Professional Documents
Culture Documents
Referat Pitiriasis Rosea
Referat Pitiriasis Rosea
Referat Pitiriasis Rosea
I. PENDAHULUAN
Istilah pitiriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada
tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,
Gilbert memberi nama pitiriasis rosea yang berarti skuama berwarna merah
muda (rosea). 1,2
1
II. EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi
yang dilaporkan dari pusat dermatologi adalah 0,3-3 %. Prevalensi pitiriasis
rosea pada laki-laki 0,13 % dan pada wanita 0,14% per total penduduk dunia.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda
dengan rentang usia antara 15-40 tahun. Jarang terjadi pada bayi dan orang
lanjut usia. Pengaruh iklim memegang peranan pada penyakit ini, terbanyak
pada musim gugur dan musim semi, tetapi didaerah australia, india, dan
malaysia sering terjadi pada musim panas. 6-9
III. ETIOPATHOLOGI
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara penyebaran
infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya adalah virus
karena merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang umumnya sembuh
sendiri dalam waktu 3-8 minggu.9-13
Meskipun etiologi pitriasis rosea tidak jelas, namun ada beberapa faktor yang
menunjukan adanya penyebab infeksi. Pertama, wabah terjadi secara berjenjang,
mewabah dalam sekelompok orang lalu menyebar kemasyarakat. Kedua,
kekambuhan pitiriasis rosea di luar fase akut jarang terjadi,karena adanya
kekebalan jangka panjang setelah infeksi. Ketiga, sampai 69% pasien dengan
pitiriasis rosea memiliki gejala prodromal sebelum munculnya herald patch.
Beberapa pasien dengan pitiriasis rosea juga menunjukkan peningkatan limfosit B,
penurunan limfosit T, dan kenaikan tingkat sedimentasi. 9,10
Faktor cuaca. Hal ini karena pitiriasis rosea lebih kerap ditemukan pada musim
semi dan musim gugur.
2
Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat, captopril,
mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin,
tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.
Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, dermatitis
seboroik, acne vulgaris) dikarenakan pitiriasis rosea dijumpai pada penderita
penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan
ketombe.8,10
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului
dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius
bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5%
dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala,
rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi
utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau
papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara bertahap akan membesar
dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval
dengan skuama tipis.10,11
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother plaque/Medalion.
Insidens munculnya herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%, dan pada banyak
penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya herald patch. Jika
lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama cenderung untuk melipat
3
sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut dengan “Hanging curtain sign”. Herald
patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai
hilang, efloresensi lain baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat.
Namun kemunculan dan penyebaran efloresensi lain dapat bervariasi dari hanya dalam
beberapa jam hingga sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk
oval hingga plak berukuran 0,5-2cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Berwarna
pink salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap)
dan khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya. Umumnya ditemukan
beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih
tenang.11,12
(http://www.everydayhealth.com/skin-and-beauty-pictures/skin-condition-pityriasis-rosea.aspx)
4
abdomen. Hal ini nampak tidak sesuai jika kita bandingkan dengan arsitektur dari
pohon natal sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari tampilan lesi yang mirip
dengan pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak diragukan lagi herald patch
merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.12,-14
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang
muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah.
Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, pangkal paha, atau
aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung,
dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan tinea korporis. Gatal ringan
sampai sedang terjadi pada 75% penderita dan gatal berat pada 25% penderita. Gatal
akan lebih terasa saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian
yang ketat.11,14
Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak khas,
dan penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan lesi utama
berupa herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak kaki, wajah dan
genitalia. Sebagai tambahan, multiple herald patch ditemukan pada 5,5% kasus. 3,15
Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak khas, contohnya ruam kulit bisa
dikelilingi oleh vesikel-vesikel. Variasi pitiriasis rosea antara lain sebagai berikut :
1. Pitriasis rosea inversa
Lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal ekstremitas, daerah
fleksor seperti aksila dan sela paha, hanya sedikit yang terdapat di tubuh.
Umumnya terjadi pada anak-anak.13,14
5
Gambar 3. Pitiriasis Rosea Inversa
(http://www.aafp.org/afp/2004/0101/p87.html )
Gambar4.PitiriasisRoseaUnilateralis
(http://www.ijdvl.com/articles/2003/69/1/images/ijdvl_2003_69_1_42_5823_1.jpg )
6
6. Papular pitiriasis rosea
Umum ditemukan pada anak usia dibawah 5 tahun (toddler)
Terutama pada anak berkulit gelap keturunan Afrika dan wanita hamil.
Warna makula bisa terlihat lebih gelap dibanding kulit sekitarnya.
Predileksi tempatnya sama seperti bentuk umumnya atau dapat juga pada
daerah lipatan13,14
Gambar6.VesicularPitiriasisRosea
(http://dermatology.cdlib.org/143/case_reports/VesicularPR/1.jpg)
7
Secara histopatologi terdapat perbedaan pada ekstravasasi eritrosit ke
stratum papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.
Manifestasi klinisnya berupa petechie, dan ekimosis sepanjang langer line
pada leher, tubuh dan ekstremitas proksimal.
Lesinya mungkin dengan skuama yang lebih sedikit atau didominasi
oleh pustule atau purpura.
