDO dalam mengoptimumkan alokasi
teknologi penangkapan utama untuk ikan pelagis di Perairan
Kabupaten Bangka Selatan........................................................................ 97
13 Jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di Kabupaten Bangka
Selatan ....................................................................................................... 98
14 Konstruksi jaring millenium .................................................................... 99
15 Jenis hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Bangka Selatan ................... 100
16 Armada penangkapan di Kabupaten Bangka Selatan ............................... 101
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open


access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan
di wilayah tertentu di perairan Indonesia. Kondisi ini memang tidak salah
mengingat paradigma yang masih dianut menyatakan bahwa laut adalah common
property dimana setiap orang berhak memanfaatkannya. Namun kebebasan
pemanfaatan ini tentunya perlu ada yang mengendalikan sehingga sumberdaya
ikan yang menjadi target pemanfaatan tetap lestari dan tetap memberi manfaat
kepada nelayan. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam rangka pengendalian
dan pengembangan perikanan menjadi sangat penting terlebih di era otonomi
daerah dimana daerah diberi kewenangan pengelolaan pada batas-batas tertentu
demi kemajuan daerah.

Seiring dengan diterbitkannya Undang-Undang nomor 22 dan 25 tahun


1999 tentang Otonomi Daerah, perikanan sebagai salah satu sektor yang cukup
penting dalam pengembangannya menghadapi banyak kendala baik yang bersifat
eksternal maupun internal. Oleh karena itu, diperlukan penelaahan khusus yang
terperinci untuk mengetahui keunggulan, hambatan internal, ancaman dan
tantangan pengembangan perikanan di suatu daerah.

Kabupaten Bangka Selatan adalah daerah di ujung selatan Pulau Bangka


yang dikelilingi oleh laut Cina Selatan dan laut Jawa serta diapit oleh dua selat
yaitu Selat Bangka dan Selat Gelasa. Luas wilayah Kabupaten Bangka Selatan ±
3.607 km2, dengan jumlah penduduk mencapai 158.931 orang, merupakan daerah
yang cukup ideal untuk pengembangan perikanan. Hal ini tidaklah berlebihan
karena wilayah kabupeten ini dikelilingi oleh laut dengan panjang pantai ± 282
km. Potensi lainya berupa 12.223 ha hutan mangrove yang kesemuanya dalam
kondisi baik, terumbu karang ± 1.120 ha serta 57 pulau-pulau kecil. Selain itu,
perairan Bangka Selatan diperkirakan mempunyai potensi perikanan sebesar
64.000 ton/tahun dan hingga 2008 potensi ini baru dimanfaatkan sekitar 23.854
ton atau 37,12 % dari potensi yang ada. Bila dibandingkan dengan produksi
perikanan Provinsi Bangka Belitung, Kabupaten Bangka Selatan menyumbang
sebesar 15,5% dari total produksi Bangka Belitung (DKP Bangka Selatan 2009).
Bila melihat kondisi ini maka perikanan di Kabupaten Bangka Selatan memiliki
peluang besar untuk dikembangkan menjadi sektor utama pengerak kemajuan
Bangka Selatan.

Laporan statistik perikanan Provinsi Bangka Belitung tahun 2009


menunjukkan bahwa produksi perikanan pelagis didominasi oleh kelompok ikan
tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomorus spp), kembung (Rastrellinger
spp), banyar (Rastrelliger kanagurta), golok-golok (Chirosentrus dorab) dan
lemuru (Sardinela sp). Ikan tersebut ditangkap menggunakan beberapa jenis alat
tangkap diantaranya adalah jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap
(set gillnet), bagan (lift net), pancing (hook) dan serok. Berdasarkan data statistik
Kabupaten Bangka Selatan (2009), juga disebutkan bahwa kegiatan perikanan
tangkap di Kabupaten Bangka Selatan berada di 5 Kecamatan yaitu Toboali,
Lepar Pongok, Tukak Sadai, Simpang Rimba dan Pulau Besar, dengan sentra
utama berada di Tukak Sadai.

Kondisi perikanan di Kabupaten Bangka Selatan masih menghadapi


kendala dan keterbatasan, antara lain kapasitas dan daya jangkau armada
penangkapan terbatas, pengetahuan nelayan tentang teknologi penangkapan
modern masih rendah, dan kemampuan nelayan lokal untuk melaut dalam jangka
waktu lama masih rendah sehingga nelayan lokal masih cenderung menggunakan
armada penangkapan dengan kemampuan jelajah hanya di sekitar pantai. Fakta
lain menunjukkan bahwa, pemanfaatan sumberdaya ikan secara umum masih
dilakukan dengan menggunakan alat tangkap statis, seperti bagan, bottom gillnet
dan hand line.

Mengacu pada potensi sumberdaya perikanan yang ada di wilayah


Kabupaten Bangka Selatan, serta kondisi aktual pemanfaatan sumberdaya ikan
dan alat tangkap yang digunakan, maka untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya ikan perlu dilakukan peningkatan upaya penangkapan. Peningkatan
ini memerlukan kajian khusus sehingga penentuan kebijakan pengembangan
armada penangkapan yang komprehensif, terukur dan sesuai dengan keadaan
masyarakat Kabupaten Bangka Selatan dapat dirumuskan dengan tepat. Oleh
karena itu, penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan yang disesuaikan dengan kondisi biologis, sosial, teknik dan ekonomi
sangat dibutuhkan dalam rangka pengembangan armada penangkapan unggulan di
Kabupaten Bangka Selatan.

1.2 Perumusan Masalah


Kabupaten Bangka Selatan adalah kabupaten baru di Provinsi Bangka
Belitung yang sedang membangun di semua sektor termasuk perikanan.
Permasalahan yang timbul di bidang perikanan adalah potensi perikanan yang
cukup besar yaitu 64.000 ton/tahun namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Hal ini terlihat dari kondisi di 5 kecamatan yang melakukan aktivitas
penangkapan yaitu Toboali, Lepar Pongok, Tukak Sadai, Simpang Rimba dan
Pulau Besar, belum memiliki sarana dan prasarana penunjang yang memadai.
Selain itu, dominannya jumlah armada perikanan skala kecil menunjukkan bahwa
pemanfaatan potensi perikanan tangkap di kabupaten ini belum optimal.

Keterbatasan jangkauan armada perikanan menyebabkan kegiatan


penangkapan hanya dilakukan di sekitar pantai dengan menggunakan alat tangkap
sederhana. Beberapa alat tangkap yang digunakan adalah bagan, bottom gillnet,
drift gillnet dan pancing sehingga produksi perikanan Kabupaten Bangka Selatan
pada tahun 2009 hanya mencapai 23.854 ton atau 37,12 % dari potensi yang ada.
Rendahnya produksi perikanan tangkap juga merupakan akibat langsung dari
produktivitas alat tangkap yang rendah sehingga pemanfaatan potensi yang ada
belum optimal.

Fokus pengembangan dan pengelolaan perikanan yang tidak jelas juga


menyebabkan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Bangka Selatan
menjadi terhambat. Pemilihan jenis alat tangkap yang kurang tepat dan
jumlahnya yang belum optimal semakin menyebabkan kondisi perikanan tangkap
tidak berkembang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab
beberapa pertanyaan terkait dengan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis antara
lain :
1) Jenis alat tangkap apakah yang memberikan keuntungan paling tinggi
dilihat dari aspek teknik, biologi, ekonomi dan sosial?
2) Berapa alokasi optimum alat tangkap untuk mengoptimalkan pemanfaatan
ikan pelagis di Perairan Bangka Selatan?
3) Bagaimana strategi pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan?

1.3 Hipotesa Penelitian


Pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dapat
menjamin kelestarian sumberdaya ikan dengan memaksimumkan unit
penangkapan yang ada, keuntungan usaha masing-masing unit penangkapan dan
alokasi unit penangkapan di Bangka Selatan.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1) Seleksi unit penangkapan ikan berdasarkan aspek teknik, biologi, ekonomi
dan sosial.
2) Alokasi unit penangkapan ikan pelagis di perairan Kabupaten Bangka
Selatan.
3) Menentukan strategi pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Selatan dalam rangka pengembangan
perikanan tangkap melalui optimalisasi alokasi alat tangkap yang sesuai dengan
karakteristik daerah Bangka Selatan.

1.6 Kerangka Pemikiran


Potensi perikanan yang dimiliki oleh suatu daerah seyogyanya dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat setempat dengan mempertimbangkan
aspek biologi, sosial teknik dan ekonomi. Upaya pemanfaatan harus tetap
dilakukan dengan campur tangan dan strategi yang tepat dari pemerintah daerah.
Peran pemerintah dalam melakukan pengelolaan potensi sumberdaya ikan dapat
dituangkan dalam bentuk PERDA yang berpihak pada kepentingan nelayan lokal.
Selain itu, penambahan sarana dan prasarana perikanan harus dilakukan sehingga
dapat mendorong peningkatan mutu dan produktivitas perikanan pelagis di
Kabupaten Bangka Selatan. Kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan
pada Gambar 1.

Potensi Perikanan Bangka Selatan

Pemanfaatan Belum
Optimal

Keterbatasan Pemilihan Alat Fokus


Jangkauan Tangkap yang Pengembangan
Armada Kurang Tepat Belum Jelas
Perikanan

Seleksi Unit Alokasi Unit


Penangkapan Penangkapan
Pelagis Pelagis

Strategi
Pengembangan
Perikanan
Pelagis
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Ikan

Kabupaten Bangka Selatan merupakan salah satu daerah di Pulau Bangka


yang memiliki potensi kelautan cukup tinggi karena hampir sebagian wilayahnya
di batasi oleh laut. Laut yang membatasi wilayah Kabupaten Bangka Selatan
adalah Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Kedua perairan tersebut beradasarkan
kewenangan pengelolaannya dikelompokkan menjadi wilayah tersendiri, hal ini
tentunya sangat beralasan karena Laut Jawa dan Laut Cina Selatan selain alasan
sumberdaya dan luas wilayah, alasan lain yang juga mendasari adalah tingkat
pemanfaaran sumberdaya yang memiliki kompleksitas perikanan tinggi.
DKP (2006) menyebutkan bahwa WPP Laut Jawa memiliki potensi
perikanan sebesar 796,64 x 103 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan telah
melebihi kapasitas perairan (1.094,38 x 103 ton/tahun), sedangkan Laut Cina
Selatan memiliki potensi sumberdaya 1.057,05 x 103 ton/tahun dengan tingkat
pemanfaatan baru mencapai 39,05% dari potensi yang ada. Bila memperhatikan
kondisi tersebut maka perairan di sekitar Bangka merupakan daerah kaya
khususnya perairan Laut Cina Selatan.
Potensi perikanan dua perairan tersebut berasal dari beberapa kelompok
ikan maupun non ikan, yaitu : ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan
demersal besar, ikan demersal kecil, ikan karang, udang penaeid, lobster, dan
cumi-cumi. Data jenis ikan di perairan Laut Cina Selatan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Potensi lestari sumberdaya ikan di Laut Cina Selatan
Potensi lestari
No. Kelompok sumberdaya ikan
(103 ton/tahun)
1. Ikan pelagis besar 52,86
2. Ikan pelagis kecil 497,20
3. Ikan demersal 267,84
4. Ikan karang konsumsi 17,26
5. Udang penaeid 8,00
6. Lobster 0,32
7. Cumi-cumi 2,16
Jumlah 1094,38
Sumber: DKP 2006
Tabel 2 Potensi lestari yang boleh dimanfaatkan sumberdaya ikan di Laut Jawa
Potensi lestari
No. Kelompok sumberdaya ikan
(103 ton/tahun)
1. Ikan pelagis besar 44,00
2. Ikan pelagis kecil 272,00
3. Ikan demersal 300,16
4. Ikan karang konsumsi 7,60
5. Udang penaeid 9,12
6. Lobster 0,40
7. Cumi-cumi 4,03
Jumlah 796.64
Sumber: DKP 2006

Bila diperhatikan dari dua wilayah baik Laut Cina Selatan maupun Laut
Jawa, sumberdaya ikan pelagis di perairan tersebut merupakan sumberdaya ikan
yang memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan dengan dengan jenis ikan
lainnya. Mengacu pada kondisi tersebut maka sumberdaya yang memiliki
kelimpahan cukup tinggi di wilayah perairan Kabupaten Bangka Selatan adalah
sumberdaya ikan pelagis. Ikan pelagis yaitu jenis ikan pemakan plankton dengan
jalan menyaring plankton yang masuk untuk memilih jenis plankton yang
disukainya ditandai oleh adanya tapis insang yang banyak dan halus. Lain halnya
dengan selar yang termasuk dalam ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan
krustasea (Suyedi 2001).
Pada siang hari ikan pelagis kecil berada di dasar perairan membentuk
gerombolan yang padat dan kompak (shoal), sedangkan pada malam hari naik ke
permukaan membentuk gerombolan yang menyebar (scattered). Ikan ini juga
dapat muncul ke permukaan pada siang hari, apabila cuaca mendung disertai
hujan gerimis. Adanya kecenderungan bergerombol berdasarkan kelompok
ukuran dan berupaya mengikuti makanannya (Suyedi 2001).
Sumberdaya ikan pelagis dibagi berdasarkan ukuran, yaitu ikan pelagis
besar seperti kelompok tuna (Thunidae) dan cakalang (Katsuwonus pelamis),
kelompok marlin (Makaira sp), kelompok tongkol (Euthynnus spp) dan tenggiri
(Scomberomorus spp), selar (Selaroides leptolepis) dan sunglir (Elagastis
bipinnulatus), kelompok kluped seperti teri (Stolephorus indicus), japuh
(Dussumieria spp), tembang (Sadinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps)
dan siro (Amblygaster sirm), dan kelompok skrombroid seperti kembung
(Rastrelliger spp) (Aziz et al. 1988 diacu dalam Suyedi 2001).
Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu
sumberdaya perikanan yang paling melimpah (Merta et al. 1998) dan paling
banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai
kalangan bila dibandingan dengan tuna yang sebagian besar produk unggulan
ekspor dan hanya sebagian kelompok yang dapat menikmatinya. Ikan pelagis
umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk shoaling juga berfungsi sebagai
konsumen antara dalam rantai makanan sehingga perlu upaya pelestarian (Suyedi
2001).
Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada
beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti lemuru (Sardinella
Longiceps) banyak tertangkap di Selat Bali, layang (Decapterus spp) di Selat Bali,
Makassar, Ambon dan Laut Jawa, kembung lelaki (Rastrellnger kanagurta) di
Selat Malaka dan Kalimantan, kembung perempuan (Rastrelliger neglectus) di
Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan Barat. Menurut data wilayah
pengelolaan FKPPS (Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan) maka ikan layang banyak tertangkap di Laut Pasifik, teri di Samudera
Hindia dan kembung di Selat Malaka. Ikan pelagis dapat ditangkap dengan
berbagai alat penangkap ikan seperti purse seine atau pukat cincin, jaring insang,
payang, bagan dan sero (Suyedi 2001).

2.2 Alat Tangkap

Jenis alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap sumberdaya ikan


pelagis kecil di Perairan Kabupaten Bangka Selatan umumnya masih bersifat
tradisional. Jenis alat tangkap tersebut adalah jaring rajungan, pancing dan jaring
millenium atau bila dikelompokkan adalah jaring insang (gillnet), bagan (lift net)
dan pancing (hook).

2.2.1 Jaring insang (gillnet)

Gillnet secara harfiah berarti jaring insang. Alat tangkap ini disebut jaring
insang karena ikan yang tertangkap oleh gillnet umumnya tersangkut pada tutup
insangnya (Sadhori 1985). Martasuganda (2002), mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan jaring insang adalah jaring yang berbentuk empat persegi
panjang, dimana mata jaring dari bagian jaring utama ukurannya sama dan jumlah
mata jaring ke arah horizontal lebih banyak dari pada jumlah mata jaring arah
vertikal. Pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung dan bagian
bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat sehingga adanya dua gaya yang
berlawanan.
Menurut Gunarso (1985), gillnet merupakan dinding jaring dengan bahan
yang lembut dan mempunyai daya visibilitas yang rendah. Gillnet sebagai dinding
yang lebar ditempatkan di atas dasar laut untuk menangkap ikan demersal, atau
seluruh tempat mulai dari pertengahan kolom air sampai lapisan permukaan untuk
menangkap ikan pelagis (Sainsburry 1986).
Ayodhyoa (1981) mengklasifikasikan gillnet berdasarkan cara
pengoperasiannya atau kedudukan jaring di daerah penangkapan. yaitu :
1) Surface gillnet, yaitu gillnet yang direntangkan di lapisan permukaan
dengan area daerah penangkapan yang sempit;
2) Bottom gillnet, yaitu gillnet yang dipasang dekat atau di dasar laut dengan
menambahkan jangkar sehingga jenis ikan tujuan penangkapannya adalah
ikan demersal;
3) Drift gillnet, yaitu gillnet yang dibiarkan hanyut di suatu perairan terbawa
arus dengan atau tanpa kapal. Posisi jaring ini ditentukan oleh jangkar.
Sehingga pengaruh kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat
diabaikan;
4) Encircling gillnet, yaitu gillnet yang dipasang melingkar terhadap
gerombolan ikan dengan maksud menghadang ikan.
Secara umum cara pemasangan gillnet adalah dipasang melintang terhadap
arah arus dengan tujuan menghadang arah ikan dan diharapkan ikan-ikan tersebut
menabrak jaring serta terjerat (gilled) di sekitar insang pada mata jaring atau
terpuntal (entangled) pada tubuh jaring. Oleh karena itu warna jaring sebaiknya
disesuaikan dengan warna perairan tempat gillnet dioperasikan (Sadhori 1985).
Menurut Martasuganda (2002), jaring insang hanyut (drift gillnet) adalah jaring
yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di
bagian permukaan (surface drift gillnet), kolom perairan (midwater/submerged
drift gillnet) atau dasar perairan (bottom drift gillnet).
Besar kecilnya ukuran mata jaring mempunyai hubungan erat dengan ikan
yang tertangkap. Gillnet akan bersifat selektif terhadap ukuran ikan yang
tertangkap. Untuk menghasilkan tangkapan yang besar pada suatu daerah
penangkapan, hendaknya ukuran mata jaring disesuaikan dengan besar badan ikan
yang terjerat. Pada umumnya ikan tertangkap secara terjerat pada bagian tutup
insangnya (opperculum), maka luas mata jaring disesuaikan dengan luas
penampang tubuh ikan antara batas tutup insang sampai sekitar bagian depan dari
sirip dada (pectoral) (Ayodhyoa 1981).
Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh gillnet adalah layang (Decapterus
spp), tembang (Sardinella fimbriata), kuwe (Caranx spp.), manyung (Tachysurus
spp.), selar (Selaroides spp.), kembung (Rastrelliger spp.), tetengkek (Megalaspis
cordyla), daun bambu (Chorinemus spp.), belanak (Mugil spp.), kuro (Polynemus
spp.), tongkol (Auxis spp.), tenggiri (Scomberomorus spp.) dan cakalang
(Katsuwonus pelamis) (Sadhori 1985).

2.2.2 Bagan (lift net)

Bagan merupakan alat tangkap yang diklasifikasikan ke dalam jaring


angkat (lift net). Dalam pengoperasiannya, jaring atau waring diturunkan secara
vertikal ke dalam perairan. Penangkapan bagan hanya dilakukan pada malam hari
(light fishing) terutama pada hari gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai
alat bantu penangkapan (Subani dan Barus 1989). Lift net adalah alat tangkap
yang dioperasikan dengan cara dinaikkan atau ditarik ke atas dari posisi horizontal
yang ditenggelamkan untuk menangkap ikan yang ada diatasnya dengan
menyaring air.
Bagan terdiri atas komponen-komponen penting yaitu : jaring bagan,
rumah bagan (anjang-anjang, kadang tanpa anjang-anjang), serok dan lampu. Pada
pelataran bagan terdapat alat penggulung (roller) yang berfungsi untuk
menurunkan dan mengangkat jaring bagan pada saat dioperasikan (Subani dan
Barus 1989).
Subani dan Barus (1989) menggolongkan bagan berdasarkan bentuk dan
cara pengoperasiannya menjadi tiga macam. yaitu :
1) Bagan tancap (stationary lift net)
Bagan yang posisinya tidak dapat dipindah-pindahkan, satu kali
pembuatan berlaku untuk sekali musim penangkapan. Pada bagan tancap
terdapat rumah bagan yang disebut "anjang-anjang" dan berbentuk
piramida;
2) Bagan rakit (raft lift net)
Bagan rakit merupakan jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat
dipindah-pindahkan ke tempat yang diperkirakan banyak ikannya. Pada
sebelah kanan dan kiri bagian bawah terdapat rakit dari bambu yang
berfungsi sebagai landasan dan sekaligus sebagai alat apung. Pada bagan
ini juga terdapat anjang-anjang;
3) Bagan perahu (boat lift net)
Bentuknya lebih sederhana dibandingkan bagan rakit dan lebih ringan
sehingga memudahkan dalam pemindahan ke tempat yang dikehendaki.
Bagan perahu terbagi atas dua macam, yaitu bagan yang menggunakan
satu perahu dan bagan dua perahu. Bagian depan dan belakang bagan dua
perahu dihubungkan oleh dua batang bambu, sehingga berbentuk bujur
sangkar. Bambu tersebut berfungsi sebagai tempat untuk menggantung
jaring atau waring.
Operasi penangkapan ikan menggunakan bagan dimulai pada saat matahari
terbenam. Terlebih dahulu jaring bagan diturunkan sampai kedalaman yang
diinginkan, kemudian lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar
segera berkumpul di sekitar bagan. Apabila telah banyak ikan terkumpul di bawah
sinar lampu, maka jaring bagan diangkat sampai berada di atas permukaan air dan
hasil tangkapan diambil dengan menggunakan serok.
Jenis-jenis ikan hasil tangkapan bagan adalah teri (Stolephorus spp.),
layang (Decapterus spp.), selar (Selaroides spp.), kembung (Rastrelliger spp.).
lemuru (Sardinella longiceps), tembang (Sardinella fimbriata) dan layur
(Trichiurus spp.) (Sadhori 1985).
2.2.3 Pancing (hook and line)

Pancing merupakan suatu alat tangkap yang banyak dikenal oleh nelayan.
Alat tangkap pancing pada umumnya memiliki komponen berupa gandar (pole),
pemberat (singker), pelampung (float), tali pancing (line) dan mata pancing (hook)
(Subani dan Barus 1989).

Pada pengoperasiannya, alat tangkap pancing dapat diberi umpan atau pun
tidak tergantung pada target tangkapan yang ingin di tangkap. Umpan yang
digunakan dapat berupa umpan alami atau pun umpan buatan yang memiliki sifat
menarik (Subani dan Barus 1989).

Pada umunya alat tangkap pancing dioperasikan secara dilabuh (sett) atau
dihanyutkan (driftting) tergantung pada target yang ingin ditangkap. Berdasarkan
pada teknik pengoperasiannya, unit penangkapan pancing dapat digolongkan
menjadi 4 kelompok yaitu : pancing rawai, pancing gandar, pancing tarik dan
pancing ulur (Subani dan Barus 1989).

