Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mengandung dan melahirkan adalah proses alami dalam siklus kehidupan.
Keberhasilan melalui tahapan tersebut dapat dilihat dari semakin rendahnya
angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Dari hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia
masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Urutan penyebab
kematian Ibu dari yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam
kehamilan, infeksi, abortus dan partus lama. Target global MDGs (Millenium
Development Goals) ke-5 adalah menurunkan angka kematian ibu (AKI)
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari
kondisi ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke-5 untuk menurunkan
AKI adalah off track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-sungguh
untuk mencapainya. 15
Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar akibat dari adanya
komplikasi/penyulit kehamilan, seperti febris, korioamnionitis, infeksi saluran
kemih, dan sebanyak 65% adalah karena ketuban pecah dini (KPD). 16
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum 37
minggu disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.1 KPSW
merupakan masalah yang masih banyak terjadi dalam dunia obstetri. Banyak
faktor yang dapat menyebabkan KPSW antara lain kehamilan letak sungsang,
preeklampsia, anemia, gemelli dan hidramnion.1 Sebanyak 70% kasus KPSW
terjadi pada kehamilan cukup bulan. Berdasarkan latar belakang diatas maka
penulis tertarik untuk membuat laporan kasus mengenai Ketuban Pecah
Sebelum Waktunya pada Kehamilan Aterm.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1
2

1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus


ketuban pecah sebelum waktunya
2. Diharapkan munculnya pola berfikir kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang
kasus ketuban pecah sebelum waktunya

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang ketuban pecah sebelum waktunya.
b. Bagi penulis selanjutnya,diharapkan laporan kasus ini dapat menjadikan
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis


a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinis senior (KKS) dalam penegakkan
diagnosis ketuban pecah sebelum waktunya yang berpedoman pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan runut.
b. Bagi dokter umum, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi bahan
masukan dan menambah pengetahuan dalam mendiagnosis ketuban
pecah sebelum waktunya yang selanjutnya melakukan rujukan pada
dokter spesialis yang berkompeten.
c. Bagi pasien dan keluarga, diharapkan laporan kasus ini dapat
memberikan informasi mengenai ketuban pecah sebelum waktunya
serta komplikasi yang mungkin terjadi jika tidak segera dilakukan
tindakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3

2.1. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya


2.1.1. Definisi
Ketuban pecah sebelum waktunya adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum 37
minggu disebut kettuban pecah dini pada kehamilan prematur.1 Sedangkan
menurut Manuaba Ketuban pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum
terdapat atau dimulainya tanda inpartu dan setelah ditunggu satu jam
belum ada tanda inpartu.3 Menurut protap Unsri, KPSW adalah suatu
keadaan pecahnya selaput ketuban baik dalam kehamilan maupun dalam
persalinan sebelum pembukaan 3 cm atau sebelum fase aktif dan masih
dalam fase laten.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada
kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm
premature rupture of membrans atau ketuban pecah sebelum waktunya
aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah sebelum waktunya preterm/preterm premature rupture of membrans
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut
prolonged PROM.9

2.1.2. Epidemiologi
Ketuban pecah sebelum waktunya dapat terjadi pada kehamilan
aterm, preterm dan pada kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar
8%, 1 – 3 %, dan kurang dari 1 %. Secara umum insidensi KPSW terjadi
sekitar 7 – 12 %. Insidensi KPSW kira – kira 12 % dari semua kehamilan.8
2.1.3. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan
oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat
pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di
daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan
4

kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai


dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin.
Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan
prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga
terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan
selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator
terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur
akibat tarikan saat uterus berkontraksi.9,10
Sampai saat ini penyebab KPSW belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya
ketuban pecah sebelum waktunya, antara lain:
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil
dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan
janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. 3 Membrana
khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan
ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis
dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik.2 Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering
menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli
dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering
ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-
bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya
perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.2,9
Jika terdiagnosis korioamnionitis, perlu segera dimulai upaya
untuk melahirkan janin sebaiknya pervaginam. Sayangnya, satu-
satunya indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini
hanyalah demam; suhu tubuh 38ºC atau lebih, air ketuban yang
5

keruh dan berbau yang menyertai pecah ketuban yang menandakan


infeksi.11
b. Infeksi genitalia
Seorang wanita lebih rentan mengalami keputihan pada saat
hamil karena pada saat hamil terjadi perubahan hormonal yang salah
satu dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan
penurunan keasaman vagina serta terjadi pula perubahan pada
kondisi pencernaan. Keputihan dalam kehamilan sering dianggap
sebagai hal yang biasa dan sering luput dari perhatian ibu maupun
petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan.
Meskipun tidak semua keputihan disebabkan oleh infeksi, beberapa
keputihan dalam kehamilan dapat berbahaya karena dapat
menyebabkan persalinan kurang bulan (prematuritas), ketuban pecah
sebelum waktunya atau bayi lahir dengan berat badan rendah (<
2500 gram).1,11
c. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)
Didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk
mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering
menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan
ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti
septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat
dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop
elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan
atau laserasi obstetrik.1
d. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban
pecah sebelum waktunya. Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual saat hamil baik dari frekuensi yang lebih dari 3 kali
seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis yang
sangat dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah
sebelum waktunya, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya karena
biasanya disertai infeksi. Kelainan letak janin misalnya letak lintang,
6

sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas


panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran
bagian bawah.3,10
e. Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara.
Primipara adalah wanita yang pernah hamil sekali dengan janin
mencapai titik mampu bertahan hidup. Ibu primipara yang
mengalami ketuban pecah sebelum waktunya berkaitan dengan
kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis
seperti emosi dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu,
hal ini berhubungan dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir
triwulan kedua dan awal triwulan ketiga kehamilan yang tidak terlalu
dibatasi dan didukung oleh faktor lain seperti keputihan atau infeksi
maternal.8 Sedangkan multipara adalah wanita yang telah beberapa
kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita yang
telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah
sebelum waktunya pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran
yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami
ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan berikutnya.
f. Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya sebelumnya
Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya sebelumnya
beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah sebelum waktunya
kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya
secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen
dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah
sebelum waktunya dan ketuban pecah sebelum waktunya preterm
terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban
pecah sebelum waktunya pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami
ketuban pecah sebelum waktunya akan lebih beresiko mengalaminya
kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami
ketuban pecah sebelum waktunya kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya.8
7

g. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi


uterus) misalnya polihidramnion dan gemeli.
Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi
pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering
mengalami ketuban pecah sebelum waktunya.8 Perubahan pada
volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir
kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu
dikaitkan dengan perubahan pada volume cairan amnion.
Polihidramnion, akumulasi berlebihan cairan amnion (> 2 liter),
seringkali terjadi disertai gangguan kromosom, kelainan struktur
seperti fistula trakeosofageal, defek pembuluh saraf dan malformasi
susunan sarap pusat akibat penyalahgunaan zat dan diabetes pada
ibu. AFI (amnion fluid indeks) pada kehamilan cukup bulan secara
normal memiliki rentang antara 5,0 cm dan 23,0 cm.6
h. Faktor usia ibu
Usia ibu yang ≤ 20 tahun termasuk usia yang terlalu muda
dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan
sehingga rentan mengalami ketuban pecah sebelum waktunya.
Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu
tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko
tinggi mengalami ketuban pecah sebelum waktunya. Usia dan fisik
wanita sangat berpengaruh terhadap proses kehamilan pertama, pada
kesehatan janin dan proses persalinan. Sampai sekarang,
rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani
kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Kehamilan di
usia kurang dari 20 tahun dapat menimbulkan masalah karena
kondisi fisik belum 100% siap.3,4,5
Namun secara umum periode waktu dari ketuban pecah
sebelum waktunya sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia
gestasi saat ketuban pecah, jika ketuban pecah pada trimester ketiga,
maka hanya diperlukan beberapa hari saja sehingga pelahiran terjadi
dibandingkan dengan trimester kedua.8
8

2.1.4. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis
dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2,4

Gambar 1. Struktur selaput ketuban saat aterm9

Pada ketuban pecah sebelum waktunya terjadi perubahan-


perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya
struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi
kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metalloproteinase
(MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan
triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi
oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada
selaput ketuban juga diproduksi penghambat metalloproteinase/tissue
inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-
1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3
dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1. 1,6,9
9

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjadi selama masa kehamilan


oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang
relative lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut
akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan
penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ekstraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua
enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput
ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm
dengan ketuban pecah sebelum waktunya. Sedangkan pada preterm
didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar
TIMP-1 yang rendah.3,6,9
Gangguan nutrisi merupakan salah satu factor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban
pecah sebelum waktunya. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan
dengan kejadian ketuban pecah sebelum waktunya adalah asam askorbat
yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban
pecah sebelum waktunya. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam
askorbat yang rendah.2

Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya
melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk
Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi
membrane dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis factor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan
aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban
yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah sebelum waktunya
10

preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen


membrane. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase
A2 yang melepaskan precursor prostaglandin dari membrane fosfolipid.
Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang
diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam akidonat menjadi
prostaglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi
prostaglandin dan ketuban pecah sebelum waktunya belum diketahui,
namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator
dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari
MMP-1 dan MMP-3. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri
metode skrining klasik, yaitu temperature rectal ibu dimana dikatakan
positif jika temperature rectal lebih dari 38⁰C, peningkatan denyut jantung
ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal
berbau.8,9,10

Gambar 2. Mekanisme inflamasi pada selaput ketuban10

Patofisiologi pada infeksi intrapartum :


- Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan
langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
11

- Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau


dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin,
kemudian ke ruang intraamnion.
- Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
- Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi
infeksi.9,10

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormone ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblast serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesterone akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormone relaxin yang
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara local
oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang
berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membrane janin.
Aktivitas hormone ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban
manusia saat aterm. Peran hormone-hormon tersebut dalam pathogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.13,14
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah sebelum waktunya aterm ditemukan sel-sel yang
mengalami kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion
terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat
sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel.
Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat
12

dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari


apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.7,9

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa factor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membrane.
Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolagenase. Hal-
hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan
pecahnya selaput ketuban.10

Gambar 3. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya10

2.1.5. Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah
sebelum waktunya adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, disertai dengan
13

demam/menggigil, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini dicurigai


mengalami amnionitis.6 Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena
terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri,
kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara.5,7
Ada pula tanda dan gejala yang tidak selalu ada (kadang-kadang)
timbul pada ketuban pecah sebelum waktunya seperti ketuban pecah
secara tiba-tiba, kemudian cairan tampak diintroitus dan tidak adanya his
dalam satu jam. Keadaan lain seperti nyeri uterus, denyut jantung janin
yang semakin cepat serta perdarahan pervaginam sedikit tidak selalu
dialami ibu dengan kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Namun, harus
tetap diwaspadai untuk mengurangi terjadinya komplikasi pada ibu
maupun janin.6,8

