Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

1. A.

RRA (RAPID RURAL APPRAISAL)

1. 1. Penjelasan Umum

RRA (Rapid Rural Appraisal), dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Pengenalan Pedesaan
dalam waktu singkat merupakan suatu metode yang termasuk baru. Metode ini berkembang di akhir
dekade 70-an.

Sebagai metode baru, RRA dirancang terutama untuk tim yang berbeda disiplin ilmu, guna dipakai
untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi atau data dalam jangka waktu yang singkat. Dengan
metode ini, tim dapat menganalisis dan menarik kesimpulan lebih komprehensif. Metode penelitian
ini pada prakteknya tidak perlu harus terlalu fokus pada sampel yang representati, tetapi lebih
mengutamakan pemahaman tentang realita sosial dan ekonomi berkaitan dengan bio-fisik suatu
daerah atau masyarakat. Disamping jawaban atas suatu masalah dapat diperoleh dalam waktu singkat
dan biaya murah tapi juga secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam pelaksanaan RRA ada tiga tahap berurutan yang harus dilalui, yaitu:
– Sebelum ke lapangan

– Di lapangan

– Setelah dari lapangan guna melengkapi persyaratan yang telah diuraikan sebelumnya.

1. 2. Keunggulan dan Kelemahan

Keunggulan dalam metode RRA adalah sebagai berikut :

1. Waktu cepat, biaya murah dan hasil tidak bias

2. Dapat melayani policy makers yang ingin memutuskan suatu hal dengan segera dan mereka
memerlukan informasi terakhir sebelum keputusan tersebut diambil

3. Mampu memonitor dan mengevaluasi proyek atau program pembangunan

4. Mampu melakukan identifikasi dan mendiagnosa masalah atau isu baik dibidang penelitian
maupun perencanaan

5. Dapat membantu dalam pemecahan cara penyebaran tekhnologi (terutama karena kendala
sosial dan ekonomi) dan bagaimana mengakomodasi keinginan masyarakat sebagai pengguna
tekhnologi.
6. Mampu memahami suatu permasalahan atau isu dengan perspektif lintas disiplin

7. Data membantu dalam menginterprestasikan data kuantitatif yang telah dikumpulkan


sebelumnya. Jumlah data yang banyak dan sulit dihubungkan satu dengan lainnya, dapat
dipecahkan dengan metode RRA.

Kelemahan dalam metode RRA adalah sebagai berikut :

1. Metode sampling diabaikan

2. Reliabilitas dan validitas informasi dikumpulkan secara cepat. Yang lebih menonjol adalah
expert judgement peneliti.

3. Tidak mampu mengungkapkan data kuantitatif

4. Banyak pengambil kebijakan lebih tertarik dengan data konkret, misalnya suatu tekhnologi
telah diadopsi masyarakat sebesar 70%, daripada informasi tentangadopsi
tekhnologi meningkat.

1. 3. Contoh Aplikasi

Contoh penggunaan metode RRA seperti yang dilakukan oleh Sosekling SDA (2011) Uji Model
Perencanaan Sosial – Ekonomi Penggunaan Air Irigasi Secara Hemat. Kegiatan ini bertujuan untuk
penyempurnakan konsep pedoman rekayasa sosial irigasi hemat air yang sebelum dipergunakan
sebagai pedoman atau petunjuk teknis untuk keperluan percepatan pengelolaan irigasi hemat air.

Kegiatan ini dikategorikan sebagai bagian dari penelitian kebutuhan masyarakat (participatory
research) dan penelitian kebijakan. Penelitian partisipasi dan kebijakan adalah penelitian semi-formal
sehingga tidak terfokus pada sampling yang kaku dan daftar pertanyaan yang terpola, lebih fleksibel
yaitu dapat berubah segera bila tidak sesuai dengan situasi di lapangan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, karena akan melakukan lebih banyak interaktif dengan
fakta yang akan diteliti, instrumentnya adalah peneliti yang dapat menyesuaikan dengan lingkungan
penelitian, sehingga peneliti mampu menangkap fenomena dan keakuratan informasi, pengumpulan
data lebih menekankan kepada wawancara dan observasi, mengembangkan / menciptakan dan
menemukan konsep yang barangkali belum ada /menciptakan kesimpulan dibuat berdasarkan
interpretasi data oleh peneliti.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode RRA (Rapid Rural Appraisal) dan
metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Penggunaan metode RRA karena Tim Peneliti Balai Sosial-
Ekonomi bidang Sumber Daya Air berkeinginan memperoleh informasi secara cepat dalam
pemahaman suatu masalah serta mencari pemecahannya dan digunakan untuk penelitian di
pedesaan, khususnya dalam Uji Coba Perencanaan Sosial-Ekonomi Penggunaan Air Irigasi Secara
Hemat.

