Professional Documents
Culture Documents
Proposal Pastiiiii
Proposal Pastiiiii
Proposal Pastiiiii
OLEH
FAKULTAS KEDOKTERAN
KOTA MEDAN
2017
Lampiran 1
Informed Consent
Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperan serta menjadi subjek
penelitian dan bersedia melakukan pemeriksaan sesuai dengan data yang diperlukan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
Medan, 2017
Ttd
_______________________________
Lampiran 1
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Alamat :
5. Pendidikan terakhir :
6. Agama :
7. Suku :
1. Kuesioner Pengetahuan
Lingkari jawaban yang menurut anda benar!
1. Apakah anda mengetahui bahwa tempat anda bekerja ini menghasilkan
banyak debu?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah anda tahu akibat yang ditimbulkan oleh debu?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah anda mengetahui bahwa debu dapat menimbulkan penyakit
paru?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda mengetahui penyakit-penyakit paru yang ditimbulkan
akibat kerja?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah anda ada mengalami sesak dan batuk akibat bekerja?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah anda ada mengalami sesak/batuk selama tidak bekerja/saat libur?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah anda mengetahui cara perlindungan paru dari debu?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah anda mengetahui bahwa masker salah satu alat pelindung debu?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah seluruh pegawai di pabrik diwajibkan memakai masker saat
sedang bekerja?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah pabrik menyediakan masker?
a. Ya b. Tidak
2. Kuesioner Sikap
No Pertanyaan SS S N TS STS
1. Saya sudah paham tentang penyakitpenyakit
yang ditimbulkan oleh debu
2. Bekerja ditempat yang banyak debu dapat
menyebabkan penyakit pada paru?
3. Saya melindungi diri dari paparan debu
4. Saya memakai masker 4x seminggu saat
sedang bekerja
5. Saya memakai masker saat dilingkungan
pabrik
6. Tidak memakai masker saat bekerja dapat
menyebabkan resiko penyakit paru
7. Salah satu gejala penyakit paru akibat debu
adalah batuk / sesak
8. Saat saya batuk / sesak, saya akan langsung
berobat ke dokter / klinik terdekat
9. Sebagai seseorang pekerja, menjaga kesehatan
sangatlah penting
10. Sebagai seorang pekerja pabrik, setujukan
anda dilakukannya sosialisasi pengetahuan
kesehatan kerja
DAFTAR ISI
Halaman
2.1 Pengetahuan.................................................................................................................. 9
2.3Tindakan ........................................................................................................................ 12
i
2.3.1 Pengertian ................................................................................................................. 12
2.4.1Pengertian .................................................................................................................. 13
ii
BAB 4 METODE PENELITIAN ....................................................................................... 32
DAFTARPUSTAKA ........................................................................................................... 34
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
4
lebihkecil dibandingkan dengan penyakit-penyakit utama penyebab cacat lain,terdapat
bukti bahwa penyakit ini mengenai cukup banyak orang, khususnya di Negara- negara
yang giat mengembangkan industri (Aditama T.Y, 1999).
Ratusan juta tenaga kerja diseluruh dunia saat ini bekerja dalam kondisi
yangtidak nyaman dan beresiko terjadinya gangguan kesehatan akibat kerja.
MenurutInternational Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian
yangdisebabkan oleh penyakit atau yang di sebabkan oleh pekerjaan. Sekitar
300.000kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena
penyakitakibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan
kerja baru setiap tahunnya (Buchari,2007).
Di Amerika, The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
memperkirakan bahwa angka kematian yang terkait dengan Penyakit Paru Akibat Kerja
atau dalam publikasi internasional disebut dengan Occupational Lung Diseases (OLD)
sekitar 30% yang disebabkakan oleh pajanan di tempat kerja. Lebih dari20 juta pekerja
di Amerika Serikat telah terpajan bahan material yang dapatmenyebabkan penyakit
sistem pernapasan.Hampir 100.000 kematian akibatkecelakaan atau penyakit akibat
kerja, sebagai konsekuensinya banyak perusahaanberoperasi sederhana, hal ini karena
kekhawatirankesehatan dan keselamatan.
5
Hazard atau faktor resiko penyakit paru di tempat kerja bersumber dari
bahanbaku, bahan sampingan, proses produksi, produk atau limbah. Hazard kesehatan
paruyang berbentuk debu/partikel yang berasal dari alam atau buatan akan terpajan
tenagakerja melalui inhalasi udara di tempat kerja, maka penyakit paru akibat kerja
dapattimbul dengan gejala yang bervariasi yaitu dari ringan hanya batuk-batuk sampai
sesaktidak dapat bernapas dengan segala konsekuensinya : pekerja mungkin jatuh sakit,
cacatdan sampai meninggal sehingga suatu perusahaan akan merugi akibat
produktivitaspekerja menurun. Hal ini dikarenakan adanya penyempitan pada jalan
napas (YunusF,2006).