2.3 Optimisasi

Optimisasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari
titik optimum. Kata benda optimisasi merupakan peristiwa atau kejadian proses
optimisasi. Jadi teori optimisasi mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum
dan cara-cara untuk mencarinya (Haluan 1985). Gaspersz (1992) menyatakan
bahwa optimisasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam
analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian
dari hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik.
Kadarsan (1984) diacu dalam Ghaffar (2006) menyatakan bahwa untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, suatu usaha perikanan laut harus memiliki
faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya
menyebabkan diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat
mencapai keseluruhan atau sebagian tujuan yang diinginkan. Teknik optimisasi
sering digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut.
Persoalan optimisasi dapat berbentuk maksimasi atau minimasi. Pada
umumnya orang mengharapkan kebaikan sebanyak-banyaknya atau maksimum
dan keburukan sedikit mungkin atau minimum. Keadaan seperti inilah yang
disebut optimum (Kadarsan 1984 diacu dalam Ghaffar 2006).
Dalam proses optimisasi, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan ukuran
kuantitatif dan efektifitas suatu persoalan. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai
sistem yang berlaku menyangkut aspek fisik maupun ekonomi merupakan suatu
keharusan (Kadarsan 1984 diacu dalam Ghaffar 2006).

2.4 Analisis Kelayakan Usaha

Keragaan ekonomi unit penangkapan ikan pelagis kecil perlu diketahui


untuk memperkirakan apakah kegiatan penangkapan layak untuk dijalankan atau
tidak. Keragaan unit penangkapan ikan ditelaah untuk lima jenis alat tangkap
yaitu gillnet, bagan, pancing, payang dan purse seine. Komponen yang dapat
dijadikan parameter penilaian keragaan ekonomi unit penangkapan ikan pelagis
adalah investasi, biaya, keuntungan, nilai R/C, Break Event Point (BEP),
Payback Periode (PP), Net B/C dan Net present value (NPV) .
Kadariah et al. (1978) menyatakan bahwa ada dua macam analisis yang
biasa digunakan dalam mengevaluasi kelayakan usaha, yaitu analisis finansial dan
analisis ekonomi. Analisis finansial adalah suatu analisis terhadap biaya dan
manfaat di dalam suatu usaha yang dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang
menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung dalam usaha tersebut.
Pada analisis ekonomi yang diperhatikan adalah hasil total atau keuntungan yang
diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan dalam proyek untuk
masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.
Selanjutnya dikatakan bahwa pada prinsipnya, analisis investasi dapat
dilakukan dengan dua pendekatan, tergantung pihak yang berkepentingan
langsung dengan proyek tersebut yaitu:
1) Analisis finansial; analisis ini dilakukan apabila yang berkepentingan
langsung dalam proyek adalah individu atau kelompok individu yang
bertindak sebagai investor dalam proyek. Dalam hal ini, maka kelayakan
proyek dilihat dari besarnya manfaat bersih tambahan yang diterima investor
tersebut.
2) Analisis ekonomi; analisis ini dilakukan apabila yang berkepentingan
langsung dalam proyek adalah pemerintah atau masyarakat secara
keseluruhan. Dalam hal ini, maka kelayakan proyek dilihat dari besarnya
manfaat bersih tambahan yang diterima oleh masyarakat.
Husnan dan Suwarsono (2000) menyatakan bahwa analisis finansial
penting artinya dalam mempertimbangkan insentif bagi orang yang turut serta
dalam mensukseskan pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunanya melaksanakan
proyek perikanan misalnya, yang menguntungkan bila dilihat dari sudut
perekonomian secara keseluruhan, jika nelayan yang menjalankan aktifitas
produksi tidak bertambah baik keadaannya.
Dalam analisis ekonomi, yang diperhatikan adalah hasil total atau
produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua sumber yang dipakai
dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan, tanpa
melihat pihak mana yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan pihak mana
dalam masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Bagi para pengambil
keputusan, yang penting adalah mengarahkan penggunaan sumber-sumber yang
langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan hasil terbanyak untuk
perekonomian sebagai keseluruhan, artinya yang menghasilkan social return atau
economic return yang paling tinggi.
Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh sebagai dasar
penerimaan/penolakan atau pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan
berbagai macam cara yang dinamakan Investment Criteria atau Kriteria Investasi.
Kriteria investasi yang sering digunakan dalam menilai kelayakan proyek adalah
NPV, Net B/C dan IRR (Choliq et al. 1994).
Sesuai ketentuan yang berlaku dalam analisis finansial (NPV, IRR dan Net
B/C), biaya penyusutan dan bunga modal (jika modal sendiri) tidak
diperhitungkan sebagai pengeluaran atau tidak masuk dalam komponen biaya,
sedangkan nilai sisa (salvage value) dimasukkan sebagai penerimaan pada akhir
umur usaha (Djamin 1984).
2.5 Linear Programming

Pada dasamya persoalan optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat


nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan
memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Biasanya pembatasan-
pembatasan tersebut meliputi berbagai sumberdaya, seperti: tenaga kerja, uang,
material yang merupakan input serta waktu dan ruang. Untuk mengetahui
besarnya alokasi pemanfaatan dan pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya
perikanan tangkap yang optimal umumnya digunakan pendekatan metode Linear
Goal Programming (LGP).
Linear Goal Programming (LGP) merupakan perluasan dari model umum
Linear Programming (LP) yang biasa digunakan untuk pemecahan masalah
pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Bila pada model
linear programming (LP), model hanya memiliki satu tujuan yang ingin dicapai
yakni maksimisasi laba atau meminimisasi biaya, sehingga pemakai model LP
dipaksa untuk menyatukan semua tujuan. Padahal dalam prakteknya, penyatuan
banyak tujuan tidak selalu diinginkan perusahaan dalam pengambilan
keputusannya. Seringkali suatu perusahaan, disamping ingin memaksimalkan
laba, perusahaan juga berupaya untuk menjaga harga jual barang agar tetap
rendah, meningkatkan investasi dalam riset dan pengembangan serta persediaan
barang. Tujuan-tujuan yang diinginkan perusahaan dalam kasus tadi adalah tidak
setaraf, atau bahkan bertentangan dan karenanya tidak dapat digabung. Untuk
menyelesaikan masalah seperti ini, salah satu jenis program linear yang digunakan
adalah Linear Goal Programming (LGP) atau program linear tujuan ganda (Lee et
al. 1990; Taylor III 1993; Muslich 1993 diacu dalam Laapo 2004).
LGP merupakan suatu metode analisis dari perluasan model LP sehingga
konsep dasar pemograman linear seperti asumsi linearitas, proporsionalitas,
aditivitas, divisibilitas dan determistik akan selalu melandasi pembahasan model
LGP (Nasendi dan Anwar 1985; Lee et al. 1990; Taylor III 1993 diacu dalam
Laapo 2004). Karenanya, LGP meningkatkan fleksibilitas LP dengan
memasukkan berbagai tujuan tersebut, disamping tetap dapat menghasilkan suatu
solusi optimal dalam kaitannya dengan prioritas tujuan (Muslich 1993 diacu
dalam Laapo 2004). Model LGP menghadirkan sepasang variabel deviasional
yang berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi
pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Bila
pada model program linear, kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha
pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan, maka kendala-kendala pada
LGP merupakan sarana untuk mewujudkan sasaran yang hendak dicapai,
dinyatakan sebagai nilai konstanta pada ruas kanan kendala atau disebut sebagai
kendala tujuan (Nasendi dan Anwar 1985 diacu dalam Laapo 2004).
Analisis LGP bertujuan untuk meminimumkan jarak antara (deviasi) target
atau sasaran yang telah ditetapkan dengan hasil optimum berdasarkan
syarat/ikatan (sumberdaya dan teknologi), termasuk kendala tujuan. Program
linear memakai skala yang ukurannya dalam unit tetap, misalnya uang rupiah atau
pun dollar, sedangkan dalam program tujuan ganda dapat memakai skala ukuran
dalam unit fisik seperti kg, m3, ton, persen, jumlah mobil, batang pohon, kapal
dan sebagainya, sehingga hasil yang diperoleh lebih mendekati kenyataan.
Keadaan lain yang membedakan LGP dan LP adalah bahwa dalam perumusan
program tujuan ganda, kita memasukkan satu atau lebih tujuan yang langsung
berhubungan dengan peubah-peubah deviasional dan memfokuskan prosedur
optimisasi pada peubah-peubah tersebut dengan jalan tidak memberikan nilai pada
peubah strukturalnya (Xj). Jadi yang dinilai dan dianalisis dalam LGP itu
bukanlah tingkat kegiatannya, tetapi deviasi dari tujuan, sasaran atau target yang
dihasilkan oleh solusi optimal.
Lee et al. (1990) diacu dalam Laapo (2004) menyatakan bahwa, model
LGP berguna untuk 2 (dua) macam analisis yaitu : (1) menentukan syarat-syarat
pemakaian sumberdaya untuk mencapai beberapa tujuan dengan sumberdaya yang
tersedia, dan (2) memberikan penyelesaian yang memuaskan menurut masukan
yang bermacam-macam, tingkat aspirasi dan struktur prioritas. LGP mampu
menangani banyak tujuan dalam berbagai dimensi, dimana konversi berbagai
faktor dari kerugian dan keuntungan mungkin tidak terlalu diperhitungkan.
Beberapa penerapan dan pengembangannya telah dilakukan pada bidang
kehutanan, perikanan, lahan dan perencanaan pola tanam.
Metode analisis ini mampu memecahkan masalah alokasi sumberdaya
dalam upaya mendukung kegiatan yang dinilai efisien (alternatif terbaik) untuk
mencapai pendapatan maksimum, pemenuhan kebutuhan masyarakat dan dampak
dari berbagai alternatif kebijakan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor
perikanan. Selanjutnya dilakukan analisis post-optimal untuk mengetahui dampak
dari beberapa perubahan yang terjadi terhadap pendapatan, permintaan ikan dan
kesempatan kerja di suatu wilayah. Perubahan tersebut dapat berupa : (1)
perubahan harga output dan peningkatan kuota atau kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan domestik dan internasional, (2) antisipasi terhadap kebijakan
pemerintah dalam penetapan proporsi suatu jenis teknologi penangkapan, skala
usaha pengembangannya dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, (3) antisipasi
terhadap peningkatan eksploitasi suatu wilayah perairan dan ketersediaan bahan
baku bagi industri pengolahan, dan (4) antisipasi terhadap pengembangan bagi
jenis tenaga kerja terampil yang dinilai terbatas ketersediaannya.
Model umum LGP (tanpa faktor prioritas dalam strukturnya) adalah
sebagai berikut (Nasendi dan Anwar 1985 diacu dalam Laapo 2004) :
m

Minimumkan : ZWi
(d
i d
i ).......................................................... (2.1)
i
1

m

Wi 
id W
i
1

id
i .......................................................... (2.2)

Syarat ikatan :
n


aX
i
1
dd
b  
.................................................. .................... (2.3)
ij j i i i

untuk i = 1, 2, ..., m (tujuan)


n


gX
i
1

atau
C..................................................... .................... (2.4)
kj j k

untuk k = 1, 2, ..., p (kendala fungsional) ;


j = 1, 2, ..., n dan :
Xj,di,di 0
.................................................................................... (2.5)
di,di  0
.. ......................................................................................... (2.6)

dimana :

di dandi = jumlah unit deviasi yang kekurangan (-) atau


kelebihan (+) dari target (bi)
Wi dan
Wi = timbangan atau penalti (ordinal atau kardinal)
yang diberikan terhadap unit deviasi yang
kekurangan (-) atau kelebihan (+) dari target
(bi)
aij = koefisien fungsi kendala tujuan, yaitu yang
berhubungan dengan tujuan peubah
pengambilan keputusan (Xj)
Xj = peubah pengambilan keputusan atau kegiatan
yang kini dinamakan sebagai sub tujuan
bi = tujuan atau target yang ingin dicapai
gkj = koefisien teknologi fungsi kendala biasa
(fungsional)
Ck = jumlah sumberdaya k yang tersedia.

Perlu dikemukakan bahwa koefisien teknologi aij yang berhubungan


dengan fungsi kendala tujuan dan gkj yang berhubungan dengan fungsi kendala
fungsional harus ditetapkan secara khusus dan eksplisit. Hal ini berarti bahwa
imbal-beli (trade-off) di antara fungsi tujuan tidak perlu dikuantifikasikan, tetapi
interaksi antara sumberdaya yang satu dengan yang lainnya akan memberikan
nilai yang unik.

2.6 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) adalah


suatu metode yang dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Analisis
SWOT dapat melihat seluruh kemungkinan perubahan masa depan sebuah
organisasi melalui pendekatan sistematik dengan proses introspeksi dan mawas
diri ke dalam, baik bersifat positif maupun negatif (Rangkuti 2005). Metode ini
digunakan untuk meneliti adanya kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses)
dalam menentukan kebijakan perikanan tangkap, serta untuk menganalisis
peluang (opportunities), dan ancaman (threats) bagi pelaksanaan kebijakan yang
telah ditetapkan. Sehingga dalam pelaksanaanya, SWOT mengandung prinsip
“kembangkan kekuatan, minimalkan kelemahan, tangkap kesempatan/peluang,
dan hilangkan ancaman. “ (www.depdiknas.go.id). Analisis SWOT banyak
digunakan peneliti untuk menentukan kebijakan alternatif. Octadian
Pratiwanggono menggunakan analisis SWOT untuk melakukan penelitian tentang
kebijakan transportasi jalan seiring dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah.
Sedangkan Ahmad Yani menggunakan analisis SWOT untuk meneliti tentang
kebijakan angkutan umum di Jakarta (www.mstt.ugm.ac.id).

Pengumpulan Data Analisis Data Pengambilan


-faktor internal -matriks SWOT Keputusan
-faktor eksternal

Gambar 2 Kerangka formulasi strategis (Rangkuti 2005)

Faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan kegiatan perikanan


tangkap tersebut dianalisis menggunakan analisis SWOT sesuai dengan kondisi
daerah Purworejo. Berdasarkan matriks SWOT, diperoleh beberapa strategi yang
dapat dilakukan untuk mengembangkan perikanan tangkap. Aspek sosial, politik,
ekonomi, budaya, demografi, dan teknologi merupakan hal yang sangat penting
dalam perumusan kebijakan yang digunakan untuk pengembangan perikanan
tangkap.
Peluang

3. Strategi turn around 1. Strategi agresif


kelemahan kekuatan

4. Strategi defensif ancaman 2. Strategi diversifikasi

Gambar 3 Analisis SWOT (Rangkuti 2005)

Keterangan :
(1) Kuadran 1 : Kuadran satu merupakan situasi yang menguntungkan, dimana
suatu organisasi mempunyai peluang dan kekuatan yang dapat
dimanfaatkan sebagai pengambilan keputusan;
(2) Kuadran 2 : Meskipun ada ancaman, namun masih terdapat kekuatan internal
yang mendukung dalam memanfaatkan peluang atas
pelaksanaan kebijakan;
(3) Kuadran 3 : Kuadran ini organisasi mempunyai peluang dalam
melaksanakan kebijakan, akan tetapi dari pihak internal masih
terdapat kelemahan-kelemahan yang harus dikurangi;
(4) Kuadran 4 : Situasi yang sangat tidak menguntungkan karena dalam
menentukan dan melaksanakan suatu program terdapat berbagai
kelemahan yang berasal dari pihak internal dan juga terdapat
ancaman-ancaman dari pihak eksternal.
Strategi yang dihasilkan dalam matriks SWOT mempunyai empat
kemungkinan, yaitu :
(1) Strategi SO : Strategi ini memanfaatkan seluruh kekuatan untuk
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya;
(2) Strategi ST : Strategi yang memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman;
(3) Strategi WO : Strategi ini bertujuan untuk memanfaatkan peluang untuk
meminimalkan kelemahan yang ada;
(4) Strategi WT : Strategi yang diambil untuk meminimalkan kelemahan yang
ada sperta menghindari ancaman.
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi


Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan
dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010.
Pengambilan data dilakukan di wilayah Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi
Bangka Belitung selama satu bulan. Secara rinci peta lokasi penelitian disajikan
pada Gambar 4.

Gambar 4 Peta lokasi penelitian

3.2 Jenis dan Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan atas data primer dan
sekunder. Data primer bersumber dari anggota rumah tangga nelayan yang terlibat
melaut, meliputi: karakteristik rumah tangga nelayan, kepemilikan aset usaha
perikanan, input produksi, pemeliharaan kapal dan alat tangkap ikan, hasil
tangkapan, musim dan daerah penangkapan, jumlah trip, tenaga kerja nelayan,
permodalan, harga ikan dan pemasaran hasil tangkapan. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan metode interview secara terstruktur menggunakan
kuesioner dan ditunjang dengan observasi langsung terhadap kegiatan nelayan
dalam melakukan aktivitas penangkapan. Wawancara juga dilakukan terhadap
stakeholders perikanan di wilayah Kabupaten Bangka Selatan untuk mengetahui
kebijakan dan strategi pengembangan perikanan pelagis yang diterapkan.
Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor
Kecamatan dan Biro Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan mencakup
kondisi geografi dan administrasi wilayah, keadaan penduduk, pemasaran,
keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan, kebijakan pemerintah di
sektor perikanan (kebijakan penyediaan input, informasi harga, investasi dan
ekspor), data hasil dan upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan 5 tahun
terakhir.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei.


Penentuan lokasi dan besarnya contoh responden nelayan dilakukan secara
purposive sampling (sengaja). Secara administrasi, Kabupaten Bangka Selatan
terbagi atas 7 kecamatan dan 5 kecamatan di antaranya berada di wilayah pesisir.
Pusat-pusat pendaratan ikan yang terdapat di kelima kecamatan tersebut dijadikan
tempat pengambilan contoh karena merupakan sentra pelayanan nelayan dalam
melakukan aktifitasnya menangkap ikan, sehingga akan lebih mudah untuk
melakukan observasi dan pengumpulan data primer.
Jumlah contoh nelayan untuk setiap jenis unit penangkapan ikan (UPI)
ditentukan secara proposional, jika jumlah populasi jenis UPI banyak maka
jumlah contoh nelayan akan lebih banyak dibandingkan jumlah contoh nelayan
yang memiliki populasi yang lebih sedikit. Pemilihan sampel nelayan dilakukan
secara acak. Banyaknya contoh nelayan ditentukan dengan mempertimbangan
status nelayan pemilik, perbedaan jenis alat tangkap dan kendala (waktu, tenaga
dan biaya).

3.4 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dirangkum pada Tabel 3.
Analisa data terkait tujuan penelitian yaitu (1) Seleksi unit penangkapan ikan
pelagis kecil berdasarkan aspek biologi, sosial, teknik dan ekonomi dengan
metoda Multi Criteria Analysis, (2) Alokasi unit penangkapan ikan pelagis di
perairan Kabupaten Bangka Selatan dilakukan dengan menggunakan analisis
linier goal programming dan (3) Strategi pengembangan unit penangkapan ikan
pelagis dilakukan dengan analisis SWOT.

3.4.1 Identifikasi unit penangkapan ikan

3.4.1.1 Aspek biologi

Analisis terhadap aspek biologi dilakukan untuk melihat apakah jenis alat
tangkap yang digunakan untuk memanfaatkan ikan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan termasuk unit penangkapan yang ramah lingkungan atau tidak. Penilaian
aspek biologi unit penangkapan ikan pelagis dititikberatkan pada tiga kriteria
yaitu jumlah trip, komposisi hasil tangkapan, dan ukuran ikan pelagis yang
tertangkap untuk masing-masing alat tangkap. Masing-masing aspek biologi
(jumlah trip penangkapan, komposisi hasil tangkapan, dan ukuran ikan yang
tertangkap) kemudian diurutkan nilai prioritasnya sehingga pada masing-masing
aspek diperoleh urutan prioritasnya.
Penilaian prioritas kriteria jumlah trip penangkapan dilakukan dengan
membandingkan lamanya trip dalam operasi penangkapan. Semakin sedikit
jumlah trip penangkapan maka nilai prioritasnya semakin menurun. Hal ini
disebabkan jika suatu unit penangkapan memiliki trip yang lebih sedikit dalam
setahun dapat dikatakan bahwa sekali trip akan jauh lebih lama bila dibandingkan
dengan alat tangkap yang tripnya lebih banyak dalam setahun. Kondisi ini akan
mempengaruhi hasil tangkapan, jika trip semakin lama maka kemungkinan hasil
tangkapan rusak juga semakin tinggi, oleh karena itu jika trip semakin sedikit
maka nilai prioritasnya semakin menurun.
Penilaian prioritas pada kriteria komposisi hasil tangkapan dihitung
dengan memperhatikan jumlah spesies yang tertangkap oleh suatu alat tangkap,
jika semakin banyak spesies yang tertangkap maka nilai prioritasnya semakin
menurun (jelek), demikian sebaliknya.
Penilaian terakhir dari aspek biologi adalah kriteria ukuran hasil
tangkapan, Ukuran hasil tangkapan suatu alat tangkap dilakukan dengan metode
skoring sebagai berikut: 1) untuk kecil, 2) cukup kecil, 3) untuk sedang, 4) untuk
besar dan 5) untuk besar sekali. Kemudian untuk menilai prioritas unit
penangkapan terbaik dilakukan dengan melihat ukuran ikan yang tertangkap, jika
semakin besar jenis ikan yang dapat ditangkap maka nilai prioritasnya semakin
baik, karena secara biologi unit penangkapan tersebut selektif.
Sedangkan unit penangkapan yang diunggulkan dari aspek biologi secara
berturut-turut ditentukan dari nilai rata-rata hasil standardisasi semua kriteria
biologi, dengan ketentuan nilai prioritas berbanding lurus dengan nilai rata-rata
standarisasi. Jika nilai standarisasi tinggi maka prioritasnya juga tinggi.

3.4.1.2 Aspek teknis


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas alat tangkap
yang digunakan di Perairan Bangka Selatan (bagan tancap, bagan perahu, jaring
kembung, jaring millenium dan pancing). Kriteria teknis yang digunakan meliputi
metode pengoperasian alat tangkap, daya jangkau operasi, selektivitas alat dan
penggunaan teknologi. Penilaian dilakukan dengan cara skoring untuk semua
kriteria kecuali daya jangkau operasi.
Pemberian skor untuk tiga kriteria yaitu metode pengoperasian alat
tangkap, selektivitas, dan penggunaan teknologi dilakukan dengan menggunakan
skala 1-5 dengan rician seperti pada Tabel 3. Nilai prioritas untuk masing-masing
kriteria pada Tabel 3 dilakukan dengan melihat nilai skor yang dimiliki oleh alat
tangkap, jika nilainya semakin tinggi maka prioritasnya juga semakin tinggi.

