Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 130

SISTEM STRUKTUR

PELAT LANTAI

Iswandi Imran, PhD

Sistem Struktur Pelat


• Sistem balok-pelat satu arah
• One-way joist system
• Two-way waffle system
• Flat plate (Pelat datar)
• Flat slab (dgn drop panels atau capitals)
• Sistem balok-pelat dua arah

1
Sistem Pelat Lantai Satu Arah

Sistem Pelat Joist (Berusuk)

2
One-Way Joist Floor System
Rib (joist) slab : (Lentur satu arah)

Portal 2D gravity
atau lateral

Portal 2D lateral

Floor joists

One-Way Joist Floor System


Pelat rib (joist) dengan balok: (Lentur satu arah)

Portal lateral (space)

Floor joists

3
One-Way Joist Floor System
Typical Joist
Permukaan atas pelat

200-600mm untuk modul


750 mm

1:12 Slope, type


Lebar bervariasi
100-150 mm • 600-900mm cc. – Joists

Sistem Lantai Waffle

4
Two-Way Joist Floor System
Waffle slab : (Lentur dua arah)

Portal 2D lateral

Waffle pans

Sistem Flat-Plate

5
Flat Plate Floor System
Sistem portal kolom-pelat dalam menahan lentur
dua arah

Plan Elevation

Flat Plate w/Spandrel Beam


System

Plan Elevation

6
Sistem Flat-Slab

Flat Slab Floor System


Flat plate dengan drop panels,shear capitals, atau kolom capitals

Plan Elevation

7
Sistem Pelat Lantai Dua Arah

Beams Floor System


Lentur dua arah

Portal gravitasi dan


penahan beban
lateral

8
Floor System Effective Cost
(PCA 2000)
Beban Hidup, kg/m2

500

Flat Plate Flat Slab One-way joist

250

7,5 9 10.5 15
Bay Spacing, m

9
Desain Pelat Satu Arah

Iswandi Imran

Struktur Beton 1
SI-3112

Estimasi Ukuran Balok dan Pelat


• Ukuran h minimum elemen balok dan pelat satu
arah yang dapat digunakan tanpa perlu
pengecekan defleksi (Tabel 8 Pasal 11.5)

Struktur Beton 2
SI-3112

1
Definisi Panjang Bentang l
( SNI Pasal 10.7 )
• Panjang bentang komponen struktur yang tidak
menyatu dengan struktur pendukung dihitung
sebagai bentang bersih ditambah dengan tinggi
komponen struktur. Besarnya bentang tersebut
tidak perlu melebihi jarak pusat ke pusat dari
komponen struktur pendukung yang ada.
• Dalam analisis untuk menentukan momen pada
rangka atau struktur menerus, panjang bentang
harus diambil sebesar jarak pusat ke pusat
komponen struktur pendukung.
Struktur Beton 3
SI-3112

Pengaturan Beban Hidup


• SNI Pasal 10.9.2: Pengaturan beban hidup dapat
dilakukan dengan kombinasi berikut:
– Beban mati terfaktor pada semua bentang dengan
beban hidup penuh terfaktor yang bekerja pada dua
bentang yang berdekatan.
– Beban mati terfaktor pada semua bentang dengan
beban hidup penuh terfaktor pada bentang yang
berselang-seling.

Struktur Beton 4
SI-3112

2
Kombinasi Beban Terfaktor untuk
Perencanaan Elemen Struktur

– Kombinasi beban terfaktor mengacu pada SNI


Pasal 11.2

– Ambil gaya dalam maksimum dari semua


kombinasi beban yang mungkin (Gambarkan
envelop momennya)

Struktur Beton 5
SI-3112

Envelop Momen

Envelop momen memberi


indikasi nilai batas momen
lentur yang ekstrim
disepanjang balok akibat
berbagai penempatan beban
hidup rencana.

Fig. 10-10; MacGregor (1997)


Struktur Beton 6
SI-3112

3
Metoda Analisis Struktur

• Menggunakan software analisis struktur


seperti SAP, GTStrudle, ETABS dll.
• Menggunakan metoda-metioda klasik
seperti Slope deflection, Cross dll.
• Menggunakan metoda pendekatan
berdasarkan SNI Pasal 10.3.

Struktur Beton 7
SI-3112

Metoda Pendekatan SNI

Koefisien Momen dan Geser SNI


• Metoda pendekatan SNI dapat digunakan
untuk menentukan momen lentur dan gaya
geser dalam perencanaan balok menerus
dan pelat satu arah.
• Namun sistem struktur yang dianalisis harus
memenuhi syarat-syarat tertentu.

Struktur Beton 8
SI-3112

4
Metoda Pendekatan SNI
Persyaratan struktur menerus yang harus dipenuhi:

• Terdiri atas dua bentangan atau lebih


• Memiliki panjang-panjang bentang yang hampir sama
– Perbedaan antara bentang-bentang yang
bersebelahan tidak lebih dari 20%
• Beban yang bekerja berupa beban merata
• Rasio LL/DL ≤ 3 (unfactored)
• Penampang bersifat prismatis

Struktur Beton 9
SI-3112

Metoda Pendekatan SNI


Metodologi: wu = Beban mati dan hidup terfaktor
persatuan panjang
Cm = Koefisien momen
M u = Cm ( wu ln )
2
Cv = Koefisien geser
ln = Panjang bentang bersih untuk
bentangan yang ditinjau untuk
–Mu pada sisi dalam tumpuan
⎛w l ⎞ ujung, +Mu dan Vu
Vu = Cv ⎜ u n ⎟ ln = Panjang bentang bersih rata-
⎝ 2 ⎠ rata dari bentang2 yang
bersebelahan untuk –Mu pada
tumpuan dalam

Struktur Beton 10
SI-3112

5
Metoda Pendekatan SNI
bentang ujung bentang dalam

tumpuan ujung tumpuan tumpuan


dalam dalam

sisi dalam sisi luar dari sisi lainnya


tumpuan tumpuan dari
ujung dalam tumpuan
pertama dalam

Struktur Beton 11
SI-3112

Koefisien Momen dan Geser SNI


Gbr. 10-11, MacGregor (1997)

Struktur Beton 12
SI-3112

6
Contoh Desain Pelat Satu Arah

Iswandi Imran, PhD

Contoh 1: Desain Pelat Satu Arah

Desain pelat satu arah dengan bentang bersih 3 m.


Pelat menumpu sederhana pada balok dengan lebar
bw= 300 mm. fy = 240 MPa, fc = 25 MPa dan
beban hidup = 250 kg/m2.

3000 mm

300 300

1
Contoh 1: Desain Pelat Satu Arah

Tentukan tebal pelat awal (Tabel 8, SNI Pasal


11.5)

l ⎛ correction ⎞ f y ≤ 60
h≥ *⎜ ⎟ 400ksi
MPa
20 ⎝ factor ⎠
28

Contoh 1: Desain Pelat Satu Arah

The correction factor is: CF = 0.4 + (fy/700)


l ⎛ correction ⎞
h≥ *⎜ ⎟
20 ⎝ factor ⎠
28
Jadi h = 3000/20*0,74 = 115 mm.
Berat sendiri pelat per 1 meter lebar:
wDL = 0,115 m * 1 m * 2400 kg/m3 = 276 kg/m

2
Contoh 2: Desain Pelat Satu Arah
Tentukan kebutuhan tebal dan penulangan untuk pelat
joist satu arah dibawah ini. Balok joist memiliki lebar
150 mm dan spasi c/c = 900 mm. Tebal pelat = 90 mm.
Dan:
5x9m
fc = 28 MPa
fy = 400 MPa
DL = 640 Kg/m2 (termasuk 3 x 9 m
berat sendiri)
LL= 300 Kg/m2

Contoh 2: Desain Pelat Satu Arah

Lebar balok tepi = 500 mm.


Lebar balok interior = 900 mm.
Kolom: interior = 450 mm x 450 mm.
eksterior = 400 mm x 400 mm.
Tinggi lantai = 3900 mm.