6
adalah laki-laki.Closet tersebut terbuat dari keramik yang berbahan baku dari tanah liat,
pasir dan feldspar. Bahan baku tersebut akan menghasilkan debu dan akan
menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan pada pekerjanya. Hal ini
disebabkan kermaik menghasilkan silica sehingga dapat mengganggu kesehatan paru.
7
1.4 MANFAAT PENELITIAN
pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit
kerja.
Kesehatan Respirasi.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGETAHUAN
2.1.1. PengertianPengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu terutama melalui mata dan telinga.Bila
seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu
dengan lancar, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan mengetahui
bidang tersebut.Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan
pengetahuan.Melalui lingkungan seseorang mendapat pengalaman dan
pengetahuan.Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal atau pendidikan
informal.Makin tinggi pendidikan formal seseorang makin luas pengetahuannya.
Pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional dari perilaku manusia yang dapat
mempengaruhi sikap seseorang (Notoatmodjo S,2003).
9
a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d) Analisa (analysis)
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
e) Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kepala suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek.
10
Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan domain kognitif (Notoatmodjo S,2003).
2.2. SIKAP
Menurut Notoatmodjo S (2005), sikap adalah reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup.Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkungan tertentu
sebagai penghayatan terhadap objek.
a. Menerima (receiving)
Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan bersedia
mempertahankan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mempersiapkan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sebuah sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar attau salah, adalah berarti orang menerima ide
tersebut
c. Menghargai (valuing)
Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
11
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko.
a. Pengalaman pribadi
c. Pengaruh kebudayaan
d. Media massa
2.3 Tindakan
2.3.1 Pengertian
Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi
sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Tindakan mempunyai beberapa
tingkatan yaitu:
a. Persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek yang akan dilakukan
b. Respon terpimpin yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar
12
c. Mekanisme yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis
d. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang yang
dilakukan dengan baik
2.4 Debu
2.4.1 Pengertian
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang
melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron
sampai dengan 500 mikron (Pudjiastuti W,2002).
1. Sifat mengendap
Debu cenderung mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena
ukurannya yang relatif kecil berada di udara.Debu yang mengendap dapat
mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di
udara.
2. Permukaan cenderung selalu basah
Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena
permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.Sifat ini
menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.
13
3. Sifat menggumpal
Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah,
sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.
4. Listrik statis (elektrostatik)
Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan.
Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya
proses penggumpalan.
5. Opsis
Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat
memancakan sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap.
3. Debu metal merupakan debu yang mengandung unsur logam seperti timah
hitam, mercuri, aseton dan lain-lain.
Ditempat kerja debu jenis-jenis ini dapat ditemukan seperti dalam kegiatan
pertanian, pengusaha keramik, batu kapur, batubara,dan lain-lain (Pudjiastuti W,2002).
14
2.4.4. Sumber dan distribusi debu
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang
terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Sedangkan
sumber debu yang tidak sempurna akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari
pembakaran hutan, pembakaran batubara, proses industri, dan gas buangan alat
transportasi. Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate
matter adalah partikel debu yang hanya berada di udara, partikel ini segera mengendap
karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended particulate matter adalah debu yang tetap
berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus F,2006).
(µm)
15
Dapat terisap ke saluran pernapasan, tetapi
akan tertangkap oleh mekanisme
penyaringan di hidung. Tidak akan masuk
ke dalam tubuh, kecuali partikel tersebuut
dapat larut oleh cairan di dalam hidung .
Ukuran partikel suatu zat yang terisap mengakibatkan cara penetrasi dan area
penyimpanan yang berbeda-beda di dalam percabangan saluran pernapasan. Dengan
demikian, partikel zat kimia dibedakan menjadi tiga berdasarkan kemampuan absorpsi
partikelnya kedalam tubuh, yaitu :
16
a. Non-inspirable
Partikel-partikel yang dapat terisap oleh saluran pernapasan, tetapi tidak
akan diabsorpsi ke dalam tubuh karena akan terperangkap oleh mekanisme
penyaringan di hidung.
b. Inspirable
Partikel-partikel yang bila terisap oleh saluran pernapasan akan mudah
masuk ke dalam cabang-cabang bronkus dan dapat mengendap di semua
bagian saluran pernapasan, tetapi biasanya perlahan-lahan akan dibersihkan
oleh mekanisme pertahanan tubuh.
c. Respirable
Partikel-partikel yang bila terisap oleh saluran pernapasan akan mudah
masuk sampai ke alveolus sehingga dapat diabsorpsi oleh tubuh (Harrianto R
,2010)
a. Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru.
Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal.
b. Poliferatif dust
Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis.
Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli sehingga
mengganggu fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic
pneumoconiosis.Contohnya: debu silika, asbestosis, kapas, berilium, dan
sebagainya.
17
2.4.7. Dampak Pencemaran Udara Oleh Debu
Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada sifat debu, komposisi
kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu (Pudjiastuti W,2002).
a. Simpul I
yaitu pancegahan terhadap sumbernya, antara lain isolasi sumber agar tidak
mengeluarkan debu diruangan kerja dengan “local echauster” atau dengan
melengkapi water sprayer pada cerobong pembuang asap.
b. Simpul II
yaitu pencegahan dilakukan terhadap media transmisi udara dengan cara
memakai metode basah, yaitu penyiraman lantai dan melakukan pengeboran
basah.
c. Simpul III
18
yaitu pencegahan terhadap tenaga kerja yang terpapar dengan menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker.
d. Simpul IV
yaitu pencegahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpajan partikel
debu antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitas
terhadap korban atau orang sakit.
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul
sehubungan dengan pekerjaan. Berbagai bahan berupa debu, serat dan gas yang timbul
pada proses industri. Tergantung pada jenis bahan tersebut maka penyakit yang
ditimbulkannya pun bermacam-macam (Rampai B,2009).
Penyakit paru kerja yang disebabkan oleh debu dikenal sejak manusia mengenal
penambangan mineral. Berbagai jenis debu mineral dapat menimbulkan
pneumokoniosis (Cowie R.L,2005).
a. Sebagian besar penyakit paru disebabkan atau diperberat oleh pajanan dari
tempat kerja atau lingkungan. Jadi pemicu dari tempat kerja dan lingkungan,
harus secara terus-menerus diperhatikan dalam evaluasi dan penatalaksanaan
penyakit paru.
19
b. Sebagian penyakit paru mungkin disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor
pekerjaan bias berinteraksi dengan faktor lain. Sebagai contoh : faktor resiko
kanker paru pada pekerja yang terpajan asbes sekaligus merokok lebih besar
daripada hanya terpajan asbes atau merokok secara sendiri-sendiri.
c. Dosis pajanan penting, sebagai faktor pemicu proporsi populasi yang terkena
dan derajat keparahan penyakit. Pajanan dengan dosis yang lebih tinggi biasanya
menyebabkan lebih banyak individu yang terkena serta derajat yang lebih parah
(Rampai B,2009).
2.5.1. Pengertian
Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu “pneumo” berarti paru
dan “konis” berarti debu (Cowie RL,2005).
1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis),
asbes (asbestosis), dan timah (stannosis).
3. Kelainan yang timbul oleh debu organik seperti kapas (bisinosis) (Yunus
F,2004).
2.5.2 Epidemiologi
20
>1000 kasus pneumokoniosis terdiri dari 56% asbestosis, 38% silikosis, dan 6%
pneumokoniosis barubara. Resiko penyakit ini meningkat seiring dengan lama pajanan
terhadap partikel silika. Sebanyak 12% pekerja dengan masa kerja lebih dari 30 tahun
menderita silikosis (Agus D.S,2011).
Respon jaringan tubuh terhadap debu yang terinhalasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain : (Demedts M,2003)
a. Sifat fisik
Keadaan fisik yang berupa partikel uap atau gas, ukuran, dan densitasi partikel,
bentuk dan kemampuan penetrasi yeng mempengaruhi sifat migrasi dan reaksi
tubuh.Sifat kelarutan partikel juga berpengaruh, seperti asbestos dan silika yang
merupakan partikel tidak larut.
b. Sifat kimia
Sifat fibrogenitas merupakan sifat suatu bahan yang menimbulkan fibrosis
jaringan.Debu fibrogenik merupakan debu yang dapat menimbulkan reaksi
jaringan paru (fibrosis) seperti batubara, silika bebas dan asbes.Dan debu
nonfibrogenik adalah debu besi, kapur dan timah.
c. Faktor Penjamu
Faktor ini berperan penting pada respon jaringan terhadap agen/bahan
terinhalasi.Gangguan sistem pertahanan paru alami seperti kelainan genetik,
kecepatan bersihan dan fungsi makrofag. Gangguan sistem pertahanan paru
didapat contohnya karena obat-obatan, asap rokok, dan alkohol. Kondisi anatomi
dan fisiologi saluran napas dan paru mempengaruhi pola pernapasan yang
akhirnya mempengaruhi deposit agen/bahan terinhalasi. Keadaan imunologi juga
berperan, contohnya alergi.