2.1.6. Diagnosis
Menegakkan diagnosis KPSW secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti
melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak
ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPSW ditegakkan
dengan cara :10
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPSW merasa basah pada vagina
atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh,
hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara
tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan
demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa
persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur
kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.10
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan
14

dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama


haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin
dan presentasi.10
b. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPSW untuk mengambil
sampel cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel
cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5,7
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah
sebelum waktunya adalah8,9 :
- Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
- Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
- Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek
glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk
memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada
bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus.
Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin.
Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina.
Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila
diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis
cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan
belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan
fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin.
Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk
pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B,
Clamidia trachomatis dan Neisseriagonorea.1,2
c. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan
dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan
bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali
pusat.
15

Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada


dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.6,7
d. Pemeriksaan penunjang10
- Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas
lakmus merah menjadi biru.
- Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm 3
kemungkinan ada infeksi.
- USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan,
letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air
ketuban.
- Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan
janin secara sebelum waktunya atau memantau kesejahteraan
janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu,
denyut jantung janin akan meningkat.
- Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin -
sfingomielin dan fosfatidilsterol yang berguna untuk
mengevaluasi kematangan paru janin.

2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah
sebelum waktunya perlu mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas
immaturitas neonatal yang berhubungan dengan persalinan dan risiko
infeksi terhadap ibu dan janin.14
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah
sebelum waktunya adalah :3,4,5,10
- Pastikan diagnosis.
- Tentukan umur kehamilan.
- Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin.
- Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah sebelum waktunya, harus
dipertimbangkan beberapa hal berikut :
a. Fase laten :
- Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses
persalinan.
- Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan
terjadinya infeksi.
- Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ;
16

 Korioamnionitis:
o Abdomen terasa tegang.
o Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
o Protein c reaktif meningkat.
o Kultur cairan amnion positif.
 Desiduitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
b. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin BB janin
semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga
tindakan terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
c. Presentasi janin intrauteri
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan
terminasi kehamilan. Pada letak lintang atau bokong, harus
dilakukan dengan jalan seksio sesarea. Pertimbangan komplikasi dan
resiko yang akan dihadapi janin dan maternal terhadap tindakan
terminasi.
d. Usia kehamilan
Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan janin hingga lebih matur.
Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar
dan membahayakan janin serta situasi maternal.

 Penanganan konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotic (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisinilin dan metronidazol 2x500 mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan <32 – 34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu,tidak ada infeksi, tes busa
negative beri deksametason, observasi tanda tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda infeksi
intrauterine). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk
17

memacu kematangan paru janin, bila mungkin periksa kadar lesitin dan
spingomielin setiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 ja sebanyak 4
kali.

 Penanganan aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
cesarea. Dapat pula doberikan misoprostol 25 ug – 50 ug intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan
antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvic <5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC. Bila skor pelvic >5,
induksi persalinan.

Medikamentosa
a. Kortikosteroid6,7
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan
mortalitas perinatal pasca ketuban pecah sebelum waktunya preterm.
Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress
pernafasan ( 20 – 35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 – 15,9% ),
enterokolitis nekrotikans (0,8 – 4,6%). Rekomendasi sebagian besar
menggunakan betamethason (celestone) intramuscular 12 mg setiap
24 jam selama 2 hari. National Institute of Health
merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi
30 – 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi
intra amniotik.Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34
minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada
bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.
b. Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah sebelum
waktunya dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang
periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi
ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam
selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan
18

eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang


mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna
kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian
antibiotik setelah 7 hari.6,7

KETUBAN PECAH ≥ 37 MINGGU


INFEKSI NON- INFEKSI NON-
INFEKSI INFEKSI
 Penisilin  Amoksilin +  Penisilin Lahirkan bayi
 Gentamisin Eritromisin  Gentamisin Berikan
 Metronidazol untuk 7 hari  Metronidazol penisilin atau
 Lahirkan  Steroid untuk  Lahirkan bayi ampisilin
bayi pematangan
paru
Antibiotik setelah persalinan
PROFILAKSIS INFEKSI NON-INFEKSI
Stop antibiotic Lanjutkan untuk 24-48 Tidak perlu
jam setelah bebas panas antibiotic
Gambar 4. Penggunaan antibiotik untuk ketuban pecah sebelum waktunya10

c. Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang
periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak
banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk
ketuban pecah sebelum waktunya. Pemberian agen tokolitik jangka
panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil
penelitian lebih jauh.10

Tatalaksana Ketuban Pecah Sebelum waktunya


Penatalaksanaan KPSW memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. Penanganan Ketuban pecah sebelum waktunya meliputi1:
a. Konservatif
1) Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada
ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak
tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
19

3) Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban


masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4) Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi,
tes buss negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin).
8) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4
kali.

b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan
persalinan diakhiri.
3) Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
20