3
Contoh 2: Desain Pelat Satu Arah
Check apakah memenuhi syarat konstruksi pelat
berusuk berdasarkan SNI Pasal 10.11
Hitung momen terfaktor pada muka-muka tumpuan
dan tentukan ketebalan
wu = 1,2 DL + 1,6 LL
wu = 1,2(640) + 1,6(300) = 1248 kg/m2
Luas tributary beban pada joist = 900 mm
Jadi wu = 1248x0.9 kg/m
900 mm = 1123 kg/m

Contoh 2: Desain Pelat Satu Arah


Hitung momen pada semua penampang; panjang
bentang eksterior adalah 9000-500/2-900/2=8300 mm
Pada penampang eksterior:

wu ln2 ( 0.756 k/ft )( 27.67 ft )


2

M u- = = 3,2 tm = 24.1 k-ft


24 24
wu ln2 ( 0.756 k/ft )( 27.67 ft )
2

M u+ = = 5,5 tm = 41.3 k-ft


14 14
wu ln2 ( 0.756 k/ft )( 27.67 ft )
2

M u- = = 7,7 tm = 57.9 k-ft


10 10

4
Contoh 2: Desain Pelat Satu Arah
Hitung momen pada penampang-penampang interior;
panjang bersih bentang interior adalah
9000-900 = 8100 mm
Pada penampang interior:

w l 2 ( 0.756 k/ft )( 27.0 ft )


2

M = u n = 7,0 tm
-
u = 50.1 k-ft
11 11
wu ln2 ( 0.756 k/ft )( 27.0 ft )
2

M u+ = = 4,8 tm = 34.4 k-ft


16 16

Contoh 2: Desain Pelat Satu Arah

Penulangan pelat pada arah tegak lurus balok rusuk


umumnya diletakkan ditengah tinggi pelat. Penulangan ini
difungsikan baik untuk menahan momen positif maupun
momen negatif.
Panjang bersih antar balok rusuk adalah:
900 mm – 150 mm = 750 mm 750

wu = 1,2 DL + 1,6 LL
wu = 1,2(0,09x2400) + 1,6(300) = 1248 kg/m2

5
Contoh 2: Desain Pelat Satu Arah

Geser di tumpuan harus dicheck. Karena konstruksi


pelat berusuk memenuhi syarat SNI Pasal 10.11.8 maka
kontribusi beton dalam menahan geser boleh dinaikkan
10% dari nilai yang disyaratkan SNI Pasal 13.

6
Joist Floor System

Joist Floor Systems

General framing layout of


the pan joist system.

1
One-Way Joist
Construction

Definition: Pan joist floor


systems are series of closely
spaced cast-in-place T-beams
or joists used for long-span
floors with relatively light
loads. Typically removable
metal forms (fillers or pans)
are used to form joists.

MacGregor, Fig. 10-28

One-Way Joist Construction

Details of ribbed floor with


removable steel pans.

Ribbed-floor cross sections.

2
One-Way Joist
Construction
The design of a ribbed floor
with steel pan forms and
average weight of the floor.

One-Way Joist Construction


The design of a ribbed floor with steel pan forms and
average weight of the floor.

3
One-Way Joist Construction

Joist Details

Joist Floor Systems


• SNI Requirements for Joist Construction
(Sec. 10.11, SNI 2847)
– Slabs and ribs must be cast monolithically.
– Ribs must be spaced consistently
– Ribs may not be less than 100 mm in width

4
Joist Floor Systems
• SNI Requirements for Joist Construction (cont.)
(Sec. 10.11, SNI 2847)
– Depth of ribs may not be more than 3.5 times
the minimum rib width
– Clear spacing between ribs shall not exceed 750
mm.
** Ribbed slabs not meeting these requirements
are designed as slabs and beams. **

Joist Floor Systems


• Slab Thickness
– (SNI Sec. 10.11.6.1)

t ≥ 50 mm for joist formed with 500 mm wide pans

t ≥ 62,5 mm for joist formed with 750 mm wide pans

5
Joist Floor Systems
• Slab Thickness (cont.)
– Building codes give minimum fire resistance rating:

1-hour fire rating: 20 mm. cover, 75-90 mm slab


thickness

2-hour fire rating: 25 mm. cover, 110 mm slab


thickness

Joist Floor
Systems
• Standard Removable
Form Dimensions

– Note the shapes

6
Joist Floor Systems
• Standard Removable Form Dimensions

– Standard Widths: 500 mm. & 750 mm.


(measured at bottom of ribs)

– Standard Depths: 150, 200, 250, 300, 350, 400


or 500 mm.

Joist Floor Systems


• Standard Removable Form Dimensions (cont.)

– End Forms: one end is closed (built-in) to form


the supporting beam

– Tapered End Forms: provide additional shear


capacity at ends of joists by tapering ends to
increase rib width.

7
Joist Slabs

Standard Pan Joist Form


Dimensions
Ref. CECO Concrete Construction
Catalog

Joist Slabs

Standard Pan Joist Form


Dimensions
Ref. CECO Concrete Construction
Catalog

8
Joist Floor Systems
• Laying Out Pan Joist Floors

– Rib/slab thickness
• Governed by strength, fire rating, available space

– Overall depth and rib thickness


• Governed by deflections and shear

Joist Floor Systems


• Laying Out Pan Joist Floors (cont.)

– Typically no stirrups are used in joists

– Reducing Forming Costs:


• Use constant joist depth for entire floor
• Use same depth for joists and beams (not
always possible)

9
Joist Floor Systems
• Distribution Ribs
–Placed perpendicular to joists*
–Spans < 6m.: None
–Spans 6-9 m.: Provided a midspan
–Spans > 9 m.: Provided at third-points
–At least one continuous 13mm bar is provided
at top and bottom of distribution rib.
*Note: not required by the Code, but typically
used in construction

10
Tambahan Pelat Satu Arah

Batasan Tulangan Minimum


(Pasal 9.12)
Pelat dengan tulangan lentur satu arah saja harus diberi tul susut
dan suhu dgn arah tegak lurus terhadap tulangan lentur tersebut.
Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki rasio luas
tulangan terhadap luas bruto penampang beton sebagai berikut,
tetapi tidak kurang dari 0,0014:

Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak


lebih dari lima kali tebal pelat, atau 450 mm.

1
Batasan Tulangan Maksimum
C = T ⇒ 0.85 f c′ba b = As(bal) f y

0.85 f c′ba b 0.85 f c′bβ1d ⎛⎜ 0.003 ⎞⎟ Es


As(bal) = = * *
fy fy ⎜ 0.003 + ε ⎟ E
⎝ y ⎠ s

0.85 f c′β1bd ⎛⎜ 600 ⎞⎟


As(bal) = *
fy ⎜ 600 + f ⎟
⎝ y ⎠

Amaks = 0,75 As(bal)

Deformasi Pelat Satu Arah

2
Efek Dua Arah pada Tumpuan
Terjauh

Aturan SNI untuk Nilai beff


(Lebar Efektif Pelat)
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 (Pasal 10.10)
Plat balok T: L
b eff ≤
4
≤ 16t + bw
≤ lebar aktual

Balok L terbalik (plat hanya ada pada satu sisi)


L
beff ≤ + bw
12
≤ 6t + bw
1
≤ ( jarak bersih antar balok) + bw
2

3
Desain Sistem Pelat Dua Arah

Perbandingan Perilaku Pelat Satu Arah


dan Dua Arah

Pelat satu arah menahan


beban dalam satu arah.
Pelat dua arah menahan
beban dalam dua arah.

1
Perbandingan Perilaku Pelat
Satu Arah dan Dua Arah
Pelat satu dan dua arah
menahan beban dalam
dua arah.

Pelat satu arah: Umumnya, sisi


panjang / sisi pendek > 2

Perbandingan Perilaku Pelat


Satu Arah dan Dua Arah

Flat slab Pelat dua arah yang diberi


balok

2
Perbandingan Perilaku Pelat
Satu Arah dan Dua Arah

Untuk pelat dan lantai datar, sambungan kolom


dapat berupa contoh-contoh berikut:

Perbandingan Perilaku Pelat


Satu Arah dan Dua Arah

Flat Plate Waffle slab

3
Perbandingan Perilaku Pelat
Satu Arah dan Dua Arah

Pelat berusuk dua arah dan sistem lantai wafel:


Ketebalan pelat pada umumnya berkisar antara 50-
100 mm.

Perbandingan Perilaku Pelat


Satu Arah dan Dua Arah
• Flat Plate cocok u bentang 6 – 7.5 m dengan LL= 300 -500 kg/m2
Kelebihan
– Formwork murah
– Ceiling terbuka (exposed)
– Cepat
Kekurangan
– Kapasitas geser rendah
– Kekakuan rendah (defleksi besar)

4
Perbandingan Perilaku Pelat
Satu Arah dan Dua Arah
• Flat Slab cocok u bentang 6–9m dgn LL=400-750kg/m2
Kelebihan
– Formwork murah
– Langit2 dapat dibuat terexposed (datar)
– Cepat
Kekurangan
– Butuh formwork khusus u capital and drop panels

Perbandingan Perilaku Pelat


Satu Arah dan Dua Arah
• Waffle Slab cocok u bentang 9–14m dgn LL= 400 -750
Kg/m2
Kelebihan
– Dapat menahan beban yang lbh besar
– Langit2 dpt dibuat tereksposed
– Cepat
Kekurangan
– Formwork dgn panels cukup mahal

5
Perbandingan Perilaku Pelat
Satu Arah dan Dua Arah
• Pelat satu arah yg ditumpu balok cocok u bentang 3-6m
dgn LL= 300-500 kg/m2
– Dapat digunakan u bentang yang lbh besar namun
butuh biaya tinggi dan defleksi juga besar
• Sistem Pelat berusuk satu arah cocok u bentang 6-9m
dgn LL= 400-600 kg/m2
– Kuantitas beton dan baja tulangan relatif rendah
– Formwork mahal.

