Professional Documents
Culture Documents
Dampak Ekonomi Global Terhadap Pariwisata
Dampak Ekonomi Global Terhadap Pariwisata
Firmansyah
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang
Email: mr_fmn@yahoo.com
Abstract
Tourism is the one of the most important sectors in the world economy. It is a
primary source of foreign exchange for a country, and plays as a driving sector to the
domestic real sectors. As a labor extensive sector, the tourism is a large employment
provider, skilled and unskilled.
The tourism sector is vulnerable to the changes in the global economy which is
closely related to the level of expenditure and income. The effects of global economic
changes to the world tourism, including Indonesia, were shown by the changes in tourist
arrival numbers and the changes in the tourism sectors production.
This study employs an econometrics error correction model (ECM) to analyze the
effects of the global economic changes − which is measured by the growth of the world
GDP − on the torism − which is reprensted by the tourist arrivals − in Indonesia.
Subsequently, by using an Input-Output model, the study analyzes the impact of tourists’
expenditures on national and sectoral output directly and indirectly.
The findings of the study suggest that in the short-run and long-run, the growth of the
world GDP affected positivitely the number of tourist arrivals in Indonesia. The changes of
global economic through the changes in tourist arrivals and expenditures lead to enhance
output and income of households, mostly in tourism sectors, especially Hotel and
restaurant, directly and indirectly. Other sectors which have high linkage with tourism,
will experience a high increase in sectoral output and household’s income.
kepada pengetatan pada belanja masyarakat, termasuk belanja rekreasi (yaitu kegiatan
berwisata). United Nation World Tourism Organization atau UNWTO (2013) menyatakan
bahwa resesi dunia seperti misalnya krisis keuangan dunia 2008−2009 yang dipicu oleh
krisis keuangan Amerika Serikat (AS) − yang diperlihatkan dengan terkontraksinya
pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 1.24 persen − menyebabkan jumlah kunjungan
turis/wisatawan mancanegara (wisman) di seluruh dunia menurun sebesar 4 persen, dan
menurun penerimanaan pariwisata sebesar 6 persen pada tahun 2009. Di Indonesia,
berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun jumlah kunjungan wisman pada tahun
2009 masih tumbuh positif namun tetap dapat dikatakan bahwa dampak krisis ekonomi
global tersebut juga dialami oleh pariwisata Indonesia, karena jumlah wisman yang
berkunjung ke Indonesia tumbuh hanya sebesar 1,43 persen, dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun sebelumnya (2008) yang mencapai 13,24 persen. Di samping itu, dari
data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2013), diketahui bahwa pada tahun
2009 rata-rata lama tinggal wisman dan rata-rata pengeluaran wisman per hari mengalami
penurunan, serta jumlah devisa dari pariwisata dalam satu tahun tersebut menurun hingga -
14,29 persen dari tahun sebelumnya (Tabel 1).
Untuk menunjukkan gambaran perubahan perekonomian dan perkembangan jumlah
kunjungan wisman di Indonesia dalam series yang cukup panjang, berturut-turut disajikan
pada Gambar 1, yaitu pertumbuhan PDB dunia sepanjang 1970-2012 dan Gambar 2 yaitu
pertumbuhan jumlah kunjungan wisman di Indonesia sepanjang 1970-2012.
-1
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
-3
Sumber: International Monetary Fund, beberapa edisi, World Economic Outlook, diolah
Gambar 1. Pertumbuhan PDB Dunia 1970-2012 (persen)
40
20
0
1971
1973
1975
1977
1979
1981
1983
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
2003
2005
2007
2009
2011
-20
bahwa industri hotel di AS mengalami dampak negative langsung pada tingkat okupasi dan
pendapatannya setelah kejatuhan Lehman Brothers pada 15 September 2008 yang diikuti
oleh krisis financial. Penurunan ini berlangsung sepanjang 2009 dan awal 2010.
UNWTO (2009), dengan menggunakan beberapa indikator utama krisis ekonomi
dunia seperti tingkat pengangguran, PDB dunia, ekspor global menyatakan bahwa krisis
global 2009 menurunkan tingkat kunjungan wisman dan penumpang pesawat udara pada
tahun 2009 dibandingkan 2008. Penelitian Sian et al. (2009), menunjukkan bahwa krisis
tahun 1990an di mainland Amerika Serikat berkontribusi pada penurunan pariwisata
Hawaii sepanjang 1990−1993 dan resesi ekonomi Jepang juga turut mempengaruhi
perjalanan ke Hawaii. Schifferes (2007) menyatakan bahwa krisis keuangan dunia yang
bermula di Asia telah menyebarkan dampaknya pada pariwisata Rusia dan Brazil pada
tahun 1998.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Pengaruh Perekonomian Dunia terhadap Kunjungan Wisman: Pendekatan Error
Correction Model (ECM)
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa ECM merupakan suatu pendekatan teoritis
yang bermanfaat untuk mengestimasi pengaruh jangka pendek dan jangka panjang suatu
variabel time series dengan variabel time series lainnya. Suatu teori yang penting, yaitu
Granger representation theorem, menyatakan bahwa apabila dua variabel X dan Y adalah
berkointegrasi, hubungan antara keduanya dapat dinyatakan sebagai ECM.