Tabel 3 Rincian skor kriteria teknis seleksi unit penangkapan ikan pelagis di
Kabupaten Bangka Selatan
Skor Keterangan
1 Jelek
2 Cukup
3 Sedang
4 Baik
5 Baik sekali

Khusus untuk kriteria daya jangkau operasi ditentukan berdasarkan


kemampuan kapal dalam mencapai daerah penangkapan. Jika hasil wawancara
menunjukkan bahwa daya jangkau kapal semakin jauh, maka nilai prioritas suatu
unit penangkapan semakin tinggi.
Usulan unit penangkapan unggulan secara teknis secara berturut-turut
ditentukan dari nilai rata-rata hasil standardisasi semua kriteria teknis, dengan
ketentuan bahwa nilai prioritas berbanding lurus dengan nilai rata-rata
standarisasi, jadi jika nilai standarisasi tinggi maka prioritasnya juga tinggi.

2.6.1.1 Aspek ekonomi

Analisis aspek ekonomi untuk menyeleksi unit penangkapan ikan pelagis kecil
unggulan meliputi : (1) nilai investasi, (2) biaya usaha, (3) kuntungan usaha, (4)
nilai perbandingan penerimaan dan biaya (R/C), dan (5) Payback Periode (PP),
(6) Net Present Value (NVP), (7) Internal Rate of Return (IRR), (8) Net B/C. yang
dibandingkan dari 5 jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil di Bangka Selatan.

1) Nilai Investasi
Investasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk membeli
barang-barang yang diperlukan dalam melaksanakan suatu unit usaha. Modal
investasi yang diperlukan untuk melaksanakan usaha penangkapan ikan pelagis
kecil di Bangka Selatan dengan menggunakan 5 jenis alat tangkap (bagan tancap,
jaring kembung, jaring millennium, bagan perahu, dan pancing) memiliki nilai
yang berbeda.
Penentuan prioritas unit penangkapan berdasarkan nilai investasi
dilakukan dengan melihat jumlah investasi yang dikeluarkan untuk usaha
penangkapan, jika nilai investasi semakin tinggi maka nilai prioritasnya semakin
rendah.
2) Biaya Usaha
Biaya usaha merupakan pengeluaran usaha yang digunakan untuk
keperluan kegiatan penangkapan ikan, umumnya dihitung selama satu tahun.
Biaya ini terbagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
adalah biaya yang jumlahnya tetap tidak tergantung pada perubahan tingkat
kegiatan dalam menghasilkan produk dalam interval waktu tertentu. Biaya
tersebut harus tetap dikeluarkan sekalipun kegiatan operasi penangkapan tidak
dilakukan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya mengalami
perubahan sesuai dengan tingkat produksi yang dilakukan (Soeharto 1999).
Penentuan prioritas suatu unit penangkapan berdasarkan nilai biaya usaha
dilakukan dengan melihat jumlah biaya yang dikeluarkan dalam setahun, jika
biayanya semakin tinggi maka nilai prioritasnya semakin rendah.

3) Keuntungan
Penentuan prioritas pada kriteria keuntungan usaha dilakukan dengan
melihat jumlah penerimaan bersih yang diterima oleh pemilik usaha penangkapan
selama satu tahun, jika nilai keuntungan kegiatan usaha suatu alat tangkap
semakin besar maka prioritas alat tangkap tersebut juga semakin tinggi.

4) Revenue and Cost Rasio (R/C)


R/C digunakan untuk mengetahui sejauh mana hasil usaha penangkapan
dalam periode waktu tertentu cukup menguntungkan atau tidak. nilai R/C
diperoleh dengan cara membandingkan penerimaan yang diperoleh dengan biaya
yang dikeluarkan dalam waktu satu tahun, usaha dikatakan untung apabila nilai
R/C >1 (Soeharto 1999).
Prioritas suatu alat tangkap dengan menggunakan parameter nilai R/C
ditentukan berdasarkan besaran nilai R/C, jika nilai R/C semakin besar maka
prioritas pengembangan unit penangkapan semakin tinggi.

5) Payback Periode (PP)


Merupakan periode waktu yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran biaya investasi dengan menggunakan aliran kas dalam satu bulan
atau satu tahun. Rumus yang digunakan untuk menghitung PP adalah sebagai
berikut (Soeharto 1999):


PeriodePen
gembalian
Cf
/A.............................................................. (3.1)
Keterangan :
Cf = Biaya pertama
A = Aliran kas bersih (netto) per tahun
Nilai payback periode perikanan pelagis kecil di Bangka Selatan berbeda
setiap alat tangkap, kemudian unit penangkapan yang diprioritaskan berdasarkan
kriteria payback periode adalah unit penangkapan yang memiliki nilai payback
periode terkecil. Jadi semakin kecil nilai payback periode suatu unit penangkapan
maka semakin besar prioritas unit penangkapan tersebut.

6) Net Present Value (NPV)

Kriteria ini digunakan untuk menilai manfaat investasi yang


merupakan jumlah nilai sekarang (present value) dari manfaat bersih dan
dinyatakan dalam satuan rupiah. Rumus persamaan NPV adalah (Soeharto
1999):

tt
n
B C K

NPV
t
1 
(1 t
i)
t
............................................................................ (3.3)

Nilai NPV merupakan nilai tambah yang diperoleh di akhir tahun proyek
pada suku bunga tertentu. Semakin besar nilai NPV suatu usaha mengindikasikan
besarnya nilai manfaat yang didapatkan oleh unit usaha tersebut.

Nilai prioritas pada kriteria Net Present Value (NVP) ditentukan


berdasarkan nilai NVP tertinggi, artinya jika semakin tinggi nilai NVP
suatu alat tangkap, maka nilai prioritas suatu alat tangkap semakin tinggi
juga.

7) Internal Rate of Return (IRR)

Kriteria investasi ini merupakan suku bunga maksimal untuk sampai


kepada nilai NPV bernilai sama dengan nol, jadi dalam keadaan batas
untung rugi. Oleh karena itu kriteria ini sering dianggap sebagai tingkat
keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Pernyataan ini memuat
suatu implikasi bahwa setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis
ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan
yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. Dengan demikian
IRR dapat dirumuskan sebagai berikut (Soeharto 1999):

 
'
NVP
'
IRR
i ' i'
'

'
i ...................................................... (3.5)

NPV "
NVP

keterangan:
i` = discount rate ketika NVP positif
I” = discount rate ketika NVP negatif
NPV’ = nilai NVP positif
NPV’’ = nilai NVP negatif
Proyek dikatakan layak bila IRR lebih besar dari tingkat bunga yang
berlaku. Sehingga bila IRR sama dengan tingkat bunga yang berlaku maka
NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Sebaliknya, bila IRR lebih
kecil dari tingkat bunga yang berlaku, maka nilai NPV lebih kecil dari nol
dan berarti proyek tersebut tidak layak. Semakin tinggi nilai IRR dari suatu
unit penangkapan ikan maka kondisi usaha tersebut semakin baik.

Dengan memperhatikan uraian diatas, maka nilai prioritas pada kriteria


Internal Rate of Return (IRR) ditentukan dengan melihat nilai IRR yang tinggi,
dengan kata lain bila suatu unit penangkapan memiliki nilai IRR tinggi, maka
nilai prioritas alat tangkap tersebut semakin tinggi juga.

8) Analisis Rasio Biaya dan Manfaat (B/C Ratio)

Analisis Rasio Biaya dan Manfaat merupakan salah satu analisis untuk
menilai kelayakan sebuah investasi yang ditanamkan baik secara ekonomi
maupun secara finansial. Rasio Biaya dan Manfaat merupakan perbandingan
di mana pembilang terdiri dari nilai manfaat total yang sudah didiskon
dengan tingkat diskon (discount rate) tertentu, sedangkan sebagai penyebut
adalah total biaya yang sudah didiskon. Persamaan rasio B/C tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut (Soeharto 1999):

Bt
(1 t
n
i)
=
B/C
1Ct
t 
(1 t ................................................................................ (3.4)
i)
keterangan :
B = Benefit (Manfaat),
C = Cost (Biaya),
t = Periode proyek
i = Discount rate

Dari persamaan tersebut di atas, dapat disusun kriteria kelayakan


investasi di mana apabila nilai B/C memberikan nilai lebih besar dari 1
maka dikatakan investasi tersebut layak untuk diteruskan. Sebaliknya,
apabila nilai B/C tersebut kurang dari 1 maka dikatakan investasi tersebut
tidak layak untuk diteruskan.

Nilai prioritas berdasarkan kriteria B/C dilakukan dengan memperhatikan


nilai B/C untuk masing-masing alat tangkap, jika hasil perhitungan memberikan
nilai yang tinggi maka perioritas unit penangkapan tersebut juga semakin tinggi.

9) Back Event Point (BEP)


Merupakan titik dimana usaha mengalami titik impas (tidak untung atau
rugi). Dengan asumsi bahwa harga penjualan per unit produksi adalah konstan
maka jumlah unit pada titik impas dihitung sebagai berikut (Soeharto 1999):

FC
Qi ............................................................................................ (3.2)
PVC
Keterangan :
Qi = Jumlah unit (volume) yang dihasilkan dan terjual pada titik
impas
FC = Biaya tetap
P = Harga penjualan per unit
VC = Biaya tidak tetap per unit

Asumsi yang akan digunakan dalam analisis kriteria investasi usaha


penangkapan ikan pelagis di Bangka Selatan adalah:
4) Unit usaha merupakan yang dijalankan di Perairan Bangka dianggap sebagai
usaha baru.
5) Umur proyek ditentukan berdasarkan pada penggunaan investasi kapal.
6) Tahun pertama proyek dimulai tahun 2009 dengan penilaian investasi dimulai
dari tahun tersebut. Penggantian investasi berikutnya menggunakan barang
baru dan harga baru.
7) Sumber modal yang digunakan yaitu modal sendiri.
8) Jumlah penerimaan selama umur proyek tetap.
9) Discount factor sebesar 13% suku bunga usaha yang dikeluarkan bank di
Provinsi Bangka Belitung.
Secara keseluruhan unit penangkapan yang diunggulan secara ekonomi
ditentukan dengan memperhatikan keunggulan pada semua semua tersebut diatas.
Keunggulan tersebut dapat dilihat pada nilai rata-rata hasil standardisasi semua
kriteria ekonomi, dengan ketentuan bahwa nilai prioritas berbanding lurus dengan
nilai rata-rata standarisasi, jadi prioritas akan tinggi jika nilai rata-rata
standardisasinya tinggi.

3.4.1.4 Aspek sosial


Analisis sosial ditinjau dari penilaian dan penerimaan masyarakat terhadap
alat tangkap yang digunakan, apakah unit penangkapan tersebut dapat
memberikan kesempatan kerja dan pendapatan yang memadai bagi nelayan
setempat atau tidak. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang
diserap serta upah yang diterima oleh nelayan dari kegiatan usaha penangkapan.
Oleh karena itu, analisis terhadap aspek sosial dilakukan terhadap dua kriteria
yaitu jumlah tenaga kerja dan tingkat pendapatan nelayan untuk masing-masing
unit penangkapan yang diusahakan oleh nelayan Kabupaten Bangka Selatan.
Penilaian terhadap kriteria penyerapan tenaga kerja dilakukan dengan
melihat jumlah nelayan yang dipekerjakan dalam suatu unit usaha penangkapan
ikan. Jika unit usaha penangkapan memiliki jumlah pekerja lebih banyak
dibandingkan dengan unit penangkapan lainnya, maka prioritas unit penangkapan
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.

Penilaian prioritas kriteria kedua dari aspek sosial, yaitu tingkat


pendapatan nelayan dilakukan dengan membandingkan rata-rata pendapatan yang
diterima oleh nelayan suatu unit penangkapan ikan. Jika pendapatan yang diterima
oleh nelayan tinggi, maka prioritas pengembangan unit penangkapan juga tinggi.

Kemudian usulan prioritas pengembangan unit penangkapan ikan pelagis


di Kabupaten Bangka Selatan dari aspek sosial dilakukan dengan
mempertimbangkan keunggulan jumlah nelayan yang diserap serta jumlah
pendapatan yang diperoleh nelayan selama bekerja dalam suatu unit usaha
penangkapan ikan. Oleh karena itu, penentuan prioritas aspek ekonomi
dilakukan dengan melihat nilai rata-rata hasil standardisasi dua kriteria diatas,
dengan ketentuan bahwa nilai prioritas berbanding lurus dengan nilai rata-rata
standarisasi, jadi prioritas akan tinggi jika nilai rata-rata standardisasinya tinggi.

3.4.1.5 Analisis gabungan


Analisis gabungan dilakukan untuk menilai tingkat keunggulan unit
penangkapan sumberdaya ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dari sisi
biologi, teknis, ekonomi dan sosial. Penilaian gabungan dilakukan untuk
memperhitungkan semua kriteria pada empat aspek diatas sehingga pada akhirnya
dapat diperoleh urutan prioritas unit penangkapan ikan pelagis yang diunggulkan
di Kabupaten Bangka Selatan berdasarkan aspek biologi, teknis, ekonomi dan
sosial.
Urutan prioritas pengembangan unit penangkapan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan dari tertinggi hingga terendah dapat dilihat dari hasil perhitungan
nilai rata-rata standardisasi semua kriteria dalam empat aspek diatas, dimana
priotas terbaik diperoleh dari nilai rata-rata standardisasi tertinggi.
Tabel 4 Ringkasan analisis data
No Tujuan Data yang Dikumpulkan (Input) Cara Pengumpulan Metoda Analisis Hasil (Output)
Data
1 Seleksi unit penangkapan - Proporsi hasil Wawancara Multiple Criteria Analysis-MCA Identifikasi Alat Tangkap
ikan tangkapan/spesies/alat/bulan
berdasarkan aspek biologi- Kuesioner - Biologi
teknis-sosial- - CPUE
ekonomi - Komposisi hasil hasil tangkapan
- Jumlah trip
- Ukuran ikan
- Metode operasi/alat Wawancara Multiple Criteria Analysis-MCA - Teknis
- Daya jangkau/kapal Kuesioner - Metode operasi
- Pengaruh lingkungan/alat - Daya jangkau
- Selektivitas alat - Pengaruh lingkungan
- Penggunaan teknologi/alat - Selektivitas alat
- Penggunaan teknologi
- Biaya operasional/alat Kuesioner Analisis Usaha - Ekonomi
- Rasio B/C - Modal investasi
- Payback Period
- Break event point - Biaya usaha
- Net Present Value (NPV) - Penerimaan usaha
- Benefit Cost Ratio (BCR) - Kriteria financial
- Return on Investment (ROI) - Kriteria investasi

- Jumlah tenaga Wawancara Multiple Criteria Analysis- - Sosial


kerja/alat MCA
- Upah rata-rata tenaga Kuesioner - Membandingkan jumlah tenaga kerja
kerja/alat Survei - Membandingkan upah tenaga kerja
Multiple Criteria Analysis- Prioritas Pengembangan Unit
MCA Penangkapan Pelagis Unggulan
No Tujuan Data yang Dikumpulkan (Input) Cara Pengumpulan Metoda Analisis Hasil (Output)
Data
2 Alokasi unit Nilai potensi sumber - Return on Linear Goal Programming Alokasi Unit Penangkapan Pelagis yang
penangkapan ikan daya pelagis, Investment (LP) Optimum
pelagis kecil di produktivitas alat (ROI)
Perairan tangkap, jumlah tenaga Kuesioner 1. Pendekatan input kegiatan
Bangka Selatan kerja, jumlah pemakaian Survei penangkapan
bahan bakar, dan jumlah 2. Pendekatan produksi hasil
retribusi yang dikenakan. tangkapan

3 Formulasi strategi Faktor-faktor internal dan Wawancara SWOT dan Deskriptif Strategi Pengembangan Perikanan
pengembangan eksternal yang Kuesioner Pelagis
perikanan pelagis mempengaruhi perikanan Survei
di perairan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan Bangka Selatan

33
ANALISIS UNIT PENANGKAPAN
PELAGIS

Teknis Biologi Ekonom Sosial


i

Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria

 Metode pengoperasian
 CPUE  Biaya investasi
UPI
 Jumlah trip  Biaya usaha
 Daya jangkau operasi  Jumlah tenaga kerja
penangkapan  Payback periode
Pengaruh lingkungan  Tingkat pendapatan
fisik DPI  Komposisi hasil  NPV
nelayan
 Selektivitas UPI tangkapan  B/C Ratio
 penggunaan teknologi  Ukuran ikan yang  IRR
tertangkap

MULTI CRITERIA
ANALYSIS
(MCA)

UNIT PENANGKAPAN
PELAGIS UNGGULAN
LINIER GOLD
PROGRAMMING
ALOKASI OPTIMUM
UNIT PENANGKAPAN
PELAGIS
PENGEMBANGAN UNIT
PENANGKAPAN
PELAGIS
Gambar 5 Diagram alir pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan
3.4.2 Alokasi unit penangkapan pelagis

3.4.2.1 Fungsi tujuan


Penetapan tujuan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis
dinyatakan sebagai suatu target yang direpresentasikan secara numerik dan dicoba
untuk dicapai. Solusi yang ingin dicapai adalah memaksimalkan produksi hasil
tangkapan unit penangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten Bangka Selatan.
Fungsi tujuan yang akan digunakan dalam menyelesaikan analisis alokasi
unit penangkapan pelagis adalah sebagai berikut :
MAX 1  P1  P2  ....... pn ................................................................. (3.1)
Keterangan
MAX : Fungsi tujuan maksimum
P1 : Produksi alat tangkap 1
P2 : Produksi alat tangkap 2
Pn : Produksi alat tangkap n

3.4.2.2 Penetapan kendala fungsional


Kendala fungsional yaitu kendala yang menjadi pembatas dalam upaya
pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, beberapa fungsi
kendala yang akan ditemui dalam pengembangan perikanan pelagis adalah :
1) Kendala ketersediaan BBM di wilayah penelitian akan digambarkan dengan
menggunakan model persamaan sebagai berikut :
mt1 X 1  mt2 X 2  .......mtn X n  SB ......................(3.2)
keterangan :
mt1 = BBM yang dipakai pada pengoperasian alat tangkap 1
(liter/unit)
mt2 = BBM yang dipakai pada pengoperasian alat tangkap 2 (liter/unit)

mt n = BBM yang dipakai pada pengoperasian alat tangkap n (liter/unit)


SB = BBM yang tersedia bagi nelayan (liter)
2) Kendala ketersediaan es balok akan disajikan dengan menggunakan model
persamaan sebagai berikut :

es1 X 1  es 2 X 2  ....es n X n  ES ..............................(3.3)

keterangan :
es1 = es balok yang dipakai pada pengoperasian alat tangkap 1
(balok/unit)
es2 = es balok yang dipakai pada pengoperasian alat tangkap 2
(balok/unit)
esn = es balok yang dipakai pada pengoperasian alat tangkap n
(balok/unit)
Es = es balok yang tersedia bagi nelayan (balok)

3) Kendala penyerapan tenaga kerja yang tersedia bagi usaha perikanan


tangkap (orang). Model persamaannya dapat dirumuskan :

h1 X 1  h2 X 2 ...........hn X n  H ............................................................ (3.4)

keterangan:
h1 = jumlah tenaga kerja untuk alat tangkap 1 (orang/unit)
h2 = jumlah tenaga kerja untuk alat tangkap 2 (orang/unit)
hn = jumlah tenaga kerja untuk alat tangkap n (orang/unit)
H = jumlah tenaga kerja yang dapat terserap (orang)

3.4.3 Analisis strategi pengembangan perikanan pelagis


Perencanaan strategi pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan akan didekati dengan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats). Berdasarkan hasil kajian aspek biologi, teknis, sosial,
ekonomi dan kelembagaan, kemudian menyusun faktor strategi internal (kekuatan
dan kelemahan) dan faktor strategi eksternal (peluang dan ancaman). Faktor-
faktor tersebut kemudian diberikan bobot dan rating. Pembobotan didasarkan
pada persentase jumlah responden yang memberikan bobot dan rating pada
masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman).

Kriteria penilaian mulai dari tidak penting sampai dengan sangat penting.
Sedangkan rating didasarkan pada pengaruh faktor-faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) terhadap pengembangan
perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan apakah memberikan dampak
positif atau negatif. Dampak positif nilainya lebih besar sedang dampak negatif
nilainya lebih kecil, skala yang diberikan yaitu 1-4. Setelah pemberian nilai pada
bobot dan rating, selanjutnya ditentukan nilai skor dengan mengalikan antara
bobot dengan rating. Hasil dari total skor menunjukkan informasi sebagai berikut:

Matrik IFAS

a. Total skor 1 : situasi internal masyarakat Bangka Selatan dalam


pengembangan perikanan pelagis sangat buruk

b. Total skor 2-3 : situasi internal masyarakat Bangka Selatan dalam


pengembangan perikanan pelagis rata-rata

c. Total skor 4 : masyarakat Bangka Selatan dalam pengembangan perikanan


pelagis sangat baik

Matrik EFAS

a. Total skor 1 : masyarakat Bangka Selatan tidak mampu memanfaatkan


peluang untuk menghindari ancaman dalam pengembangan
perikanan pelagis

b. Total skor 2-3 : masyarakat Bangka Selatan mampu memanfaatkan peluang


untuk menghindari ancaman dalam pengembangan perikanan
pelagis secara rata-rata

c. Total skor 4 : masyarakat Bangka Selatan sangat baik dalam memanfaatkan


peluang untuk menghindari ancaman dalam pengembangan
perikanan pelagis
Responden yang diwawancarai yaitu Staf Dinas Perikanan dan Kelautan
Bangka Selatan, Staf TPI, tokoh masyarakat, kelompok nelayan, dan Perguruan
Tinggi, yang berjumlah 20 orang responden.

Tabel 5 Matriks IFAS dan EFAS dalam analisis SWOT

Faktor-Faktor Internal
Kek Bobot Rating Skor
uata
n
S1
Sn
Kele Bobot Rating Skor
mah
an
W1
Wn
Faktor-Faktor Eksternal
Pelu Bobot Rating Skor
ang
O1
On
Anc Bobot Rating Skor
ama
n
T1
Tn

Setelah memperoleh skor pembobotan, masing-masing faktor strategi


dirangking dan dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa
alternatif strategi dengan menggunakan matrik analisis SWOT (Tabel 5)
Tabel 6 Matrik SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

Faktor

Internal STRENGTHS WEAKNESSES

Faktor (S) (W)

Eksternal

Strategi SO Strategi WO

Meciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang


OPPORTUNITIES
menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
(O)
untuk memanfaatkan untuk memanfaatkan

peluang peluang

Strategi ST Strategi WT

THREATS Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang

(T) menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan

untuk mengatasi ancaman. dan menghindari ancaman.


III. KEADAAN UMUM

4.1 Letak Geografis

Kabupaten Bangka Selatan, secara yuridis formal dibentuk berdasarkan


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka
Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten
Belitung Timur di Provinsi Bangka Belitung.

Kabupaten Bangka Selatan secara umum merupakan wilayah yang


tersusun dari puluhan pulau-pulau kecil. Daerah kepulauan tersebut memiliki
topografi berupa dataran rendah, lembah dan sebagian kecil pegunungan serta
perbukitan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Bangka Selatan, di Bangka Selatan terdapat sekitar 28 pulau
diantarannya : Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau Tinggi, Pulau Panjang, Pulau
Seniur, Pulau Ibul. Pulau Burung, Pulau Bayan, Pulau Lutung Pulau Air dan lain-
lain. Kondisi daerah kepulauan ini merupakan daerah yang kaya akan berbagai
sumberdaya hayati mulai dari hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun,
hingga estuarine.