Perbandingan Perilaku Pelat Satu


Arah dan Dua Arah
ws = beban yg kebentang pendek
wl = beban yg kebentang panjang
δA = δB
5ws A4 5wl B 4
=
384 EI 384 EI
4
ws B
= For B = 2A ⇒ ws = 16 wl
4
wl A
Rule of Thumb: Untuk B/A >
2, desain sbg pelat satu arah

6
Konsep Desain Umum

(1) Metoda Desain Langsung (DDM)


Terbatas pada sistem plat yang dibebani merata
dan ditumpu kolom dgn spasi yang sama. Metoda
ini menggunakan koefisien2 u menentukan
momen rencana pd penampang kritis. Jika tdk
memenuhi syarat SNI pasal 15.6.1, maka pelat
harus dianalysis dengan cara yang lebih akurat.

Konsep Desain Umum

(2) Metoda Portal Eqivalen (EFM)


Bangunan 3-D dibagi menjadi kumpulan portal2
eqivalen 2-D dgn memotong bangunan sepanjang
garis2 tengah antar kolom. Portal tsb kemudian
dianalisis secara terpisah di arah longitudinal dan
transversal dan dianalisis lantai per lantai.

7
Metoda Portal Eqivalen (EFM)

Portal eqivalen Portal eqivalen


longitudinal transversal

Metoda Portal Eqivalen (EFM)

Elevasi portal Tampak perspective

8
Metoda Analysis

(1) Analisis Elastik


Pelat beton dpt diperlakukan sbg pelat elastik.
Metoda Timoshenko dapat digunakan u
analisis. Atau pakai analisis elemen hingga.

Metoda Analysis
(2) Analisis Plastic
Metoda garis leleh dapat digunakan u menentukan
kondisi batas pelat dgn meninjau garis leleh yg
terjadi sbg bentuk mekanism runtuh.
Metoda Lajur/Strip, dimana pelat dibagi menjadi
strip dan beban pd pelat didistribusikan pd 2 arah
ortogonal dan strip kemudian dianalisis sbg balok.

9
Lajur Kolom dan Tengah

Pelat dipisah
menjadi lajur
kolom dan tengah
untuk analisis

Tebal Pelat Minimum untuk Konstruksi


Dua Arah
SNI pasal 11.5.3 mensyaratkan tebal pelat minimum u
mengontrol defleksi. Ada 3 persamaan empiris u
penentuan tebal pelat (h), yang didasarkan atas hasil
riset eksperimental. Jika batasan ini tidak dipenuhi maka
defleksi harus dihitung.

10
Tebal Pelat Minimum untuk
Konstruksi Dua Arah
(a) U 0.2 ≤ α m ≤ 2

⎛ f ⎞
ln ⎜⎜ 0.8 + y ⎟⎟
h= ⎝ 1500 ⎠
36 + 5β (α m − 0.2 )

fy dalam MPa. Tetapi tidak kurang dari 120 mm.

Tebal Pelat Minimum untuk


Konstruksi Dua Arah
(b) U 2 < αm

⎛ f ⎞
ln ⎜⎜ 0.8 + y ⎟⎟
h= ⎝
1500 ⎠
36 + 9 β

fy dalam MPa. Tetapi tidak kurang dari 90 mm.

11
Tebal Pelat Minimum untuk
Konstruksi Dua Arah
(c) U α m < 0.2
Gunakan tabel berikut:

Tebal Pelat Minimum untuk


Konstruksi Dua Arah
Pelat tanpa balok
interior yg membentang
antar tumpuan dan ratio
bentang panjang thd
pendek < 2

Lihat pasal 11.5.3.3 u


pelat dgn balok yang
membentang antar
tumpuan disemua sisi.

12
Tebal Pelat Minimum untuk
Konstruksi Dua Arah
Definition:

h = Tebal pelat minimum tanpa balok interior


ln = Bentang bersih diarah bentang panjang (diukur
dari muka ke muka kolom)
β = rasio bentang panjang thd bentang pendek
αm= Nilai rata2 α u semua balok pada sisi pelat.

Definisi Rasio Kekakuan Balok-Pelat, α

Memperhitungkan efek kekakuan balok yang berada


disepanjang tepi pelat yang mengurangi defleksi
pelat ditumpunya.

kekakuan flexural balok


α=
kekakuan flexural pelat

13
Definisi Rasio Kekakuan Balok-Pelat, α
4E cb I b / l E cb I b
α= =
4E cs I s / l E cs I s
E cb = Modulus elastisitas balok beton
E sb = Modulus elastisitas pelat beton
I b = Momen inersia balok tak retak
I s = Momen inersia pelat tak retak
Dengan lebar yang dibatasi dalam arah lateral oleh garis
tengah panel-panel yang bersebelahan di masing-masing
sisi balok.

Penampang Balok dan Pelat untuk


Perhitungan α

14
Penampang Balok dan Pelat untuk
Perhitungan a

Penampang Balok dan Pelat untuk


Perhitungan a

Definisi penampang balok

15
Tebal Pelat Minimum untuk
Konstruksi Dua Arah
Pelat tanpa drop panels sesuai 15.3.7.1 dan 15.3.7.2,
tmin = 120 mm
Pelat dgn drop panels sesuai 15.3.7.1 dan 15.3.7.2,
tmin = 100 mm

Contoh
Suatu sistem lantai flat plate dengan
panel 7,2 x 6 m, ditumpu kolom
persegi 500 mm. Tentukan
ketebalan pelat minimum yang
dibutuhkan untuk panel interior dan
eksterior. fc = 25 MPa dan fy = 400
MPa.
Bandingkan bila sistem pelatnya
adalah sistem balok dan pelat. 7200 7200
Ukuran balok tepi = 300x550
Ukuran balok tengah=400x550

16
Desain Sistem Pelat Dua Arah
(DDM)

by Iswandi Imran

DDM untuk Pelat Dua Arah


Metoda pembagian momen statik total Mo menjadi
momen positif dan negatif.

Batasan penggunaan DDM:

1. Tda minimum 3 bentang menerus di masing2 arah


(3 x 3 panel)
2. Panel persegi dgn rasio bentang panjang/pendek ≤ 2

1
DDM untuk Pelat Dua Arah
Batasan penggunaan DDM:
3. Bentang bersebelahan dimasing2 arah tidak boleh
berbeda melebihi 1/3 bentang terpanjang.
4. Kolom boleh menyimpang
dari pola grid persegi maks
hingga 0.1 kali bentang yang
paralel thd penyimpangan.

DDM untuk Pelat Dua Arah


Batasan penggunaan DDM:
5. Beban yang diperhitungkan hanyalah akibat
gravitasi saja

6. Beban hidup layan (tak terfaktor) ≤ 2 x beban


mati layan

2
DDM untuk Pelat Dua Arah
Batasan penggunaan DDM:
7. Untuk panel dgn balok sbg tumpuan
disemua sisinya, kekakuan relatif balok
di dua arah yang saling tegak lurus.
α1l22
α 2l12
Tidak boleh kurang dari 0.2 dan tidak
boleh lebih dari 5.0

Definisi Rasio Kekakuan Balok-Pelat, α

Memperhitungkan pengaruh kekakuan balok di


sepanjang tepi pelat mereduksi defleksi
panel yang bersebelahan dengan balok.

kekakuan lentur balok


α=
kekakuan lentur pelat

3
Definisi Rasio Kekakuan Balok-Pelat, α
4E cb I b / l 4E cb I b
α= =
4E cs I s / l 4E cs I s
E cb = Modulus elastis balok
E sb = Modulus elastis pelat
I b = Momen inersia balok tak retak
I s = Momen inersia pelat tak retak

Dgn lebar pelat dibatasi oleh garis sumbu pusat


panel2 yang bersebelahan dimasing-masing sisi
balok.