Kointegrasi untuk dua (atau lebih) time series menunjukkan bahwa terdapat hubungan
jangka panjang atau seimbang di antara variabel-variabel tersebut. Dalam jangka pendek,
kemungkinan terjadi ketidak seimbangan (disequilibrium), dan “kesalahan” ini dapat
diperlakukan sebagai “error disequilibrium”. Mekanisme hubungan jangka pendek dan
jangka panjang ini disebut mekanisme error correction model. Mekanisme ECM yang
dikembangkan oleh Engle dan Granger ini merupakan sarana untuk rekonsiliasi perilaku
variabel ekonomi jangka pendek dengan perilaku jangka panjangnya 1.
Aplikasi pendekatan ini pada model kunjungan wisman adalah melalui tahapan
pengujian kointegrasi kedua variabel independen dan dependen, melalui pengujian unit
root pada residual persamaan jangka panjang kedua variabel tersebut. Pengujian
1
Mekanisme ECM ini pertama sekali dikembangkan oleh Sargan, dan kemudian dipopulerkan oleh Engle
dan Granger (Gujarati dan Porter, 2009: 764)
di mana GWISMAN adalah pertumbuhan jumlah kunjungan wisman dalam satuan orang,
GWGDP adalah tingkat pertumbuhan ekonomi riil di seluruh dunia dalam satuan persen, εt
adalah error term white noise dan ut-1 adalah nilai lag dari pengkoreksian error term dari
periode sebelumnya. Setelah melakukan pengujian asumsi klasik untuk menghasilkan
koefisien estimasi yang best, linear dan unbiased (BLU), nilai ECM signifikan secara
statistik, maka variabel GWISMAN menyesuaikan variabel GWGDP dengan lag, dengan
perbedaan sebesar α2 bagi variabel GWISMAN untuk mencapai keseimbangan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Granger representation theorem, sebelum mengestimasi
persamaan ECM, pengujian kointegrasi antara variable GWGDP dengan GWISMAN
dilakukan dengan menguji stasioneritas residual ut, menggunakan uji Engle-Granger (EG)
(Gujarati dan Porter, 2003), yaitu:
Data yang digunakan dalam simulasi pada tahap ini adalah data tabel transaksi
domestik berdasar harga produsen 66 sektor dari Tabel Input-Output terkini yang
dipublikasikan oleh BPS, yaitu Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008. Penggunaan
tabel transaksi domestik ini dimaksudkan untuk melihat pergerakan sektor-sektor domestik
yang dipisahkan dari transaksi impor. Daftar sektor dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis Input-Output adalah analisis keseimbangan umum, yang berbasis pada tabel
yang berupa matriks-matriks transaksi barang dan jasa. Penekanan utama analisis Input-
Output ini adalah pada sisi produksi. Matriks-matriks transaksi dalam Input-Output
meliputi beberapa blok yaitu dikelompokkan dalam 4 kuadran yaitu kuadran transaksi
antara, kuadran permintaan akhir, kuadran input primer, dan kuadran input primer ke
permintaan akhir 2. Skema keterkaitan antar blok dalam model Input-Output dijelaskan
secara ringkas melalui Gambar 3 berikut:
Pengeluaran Pendapatan
faktor
Permintaan Penawaran
Sektor Produksi
Secara ringkas, keterkaitan antar blok dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada blok
aktivitas produksi nasional, sektor produksi menyerap input dari sektor rumah tangga,
yaitu input primer: kapital, tenaga kerja, dan tanah. Sementara sektor produksi
menghasilkan barang konsumsi untuk kebutuhan rumah tangga, dan barang antara untuk
sektor lainnya. Selain itu, hasil produksi tersebut diekspor. Rumah tangga mendapatkan
income dari produsen sebagai balas jasa atas input primer, dan transfer dari pemerintah.
Pemerintah mendapatkan pajak dari rumah tangga. Kotak aktivitas produksi pada level
nasional pada Gambar 3 memperlihatkan PDB dari sisi produksi, kotak pendapatan faktor
2
Untuk penjelasan skema tabel dan transaksi Input-Output Indonesia, dapat dibaca pada Firmansyah (2006).
menunjukkan PDB dari sisi pendapatan dan kotak pengeluaran menunjukkan PDB dari sisi
pengeluaran.
Untuk mengestimasi perubahan pengeluaran konsumsi wisman terhadap perubahan
output sektoral, dihitung dengan:
∆X = (I-A)-1∆Y ……………………………………………………………(4)
di mana ∆Y merupakan vektor perubahan pada final demand (termasuk pengeluaran
konsumsi) dan ∆X vektor perubahan output. A adalah matriks koefisien teknologi dan (I-
A)-1 adalah matriks kebalikan Leontief (Firmansyah, 2006).
Untuk mengestimasi perubahan pendapatan rumah sektoral, dihitung dengan formula:
∆H = HR (I-A)-1∆Y …………………………………………………………(5)
di mana ∆H vektor perubahan output. HR adalah matriks koefisien pendapatan rumah
tangga (Firmansyah, 2006).