21
2.5.4 Patogenesis Pneumokoniosis
Debu inert akan tetap berada di makrofag selanjutnya debu akan keluar dan
difagositosis lagi oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu di dalamnya dapat
bermigrasi ke jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan melalui saluran napas
(Ngurah Rai,2003).
Pada debu yang bersifat sitoktoksis, partikel debu yang difagositosis makrofag
akan menyebabkan kehancuran yang diikuti dengan fibrositosis. Partikel debu akan
merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk yang merupakan mediator
suatu respon peradangan dan memulai proses proferasi fibroblast. Mediator yang paling
banyak berperan adalah Tumor Necrosis Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-6, IL-8,
platelet derived growth factor dan transforming growth factor (TGF)-β yang memacu
22
faktor fibrogenik makrofag alveolar atau epitel alveolar sehingga memacu pembentukan
kolagen selanjutnya terjadi fibrosis. Hilangnya integritas epitel akibat mediator
inflamasi yang dilepaskan makrofag alveolar merupakan kejadian awal proses
fibrogenesis di interstitial paru. Bila partikel debu telah masuk dalam interstitial maka
nasibnya ditentukan oleh makrofag interstitial, difagositosis untuk kemudian di transfer
ke kelenjar getah bening mediastinum atau terjadi sekresi mediator inflamasi kronik.
Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF, TNF, IL-1 menyebabkan
proliferasi fibroblast dan terjadilah pneumokoniosis (Ngurah Rai,2003).
Debu silika dan asbes mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Reaksi
parenkim dapat berupa fibrosis nodular yaitu contoh klasik dari silikosis, fibrosis difus
pada asbestosis dan pembentukan makula dengan emfisema fokal akibat partikel debu
(Yunus F,2004).
Asbes Asbestosis
Silika Silikosis
Besi Siderosis
Berilium Beriliosis
23
2.5.6 Ukuran Debu yang Berpengaruh
a. 5-10 µm : akan tertahan oleh saluran napas atas dan menimbulkan banyak
penyakit berupa iritasi sehingga menimbulkan penyakitpharyngitis.
Menurut WHO 2006 ukuran partikel debu yang membahayakan adalah ukuran
0,1-5 atau sampai 10 mikron (Pudjiastuti W,2002).
A. Anamnesis
1. Riwayat pekerjaan
a. Pencatatan pekerjaan dan kegemaran yang terus-menerus atau part time secara
kronologis.
c. Hubungan antara pajanan dan gejalan yang timbul : waktu antara mulai bekerja dan
gejala pertama, perkembangan gejala, hubungan antara gejala dengan tugas tertentu,
perubahan gejala pada waktu libur / jauh dari tempat kerja.
24
2. Keluhan penyakit
b. Dahak (pagi/siang/malam/terus-menerus).
d. Nyeri dada.
3. Riwayat penyakit
a. Batuk
b. Dahak
c. Napas pendek
d. Mengi (wheezing)
25
2. Waktu mengi disertai napas pendek atau napas normal
e. Nyeri dada
4. Riwayat kebiasaan
B. Pemeriksaan fisik
Pada kebanyakan kasus pennyakit paru akibat kerja, hasil pemeriksaan fisik
relatif tidak membantu.Pada observasi umum, penyakit paru obstruksi dapat
ditemukan sesak napas, saat istirahat maupun setelah melaksanakan aktivitas
sedangkan pada kasus pneomokoniosis ditemukan jari-jari tabuh, demam tinggi,
takipnoe atau kadang sianosis, dan biasanya ditemukan krepitasi.
26
C. Pemeriksaan penunjang
1. Foto toraks
Perselubungan halus
27
3/2 3/3 ¾ Kategori 3 – banyak terlihat perselubungan lingkar
kecil. Corakan paru sebagian atau keseluruhan
tidak jelas.
Perselubungan kasar
Tes fungsi paru merupakan tes kuatitatif dari faal paru, digunakan untuk
menentukan kapasitas fungsi paru dan kemampuannya untuk melakukan
pekerjaan.Dengan demikian dapat digunakan pula untuk membantu menentukan
ciri-ciri dan beratnya penyakit paru kerja.
28
Pengukuran serial PEFR mencatat hembusan ekspirasi paksa
sebelum,selama dan setelah jam kerja, serta selama liburan, paling tidak
selama 1 minggu (Harrianto R,2010).