Langkah Dasar Desain Pelat Dua Arah


1. Pilih layout dan jenis pelat.
2. Pilih tebal pelat u kontrol defleksi. Cek juga bila
tebal pelat cukup untuk menahan geser.
3. Pilih metoda desain
– Metoda Portal Eqivalen – menggunakan
analisis portal elastik untuk menghitung momen
positif dan negatif
– Direct Design Method - menggunakan
koefisien untuk menghitung momen positif dan
negatif pelat

4
Langkah Dasar Desain Pelat
Dua Arah
4. Hitung momen positif dan negatif pada pelat.
5. Tentukan distribusi moment di selebar pelat –
Berdasarkan geometri dan kekakuan balok.
6. Alokasikan porsi momen pada balok, jika ada.
7. Desain tulangan u momen dari step 5 dan 6.
8. Cek kuat geser disekitar kolom

Tebal Pelat Minimum untuk Pelat Dua


Arah
Spasi Maksimum Tulangan
Pd titik max. +/- M: s ≤ 2t (SNI 15.3.2 )
dan s ≤ 450 mm (SNI 9.12.3)
Persyaratan Tulangan Max. dan Min.

As (min ) = As (T &S ) dari SNI 9.12 (SNI 15.3.1)


As (max ) = 0.75 As (bal )

5
Distribusi Momen
Pelat ditinjau sebagai kumpulan portal-portal di dua
arah:

Distribusi Momen
Pelat ditinjau sebagai kumpulan portal-portal di dua
arah:

6
Distribusi Momen

Momen static total, Mo

wu l2ln2
M0 = (SNI Pasal 15)
8
dimana w = beban terfaktor persatuan luas
u

l2 = lebar melintang lajur


ln = bentang bersih antar kolom
(untuk kolom bundar, hit. ln dengan h = 0.89d c )

Kolom Eqivalen

7
Jalur Kolom dan Jalur Tengah

Momen bervariasi diselebar pelat

∴ Momen desain dirata-ratakan diselebar


lajur kolom untuk daerah kolom dan
diselebar lajur tengah untuk daerah
diantara lajur kolom.

Jalur Kolom dan Jalur Tengah

Lajur kolom Lebar lajur


pada masing2 sisi sumbu
kolom sama dengan nilai
terkecil dr ⎧0.25 l2

⎩ 0.25 l1
l1= panjang bentang
pada arah tinjauan
momen.
l2= panjang bentang
tegak lurus thd l1

8
Jalur Kolom dan Jalur Tengah

Lajur tengah: Lajur


desain yang dibatasi 2
lajur kolom.

Lajur Kolom untuk l2<l1

9
Lajur Kolom untuk l2>l1

Momen Positif dan Negatif pada Panel


M0 dibagi menjadi + M dan -M sesuai aturan dalam
SNI Pasal 15.6.3

10
Momen Distribusi

Momen Positif dan Negatif pada Panel


M0 dibagi menjadi + M dan -M sesuai aturan dalam
SNI Pasal 15.6.3

wu l2ln2
⊕ M u + − M u (avg ) ≥ M 0 =
8

11
Distribusi Momen Arah
Longitudinal

U panel interior tipikal, momen total statik dibagi


menjadi momen positif 0.35 Mo dan momen negatif
0.65 Mo.
U panel eksterior, momen total statik tergantung pada
efek pengakuan balok ditepi pelat.

Distribusi M0 untuk Panel Tepi

12
Distribusi Momen

Koefisien Momen Pelat

Distribusi Momen arah


Transversal

Momen longitudinal yang dihitung sebelumnya pada


dasarnya bekerja dikeseluruhan lebar portal, yang
terdiri atas lebar dua buah setengah lajur kolom dan
dua buah setengah lajur tengah panel-panel yang
bersebelahan.

13
Distribusi Momen arah
Transversal
Distribusi arah
transversal dari momen
longitudinal ke lajur
kolom dan tengah
adalah fungsi l2/l1,α1,
and βt.

Distribusi Momen arah


Transversal

Ecb I b EcbC
α1 = βt =
Ecs I s 2 Ecs I s
⎛ 0.63 x ⎞⎛ x 3 y ⎞
C = ∑ ⎜1 − ⎟⎜ ⎟ torsional constant
⎜ ⎟⎜ ⎟
⎝ y ⎠⎝ 3 ⎠

14
Perhitungan C

Gunakan nilai C terbesar yang diperoleh dari (1) atau (2)

Distribusi M0
SNI Pasal 15.6.3.4
Pada tumpuan dalam, penampang dengan momen negatif
harus direncanakan untuk memikul nilai terbesar dari dua
momen terfaktor negatif yang dihitung pada bentang-
bentang yang merangka pada suatu tumpuan yang sama
SNI Pasal 15.6.3.5
Balok tepi atau bagian tepi dari pelat harus direncanakan
mampu memikul puntir akibat momen negatif terfaktor
luar yang bekerja padanya

15
Koefisien Momen Negatif Dalam
(Interior) pada Lajur Kolom
α1= Rasio kekakuan lentur balok terhadap kekakuan lentur pelat di
arah l1.
βt= Rasio kekakuan torsi balok tepi thd kekakuan lentur pelat

Koefisien Momen Negatif Luar


(Eksterior) pada Lajur Kolom

16
Koefisien Momen Positif pada
Lajur Kolom

Contoh Pembagian Momen


pada Panel Dalam

17
Contoh Pembagian Momen
pada Panel Luar

Momen Terfaktor
Momen terfaktor pada balok (SNI Ps 15.6.5)
Balok menahan sebagian momen lajur kolom
ditambah dengan momen akibat beban yang
bekerja langsung pada balok.
Balok yang berada diantara tumpuan harus
direncanakan mampu memikul 85% momen lajur
kolom bila (α1l2/l1) ≥ 1,0
Untuk nilai (α1l2/l1) di antara satu dan nol, nilai
momen lajur kolom yang dipikul balok harus
didapat dari interpolasi linier antara 85 % dan nol

18
Momen Terfaktor

Momen terfaktor pd lajur tengah (SNI Ps. 15.6.3)

Bagian + Mu dan - Mu yang tidak ditahan lajur


kolom harus diberikan pada lajur tengah yang
didekatnya.
Masing2 lajur tengah harus dirancang untuk
menahan jumlah momen yang diterima oleh
setiap setengah lajur tengah yang
bersebelahan.

Penulangan

Setelah semua momen pada lajur kolom dan tengah


ditetapkan, maka baja tulangan dapat dihitung untuk
momen positif dan negatif di masing-masing lajur
sbb:

⎛ a⎞
M u = φ As f y ⎜ d − ⎟
⎝ 2⎠

19
Perpanjangan Minimum Tulangan
Pelat tanpa Balok

Tugas DDM
Dengan menggunakan DDM ,
rancang pelat datar interior dan
eksterior berikut. Bentang pelat =
6m x 5m. Pelat ditumpu kolom
persegi 500mmx500mm dengan
tinggi 3,6 m. Beban hidup = 400
kg/m2 dan beban SDL = 120
kg/m2. fc = 30 MPa dan fy = 400
MPa.

20
DESAIN GESER PELAT

Kuat Geser Pelat


Untuk sistem pelat dua arah, pelat harus memiliki tebal
yang memadai untuk menahan momen lentur dan gaya
geser pada penampang kritis. Tiga kasus yang harus
diperhatikan dalam peninjauan geser:
1. Pelat dua arah yang ditumpu balok
2. Pelat dua arah tanpa balok
3. Geser punching pada pelat dua arah tanpa
balok

1
Kuat Geser Pelat
Pelat dua arah yang ditumpu balok

Lokasi kritis terletak pada jarak d dari muka kolom,


dimana:

(
φ Vc = φ (1 / 6) f c bd )
Balok penumpu bersifat kaku dan mampu
mentransfer beban lantai ke kolom.

Kuat Geser Pelat


Gaya geser dihitung menggunakan luas segitiga dan
trapesium. Untuk kondisi tanpa tulangan geser, gaya
geser pada jarak d dari muka balok harus sama dengan:

(
Vud ≤ φ Vc ≤ φ (1 / 6) f c bd )
dimana,
⎛l ⎞ l − 2d
Vud = wu ⎜ 2 − d ⎟ 2
⎝2 ⎠ 2
b = l2 − 2d

2
Kuat Geser Pelat
Pelat dua arah tanpa balok

Ada dua jenis yang harus ditinjau:


1. Geser satu arah atau geser balok pada jarak d
dari kolom
2. Geser dua arah atau geser ponds yang terjadi
sekeliling kerucut terpancung.