Pengujian asumsi klasik untuk persamaan estimasi di atas, yaitu Jarque-Berra Test
untuk normalitas, Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test untuk pengujian
autokorelasi dan White Heteroskedasticity Test untuk menguji heteroskedastisitas,
menunjukkan bahwa baik persamaan jangka panjang maupun persamaan jangka pendek
menghasilkan estimator yang BLU.
Dari hasil estimasi persamaan uji kointegrasi, diketahui bahwa residual adalah
stasioner. Artinya kedua variabel GWISMAN dan GWGDP berkointegrasi. Dari
persamaan (8), secara statistik nilai ECM signifikan, yang berarti GWISMAN
menyesuaikan perubahan GWGDP dengan lag, dan perbedaan 0,5 persen perbedaan jangka
panjang dan jangka pendek bisa dikoreksi dalam satu periode. Koefisien pengaruh
pertumbuhan PDB dunia (GWGDP) terhadap pertumbuhan jumlah kunjungan wisman ke
Indonesia (GWISMAN) adalah 1,666, sedangkan koefisien jangka panjangnya adalah
2,026. Dalam jangka pendek, peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 1 persen
akan menyebabkan pertumbuhan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia meningkat
sebesar 1,666 persen. Atau, jika terjadi kontraksi perekonomian dunia sebesar 1 persen,
dalam jangka pendek, akan menyebabkan menurunnya pertumbuhan jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia sebesar 1,666 persen. Dalam jangka panjang, pengaruh kontraksi
perekonomian dunia terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia lebih
besar dari pada jangka pendek.
Dari data tersebut diperoleh jumlah belanja wisman dalam satu tahun setelah
kunjungan wisman diprediksi tumbuh sebesar 1,67 persen dari tahun dasar 2012. Setelah
itu pengeluaran wisman tersebut dibandingkan dengan konsumsi total pada matriks final
demand tabel Input-Output Indonesia 2008, untuk mendapatkan persentase belanja wisman
dari total belanja masyarakat. Angka ini dijadikan pengali konsumsi pada masing-masing
sektor 54 sampai dengan sektor 59, untuk mendapatkan besaran perubahan pengeluaran
wisman. Dalam studi ini, sektor 54-59 diidentifikasikan sebagai sektor-sektor utama
pariwisata.
Tabel 3 dan 4 berikut menampilkan hasil simulasi dengan basis klasifikasi 66 sektor
Input-Output Indonesia 2008. Dampak yang disimulasikan adalah dampak terhadap output
dan pendapatan rumah tangga, meliputi sektoral dan total.
Dari hasil simulasi pada Tabel 3, terlihat bahwa hampir semua sektor-sektor yang di-
shock dengan peningkatan pengeluaran wisman memiliki dampak tertinggi dibandingkan
sektor lainnya yang tidak mendapatkan shock tersebut. Peningkatan pengeluaran wisman
secara langsung dan tidak langsung menyebabkan peningkatan output terbesar pada sektor
Hotel dan restoran, diikuti oleh sektor Angkutan darat. Pada daftar ranking 10 sektor yang
memiliki dampak output tebesar yang merupakan sektor yang tidak mendapatkan shock
langsung, termasuk di antaranya adalah sektor Perdagangan, Pengilangan minyak bumi,
Uanggas dan hasil-hasilnya, Jasa lainnya, Industri pengilingan padi, dan industri makanan
lainnya. Sektor-sektor ini merupakan sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi kepada
sektor-sektor yang mendapatkan shock langsung.
Tabel 3. Sepuluh Sektor Yang Memiliki Dampak Output Terbesar
Karena Peningkatan Pengeluaran Wisman
No Kode Sektor Dampak (juta rupiah)
1 54 Restoran dan hotel 11,913,000
2 56 Angkutan darat 5,580,200
3 53 Perdagangan 2,261,300
4 58 Angkutan udara 1,934,400
5 41 Pengilangan minyak bumi 1,551,300
6 20 Unggas dan hasil-hasilnya 1,269,400
7 65 Jasa lainnya 1,235,700
8 57 Angkutan air 800,330
9 29 Industri penggilingan padi 737,240
10 32 Industri makanan lainnya 703,190
Pada Tabel 4, dapat dilihat bahwa pendapatan rumah tangga yang meningkat paling
besar karena peningkatan pengeluaran wisman adalah pada sektor-sektor yang
mendapatkan shock langsung, dan dampak yang terjadi adalah dampak langsung dan tidak
langsung dari shock tersebut. Keterkaitan sektor-sektor produksi kepada sektor-sektor
produksi yang memiliki aktivitas pariwisata seperti sektor terpilih 54-59, menyebabkan
sektor-sektor ini juga akan mendapatkan dampak yang besar. Di samping itu, sektor-sektor
yang memiliki dampak pendapatan tinggi ini juga memiliki koefisien pendapatan rumah
tangga yang lebih tingi dibandingkan sektor lain, yang mengindikasikan bahwa sektor-
sektor tersebut adalah sektor yang padat karya, secara relatif lebih padat karya
dibandingkan sektor-sektor lain.