2.5.8 Tatalaksana
29
APD yang baik adalah yang memenihi standart keamanan dan
kenyamanan bagi pekerjanya (Safety and Acceptation).APD yang tepat bagi
tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu
konsentrasi tinggi adalah :
30
BAB 3
Tingkat Pengetahuan
Tindakan
1. Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba.
2. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek.
3. Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi
sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan
4. Penyakit paru kerja akibat debu adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul
sehubungan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh debu.
31
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1JENIS PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja di PT Prima Indah
Sanitoun Kota Binjai yaitu sejumlah 57 orang. Sampel adalah bagian dari populasi yang
mewakilkan populasi yang akan diambil (Notoadmojo S,2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja PT Prima Indah Sanitoun
Kota Binjai, yaitu sejumlah 57 orang.
Metode Pengumpulan data ialah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data. Metode (cara atau teknik) menunjukkan suatu kata yang
abstrak dan tidak di wujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihat menggunakan
angket, wawancara, ujian (tes), dokumentasi dan lainnya.
Alat ukur yang digunakan dalam penetian ini adalah kuesioner.Kuesioner adalah
daftar pertanyaan yang diberikan langsung kepada responden sesuai dengan permintaan
pengguna.
32
4.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.Pengumpulan
data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan secara
langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian.
Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung dari bagian administrasi PT
Prima Indah Sanitoun.
33
BAB 5
PT. Prima Indah Sanitoun Kota Binjai berdiri pada tahun 1989 dan masa
produksi pada tahun 1992 oleh Bapak Edi Hartono.PT. Prima Indah Sanitoun berada di
Jl. K.L. Yos Sudarso No. 21 Kelurahan Cengkeh Turi Kota Binjai.Pabrik ini merupakan
salah satu pabrik closet keramik, kotak sabun keramik dan wastafel. Pabrik ini memiliki
57 orang pekerja yang terdiri dari 50 orang laki-laki dan 7 orang perempuan.
Dalam penelitian ini responden yang diambil adalah total sampling pekerja pabrik,
yakni 57 orang. Dari keseluruhan responden gambaran karakteristik yang diamati
meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama bekerja.
5.1.2.1. Umur
Data lengkap bila ditinjau dari segi umur dilihat pada tabel 5.1.
Umur Jumlah %
Jumlah 57 100
Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar pada umur 26-40 tahun
34
yaitu sebanyak 57,9 % ,kelompok umur diatas 40 tahun sebesar 28,1 %, kelompok umur
18-25 tahun sebesar 10,5 % dan terendah pada kelompok usia dibawah 18 tahun yaitu
sebesar 3,5 %.
Laki-laki 50 87,7
Perempuan 7 12,3
Jumlah 57 100
Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok terbesar adalah pada kelompok laki-
laki yaitu sebesar 87,7 % dan terendah pada kelompok perempuan yaitu sebesar 12,3 %.
SMA 25 43,9
Jumlah 57 100
35
5.1.2.4. Lama Bekerja
Data lengkap bila didistribusikan berdasarkan lama bekerja dapat dilihat pada
tabel 5.4
Jumlah 57 100
Dari tabel di atas terlihat bahwa kelompok dengan lama kerja dibawah 10 tahun
sebanyak 50,9 % dan terendah pada kelompok lama kerja diatas 10 tahun yaitu 49,1 %.
36
9 Kewajiban pekerja memakai masker 43 75,4 14 24,6
10 Penyediaan masker 52 91,2 5 8,8
Pengetahuan f %
Baik 37 64,9
Cukup 5 8,8
Kurang 15 26,3
Total 57 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori baik
memiliki persentase paling besar yaitu 64,9 %, pengetahuan kurang sebanyak 26,3 %
dan tingkat pengetahuan yang dikategorikan cukup sebesar 8,8 %.
Data lengkap distribusi frekuensi jawaban kuesioner pada variabel sikap dapat
dilihat pada tabel 5.7.