Kuat Geser Pelat


Penampang kritis
untuk geser satu
arah di kolom 4

3
Kuat Geser Pelat

Keruntuhan Punching

4
Keruntuhan Punching

Kuat Geser Pelat

Geser satu arah meninjau penampang kritis pada


jarak d dari muka kolom dan pelat ditinjau sebagai
balok lebar yang membentang antar tumpuannya.

(
Vud ≤ φ Vc = φ (1 / 6) f c bd )

5
Kuat Geser Pelat
Geser dua arah runtuh disepanjang kerucut terpancung
atau piramid yang terbentuk disekeliling kolom.
Penampang kritis terletak pada d/2 dari muka kolom,
capital, atau drop panel.

Kuat Geser Pelat


Untuk kondisi tanpa tulangan geser, kuat geser beton
diambil sebagai nilai terkecil dari:

⎛ 2 ⎞
(
φVc = φ ⎜⎜1 + ⎟⎟(1 / 6) f c bo d ≤ φ (1 / 3) f c bo d
β
)
⎝ c ⎠

bo = perimeter penampang kritis


βc = rasio sisi panjang kolom thd sisi
pendeknya

6
Kuat Geser Pelat
Bila tanpa tulangan geser, kuat geser beton
diambil sebagai nilai terkecil dari:

⎛α d ⎞
φVc = φ ⎜⎜ s + 2 ⎟⎟(1 / 12) f c bo d
⎝ bo ⎠

αs adl 40 untuk kolom interior, 30 untuk


kolom tepi, dan 20 untuk kolom sudut.

Nilai βc untuk daerah pembebanan


yang bukan persegi

7
Kuat Geser Pelat
Tulangan geser pelat dua arah tanpa balok.
Untuk pelat dan lantai datar yang tidak memenuhi
kondisi untuk geser, dapat dilakukan:

-Penambahan tebal pelat


-Penambahan tul geser
Penulangan geser dapat berupa shearheads, anchor bars,
conventional stirrup cages dan studded steel strips.

Tulangan Geser Pelat


Shearhead Terdiri atas balok baja I atau kanal yang dilas
membentuk palang dan diletakkan diatas
kolom. Tipe ini tidak dapat diaplikasikan pada
kolom tepi akibat beban lateral dan torsi.

8
Tulangan Geser Pelat
Anchor bars Terdiri atas batang tulangan baja atau
batang tulangan yang dibengkok

Tulangan Geser Pelat


Conventional stirrup cages

9
Tulangan Geser Pelat
Studded steel strips

Contoh Tulangan Geser Pelat

10
Kuat Geser Pelat
Penulangan mengikuti SNI pasal 13.12.4, dimana Vn:
Vn = Vc + Vs ≤ (1 / 2) f c bo d
Vc = (1 / 6) f c bo d
Av f y d
Vs =
s
Spasi, s, tidak melebihi d/2.
Bila tulangan shearhead disediakan:

Vn ≤ (7 / 12) f c bo d

11
12
13
Contoh Soal
Gambar berikut adalah denah suatu bangunan flat-plate. Tebal pelat = 150 mm
(d1 = 115 mm dan d2 = 120 mm). Beban SDL pada pelat adalah 50 kg/m2 dan
beban hidup = 300 kg/m2. Check apakah pelat mempunyai kapasitas geser
yang cukup pada kolom interior ?(transfer momen antara pelat dan kolom pada
soal ini dianggap tidak ada)

Garis batas tributari beban pada kolom


yang ditinjau
Penampang kritis untuk geser satu arah
pada sisi terpendek kolom
Penampang kritis untuk geser satu arah
pada sisi terpanjang kolom

Jawab :
1. Tentukan beban terfaktor :
q u = 1,2(0,15 × 2400 + 50 ) + 1,6(300 ) = 972 kg / m 2

2. Check geser satu arah (lihat gambar !)


Untuk penampang kritis A-A:
V u = 972 × 2 , 48 × 5 , 5 = 13258 kg = 13 , 26 ton

⎛1 ⎞
φ V c = 0 , 75 ⎜ f c' bd 2 ⎟
⎝6 ⎠
⎛1 ⎞
= 0 , 75 ⎜ 30 × 5500 × (120 )⎟ = 45 . 19 ton
⎝6 ⎠
Vu < φV c (ok !)

Untuk penampang kritis B-B:


Karena luas tributari bebannya lebih kecil dari luas tributari penampang
kritis A-A → maka tidak perlu di check!

1
3. Check geser dua arah
5500

Ukuran kolom 300x650 mm


5500 765
c1 = 300 mm
415
c2 = 650 mm

b1 = c1 + 115 = 300 + 115 = 415 mm


b2 = c2 + 115 = 650 + 115 = 765 mm
(
Vu = 972 5,5002 − 0,415(0,765) = 29,1 ton )
β c = 650 / 300 = 2,17
b o = 2 (415 + 765 ) = 2360 mm
untuk kolom interior ⎯→ α
⎯ s = 40

1 ⎛ 2 ⎞
a ) Vc = ⎜⎜ 1 + ⎟ f c' b o d = 47 , 6 ton
6 ⎝ β c ⎟⎠

⎛α d 1⎞
b ) V c = ⎜⎜ s + ⎟⎟ f c' b o d = 48 , 9 ton ∴Vc = 47 ,6 ton ,
⎝ 12 b o 6⎠

1 φVc = 0,75(47,6 ) = 35,7 ton


c) Vc = f c' b o d = 49 , 6 ton
3

∴ Vu < φ V c

→ Kapasitas geser pelat cukup untuk memikul geser dua arah.

2
Contoh Perencanaan Tulangan
Geser Punching pada Pelat
Iswandi Imran, PhD

Struktur flat-plate setebal 150 mm (d = 115


mm) ditumpu oleh kolom persegi 300x300
dengan spasi 4,5 m arah Utara-Selatan dan
5 m arah Timur-Barat. Gaya geser terfaktor
yang bekerja pada penampang kritis geser
di sekitar kolom interior (yang berada
sejarak d/2=57,5 mm dari muka kolom)
adalah 299,2 kN (Beban ultimit yang bekerja
= 13,4 kN/m2). Cek kapasitas sambungan
pelat-kolom dalam menahan geser yang
bekerja. Desain tulangan geser jenis “stud”
bila diperlukan (Mutu beton =20 MPa).

1
Jawab

• b1 = c1 + 115 = 415 mm
• b2 = c2 + 115 = 415 mm
• bo = 2x(415+415) = 1660 mm

Vu
= 299,2 / 0,75 = 398,9 kN
φ

Syarat desain Æ V u ≤ φ (V c + V s )

dimana φ = 0,75 untuk geser dan torsi

Dari 3 persamaan geser untuk sambungan pelat, yang menentukan adalah:


Vc = 1 3 20 × bo d = 1 3 × 20 ×1660 ×115 103 = 284,6kN < 398,9kN

Jadi tulangan geser dibutuhkan.


Jika menggunakan sengkang Æ V c = 142,3 kN
Jika menggunakan “studs” maka sumbangan beton dalam menahan geser:
Vc = 1 4 20 × bo d = 1 4 × 20 × 1660 × 115 10 3 = 213,4 kN
Sehingga:

Vs = Vu φ − Vc = 299 , 2 0,75 − 213,4 = 185 ,5kN

Tegangan geser maksimum vu yang diijinkan untuk “studs” adalah:


vu .max = φ × 2 3 f c' = 0,75 × 2 3 × 20 = 2,24 MPa
Vu ,max = 2,24 ×1660 ×115 / 1000 = 427,6 kN (OK)

2
Untuk menahan geser tersebut, gunakan 8 buah “stud rail”, masing-masing
dengan 4 buah stud berdiameter 10 mm dan dengan diameter kepalanya
31 mm (Lihat Gambar). Mutu baja yang digunakan = 400 MPa. Spasi “stud”
yang digunakan tergantung pada tegangan geser pada penampang kritis.
Spasi yang lebih kecil harus digunakan bila tegangannya melebihi:

v u lim it = φ (1 2 ) f c' = 1,68 MPa

Teg geser pada d 2 dari muka kolom adalah: Vu = 299 .2 kN , sehingga

vu1 = 299,2 (1660 ×115) = 1,57 MPa

Nilai ini lebih kecil daripada nilai batas 1,68 MPa. Jadi stud pertama diletakkan
pada lokasi sejarak maksimum d/2 =57,5 mm dari muka kolom. Spasi
maksimum untuk “studs” yang berikutnya harus lebih kecil daripada 0,75 d
= 86,25 mm Æ Letakan stud pertama sejarak 50 mm dari muka kolom
dan spasi untuk stud berikutnya = 80 mm (Lihat gambar)

Pemasangan Tulangan Geser “Stud”

3
Berdasarkan gambar, “stud” terluar berada pada jarak 50mm + 3x80mm =
290 mm dari muka kolom. Penampang kritis terluar berada pada jarak 290
+ d/2 = 347,5mm dari muka kolom. Keliling penampang kritis terluar adalah:

bo = 4 [( ) ]
2 × 347 ,5 + 300 = 3165 ,5 mm

Luas area yang dibatasi oleh penampang kritis terluar adalah:

= [4(347,5 × 347,5) / 2 + 4 × (300× 347,5) + (300× 300)] mm2


= 748.512,5 mm 2 = 0,75 m 2
Gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang kritis terluar adalah:

( )
Vu = 13,4 kN m 2 × 4,5m × 5m − 0,75m 2 = 291,45 kN
dan,
219 , 45
vu = = 0,8 MPa
3165 ,5 × 115

Teg geser di penampang kritis terluar dibatasi sebesar: vu = φ (1 6) 20 = 0,56 MPa


Karena nilai ini < v u = 0 . 8 MPa maka dibutuhkan stud tambahan.