Gambar 5. Skema Tatalaksana ketuban pecah sebelum waktunya aterm10

Induksi Persalinan11
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang
timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan
berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akeselerasi persalinan
tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah
inpartu.11
Tindakan induksi persalinan dibagi menjadi beberapa cara sebagai
berikut:11
1. Secara medis
a. Infus oksitosin
b. Prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterine
2. Secara manipulative dengan tindakan
a. Amniotomi
b. Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim
c. Pemakaian rangsangam listrik
d. Rangsangan pada putting susu
Indikasi induksi persalinan juga terbagi menjadi indikasi janin dan
indikasi ibu, antara lain:11
1. Indikasi janin
a. Kehamilan lewat waktu
21

b. Ketuban pecah dini


c. Janin mati
2. Indikasi ibu
a. Kehamilan dengan hipertensi
b. Kehamilan dengan diabetes mellitus
Kontraidikasi induksi persalinan adalah sebagai berikut:11
1. Malposisi dan malpresentasi janin
2. Insufisiensi plasenta
3. DKP
4. Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea
5. Grande multipara
6. Gemelli
7. Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion
8. Plasenta previa
Adapun beberapa syarat pemberian infuse oksitosi adalah sebagai
berikut:11
1. Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan
tidak memberikan penyulit baik pada ibu dan janin, maka
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kehamilan aterm
b. Ukuran panggul normal
c. Tidak ada DKP
d. Janin dalam presentasi kepala
e. Serviks sudah matang yaitu porsio lunak, mulai mendatar dan
sudah mulai membuka.
Untuk menilai serviks ini juga dipakai skor Bishop, yaitu bila nilai
skor lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar angka berhasil.11
Skor 0 1 2 3
Pembukaan serviks 0 1-2 3-4 5-6
Pendaratan serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80%
Penurunan kepala -3 -2 -1 +1 +2
dikur dari Hodge III
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Ke belakang Searah Ke arah depan
sumbu
jalan lahir
11
Tabel 1. Skor pelvic (Bishop)
Teknik infuse oksitosi berencana:
1. Semalam sebelum infuse oksitosi, hendaknya penderita sudah
tidur dengan nyenyak
2. Pagi harinya penderita diberi pencahar
3. Infuse oksitosin hendaknya dikerjakan dengan observasi yang baik
22

4. Disiapkan cairan dextrose 5% 500ml yang diisi dengan 5 unit


oksitosin
5. Cairan yang sudah mengandung 5 unit oksitosin ini dialirkan
secara intravena melalui saluran infuse dengan jarum no.20G
6. Jarum suntik intravena dipasang pada bagian volar lengan bawah
7. Tetesan permulaan dibuat agar kadar oksitosin mencapai jumlah
2mU permenit
8. Timbulnya kontraksi rahim dinilai setiap 15 menit. Timbulnya
kontraksi rahim dinilai dalam setiap 15 menit. Bila dalam waktu
15 menit his tetap lemah, tetesan dapat dinaikkan. Umumnya
tetesan maksimal diperbolehkan sampai mencapai kada oksitosin
30-40m UI per menit. Bila sudah mencapai kadar ini, namun
kontraksi rahim belum juga timbul, maka berapapun kadar
oksitosin yang dinaikkan tidak akan menimbulkan tambahan
kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya infuse oksitosin ini dihentikan.

2.1.8. Komplikasi
Komplikasi timbul pada Ketuban Pecah Sebelum waktunya ini
tergantung pada usia kehamilan. Ia dapat terjadi infeksi maternal ataupon
neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya
persalinan normal.1,3
a. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan.
- Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah.
- Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.
- Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi
dalam 1 minggu.7
b. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah
Sebelum waktunya. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi
dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
23

Sebelum waktunya prematur, infeksi lebih sering daripada aterm.


Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Sebelum
waktunya meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
- Komplikasi Ibu:
 Endometritis.
 Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia).
 Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki
vaskularisasi sangat banyak).
 Syok septik sampai kematian ibu.
- Komplikasi Janin
 Asfiksia janin.
 Sepsis perinatal sampai kematian janin.
c. Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapat
hubungan antara terjadinya gawat janin dan oligohidramnion,
semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.2,7
d. Penekanan tali pusat (Prolapsus)
Gawat janin, kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi
pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir
dan prematur.10

Gambar 6. Prolapsus tali pusat9


e. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Sebelum waktunya yang terjadi terlalu sebelum
waktunya menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin serta
hipoplasi pulmonary.5
24

2.1.9. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban sebelum
waktunya, dianjurkan bagi ibu hamil untuk mengurangi aktivitas
pada akhir trimester kedua dan awal trimester ke tiga, serta tidak
melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama
kehamilan. Ibu hamil juga harus dinasihati supaya berhenti merokok
dan mengambil alkohol. Berat badan ibu sebelum kehamilan juga
harus cukup mengikut Indeks Massa Tubuh (IMT) supaya tidak
berlaku mana-mana komplikasi. Selain itu, pasangan juga dinasihati
supaya menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan bila ada
faktor predisposisi.10
b. Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan;
- Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg,
ampicillin iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3
x 1.2 juta IU, metronidazol drip.
- Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat
memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di
lain pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin
(surfaktan).10

2.1.10. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah sebelum waktunya sangat bervariatif
tergantung pada :
- Usia kehamilan.
- Adanya infeksi / sepsis.
- Faktor resiko / penyebab.
- Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan3,4
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan
komplikasi KPSW tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi
intrauterin, dan kondisi pasien. Pada umumnya, tampak lebih pantas untuk
membawa semua pasien dengan ketuban pecah ke rumah sakit dan
melahirkan semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, maupun
semua bayi dengan rasio lesitin-sfingomielin matur, dalam 24 jam dari
pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.
25

Persalinan diinduksi dengan oksitosin selama presentasi janin adalah


kepala. Bila induksi gagal, dilakukan seksio sesarea. Seksio sesarea juga
dianjurkan untuk presentasi bokong, letak lintang, atau gawat janin (fetal
distress), kalau tidak janin terlalu imatur sehingga tidak ada harapan untuk
bertahan hidup. Kelahiran dianjurkan untuk pasien hamil muda dengan
korioamnionitis, persalinan prematur, atau gawat janin. Kelahiran
traumatik tanpa hipoksia janin penting untuk memperkecil mortalitas dan
morbiditas perinatal.6,7