Setuju
f % f % f % f % f %
1. Penyakit yang 3 5,3 11 19,3 30 52,6 12 21,1 1 1,8
Ditimbulkan debu
2. Bekerja ditempat 3 5,3 12 21,1 27 47,4 14 24,6 1 1,8
37
banyak debu
menyebabkan
penyakit paru
3. Melindungi 4 7,0 11 19,3 31 54,4 10 17,5 1 1,8
diri dari
paparan debu
4. Memakai 5 8,8 27 47,4 17 29,8 8 14,0 0 0
masker 4x
seminggu
5. Memakai 3 5,3 12 21,1 20 35,1 17 29,8 5 8,8
masker saat
dilingkungan
pabrik
6. Tidak 2 3,5 14 24,6 28 49,1 12 21,1 1 1,8
memakai
masker
beresiko
penyakit paru
7. Sesak/batuk 3 5,3 28 49,1 22 38,6 2 3,5 2 3,5
gejala penyakit
paru
8. Saat 2 3,5 10 17,5 25 43,9 15 26,3 5 8,8
sesak/batuk,
segera berobat
kedokter/klinik
9. Menjaga 4 7,0 16 28,1 32 56,1 3 5,3 2 3,5
kesehatan
38
sangatlah
penting
10. Dilakukannya15 26,3 18 31,6 16 28,1 8 14 0 0
sosialisasi
pengetahuan
kesehatan
kerja
Berdasarkan hasil uji tersebut maka sikap terhadap penyakit paru akibat debu
dapat dikategorikan pada tabel 5.8.
Total 57 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sikap yang dikategorikan setuju memiliki
persentase 47,4%, sikap netral sebesar 45,6 %, sikap sangat tidak setuju sebesar 3,5 %,
sikap sangat setuju sebesar 1,8 % dan sikap sangat tidak setuju sebesar 1,8 %.
Distribusi frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan umur dapat
dilihat pada tabel 5.9.
39
Tabel 5.9. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan umur
Tingkat Pengetahuan
Umur Baik Cukup Kurang Total
F % F % F % F %
<18 tahun 0 0 0 0 2 100 2 100
18-25 tahun 2 33,3 1 16,7 3 50 6 100
26-40 tahun 24 72,7 2 6,3 7 21,9 33 100
>40 tahun 11 68,8 2 12,5 3 18,8 16 100
Total 37 64,9 5 8,8 % 15 26,3% 57 100
Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden paling banyak
berada pada kategori baik dengan populasi terbanyak yaitu populasi yang usia 26-40
tahun. Tingkat pengetahuan responden yang paling sedikit pada kategori cukup dengan
populasi usia 18-25 tahun sebesar 1 orang.
40
Tabel 5.11. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan
terakhir
Pendidikan
terakhir
f%f%f%f%
pendidikan terakhir SMA paling banyak pada kategori baik (84%), pendidikan
terakhir SMP paling banyak pada kategori baik (65%), pendidikan terakhir SD
paling banyak pada kategori kurang (44,4%) dan responden yang tidak bersekolah
38
41
Tabel 5.12. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan lama
bekerja
Lama
Bekerja
f%F%f%f%
lama bekerja lebih dari 10 tahun banyak berada pada kategori baik (82,1%) dan
responden yang lama bekerja kurang 10 tahun paling banyak berada dalam
Distribusi frekuensi hasil sikap berdasarkan umur dapat dilihat pada table
5.13.
Umur
42
Sikap
Setuju
STS
f%f%f%f%f%f%
18-25
tahun
0 0 3 50 3 50 0 0 0 0 6 100
26-40
tahun
43
Dari tabel 5.13. dapat dilihat bahwa sikap responden paling banyak
berada pada kategori sangat setuju yaitu populasi yang usia diatas 40 tahun, sikap
responden setuju paling banyak pada kelompok usia 26-40 tahun, sikap responden
tidak setuju pada kelompok umur 26-40 tahun dan responden dengan sikap sangat
39
Distribusi frekuensi hasil uji sikap berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
Jenis
Kelamin
Sikap
Setuju
44
STS
f%f%f%f%f%f%
Dari tabel 5.14, menunjukkan responden dengan sikap sangat setuju paling
banyak pada laki-laki yakni 1 orang, sikap responden setuju paling banyak pada
laki-laki yakni 25 orang, sikap responden netral paling banyak pada responden
laki-laki yakni sebanyak 21 orang, sikap tidak setuju paling banyak pada
kelompok laki-laki sebanyak 1 orang dan sikap sangat tidak setuju pada jenis
kelamin laki-laki yaitu 2 orang, sedangkan jenis kelamin perempuan lebiih banyak
Pendidikan
Terakhir
Sikap
45
Total SS Setuju Netral Tdk
Setuju
STS
f%f%f%f%f%f%
SMP 0 0 8 40 12 60 0 0 0 0 20 100
40
Dari tabel 5.15 menunjukkan responden dengan sikap sangat setuju paling
banyak pada responden yang berpendidikan terakhir SMA (4,0%) , sikap setuju
paling banyak pada responden dengan pendidikan terakhir SMA (64%) , sikap
netral paling banyak pada responden yang tidak sekolah yakni 66,7%, sikap
responden tidak setuju paling banyak pada responden SMA (4,0%) dan sikap
46
sangat tidak setuju pada responden dengan pendidikan terakhir SD (33,3%) .