1. B. PRA (PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL)

1. 1. Penjelasan Umum

Secara harfiah PRA (Participatory Rural Appraisal) diartikan sebagai “Penilaian/Pengkajian/Penelitian


(Keadaan) Desa Secara Partisipatif” Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah
penilaian/pengkajian/penelitiaan keadaan desa secara partisipatif. Maka dari itu, metode PRA adalah
cara yang digunakan dalam melakukan pengkajian/penilaian/penelitian untuk memahami keadaa
atau kondisi desa/wilayah/lokalitas tertentu dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Definisi lain
menyatakan bahwa PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong masyarakat di
suatu desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka
mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan.

Proses PRA lebih menitik beratkan pada gaya situasi ekletik (orang luar yang datang dan belajar
dengan rendah hati) daripada sebuah metode yang dilakukan, PRA diselenggarakan terbaik oleh
perwakilan lokal (diciptakan oleh komunitas yang memiliki pengetahuan lokal dan mempromosikan
pemberdayaan.

Ada sejumlah asumsi yang mendasari metode PRA untuk dipelajari dalam upaya pemecahan masalah
yang dihadapi masyarakat yang bersangkutan, yaitu : (1) pengetahuan, nilai-nilai, serta cara-cara
tradisional sangat cocok bagi masyarakat karena sesuai dengan lingkungan dan kondisi tertentu. (2)
Masyarakat tradisional, pedesaan, komuniti, umumnya tidak homogen. Perbedaan tersebut tidak
jarang disertai dengan perbedaan kepentingan di antara mereka. (3) Heterogenitas di dalam
masyarakat juga berarti heterogenitas kelas (miskin, menengah, kaya) sehingga dibutuhkan
pemahaman tentang pola-pola hubungan kekuatan yang terjadi di antara kelas dalam masyarakat agar
tidak terjadi ketegangan dan konflik baru. (4) Belajar dari masyarakat, namun perlu juga analisis dari
peneliti dengan keahlian di bidang tertentu. (5) Keterlibatan semua pihak di dalam kelompok
masyarakat merupakan suatu hal penting di dalam proses PRA dengan asumsi bahwa melalui
keterlibatan masing-masing kelompok dapat menyalurkan kepentingan dan permasalahannya.
Robert Chambers adalah orang yang mengembangkan metode PRA, menyatakan bahwa metode dan
teknik dalam PRA terus berkembang, sehingga sangat sulit untuk memberikan definisi final tentang
PRA. Menurutnya PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan
kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri dengan catatan : (1)
Pengertian belajar, meliputi kegiatan menganalisis, merancang dan bertindak; (2) PRA lebih cocok
disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (bersifat jamak) daripada metode dan
pendekatan (bersifat tunggal); dan (3) PRA memiliki beberapa teknik yang bisa kita pilih, sifatnya selalu
terbuka untuk menerima cara-cara dan metode-metode baru yang dianggap cocok.

PRA mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendeknya adalah
Menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan
praktis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan
sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran.

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penggunan metode PRA. Prinsip-prinsip
tersebut adalah :

1. Mengutamakan Yang Terabaikan: Prinsip ini memiliki makna keberpihakan terhadap


masyarakat yang terabaikan, termarjinalisasikan, mungkin tertindas atau terlindas oleh
struktur. Sekelompok masyarakat seperti ini tidak boleh diabaikan oleh sekelompok
masyarakat yang lain. Dalam masyarakat nelayan misalnya, bagaimanapun masyarakat
nelayan memiliki tipologi seperti nelayan besar dan kecil atau ada majikan dan anak buah
kapal. Dalam sebuah kelompok bagaimana menseimbangkan kedudukan antarmereka dalam
sebuah kelompok sehingga mereka memiliki akses yang sama dalam hak. Golongan inilah yang
paling memerlukan peningkatan dalam taraf hidup mereka sebab golongan ini biasanya
adalah golongan masyarakat yang miskin secara ekonomi, meski mereka belum tentu miskin
dalam pengalaman dan pengetahuan.

A. Penguatan Masyarakat : Penguatan masyarakat memiliki makna bahwa masyarakat


memiliki kemampuan tidak hanya ekonomi akan tetapi juga sosial politik. Artinya,
kekuatan ekonomi memungkinkan masyarakat tidak tergantung dengan orang luar,
sedang kemampuan sosial politik memungkinkan masyarakat mampu membela
haknya. Para kelompok nelayan harus kuat secara kelembagaan yang memberikan
kekuatan secara ekonomi maupun politis. Selain itu mereka juga memiliki
kemampuan untuk mengelola lingkungannya tanpa intervensi orang luar, bahkan
mereka mampu mengadakan tawar menawar dengan orang luar. Dengan
kemampuan ini mereka memiliki peluang, dan kontrol terhadap lingkungan serta
mampu memberikan pertimbangan terhadap orang luar jika mereka mengarah pada
proses perusakan lingkungan dari usaha mereka.