Secara administrasi Kabupaten Bangka Selatan terdiri atas tujuh


kecamatan, 3 (tiga) kelurahan dan 45 desa. Luas wilayah Kabupaten Bangka
Selatan lebih kurang 3.607,08 km2 dengan jumlah penduduk per bulan Februari
2007 sebanyak 162.650 jiwa. Ibukota Kabupaten Bangka Selatan adalah Kota
Toboali yang berjarak kurang lebih 125 km dari Pangkalpinang.

Kabupaten Bangka Selatan secara yuridis berbatas dengan beberapa


wilayah diantarannya.:

Sebelah utara berbatasan dengan : Laut Cina Selatan,


Sebelah selatan berbatasan dengan : Laut Jawa,
Sebelah barat berbatasan dengan : Selat Bangka; dan
Sebelah timur berbatasan dengan : Selat Gelasa

Selain daratan, Kabupaten Bangka Selatan memiliki luas mencapai


3.607,08 km2 dengan Luas Laut mencapai 10.640 km2 dan luas pesisir 2.100 km2
serta panjang garis pantai mencapai 283,4 km. Potensi tersebut hingga tahun
2007 dimanfaatkan oleh nelayan yang berjumlah 6.545 jiwa.

4.2 Kondisi Iklim

Kabupaten Bangka Selatan beriklim tropis tipe A dengan variasi curah


hujan antara 18,5 hingga 394,7 mm tiap bulan. Curah hujan terendah terjadi pada
bulan Agustus, suhu rata-rata daerah Kabupaten Bangka Selatan berdasarkan data
dari Stasiun Meteorologi Pangkal Pinang menunujukkan variasi antara 26,2 oC.
Kelembaban udara memiliki variasi antara 71 hingga 88 %, sementara intensitas
penyinaran matahari pada tahun 2006 rata-rata bervariasi antara 18,0 hingga 66,1
% dan tetakan udara 1009,1 hingga 1011,1 mb.

4.3 Keadaan Tanah dan Hidrologi

Tanah di daearah Kabupaten Bangka Selatan mempunyai pH rata-rata di


bawah 5, didalamnya mengandung mineral bijih timah dan bahan galian lainnya
seperti: pasir kwarsa, kaolin, batu gunung, dan lain-lain. Bentuk dan keadaan
tanahnya adalah sebagai berikut:

1. 4% berbukit seperti Bukit Paku, Permis dan lain-lain. Jenis tanah perbukitan
tersebut adalah komplek podsolik coklat kekuning-kuningan dan litosol
berasal dari batu plutonik masam.

2. 51% berombak dan bergelombang, tanahnya berjenis asosiasi podsolik


coklat kekuning-kuningan dengan bahan induk komplek batu pasir kwarsit
dan plutonik masam.

3. 20% lembah datar sampai berombak, jenis tanahnya asosiasi podsolik bersal
dari batu pasir dan kwarsit.

4. 25% rawa dan bencah/datar dengan jenis tanahnya asosiasi aluvial


hedromotif dan glei humus serta regosol kelabu muda berasal dari endapan
pasir dan tanah liat.

Pada umumnya sungai-sungai di daerah Kabupaten Bangka Selatan berhulu


di daerah perbukitan dan pegunungan dan bermuara di pantai laut. Sungai-sungai
yang terdapat di daerah ini dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu: sungai
utama, sungai sekunder, dan sungai tersier. Sungai utama antara lain: Sungai
Bantel, Sungai Kepoh dan lain-lain.

Sungai-sungai tersebut berfungsi sebagai sarana transportasi dan belum


bermanfaat untuk pertanian dan perikanan karena nelayan lebih cenderung
menangkap ikan di laut. Pada dasarnya di Kabupaten Bangka Selatan tidak ada
danau alam, hanya ada bekas pertambangan bijih timah yang luas dan hingga
menjadikannya seperti danau buatan yang disebut kolong.

4.4 Kependudukan

Salah satu komponen utama suatu daerah adalah keberadaan penduduk


yang menghuni daerah tersebut. Tingkat kemajuan daerah juga akan sangat
dipengaruhi oleh jumlah dan tingkat kepadatan penduduk. Bahkan kondisi
infrastruktur baik yang berkenaan dengan kepentingan individu atau sosial akan
sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan penduduk suatu daerah.

Penduduk Kabupaten Bangka Selatan berjumlah sebanyak 162.650 jiwa.


Dari jumlah tersebut, jumlah laki-laki dan perempuan relatif sama banyak, yakni
83.942 jiwa (51,61 %) dan 78.708 jiwa (48,39 %) dengan tingkat kepadatan
penduduk 45 jiwa per km². Seluruh penduduk Kabupaten Bangka Selatan adalah
berstatus Warga Negara Indonesia. Jumlah penduduk di Kabupaten Bangka
Selatan per Kecamatan dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 7 Jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Bangka Selatan

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah


1 Toboali 36.492 jiwa 34.320 jiwa 70.812 jiwa
2 Air Gegas 17.726 jiwa 16.612 jiwa 34.338 jiwa
3 Payung 13.274 jiwa 12.351 jiwa 25.625 jiwa

4 Simpang Rimba 10.587 jiwa 9.972 jiwa 20.559 jiwa


5 Lepar Pongok 5.863 jiwa 5.453 jiwa 11.316 jiwa
Jumlah 83.942 jiwa 78.708 jiwa 162.650 jiwa
4.5 Kondisi Perikanan Tangkap

Kabupaten Bangka Selatan mempunyai potensi perikanan tangkap yang


menjanjikan, dengan luas wilayah laut sekitar 10.640 km2 dan panjang garis
pantai 283,4 km. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan wilayah Kabupaten
Bangka Selatan diperkirakan sebesar 64.000 ton/tahun untuk dimanfaatkan secara
lestari dan berkelanjutan dengan nilai ekonomi mencapai Rp. 512 milyar/tahun.

4.5.1 Nelayan

Jumlah penduduk yang melakukan kegiatan penangkapan ikan (nelayan)


adalah sebanyak 6.600 orang atau sebanyak 6% dari seluruh penduduk Bangka
Selatan. Nelayan yang paling banyak berdomisili di Kecamatan Lepar Pongok,
sedangkan yang paling sedikit adalah di Payung (Tabel 8).

Tabel 8 Jumlah penduduk nelayan/kelompok nelayan Kabupaten Bangka Selatan


tahun 2006 (DKP Bangka Selatan 2009)
No. Wilayah Penduduk Nelaya
n
1. Wilayah Toboali 56.248 2.245

2. Wilayah Lepar Pongok 9.903 2.750

3. Wilayah Simpang 18.984 1.065


Rimba
4 Wilayah Payung 21.416 540

Jumlah 106.551 6.600

4.5.2 Unit penangkapan ikan

Armada penangkapan yang dioperasikan oleh nelayan di Bangka Selatan


adalah sebanyak 4.259 unit, dimana 3.527 berjenis kapal motor dan 732 lainnya
adalah perahu. Kapal motor yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan
Kabupaten Bangka Selatan adalah kapal-kapal kecil dengan ukuran 3-5 GT yang
mencapai 94,69% dari jumlah kapal ikan yang ada. Berdasarkan statistik
perikanan Kabupaten Bangka Selatan kecamatan Lepar Pongok merupakan
wilayah yang mempunyai armada penangkapan ikan terbanyak dibandingkan
dengan daerah lain. Kemudian dari 7 kecamatan di Bangka Selatan, terdapat dua
kecamatan yang tidak memiliki armada penangkapan yaitu Air Gegas Dan
Payung.

Tabel 9 Data jumlah kapal nelayan Kabupaten Bangka Selatan tahun 2009

Kapal Motor Perahu


NO Kecamatan Tanpa Motor Total
<5 GT 5-10 GT 10-20 GT 20-30 GT 30-50 GT Jumlah Jumlah
Motor Tempel
1. Toboali 915 58 - - - 973 167 80 247 1.220
2. Air Gegas - - - - - - - - - -
3. Payung - - - - - - - - - -
4. Simpang Rimba 289 - - - - 289 72 20 92 381
5. Lepar Pongok 1.477 60 15 6 1.558 209 20 229 1.787
6. Tukak Sadai 461 48 - - - 509 70 28 98 607
7. Pulau Besar 198 - - - - 198 48 18 66 264
Jumlah 3.340 166 15 - 6 3.527 566 166 732 4.259

Jenis alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Bangka Selatan kurang


lebih berjumlah 8 jenis alat tangkap, yaitu payang, pukat pantai, jaring insang
hanyut, jaring insang lingkar, bagan perahu, bagan tancap, bubu dan perangkap
lainnya. Unit penangkapan yang paling banyak dioperasikan di Kabupaten
Bangka Selatan adalah jaring insang hanyut (1.148 unit). Data jumlah alat
tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2009 secara
rinci disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Alat tangkap yang digunakan nelayan Kabupaten Bangka Selatan tahun
2009
Alat Tangkap Jumlah
Payang termasuk lampara 124
Pukat pantai 154
Jaring Insang Jaring Hanyut 1.148
Jaring Lingkar 15
Jaring Angkat Bagan Perahu 79
Bagan tancap 15
Pancing Rawai hanyut 21
Pancing yang lain 119
Perangkap Bubu 225
Perangkap lainnya 175
Jumlah 2.075

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan (Anonymous 2007) diperoleh


hasil bahwa gillnet nilon yang dioperasikan di Kabupaten Bangka Selatan
mampu menangkap ikan sebanyak 1.006,0 kg, yang terdiri dari 32 spesies.
Komposisi ikan didominasi oleh ikan golok-golok (Chirosentrus dorab) 206,9 kg
(20,57 %), ikan fantasi (belum diketahui namanya) 81,6 kg (8,11 %) dan ikan
kakap batu (Lutjanus sp) 73,4 kg (7,29 %). Sedangkan hasil tangkapan pancing
rawai dasar adalah sebanyak 437,4 kg, yang terdiri dari 21 spesies. Komposisi
ikan yang tertangkap terdiri dari ikan manyung (Arius thalassinus) 43,8 kg
(10,01 %), ikan remang (Congresox talabon) 43,3 kg (9,90 %) dan fantasi
(belum diketahui namanya) 43,0 kg (9,83 %).

Penangkapan ikan pelagis di perairan Bangka Selatan pada umumnya


masih dalam skala kecil dan menengah. Secara umum kapal perikanan masih
belum menggunakan teknologi canggih. Kapal yang digunakan terbuat dari kayu
dengan menggunakan mesin dengan kekuatan 24 PK. Perjalanan menuju ke
fishing ground dapat ditempuh selama 2–4 jam, dengan lama melaut 1 hari/trip.
Alat yang digunakan untuk penangkapan ikan adalah gillnet nilon dan pancing
rawai dasar dengan alat penarik manual atau dengan tenaga manusia.

Daerah penangkapan ikan payang secara umum berada di perairan utara


Bangka (kira-kira 5 - 10 mil dari pantai), pulau Tujuh di sebelah barat laut dan
pulau Kelasa di sebelah timur, pada kedalaman perairan sekitar 25 m. Daerah
penangkapan ikan pelagis kecil lainnya terdapat di perairan sebelah utara
Belitung, sekitar 24 mil laut dari Tanjungpandan. Penangkapan ikan umumnya
dilakukan dengan payang dan pancing ulur dengan bantuan rumpon tetap.

Nelayan di Lepar Pongok menggunakan bubu untuk menangkap ikan


karang terutama ikan kerapu sunu. Sementara pancing tonda digunakan untuk
menangkap ikan tenggiri. Bagan tancap dan bagan apung yang ada di Pulau
Pongok digunakan mengumpulkan ikan pelagis kecil (teri, tembang).

4.5.3 Hasil tangkapan

Hasil tangkapan ikan terdiri dari: ikan tongkol, tenggiri, kakap, kurisi,
udang, manyung, parang-parang, bawal putih, bawal hitam, kerapu, layang,
kembung, baronang, sardinella, rajungan, kepiting kerang, teripang dan lainnya.
Hasil tangkapan ikan di Kabupaten Bangka Selatan pada tahun 2009 adalah
sebanyak 26.341 ton dengan nilai produksi Rp.394.710.000,-. Hasil tangkapan
terbanyak dihasilkan dari Kecamatan Tukak Sadai (8076 ton) senilai
Rp. 121.140.000,- tingginya produktivitas kecamatan Tukak-Sadai bila
dibandingkan dengan kecamatan lainnya disebabkan Kecamatan Tukak Sadai
merupakan lokasi pasar strategis karena Kecamatan Tukak Sadai merupakan
pintu gerbang bagi pemasaran produk perikanan pulau-pulau kecil di Bangka
Selatan ke Seluruh Pulau Bangka. Data produksi hasil tangkapan Kabupaten
Bangka Selatan secara rinci disajika pada Tabel 11.

Tabel 11 Produksi perikanan tangkap Kabupaten Bangka Selatan tahun 2009

No Kecamatan Produksi (ton) Nilai (Rp)

1. Toboali 6.416 96.240.000


2. Air Gegas - -
3. Payung - -
Simpang
4. Rimba 3.320 49.800.000
Lepar
5. Pongok 6.079 91.185.000
Tukak
6. Sadai 8.076 121.140.000

7. Pulau Besar 2.423 36.345.000

Jumlah 26.314 394.710.000


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keragaan Unit Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Kabupaten Bangka


Selatan
Kabupaten Bangka Selatan merupakan daerah yang memiliki potensi
perikanan cukup besar yang diperkirakan mencapai 64.000 ton per tahun. Potensi
yang besar tersebut dimanfaatkan dengan menggunakan berbagai jenis alat
tangkap. Sumberdaya ikan pelagis merupakan target penangkapan utama
sebagian nelayan di Bangka Selatan. Hal ini dapat dilihat dari data statistik yang
dikeluarkan oleh Provinsi Bangka Belitung yang menyebutkan bahwa alat
tangkap yang ada di Kabupaten Bangka Selatan adalah payang, jaring insang
hanyut, pukat pantai, jaring insang lingkar, bagan perahu, bagan tancap, rawai
hanyut, dan bubu.
Bila diamati dari 7 jenis alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten
Bangka Selatan tersebut, 6 jenis diantarnya adalah unit penangkapan yang
dioperasikan untuk menangkap sumberdaya ikan pelagis. Unit penangkapan
tesebut adalah payang, pukat pantai, jaring insang hanyut, bagan perahu, bagan
tancap dan rawai hanyut. Namun berdasarkan pengamatan dilapangan di
beberapa kecamatan yaitu Lepar Pongok, Tukak Sadai dan Toboali diperoleh
gambaran bahwa unit penangkapan ikan pelagis yang dioperasikan oleh nelayan
Kabupaten Bangka Selatan adalah bagan tancap, bagan perahu, pancing, dan drift
gillnet (jaring kembung dan jaring millenium).

5.1.1 Bagan
Jenis bagan di Kabupaten Bangka Selatan terdiri dari dua macam yaitu
bagan tancap dan bagan rakit. Bagan merupakan unit penangkapan yang cukup
banyak digunakan di Bangka Selatan. Hal ini disebabkan unit penangkapan bagan
merupakan alat tangkap yang pengoperasiannya mudah dan biayanya murah
(khususnya bagan tancap). Selain itu, unit penangkapan bagan merupakan alat
tangkap yang mendaratkan hasil tangkapan dengan tingkat kesegaran tinggi
karena metode pengoperasian yang dilakukan secara one day fishing.
Bagan di Bangka Selatan merupakan unit penangkapan yang sangat efektif
untuk menangkap ikan-ikan pelagis, oleh karena itu perkembangan teknologi dari
unit penangkapan ini berkembang relatif cepat. Indikator kemajuan teknologi
yang diterapkan pada perikanan bagan di Kabupaten Bangka Selatan adalah
dengan mengganti alat bantu cahaya pemikat ikan dari lampu petromaks (lampu
non-listrik) menjadi lampu listrik (lampu pijar, neon atau mercury) dengan
sumber pembangkit listrik berupa genset.
Khusus untuk kegiatan penangkapan dengan menggunakan bagan perahu,
penggunaan teknologi jauh lebih maju bila dibandingkan dengan bagan tancap.
Bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan selain penggunakan lampu listrik,
juga menggunakan rumpon sebagai atraktor pemikat ikan, kemudian perahu
sebagai alat geraknya juga berskala besar dengan mesin penggerak berupa mesin
donfeng 24 PK hingga mesin puso 120 PS yang diubah menjadi marine engine.
Oleh karena itu, daya jelajah bagan perahu di Bangka Selatan cukup jauh hingga 8
mil. Bagan perahu di Bangka Selatan banyak terpusat di Pulau Pongok.
Sementara untuk perikanan bagan tancap tersebar di wilayah Toboali dan Pulau
Lepar.
Kedua jenis bagan di Kabupaten Bangka Selatan dioperasikan secara one
day fishing dan selama satu bulan umumnya nelayan mengoperasikan bagan
selama 21 hari sehingga dengan mempertimbangkan musim barat maka jumlah
trip unit penangkapan bagan mencapai 210 per tahun. Ikan yang ditangkap oleh
nelayan bagan di Bangka Selatan terdiri dari 13 species yaitu tembang, teri,
kembung, tetengkek, lemuru, layang, selar, pepetek, kuwe, tigawaja, julung-
julung, tenggiri dan cumi.

a b

Gambar 6 Alat tangkap bagan tancap (a) dan bagan perahu (b) di Kabupaten
Bangka Selatan
5.1.2 Jaring insang hanyut (drift gillnet)

Unit penangkapan jaring insang hanyut merupakan unit penangkapan yang


paling banyak dioperasikan di Kabupaten Bangka Selatan. Bahkan unit
penangkapan jaring insang hanyut sangat mendominasi hingga 55,3% atau sekitar
1.148 unit pada tahun 2008 (DKP Bangka Belitung 2009).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, jenis jaring insang hanyut yang


digunakan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis oleh masyarakat lokal
disebut jaring kembung dan jaring tongkol (jaring millenium). Kedua jaring ini
pada dasarnya sama namun bila diamati secara detil maka terdapat banyak
perbedaan. Jaring kembung terbuat dari benang multifilament dengan rata-rata
ukuran benang antara D5-D6, sedangkan jaring millenium menggunakan benang
monofilament yang digabung namun tidak dipintal sehingga bila dioperasikan di
perairan maka setiap benang mampu menjerat ikan. Konstruksi jaring millenium
dapat dilihat pada Lampiran 14.

Bila dilihat berdasarkan jumlah trip, maka kedua drift gillnet ini juga
berbeda. Jaring kembung dioperasikan selama 96 trip/tahun dengan lama trip
sekitar 2-3 hari. sedangkan jaring millenium hanya 24 trip/tahun dengan lama trip
sekitar 12 hari. Komposisi hasil tangkapan kedua unit penangkapan ini juga
berbeda, jaring millenium mampu menangkap ikan dalam jumlah besar dengan
beragam ukuran. Hal ini terjadi karena keunikan penyusunan benang
monofilament yang tidak dipintal sehingga setiap benang memungkinkan untuk
menjerat ikan. Berdasarkan hasil wawancara jumlah spesies yang mampu
tertangkap oleh jaring millenium mencapai 15 jenis ikan. Spesies tersebut antara
lain sebelah, selar, layang, tetengkek, tembang, julung-julung, kurisi, kembung,
tenggiri, tongkol, layur, cucut, cumi, bawal putih dan bawal hitam. Sementara
untuk jaring kembung hanya menangkap kurang lebih 8 jenis yaitu selar, layang,
tetengkek, tembang, julung-julung, kurisi, kembung, tenggiri, tongkol.

5.1.3 Pancing

Unit penangkapan pancing di Kabupaten Bangka Selatan merupakan alat


tangkap yang cukup mudah dioperasikan dan dapat dikombinasikan dengan jenis
alat tangkap lainnya. Biasanya nelayan Bangka Selatan mengkombinasikan unit
penangkapan pancing ini dengan jaring kepiting (bottom gillnet). Bila
dibandingkan unit penangkapan ikan pelagis lainnya, unit penangkapan pancing
ini merupakan unit penangkapan yang paling selektif, hal ini terjadi karena mata
pancing dan metode pengoperasian yang digunakan sangat mempengaruhi hasil
tangkapan yang akan diperoleh, baik dari sisi ukuran maupun jenisnya. Dengan
jumlah trip mencapai 84 trip per tahun, unit penangkapan ini mampu menangkap
hingga 8 spesies ikan yaitu manyung, bambagan, kembung, tenggiri, tongkol,
layur, cucut, dan kerapu.

Gambar 7 Alat pancing ulur di Kabupaten Bangka Selatan

5.2 Keragaan Ekonomi Unit Penangkapan Ikan Pelagis

Keragaan ekonomi unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka


Selatan dilihat untuk beberapa aspek yaitu investasi, biaya, keuntungan, nilai R/C,
Payback Periode (PP), Net B/C dan Net present value (NPV).

5.2.1 Modal investasi


Investasi yang diperlukan untuk memulai kegiatan usaha penangkapan
ikan pelagis dengan 5 jenis alat tangkap tersebut nilainya sangat beragam. Nilai
terendah adalah rata-rata investasi yang dikeluarkan untuk pengadaan unit
penangkapan bagan tancap yaitu sebesar Rp 7.000.000. Rendahnya nilai investasi
bagan tancap disebabkan unit penangkapan ini hanya memerlukan bangunan
bagan dan kelengkapannya seperti lampu, genset dan waring. Sedangkan
komponen kapal sebagai biaya tertinggi dalam kegiatan penangkapan tidak
menjadi keharusan untuk dibeli, karena di Kabupaten Bangka Selatan ada
kelompok masyarakat tersendiri yang menyediakan jasa antar jemput bagi
nelayan-nelayan bagan tancap dengan ketentuan nelayan harus membayar ongkos
antar jemput dengan hasil tangkapan yang diperoleh sebesar 20%.
Sementara itu, rata-rata biaya investasi yang termahal adalah biaya untuk
pengadaan unit penangkapan jaring millenium sebesar Rp. 270.000.000.
Tingginya nilai investasi unit penangkapan ini disebabkan komponen utama
berupa jaring yang diperlukan untuk membuat alat tangkap ini sangat mahal per
kg harganya mencapai Rp 150.000, sedangkan untuk membentuk satu jaring utuh
mumbutuhkan kurang lebih 100 kg bahan jaring. Kemudian kapal yang
digunakan juga cukup besar sehingga berkorelasi terhadap biaya. Berdasarkan
wawancara terhadap nelayan, rata-rata biaya yang diperlukan untuk pengadaan
kapan bagi unit penangkapan jaring millenium mencapai nilai Rp. 107.000.000.
Rincian nilai investasi unit penangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten Bangka
Selatan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai investasi usaha penangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten


Bangka Selatan.
Alat tangkap
No Jenis investasi BP x BT x JR-K x JR-M x
PCg x (1000)
(1000) (1000) (1000) (1000)
Kapal dan 107.0
1. 95.000 - 30.000 30.000
perlengkapannya 00
12.00
2. Mesin 15.000 - 5.100 5.000
0
150.0
3. Alat tangkap 5.000 6.000 400 30.000
00
Perlengkapan
4. 9.800 1.000 2.760 1.500 1.000
pendukung
270.0
Total 124.800 7.000 38.260 66.500
00
Keterangan :
1) BP : Bagan Perahu;
2) BT : Bagan Tancap;
3) PC : Pancing ;
4) JR-K : Jaring Kembung dan
5) JR-M : Jaring millenium
5.2.2 Biaya usaha

Biaya usaha merupakan pengeluaran usaha yang digunakan untuk


keperluan kegiatan penangkapan ikan, umumnya dihitung selama satu tahun.
Rincian biaya usaha unit penangkapan ikan pelagis kecil di Kabupaten Bangka
Selatan disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Perbandingan biaya unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten


Bangka Selatan.