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


A. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. V
TTL/Usia : Palembang, 28-10-1990/ usia 28 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Lorong Perguruan RT 5 RW 3, Plaju.
Agama : Islam
MRS : Sabtu, 7 Juli 2018 Pukul 06.00 WIB
No. RM : 07.27.75

B. Identifikasi Suami
Nama : Tn. A
TTL/Usia : Palembang, 11-10-1989/ 29 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam

3.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Keluar air-air pervaginam sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


26

Os hamil cukup bulan datang dengan keluhan keluar air-air dari kemaluan
1,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluar air-air sedikit demi sedikit
seperti merembes dan sudah 3x ganti celana dalam. Karena keluhan
tersebut os berobat ke Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Os
mengaku mendapati keluar air-air berwarna jernih, berbau amis, tidak
kental. Keluhan perut mulas, keluar darah dan lendir dari vagina
disangkal. Riwayat coitus sehari sebelumnya tidak ada, riwayat hipertensi
sebelum/saat tidak hamil tidak ada, riwayat trauma tidak ada, riwayat
demam disangkal, riwayat batuk, flu dan sakit gigi disangkal, riwayat
sakit saat berkemih dan keputihan disangkal. gerakan janin masih dapat
dirasakan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit Jantung (-) Hipertensi (-)
Penyakit Ginjal (-) Diabetes mellitus (-)
Asma (-) Tuberkulosis (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Jantung (-) Hipertensi (-)
Penyakit Ginjal (-) Diabetes mellitus (-)
Asma (-) Tuberkulosis (-)

E. Riwayat Menstruasi
Usia haid Pertama : 12 tahun
Siklus haid : Setiap 28 hari, teratur
Lama haid : 4 hari, 2-3 kali ganti pembalut per hari
Keluhan saat haid : Nyeri perut kadang-kadang
HPHT : 11/10/2017
TP : 18/7/2018

F. Riwayat Perkawinan
Lama Pernikahan : 9 Tahun
Usia Menikah : 20 Tahun

G. Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi Pil KB 3 bulanan selama 3
Tahun.
27

H. Riwayat ANC
Pasien rutin memeriksa kandungan ke dokter Sp.OG 1x setiap bulan.

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. Perempuan/2012/2900gr/Normal
2. Abortus/2017/kuretase/kehamilan tidak berkembang
3. Hamil saat ini

3.3. Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 74 x/menit
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu Tubuh : 36,6oC

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), tampak pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
Murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar sesuai umur kehamilan, skar
operasi (-), striae gravidarum (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar lien sulit dinilai
Genitalia : Bloody show (-), air-air (+)
Ekstremitas : Akral dingin (-/-) edema (-/-)
28

Kulit : Pigmentasi areaolla mammae(+/+)

B. Status Obstetri
- Pemeriksaan Luar
Abdomen
Leopold I : Teraba bulat, lembut, tidak melenting, besar (Bokong)
TFU 3 jari dibawah proc. Xyphoideus (32 cm)
Leopold II : Situs memanjang, teraba punggung kiri
Leopold III : Teraba bulat, melenting, keras (Kepala)
Leopold IV : Kepala belum masuk pintu atas panggul (PAP)
HIS :-
DJJ : 146x/menit
TBJ : (32-12) x 155 gram = 3.100 gram

- Pemeriksaan Dalam (Vagina Toucher)


Konsistensi porsio : lunak
Posisi : Medial
Pembukaan : 1 cm
Pendataran : 10 %
Selaput ketuban : belum dapat dinilai
Bagian terbawah : Kepala
Penurunan : Hodge I
Penunjuk : belum dapat dinilai
Inspekulo
- Portio livide
- OUE 1cm
- Fluor (-)
- Fluxus (+), cairan ketuban aktif,jernih (+)
- Lakmus test (+) merah  biru
29

Gambar 7. Nitrazin test positif

3.4. Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 Juli 2018 pukul 09.00
PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 10,5 g/dL 12,0-16,0 g/dL
Jumlah Leukosit 12,0 /ul 4,2-11,0 g/dL
Hitung Jenis
Eosinofil 0,6 % 1-3 %
Basofil 0,5 % 0-1 %
Neutrofil Batang 0,0 % 2-6 %
Neutrofil Segmen 79,1 % 40-60 %
Limfosit 12,9 % 20,0-50,0 %
Monosit 6,9 % 2-8 %
Laju Endap Darah 45 mm/jam < 20 mm/jam
Golongan Darah A
Rhesus Positif
Masa Pembekuan / CT 8 menit < 15 menit
30

Masa Pendarahan / BT 2 menit < 6 menit

KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 68 mg/dL 70-140 mg/dL

URIN RUTIN
Urin Rutin
Makroskopis
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan jernih Jernih
Berat Jenis 1,005 1,005-1,030
Ph 7,0 4,5-7,5
Protein Urin - Negatif
Glukosa Urin - Negatif
Nitrit - Negatif
Keton - Negatif
Bilirubin - Negatif
Urobilinogen - Negatif
Sedimen
Epitel 4 1-15/lpk
Leukosit 2 <5/lpb
Eritrosit 1-2 <3/lpb
Silinder - Negatif
Kristal - Negatif
Bakteri - Negatif

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 Juli 2018 pukul 16.00


PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 10,9 g/dL 12,0-16,0 g/dL

3.5. Diagnosis Kerja


G3P1A1 hamil aterm dengan KPSW belum inpartu janin tunggal hidup
presentasi kepala