Cenderung meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi
postinflamasisetelah sembuh, terutama pada orang-orang yang memiliki banyak
pigmen.13,14
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
adalah temuan yang bermaknabersaman dengan infiltratperivaskular dari
limfosit, histiosit, maupun eosinofil. 14
Herald patch memiliki tampilan yang sama, namun memiliki infiltrat yang
lebih dalam dan akantosis lebih karena kronisitasnya. variasi sel diskeratorik di
epidermis dengan gambaran eosinofil homogen, multinuclear giant cell, dan
disfungsi fokal akantolitik telah diamati.penampakan ini mungkin mirip
penampakan anular sentrifugum, psoriasis gutata, eritema superfisial dan small
plaque parapsoriasis. Dapat pula ditemukan oedema daripada dermis dan
proses homogenisasi dari kolagen. 14
Karena lesi pada ptiriasis rosea sangat mirip dengan ruam sifilis sekunder,
tes VDRL sering diperlukan. Tes Rapid Plasma Reagen (RPR) atau tes VDRL
(Veneral Disease of Research Laboratorium) harus dilakukan pada individu yang
sesuai. Harus disadari adanya fenomena prozone yang terlihat pada sifilis
sekunder dan perlunya titrasi tes RPR. Selain itu juga diperl ukan tes untuk
mengetahui adanya HIV pada pasien tersebut. Tes laboratorium lainnya
biasanya menunjukan hasil yang normal sehingga hasilnya tidak begitu
membantu. Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
sifilis. 12-14
DIAGNOSIS
9
berupa papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari
tiga kriteria di bawah ini: 11,15
10
Gambar 8.
(http://img52.imageshack.us/img52/7773/sifilis4.jpg )
2. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit trichophyton rubrum
pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya
adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir berskuama
dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan Pitiriasis
Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak tidak
berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang
pada pemeriksaan KOH 10%. 15
3. Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada orang dewasa yang
ditandai dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler )
dan dapat ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di
11
ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis
Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan
didominasi vesikel serta tidak berskuama 15
4. Psoriasis gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus bagian
superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan pitiriasis
rosea adalah pada psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar dengan
garis kulit, skuama tebal. 10,15
http://tratamientodepsoriasis.com/wpcontent/uploads/2011/1/espalda2.jpg
12
VII. PENATALAKSANAAN
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4 kali sehari
pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis untuk anak-anak,
dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak sebelumnya telah hilang.
Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan pitiriasis vesicular
berat, dimulai dengan dosis 100mg sebanyak 2xsehari. Steroid sistemik seperti
13
triamcinolone 20-40mg i.m. atau prednison 15-40mg peroral mungkin dapat
mengurangi penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau pada kasus yang
berat.11,15
Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis
rosea, pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan tetapi
asiklovir yang merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak efektif terhadap
HHV-6 dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan HHV-7, namun harganya
mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu untuk saat ini, pengobatan
dengan anti virus herpes yang ada tidak dibenarkan. Sejauh ini penyembuhan dengan
agen antiviral tidak memberikan dampak apa-apa.13-15
Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat
mengurangi pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient dapat
disarankan kepada pasien.15
Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama penyembuhannya.
Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit yang ada. Satu-satunya
efek samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan pada
kulit. Namun risiko terjadinya hiperpigmentasi post infeksi dapat meningkat dengan
terapi ini.15
Edukasi pasien
Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang dan
apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan hatinya dengan
meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan sendirinya dan tidak
bersifat menular.
Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap ada
setelah 3 bulan lebih dari reevaluasi dan akan bijaksana jika dipikirkan adanya
diagnose lain.15
VIII. PROGNOSIS
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illness yang
akan menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu Namun pada beberapa kasus
14
dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan. Dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. Relaps
dan rekuren jarang ditemukan.15
IX. KESIMPULAN
15
Daftar pustaka
1. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ketga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002: 180-81
2. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
II.ECG.Jakarta.2004.p.100-03
3. Rassner, steinert. Buku Ajar dan Atlas Dermatologi. Edisi keempat. Jakarta :
EGC,1995:153-4
4. Wolff K., johnson R.A. pityriasis Rosea in fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology.sixth edition.New York : Mc Graw Hill, 2009 : 118-9
5. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani W.I.,Setiowulan W., editor. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 :120-1.
6. Lazarus G.S., Goldsmith L.A.Diagnosis of Skin Disease. Philadelphia : F.A.Davis
Company, 1981 :204.
7. Allen R.A., Schwartz A.R.Pityriasis Rosea.available at
http://emedicine.medscape.com/article/.accesses on 07 Agustus 2011.
8. Stulberg L.D, Wolfey J. Pityriasis Rosea. Available at
http://aafp.org/afp2004/0101/p87.html. accessed on 07 Agustus 2011.
9. Montemayor M.M. Pityriasis Rosea.available at
http://www.doctorsofusc.com/condition/document/96735. accessed on 07
Agustus 2011.
10. Bandyopadhyay D. Pityriasis Rosea. Available at
http://dermind.tripod.com/pr.htm. accessed on 07 Agustus 2011.
11. Vorvick L., Zieve D. Pityriasis Rosea. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/. Accessed on 07 Agustus 2011.
12. Brown R.G.,Burns T. Lecture Notes on Dermatology. Edisi kedelapan. Jakarta :
Erlangga,2005 :158-9
13. Schalock P.C.Pityriasis Rosea. Available at
http://www.merck.com.mmhe/sec18/ch203/ch203j.htm.accessed on07 Agustus
2011
16
14. Schaumburg. Pityriasis Rosea. Available at
http://www.aad.org/piblic/publications/pamphlets/common_pityriasis.html.
accessed on 07 Agustus 2011.
15. Brannon H. Pityriasis. Available at
http://dermatology.about.com/od/infectionvirus/a/pityr_rosea.html. accessed on
07 Agustus 2011.
17