Alat tangkap
No Uraian
BP BT PC JR-K JR-M
Biaya Tetap
Penyusutan kapal
1 dan 6.333.000 - 3.000.000 3.000.000 10.700.000
perlengkapannya
2 Penyusutan mesin 4.000.000 1.300.000 1.875.000 1.157.000 2.047.000
Penyusutan alat
3 1.666.000 3.000.000 400.000 6.000.000 30.000.000
tangkap
Penyusutan
4 4.800.000 - 960.000 - -
perlengkapan
5 Perawatan kapal 9.500.000 - 4.500.000 3.000.000 10.700.000
Perawatan alat
6 500.000 600.000 40.000 3.000.000 15.000.000
tangkap
Perawatan mesin
7 2.750.000 100.000 690.000 650.000 1.300.000
utama
Perawatan
8 520.000 - 96.000 - -
perlengkapan
Total 30.069.000 5.000.000 11.561.000 16.807.000 69.747.000
Biaya variabel

1 BBM 4.320.000 17.312.000 7.560.000 25.920.000


9.072.000
2 Perbekalan 5.400.000 2.860.000 29.400.000 34.440.000 57.480.000
Bagi hasil dengan
3 104.140.000 4.887.500 9.791.000 16.800.000 198.300.000
nelayan

Total biaya variabel 113.860.000 56.503.000 58.800.000 281.700.000


16.819.500
Total biaya usaha 143.929.000 21.819.500 68.064.000 75.607.000 351.447.000

Keterangan :
1) BP : Bagan Perahu;
2) BT : Bagan Tancap;
3) PC : Pancing ;
4) JR-K : Jaring Kembung
5) JR-M : Jaring millennium
Berdasarkan Tabel 12, unit penangkapan jaring millenium merupakan unit
penangkapan yang membutuhkan biaya usaha tertinggi (Rp. 351.447.000 per
tahun), yang terbagi kedalam biaya tetap sebesar Rp. 69.747.000 dan biaya
operasional sebesar Rp. 281.700.000, sedangkan unit penangkapan ikan pelagis
kecil yang membutuhkan biaya terendah adalah bagan tancap yaitu sebesar Rp.
21.819.500 per tahun yang terbagi kedalam biaya tetap sebesar Rp. 5.000.000 per
tahun dan biaya variabel sebesar Rp. 16.819.500 per tahun.

5.2.3 Penerimaan usaha


Penerimaan usaha merupakan manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan
usaha. Penerimaan yang diperoleh masing-masing unit penangkapan ikan pelagis
kecil dihitung dengan cara mengalikan jumlah trip dengan harga bobot hasil
tangkapan selama satu tahun dengan rata-rata harga ikan. Rincian penerimaan unit
penangkapan ikan pelagis kecil disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Penerimaan usaha masing-masing unit penangkapan ikan pelagis kecil.

No Uraian Total Penerimaan (Rp/tahun)

1 Jaring kembung 84.000.000


2 Pancing 79.380.000
3 Jering millenium 480.000.000
4 Bagan tancap 24.437.500
5 Bagan perahu 218.000.000

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, unit penangkapan jaring


millenium merupakan unit penangkapan yang memiliki pendapatan yang cukup
tinggi yaitu Rp. 480.000.000. Tingginya pendapatan unit penangkapan jaring
millenium ini disebabkan jaring ini memiliki kekhasan tersendiri dalam
menangkap ikan dimana jaring millenium tersusun oleh beberapa benang
monofilament yang digabung menjadi kumpulan benang tanpa pintalan dan
disusun sedemikian rupa, sehingga dengan konstruksi seperti itu, jaring mampu
menangkap ikan lebih banyak dibandingkan alat tangkap lainnya. Selain itu, jenis
ikan utama yang menjadi tangkapan jaring ini juga memiliki nilai ekonomis yang
tinggi, misalnya tongkol dan tenggiri.
5.2.4 Kriteria finansial
Kriteria finansial dari 5 jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil di
Kabupaten Bangka Selatan ditinjau dari nilai penerimaan, total biaya,
keuntungan, R/C, dan PP (payback periode). Berdasarkan hasil perhitungan, dari
lima kelompok unit penangkapan alat tangkap ikan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan yaitu bagan perahu, bagan tancap, jaring kembung, jaring millenium, dan
pancing yang menunjukkan keragaan finansial lebih baik adalah bagan tancap.
Hal ini dilihat dari nilai R/C atau penerimaan dibandingkan dengan biaya dimana
nilainya sebesar 9,30 artinya, setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 9,30 rupiah. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan secara keseluruhan unit penangkapan ikan pelagis kecil di
Kabupaten Bangka Selatan masih menguntungkan karena nilai R/C > 1 (Kadariah
et al 1978).
Namun bila dilihat dari tingkat pengembalian usaha, unit penangkapan
bagan perahu merupakan unit penangkapan yang tercepat yaitu selama 1,7 tahun
atau sekitar 21 bulan. Tingginya tingkat pengembalian usaha unit penangkapan
bagan perahu disebabkan perbandingan nilai investasi dan pendapatan bersih yang
diterima oleh pemilik usaha bagan perahu lebih tinggi bila dibandingkan dengan 4
jenis alat tangkap lainnya. Kriteria finansial unit penangkapan ikan pelagis kecil
di Kabupaten Bangka Selatan disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Perbandingan nilai-nilai finansial unit penangkapan ikan pelagis di


Kabupaten Bangka Selatan.
Alat tangkap
No Uraian Bagan Bagan Jaring Jaring
Pancing
Perahu Tancap Kembung Millenium
Penerimaan
1.
(Rp/thn) 218.000.000 24.437.500 79.380.000 84.000.000 480.000.000
Total biaya
2.
(Rp/thn) 143.929.000 21.819.500 68.064.000 75.607.000 351.447.000
Keuntungan
3.
(Rp/thn) 74.071.000 2.618.000 11.316.000 8.393.000 128.553.000
4. R/C 2,94 9,30 1,16 1,1 1,36
5. PP (tahun) 1,68 2,67 3,38 7,9 2,10
5.2.5 Kriteria investasi
Analisis kriteria investasi digunakan untuk membuat keputusan apakah
suatu kegiatan/proyek dapat atau tidak untuk dijalankan serta digunakan untuk
menilai dan mengevaluasi kegiatan tersebut. Paremeter yang digunakan untuk
melihat kondisi kelayakan investasi usaha perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net
Benefit Cost Ratio.
Berdasarkan perhitungan kriteria investasi unit penangkapan ikan pelagis
kecil, nilai NPV atau nilai tambah yang diperoleh untuk masing-masing usaha
perikanan pelagis kecil di Kabupaten Bangka Selatan berkisar antara Rp.
11.343.665 hingga Rp. 531.608.060. Berdasarkan Tabel 15 nilai tambah terbesar
di akhir tahun proyek adalah kegiatan usaha penangkapan ikan dengan
menggunakan jaring millenium yang memberikan nilai tambah sebesar Rp
531.608.060.
Parameter lainnya yang diamati adalah nilai Net B/C. Kondisi nilai net B/C
untuk untuk masing-masing kelompok usaha penangkapan tidak berbeda dengan
B/C pada kriteria finansial dimana nilai Net B/C untuk kelompok lift net lebih
tinggi bila dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Kriteria terakhir yang diamati dari sisi investasi usaha adalah nilai IRR yang
menunjukkan kemampuan usaha untuk mengantisipasi perubahan suku bunga.
Nilai IRR menggambarkan kondisi nilai suku bunga yang memberikan tingkat
keuntungan 0 rupiah. Berdasarkan hasil perhitungan seperti juga nilai IRR unit
penangkapan bagan tancap memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan empat jenis alat tangkap lainnya. Nilai IRR bagan tancap sebesar 80,34 %
artinya kegiatan usaha perikanan bagan tancap akan memperoleh tingkat
keuntungan 0 rupiah pada tingkat suku bunga 80,34 %.
Secara keseluruhan, kegiatan usaha perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan memiliki nilai kelayakan investasi baik karena parameter kelayakan
usahanya lebih besar dari titik kritis suatu usaha, yaitu nilai NPV > 0, Net B/C > 1
dan IRR > tingkat suku bunga pinjaman. Rincian nilai kelayakan investasi usaha
perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Perbandingan kriteria investasi unit penangkapan ikan pelagis kecil di
Kabupaten Bangka Selatan.
Alat tangkap
No. Uraian Bagan Bagan Jaring Jaring
Pancing
Perahu Tancap Kembung Millenium
1. NPV (Rp.) 337.351.128 17.907.443 11.343.665 37.653.839 531.608.060
2. IRR (%) 69,69 80,34 21,74 26,76 58,67
3. Net B/C 3,70 3,56 1,30 1,57 2,97

5.3 Keragaan Sosial Unit Penangkapan Ikan Pelagis

Eksistensi usaha perikanan di wilayah pesisir disebabkan karena kultur


nelayan yang sulit untuk menerima alternatif pekerjaan lain di luar kegiatan
perikanan khususnya penangkapan. Selain itu, eksistensi ini juga diduga
dipengaruhi oleh faktor adat istiadat dimana nelayan di pesisir Bangka banyak
berasal dari suku Bugis, dimana suku ini sangat terkenal di bidang kemaritiman
baik penangkapan ikan maupun penyediaan sarana penangkapan khususnya kapal.
Dampak positif yang dapat ditingkatkan dari kegiatan usaha penangkapan ikan
khususnya kegiatan penangkapan ikan pelagis adalah penyerapan tenaga kerja dan
pendapatan nelayan yang meningkat serta semakin minimnya konflik sosial antar
nelayan.

Kegiatan penangkapan di Kabupaten Bangka Selatan khususnya perikanan


pelagis dapat dikatakan cukup untuk menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu,
penyerapan tenaga kerja diamati dalam keragaan sosial unit penangkapan pelagis
di Kabupaten Bangka Selatan. Tingkat penyerapan tenaga kerja lima macam alat
tangkap pelagis di Kabupaten Bangka Selatan cukup bervariasi dari dari 1
hingga 6 orang tergantung jenis dan skala usaha yang dikelola. Unit penangkapan
jaring millenium memerlukan 6 orang tenaga kerja per unit, bagan perahu 3
orang/unit, bagan tancap 1 orang/unit dan jaring kembung 4 orang/unit.
Kemudian dari sisi pendapatan yang diperoleh oleh tenaga kerja dalam hal ini
nelayan juga cukup baik dengan kisaran Rp. 350.000 per orang per bulan hingga
Rp. 2.892.777 per orang per bulan. Secara rinci keragaan sosial unit penangkapan
pelagis kecil di Kabupaten Bangka Selatan disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Perbandingan keragaan social usaha perikanan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan.

Alat tangkap
No. Uraian Bagan Bagan Jaring Jaring
Pancing
Perahu Tancap Kembung Millenium
Jumlah tenaga
1. 3 1 3 4 6
kerja (orang)
Tingkat pendapatan
2. nelayan 2.892.778 407.292 271.972 350.000 2.754.167
(Rp/orang/bulan)

5.4 Seleksi Unit Penangkapan Ikan Unggulan Berdasarkan Aspek Biologi,


Teknik, Ekonomi dan Sosial

Pemilihan unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan


dilakukan dengan menggunakan analisis MCA (multi kriteria analisis). analisis
dilakukan terhadap empat aspek yaitu biologi, teknis, ekonomi dan sosial.

5.4.1 Penilaian aspek biologi unit penangkapan ikan pelagis

Analisis terhadap aspek biologi dilakukan untuk mengetahui pengaruh


kegiatan penangkapan terhadap kondisi sumberdaya dan hasil tangkapan yang
diperoleh nelayan. Penilaian aspek biologi unit penangkapan ikan pelagis kecil
dititikberatkan pada tiga parameter yaitu jumlah trip, komposisi hasil tangkapan
dan ukuran ikan yang tertangkap untuk masing-masing alat tangkap.
Kriteria pertama adalah jumlah trip, pemilihan jumlah trip sebagai
parameter penilaian ditujukan untuk melihat mutu hasil tangkap nelayan, bila
semakin sedikit jumlah trip dalam satu tahun maka mutu hasil tangkapan nelayan
semakin buruk karena lama trip kegiatan penangkapannya semakin lama sehingga
ikan terlalu lama di kapal dan dapat berkorelasi terhadap penurunan kualitas ikan
hasil tangkapan. Alat tangkap yang memiliki prioritas terbaik dari sisi jumlah trip
adalah bagan (bagan tancap dan bagan perahu), diikuti oleh jaring kembung,
pancing dan jaring millenium.
Kriteria ke-2 adalah komposisi hasil tangkapan unit penangkapan.
Penilaian terhadap kriteria ini dilakukan dengan membandingkan jumlah spesies
yang tertangkap jika semakin sedikit, maka selektivitas alat tangkap semakin baik
dan semakin tinggi pula nilai prioritasnya. Berdasarkan Tabel 18 unit
penangkapan pancing merupakan alat tangkap yang lebih diprioritaskan diikuti
oleh jaring kembung, bagan dan jaring millenium. Unit penangkapan pancing
lebih diprioritaskan karena unit penangkapan pancing memiliki tingkat
selektivitas lebih baik bila dibandingkan dengan 4 jenis alat tangkap lainnya. Hal
ini secara sederhana dapat dilihat dari komposisi ikan yang tertangkap,
berdasarkan hasil wawancara hasil tangkapan pancing rata-rata berjumlah 8 jenis.
Kriteria terakhir dari penilaian aspek biologi adalah ukuran hasil
tangkapan. Kriteria ke-3 ini juga sangat erat kaitannya dengan selektivitas unit
penangkapan, jika unit penangkap berpeluang menangkap ikan dengan ukuran
besar dan seragam maka nilai prioritasnya semakin tinggi. Berdasarkan analisis
yang dilakukan terhadap masing-masing unit penangkapan maka, pancing adalah
alat tangkap yang diprioritaskan diikuti oleh jaring millenium dan jaring kembung
dan bagan.
Secara umum urutan prioritas unit penangkapan unggul berdasarkan
kriteria biologi adalah pancing, jaring kembung, bagan perahu dan bagan tancap
serta terakhir jaring millenium. Secara rinci urutan prioritas pengembangan unit
penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Penilaian dan standardisasi aspek biologi dengan fungsi nilai unit
penangkapan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan.
Biologi
No Alat tangkap
W1 UP2 W2 UP3 W3 UP4
1 Jaring kembung 96 2 9 2 3 2
2 Pancing 84 3 8 1 4 1
3 Jaring millenium 24 4 15 3 3 2
4 Bagan tancap 210 1 13 4 2 3
5 Bagan perahu 210 1 13 4 2 3
Hasil standardisasi
Biologi rata-
No Alat tangkap Total Urutan
V(W1) V(W2) V(W3) rata
1 Jaring kembung 0,39 0,86 0,50 1,74 0,58 3
2 Pancing 0,32 1,00 1,00 2,32 0,77 1
3 Jaring millenium 0,00 0,00 0,50 0,50 0,17 2
4 Bagan tancap 1,00 0,29 0,00 1,29 0,43 5
5 Bagan perahu 1,00 0,29 0,00 1,29 0,43 4
Keterangan :
Wl = Jumlah trip (tahun)
W2 = Komposisi hasil tangkapan (jumlah jenis)
W3 = Ukuran ikan yang tertangkap (skor)
UP = Urutan prioritas
V(Wl) = Jumlah trip yang distandardisasi dengan fungsi nilai
V(W2) = Komposisi hasil tangkapan yang distandardisasi dengan fungsi nilai
V(W3) = Ukuran ikan yang tertangkap yang distandardisasi dengan fungsi nilai

5.4.2 Penilaian aspek teknis unit penangkapan ikan pelagis

Penilaian aspek teknis terhadap kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten


Bangka Selatan, didekati dengan empat parameter yaitu metode pengoperasian
unit penangkapan, daya jangkau, selektivitas dan penggunaan teknologi.
Penilaian parameter metode penangkapan didasarkan pada tingkat
kemudahan pengoperasian unit penangkapan. Jadi unit penangkapan mudah
dioperasikan maka nilai prioritas pengembangan unit penangkapan semakin baik
jika dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Unit penangkapan yang memiliki
tingkat kemudahan pengoperasian terbaik adalah pancing kemudian bagan tancap,
selanjutnya jaring kembung dan bagan perahu serta terakhir jaring millenium.
Dengan demikian dari sisi metode operasi unit penangkapan pancing lebih
diprioritaskan dibandingkan alat tangkap lainnya.
Kriteria ke-2 adalah daya jangkau unit penangkapan. Pada kriteria ini,
nilai prioritas suatu alat tangkap ditentukan berdasarkan kemampuan jelajah
dalam kegiatan penangkapan, jika semakin jauh daya jelajah unit penangkapan
ikan maka prioritasnya semakin tinggi, karena peluang untuk mendapatkan daerah
penangkapan yang laih baik semakin tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dan
perhitungan maka urutan daya jangkau unit penangkapan terbaik hingga terendah
adalah jaring millenium, kemudian jaring kembung, pancing bagan perahu dan
terakhir adalah bagan tancap.
Kriteria ke-3 adalah selektivitas alat penangkapan, jika suatu alat tangkap
memiliki tingkat selektivitas tinggi maka prioritas alat tangkap tersebut lebih
diunggulkan secara teknik bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka pancing merupakan alat tangkap yang paling
selektif dan ramah lingkungan bila dibandingkan dengan unit penangkapan
lainnya.
Kriteria terakhir dari aspek teknis adalah tingkat penggunaan teknologi.
Nelayan Bangka pada umumnya telah menggunakan teknologi yang cukup baik
dalam kegiatan penangkapan. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara
beberapa teknologi yang digunakan adalah penggunaan kapal motor, lampu
dengan pembangkit listrik yang berasal dari genset. Penilaian terhadap kriteria
penggunaan teknologi didasarkan pada tingkat penggunaan teknologi, jika unit
penangkapan menggunakan teknologi lebih maju maka prioritas unit penangkapan
lebih diunggulkan secara teknis bila dibandingkan dengan unit penangkapan
lainnya. Berdasarkan hasil perbandingan terhadap lima macam unit penangkapan,
maka unit penangkapan yang diprioritaskan berdasarkan tingkat penggunaan
teknologi adalah jaring millenium, kemudian bagan perahu dan jaring kembung,
serta unit penangkapan yang memiliki tingkat penggunakan terendah adalah
bagan tancap dan pancing.
Secara umum bila dibandingkan berdasarkan semua kriteria teknis
pengoperasian unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan, maka
urutan alat tangkap yang terbaik hingga terendah dari sisi teknis adalah pancing,
jaring millenium, jaring kembung, bagan perahu dan bagan tancap. Secara rinci
pengurutan prioritas unit penangkapan berdasarkan kriteria teknis disajikan pada
Tabel 19.