5. Kesimpulan
Dengan menggunakan series tahunan yang cukup panjang, yaitu 1970-2012, secara
empiris dapat dilihat bahwa pengaruh perubahan perekonomian global terhadap pariwisata
Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang adalah nyata. Yang menjadi
perhatian dari pelaku wisata dan penentu kebijakan di Indonesia adalah dampak perubahan
negatif atau kontraksi dari perekonomian dunia, yang dapat menekan tingkat kunjungan
wisman.
Tentu saja tidak dapat direkomendasikan kebijakan untuk mempengaruhi
perekonomian dunia agar dapat mencegah pengaruh negatifnya terhadap pariwisata
Indonesia. Yang dapat dilakukan dalam menghadapi dampak krisis ekonomi adalah
meningkatkan daya tarik dari dalam negeri terhadap wisman, seperti pembangunan dan
perbaikan segala sesuatu yang dapat mendukung kenyamanan wisman − seperti perbaikan
fasilitas umum dan fasilitas lainnya yang terkait, peningkatan kerjasama internasional
antar institusi dan agen-agen pariwisata, penambahan dan inovasi pada atraksi-atraksi
budaya, seni, alam, dan lain-lain. Yang tak kalah penting juga yang harus dijaga adalah
kestabilan ekonomi domestik termasuk stabilnya harga-harga dan terjaminnya ketersediaan
barang-barang kebutuhan serta tingkat keamanan dan kepastian hukum yang baik.
Dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan perekonomian dunia melalui
perubahan kunjungan dan pengeluaran wisman, dinikmati paling besar oleh sektor-sektor
yang memiliki aktivitas pariwisata, dan secara tidak langsung oleh sektor-sektor yang
memiliki keterkaitan besar kepada sektor-sektor pariwisata tersebut, misalnya sektor
Industri makanan yang akan meningkat aktivitasnya sebagai penyedia input bagi sektor
Restoran dan hotel seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap output sektor
Restoran dan hotel oleh wisatawan. Jumlah kunjungan wisatawan yang semikin tinggi akan
meningkatkan permintaan terhadap output sektor Restoran dan hotel.
Sektor yang memiliki dampak output yang besar akibat peningkatan peningkatan
kunjungan wisman dan peningkatan pengeluaran mereka, dan sekaligus merupakan sektor
yang padat karya, akan mamperoleh dampak peningkatan pendapatan rumah tangga yang
terbesar.
Sebaliknya, sektor-sektor yang mendapat manfaat positif ini juga merupakan sektor
yang paling rentan jika terjadi kontraksi perekonomian global yang menyebabkan
penurunan jumlah kunjungan wisatawan dan menurunnya belanja wisatawan.
Untuk menghasilkan studi yang lebih komprehensif, dan dengan beberapa
keterbatasan yang ada pada studi ini, di masa depan dapat dilakukan beberapa
pengembangan. Pada permodelan ekonometri, dapat ditambahkan variabel-variabel
independen lain yang dipertimbangkan dapat mempengaruhi kedatangan wisman, baik
variabel ekonomi maupun sosial, seperti stabilitas nilai tukar, tingkat keamanan dan lain-
lain. Untuk peramalan (forecast), dapat digunakan model-model time series yang lebih
rumit, misalnya yang mampu mengakomodasi faktor musiman, volatilitas dan sebagainya.
Dalam model Input-Output, pengembangan studi dengan menggunakan atau
mengembangkan tabel Input-Output pariwisata seperti yang telah dikembangkan terutama
di beberapa daerah dan yang mampu memisahkan konsumsi wisatawan asing dan
domestik, dan pemisahan antara permintaan pariwisata dan non pariwisata pada masing-
masing sektor produksi. Pembagian sektor yang lebih rinci, akan menghasilkan analisis
yang lebih jernih dan akurat.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik, (beberapa tahun publikasi), Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat
Statistik
Enz, A.C, Kosova, R., dan Lomanno, M., (2011), “The Impact of Terrorism and Economic
Shocks on U.S. Hotels”, Cornell Hospitality Report, Vol. 11, No. 5, dikutip dari Kapiki
(2012), h. 20.
Firmansyah, (2006), Operasi Matrix dan Analisis Input-Output (I-O) untuk Ekonomi:
Aplikasi Praktis dengan Microsoft Excel dan Matlab, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Global Financial Crisis Bulletin, (2009), Impact of the Economic Crisis on the Hospitality,
Travel and Leisure Industry, dikutip dari Kapiki (2012), h. 21
Gujarati, D. N., dan Dawn C. Porter, (2009), Basic Econometrics, 5th ed., New York:
McGraw-Hill
Kapiki, Soultana, (2012), “The Impact of Economic Crisis on Tourism and Hospitality:
Results from a Study in Greece”, Central European Review of Economics and Finance,
Vol. 2. No 1
Pizam, A., (2009), “The Global Fnancial Crisis and Its Impact on the Hospitality Industry”,
International Journal of Hospitality Management, 28, 301, dikutip dari Kapiki (2012), h.