3.6. Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan denyut jantung janin
- Rencana pemeriksaan penunjang laboratorium (pemeriksaan darah rutin)
31

- Terapi medikamentosa:
 IVFD RL gtt XX/menit
 Ceftriaxone 1x1gr iv (skin test)
- Observasi kemajuan persalinan
- Rencana partus pervaginam

3.7. Follow Up
Hari/Tanggal/Jam S O P
Sabtu, Keluar air- KU : Baik  Observasi KU,
7 Juli 2018 TD :120/80 mmHg
air TVI, DJJ, His
06.30 WIB Nadi :86 x/menit
OS dipindahkan pervaginam RR :20 x/menit  Konsultasi dr.
Temp : 36,5oC Sp.OG
dari PONEK ke
DJJ : 138 x/menit  IVFD RL gtt
VK
HIS : - XX x/menit
 Cek darah rutin

A : G3P1A1 hamil aterm dan urine rutin


 Ceftriaxone
dengan riwayat KPSW
1x1 gr iv (1x
1,5 jam belum inpartu
order)
janin tunggal hidup  Rencana USG
presentasi kepala Observasi
kemajuan
persalinan
 Rencana Partus
Pervaginam
32

Sabtu, Keluar air- KU : Baik  Observasi KU,


7 Juli 2018 TD :120/70 mmHg
air TVI, DJJ dan
12.00 WIB Nadi :92 x/menit
pervaginam RR:20 x/menit His
Temp : 36,8oC  IVFD RL gtt
(+), sakit
DJJ : 141 x/menit
perut/mules XX x/menit
HIS : 3x/10’/20’  Pengosongan
yang
Pembukaan : 3 cm kandung kemih
dirasakan  Dilakukan
semakin USG oleh
A : G3P1A1 hamil aterm
lama dan dr.Sp.OG
dengan riwayat KPSW
semakin  Observasi
7,5 jam inpartu kala 1
sering. kemajuan
fase laten janin tunggal
persalinan
hidup presentasi kepala  Rencana partus
pervaginam

Sabtu, Keluar air- KU : Baik  Observasi KU,


7 Juli 2018 TD :120/80 mmHg
air TVI, DJJ dan
14.00 WIB Nadi :89 x/menit
pervaginam RR:21 x/menit His
Temp : 37,8oC  IVFD RL gtt
(+), sakit
DJJ : 146 x/menit
perut/mules XX/menit
HIS : >5x/10’/40”  Pengosongan
yang
Pembukaan : 8 cm kandung kemih
dirasakan
A : G3P1A1 hamil aterm  Rencana partus
semakin pervaginam
dengan riwayat KPSW
lama dan spontan
9,5 jam inpartu kala 1
semakin
fase aktif janin tunggal
sering.
hidup presentasi kepala

Jam 15.00 WIB bayi


lahir hidup, jenis
kelamin Perempuan,
33

BB 3070 gram, PB 48
cm, A/s 8/9
Minggu, Os KU :Baik  Asi OD
8 Juli 2018 TD :110/80 mmHg  Amoxicilin
mengaku
07.00 WIB Nadi :72 x/menit
tidak ada RR :20 x/menit 3x500mg/po
Temp : 36,70 C  Asam
keluhan
TFU : 1 jari dibawah mefenamat
pusat 3x500mg/po
Kontraksi : Baik  Inbion 1x1
Lokhia Rubra: +
ASI (+) Banyak
A : P2A1 post partum
spontan hari pertama
Senin, Os KU :Baik  Asi OD
9 Juli 2018 TD :120/80 mmHg  Amoxicilin
mengaku
07.00 WIB Nadi :80 x/menit
tidak ada RR :20 x/menit 3x500 mg
Temp : 36,70 C  Asam
keluhan
TFU : 2 jari dibawah mefenamat
pusat 3x500 mg
Kontraksi : Baik  Inbion 1x1
Lokhia Rubra: +  Boleh pulang
ASI (+) Banyak
A : P2A1 post partum
spontan hari kedua

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan seorang Pasien wanita berusia 28 tahun datang ke
IGD RSMP pada tanggal 07-07-2018 pukul 06.00 WIB. Berdasarkan anamnesa,
Pasien mengaku keluar air-air berwarna jernih dari vagina sejak 1,5 jam SMRS.
Pasien mengaku ganti celana dalam sudah 3 kali. Menanyakan waktu keluarnya
air ketuban sangat penting karena akan mempengaruhi prognosis, komplikasi
infeksi dan penanganan. Keluhan perut mules, keluar darah dan lendir dari vagina
disangkal. Riwayat coitus sehari sebelumnya tidak ada, riwayat hipertensi
sebelum/saat tidak hamil tidak ada, riwayat trauma tidak ada, riwayat maag
34