Lama
Bekerja
Sikap
Setuju
STS
f%f%f%f%f%f%
paling banyak pada responden dengan lama kerja besar dari 10 tahun (3,6%),
47
sikap setuju paling banyak pada responden dengan lama kerja besar dari 10 tahun
(57,1%), sikap netral paling banyak pada responden yang lama bekerja kurang
dari 10 tahun (51,7%), sikap tidak setuju paling banyak pada responden dengan
lama kerja kurang dari 10 tahun (3,4%) dan sikap sangat tidak setuju paling
banyak pada responden dengan lama kerja kurang dari 10 tahun (6,9%).
41
Tingkat
Pengetahua
Sikap
Setuju
48
STS
f%f%f%f%f%f%
Dari tabel diatas terlihat bahwa pada tingkat pengetahuan baik ,responden
5.2. Pembahasan
Dari hasil analisis data, dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan pekerja
PT Prima Indah Sanitoun Kota Binjai mengenai penyakit paru akibat debu paling
tinggi.
responden didapatkan hasil bahwa mayoritas responden berada pada tahap umur
dewasa tua yaitu berkisar 26-40 tahun (tabel 5.9) .Perkembangan kognitif pada
masa dewasa tua ini adalah memiliki kemampuan berfikir kritis, memiliki
49
kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan keterampilan motorik individual
(Potter & Perry, 2009). Bila dikaitkan dengan kondisi pabrik yang menghasilkan
banyak debu dan beresiko dalam penyakit paru akibat kerja, maka dalam usia ini
dapat diasumsikan bahwa semakin cepat seseorang terpapar dengan faktor resiko
suatu penyakit, maka untuk terkena penyakit tersebut akan semakin tinggi. Hal ini
juga terkait dengan jumlah tenaga kerja yang berumur 26-40 tahun mendominasi
42
(tabel 5.10), hal ini terkait dengan kebijakan perusahaan dalam mengatur
kerja.
pendidikan terakhir (tabel 5.11) dapat dilihat bahwa mayoritas pendidikan SMA
pengetahuan baik sebanyak 84,0 % atau 21 orang. Sama halnya dengan hasil
50
pabrik kelapa sawit tentang penyakit paru akibat kerja (occupation lund disease)
Indah Sanitoun telah memiliki masa kerja yang cukup lama. Masa kerja
perusahaan (Buchari, 2007). Menurut Buchari (2007), masa kerja yang dijalani
dan kemampuan dalam bidang tertentu. Semakin lama seseorang bekerja, maka
pengetahuannya.
paling paling banyak dijawab dengan benar adalah pada pertanyaan pengetahuan
tentang tempat mereka kerja menghasilkan banyak debu yaitu sebesar 96,5 %. Hal
ini menunjukkan bahwa para responden telah mengetahui bahwa tempat mereka
kerja menghasilkan banyak debu dan sangat beresiko menyebabkan penyakit paru
banyak dijawab dengan benar, hal ini sesuai dengan kebijakan pabrik yang selalu
menyediakan masker dan mewajibkan pegawai memakai masker saat bekerja dan
51
43
adalah pada pertanyaan nomer 4 yaitu penyakit-penyakit paru akibat debu sebesar
penyakit-penyakit paru yang diakibatkan oleh debu, menurut peneliti hal ini
mungkin terjadi akibat masih kurangnya sosialisasi tentang penyakit paru akibat
5.2.2. Sikap
Dari hasil analisis data dapat dilihat bahwa tingkat sikap pekerja pabrik PT
Prima Indah Sanitoun mengenai penyakit paru kerja akibat debu berada dalam
berbagai kalangan sudah cukup baik sehingga para pekerja dapat bersikap tepat.
Dari data distribusi frekuensi sikap berdasarkan umur (tabel 5.13) terlihat
bahwa hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden adalah laki-laki, hal ini
terkait dengan kebijakan perusahaan dalam mengatur distribusi tenaga kerja yang
Dari data distribusi sikap berdasarkan jenis kelamin (tabel 5.14) terlihat
bahwa hasil analisis data menunjukkan responden pada masa dewasa tua yaitu
52
berkisar pada 26-40 tahun memiliki sikap setuju. Menurut Potter & Perry (2009),
dewasa tua merupakan usia yang memiliki tingkat kemampuan berfikir kritis,
menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek fisik dan psikologis. Faktor umur
jumlah tenaga kerja yang berumur 26-40 tahun lebih banyak yakni 33 orang.