21
Sian, T.L., Subramonian, H., Tung, L., San, W.H., Hui, K., Kulampalil, T.,
(2009), Fundamentals of Hospitality and Tourism Management, Open University
of Malaysia.
United Nation World Tourism Organization, (2009), Impact of the Global Economic Crisis
on Local Tourism Destinations: Survey Report,
http://www.unwto.org/destination/events/en/pdf/492_rp_e.pdf
Ni Made Tisnawati
Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana
Email: nimadetisnawati@gmail. com
Abstract
As a member of many international trade organization, Indonesia should obey and accept
the impact of the international trade. Ready or not, we must face it. The competitiveness
among other countries, in all economic sector, including tourism industry. In regional
planning, tourism industry is design to be a leading sector. The impact of this design are;
the decreasing of farming area, the large number of tourism accommodation, and the
labour. Tourism sector also has multiplier effect to other sector, such as local and small
industry. In 2002, in many village in Gianyar regency have the increasing of income, In
that year, many tourist, come to village to buy directly the souvenir from them. But the free
trade area, together with the technology development, brings many policy that focus on
private with the large investment than small investment. The big market more increasing,
which can be burden the small industry. Many local community change their job, from
industry to many sector such as farming. Many of them in poverty line. That is the reason
of this research is made. To analyze what is the impact of free trade policy, tourism to the
small industry in Gianyar regency.
Keywords: Free Trade Policy, Sustainable Tourism, Handcraft And Small Industry
Pendahuluan
Sebagai daerah tujuan wisata utama Indonesia, Provinsi Bali memperoleh manfaat
ekonomis. Terlihat nyata pada beberapa indikator ekonomi seperti dominannya kontribusi
sektor pariwisata terhadap output daerah, yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Provinsi Bali yang terdiri dari delapan kabupaten dan satu kota, berada di persimpangan
jalan. Antara mempertahankan keberadaan pertanian dengan segudang kearifan lokalnya
dan sektor pariwisata dengan segala dampak keterkaitannya dengan sektor ekonomi yang
lainnya.
Dari kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali, Kabupaten Gianyar memiliki ciri
khas yang menjadikannya relatif lebih ’lengkap’ dibandingkan daerah lain di Provinsi Bali.
Kabupaten Gianyar terkenal sebagai pusat seni kerajinan yang berorientasi ekspor.
Interaksi masyarakat dengan wisatawan asing yang sangat tinggi (terutama di Kecamatan
Ubud) membuat kreatifitas masyarakatnya bertemu dengan konsumen luar negeri
(wisatawan) yang membuat industri kerajinan menjadi salah satu sektor ekonomi sangat
penting peranannya.
Tidak hanya dilihat dari sumbangannya terhadap nilai PDRB, namun juga pada
tingginya kemampuan sektor ini dalam penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil
Sakernas yang dipublikasikan BPS Kabupaten Gianyar tahun 2012, tahun 2011 mencatat
terjadi kenaikan jumlah penduduk Kabupaten Gianyar yang bekerja di sektor industri
(18,21%). Peningkatan juga terjadi pada sektor peerdagangan, hotel dan restoran
(32,09%). Menurunnya peranan sektor pertanian terlihat dari jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian dari 30,87% menjadi 16,89%.
Sebagai daerah yang terkenal dengan pusat seni kerajinan di Provinsi Bali, sektor
industri kerajinan hingga saat ini masih menjadi andalan penyerapan tenaga kerja di
Kabupaten Gianyar. Masih tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor industri
membutuhkan begitu pentingnya sektor ini bagi sumber pendapatan masyarakat di
Kabupaten Gianyar. Terutama bagi industri yang tergolong industri kecil dan kerajinan.
Industri jenis ini memiliki peran strategis, tidak hanya menyerap tenaga kerja juga
mengurangi ketimpangan pendapatan. Mengingat kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan
di sektor ini adalah tenaga kerja terlatih dengan persyaratan pendidikan formal yang
rendah. Berikut beberapa jenis industri kecil yang terdapat di Kabupaten Gianyar (Tabel
1).
Tabel 1 menunjukkan industri kayu dan tekstil merupakan jenis industri yang paling
banyak terdapat di Kabupaten Gianyar. Hasil kerajinan berupa kerajinan bahkan sudah
menjadi andalan ekspor Provinsi Bali. Dalam kurun Januari sampai Agustus 2010, nilai
ekspor barang kerajinan mencapai 158,2 juta dolar AS atau 42,65 persen dari total
keseluruhan komoditas ekspor Bali. (Kompas, 2013). Sementara sebagian besar barang
kerajinan tersebut dihasilkan di Kabupaten Gianyar.