Tabel 19 Penilaian dan standarisasi aspek teknik dengan fungsi nilai unit
penangkapan ikan di Kabupaten Bangka Selatan.
Teknis
No Alat tangkap
X1 UP1 X2 UP2 X3 UP3 X4 UP4
Jaring
1 3 3 15 2 3 2 3 2
kembung
2 Pancing 5 1 10 3 4 1 2 3
Jaring
3 2 4 30 1 2 3 4 1
millenium
4 Bagan tancap 4 2 3 5 2 3 2 3
5 Bagan perahu 3 3 8 4 2 3 3 2
Hasil standardisasi
Teknis rata-
No Alat tangkap Total Urutan
V(X1) V(X2) V(X3) V(X4) rata
Jaring
1 0,33 0,44 0,50 0,50 1,78 0,44 3
Kembung
2 Pancing 1,00 0,26 1,00 0,00 2,26 0,56 1
Jaring
3 0,00 1,00 0,00 1,00 2,00 0,50 2
Milenium
4 Bagan tancap 0,67 0,00 0,00 0,00 0,67 0,17 5
5 Bagan Perahu 0,33 0,19 0,00 0,50 1,02 0,25 4

Keterangan :
X1 =
Metode pengoperasian alat tangkap (skor)
X2 =
Daya jangkau unit penangkapan (mil)
X3 =
Selektivitas (skor)
X4 =
Penggunaan teknologi (skor)
UP =
Urutan prioritas
V(X1) =Metode pengoperasian alat tangkap yang distandardisasi dengan
fungsi nilai
V(X2) = Daya jangkau unit penangkapan yang distandardisasi dengan fungsi
nilai
V(X3) = Selektifitas yang distandardisasi dengan fungsi nilai
V(X4) = Penggunaan teknologi yang distandardisasi dengan fungsi nilai
5.4.3 Penilaian aspek ekonomi unit penangkapan ikan

Komponen yang menjadi parameter penilaian keragaan ekonomi unit


penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Bangka Selatan adalah (1) nilai
investasi, (2) biaya usaha, (3) kuntungan usaha, (4) nilai perbandingan
penerimaan dan biaya (R/C), dan (5) Payback Periode (PP), (6) Net Present Value
(NVP), (7) Internal Rate of Return (IRR), (8) Net B/C.
Kriteria pertama pemilihan alat tangkap yang didasarkan pada nilai modal
investasi, jika nilai modal untuk investasi semakin besar maka prioritas
pemilihanya semakin kecil untuk dipilih secara ekonomi. Berdasarkan hasil
perhitungan, urutan prioritas unit penangkapan terbaik dari sisi investasi adalah
bagan tancap, pancing, jaring kembung, bagan perahu dan jaring millenium.
Kriteria kedua adalah biaya usaha, jenis biaya yang dibandingkan adalah
biaya total baik tetap maupun biaya oprasional. Penentuan jenis unit penangkapan
yang lebih baik dilakukan dengan melihat jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
kegiatan usaha penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan. Bila
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha semakin tinggi, maka
prioritasnya semakin kecil. Berdasarkan hasil perhitungan, unit penangkapan
yang memiliki perioritas terbaik adalah bagan tancap, pacing, jaring kembung,
bagan perahu dan jaring millenium.
Kriteria ketiga adalah keuntungan usaha, pemilihan unit penangkapan
unggul didasarkan pada tingkat nilai tambah yang dihasilkan dari setiap jenis unit
penangkapan, jika nilai keuntungan kegiatan usaha suatu alat tangkap semakin
besar maka prioritas alat tangkap tersebut juga semakin tinggi. Setelah dianalisis
dengan mempertimbangkan biaya usaha dan lain sebagainya diperoleh hasil
bahwa unit penangkapan jaring millenium memiliki prioritas lebih baik
dibandingkan dengan 4 jenis alat tangkap lainnya.
Kriteria keempat adalah nilai R/C. Nilai R/C digunakan untuk mengetahui
sejauh mana hasil usaha dalam periode waktu tertentu, apakah menguntungkan
atau justru merugi dan tidak layak untuk dilanjutkan. Suatu usaha dikatakan layak
apabila nilai R/C >1 (Soeharto 1999). Penentuan unit penangkapan dikatakan
unggul atau tidak berdasarkan nilai nilai R/C dilakukan dengan membandingkan
nilai R/C antar alat tangkap, jika nilanya semakin besar maka prioritasnya
semakin baik. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa unit penangkapan
bagan tancap memiliki nilai R/C paling besar (9,30 atau setiap satu rupiah biaya
yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 9,30 rupiah).
Kriteria kelima adalah payback period. Penilaian prioritas secara ekonomi
berdasarkan nilai payback period dilakukan dengan membandingkan nilai
payback period antar alat tangkap. Jika nilai payback period semakin kecil maka
prioritasnya semakin tinggi. Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial
(Lampiran 1 sampai Lampiran 10) diperoleh hasil bahwa alat tangkap bagan
perahu merupakan alat tangkap yang lebih diprioritaskan jika dibandingkan
dengan 4 alat tangkap lainnya. Pemilihan bagan perahu disebabkan unit
penangkapan ini memiliki nilai PP terkecil (2,1 tahun) sehingga dapat diartikan
bahwa unit penangkapan bagan perahu memiliki tingkat pengembalian investasi
tercepat bila dibandingkan empat alat tangkap lainnya.
Kriteria keenam adalah net present value (NVP). Penentuan nilai prioritas
suatu unit penangkapan ditentukan dari besar kecilnya nilai NVP, jila nilai NVP
semakin besar maka prioritasnya juga semakin tinggi. Berdasarkan hal tersebut,
maka unit penangkapan jaring millenium memiliki prioritas terbaik dibandingkan
dengan jenis alat tangkap lainnya.
Kriteria ketujuh yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
jenis alat tangkap unggulan dari sisi ekonomi adalah Internal Rate of Return
(IRR). IRR secara sederhana sering diartikan sebagai kemampuan suatu usaha
terhadap perubahan suku bunga pinjaman, artinya semakin tinggi nilai IRR suatu
usaha maka semakin baik usaha tersebut. Dengan memperhatikan hal tersebut,
maka prioritas ditentukan berdasarkan besar atau kecilnya nilai IRR, jika nilai
IRR semakin besar maka prioritasnya semakin tinggi. Berdasarkan Tabel 20 unit
penangkapan yang memiliki prioritas terbaik dari sisi ketahanan terhadap
perubahan suku bunga pinjaman (IRR) adalah usaha perikanan bagan tancap. \
Kriteria terakhir yang menjadi bahan pertimbangan adalah Net B/C.
Seperti halnya B/C, net B/C adalah perbandingan antara nilai tambah dengan
biaya yang dikeluarkan dalam bentuk ril, sehingga penentuan prioritas dilakukan
dengan melihat besaran nilai net B/C semakin besar maka prioritasnya semakin
baik. Dengan mempertimbangkan hal tesebut, maka usaha perikanan bagan
perahu adalah yang terbaik karena nilai Net B/C nya paling tinggi.
Kemudian untuk menentukan unit penangkapn terbaik berdasarkan aspek
ekonomi diperlukan kombinasi antara 8 (delapan) kriteria yang telah disebutkan
sebelumnya. Berdasarkan hasil perhitungan maka unit penangkapan yang terbaik
dari sisi ekonomi adalah bagan tancap, bagan perahu, pancing, jaring kembung
dan jaring millenium. Tingginya nilai prioritas bagan tancap dari sisi ekonomi
karena dari delapan kriteria ekonomi yang diukur, empat diantaranya bagan
tancap yang terbaik kriteria tersebut adalah biaya investasi, biaya usaha, nilai R/C
dan nilai IRR. Secara rinci hasil perhitungan analisis MCA terhadap 8 kriteria
ekonomi kegiatan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan disajikan pada
Tabel 20.
Tabel 20 Penilaian dan standardisasi aspek ekonomi dengan fungsi nilai unit penangkapan ikan di Kabupaten Bangka
Selatan.

Ekonomi
No Alat tangkap
Y1 UP1 Y2 UP Y3 UP Y4 UP Y5 UP Y6 UP6 Y7 UP Y8 UP8
1 Jaring Kembung 66,500,000 3 75,607,000 23 8,393,000 34 1.11 45 7.92 5 37,653,839.43 3 26.76 7 4 1.57 4
2 Pancing 38,260,000 2 68,064,000 2 11,316,000 3 1.17 4 3.38 4 11,343,665.26 5 21.74 5 1.30 5
3 Jaring Milenium 270,000,000 5 351,447,000 5 128,553,000 1 1.37 3 2.10 3 531,608,060.32 1 58.67 3 2.97 3
4 Bagan tancap 7,000,000 1 21,819,500 1 2,618,000 5 9.33 1 2.67 2 17,907,443.17 4 80.34 1 3.56 2
5 Bagan Perahu 124,800,000 4 143,929,000 4 74,071,000 2 2.94 2 1.68 1 337,351,127.91 2 69.69 2 3.70 1
Hasil standarisasi
Ekonomi rata-
No Alat tangkap Total Urutan
V(Y1) V(Y2) V(Y3) V(Y4) V(Y5) V(Y6) V(Y7) V(Y8) rata
1 Jaring Kembung 0.77 0.84 0.05 0.00 0.0000 0.05 0.09 0.11 1.90 0.33 5
2 Pancing 0.88 0.86 0.07 0.01 0.7281 0.00 0.00 0.00 2.54 0.51 3
3 Jaring Milenium 0.00 0.00 1.00 0.03 0.9334 1.00 0.63 0.69 4.29 0.39 4
4 Bagan tancap 1.00 1.00 0.00 1.00 0.8415 0.01 1.00 0.94 5.79 0.77 1
5 Bagan Perahu 0.55 0.63 0.57 0.22 1.0000 0.63 0.82 1.00 5.42 0.59 2
Keterangan
Y1 = biaya investasi (Rupiah) V(Y1) = biaya investasi (Rupiah) yang distandardisasi dengan fungsi nilai.
Y2 = biaya usaha (Rupiah) V(Y2) = biaya usaha (Rupiah) yang distandardisasi dengan fungsi nilai.
Y3 = keuntungan (Rupiah) V(Y3) = keuntungan (Rupiah) yang distandardisasi dengan fungsi nilai.
Y4 = R/C V(Y4) = R/C yang distandardisasi dengan fungsi nilai.
Y5 = payback periode (PP) V(Y5) = payback periode (PP) yang distandardisasi dengan fungsi nilai.
Y6 = Net Present Value (NVP) V(Y6) = Net Present Value (NVP) yang distandarkan dengan fungsi nilai
Y7 = Internal Rate of Return (IRR) V(Y7) = Internal Rate of Return (IRR) yang distandarkan dengan fungsi nilai
Y8 = Net B/C V(Y8) = Net B/C yang distandarkan dengan fungsi nilai
UP = Urutan prioritas
5.4.4 Penilaian aspek sosial unit penangkapan ikan

Penilaian aspek sosial dilakukan dengan dua kriteria yaitu penyerapan


tenaga kerja dan tingkat pendapatan yang diterima oleh nelayan selama satu
tahun. Penilaian prioritas untuk masing-masing kriteria dilakukan dengan
membandingkan tingkat pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja, bila kedua
parameter ini nilainya tinggi maka prioritasnya juga akan lebih baik dibandingkan
dengan alat tangkap lainnya.

Berdasarkan kriteria penyerapan tenaga kerja, alat tangkap yang memiliki


prioritas terbaik adalah jaring millenium, kemudian jaring kembung, pancing dan
bagan perahu, serta bagan tancap pada urutan terakhir. Bila ditinjau dari sisi
tingkat pendapatan maka urutan prioritas unit penangkapan terbaik adalah jaring
millenium, bagan perahu, bagan tancap, jaring kembung dan pancing. Urutan
prioritas berdasarkan dua jenis parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 juga menjelaskan urutan prioritas unit penangkapan unggulan


berdasarkan aspek sosial dari yang tertinggi hingga terendah adalah jaring
millenium, bagan perahu jaring kembung, pancing dan bagan tancap.

Tabel 21 Penilaian dan standarisasi aspek sosial dengan fungsi nilai unit
penangkapan ikan di pulau Bangka Kabupaten Bangka Selatan.
Sosial
No. Alat tangkap
Z1 UP1 Z2 UP2
1. Jaring kembung 4 2 4.200.000 4
2. Pancing 3 3 3.263.667 5
3. Jaring millenium 6 1 33.050.000 1
4. Bagan tancap 1 4 21.819.500 3
5. Bagan perahu 3 3 34.713.333 2
Hasil standardisasi
Sosial
No. Alat tangkap Total rata-rata Urutan
V(Z1) V(Z2)
1. Jaring kembung 0,60 0,03 0,63 0,31 3
2. Pancing 0,40 0,00 0,40 0,20 4
3. Jaring millenium 1,00 0,95 1,95 0,97 1
4. Bagan tancap 0,00 0,59 0,59 0,30 5
5. Bagan perahu 0,40 1,00 1,40 0,70 2
Keterangan :
Zl = Jumlah tenaga kerja (orang)
Z2 = Pendapatan ABK dalam satu tahun (orang per tahun)
UP = Urutan prioritas
V(Zl) = Pendapatan ABK dalam satu tahun yang distandarkan
V(Z2) = Jumlah tenaga kerja (orang) yang distandarkan

5.4.5 Seleksi unit penangkapan ikan pelagis

Penentuan alat tangkap prioritas tidak hanya dilihat dari satu atau dua
aspek saja melainkan perlu mempertimbangkan berbagai macam aspek yang
mempengaruhi keberlangsungan kegiatan penangkapan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sehingga alat tangkap pilihan yang diperoleh merupakan
alat tangkap yang memiliki kemampuan terbaik, ramah lingkungan, berdampak
positif pada ekonomi, dan secara sosial tidak memimbulkan permasalah-
permasalah baru.

Berdasarkan hasil analisis terhadap 4 aspek yaitu biologi, teknik, ekonomi


dan sosial seperti tertera pada Tabel 22 diperoleh hasil bahwa unit penangkapan
yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan adalah jaring millenium, bagan
perahu, pancing, bagan tancap dan jaring kembung. Secara jelas penentuan
prioritas pengembangan perikanan di Kabupaten Bangka Selatan disajikan pada
Tabel 22.
Tabel 22 Seleksi unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dengan menggunakan aspek biologi, teknis, ekonomi dan
sosial

Biologi Teknis Ekonomi Sosial


No Alat tangkap
W1 W2 W3 X1 X2 X4 X5 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Z1 Z2
Jaring
1 96 9 3 3 15 3 3 66.500.000 75.607.000 8.393.000 1,11 7,92 37.653.839 26,76 1,57 4 4.200.000
Kembung
Pancing
2 84 6 4 5 10 4 2 38.260.000 68.064.000 11.316.000 1,17 3,38 11.343.665 21,74 1,30 3 3.263.667

Jering
3 24 15 4 2 30 2 4 270.000.000 351.447.000 128.553.000 1,37 2,10 531.608.060 58,67 2,97 6 33.050.000
Milenium
4 Bagan tancap 210 13 2 4 3 2 7.000.000 21.819.500 2.618.000 9,33 2,67 17.907.443 80,34 3,56 1 21.819.500
5 Bagan Perahu 210 13 2 3 8 2 3 124.800.000 143.929.000 74.071.000 2,94 1,68 337.351.128 69,69 3,70 3 34.713.333
Hasil standarisasi
Biologi Teknis Ekonomi Sosial Total Rataan UP
No Alat tangkap
V(W1) V(W2) V(W3) V(X1) V(X2) V(X4) V(X5) V(Y1) V(Y2) V(Y3) V(Y4) V(Y5) V(Y6)V(Y7) V(Y8) V(Z1) V(Z2)
1 Jaring Kembung 0,39 0,67 0,50 0,33 0,44 0,50 0,50 0,77 0,84 0,05 0,00 0,00 0,05 0,09 0,11 0,60 0,03 5,87 0,3451 5
2 Pancing 0,32 1,00 1,00 1,00 0,26 1,00 0,00 0,88 0,86 0,07 0,01 0,73 0,00 0,00 0,00 0,40 - 7,53 0,4427 3
3 Jering Milenium 0,00 0,00 1,00 0,00 1,00 0,00 1,00 0,00 0,00 1,00 0,03 0,93 1,00 0,63 0,69 1,00 0,95 9,24 0,5433 1
4 Bagan tancap 1,00 0,22 0,00 0,67 0,00 0,00 1,00 1,00 1,00 0,00 1,00 0,84 0,01 1,00 0,94 0,00 0,59 7,27 0,4278 4
5 Bagan Perahu 1,00 0,22 0,00 0,33 0,19 0,00 0,50 0,55 0,63 0,57 0,22 1,00 0,63 0,82 1,00 0,40 1,00 9,06 0,5328 2
5.5 Alokasi Unit Penangkapan Ikan Pelagis

Pengembangan perikanan tangkap dengan menggunakan unit penangkapan


unggulan sebaiknya tidak melebihi daya dukung ketersediaan sumberdaya
perikanan yang ada, sehingga jumlah alokasi yang optimum dari unit
penangkapan unggulan tersebut perlu diestimasi dengan baik. Untuk menduga
jumlah unit penangkapan ikan optimum di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan
dengan menggunakan pendekatan Linear Goal Programming (LGP).
Ada 4 (empat) tujuan utama yang hendak dicapai dalam pengalokasian ini,
yaitu: (1) mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis, (2)
penghematan kebutuhan bahan bakar/BBM, (3) mengefisienkan penggunaan es
dan (4) memaksimalkan penyerapan tenaga kerja. Untuk variabel keputusannya
adalah semua jenis unit penangkapan ikan eksisting yang terpilih, yaitu: unit
penangkapan bagan perahu (X1), bagan tancap (X2), pancing (X3), jaring
kembung (X4) dan jaring millenium (X5).
Secara matematis, tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai dan sekaligus
juga merupakan batasan yang harus dipenuhi dalam mengoptimumkan alokasi
unit penangkapan utama untuk ikan pelagis di perairan Kabupaten Bangka Selatan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis
Nilai pembatas persamaan alokasi unit penangkapan ikan di Bangka Selatan
berdasarkan ketersediaan potensi sumberdaya ikan pelagis sebagai batas
kanan persamaan dan nilai produktivitas dari setiap unit penangkapan ikan
untuk nilai-nilai koefisiennya. Persamaannya adalah sebagai berikut :
21,8 BGNP + 2,5 BGNT + 8 PCG + 8,4 JK + 48 JM + DB1 - DA1 = 38400
Keterangan :
BGNP = Bagan perahu
BGNT = Bagan tancap
PCG = Pancing
JK = Jaring kembung
JM = Jaring millenium
b. Meminimumkan penggunaan bahan bakar minyak solar (BBM)

Bentuk persamaan untuk alokasi unit penangkapan ikan di Bangka Selatan


disusun berdasarkan ketersediaan solar dan kebutuhan solar dari masing-
masing unit penangkapan ikan dengan persamaan sebagai berikut :
25 BGNP + 15 BGNT + 50 PCG + 20 JK + 65 JM – DA2 <= 50000
Keterangan :
BGNP = Bagan perahu
BGNT = Bagan tancap
PCG = Pancing
JK = Jaring kembung
JM = Jaring millenium

c. Mengefisienkan penggunaan es (ton)

Selain BBM, es juga menjadi pembatas dalam menyusun alokasi unit


penangkapan di Kabupaten Bangka Selatan. Persamaan pembatas bedasarkan
kebutuhan es disusun keperluan masing-masing unit penangkapan terhadap es
dalam melakukan operasi penangkapan, kemudian batas kanan persamaan ini
adalah jumlah es yang tersedia di Kabupaten Bangka Selatan. Persamaanya
adalah sebagai berikut :
0,4 PCG + 0,5 JK + 3 JM – DA3 <= 500
Keterangan :
BGNP = Bagan perahu
PCG = Pancing
JK = Jaring kembung
JM = Jaring millenium

d. Memaksimumkan penyerapan tenaga kerja

Parameter keempat yang dijadikan persamaan pembatas adalah jumlah tenaga


kerja yang mampu diserap oleh sektor perikanan tangkap di Kabupaten
Bangka Selatan. Persamaan pembatas berdasarkan jumlah tenaga kerja
ditentukan berdasarkan jumlah nelayan yang mengoperasikan masing-masing
unit penangkapan. Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut:
2 BGNP + 1 BGNT + 2 PCG + 3 JK + 6 JM + DB4 >= 6525
Keterangan :
BGNP = Bagan perahu
BGNT = Bagan tancap
PCG = Pancing
JK = Jaring kembung
JM = Jaring millenium

e. Fungsi pembatas non negatif

BGNP >= 0 , BGNT >= 0, PCG >= 0, JK >= 0, JM >= 0


Keterangan :
BGNP = Bagan perahu
BGNT = Bagan tancap
PCG = Pancing
JK = Jaring kembung
JM = Jaring millenium

Proses penyelesaian untuk model linear goal programming ini


menggunakan bantuan program paket komputer LINDO (Linear Interactive
Descrete Optimizer). Hasil olahan program komputer LINDO ditunjukkan pada
Lampiran 12. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa alokasi unit penangkapan
ikan yang eksisting terpilih di perairan laut Kabupaten Bangka Selatan adalah
sebagai berikut: untuk jaring millenium (JM) dialokasikan sebanyak 574 unit,
bagan perahu (BGNP) sebanyak 227 unit, dan pancing (PCG) sebanyak 140 unit.
Sementara itu, untuk unit penangkapan jaring kembung (JK) dan bagan tancap
(BGNT) disarankan untuk tidak dialokasikan. Alokasi jumlah armada
penangkapan ikan yang optimum di perairan Kabupaten Bangka Selatan dapat
dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di perairan
Kabupaten Bangka Selatan

Jumlah
No. Unit penangkapan ikan Ukuran
(unit)
1. Jaring millennium (JM) 20 GT 574
2. Bagan perahu (BGNP) 10 GT 227
3. Pancing (PCG) 5 GT 140
4. Jaring kembung (JK) 5 GT 0
5. Bagan tancap (BGNT) - 0
Jumlah 941

Hasil analisis LGP ini juga menunjukkan bahwa tidak semua sasaran dan
tujuan yang dikehendaki tercapai yang ditunjukkan dengan nilai variabel
deviasionalnya (baik DA maupun DB) tidak sama dengan nol. Sasaran atau target
yang tidak tercapai tersebut adalah sasaran mengoptimumkan pemanfaatan
sumberdaya ikan pelagis, mengoptimumkan kebutuhan es, dan mengoptimumkan
penyerapan tenaga kerja. Sementara, sasaran-sasaran yang dapat tercapai adalah
mengoptimumkan penggunaan bahan bakar minyak solar (BBM).
Bila membandingkan hasil analisis alokasi ini dengan jumlah unit
penangkapan yang ada pada tahun 2009, maka perlu ada penyesuaian komposisi
jumlah dari kelima unit penangkapan tersebut. Ada jenis unit penangkapan yang
disarankan untuk dikembangkan, yaitu: unit penangkapan jaring millennium,
bagan perahu dan pancing, sedangkan yang disarankan untuk dikurangi atau
diganti, adalah: unit penangkapan jaring kembung dan bagan tancap. Perbedaan
kemampuan tangkap masing-masing jenis alat tangkap menyebabkan alokasi
optimum masing-masing alat tangkap berbeda. Penambahan dan pengurangan ini
sangat tergantung dari nilai parameter yang digunakan untuk analisis
pengalokasian unit penangkapan, utamanya yaitu: nilai produkivitas unit
penangkapan dan jumlah tangkapan maksimum lestari yang diperbolehkan (JTB)
nya. Padahal jumlah unit penangkapan eksisting yang telah melebihi alokasi
optimum sebaiknya dikurangi agar sumberdaya yang ada dapat dipertahankan
(Syahailatua 2006).
Menurut Suharso et. al (2006), sumberdaya perikanan dapat dieksploitasi
pada tingkat tertentu tanpa dampak negatif terhadap stok sumberdaya ikan. Oleh
karena itu, prinsip yang perlu dipahami adalah bagaimana menggali sumberdaya
yang ada di Kabupaten Bangka Selatan untuk kehidupan masyarakat secara lestari
dan berkelanjutan. Walaupun sumberdaya perikanan termasuk sumberdaya yang
dapat diperbaharui, tetapi jika pengelolaannya salah, maka sumberdaya tersebut
akan mengalami kepunahan dan tidak dapat dimanfaatkan lagi oleh manusia.
Menurut Yulistyo et al. (2006), salah satu upaya pengembangan usaha
penangkapan di perairan pantai yang masih potensial adalah melalui motorisasi
dan modernisasi unit penangkapan. Motorisasi tersebut diarahkan untuk kapal
penangkap ikan berukuran antara 5-10 GT, 10-30 GT dan > 30 GT untuk
menjangkau wilayah perairan diatas 12 mil yang sebagian besar belum
dieksploitasi (under exploited). Selain itu, adanya konsep pengelolaan
sumberdaya perikanan berbasis komunitas yang partisipatif dapat dijadikan solusi
maupun masukan yang berharga dalam bidang pemanfaatan perikanan pantai
(Murdiyanto 2002).