B. Masyarakat sebagai pelaku, orang luar sebagai fasilitator: Posisi orang luar hanya
sebagai fasilitator artinya mereka mendorong proses perubahan secara partisipatif
yang bersumber dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Ada kalanya seorang fasilitator
juga menjadi mediator terhadap kejadian konflik yang berlangsung dalam
masyarakat. Peran fasilitator sebagai motivator adalah untuk mendorong semangat
masyarakat untuk bekerja sama karena ada pengakuan eksistensi dari orang luar.
Masyarakat sebagai pelaku dalam pembangunan memiliki arti bahwa mulai dari
mengidentifikasi masalah sampai dengan prencanaan kegiatan dan imlementasinya
dilakukan oleh masyarakat. Ada kelemahan dari masyarakat pada umumnya yakni
mereka tidak memiliki jaringan sosial yang luas, terutama jaringan kerjasama dengan
kelompok lain yang lebih luas sebagai kesatuan komunitas. Kalau hal ini ada hanyalah
dilakukan oleh individu individu tertentu yang bukan menjadi asetnya kelompok.
Fasilitaor dapat mengambil peran ini yakni sebagai orang berusaha
menghubungankan antarmasyarakat dengan orang luar yang diperlukan. Misalnya,
ketika para nelayan terjebek oleh tengkulak sehingga terpaksa mereka menjual hasil
tangkapan dengan harga rendah, maka fasilitator bisa menghubungkan dengan
pedagang alternatif untuk mengangkat nasib mereka.

C. Saling Berlajar dan Menghargai Perbedaan: Prinsip ini lebih mengutamakan hubungan
antar orang luar yang berperan sebagai fasilitator dengan kelompok masyarakat yang
difasilitasinya. Orang luar yang memfasilitasi kelompok nelayan perlu mengerti
kebudayaan dan cara berfikir masyarakat setempat. Dengan cara ini seorang
fasilitator atau orang luar berusaha belajar terhadap lingkungan setempat yang
kemungkinan besar ada hal yang tidak terpikrkan oleh orang luar, akan tetapi hal itu
muncul sebagai teknologi maupun pengetahuan lokal. Pada tingkat ini ada prinsip
bahwa kelompok masyarakat belajar dengan orang luar dan sebaliknya. Kemampuan
untuk memahami perbedaan ini lah menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh para
fasilitator atau orang luar.

D. Santai dan informal : Kegiatan yang dilakukan baik orang luar bekerja sama dengan
masyarakat setempat maupu antar masyarakat setempat adalah memerlukan situasi
santai, tidak formal, luwes dan fleksibel. Situasi ini sangat umum berlangsung dalam
kelompok nelayan, petani dan seterusnya. Beginilah pada umumnya suasana desa
nelayan atau pedalaman itu berlangsung. Melalui suasana informal seperti ini semua
persoalan dapat diungkapkan dengan baik meskipun sering kali juga ada perbedaan
pandangan antaranggota masyarakat. Kedatangan orang luar sering disambut dengan
sikap formal masyarakat yang seringkali menjadi kaku. Fasilitator harus mampu
membuat suasana santai informal dan akrab dengan masyarakat.

E. Trianggulasi : Prinsip ini lebih berhubungan dengan perolehan informasi. Adakalanya


informasi yang dikemukakan oleh individu ada kemungkinan tidak dibenarkan
menurut kelompok. Ada kemungkinan juga informasi yang diberikan kelompok tidak
cocok dengan realitas. Oleh sebab itu prinsip trianggulasi merupakan tindakan untuk
mengontrol sumber informasi. Dalam masyarakat nelayan misalnya kalau juragan
mengemukakan informasi maka tingkat subyektivitasnya juga tinggi mana kala
berkenaan dengan kepentingan para juragan itu. Demikian juga dengan kelompok
yang lain. Karena sumber informasi itu banyak maka kebenaran informasi itu perlu
dicari melalui berbagai pihak dengan cara cross check.

F. Optimalisasi Hasil : Optimalisasi hasil sangat berkaitan dengan informsi yang


dikumpulkannya. Karena banyaknya informasi yang dikumpulkan seringkali informasi
itu sulit dianalisis. Oleh sebab itu dalam hal seperti ini para pemandu atau fasilitator
perlu mengajak mereka untuk mengklasifikasikan secara bersama sama informasi
yang telah diperolehnya. Ada baiknya bahwa informasi yang dikumpulkan adalah
sangat erat kaitanya dengan masalah yang ingin dipecahkan secara bersama sama
sehingga informasi yang dikumpulkan sangat optimal. Banyaknya informasi bukan
berarti buruk akan tetapi banyaknya informasi jangan sampai mengganggu
pencapaian tujuan.

G. Orientasi praktis : Artinya bahwa program program yang dikembangkan dengan


metode PRA ini lebih berorientasi pada pemecahan masalah secara praktis. Misalnya
saja apa yang menjadi masalah nelayan, potensi (kemampuan manusia atau
kelompok untuk mengerakkan perubahan) apa yang dimiliki, tersedianya potensi
pendukung lain atau tidak, yang kemungkinan berada pada kelompok lain atau
daerah lain, ada tidaknya sumber yang dimiliki dan program program yang dirancang
memecahkan kebutuhan banyak pihak atau tidak.