Coba gunakan 8 stud dimasing-masing rel. Jadi jarak penampang kritis terluar
dari muka kolom adalah (50 + 7 × 80 + 57,5) = 667,5 mm.

( )
bo = 4 2 × 667,5 + 4 × 300 = 4975,4 mm
Luas area yang dibatasi oleh penampang kritis terluar:

[ ( ) ]
= 4(300 × 667 ,5 ) + 4 × 667 ,5 2 / 2 + (300 × 300 ) = 1.782 .112 ,5m 2 = 1,78 m 2

( )
Vu = 13,4 4,5m × 5m − 1,78m 2 = 277 ,65 kN
277.650
vu = = 0,49 MPa
4975,4 × 115
φv c = 0,56 MPa

Karena v u = 0 , 49 MPa kurang dari φ v c = 0 ,56 MPa , maka pengaturan


pemasangan stud diatas sudah OK.

4
Cek tegangan geser di penampang kritis terdalam:

Dari perhitungan sebelumnya: bo = 1660 mm


Vu = 299,2 kN
vu = Vu / bo d = 1,57 MPa
Tegangan geser yang dipikul studs adalah:

8 × 78 ,5 mm 2 × 400 MPa
vs = = 1,9 MPa
1660 mm × 80 mm
Tegangan geser maksimum yang diijinkan untuk dipikul beton =

1 4 f c' .= 1,12 MPa


Jadi kuat geser maksimum
φ (v c + v s ) = 0 ,75 (1,12 + 1,9 ) = 2 ,19 MPa

Nilai ini melebihi v u = 1,57 MPa

Jadi gunakan 8 baris stud rail yang terdiri atas 8 buah stud berdiameter 10 mm.
Stud I dipasang sejarak 50 mm dan selebihnya dipasang berspasi 80 mm.

5
Perencanaan Geser Akibat
Momen Unbalanced
Iswandi Imran

Momen “Unbalanced”
• Khususnya terjadi di kolom eksterior
• SNI Pasal 15.6 (Pers. 92) mensyaratkan
peninjauan momen tak imbang berikut
pada kolom interior:

• Sebagian momen tak imbang ini harus


ditransfer ke kolom melalui geser.

1
Transfer Momen Unbalanced
pada Kolom Interior

Nilai γv dan γf

1
γf = (Pasal 15.5)
b1
1 + (2 / 3)
b2

γ v = 1− γ f

2
Distribusi
Geser

Transfer Momen Unbalanced


pada Kolom Exterior

3
Distribusi
Geser

Momen Inersi Polar, Jc


Penampang Geser Kritis pada
Sambungan
2
Jc = ( Ix + I y ) + {
Ax
{ {

} }
bd 3
db 3 } 2
= + + (bd ) x
12 12

4
Perimeter Geser Kritis Kolom Interior

2
2(b1d 3 ) 2(db13 ) ⎛b ⎞
Jc = + + 2(b2 d )⎜ 1 ⎟
12 12 ⎝2⎠
Ix Iy Ax muka AB dan CD
2
{ {
Muka BC dan DA

Catatan:
b1 adalah panjang sisi penampang geser yang tegak lurus sumbu momen
b2 adalah panjang sisi penampang geser yang sejajar sumbu momen

Perimeter Geser Kritis


pada Kolom Tepi
Jarak sumbu pusat Z-Z:
Momen dari luas sisi - sisi thd AB
C AB =
Luas total sisi - sisi
2(b1d )b1 / 2
=
2(b1d ) + b2 d
Jarak sumbu pusat W-W:

CCB = CAD = b2/2


2
2(b1d 3 ) 2(db13 ) ⎛b ⎞
J c , zz = + + 2(b1d )⎜ 1 − C AB ⎟ + (b2 d )C AB
2

12 12 ⎝ 2 ⎠
b2 d 3 db23
J c , ww = + + 2(b1d )CCB
2

12 12

5
Perimeter Geser Kritis
pada Kolom Sudut
Jarak sumbu pusat Z-Z:
Momen dari luas sisi - sisi thd AB
C AB =
Luas total sisi - sisi
(b1d )b1 / 2
=
b1d + b2 d

2
b1d 3 db13 ⎛b ⎞
J c , zz = + + b1d ⎜ 1 − C AB ⎟ + (b2 d )C AB
2

12 12 ⎝2 ⎠

6
7
Contoh Geser akibat Momen
Unbalanced
Iswandi Imran, PhD

Contoh Soal
Check transfer geser dam momen pada kolom tepi tergambar.
Tebal pelat = 165 mm. Tinggi efektif, d = 140 mm.

f c' = 25 MPa
fy = 400 MPa

Ukuran kolom = 300 × 400. Pada perhitungan contoh soal ini momen yang
diperhitungkan hanyalah momen yang searah dengan tepi pelat. Momen statis
total pada panel tepi adalah 21 ton-m (DDM), dan geser yang bekerja adalah
14,3 ton. Selain itu, bagian pelat kantilever tepi menghasilkan gaya geser
terfaktor 1,8 ton yang bekerja pada jarak 150mm dari centerline kolom (kekiri).

1
Jawab
*) Tentukan lokasi keliling geser kritis
Seperti yang sudah disebutkan, keliling geser kritis berada pada jarak d/2 dari
sisi-sisi kolom (Gambar).
*) Hitung pusat keliling geser kritis

C =
∑A y

∑A
AB

2(470 × 140 ) 470 30926000


= 2 = = 149 ,26 mm
2(470 × 140 ) + 540 × 140 207200

∴ C AB = 149,26 mm & C CD = 320 ,74 mm

*) Hitung momen & geser terhadap pusat keliling geser.

∴ M u = 6,3 − 1,8(0, 2207 ) = 5,9 tm

∴ V u = 14 , 3 + 1,8 = 16 ,1 ton

2
*) Hitung φVc dan Vu φV
c

1 ⎛ 2 ⎞
a). Vc = ⎜⎜ 1 + ⎟⎟ f c' b o d
6 ⎝ β c ⎠

400
βc = = 1 , 33
300

b o = 2 × 470 + 540 = 1480 mm


1⎛ 2 ⎞
Vc = ⎜1 + ⎟ 25 (1480 )(140 ) = 43 , 2 ton
6⎝ 1, 33 ⎠

φVc = 0,75 (43, 2 ) = 32 , 4 ton

⎛ α d 1⎞
b). Vc = ⎜⎜ s + ⎟⎟ f c' bo d ⇒ α s = 30 (kolom tepi)
⎝ 12bo 6 ⎠
⎛ 30 × 140 1 ⎞
φVc = 0,75 ⎜ + ⎟ 25 (1480 )(140 ) = 31, 25 ton
⎝ 12 × 480 6 ⎠

25 (1480 )(140 ) = 25 ,9 ton


1 1
c). Vc = f c' bo d φ V c = 0 , 75 ×
3 3

Ambil nilai φVc yang terkecil, yaitu φVc = 25,9 ton.

⇒ V u / φ V c = 0 , 62

3
*) Tentukan fraksi momen yang ditransfer lewat lentur :

1 1
γ f = = = 0 ,616
2 b1 2 470
1+ 1+
3 b2 3 540

Berdasarkan SNI, nilai γ f dapat ditingkatkan menjadi 1, jika Vu / φVc < 0,75
dan ρ ≤ 0 ,375 ρ b untuk pelat selebar C2 + 3 h. Dari step sebelumnya
Vu / φVc < 0,75 jadi coba γ f =1,0 dan hitung jumlah tulangan yang
dibutuhkan.