5.6 Strategi Pengembangan Perikanan Pelagis di Kabupaten Bangka


Selatan

Penentuan strategi pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten


Bangka Selatan ditentukan oleh kondisi faktor internal dan eksternalnya. Kedua
faktor tersebut dianalisis melalui pendekatan analisis SWOT (Strengths,
Weakness, Opportunites dan Threats). Lingkungan internal dalam SWOT
adalah kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakness), sedangkan lingkungan
eksternalnya adalah peluang (Opportunites) dan ancaman (Threats). Analisis
ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan
peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weakness) dan Ancaman (Threats).
Hasil identifikasi faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan
eksternal (peluang dan ancaman) berdasarkan data dan informasi dari hasil
analisis serta rujukan dari beberapa sumber literatur terkait dengan perikanan
pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dapat dilihat pada Tabel 24 dan Tabel 25.
Tabel 24 Urutan kepentingan faktor-faktor strategi untuk aspek kekuatan dan
kelemahan dalam pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan
Faktor-Faktor Strategi Bobot Rating Nilai
Kekuatan
 Usaha penangkapan ikan pelagis 0,20 4 0,8
(bagan tancap, bagan perahu,
pancing, jaring kembung dan
jaring millenium) masih
menguntungkan secara ekonomi
(S1)
 Komitmen dan kebijakan 0,10 3 0,3
pemerintah untuk
mengembangkan sektor
perikanan di Kabupaten Bangka
Selatan (S2)
 Potensi sumberdaya ikan pelagis 0,22 3 0,66
belum dimanfaatkan dengan
optimal (S3)
Kelemahan
 Kemampuan jelajah armada 0,12 2 0,24
penangkapan nelayan yang
masih terbatas (W1)
 Sistem pemasaran hasil 0,08 3 0,24
tangkapan nelayan yang masih
tergantung pada tengkulak (W2)
 Sarana dan prasarana pendukung 0,12 1 0,12
perikanan masih terbatas (pabrik
es, TPI, SPDN) (W3)
 Keterbatasan nelayan dalam 0,08 2 0,16
penguasaan teknologi
penangkapan (W4)
 Kapasitas pemodalan nelayan 0,08 2 0,16
masih sangat terbatas dan belum
didukung oleh kelembagaan
pemerintah dan swasta (W5)
Total 1,00 2,68
Tabel 25 Urutan kepentingan faktor-faktor strategi untuk aspek peluang dan
ancaman dalam pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka
Selatan
Faktor-Faktor Strategi Bobot Rating Nilai
Peluang
 Permintaan terhadap ikan 0,14 4 0,56
pelagis yang terus
meningkat dan
pengembangan pasar yang
masih terbuka (O1)
 Penyerapan tenaga kerja 0,14 3 0,42
yang lebih tinggi melalui
pengembangan perikanan
pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan (O2)
 Peningkatan kapasitas dan 0,09 2 0,18
ukuran armada
penangkapan nelayan (O3)
 Introduksi teknologi 0,14 3 0,42
penangkapan yang
memiliki produktivitas
lebih tinggi bagi nelayan
(O4)
Ancaman
 Penangkapan ikan tanpa 0,15 1 0,15
izin yang semakin sering
terjadi (T1)
 Degradasi sumberdaya ikan 0,12 2 0,24
dan biota di kawasan
pesisir akibat dari adanya
penambangan timah
dengan kapal hisap (T2)
 Ketidakmampuan nelayan 0,09 3 0,27
lokal dalam mengadaptasi
introduksi teknologi
penangkapan dapat
menimbulkan potensi
konflik antar nelayan (T3)
 Adanya nelayan andon 0,13 3 0,39
yang memiliki teknologi
penangkapan lebih baik
dan kapal yang lebih besar
dapat (T4)
Total
1,00 2,63
Hasil dari analisis faktor internal dan eksternal dilakukan penyusunan
strategi dengan membuat matriks sehingga dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten
Bangka Selatan yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Dengan demikian akan diperoleh empat alternatif strategi yaitu strategi
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, strategi menggunakan
kekuatan untuk mengatasi ancaman, strategi memanfaatkan peluang untuk
meminimalkan kelemahan dan strategi meminimalkan kelemahan untuk
menghindari ancaman. Strategi tersebut disajikan pada Tabel 26.

Hasil matrik analisis yang didasarkan faktor internal dan eksternal


kemudian diurutkan berdasarkan prioritas strategi yang akan direkomendasikan
dalam upaya pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan.
Urutan prioritas strategi disajikan pada Tabel 27.
Tabel 26 Strategi pengelolaan perikanan menurut kombinasi faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman
KEKUATAN KELEMAHAN
 (S1)  (W1)
DALAM  (S2)  (W2)
 (S3)  (W3)
 (W4)
LUAR  (W5)

PELUANG STRATEGI STRATEGI


 (O1) KEKUATAN-PELUANG KELEMAHAN-PELUANG
 (O2)  Pemanfaatan  Penyediaan sarana dan
 (O3) sumberdaya ikan pelagis prasarana pendukung
 (O4) sesuai potensi lestari perikanan (pabrik es, cold
dengan pengembangan storage, tpi, dermaga,
alat tangkap jaring SPDN)
millenium  Introduksi teknologi baru
 Pengembangan jalur melalui penyuluhan dan
pemasaraan hasil pendampingan
perikanan  Peningkatan akses
 Peningkatan pemodalan bagi
produktivitas perikanan masyarakat nelayan
tangkap melalui
pengembangan armada
penangkapan > 20 GT

ANCAMAN STRATEGI STRATEGI


 (T1) KEKUATAN-ANCAMAN KELEMAHAN-ANCAMAN
 (T2)  Peningkatan pengawasan  Penyusunan peraturan
 (T3) dan penegakan hukum di daerah tentang
 (T4) wilayah pesisir dan laut pemanfaatan dan
 (T5) oleh instansi terkait pengelolaan perikanan
(Dinas PK, Nelayan dan tangkap
Keamanan)  Modernisasi teknologi
 Perbaikan lingkungan perikanan tangkap nelayan
pesisir dan laut melaui lokal
kegiatan konservasi
sumberdaya ikan dan
terumbu karang
Tabel 27 Urutan strategi berdasarkan nilai skoring faktor internal dan faktor
eksternal
No. Strategi Skor
1. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis sesuai 2,45
potensi lestari dengan pengembangan alat
tangkap jaring millenium
(S1+S2+S3+O2+O4+O3)
2. Peningkatan produktivitas perikanan tangkap 2,06
melalui pengembangan armada penangkapan
> 20 GT (S1+S3+O2+O3)
3. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung 1,54
perikanan (pabrik es, cold storage, tpi,
dermaga, SPDN)
(W3+W1+W4+O2+O3+O4)
4. Peningkatan akses pemodalan bagi 1,42
masyarakat nelayan (W1+W5+O1+O3+O4)
5. Penyusunan peraturan daerah tentang 1,14
pemanfaatan dan pengelolaan perikanan
tangkap (W3+W2+T1+T2+T4)
6. Peningkatan pengawasan dan penegakan 1,08
hukum di wilayah pesisir dan laut oleh
instansi terkait (Dinas PK, Nelayan dan
Keamanan) (S2+T1+T2+T4)
7. Modernisasi teknologi perikanan tangkap 1,06
nelayan lokal (W1+W4+T3+T4)
8. Pengembangan jalur pemasaraan hasil 1,04
perikanan (S2+O1+O3)
9. Introduksi teknologi baru melalui penyuluhan 1,00
dan pendampingan (W1+W4+O3+O4)
10. Perbaikan lingkungan pesisir dan laut melaui 0,69
kegiatan konservasi sumberdaya ikan dan
terumbu karang (S2+S3+T3+T1)

Berdasarkan Tabel 24 Jumlah skor pembobotan pada matrik IFAS


menunjukkan nilai sebesar 2,68. Nilai tersebut mengandung arti bahwa reaksi
masyarakat di Kabupaten Bangka Selatan terhadap faktor-faktor internal
menunjukkan hasil pada tingkat rata-rata. Hal tersebut mengandung arti masih ada
kesempatan memperbaiki manajemen serta kualitas sumberdaya manusia di
Kabupaten Bangka Selatan untuk mengurangi kelemahan yang ada di wilayah
tersebut jika dilakukan dengan tekad yang kuat serta kerjasama antar semua pihak.
Jumlah skor pembobotan matriks EFAS menunjukkan nilai sebesar 2,63
(Tabel 25). Nilai tersebut mengandung arti bahwa kondisi masyarakat Bangka
Selatan mampu merespons situasi eksternal secara rata-rata. Artinya kemampuan
masyarakat Bangka Selatan memanfaatkan peluang yang dimiliki untuk
menghindari ancaman yang datang dari luar dalam kisaran rata-rata. Berdasarkan
nilai IFAS dan EFAS secara keseluruhan dapat dilihat bahwa masyarakat nelayan
Bangka Selatan mampu merespons segala kegiatan pengembangan perikanan
pelagis yang nantinya akan dilaksanakan asal diimbangi dengan pendampingan
yang dilakukan baik olah pemerintah maupun stakeholders lainnya.
Setelah memperhatikan segala potensi sumberdaya dan aktivitas perikanan
pelagis di Bangka Selatan dan digabungkan dengan faktor internal dan eksternal
dari analisis SWOT yang terdapat di Bangka Selatan, selanjutnya disusun rencana
strategi dalam pengembangan perikanan pelagis di Bangka Selatan. Prioritas
strategi pengembangan perikanan pelagis seperti disajikan pada Tabel 27
menunjukkan bahwa strategi yang menempati prioritas utama adalah pemanfaatan
sumberdaya ikan pelagis secara lestari dengan pengembangan alat tangkap jaring
millenium. Jaring millenium dipilih karena memiliki keunggulan baik dari segi
produktivitas maupun daya tahan. Selain itu, hasil pengalokasian armada
penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan menunjukkan bahwa
armada penangkapan jaring millenium masih dapat ditingkatkan.
Strategi kedua adalah peningkatan produktivitas perikanan tangkap
melalui pengembangan armada perikanan > 20 GT. Kondisi armada perikanan
yang dimiliki nelayan lokasl masih berada pada kisaran 10 GT sehingga daya
jelajahnya masih terbatas pada perairan dekat pantai yang sudah padat tangkap.
Oleh karena itu dengan peningkatan ukuran armada penangkapan diharapkan
mampu mencapai perairan yang lebih jauh (4-12 mil) sehingga peluang
mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak akan lebih tinggi.
Penyediaan sarana dan prasarana pendukung perikanan menjadi prioritas
ketiga. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan bagi pengembangan
perikanan pelagis kecil di Kabupaten Bangka Selatan. Stok BBM dan es yang
belum mencukupi kebutuhan nelayan menjadi penyebab utama tidak optimalnya
kegiatan perikanan tangkap di wilayah ini. Selain itu, kurangnya ketersediaan es
dan BBM menyebabkan nelayan harus mengeluarkan biaya lebih tinggi sehingga
keuntungannya menjadi berkurang.
Ketiga strategi tersebut merupakan titik penentu dalam upaya
pengembangan perikanan pelagis di Bangka Selatan. Selain itu, tentunya
kebijakan pemerintah terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
perikanan, introduksi teknologi baru, pelestarian sumberdaya ikan dan
lingkungan, peningkatan akses permodalan serta pengembangan jalur pemasaran
menjadi strategi yang tidak terpisahkan. Pengembangan sarana dan prasarana
perikanan terutama tempat pemasaran hasil tangkapan sangat penting artinya bagi
perkembangan pusat perikanan di wilayah pesisir. Hal ini senada dengan
ungkapan Saridewi (2006) yang menyatakan bahda salah satu prioritas dalam
pengembangan desa pantai yang berbasis perikanan adalah dengan pengembangan
fasilitas pelelangan ikan untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat.

Dalam pengembangn kawasan perikanan, pemerintah daerah Kabupaten


Bangka Selatan sudah seharusnya memberikan sumbangsih dan peran aktif dalam
mengoptimalkan pemanfaatan SDI baik melalui introduksi teknologi penangkapan
yang lebih efektif dan selektif, pendampingan nelayan dan penguatan
kelembagaan. Melalui penguatan kelembagaan dan pendampingan diharapkan
dapat mengangkat derajat kesejahteraan nelayan dan sekaligus menjadikan sektor
perikanan tangkap sebagai leading sector dalam perekonomian di Kabupaten
Bangka Selatan. Selain itu, keberadaan sumberdaya perikanan bagi masyarakat
pesisir yang sangat penting hendaknya menjadi pertimbangan bagi pemerintah
dalam merancang pola pengelolaan yang rasional. Hal ini dimaksudkan agar
pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat berlanjut (sustainable) dan memberi
nilai ekonomi bagi pengembangan kawasan Bangka Selatan (Gaffar et al. 2007).

Secara rinci, strategi dan program pengembangan perikanan pelagis di


Kabupaten Bangka Selatan adalah sebagai berikut:
Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis sesuai potensi lestari dengan
pengembangan alat tangkap jaring millenium
1) Pengembangan teknologi alat tangkap jaring millenium melalui sosialisasi
dan penyuluhan kepada nelayan
2) Melakukan pendataan hasil tangkapan ikan pelagis dengan mewajibkan
nelayan mempunyai log book dan melaporkan ke TPI.
3) Membuat suatu sistem pendataan hasil tangkapan nelayan yang terintegrasi.

Peningkatan produktivitas perikanan tangkap melalui pengembangan


armada penangkapan > 20 GT
1) Penambahan armada penangkapan ikan berukuran > 20 GT.
2) Membangun dan mengembangkan galangan kapal rakyat.

Penyediaan sarana dan prasarana pendukung perikanan (pabrik es,


cold storage, tpi, dermaga, SPDN)
1) Peningkatan jumlah infrastruktur perikanan tangkap seperti pelabuhan
perikanan, Pabrik es, TPI, depot BBM, depot alat tangkap, fasilitas
perbaikan kapal (dock yard) di Kabupaten Bangka Selatan.
2) Pembangunan dermaga bagi pendaratan ikan hasil tangkapan yang sesuai
dengan kondisi pasang surut dan gelombang di perairan Bangka Selatan.
3) Penyediaan sumber listrik bagi pemukiman nelayan.

Peningkatan akses pemodalan bagi masyarakat nelayan


1) Fasilitasi antara lembaga keuangan (bank) dengan nelayan dalam
penyusunan kelayakan usaha.
2) Menyusun strategi kemitraaan antara pengusaha dan nelayan yang
dilindungi oleh pemerintah daerah.
3) Pembinaan terhadap lembaga keuangan yang telah ada ditingkat nelayan.
4) Pembentukan BPR khusus untuk melanyani masyarakat nelayan dengan
persyaratan ringan dan bunga pinjaman rendah.
5) Pembentukan koperasi perikanan dan sebagai lembaga keuangan mikro yang
mandiri.
Penyusunan peraturan daerah tentang pemanfaatan dan pengelolaan
perikanan tangkap
1) Melakukan penelitian dan pengkajian yang berkaitan dengan sumberdaya
perikanan di wilayah perairan Kabupaten Bangka Selatan
2) Penyusunan PERDA yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan
wilayah pesisir dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
3) Mensinergikan peraturan daerah Kabupaten Bangka Selatan dengan daerah
lain maupun Provinsi Bangka Belitung serta peraturan pusat yang telah ada.

Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah pesisir


dan laut oleh instansi terkait (Dinas PK, Nelayan dan Keamanan)
1) Penambahan jumlah dan peningkatan kualitas aparat penegak hukum.
2) Mengadakan sarana operasional pengawasan laut dengan menambah armada
kapal pengawas perikanan.
3) Melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga yang terlibat dalam
pengawasan.
4) Menggalang partisipasi masyarakat pesisir dalam pengawasan kegiatan di
kawasan pesisir dan laut melalui SISWASMAS.

Modernisasi teknologi perikanan tangkap nelayan lokal


1) Introduksi teknologi alat dan armada penangkapan melalui penyuluhan dan
pendampingan.
2) Menginventarisasi jenis teknologi penangkapan yang masih layak
dikembangkan.
3) Mensosialisasikan kepada nelayan tentang jenis teknologi penangkapan
yang tidak ramah lingkungan.

Pengembangan jalur pemasaran hasil perikanan


1) Pembangunan pasar ikan di Kabupaten Bangka Selatan
2) Memperluas jaringan pasar bagi produk perikanan melalui kerjasama
3) Pengembangan sistem pemasaran terpadu, utamanya untuk komoditi
perikanan, yang dilakukan melalui Pusat Pasar Ikan Hiegienis.
4) Promosi hasil-hasil perikanan tangkap ke berbagai daerah
5) Kerjasama dengan Industri pengolahan ikan dan eksportir perikanan

Introduksi teknologi baru melalui penyuluhan dan pendampingan


1) Memperkenalkan kepada nelayan tentang teknologi penangkapan yang
efektif dan ramah lingkungan.
2) Menjembatani transfer teknologi antara nelayan pendatang dengan nelayan
lokal.

Perbaikan lingkungan pesisir dan laut melaui kegiatan konservasi


sumberdaya ikan dan terumbu karang
1) Rehabilitasi habitat terumbu karang yang rusak dan sulit untuk pulih secara
alami seperti di Tukak-Sadai, Lepar-Pongok.
2) Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
kelestarian lingkungan.
3) Pengkayaan stok perikanan melalui kegiatan sea farming dan sea reanching
untuk di perairan Bangka Selatan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:
1) Berdasarkan hasil analisis terhadap aspek biologi, teknik, ekonomi dan
sosial maka 3 jenis unit penangkapan untuk ikan pelagis yang memiliki
prospek terbaik untuk dikembangkan di perairan laut Kabupaten Bangka
Selatan secara berurutan adalah jaring millenium, bagan perahu dan
pancing.
2) Alokasi optimum dari 3 jenis unit penangkapan terbaik untuk ikan pelagis di
Kabupaten Bangka Selatan tersebut adalah jaring millenium sebanyak 574
unit, bagan perahu sebanyak 227 unit, dan pancing sebanyak 140 unit.
3) Strategi pengembangan perikanan pelagis di Bangka Selatan dapat
dilakukan dengan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis melalui
pengembangan alat tangkap jaring millenium, pengembangan armada
penangkapan berukuran > 20 GT dan penyediaan sarana dan prasarana
pendukung kegiatan perikanan.

6.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini adalah :
1) Untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis secara optimal dan
berkelanjutan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan alat tangkap jaring
millenium, bagan perahu dan pancing.
2) Dalam rangka mendukung pengoptimalan pemanfaatan ikan pelagis kecil di
Kabupaten Bangka Selatan maka ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung perikanan tangkap harus segera dipenuhi. Jenis sarana yang
menjadi kebutuhan utama antara lain pabrik es, pembangunan dermaga dan
stasiun pengisian bahan bakar bagi nelayan (SPBN).
DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 97 hlm.

Barnes, R.D. 1987. Invertebrate Zoology. 5th Edition. Philadelphia: Souders


Collage Publishing. 866 p.

Buchsbaum, R., M. Buchsbanum, J. Pearse and V. Perase. 1987. Animal without


Backbones. 3rd Edition. Chicago : The University of Chicago Press. 584 p.

Choliq AR, Wirasmita, Sofwan O. 1994. Evaluasi Proyek. Bandung: Pionir Jaya.
hlm 33-41.

David, FR. 2004. Manajemen Strategis (Konsep-Konsep). Edisi ke sembilan.


Jakarta: Gramedia. 230 hlm.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Statistik Kelautan dan Perikanan


Indonesia.

Dinas Kelautan dan Perikanan. 2009. Statistik Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Bangka Selatan

Djamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit


Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 167 hlm.

Effendi, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Yogyakarta:


Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hlm.

Flores, E. E. C. 1972. Handline Fishing for Squid in The Japan Sea. Japaness
Echosounding Research on Squid. FAO. Rome, p 1-6.

Gaffar AK, Fatah K, Rupawan. 2007. Karakteristik Perikanan Tangkap di Estuaria


Banyuasin Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Tahunan IV
Hasil Penelitian Perikanan. Yogyakarta, 28 Juli. TP-12 1- 11. Yogyakarta.
Universitas Yogyakarta. 389 hlm.

Gazperz JP. 1992. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik


Industri. Bandung: Tarsito. 669 hlm.
Ghaffar, M.A. 2006. Optimasi pengembangan usaha perikanan mini purse seine
di Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor:
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 115 hlm.

Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat


Tangkap. Diktat kuliah (tidak dipublikasikan). Bogor: Jurusan
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut
Pertanian Bogor. 149 hlm.
Haluan, J. 1985. Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman
Kuliah Metode Penangkapan Ikan II. Bagian Pertama. Sistem Pendidikan
Jarak Jauh Melalui Satelit Sisdiksat Intim. 55 hlm.

Hamabe, M.1992. Squinting at the Squinds’Life : Breeding Life and Migration of


Three Famili of Squid in the Sea of Jepan. Farming Japan Vol. 26-3.
Tokyo.

Husnan dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN. 379 hlm.

Johnson, H. Willis, E.D. Louis, W.C. Elliot, A.C. Thomas. 1997. Principle of
Zoology. New York : Holt, Rinehart and Winston Inc.

Kadariah L, Karlina, Clive G. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga


Penerbit Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hlm.

Kreuzer, R. 1984. Squid – Seafood Extraordinaire. Infofish 6 (86) :29-32

Laapo, A. 2004. Model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap yang


berkelanjutan di perairan Kabupaten Morowali [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 142 hlm.

Lee, S.M., L.J. Moore and B.W. Taylor III. 1990. Management Science. Allyn and
Bacon, Needham Heights.

Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gillnet) : Serial Teknologi Penangkapan


Ikan Berwawasan Lingkungan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor. 68 halaman.

Martasuganda, S. 2003. Bubu (Trap) Bogor : Departemen Pemanfaatan


Sumberdaya Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 85
halaman.
Merta, I.G.S., S. Nurhakim dan J. Widodo. 1998. Sumberdaya Perikanan Pelagis
Kecil diacu dalam Potensi Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut
di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan
Laut, Jakarta. hlm 89-106.

Murdiyanto B. 2002. Analisis Konflik Antara Nelayan Pancing Rawai dan Jaring
Kurau di Perairan Bengkalis Riau. Buletin PSP Vol XI No.2 Hal : 56-64.

Nasendi, B.D. dan A. Anwar. 1985. Program Linier dan Variasinya. Jakarta:
Gramedia. 243 hlm.

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknis Membedah Kasus Bisnis. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama. 187 hlm.
Ropre, C.F.C., M.J. Sweeney dan C.E. Nauen. 1984. Cephalopod of The World.
A anoted and Illustraed Catalogue of Species of Interest to Fisheries. Food
and Agricultur Organization Special Catalogue Vol. 3. Synop. Hal 277.

Sadhori, N. 1985. Teknik Penangkapan Ikan. Bandung: Angkasa. 182 hlm.

Saridewi TR. 2006. Analisis Kebijakan Pengembangan Ekonomi Desa Pantai


Kabupaten Subang. Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 1 No.1 Hal : 77-85.

Soeharto, I. 1999. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional).


Jilid 1. Konsep, Studi Kelayakan dan Jaringan Kerja. Jakarta: Erlangga.
356 hlm.

Subani, W. dan Barus, H. R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Edisi Khusus Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta: Balai
Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian. 248 hlm.

Suharso, Bambang AN, Asriyanto. 2006. Elastisitas produksi perikanan tangkap


Kota Tegal. Jurnal Pasir Laut, Vol.2, No.1, Juli 2006 : Hal : 26-36.

Sullivan, D. 1980. Biologi of Gould’s in Best Srain Studied. Australian Fisheries


Vol.39. No. 12.

Supranto, J. 1988. Riset Operasi: Untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta:


Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 407 hlm.
Suyedi, R. 2001. Sumber daya ikan pelagis. Makalah Falsafah Sains. [terhubung
berkala]. Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3,
InstitutnPertanian Bogor: 6 hlm.
http://tumoutou.net/3_sem1_012/risfan_s.htm [3 Juni 2007].

Syahailatua A. 2006. Perikanan Ikan Terbang di Indonesia : Riset Menuju


Pengelolaan. Jurnal Oseana Vol XXXI No. 3. Hal : 21-31.

Taylor III, B.W. 1993. Introduction to Management Science. Allyn and Bacon,
Needham Heights.