H. Keberlanjutan : Dalam kehidupan masyarakat masalah ekonomi itu berkembang


terus, artinya selama manusia itu ada maka masalah tidak pernah akan selesai. Oleh
karenannya program yang dirancang oleh masyarakat untuk memecahkan persoalan
mereka adalah berkesinambungan dan memungkinkan mengantisipasi munculnya
masalah dikemudian hari.

I. Belajar dari kesalahan. Dalam PRA kesalahan itu wajar dan sangat manusiawi, oleh
sebab itu perencanaan program jangan terlalu sulit sehingga masyarakat tidak
mampu memenuhinya. Dalam menyusun kegiatan bukan juga hal yang bersifat coba
coba akan tetapi telah mempertimbangkan banyak hal termasuk tentang kesalahan.

J. Terbuka : Dalam PRA sangat memungkinkan ketidak sempurnaan oleh sebab itu
keterbukaan atas tanggapan orang lain terhadap kegiatan PRA ini sangat positif sebab
disadari bahwa disetiap metode tidak pernah ada yang berlangsung dengan
sempurna.

PRA yang dikembangkan oleh Robert Chambers lebih ditujukan untuk ”orang luar”, bagaimana
seharusnya ”orang luar”, yang membantu masyarakat untuk mengembangkan dirinya, mendudukkan
posisinya ditengah tengah masyarakat. ”Orang luar” ini bisa para pegawai pemerintah, anggota LSM,
orang orang Perguruan Tinggi dan lain-lain. PRA itu sendiri menurutnya adalah metode yang
mendorong masyarakat pedesaan/pesisir untuk turut serta meningkatkan pengetahuan dan
menganalisa kondisi mereka sendiri, wilayahnya sendiri yang berhubungan dengan hidup mereka
sehari hari agar dapat membuat rencana dan tidakan yang harus dilakukan, dengan cara pendekatan
berkumpul bersama.

Pengkajian desa dalam PRA meliputi :

1. Persipan Kajian (Keadaan Desa) Tahap ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu

– Kunjungan persiapan dan pengakraban (sosialisasi)

– Penyelesaian prosedur dan perijinan

– Pembentukan tim PRA

– Pengkajian data sekunder

– Penyusunan desain PRA (Rancangan PRA)

– Penyajian rancangan PRA dan perbaikan (revisi)

– Persiapan-persiapan praktis

1. Pelaksanaan kajian. Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah


– Kedatangan tim PRA ke lokasi

– Pembahasan kembali maksud dan tujuan

– Peleburan sosialisali ulang

– Pengumpulan informasi

1. 2. Keunggulan dan Kelemahan

Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan PRA. Keunggulan PRA adalah sebagai berikut :

1. Melibatkan seluruh kelompok masyarakat.

2. Keikutsertaan masyarakat miskin

3. Rasa tanggung jawab masyarakat akan keberlangsungan program lebih besar.

4. Melibatkan gender pada program

5. Melibatkan seluruh kelompok masyarakat.

6. Keikutsertaan masyarakat miskin

7. Rasa tanggung jawab masyarakat akan keberlangsungan program lebih melibatkan seluruh
kelompok masyarakat

8. Keikutsertaan masyarakat miskin

9. Rasa tanggung jawab masyarakat akan keberlangsungan program lebih besar.

10. Melibatkan gender pada program

11. Cocok diterapkan dimana saja

Kelemahan PRA adalah sebagai berikut:

1. Tidak semua fasilitator program memiliki kemampuan yang baik dalam memfasilitasi
masyarakat.

2. Pendekatan PRA identik dengan rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, dan musyawarah-


musyawarah yang sifatnya umum.

3. Sebagian fasilitator belum terampil dalam memfasilitasi pengolahan dan analisis informasi.
1. 3. Contoh Aplikasi

Salah satu contoh penelitian yang menggunakan metode PRA adalah “Gambaran Penerapan PRA
Dalam Penyelenggaraan Program Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD) di
Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan”. Tahapan penelitian ini adalah :

1. Proses pemetaan masalah dan potensi

2. Musyawarah desa pembahasan hasil pemetaan masalah dan potensi

3. Identifikasi dan penetapan tempat kegiatan program PPAUD

4. Identifikasi dan pemilihan tim pengelola kegiatan, calon pendidik dan tenaga PPAUD

5. Identifikasi dan perencanaan kegiatan

6. Musyawarah desa pembahasan draft rencana kegiatan masyarakat

1. C. FGD (FOCUS GROUP DISCUSSION)

1. 1. Penjelasan Umum

Diskusi kelompok terarah atau Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan
informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompk (Irwanto, 1998).
Menurut Henning dan Coloumbia (1990), diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari
sekelompok kecil orang yang dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator yang secara halus
mendorong peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting
yang berhungan dengan topik diskusi saat itu. Interaksi diantara peserta merupakan dasar untuk
memperoleh informasi. Peserta mempunayi kesempatan yang sama untuk mengajukan dan
memberikan pernyataan, menanggapi, komentar maupun mengajukan pertanyaan.

Sumber lain menyatakan bahwa FGD secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang
dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu. Irwanto (2006: 1-
2) mendefinisikan FGD sebagai suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis
mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.