*) Rencanakan tulangan untuk transfer momen lewat lentur.


Lebar efektif untuk lentur = C2 + 3h = 400 + 3 (165) = 895 mm
Momen = 1× 5,9 tm = 5,9 ton-m
Asumsikan Jd = 0,925 d = 129,5 mm

Maka : Mu 5,9 × 10 7
As = = = 1423 mm 2
φf y Jd 0,8(400 )129 ,5

Coba gunakan 12 d 13 (As = 1592 mm2)


Hitung a aktual → check As yang dibutuhkan !

As f y 1592 × 400
a = = = 33 ,5 mm
0 ,85 f c'b 0 ,85 (25 )(895 )
Check As :
Mu 5,9 × 10 7
As = = = 14,95cm 2
⎛ a⎞ ⎛ 33,5 ⎞
φf y ⎜ d − ⎟ 0,8(400 )⎜140 − ⎟
⎝ 2⎠ ⎝ 2 ⎠
Jadi As = 1592 mm2 → ok ! ( 12 d 13 )

4
Check a balance :

ab ⎛ ⎞
⎟ = 0 ,85 (0 ,6 ) = 0 ,51
600
= β1 ⎜
d ⎝ 600 + 400 ⎠
ab
0 , 375 = 0 , 375 (0 , 51 ) = 0 ,191
d
a a
Check < 0 , 375 b
d d

33 , 5
< 0 ,191 not ok !
140
a a
> 0 , 375 b ⇒ ρ > 0 ,375 ρ b
d d
Sehingga γ f tidak boleh diambil = 1, namun boleh diambil nilai antara
0,616 sampai 1, asalkan ρ dipertahankan selalu lebih kecil dari 0,375 ρ b

→ gunakan 8d 13 ( As = 1056 mm2).

Tulangan ini akan mentransfer momen sebesar


M u = φf y As Jd = 0,8(400 )(1056 )0,925 (140 ) = 4,376 tm

Sehingga jumlah momen yang ditransfer lewat geser =

γ v M u = 5,9 − 4 ,376 = 1,524 tm

Check apakah a / d < 0,375 ab / d ⇒ (ok !)

*) Hitung momen inersia polar, Jc :

⎛b d3 ⎞ ⎛ db 3 ⎞
2
⎛b ⎞
Jc = 2⎜⎜ 1 ⎟⎟ + 2⎜⎜ 1 ⎟⎟ + 2(b1 d )⎜ 1 − C AB ⎟ + (b2 d )C AB
2
= 5,4 × 10 9 mm 4
⎝ 12 ⎠ ⎝ 12 ⎠ ⎝ 2 ⎠

5
Hitung tegangan geser :
vu γ M C
vu = ± u u
bo d Jc

16 ,1 × 10 4 1,524 × 10 7
= ± C
1480 × 140 5 , 4 × 10 9

−3
= 0 , 78 ± 2 ,82 C × 10

Tegangan geser pada AB :

v u , AB = 0 , 78 + 2 ,82 (149 , 26 )× 10 − 3
= 1 , 2 MPa

Tegangan geser pada CD :


vu ,CD = 0,78 − 2,82(320,74 )× 10 −3
= − 1, 2 MPa

Kapasitas geser yang tersedia :


φVc 25 ,9 × 10 4
φvc = = = 1, 21 MPa
bo d 1480 × 140

∴ φV c > V u → (ok!) , → tidak perlu tulangan geser

6
METODA STRUT AND TIE

PENDAHULUAN
Metode Strut and Tie, yang dikembangkan dari
metode analogi model truss untuk balok,
merupakan salah satu metode pendekatan untuk
menganalisis struktur beton pada daerah-D.
Metode Strut dan Tie adalah sebuah metode yang
didasarkan pada sistem keseimbangan gaya-gaya
yang bekerja pada sebuah struktur ketika dibebani.
Komponen utama dari metoda strut dan tie ini
terdiri atas daerah tekan (compressive struts),
daerah tarik (tension ties), dan daerah nodal (nodal
zone) sebagai daerah pertemuan.

1
a). Struktur yang dibebani gaya luar
b). Beban dan reaksi sesuai dengan hipotesis Bernoulli
c). Pengaruh gangguan ujung
d). Struktur dengan daerah–B dan daerah-D

D-Region and B-Region

2
Geometric Discontinuities

Loading and Geometric


Discontinuities

3
Batasan
Balok Tinggi

Analisis Daerah D
Analisis daerah-D dapat dilakukan secara dua
dimensi dan tiga dimensi. Untuk struktur yang
memiliki ketebalan yang sama, seperti balok;
konsol dan bukaan pada pelat, kondisi yang
terjadi merupakan kondisi tegangan bidang,
sehingga analisis dapat disederhanakan
menjadi dua dimensi. Sedangkan untuk
struktur dimana kondisi tegangannya bersifat
tiga dimensi seperti efek punching akibat
beban terpusat pada pile cap maka analisis
harus dilakukan secara tiga dimensi.

4
Pemodelan Strut-and-Tie
Merupakan suatu prosedur iterasi yang
mencakup:
• Pemilihan model strut-and-tie “trial”.
• Pendimensian dan pendetailan struts, ties,
dan nodes.
• Check dimension struts, nodes, dan tie
untuk menjamin pilihan STM adalah
benar.
• Lakukan iterasi model strut-and-tie bila
diperlukan.

Pemilihan Model Strut-and-Tie

Pendekatan yang dapat dipakai untuk


memudahkan pemilihan STMmodel adalah;
1. Metode Trayektori Tegangan Tekan
(Compressive Stress Trajektories).
2. Metode Lintasan Beban

5
Trajectori Teg pd Balok Tinggi

Gambaran Strut and Tie

6
Strut and Tie Model pada Balok
Tinggi Menerus

Penetapan STM pada Daerah D


berdasarkan Lintasan Beban
• Identifikasi dan isolasi daerah D
• Hitung teg internal pada perbatasan daerah D pada
level kekuatan dengan menggunakan pendekatan
kuat ultimit atau dengan asumsi perilaku elastik.
• Bagi daerah perbatasan menjadi sub-sub daerah
dan tentukan resultan gaya di masing-masing sub
daerah.
• Gambarkan rangka batang untuk mengalihkan
gaya-gaya dari satu daerah perbatasan kedaerah
perbatasan yang lain. Untuk penggambaran rangka,
sudut θ harus diasumsikan. Umumnya dapat diambil
kemiringan 2:1.

7
Gaya pada Daerah Perbatasan

Optimasi STM
1. Arah sudut compression strut pada tiap bagian harus sesuai dengan
arah tegangan tekan utama pada daerah tersebut. Umumnya arah
strut adalah ± 15° dari arah tegangan tekan utama yang bersesuaian.
2. Model yang paling tepat adalah model yang membutuhkan tulangan
yang paling sedikit. Beban akan berusaha mengikuti lintasan dengan
gaya dan deformasi yang paling sedikit. Dan karena tie lebih mudah
terdeformasi daripada strut (regangan pada baja biasanya jauh lebih
besar daripada regangan beton), maka model yang terbaik adlh yang
paling sedikit mengandung ties. Kriteria ini dinyatakan sebagai;

∑T l εi i I = minimum

dimana;
Ti = Gaya pada elemen ties
li = Panjang ties
εI = Regangan rata-rata tie

8
Prosedur Umum
1. Tentukan Model Strut-Tie yang akan digunakan, yaitu mulai dari
penggambaran aliran gaya, pemilihan model dan optimasi
model. Tentukan letak dari nodal, strut dan tie
2. Tentukan dimensi dari masing-masing elemen sesuai batasan
geometrik struktur seperti tinggi pengangkuran, luas daerah
perletakan dan daerah pembebanan. Kemudian hitung semua
gaya luar yang terjadi pada struktur.
3. Tentukan geometrik model strut-tie. Strut digambarkan dengan
garis lurus pada sumbu strut. Tie digambarkan sebagai garis
lurus yang berimpit dengan sentroid tulangan. Nodal adalah
daerah tempat perpotongan strut, tie dan garis kerja beban.
Dimensi nodal dibatasi oleh keadaan geometrik struktur seperti
luas daerah perletakan, tinggi pengangkuran dan luas pelat
tumpu (bearing plate).

4. Tentukan gaya-gaya dalam pada setiap elemen strut-tie. Untuk


model strut-tie statis tak tentu, dilakukan estimasi terhadap
kekakuan relatief struktur untuk menentukan gaya-gayanya.
5. Periksa apakah tegangan pada tiap strut dan nodal memenuhi
syarat kapasitas tegangan efektif.
6. Tentukan luas tulangan yang dibutuhkan berdasarkan besarnya
gaya pada tie dan luas daerah pengangkurannya.