disangkal, riwayat demam disangkal, riwayat batuk, flu dan sakit gigi disangkal,
riwayat sakit saat berkemih dan keputihan disangkal. Gerakan janin masih dapat
dirasakan. Berdasarkan pengakuan pasien hari pertama haid terakhirnya pada
tanggal 11-10-2017. Penentuan tanggal taksiran persalinan pasien ini berdasarkan
rumus Neagle jatuh pada tanggal 18-07-2018. Pasien ini didiagnosa dengan
G3P1A1 Hamil aterm (38-39 minggu) belum inpartu dengan KPSW 1,5 jam janin
tunggal hidup presentasi kepala. Pasien di diagnosa hamil karena memenuhi
beberapa kriteria kehamilan, diantaranya tanda-tanda tidak pasti kehamilan yaitu:
amenorrhea sejak bulan oktober 2017, perut membesar, pigmentasi kulit pada
areola mammae, striae gravidarum pada kulit abdomen. Dan tanda pasti
kehamilan yaitu: adanya gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang dapat teraba
bagian besar dan kecil janin, terdapat denyut jantung janin. Usia kehamilan pada
status pasien adalah aterm yang artinya usia kehamilan ibu sudah cukup bulan
(antara 37-42 minggu), jika menggunakan kalender kehamilan diselaraskan
dengan HPHT ibu maka didapatkan usia kehamilan pasien sekitar 38-39 minggu,
yang artinya sudah cukup bulan (aterm). Pemeriksaan tinggi fundus uteri 3 jari
dibawah processus xipoiedeus (32 cm) dengan taksiran berat janin 3100 gram
dengan menggunakan Formula Johnson Thossack, menunjukkan bahwa
kehamilan pasien ini belum cukup bulan. Janin tunggal hidup dinilai dari
pemeriksaan Leopold yang memberi kesan adanya satu janin dengan letak
membujur sesuai sumbu ibu dimana teraba bokong di bagian fundus, punggung di
sebelah kanan dan ekstremitas di sebelah kiri, serta kepala berada di bagian bawah
namun belum masuk PAP serta DJJ (+) dengan frekuensi 138x/menit.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 120/80 mmHg,
nadi 86 x/m, pernapasan 20x/menit, suhu 36.5 0C. Saat dilakukan pemeriksaan
luar obstetri, belum teraba HIS, DJJ 138x/menit dan reguler. Untuk pemeriksaan
dalam portio lunak, posisi medial, pembukaan 1cm, pendataran 10 %, selaput
ketuban (-) dan pemerikssan nitrazin test positif. Pada hasil pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dan urin rutin, nilai abnormal adalah neutrophil
segmen 79,1%, LED 45 mm/jam. Dari hasil evaluasi awal pada penderita ini
maka didapatkan hal-hal sebagai berikut:
35

1. Persentasi kepala
2. Perkiraan berat janin yang masih dalam batas normal (3.100 gram)
3. Tidak ada kelainan letak pada tali pusat
4. Adanya pecah ketuban 1,5 jam yang lalu namun tidak didapati
leukositosis pada kasus
5. Belum ada his
6. Denyut jantung janin yang baik yaitu 138 x/menit (regular)
Dengan adanya tanda-tanda diatas penderita ini dilakukan observasi
selama 4 jam, kemudian direncanakan USG pukul 10.00 wib. Setelah dilakukan
USG pukul 12.00 wib direncanakan untuk melanjutkan observasi kemajuan
persalinan dan partus pervaginam. Dengan pemeriksaan USG adanya ketuban
pecah dini dapat dikonfirmasikan dengan oligohidramnion.
Air-air berwarna jernih yang keluar berbau amis merupakan tanda telah
terjadinya KPSW. Namun diagnosis KPSW harus ditegakkan dengan pemeriksaan
nitrazin test. Pada kasus ini nitrazin test (+) yang memberikan makna bahwa
cairan tersebut adalah cairan ketuban. Dimana nilai pH ketuban adalah 7.1-7.3.
Nitrazin test dimaknai positif, apabila kertas lakmus yang berwarna merah
berubah menjadi biru. Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban
pecah sebelum waktunya adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes.
Sesuai dengan teori yang ada bahwa diagnosis ditegakkan berdasarkan
keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah dilakukan.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum 37 minggu disebut ketuban pecah dini
pada kehamilan prematur, sedangkan pada kasus ini, ketuban pecah pada
kehamilan cukup bulan dengan usia kehamilan 38-39 minggu yang menandakan
bahwa ketuban pecah dini pada usia kehamilan aterm. Menurut Manuaba Ketuban
pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum terdapat atau dimulainya tanda
inpartu dan setelah ditunggu satu jam belum ada tanda inpartu. KPSW adalah
suatu keadaan pecahnya selaput ketuban baik dalam kehamilan maupun dalam
persalinan sebelum pembukaan 3 cm atau sebelum fase aktif dan masih dalam
fase laten. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini
maka diagnosis pada kasus ini yaitu G3P1A1 hamil aterm belum inpartu dengan
36

KPSW 1,5 jam janin tunggal hidup presentasi kepala. Ketuban pecah dalam
persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior menjadi rapuh, bukan
karena seluruh selaput ketuban rapuh. Selaput ketuban sangat kuat pada
kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah.
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupakan hal yang fisiologis. Pemeriksaan untuk memastikan usia
kehamilan sangatlah penting pada kasus KPSW karena berkaitan dengan tindakan
yang akan dilakukan selanjutnya, sebaiknya pemeriksaan usia kehamilan
dilakukan dengan USG, dan pada kasus ini sudah dilakukan pemeriksaan USG
untuk mengetahui usia kehamilan serta kondisi atau volume cairan ketuban untuk
menentukan rencana tindakan selanjutnya.
Pada kasus ini, penatalaksanaan yang diberikan berupa pemantauan
keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin dan HIS kemudian dilanjutkan
pemasangan IVFD RL gtt 20x/menit dan pemberian ceftriaxone 1x1 gr (1x order),
pantau kemajuan persalinan, rencana USG dan direncanakan partus pervaginam.
Dalam penatalaksanaan KPSW ada beberapa hal yang harus dipastikan antara
lain: Pastikan diagnosis, tentukan umur kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi
maternal dan janin, apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Penanganan kasus KPSW terbagi menjadi 2 yakni penanganan konservatif dan
aktif. Penangan konservatif dan aktif dipilih berdasarkan usia kehamilan pada
saat terjadi KPSW. Pemberian cairan Ringer Lactat bertujuan untuk menggantikan
maupun mengantisipasi kehilangan cairan yang terjadi akibat perdarahan pada
saat partus maupun bertujuan untuk memasukkan obat-obatan injeksi. Pasien
kemudian diberikan antibiotik berupa Ceftriaxone, yakni antibiotik cephalosporin
generasi ke 3 yang dapat digunakan untuk profilaksis atau pencegahan infeksi.
Pada kasus ini pemberian ceftriaxone sudah tepat sebagai profilaksis, dikarenakan
diagnosis KPSW dapat ditegakkan. Pemberian antibiotik pada pasien ketuban
pecah sebelum waktunya dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang
37