Sesuai namanya, pengertian Focus Group Discussion mengandung tiga kata kunci: a. Diskusi (bukan
wawancara atau obrolan); b. Kelompok (bukan individual); c. Terfokus/Terarah (bukan bebas).
Artinya, walaupun hakikatnya adalah sebuah diskusi, FGD tidak sama dengan wawancara, rapat, atau
obrolan beberapa orang di kafe-kafe. FGD bukan pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk
membicarakan suatu hal. Banyak orang berpendapat bahwa FGD dilakukan untuk mencari solusi atau
menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang dilakukan ditujukan untuk mencapai kesepakatan
tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta, padahal aktivitas tersebut
bukanlah FGD, melainkan rapat biasa. FGD berbeda dengan arena yang semata-mata digelar untuk
mencari konsensus

Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal sebagai Focus Group Discussion (FGD) saat ini sangat
populer dan banyak digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian sosial.
Pengambilan data kualitatif melalui FGD dikenal luas karena kelebihannya dalam memberikan
kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami
persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki informan. FGD memungkinkan peneliti dan informan
berdiskusi intensif dan tidak kaku dalam membahas isu-isu yang sangat spesifik. FGD juga
memungkinkan peneliti mengumpulkan informasi secara cepat dan konstruktif dari peserta yang
memiliki latar belakang berbeda-beda. Di samping itu, dinamika kelompok yang terjadi selama
berlangsungnya proses diskusi seringkali memberikan informasi yang penting, menarik, bahkan
kadang tidak terduga.

Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer maupun sekunder. FGD
berfungsi sebagai metode primer jika digunakan sebagai satu-satunya metode penelitian atau metode
utama (selain metode lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD sebagai metode
penelitian sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang bersifat kuantitatif dan atau
sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini, baik berkedudukan sebagai metode primer atau
sekunder, data yang diperoleh dari FGD adalah data kualitatif.

Di luar fungsinya sebagai metode penelitian ilmiah, Krueger & Casey (2000: 12-18) menyebutkan, FGD
pada dasarnya juga dapat digunakan dalam berbagai ranah dan tujuan, misalnya (1) pengambilan
keputusan, (2) needs assesment, (3) pengembangan produk atau program, (4) mengetahui kepuasan
pelanggan, dan sebagainya.

FGD dengan tujuan digunakan untuk metode penelitian sosial perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut :

1. Peneliti ingin memperoleh informasi mendalam tentang tingkatan persepsi, sikap, dan
pengalaman yang dimiliki informan.

2. Peneliti ingin memahami lebih lanjut keragaman perspektif di antara kelompok atau kategori
masyarakat.
3. Peneliti membutuhkan informasi tambahan berupa data kualitatif dari riset kuantitatif yang
melibatkan persoalan masyarakat yang kompleks dan berimplikasi luas.

4. Peneliti ingin memperoleh kepuasan dan nilai akurasi yang tinggi karena mendengar pendapat
langsung dari subjek risetnya.

FGD harus dipertimbangkan untuk tidakdigunakan sebagai metode penelitian sosial jika:

1. Peneliti ingin memperoleh konsensus dari masyarakat/peserta

2. Peneliti ingin mengajarkan sesuatu kepada peserta

3. Peneliti akan mengajukan pertanyaan “sensitif” yang tidak akan bisa di-share dalam sebuah
forum bersama kecuali jika pertanyaan tersebut diajukan secara personal antara peneliti dan
informan.

4. Peneliti tidak dapat meyakinkan atau menjamin kerahasiaan diri informan yang berkategori
“sensitif”.

5. Metode lain dapat menghasilkan kualitas informasi yang lebih baik

6. Metode lain yang lebih ekonomis dapat menghasilkan informasi yang sama.

Ada tiga alasan perlunya melakukan FGD, yaitu alasan filosofis, metodologis, dan praktis.

1. Alasan Filosofis

 Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan sumber informasi dari berbagai latar
belakang pengalaman tertentu dalam sebuah proses diskusi, memberikan perspektif yang
berbeda dibanding pengetahuan yang diperoleh dari komunikasi searah antara peneliti
dengan responden.

 Penelitian tidak selalu terpisah dengan aksi. Diskusi sebagai proses pertemuan antarpribadi
sudah merupakan bentuk aksi .

1. Alasan Metodologis

 Adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei
atau wawancara individu karena pendapat kelompok dinilai sangat penting.

 Untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu relatif singkat.
 FGD dinilai paling tepat dalam menggali permasalahan yang bersifat spesifik, khas, dan lokal.
FGD yang melibatkan masyarakat setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling
sesuai.

1. Alasan Praktis

 Penelitian yang bersifat aksi membutuhkan perasaan memiliki dari objek yang diteliti-
sehingga pada saat peneliti memberikan rekomendasi dan aksi, dengan mudah objek
penelitian bersedia menerima rekomendasi tersebut.