9
Strut and Tie Model pada Balok
Tinggi

Klasifikasi Nodal

10
Nodal Hidrostatis

Extended
Nodal Zone

11
Pembagian Nodal Zone

Nodal Truss

12
Jenis Strut

Strut yang Diangkur oleh Tulangan

13
Jenis Pengangkuran Strut Lainnya

Strut yang diangkur oleh Strut yang diangkur oleh


Bearing dan Tulangan Bearing dan Strut

Bottled Shape Strut

14
Penampang Kritis untuk Daerah
Nodal dan Strut Tekan

Interface antara Zona Lokal dan


Strut Tekan

15
Contoh

Contoh

16
Model yang Salah

Contoh Corbel

17
Alternatif Model Truss

Aspek Desain
• Sudut θ antara sumbu-sumbu strut dan tie
yang bertemu di titik nodal tidak boleh
kurang dari 25 derajat.
• Desain struts, ties, dan daerah nodal
harus didasarkan pada
φFn ≥ Fu
dimana φ ditentukan berdasarkan faktor
reduksi geser, yaitu = 0,75

18
Kuat Tekan Nominal Strut

• Kuat tekan nominal strut tanpa tulangan


longitudinal dapat diambil sebagai nilai Fns
terkecil dikedua ujung strut, yaitu:
Fns = fceAcs
fce merupakan nilai kuat tekan terkecil
antara strut dan daerah nodal.

fce untuk Strut


fce = 0.85βsfc′
• Untuk strut dengan penampang seragam
disepanjang strut tsb ............. βs = 1.0
• Untuk strut dengan penampang tengah lebih
besar drpd penampang ujung (bottle-shaped
struts):
- dgn tulangan ..... βs = 0.75
- tanpa tulangan ..................... βs = 0.60λ
• Untuk strut pada elemen tarik βs = 0.40
• Untuk kasus lain .................. βs = 0.60λ

19
Pengaruh Tulangan Tekan pada
Strut
Tulangan tekan dapat diperhitungkan ikut berkontribusi
dalam meningkatkan kuat tekan strut bilamana tulangan
tersebut:
- Terangkur dengan baik
- Paralel dengan sumbu strut
- Berada dalam strut yang ditinjau
- Terikat oleh tulangan sengkang ikat atau spiral
Jika hal tsb terpenuhi, kuat nominal strut yang memiliki
tulangan pada arah longitudinalnya adalah:

Fns = fce Acs + As fs

Kuat Tarik Tie


• Kuat tarik nominal suatu tie, Fnt, dihitung
sebagai:
Fnt = Atsfy
• Sumbu tulangan dalam suatu tie harus
sama dengan sumbu tie pada model STM
• Tulangan tie harus diangkur dengan
mechanical devices, kait standar atau
panjang penyaluran tulangan lurus.

20
Kuat Tekan Nominal Nodal Zone

• Kuat tekan nominal nodal zone dapat diambil sebagai:


Fnn = fceAnz
fce adalah kuat tekan efektif beton pada nodal zone. Anz
merupakan nilai terkecil dari:
(a) Luas muka nodal zone padamana Fu bekerja (diambil
tegaklurus thd garis kerja Fu)
(b) Luas penampang yang memotong nodal zone
(diambil tegaklurus thd garis kerja gaya resultan pada
penampang).

fce untuk Daerah Nodal


fce = 0.85βnfc′

• Untuk nodal zone yang dibatasi oleh strut atau


bidang tumpu atau keduanya ............. βn = 1.0
• Untuk nodal zone yang menjadi tempat angkur
satu tie ..... …………………βn = 0.80
• Untuk nodal zone yang menjadi tempat angkur
dua tie atau lebih ………………. βn = 0.60

21
Contoh Perhitungan dengan STM

Estimasi kekuatan balok berikut ini dengan data sebagai berikut: bw


= 160mm, d = 535mm, h = 615mm, a = 550mm, '
L = 2120mm, a/d =
1.03, As = 2280 mm2 (6-D22), ρ = 2,66%, f c = 30 MPa, dan f y = 400
MPa. Semua bearing plate memiliki lebar =150 mm.
Ada dua tipe strut dari model strut-tie yang diusulkan yaitu;
- Tipe 1, strut pada daerah diagonal compression, yaitu S1, yang
dibatasi oleh nodal 1 dengan nodal 3 dan S2, yang dibatasi oleh
nodal 2 dan nodal 4.
- Tipe 2, strut pada daerah flexural compression, yaitu S3, yang
dibatasi oleh nodal 3 dan nodal 4

Geometri Balok serta Model Strut-tie

1
Geometri Nodal dan Strut

Ada dua tipe nodal dari model strut-tie pada balok yang dianalisis, yaitu;

-Nodal 1 dan nodal 2 bertipe CCT yang dibatasi oleh lebar bearing plate
( lb1,2 ), lebar sisi nodal tegak lurus sumbu strut 1,2 (Ws13 ,Ws24) dan tension
tie dengan tinggi pengangkuran ( ha )=160mm,

-Nodal 3 dan nodal 4 bertipe CCC yang dibatasi oleh lebar bearing plate
( lb3,4 ), lebar sisi nodal tegak lurus sumbu S1, S2 (Ws31, Ws42) dan lebar
strut S3 (Ws3).

2
Langkah-langkah analisis adalah sebagai berikut;
-Langkah Pertama: Estimasi geometri model strut-tienya.
Tinggi pengangkuran ha, untuk a/d dan d diketahui sehingga nilai ha dapat
dihitung. Yaitu 0 ,5 h a = h − d
Sehingga ha = 160 mm

Dari keseimbangan gaya pada arah horizontal Æ besarnya gaya


pada strut atas S3 harus sama dengan besarnya gaya pada tie T1.
Dalam hal ini, lebar strut S3 dapat diasumsikan memiliki dimensi yang
sama dengan ha. Ambil Ws3 = 150 mm.
Sehingga jarak lengan momen z ( dv) = d – 150/2 = 460.
Berdasarkan nilai dv dan a, sudut α strut diagonal dapat dihitung.

-Langkah Kedua: Menentukan gaya-gaya dalam pada strut-tie

⎡ z ⎤ ⎡ a ⎤
Sin α = ⎢ ⎥ : Cos α = ⎢ ⎥
⎣ a +z ⎦ ⎣ a +z ⎦
2 2 2 2

a
Ctg α =
z
S1 = S 2 = P / sin α

S 3 = T1 = P .ctg α

-Langkah Ketiga: Memeriksa kondisi tegangan pada nodal dan strut.

3
Analisis Strut
Dengan menghitung besarnya lebar maksimum
strut pada kedua ujungnya, maka dapat
ditentukan besarnya beban batas yang dapat
diterima oleh strut beton, dengan kekuatan
efektif beton yang telah ditentukan sesuai untuk
jenis strut yang bekerja. Strut diasumsikan
mengalami keruntuhan jika tegangan strut
mencapai kapasitas tegangan efektifnya.
Lebar maksimum strut ditentukan oleh
geometrik nodal pada kedua ujung strut.

Lebar Strut S1 dan S2


Tegangan efektif dibatasi oleh lebar strut dan dimensi geometri nodal
pada ujung sebelah atas nodal CCC dan ujung sebelah bawah nodal
CCT.
Diatas : Ws31 maks = lb 3, 4 . sin α + h a . cos α
Dibawah : Ws13 maks = lb1, 2 . sin α + h a . cos α

4
Nodal 1 dan Nodal 2

Syarat batas geometri nodal 1 dan nodal 2 adalah: lebar bidang


perletakan ( lb ), tinggi pengangkuran ( ha ) dan lebar maksimum strut S1
bawah (Ws13 maks), yang besarnya masing-masing adalah lb 1= 150 mm,
ha = 160 mm,
Ws13maks = lb1, 2 . sin α + ha . cos α
= 150 sin α + 160 cos α

Tegangan-tegangan yang terjadi pada sisi-sisi nodal adalah:


Tegangan pada sisi tegak lurus strut S1,2 (Ws13,24)

S1
σ 13 , 24 =
Ws 13 , 24 .b w

Tegangan pada sisi bearing plate, ( lb1, 2 )

P
σ lb1, 2 =
(lb )(b )
1, 2 w

Tegangan pada sisi bidang pengangkuran, ( h a )

P .ctg α
σ 1a , 2 a =
(ha )(b w )

5
Tugas
320 t
Tebal balok = 500 mm
500 mm

1500 mm

400 mm 400 mm

214 t 106 t
1325 mm 2675 mm

You might also like