periode latensi. Secara teori pada penanganan konservatif, pasien dirawat di


Rumah sakit dan diberikan antibiotik ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
alergi terhadap ampisilin atau dapat diberikan metronidazole 2x500mg selama 7
hari. Usia kehamilan pada pasien ini adalah >37 minggu yang menandakan
seharusnya pasien dilakukan pemberian terapi aktif yakni terminasi kehamilan
dengan induksi oksitosin dan dapat pula diberikan misoprostol 25ug – 50 ug
intravginal dan bila gagal dapat dilakukan SC. Namun pada pasien ini tidak
dilakukan pemberian induksi oksitosin maupun misoprostol intravaginal
dikarenakan kemungkinan karena penilaian serviks yang belum matang melalui
bishop skor. Cara pemberian induksi oksitosin adalah dengan cara memasukkan
oksitosin 5 IU dalam larutan D5% 500cc dan diberikan secara infus intravena
dimulai dengan kecepatan 8 tetes per menit. Bila dalam 30 menit kemudian tidak
ada peningkatan dalam aktivitas miometrium atau his belum cukup baik (his
cukup baik: kontraksi simetris, kontraksi paling kuat di fundus uteri, diiringi
relaksasi sesudahnya) maka kecepatan infuse dapat ditingkatkan dengan 4 tetes
menjadi 12 tetes per menit. Peningkatan tetesan induksi oksitosin harus dalam
pengawasan yang ketat. Ada beberapa syarat yang diperlukan untuk memberikan
induksi oksitosin antara lain; Kehamilan aterm, ukuran panggul normal, tidak ada
DKP, janin dalam presentasi kepala, serviks sudah matang yaitu porsio lunak,
mulai mendatar dan sudah mulai membuka. Selain itu pemberian induksi
oksitosin dapat pula menggunakan skor bishop,
Penilaian hasil skor bishop pada pasien ini yaitu pembukaan 1 cm (1),
pendataran 10% (0), penurunan -3 (0), konsistensi lunak (2), dan posisi medial
(1). Total skor bishop pada pasien ini adalah 4 yang menandakan bahwa serviks
belum matang. Serviks dikatakan matang dan dapat dilakukan partus pervaginam
secara aman jika skor bishop ≥8. Berdasarkan hasil penilaian skor bishop inilah
kemungkinan pasien belum diberikan induksi dengan oksitosin karena serviks
yang belum matang.
Setelah dilakukan observasi kemajuan persalinan, persalinan pervaginam
terjadi pada pukul 15.00 dan lahir neonatus hidup berjenis kelamin perempuan
dengan berat badan lahir 3070 gr, panjang badan lahir 48cm dan apgar skor 8/9.
Dengan demikian terjadi 9,5 jam KPSW pada pasien ini.
38

BAB V
PENUTUP

5.1. Simpulan
1. Penegakkan Diagnosa KPSW membutuhkan pemeriksaan yang
komprehensif, melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam
obstetri, serta perlunya pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Diagnosa pasien pada kasus ini sudah tepat, yakni G3P1A1 hamil aterm
dengan KPSW janin tunggal hidup presentasi kepala
3. Tatalaksana dan rencana tindakan pada kasus ini sesuai mengikuti
protokol tatalaksana, yaitu observasi pasien dan pemberian antibiotik,
pemeriksaan USG dan rencana partus pervaginam karena usia kehamilan
sudah cukup, tidak ada tanda-tanda infeksi maternal dan intrauterine. Dan
tidak dilakukan proses induksi karena skor bishop <5 sehingga hanya
menunggu kemajuan persalinan pervaginam.

5.2. Saran
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan kasus KPSW haruslah tepat
agar kondisi pasien tidak memburuk.
2. Perlunya pemeriksaan yang teliti untuk menentukan tatalaksana
lanjutan yang tepat bagi pasien hamil yang mengalami KPSW
39
40

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2010. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-682.

2. Saifudin A.B. 2009. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.

3. Manuaba, I.B. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Buku KEdokteran EGC.


Jakarta.

4. Mochtar, Rustam. 1998. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri Jilid 1.


Jakarta: EGC. Hal : 255-258.

5. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Ketuban Pecah Dini. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal :
310- 313.

6. Mirazanie, H. Desy Kurniawati. 2010. Ketuban Pecah Dini. Obgynacea,


Obstretri dan Ginekologi. Yogyakarta: Tosca enterprise. Hal : VI.16-18.

7. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of


Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diambil dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf. Diakses pada tanggal 10
oktober 2017

8. Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama,


cetakan kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 73-75

9. Wiknjosastro H. 2002. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu


Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka: 607-622.

10. Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI Mother Day . Kementrian Kesehatan Jakarta.

11. Prawirahardjo,S.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta


Penerbit Yayasan Bina Pustaka.(2007).

You might also like