Menurut Koentjoro (2005: 7), kegunaan FGD di samping sebagai alat pengumpul data adalah sebagai
alat untuk meyakinkan pengumpul data (peneliti) sekaligus alat re-check terhadap berbagai
keterangan/informasi yang didapat melalui berbagai metode penelitian yang digunakan atau
keterangan yang diperoleh sebelumnya, baik keterangan yang sejenis maupun yang bertentangan.

1. 2. Keunggulan dan Kelemahan

Keunggulan metode FGD adalah :

1. Mampu berinteraksi langsung dengan responden sehingga dapat mengklarisifikasi data dan respons
yang diperoleh sebelumnya

2. Memperoleh data dalam skala yang luas dan mendalam

3. Mampu membangkitkan reaksi responden dan menciptakan respons bagi anggota kelompok yang
lain

4. Sangat fleksibel

5. Menjadi suatu “research tools”

1. Hasilnya dapat dipahami dengan mudah

A. Mampu menyediakan data dari suatu kelompok masyarakat dengan lebih cepat dan
murah

FGD memiliki beberapa kelemahan, di antaranya:

1. FGD tidak dapat digunakan untuk tujuan kuantitatif, misalnya tes hipotesis atau penemuan-
penemuan umum untuk lingkup yang luas, yang memerlukan penelitian-penelitian yang lebih
teliti dan rumit.
2. Dalam permasalahan sebuah topic yang sangat sensitive anggota kelompok dapat ragu-ragu
dalam mengungkapkan perasaanya dan pengalamannya secara bebas. Misalnya perilaku
seksual atau HIV AIDS yang dialaminya.

A. 3. Pelaksanaan FGD

Sebagai sebuah metode penelitian, pelaksanaan FGD memerlukan perencanaan matang dan tidak
asal-asalan. Untuk itu diperlukan beberapa persiapan sebagai berikut: 1) Membentuk Tim; 2) Memilih
Tempat dan Mengatur Tempat; 3) Menyiapkan Logistik; 4 Menentukan Jumlah Peserta; dan 5)
Rekruitmen Peserta.

1) Membentuk Tim

Tim FGD umumnya mencakup:

1. Moderator, yaitu fasilitator diskusi yang terlatih dan memahami masalah yang dibahas serta
tujuan penelitian yang hendak dicapai (ketrampilan substantif),serta terampil mengelola
diskusi (ketrampilan proses).

2. Asisten Moderator/co-fasilitator, yaitu orang yang intensif mengamati jalannya FGD, dan ia
membantu moderator mengenai: waktu, fokus diskusi (apakah tetap terarah atau keluar
jalur), apakah masih ada pertanyaan penelitian yang belum terjawab, apakah ada peserta FGD
yang terlalu pasif sehingga belum memperoleh kesempatan berpendapat.

3. Pencatat Proses/Notulen, yaitu orang bertugas mencatat inti permasalahan yang didiskusikan
serta dinamika kelompoknya. Umumnya dibantu dengan alat pencatatan berupa satu unit
komputer atau laptop yang lebih fleksibel.

4. Penghubung Peserta, yaitu orang yang mengenal (person, medan), menghubungi, dan
memastikan partisipasi peserta. Biasanya disebut mitra kerja lokal di daerah penelitian.

5. Penyedia Logistik, yaitu orang-orang yang membantu kelancaran FGD berkaitan dengan
penyediaan transportasi, kebutuhan rehat, konsumsi, akomodasi (jika diperlukan), insentif
(bisa uang atau barang/cinderamata), alat dokumentasi, dll.

6. Dokumentasi, yaitu orang yang mendokumentasikan kegiatan dan dokumen FGD: memotret,
merekam (audio/video), dan menjamin berjalannya alat-alat dokumentasi,
terutama perekam selama dan sesudah FGD berlangsung.
7. Lain-lain jika diperlukan (tentatif), misalnya petugas antar-jemput, konsumsi, bloker (penjaga
“keamanan” FGD, dari gangguan, misalnya anak kecil, preman, telepon yang selalu berdering,
teman yang dibawa peserta, atasan yang datang mengawasi, dsb)

2) Memilih dan Mengatur Tempat

Pada prinsipnya, FGD dapat dilakukan di mana saja, namun seyogianya tempat FGD yang dipilih
hendaknya merupakan tempat yang netral, nyaman, aman, tidak bising, berventilasi cukup, dan bebas
dari gangguan yang diperkirakan bisa muncul (preman, pengamen, anak kecil, dsb). Selain itu tempat
FGD juga harus memiliki ruang dan tempat duduk yang memadai (bisa lantai atau kursi). Posisi duduk
peserta harus setengah atau tiga perempat lingkaran dengan posisi moderator sebagai fokusnya. Jika
FGD dilakukan di sebuah ruang yang terdapat pintu masuk yang depannya ramai dilalui orang, maka
hanya moderator yang boleh menghadap pintu tersebut, sehingga peserta tidak akan terganggu oleh
berbagai “pemandangan” yang dapat dilihat diluar rumah. Jika digambarkan, layout ruang diskusi
dapat dilihat sebagai berikut:

3) Menyiapkan Logistik

Logistik adalah berbagai keperluan teknis yang dipelukan sebelum, selama, dan sesudah FGD
terselenggara. Umumnya meliputi peralatan tulis (ATK), dokumentasi (audio/video), dan kebutuhan-
kebutuhan peserta FGD: seperti transportasi; properti rehat: alat ibadah, konsumsi (makanan kecil
dan atau makan utama); insentif; akomodasi (jika diperlukan); dan lain sebagainya.