Yulistyo, Baskoro MS, Monintja DR, Iskandar BH. 2006. Analisis Kebijakan
Pengembangan Armada Penangkapan Ikan Berbasis Ketentuan Perikanan
yang Bertanggungjawab di Ternate, Maluku Utara. Buletin PSP Vol XV
N0.1. Hal : 70-84
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten
Bangka Selatan
No Uraian Total
I Investasi
1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.000.000
2. Mesin 15.000.000
3. Mesin Jenset 5.000.000
4. Perlengkapan lampu 2.000.000
5. Alat tangkap 5.000.000
6. Rumon 2.800.000
124.800.00
Jumlah 0
II Penerimaan (A)
156.000.00
1. Musim Puncak 0
2. Musim Sedang 50.000.000
3. Musim Paceklik 12.000.000
218.000.00
Jumlah A 0
III Biaya-biaya
a. Biaya Tetap (B)
1. Penyusutan kapal dan kelengkapan bangunan
bagan 6.333.000
2. Penyusutan Mesin 3.000.000
3. Penyusutan Genset 1.000.000
4. Penyusutan Lampu 2.000.000
5. Penyusutan Alat tangkap bagan 1.666.000
6. Penyusutan Rumpon 2.800.000
7. Perawatan Kapal dan bangunan bagan 9.500.000
8. Perawatan Mesin 2.250.000
9. Perawatan Genset 500.000
10. Perawatan Lampu 100.000
11. Perawatan Alat tangkap 500.000
12. Perawatan Rumpon 420.000
Jumlah B 30.069.000
b. Perbekalan (C)
1. BBM dan Pelumas 4.320.000
2. Perbekalan 5.400.000
104.140.00
3. Upah bagi hasil 50 % dari hasil bersih 0
113.860.00
Jumlah C
0
143.929.00
TOTAL BIAYA
0
1. Keuntungan bersih 74.071.000
2. R/C 2,943
3. PP 1,685
4. ROI 0,594
5. BEP 62.944.517
Lampiran 2. Cash flow unit penangkapan bagan perahu di Pulau Pongok Kab. Bangka Selatan
Periode
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
1. Penerimaan 0 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000
2. Nilai Sisa 0 -
Total Inflow 0 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000 218.000.000
B. OUTFLOW
B.1. INVESTASI & REPLACEMENT
1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.000.000
2. Mesin 15.000.000 15.000.000 -
3. Mesin Jenset 5.000.000 5.000.000 - 5.000.000 - 5.000.000
4. Perlengkapan lampu 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
5. Alat tangkap 5.000.000 5.000.000 5.000.000
6. Rumon 2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000 2.800.000
Total Investai 124.800.000 2.800.000 7.000.000 7.800.000 - 5.000.000 7.800.000 2.000.000 5.000.000
B.2. Biaya Tetap
1. Perawatan Kapal dan bangunan bagan 9.500.000 9.975.000 10.474.000 10.998.000 11.548.000 12.125.000 12.731.000 13.368.000 14.036.000 14.738.000
2. Perawatan Mesin 2.250.000 2.362.000 2.480.000 2.604.000 2.734.000 2.250.000 2.362.000 2.480.000 2.604.000 2.734.000
3. Perawatan Genset 500.000 525.000 551.000 500.000 525.000 551.000 500.000 525.000 551.000 500.000
4. Perawatan Lampu 100.000 120.000 100.000 120.000 100.000 120.000 100.000 120.000 100.000 120.000
5. Perawatan Alat tangkap 500.000 525.000 550.000 500.000 525.000 550.000 500.000 525.000 550.000 500.000
6. Perawatan Rumpon 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000 420.000
Tota Biaya Tetap 13.270.000 13.927.000 14.575.000 15.142.000 15.852.000 16.016.000 16.613.000 17.438.000 18.261.000 19.012.000
B.3. Biaya Variabel
1. BBM dan Pelumas 4.320.000 4.320.000 4.320.000 4.320.000 4.320.000 4.320.000 4.320.000 4.320.000 4.320.000 4.320.000
2. Perbekalan 5.400.000 5.400.000 5.400.000 5.400.000 5.400.000 5.400.000 5.400.000 5.400.000 5.400.000 5.400.000
3. Upah bagi hasil 50 % dari hasil bersih 104.140.000 104.140.000 104.140.000 104.140.000 104.140.000 104.140.000 104.140.000 104.140.000 104.140.000 104.140.000
Tota Biaya Variabel 113.860.000 113.860.000 113.860.000 113.860.000 113.860.000 113.860.000 113.860.000 113.860.000 113.860.000 113.860.000
Total Outflow 124.800.000 127.130.000 130.587.000 135.435.000 136.802.000 129.712.000 134.876.000 130.473.000 139.098.000 134.121.000 137.872.000
C. NET BENEFIT -124.800.000 90.870.000 87.413.000 82.565.000 81.198.000 88.288.000 83.124.000 87.527.000 78.902.000 83.879.000 80.128.000
D. DF (r=16%) 1 0,885 0,783 0,693 0,613 0,543 0,480 0,425 0,376 0,333 0,295
E. PRESENT VALUE -124.800.000,00 80.415.929 68.457.201 57.221.687 49.800.254 47.919.189 39.925.997 37.204.283 29.679.765 27.922.047 23.604.775
F. NPV 337.351.127,91
G. IRR 69,69
H. Net B/C 3,7031
Lampiran 3. Analisis finansial unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten
Bangka Selatan
No Uraian Total
I Investasi
1. Bangunan bagan dan kelengkapannya 6.000.000
2. Genset dan kelengkapannya 1.000.000
Jumlah 7.000.000
II Penerimaan (A)
15.937.50
1. Musim Puncak 0
2. Musim Sedang 8.500.000
3. Musim Paceklik 2.040.000
24.437.50
Jumlah A 0
III Biaya-Biaya
a. Biaya Tetap
1. Penyusutan Bagan dan kelengkapannya 3.000.000
2. Penyusutan Genset dan kelengkapannya 1.300.000
3. Perawatan bagan dan kelengkapannya 600.000
4. Perawatan Genset dan kelengkapannya 100.000
Jumlah B 5.000.000
b. Biaya Variabel
1. Bensin 9.072.000
2. Perbekalan Melaut 2.860.000
3. Ongkos Ojek kapal 4.887.500
16.819.50
0
21.819.50
Total Biaya D= (B+C)
0
TOTAL (KEUNTUNGAN BERSIH PER
1
TAHUN) 2.618.000
2 R/C 9,3
3 PP 2,674
4 ROI 0,374
Lampiran 4. Cash flow unit penangkapan bagan tancap di Pulau Bangka Kab. Bangka Selatan
Periode
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
Penerimaan 0 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500
Nilai Sisa 0
Total Inflow 0 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500 24.437.500
B. OUTFLOW

B.1. INVESTASI & REPLACEMENT


1. Bangunan bagan dan kelengkapannya 6.000.000 6.000.000 - 6.000.000 6.000.000
2. Genset dan kelengkapannya 1.000.000 1.000.000 1.000.000
Total Investai 7.000.000 - 6.000.000 1.000.000 - - 1.000.000 6.000.000 -
B.2. Biaya Tetap
1. Perawatan bagan dan kelengkapannya 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000
2. Perawatan Genset dan kelengkapannya 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Tota Biaya Tetap 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000 700.000
B.3. Biaya Variabel
1. Bensin 9.072.000 9.162.000 9.072.000 9.162.000 9.072.000 9.162.000 9.072.000 9.162.000 9.072.000 9.162.000
2. Perbekalan Melaut 2.860.000 2.860.000 2.860.000 2.860.000 2.860.000 2.860.000 2.860.000 2.860.000 2.860.000 2.860.000
3. Ongkos Ojek kapal 4.887.500 5.131.875 5.388.469 5.657.892 5.940.787 6.237.826 6.549.717 6.877.203 7.221.063 7.582.117
Tota Biaya Variabel 16.819.500 17.153.875 17.320.469 17.679.892 17.872.787 18.259.826 18.481.717 18.899.203 19.153.063 19.604.117
Total Outflow 7.000.000 17.519.500 17.853.875 24.020.469 19.379.892 18.572.787 18.959.826 19.181.717 20.599.203 25.853.063 20.304.117
C. NET BENEFIT -7.000.000 6.918.000 6.583.625 417.031 5.057.608 5.864.713 5.477.674 5.255.783 3.838.297 (1.415.563) 4.133.383
D. DF (r=16%) 1 0,885 0,783 0,693 0,613 0,543 0,480 0,425 0,376 0,333 0,295
E. PRESENT VALUE -7.000.000,00 6.122.124 5.155.944 289.024 3.101.926 3.183.131 2.631.028 2.234.026 1.443.813 (471.220) 1.217.647
F. NPV 17.907.443,17

G. IRR 80,34
H. Net B/C 3,5582
Lampiran 5. Analisis jaring kembung (drift gillnet) di Kabupaten Bangka Selatan
N
o Uraian Total
I Investasi
1. Kapal 30.000.000
2. Mesin 5.000.000
3. Genset dan kelengkapan lampu 1.500.000
4. Alat tangkap 30.000.000
Jumlah 66.500.000
II Penerimaan
Penerimaan rata-rata 84.000.000
Jumlah A 84.000.000
III Biaya – Biaya
a. Biaya Tetap (B)
1. Penyusutan kapal 3.000.000
2. Penyusutan Mesin 857.000
3. Penyusutan Genset dan kelengkapan lampu 300.000
4. Penyusutan Alat tangkap 6.000.000
5. Perawatan Kapal 3.000.000
6. Perawatan Mesin 500.000
7. Perawatan Genset dan lampu 150.000
8. Perawatan Alat tangkap 3.000.000
Jumlah B 16.807.000
b. Perbekalan (C)
1. BBM dan Pelumas 7.560.000
2. Bensin 1.890.000
3. Es 15.750.000
4. Perbekalan 16.800.000
5. Bagi Hasil 40% dari hasil besih 16.800.000
Jumlah C 58.800.000
Jumlah Biaya 75.607.000
1 Keuntungan bersih 8.393.000
2 R/C 1,111
3 PP 7,923
4 ROI 0,126
5 BEP 56.023.333
Lampiran 6. Cash flow jaring kembung (drift gillnet) di Kabupaten Bangka Selatan
Periode
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
Penerimaan 0 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000
Nilai Sisa 0 -
Total Inflow 0 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000 84.000.000
B. OUTFLOW
590.000 400.000 9.300.000 2.100.000 1.230.000
B.1. INVESTASI & REPLACEMENT
Kapal 30.000.000
Mesin 5.000.000 5.000.000
Genset dan kelengkapan lampu 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
Alat tangkap 30.000.000 30.000.000
Total Investai 66.500.000 - 1.500.000 - - - 5.000.000 1.500.000 -
B.2. Biaya Tetap
Peraw atan Kapal 3.000.000 3.150.000 3.307.000 3.473.000 3.647.000 3.829.000 4.021.000 4.222.000 4.433.000 4.654.000
Peraw atan Mesin 500.000 550.000 605.000 798.000 879.000 967.000 1.063.000 500.000 550.000 605.000
Peraw atan Genset dan lampu 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Peraw atan Alat tangkap 3.000.000 3.300.000 3.630.000 3.993.000 4.392.300 3.000.000 3.300.000 3.630.000 3.993.000 4.392.300
Tota Biaya Tetap 3.650.000 3.850.000 4.062.000 4.421.000 4.676.000 4.946.000 5.234.000 4.872.000 5.133.000 5.409.000
B.3. Biaya Variabel
BBM dan Pelumas 7.560.000 7.938.000 8.335.000 8.752.000 9.190.000 9.649.000 10.132.000 7.560.000 7.938.000 8.335.000
Bensin 1.890.000 1.890.000 1.890.000 1.890.000 1.918.400 1.947.000 1.976.000 2.006.000 2.035.000 2.066.000
Es 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000 15.750.000
Perbekalan 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000
Bagi Hasil 40% dari hasil besih 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000
Tota Biaya Variabel 58.800.000 59.178.000 59.575.000 59.992.000 60.458.400 60.946.000 61.458.000 58.916.000 59.323.000 59.751.000
Total Outflow 66.500.000 62.450.000 63.028.000 65.137.000 64.413.000 65.134.400 65.892.000 66.692.000 68.788.000 65.956.000 65.160.000
C. NET BENEFIT -66.500.000 21.550.000 20.972.000 18.863.000 19.587.000 18.865.600 18.108.000 17.308.000 15.212.000 18.044.000 18.840.000
D. DF (r=16%) 1 0,885 0,783 0,693 0,613 0,543 0,480 0,425 0,376 0,333 0,295
E. PRESENT VALUE -66.500.000,00 19.070.796 16.424.152 13.073.005 12.013.074 10.239.492 8.697.608 7.356.950 5.722.144 6.006.574 5.550.044
F. NPV 37.653.839,43
G. IRR 26,76
H. Net B/C 1,5662
Lampiran 7 Analisis usaha unit penangkapan jaring millennium di Kabupaten
Bangka Selatan.
N
o Uraian Total
I Investasi
. Kapal 107.000.000
. Mesin Utama 12.000.000
. Genset 1.000.000
. Alat tangkap 150.000.000
Jumlah 270.000.000
II Penerimaan (A)
. Penerimaan rata-rata 480.000.000
Jumlah A 480.000.000
III Biaya-biaya
a. Biaya Tetap (B)
. Penyusutan kapal 10.700.000
. Penyusutan Mesin 1.714.000
. Penyusutan Genset 333.000
. Penyusutan Alat tangkap 30.000.000
. Perawatan Kapal 10.700.000
. Perawatan Mesin 1.200.000
. Perawatan Genset 100.000
. Perawatan Alat tangkap 15.000.000
Jumlah B 69.747.000
b. Perbekalan (C)
. BBM dan Pelumas 25.920.000
. Bensin 6.480.000
. Minyak tanah 7.200.000
. Es 27.000.000
. Perbekalan 16.800.000
. Bagi Hasil 50% dari penghasilan bersih 198.300.000
Jumlah C 281.700.000
351.447.000
1 . Keuntungan bersih 128.553.000
2 . R/C 1,366
3 . PP 2,100
4 . ROI 0,476
5 . BEP 168.827.837
Lampiran 8. Cash Flow unit penangkapan jaring millennium di Kabupaten Bangka Selatan
Periode
No Uraian
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
- Penerimaan 0 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000
- Nilai Sisa 0 -
Total Inflow 0 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000 480.000.000
B. OUTFLOW
B.1. INVESTASI & REPLACEMENT
1 . Kapal dan perlengkapannya 107.000.000
2 . Mesin 12.000.000 12.000.000
3 . Genset 1.000.000 1.000.000 1.000.000 - 1.000.000
4 . Alat tangkap 150.000.000 150.000.000
Total Investai 270.000.000 - - 1.000.000 - - 151.000.000 12.000.000 - 1.000.000 -
B.2. Biaya Tetap
1 . Kapal dan perlengkapannya 10.700.000 11.235.000 11.797.000 12.386.500 13.006.000 13.656.000 14.339.000 15.056.000 15.809.000 16.510.000
2 . Mesin 1.200.000 1.320.000 1.452.000 1.597.000 1.757.000 1.933.000 1.200.000 1.320.000 1.452.000 1.597.000
3 . Genset 100.000 105.000 111.000 116.000 100.000 105.000 111.000 116.000 100.000 105.000
4 . Alat tangkap 15.000.000 16.500.000 18.150.000 19.965.000 21.962.000 15.000.000 16.500.000 18.150.000 19.965.000 21.962.000
Tota Biaya Tetap 27.000.000 29.160.000 31.510.000 34.064.500 36.825.000 30.694.000 32.150.000 34.642.000 37.326.000 40.174.000
B.3. Biaya Variabel
1 . BBM dan Pelumas 25.920.000 27.216.000 28.577.000 30.006.000 31.506.000 33.082.000 34.736.000 25.920.000 27.216.000 28.577.000
2 . Bensin 6.480.000 6.804.000 7.145.000 7.502.000 7.877.000 6.480.000 6.804.000 7.145.000 7.502.000 7.877.000
3 . Minyak tanah 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.308.000 7.417.000 7.528.000 7.642.000 7.757.000
4 . Es 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000 27.000.000
5 . Perbekalan 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000
6 . Bagi Hasil 198.300.000 198.300.000 198.300.000 198.300.000 198.300.000 198.300.000 198.300.000 198.300.000 198.300.000 198.300.000
Tota Biaya Variabel 281.700.000 283.320.000 285.022.000 286.808.000 288.683.000 288.970.000 291.057.000 282.693.000 284.460.000 286.311.000
Total Outflow 270.000.000 308.700.000 312.480.000 317.532.000 320.872.500 325.508.000 470.664.000 335.207.000 317.335.000 322.786.000 326.485.000
C. NET BENEFIT -270.000.000 171.300.000 167.520.000 162.468.000 159.127.500 154.492.000 9.336.000 144.793.000 162.665.000 157.214.000 153.515.000
D. DF (r=16%) 1 0,885 0,783 0,693 0,613 0,543 0,480 0,425 0,376 0,333 0,295
E. PRESENT VALUE -270.000.000,00 151.592.920 131.192.732 112.598.474 97.595.876 83.852.068 4.484.254 61.545.806 61.188.044 52.334.156 45.223.730
F. NPV 531.608.060,32
G. IRR 58,67
H. Net B/C 2,9689
Lampiran 9 Analisis usaha unit penangkapan pancing di Kabupaten Bangka
Selatan
No Uraian Total
I Investasi
. Kapal dan
1 perlengkapannya 30.000.000
2 . Mesin 5.100.000
3 . Mesin Jenset 1.800.000
4 . Lampu neon 960.000
5 . Alat tangkap 400.000
Jumlah 38.260.000
II Penerimaan (A)
1 . Musim Puncak 63.000.000
2 . Musim Sedang 14.280.000
3 . Musim Paceklik 2.100.000
Jumlah A 79.380.000
III Biaya-biaya
a. Biaya Tetap (B)
. Penyusutan kapal dan
1 perlengkapannya 3.000.000
2 . Penyusutan Mesin 1.275.000
3 . Penyusutan Genset 600.000
4 . Penyusutan Lampu 960.000
5 . Penyusutan Alat tangkap 400.000
6 . Perawatan Kapal 4.500.000
7 . Perawatan Mesin 510.000
8 . Perawatan Genset 180.000
9 . Perawatan Lampu 96.000
1
0 . Perawatan peralatan 40.000
Jumlah B 11.561.000
b. Perbekalan (C)
1 . BBM 17.010.000
2 . Pelumas 302.000
3 . Es 12.600.000
4 . Perbekalan 16.800.000
. Bagi hasil 40 dari hasil
5 bersih 9.791.000
Jumlah C 56.503.000
Total Biaya 68.064.000
1 . Keuntungan bersih 11.316.000
2 . R/C 1,166
3 . PP 3,381
4 . ROI 0,296
5 . BEP 40.115.058
Lampiran 10. Cash Flow unit penangkapan pancing
No Uraian Periode
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A. INFLOW
- Penerimaan 0 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000
- Nilai Sisa 0 -
Total Inflow 0 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000 79.380.000
B. OUTFLOW
B.1. INVESTASI & REPLACEMENT
1 . Kapal dan perlengkapannya 30.000.000
2 . Mesin 5.100.000 5.100.000 -
3 . Mesin Jenset 1.800.000 1.800.000 - 1.800.000 -
4 . Lampu neon 960.000
5 . Alat tangkap 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000
Total Investai 38.260.000 400.000 - 2.200.000 - - 2.200.000 - -
B.2. Biaya Tetap
1 . Peraw atan Kapal 4.500.000 4.725.000 4.961.000 5.210.000 5.470.000 5.744.000 6.031.000 6.332.000 6.649.000 6.981.000
2 . Peraw atan Mesin 510.000 612.000 734.000 882.000 970.000 510.000 612.000 734.000 882.000 970.000
3 . Peraw atan Genset 180.000 189.000 198.000 180.000 189.000 198.000 180.000 189.000 198.000 180.000
4 . Peraw atan Lampu 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000
5 . Peraw atan peralatan 40.000 44.000 40.000 44.000 40.000 44.000 40.000 44.000 40.000 44.000
Tota Biaya Tetap 5.326.000 5.666.000 6.029.000 6.412.000 6.765.000 6.592.000 6.959.000 7.395.000 7.865.000 8.271.000
B.3. Biaya Variabel
1 . BBM 17.010.000 25.452.000 25.961.000 26.480.000 27.009.000 17.010.000 25.452.000 25.961.000 26.480.000 27.009.000
2 . Pelumas 302.000 305.000 311.000 317.000 323.000 302.000 305.000 311.000 317.000 323.000
3 . Es 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000 12.600.000
4 . Perbekalan 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000 16.800.000
5 . Bagi hasil 40 dari hasil bersih 9.791.000 9.791.000 9.791.000 9.791.000 9.791.000 9.791.000 9.791.000 9.791.000 9.791.000 9.791.000
Tota Biaya Variabel 56.503.000 64.948.000 65.463.000 65.988.000 66.523.000 56.503.000 64.948.000 65.463.000 65.988.000 66.523.000
Total Outflow 38.260.000 61.829.000 71.014.000 71.492.000 74.600.000 73.288.000 63.095.000 71.907.000 75.058.000 73.853.000 74.794.000
C. NET BENEFIT -38.260.000 17.551.000 8.366.000 7.888.000 4.780.000 6.092.000 16.285.000 7.473.000 4.322.000 5.527.000 4.586.000
D. DF (r=16%) 1 0,885 0,783 0,693 0,613 0,543 0,480 0,425 0,376 0,333 0,295
E. PRESENT VALUE -38.260.000,00 15.531.858 6.551.805 5.466.780 2.931.664 3.306.494 7.821.987 3.176.478 1.625.763 1.839.854 1.350.982
F. NPV 11.343.665,26
G. IRR 21,74
H. Net B/C 1,2965
Lampiran 11 Persamaan Matematis dari Model Linear Goal Programming untuk
Mengoptimumkan Alokasi Teknologi Penangkapan Utama untuk
Ikan Pelagis di Perairan Kabupaten Bangka Selatan
Lampiran 12 Hasil Analisis Program LINDO dalam Mengoptimumkan Alokasi
Teknologi Penangkapan Utama untuk Ikan Pelagis di Perairan
Kabupaten Bangka Selatan
Lampiran 13 Jenis alat tangkap pelagis yang digunakan nelayan di Kabupaten
Bangka Selatan

Jaring kembung Pancing ulur

Jaring millennium Bagan tancap

Bagan perahu
Lampiran 14 Konstruksi jaring millenium

Keterangan : 1 Pelampung bendera 6 pemberat


utama/jangkar
2 Pelampung jaring 7 Talis ris bawah
3 Tali pelampung 8 Tali pemberat
4 Tali ris atas 9 Pemberat jaring
5 Pelampung tanda
Lampiran 15 Jenis hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Bangka Selatan

Cumi-cumi

Proses pemilihan hasil tangkapan


Lampiran 16 Armada penangkapan di Kabupaten Bangka Selatan

Kapal penangkapan dengan alat jaring kembung

Kapal penangkapan dengan alat jaring millennium

You might also like