Keunggulan industri kerajinan berorientasi ekspor yang dikembangkan di Kabupaten
Gianyar ternyata masih rentan berbagai gejolak akibat perubahan kebijakan perdagangan
internasional. Mulai dari membanjirnya tekstil dari cina, persyaratan ekspor kerajinan kayu
yang sulit dipenuhi pengrajin kayu, teknologi desain yang mulai menggeser pengrajin lokal
hingga pada menurunnya peran pasar seni tradisional. Kemajuan teknologi terutama
penggunaan internet memberikan dampak negatif bagi keberlanjutan sentra industri kecil
dan kerajinan di Kabupaten Gianyar. Minimnya pemanfaatan teknologi yang merupakan
ciri umum industri ini, membuat keberadaannya tidak lagi sepopuler dulu. Wisatawan
asing yang merupakan konsumen potensial ini lebih banyak yang ‘tergiring’ ke pasar
modern sejenis supermarket yang dipromosikan paket wisata lewat internet tinimbang
menyapa langsung pengrajinnya di sentra industri yang terdapat di desa-desa Kabupaten
Gianyar.
Sentra industri yang tersebar di desa-desa Kabupaten Gianyar seperti Kecamatan
Celuk dan Peliatan kini meranggas sepi. Ironisnya, untuk memperoleh pendapatan
keluarga, banyak pengrajin yang beralih ke sektor lain. Ada yang kembali ke sektor
pertanian, beberapa ikut mencoba keberuntungan menjadi pekerja seni di sektor pariwisata
(menjadi penari, penabuh), atau tiba-tiba menjadi guide ‘liar’ terutama bagi wisatawan
sekelas ‘backpacker’.
Peralihan profesi tersebut tidak hanya berimbas pada penurunan pendapatan
pengrajin, namun pada dampak negatifnya terhadap kemampuan kreativitas pengrajin yang
sangat tinggi di Kabupaten Gianyar. Padahal untuk Kabupaten Gianyar yang lahan
pertanian dan sumber daya alamnya terbatas, pengembangan industri yang berbasis seni
dan kreatifitas adalah satu keharusan dan memberikan banyak keunggulan bagi kabupaten
ini.
Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasikan secara sederhana mengenai
keterkaitan perdagangan bebas, pariwisata dan industri kecil kerajinan di Kabupaten
Gianyar. Tujuan penulisan makalah ini adalah menawarkan upaya peningkatan kembali
peran sentra industri kecil dan kerajinan di Kabupaten Gianyar sebagai bagian dari
pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Tinjauan Teoritis
Todaro (2000) menyimpulkan beberapa hal penting terkait dengan dampak
perdagangan internasional bagi negara berkembang. Perdagangan internasional bisa
merupakan suatu kekuatan pendorong bagi negara berkembang untuk tampil sebagai
kekuatan industri baru seperti Korea Selatan, Singapura dan negara pengekspor minyak.
Namun satu catatan, strategi yang bertumpu pada ekspor, jika yang menikmati sebagian
besar hasilnya adalah pihak-pihak asing, maka akibatnya akan mengacaukan struktur
ekonomi domestik, tidak melayani kebutuhan masyarakat banyak serta hanya
menguntungkan kelompok tertentu.
Beberapa keuntungan perdagangan bebas antara lain; memacu pertumbuhan
ekonomi, peningkatan efisiensi dan peningkatan kualitas produk, menghasilkan devisa,
mempromosikan pemerataan akses ke setiap sumber daya yang langka, menghapuskan
setiap distorsi harga yang diakibatkan oleh intervensi pemerintah yang salah arah serta
memperbaiki kualitas alokasi sumber daya secara keseluruhan. Sedangkan para pengritik
perdagangan bebas menegaskan kelemahan perdagangan bebas dilihat dari; terbatasnya
laju pertumbuhan permintaan dunia terhadap ekspor primer dari negara dunia ketiga,
kemerosotan dasar-dasar pertukaran atau nilai tukar perdagangan sepihak yang diderita
Negara-negara berkembang penghasil komoditi primer serta terus meningkatnya ‘new
protectionism’ di kalangan negara-negara maju terhadap ekspor produk manufaktur dan
produk pertanian olahan dari negara-negara berkembang.
Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan implementasi dari
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan
sebagai bentuk integrasi dari pembangunan, pengelolaan dan aktivitas pariwisata.
Penyatuan tiga komponen ini dimaksudkan untuk menjamin terpeliharanya sumber daya
alam dan budaya,lingkungan, sosial dan ekonomi untuk kesejahteraan berkelanjutan
(Federation of Nature and National Parks).
Keberadaan bentuk pariwisata ‘alternatif’ semakin populer dan layak untuk
dikembangkan, seiring dengan kelemahan yang muncul akibat pariwisata masal.
Meningkatnya kesadaran pada tanggung jawab lingkungan dan pelestarian lingkungan
dibuktikan dengan keberadaan beberapa LSM internasional seperti WWF dan Greenpeace
(Wight dalam Wearing, 1999).
Tulisan ini mempergunakan istilah batasan industri yang dipergunakan BPS. Industri
Pengolahan yang digunakan BPS, mempergunakan pendekatan tenaga kerja. Industri
dikelompokkan menjadi 4 (empat). Yang terdiri dari; Industri kerajinan rumahtangga
tenaga kerjanya (1 – 4) orang, Industri kecil tenaga kerjanya (5 – 19) orang, Industri
sedang tenaga kerjanya (20 – 99) orang, Industri besar tenaga kerjanya 100 orang ke atas.