Insentif dalam penyelenggaraan FGD adalah suatu hal yang wajar diberikan. Selain sebagai strategi
untuk menarik minat peserta, pemberian insentif juga merupakan bentuk ungkapan terima kasih
peneliti karena peserta FGD bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk mencurahkan
pendapatnya dalam FGD. Jika perlu, sejak awal, dicantumkan dalam undangan mengenai intensif apa
yang akan mereka peroleh jika datang dan aktif dalam FGD. Mengenai bentuk dan jumlahnya tentu
disesuaikan dengan sumberdaya yang dimiliki peneliti. Umumnya insentif dapat berupa sejumlah uang
atau souvenir (cinderamata).

4). Jumlah Peserta

Dalam FGD, jumlah perserta menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Menurut beberapa
literatur tentang FGD (lihat misalnya Sawson, Manderson & Tallo, 1993; Irwanto, 2006; dan Morgan
D.L, 1998) jumlah yang ideal adalah 7 -11 orang, namun ada juga yang menyarankan jumlah peserta
FGD lebih kecil, yaitu 4-7 orang (Koentjoro, 2005: 7) atau 6-8 orang (Krueger & Casey, 2000: 4). Terlalu
sedikit tidak memberikan variasi yang menarik, dan terlalu banyak akan mengurangi kesempatan
masing-masing peserta untuk memberikan sumbangan pikiran yang mendalam. Jumlah peserta dapat
dikurangi atau ditambah tergantung dari tujuan penelitian dan fasilitas yang ada.

5). Rekruitmen Peserta: Homogen atau Heterogen?

Tekait dengan homogenitas atau heterogenitas peserta FGD, Irwanto (2006: 75-76) mengemukakan
prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Pemilihan derajat homogenitas atau heterogenitas peserta harus sesuai dengan tujuan awal
diadakannya FGD.

2. Pertimbangan persoalan homogenitas atau heterogenitas ini melibatkan variabel tertentu


yang diupayakan untuk heterogen atau homogen. Variabel sosio-ekonomi atau gender boleh
heterogen, tetapi peserta itu harus memahami atau mengalami masalah yang didiskusikan.
Dalam mempelajari persoalan makro seperti krisis ekonomi atau bencana alam besar, FGD
dapat dilakukan dengan peserta yang bervariasi latar belakang sosial ekonominya, tetapi
dalam persoalan spesifik, seperti perkosaan atau diskriminasi, sebaiknya peserta lebih
homogen.

3. Secara mendasar harus disadari bahwa semakin homogen sebenarnya semakin tidak perlu
diadakan FGD karena dengan mewawancarai satu orang saja juga akan diperoleh hasil yang
sama atau relatif sama.

4. Semakin heterogen semakin sulit untuk menganalisis hasil FGD karena variasinya terlalu
besar.

5. Homogenitas-heterogenitas tergantung dari beberapa aspek. Jika jenis kelamin, status sosial
ekonomi, latar belakang agama homogen, tetapi dalam melaksanakan usaha kecil heterogen,
maka kelompok tersebut masih dapat berjalan dengan baik dan FGD masih dianggap perlu.

6. Pertimbangan utama dalam menentukan homogenitas-heterogenitas adalah ciri-ciri mana


yang harus/boleh/tidak boleh heterogen dan ciri-ciri mana yang harus/boleh/tidak boleh
homogen.

Analisis data dan Penulisan Laporan FGD adalah tahap akhir dari kerja keras peneliti. Langkah-
langkahnya dapat ditempuh sebagai berikut:

1. Mendengarkan atau melihat kembali rekaman FGD

2. Tulis kembali hasil rekaman secara utuh (membuat transkrip/verbatim)

3. Baca kembali hasil transkrip


4. Cari mana masalah-masalah (topik-topik) yang menonjol dan berulang-ulang muncul dalam
transkrip, lalu kelompokan menurut masalah atau topik. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan oleh dua
orang yang berbeda untuk mengurangi “bias” dan “subjektifitas”. Pengkategorian bisa juga dilakukan
dengan mengikuti Topik-topik dan subtopik dalam Panduan diskusi. Jangan lupa merujuk catatan yang
dibuat selama proses FGD berlangsung.

5. Karena berhubungan dengan kelompok, data-data yang muncul dalam FGD biasanya mencakup:

a. Konsensus

b. Perbedaan Pendapat

c. Pengalaman yang Berbeda

d. Ide-ide inovatif yang muncul, dan sebagainya.