44
adanya sumber informasi bagi sikap dan perilaku.Sumber Daya Manusia (SDA)
Dengan adanya pendidikan yang tinggi akan dapat membentuk tenaga kerja yang
lebih sadar dan mengarah pada sikap yang positif. Pendidikan yang tinggi juga
kerja karyawan lebih dari 10 tahun memiliki sikap setuju.Hal ini menunjukkan
53
para pekerja yang telah lama bekerja memiliki sikap yang jauh lebih baik dari
pada pekerja yang masa kerja dibawah 10 tahun. Menurut Buchari (2007), lama
pengetahuan kesehatan kerja yakni 26,3%. Peneliti menilai bahwa tenaga kerja
pekerja pabrik hal ini juga beriringan dengan rendahnya tingkat pengetahuan
tenaga kerja terhadap penyakit-penyakit paru akibat debu dan masih kurangnya
kesadaran pekerja untuk selalu memakai alat pelindung diri/masker saat bekerja.
5.17) dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik memiliki
sikap yang dikategorikan setuju. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
pengetahuan akan suatu objek atau stimulus memegang peranan penting dalam
pemahaman ataupun pengetahuan baik atau buruk, salah atau benarnya suatu hal
dalam penentuan sikap seseorang.Maka dari tingkat pengetahuan baik dan sikap
54
yang setuju/positif diharapkan penurunan angka kejadian penyakit paru kerja
akibat debu/pneumokoniosis.
45
BAB 6
6.1. KESIMPULAN
b) Sikap tenaga kerja pabrik keramik terhadap penyakit paru kerja akibat
55
dikategorikan netral, sebanyak 1 orang (1,8%) dikategorikan tidak setuju
penyakit paru akibat debu sebanyak 1 orang (2,7%) dengan sikap sangat
setuju dan pengetahuan baik, 22 orang (59,5) dengan sikap setuju dan
baik, 1 orang (2,7%) dengan sikap tidak setuju dan pengetahuan baik dan
6.2. Saran
tenaga kerja
56
57
DAFTAR PUSTAKA
58
Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA, editors. Textbook of Respiratory
Medicine. 4thEd.Philidelphia: Elsevier Saunders. P. 1748-82.
Demedts M, Nemey B, Elnes P., 2009. Pneumoconioses. In: Gibson GJ, Gedder
DM, Costales U, Sterk PJ, Celcin B, editors.Respiratory Medicine. 3rd
ed. London: Elsevier Science. P.675-92.
Harrianto, R., 2010. Buku Ajar Kesehatan Kerja.Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
ILO., 2000. Occupational Safety and Health Concention. Geneve: ILO(No.155).
ILO.,2006 Promotional Framework for Occupational Safety and Health
Recommendation. Geneva: ILO (No.197).
Iqbal, Chayatin, Rozikin & Supradi.,2007. Promosi Kesehatan : SebuahPengantar
Promosi Belajar Mengajar dalam Pendidikan.Jakarta :Graha Ilmu.
Kurniawidjaja, L.M., 2010. Program Perlindungan Kesehatan Respirasi di Tempat
Kerja dan Managemen Resiko Penyakit Paru Akibat Kerja. Jakarta
Kurniawidjaja, L.M., 2012. Filosofi dan konsep dasar kesehatan kerja serta
perkembangannya dalam praktik. Jakarta: Webmaster IDKI.
Mahfoedz, I. Et all., 2005. Teknik Membuat Alat Ukur untuk Penelitian Bidang
Kesehatan. Jakarta: Fitramaya.
Mangunnegoro H., 2003. Diagnosis dan Penilaian Cacat Pada Penyakit Paru
Kerja.Dalam : Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena
Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Edisi Kedua.Jakarta; Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (BK3N); 11126.
Ngurah Rai IB., 2010. Pneumokoniosis. Patogenesis dan Ganguuan Fungsi In:
Abdullah A,Patau J, Susilo HJ, Saleh K, Tabri NA, Mappangara, et al.
Naskah lengkap pertemuan ilmiah khusus (PIK) X Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. Makassar:Sub-bagian paru Bagian Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. p. 183-216.
59
Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S., 2005. Metodelogi Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Pudjiastuti, W., 2009.Debu Sebagai Bahan Pencemaran yang Membahayakan
Kesehatan Kerja.
Rampai, B., 2010. Penyakit Paru Kerja dan Lingkungan.Jakarta; Balai Penerbit
FKUI.
Suma’mur, PK., 2011. Penyakit Akibat Kerja dan Cacat yang
Diakibatkannya.Proceeding Seminar Penyegaran dan Penambahan Ilmu
Kedokteran /Kesehatan Kerja;2006 18 Maret; Jakarta.
Suma’mur, PK., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. C. V. Sagung
Seto. Jakarta.
60