Populasi industri besar/ sedang kondisinya sangat labil terutama subsektor industri kayu
(patung). Faktor utamanya adalah produksi yang dihasilkan tergantung pada sistem order
(pesanan).
Metodologi Penelitian
Tulisan dalam makalah ilmiah ini mempergunakan metode riset deskripsi kualitatif.
Data yang dipergunakan dalam tulisan diperoleh dari data sekunder (BPS, Disperindag,
media massa, tulisan lain). Data primer diperoleh dari wawancara mendalam penulis
dengan beberapa pengrajin yang terdapat di sentra industri di Kabupaten Gianyar.
Hasil / Implikasi
Kabupaten Gianyar adalah salah satu kabupaten yang terkenal tidak hanya karena
keindahan alam saja, namun juga karena kabupaten ini merupakan pusat industri kecil dan
kerajinan di Provinsi Bali. Industri kecil dan kerajinan menyatu dengan religiusitas sektor
pertanian. Kreativitas pengrajin senantiasa terinspirasi dari kearifan lokal, tradisi dan
budaya agraris serta alam. Meningkatnya peran industri kecil dan kerajinan ini seiring
dengan berkurangnya keberadaan lahan sawah yang diakibatkan alih fungsi lahan pertanian
untuk kepentingan pariwisata maupun perumahan. Gambar 1 menunjukkan pada ketujuh
kecamatan di Kabupaten Gianyar, luas lahannya sebagian besar berupa non sawah.
Produk barang industri kecil dan kerajinan pada awalnya disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat. Mulai dari pendukung produksi pertanian, budaya, adat istiadat dan
agama. Misalnya terlihat pada beberapa ornamen bangunan di Pura, tempat suci lainnya,
peralatan pertanian, peralatan dapur, peralatan upacara, hingga ke bangunan rumah. Produk
yang dihasilkan tidak hanya fungsional, namun juga mengandung seni. Untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, maka berkembanglah berbagai produk kerajinan sesuai dengan
potensi daerah masing-masing pada sentra industri (Tabel 2).
Tabel 2. Sentra Kerajinan di Kabupaten Gianyar
Jenis kerajinan Lokasi
Kayu Kerta, Buklan, Tegallalang, Kedewatan, Ubud, Peliatan, Mas, Batubulan,
Manukaya, Tampaksiring, Tengkulak, Kemenuh, Batuan, Sukawati
Bambu Kerta, Belega, Bona
Garmen Kedewatan, Tampaksiring,
Lukisan Kedewatan, Ubud, Peliatan, Batuan
Furniture Singapadu
Batu padas Singapadu, Batubulan
Rajutan, Manukaya, Bona
Anyaman
Perak Singapadu, Celuk
Pande Besi Sidan
Lontar Bona
Tenun Batubulan, Keramas
Batik Sukawati
Wayang Kulit Sukawati
Sumber : Disperindag Gianyar,
Pemasaran hasil produksi industri kecil dan kerajinan juga sangat memperhatikan
peran pengrajin dan masyarakat lokal. Disediakan tempat penjualan yang terpusat seperti
pendirian pasar seni di beberapa lokasi di Kabupaten Gianyar. Seperti di Ubud, Goa Gajah,
Sukawati, Guwang, Cemenggaon, Tirta Empul, dan Gunung Kawi. Pemerintah daerah
memberikan kesempatan kepada pengrajin untuk bertemu langsung dengan buyers melalui
even tahunan seperti Pesta Kesenian Bali (PKB) yang hingga kini menjadi ajang promosi
pariwisata Bali.
permintaan dari artshop sekitar. Namun dari tahun 2011 hingga sekarang, permintaan
menjadi berkurang. Sebagai contoh, di Banjar Seseh, Desa Singapadu, ada 180 perajin
yang terlibat, sekarang tidak sampai 50. Produksi kerajinan perak kini lebih dominan
dimonopoli pemodal besar yang mengedepankan teknologi tanpa sentuhan tangan. Desain
dilakukan dengan komputer. “Banyak kebijakan pemerintah yang dulu melibatkan
pengrajin kecil di PKB, mempertemukan perajin dengan pembeli (buyers) dan investor.
Kini yang ikut PKB justru pengusaha dengan modal besar” (Bali Post, 2013).
Adanya serbuan pasar oleh-oleh, pusat pembelian oleh-oleh khas Bali mulai dari
kerajinan tangan hingga tekstil juga memberikan dampak negatif bagi keberadaan sentra
industri. Made Supartika, seorang pengrajin asal Banjar Pujung Kaja, Kecamatan
Tegallalang menilai jumlah perajin kayu yang ada di desa, merosot, akibat serbuan pasar
oleh-oleh yang memonopoli pasar kerajinan. Para wisatawan langsung pergi ke pasar oleh-
oleh. Terutama wisatawan asing dan domestik yang datang dengan mempergunakan biro
wisata. Para pemandu wisata akan ‘menggiring’ mereka untuk berbelanja di pasar oleh-
oleh atau tempat berbelanja lain yang memberikan fee (komisi) besar untuk mereka.