6. Buat koding dari hasil transkripsi menurut pengelompokan masalah/topik

Setelah pekerjaan di atas selesai, baru hasilnya dituliskan atau dilaporkan dengan cara berikut:

1. Tuliskan topik-topik/masalah-masalah yang ditemukan dari hasil FGD. Setelah itu tuliskan juga
“kutipan-kutipan langsung” (apa kata orang yang berdiskusi) mengenai masalah tersebut

2. Bahas topik-topik atau masalah-masalah yang diungkapkan bersama tim peneliti. Lakukan
topik demi topik, sampai semua topik/masalah penting selesai dilaporkan dan dibahas.

Tidak boleh dilupakan, keseluruhan laporan FGD harus memuat poin-poin berikut ini: (a) identitas
subjek (untuk kasus tertentu diperlukan deskripsi subjek, bisa ditulis dalam lampiran); (b) tujuan FGD;
(c) bentuk FGD; (d) waktu FGD; (e) tempat berlangsungnya FGD; (f) alat bantu dalam FGD; (g) berapa
kali dilakukan FGD; (h) tema-tema atau temuan penting dalam FGD, (i) kendala-kendala selama proses
FGD; (j) pemahaman-pemaknaan FGD; dan (k) pembahasan hasil FGD.

1. 4. Contoh Aplikasi

Contoh penggunaan FGD oleh LP3S dalam melakukan Studi Baseline Kualitatif PNPM Mandiri
Pedesaan yang dilakukan di beberapa desa dan kecamatan di tiga propinsi yaitu Jawa Timur, Sulawesi
Tenggara dan Sumatra Barat. Secara khusus, studi ini bertujuan untuk:

1. Mendokumentasikan keadaan lapangan terkait dengan tujuan dan prinsip PNPM Mandiri
Perdesaan sebelum proyek dilaksanakan di lokasi perlakuan dan lokasi kontrol.
2. Memahami penyebab utama dan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi ini maupun
kemungkinannya dalam mempengaruhi pelaksanaan dan hasilan proyek.

Pendekatan dalam pengumpulan data yang akan digunakan dalam studi ini mencakup tiga metoda:
(1) wawancara semi terstruktur dengan informan kunci dan masyarakat awam, (2) Focus Group
Discussions (FGD) dan (3) observasi. Jumlah responden studi di tiap-tiap desa sekitar 18 orang untuk
wawancara mendalam, dan 40 orang untuk FGD dalam 2 kelompok laki-laki dan 2 kelompok
perempuan. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Anggota FGD sesuai dengan pendapatnya
Sawson, Manderson & Tallo, 1993; Irwanto, 2006; dan Morgan D.L, 1998) bahwa jumlah peserta FGD
adalah 7-11 orang.

Hasil penelitian dengan FGD menyatakan bahwa Bantuan untuk keluarga miskin, perlu diarahkan pada
bantuan yang menunjang proses produktivitas bidang pekerjaan utama masyarakat miskin di bidang
pertanian dan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, bantuan yang diperlukan
adalah sarana irigasi dan sarana air bersih. Bantuan sarana irigasi akan berguna untuk mendukung
produktivitas pertanian. Bantuan ini penting, terutama terkait dengan sangat kurangnya dukungan air
irigasi pada sawah atau lahan pertanian. Bantuan sarana seperti ini selain secara langsung memberi
kesempatan kerja pada saat pelaksanaan konstruksi, bantuan juga bermanfaat jangka panjang dalam
mendukung kegiatan usaha tani baik bagi petani kecil dan buruh tani. Sedang kebutuhan air bersih
sangat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. Focus Group Discussion. Diakses

dari http://helpingpeopleideas.com/publichealth/index.php/2011/05/focus-group-discussion/. Pada


Tanggal 16 Februari 2012.

Dwi. 2009. PRA (Participatory Rural Appraisal) Sebagai Pendekatan/metode Pelaksanaan Konsep
pemberdayaan Masyarakat. Diakses dariwww.kmsgroups.com.Pada Tanggal 16 Februari 2012.

LP3S. 2007. Studi Baseline Kualitatif PNPM Mandiri Perdesaan. Laporan Penelitian. Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi & Ssosial.
Sosekling SDA. 2011. Uji Model Perencanaan Sosial – Ekonomi Penggunaan Air Irigasi Secara
Hemat. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Sumber Daya Air. Indramayu.

Sudiana, N. 2007. Menuju Pemberdayaan Masyarakat. Diakses


dari http://nsudiana.wordpress.com/2007/12/22/menuju-pemberdayaan-masyarakat/. Pada
Tanggal 16 Februari 2012.

Tanjung, D.E. 2010. Metode RRA – Rapid Rural Appraisal untuk UMKM. Diakses dari http://usaha-
umkm.blog.com/2010/03/19/metode-rra-%E2%80%93-rapid-rural-appraisal-untuk-
umkm/.Pada Tanggal 16 Februari 2012.

Yusuf, I. A. 2011. Memahami Focus Group Discussion. Diakses


dari http://sikompeduli.blogspot.com.Pada Tanggal 16 Februari 2012.

You might also like