Sangat sedikit wisatawan asing yang mau datang ke sentra industri. Terkecuali wisatawan
yang memiliki kesadaran untuk berkontribusi langsung pada pemberdayaan masyarakat
lokal, wisatawan yang menghargai proses produksi, dan pencinta lingkungan.
Made Suci, perajin perak mengaku terpaksa berhenti menjadi perajin perak dan
emas, karena keterbatasan modal dan minim pesanan. “Saya takut membeli emas dan
perak, karena sepi order. Sementara kalau jadi buruh di perusahaan perak terbatas waktu
karena harus mengurus anak dan kesibukan upacara.” Kini Made hanya membuat
perhiasan emas dan perak pesanan tetangga dan kenalan terdekat saja. Untuk menambah
penghasilan, ibu muda yang terampil membuat desain kerajinan perak ini kini membuat
jajanan untuk keperluan upacara dan menjadi guide free lance. “
Suramnya sentra industri juga terjadi di Desa Peliatan. Kejayaan kerajinan buah dari
kayu, patung garuda kini hanya tinggal kenangan. Banyak art shop yang dulunya milik
masyarakat lokal beralih ke pemilik luar yang memiliki modal besar. Pemilik art shop
yang tadinya merangkap sebagai pengrajin, banyak yang beralih menjadi pedagang
kerajinan produk luar Bali, yang lebih murah sehingga lebih mudah untuk dipasarkan.
Kondisi serupa juga terjadi pada industri tekstil. Ketergantungan pengrajin kecil pada
pesanan pengusaha berskala besar membuat mereka terpuruk. Kebijakan negara tahun
2005 yang bertujuan untuk merangsang pasar domestik ternyata justru mempersulit
industri pakaian jadi di Bali. Terjadi penurunan jumlah perusahaan pakaian jadi di Bali.
Banyak pengusaha pakaian jadi di Bali mulai menekuni bisnis baru seperti keuangan dan
properti sebagai respon terhadap dampak ACFTA. Krisis finansial global tahun 2009,
menguatnya nilai tukar rupiah, semua memiliki dampak negatif terhadap keberadaan
perusahaan domestik (Achwan, Rachman, 2013). Industri tekstil dan kerajinan kecil kini
bertahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal terutama terkait dengan tradisi dan
keperluan upacara setempat.
Kesimpulan
Perdagangan bebas ternyata memiliki implikasi pada perkembangan industri kecil
dan kerajinan di Kabupaten Gianyar. Banyak pengrajin yang kehilangan pesanan, ketika
art shop mulai kehilangan pengunjung. Pengrajin kecil yang hanya mengandakan
ketrampilan tangan harus tergantikan dengan produksi hasil teknologi yang lebih bersifat
masal. Sentra industri kini banyak yang merana. Keberadaan pasar seni tradisional
perlahan mulai digantikan perannya oleh menjamurnya keberadaan sejenis supermarket
yang menjual aneka kerajinan khas Bali.
Pariwisata berkelanjutan sebagai pariwisata alternatif sebenarnya dapat mulai
dipergunakan sebagai solusi untuk menjamin keberlanjutan industri kecil dan kerajinan di
Kabupaten Gianyar. Peran pemerintah daerah sangat diperlukan untuk merancang model
pariwisata berkelanjutan yang membuat wisatawan asing dan domestik kembali
mengunjungi sentra industri yang ada di desa. Semangat kebersamaan dan menghargai
keterlibatan masyarakat lokal adalah solusi untuk menghadapi persaingan bebas .
Informasi mengenai proses produksi, kreatifitas pengrajin, jumlah tenaga kerja yang
terserap, dan kearifan lokal yang tersimpan di balik hasil karya pengrajin kecil ini perlu
disosialisasikan secara fair kepada wisatawan asing dan domestik. Tentu perlu komitmen
bersama untuk mewujudkannya. Tidak hanya pemerintah dan, yang terpenting adalah
pelaku pariwisata. Pelestarian lingkungan tidak hanya alam namun juga kreatifitas
masyarakat lokal adalah isu yang paling ampuh untuk menaikkan citra pariwisata
Indonesia.
Daftar Pustaka
Achwan, Rachman. Hidup bersama Oligarki Bisnis Pakaian Jadi di Daerah. Prisma Vol
32 No.1, 2013. LP3ES. Jakarta.
Kmb 27, 2013. Bali Post, 16 September 2013. Terpuruknya Industri Kecil di Gianyar.
Kebijakan ‘Nyaplir’, perajin jatuh miskin.
Kompas, 2013. Ekspor Kerajinan Bali Masih Tertinggi. Kompas.com, 22 Oktober 2013.
Todaro, Michael P, 2000. Pem bangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga Jakarta.
Wearing, Stephen dan John Neil, 1999. Ecotourism Impact, Potentials and Possibilities.
Reed Educational and Professional Publishing Ltd. Britain.