Professional Documents
Culture Documents
BAB 1,2,3 MRM Prosesss
BAB 1,2,3 MRM Prosesss
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang ketuban pecah sebelum waktunya.
b. Bagi penulis selanjutnya,diharapkan laporan kasus ini dapat menjadikan
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.2. Epidemiologi
Ketuban pecah sebelum waktunya dapat terjadi pada kehamilan
aterm, preterm dan pada kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar
8%, 1 – 3 %, dan kurang dari 1 %. Secara umum insidensi KPSW terjadi
sekitar 7 – 12 %. Insidensi KPSW kira – kira 12 % dari semua kehamilan.8
2.1.3. Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan
oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat
pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di
daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan
4
2.1.4. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis
dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2,4
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum waktunya
melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk
Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis
mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi
membrane dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan
tumor nekrosis factor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan
aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban
yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah sebelum waktunya
10
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormone ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblast serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesterone akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormone relaxin yang
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara local
oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang
berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membrane janin.
Aktivitas hormone ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban
manusia saat aterm. Peran hormone-hormon tersebut dalam pathogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.13,14
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah sebelum waktunya aterm ditemukan sel-sel yang
mengalami kematian sel terprogram (apoptosis) di amnion dan korion
terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat
sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel.
Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat
12
2.1.6. Diagnosis
Menegakkan diagnosis KPSW secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti
melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak
ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPSW ditegakkan
dengan cara :10
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPSW merasa basah pada vagina
atau mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh,
hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara
tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan
demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa
persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur
kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.10
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan
14
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah
sebelum waktunya perlu mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas
immaturitas neonatal yang berhubungan dengan persalinan dan risiko
infeksi terhadap ibu dan janin.14
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah
sebelum waktunya adalah :3,4,5,10
- Pastikan diagnosis.
- Tentukan umur kehamilan.
- Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin.
- Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah sebelum waktunya, harus
dipertimbangkan beberapa hal berikut :
a. Fase laten :
- Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses
persalinan.
- Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan
terjadinya infeksi.
- Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ;
16
Korioamnionitis:
o Abdomen terasa tegang.
o Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
o Protein c reaktif meningkat.
o Kultur cairan amnion positif.
Desiduitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
b. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin BB janin
semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga
tindakan terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
c. Presentasi janin intrauteri
Presentasi janin merupakan penunjuk untuk melakukan
terminasi kehamilan. Pada letak lintang atau bokong, harus
dilakukan dengan jalan seksio sesarea. Pertimbangan komplikasi dan
resiko yang akan dihadapi janin dan maternal terhadap tindakan
terminasi.
d. Usia kehamilan
Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak
diperlukan waktu untuk mempertahankan janin hingga lebih matur.
Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar
dan membahayakan janin serta situasi maternal.
Penanganan konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotic (ampisilin 4 x 500 mg atau
eritromisin bila tidak tahan ampisinilin dan metronidazol 2x500 mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan <32 – 34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu,tidak ada infeksi, tes busa
negative beri deksametason, observasi tanda tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia
kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan
induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda infeksi
intrauterine). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk
17
memacu kematangan paru janin, bila mungkin periksa kadar lesitin dan
spingomielin setiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 ja sebanyak 4
kali.
Penanganan aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
cesarea. Dapat pula doberikan misoprostol 25 ug – 50 ug intravaginal
tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan
antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvic <5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan SC. Bila skor pelvic >5,
induksi persalinan.
Medikamentosa
a. Kortikosteroid6,7
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan
mortalitas perinatal pasca ketuban pecah sebelum waktunya preterm.
Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress
pernafasan ( 20 – 35,4% ), hemoragi intraventrikular ( 7,5 – 15,9% ),
enterokolitis nekrotikans (0,8 – 4,6%). Rekomendasi sebagian besar
menggunakan betamethason (celestone) intramuscular 12 mg setiap
24 jam selama 2 hari. National Institute of Health
merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi
30 – 23 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi
intra amniotik.Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34
minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada
bukti immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.
b. Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah sebelum
waktunya dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang
periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi
ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam
selama 48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan
18
c. Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang
periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak
banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk
ketuban pecah sebelum waktunya. Pemberian agen tokolitik jangka
panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil
penelitian lebih jauh.10
b. Aktif
1) Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan
persalinan diakhiri.
3) Bila skor pelvik <5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
4) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
20
Induksi Persalinan11
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara operatif maupun medicinal, untuk merangsang
timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan
berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akeselerasi persalinan
tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah
inpartu.11
Tindakan induksi persalinan dibagi menjadi beberapa cara sebagai
berikut:11
1. Secara medis
a. Infus oksitosin
b. Prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterine
2. Secara manipulative dengan tindakan
a. Amniotomi
b. Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim
c. Pemakaian rangsangam listrik
d. Rangsangan pada putting susu
Indikasi induksi persalinan juga terbagi menjadi indikasi janin dan
indikasi ibu, antara lain:11
1. Indikasi janin
a. Kehamilan lewat waktu
21
2.1.8. Komplikasi
Komplikasi timbul pada Ketuban Pecah Sebelum waktunya ini
tergantung pada usia kehamilan. Ia dapat terjadi infeksi maternal ataupon
neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya
persalinan normal.1,3
a. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan.
- Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah.
- Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.
- Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi
dalam 1 minggu.7
b. Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah
Sebelum waktunya. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi
dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
23
2.1.9. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban sebelum
waktunya, dianjurkan bagi ibu hamil untuk mengurangi aktivitas
pada akhir trimester kedua dan awal trimester ke tiga, serta tidak
melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan selama
kehamilan. Ibu hamil juga harus dinasihati supaya berhenti merokok
dan mengambil alkohol. Berat badan ibu sebelum kehamilan juga
harus cukup mengikut Indeks Massa Tubuh (IMT) supaya tidak
berlaku mana-mana komplikasi. Selain itu, pasangan juga dinasihati
supaya menghentikan koitus pada trimester akhir kehamilan bila ada
faktor predisposisi.10
b. Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan;
- Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg,
ampicillin iv 4 x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3
x 1.2 juta IU, metronidazol drip.
- Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat
memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di
lain pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin
(surfaktan).10
2.1.10. Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah sebelum waktunya sangat bervariatif
tergantung pada :
- Usia kehamilan.
- Adanya infeksi / sepsis.
- Faktor resiko / penyebab.
- Ketepatan diagnosis awal dan penatalaksanaan3,4
Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan
komplikasi KPSW tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi
intrauterin, dan kondisi pasien. Pada umumnya, tampak lebih pantas untuk
membawa semua pasien dengan ketuban pecah ke rumah sakit dan
melahirkan semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, maupun
semua bayi dengan rasio lesitin-sfingomielin matur, dalam 24 jam dari
pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.
25
BAB III
LAPORAN KASUS
B. Identifikasi Suami
Nama : Tn. A
TTL/Usia : Palembang, 11-10-1989/ 29 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
3.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Keluar air-air pervaginam sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit
Os hamil cukup bulan datang dengan keluhan keluar air-air dari kemaluan
1,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluar air-air sedikit demi sedikit
seperti merembes dan sudah 3x ganti celana dalam. Karena keluhan
tersebut os berobat ke Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Os
mengaku mendapati keluar air-air berwarna jernih, berbau amis, tidak
kental. Keluhan perut mulas, keluar darah dan lendir dari vagina
disangkal. Riwayat coitus sehari sebelumnya tidak ada, riwayat hipertensi
sebelum/saat tidak hamil tidak ada, riwayat trauma tidak ada, riwayat
demam disangkal, riwayat batuk, flu dan sakit gigi disangkal, riwayat
sakit saat berkemih dan keputihan disangkal. gerakan janin masih dapat
dirasakan.
E. Riwayat Menstruasi
Usia haid Pertama : 12 tahun
Siklus haid : Setiap 28 hari, teratur
Lama haid : 4 hari, 2-3 kali ganti pembalut per hari
Keluhan saat haid : Nyeri perut kadang-kadang
HPHT : 11/10/2017
TP : 18/7/2018
F. Riwayat Perkawinan
Lama Pernikahan : 9 Tahun
Usia Menikah : 20 Tahun
G. Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi Pil KB 3 bulanan selama 3
Tahun.
27
H. Riwayat ANC
Pasien rutin memeriksa kandungan ke dokter Sp.OG 1x setiap bulan.
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemi (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), tampak pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
Murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar sesuai umur kehamilan, skar
operasi (-), striae gravidarum (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar lien sulit dinilai
Genitalia : Bloody show (-), air-air (+)
Ekstremitas : Akral dingin (-/-) edema (-/-)
28
B. Status Obstetri
- Pemeriksaan Luar
Abdomen
Leopold I : Teraba bulat, lembut, tidak melenting, besar (Bokong)
TFU 3 jari dibawah proc. Xyphoideus (32 cm)
Leopold II : Situs memanjang, teraba punggung kiri
Leopold III : Teraba bulat, melenting, keras (Kepala)
Leopold IV : Kepala belum masuk pintu atas panggul (PAP)
HIS :-
DJJ : 146x/menit
TBJ : (32-12) x 155 gram = 3.100 gram
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 68 mg/dL 70-140 mg/dL
URIN RUTIN
Urin Rutin
Makroskopis
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan jernih Jernih
Berat Jenis 1,005 1,005-1,030
Ph 7,0 4,5-7,5
Protein Urin - Negatif
Glukosa Urin - Negatif
Nitrit - Negatif
Keton - Negatif
Bilirubin - Negatif
Urobilinogen - Negatif
Sedimen
Epitel 4 1-15/lpk
Leukosit 2 <5/lpb
Eritrosit 1-2 <3/lpb
Silinder - Negatif
Kristal - Negatif
Bakteri - Negatif
3.6. Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan denyut jantung janin
- Rencana pemeriksaan penunjang laboratorium (pemeriksaan darah rutin)
31
- Terapi medikamentosa:
IVFD RL gtt XX/menit
Ceftriaxone 1x1gr iv (skin test)
- Observasi kemajuan persalinan
- Rencana partus pervaginam
3.7. Follow Up
Hari/Tanggal/Jam S O P
Sabtu, Keluar air- KU : Baik Observasi KU,
7 Juli 2018 TD :120/80 mmHg
air TVI, DJJ, His
06.30 WIB Nadi :86 x/menit
OS dipindahkan pervaginam RR :20 x/menit Konsultasi dr.
Temp : 36,5oC Sp.OG
dari PONEK ke
DJJ : 138 x/menit IVFD RL gtt
VK
HIS : - XX x/menit
Cek darah rutin
BB 3070 gram, PB 48
cm, A/s 8/9
Minggu, Os KU :Baik Asi OD
8 Juli 2018 TD :110/80 mmHg Amoxicilin
mengaku
07.00 WIB Nadi :72 x/menit
tidak ada RR :20 x/menit 3x500mg/po
Temp : 36,70 C Asam
keluhan
TFU : 1 jari dibawah mefenamat
pusat 3x500mg/po
Kontraksi : Baik Inbion 1x1
Lokhia Rubra: +
ASI (+) Banyak
A : P2A1 post partum
spontan hari pertama
Senin, Os KU :Baik Asi OD
9 Juli 2018 TD :120/80 mmHg Amoxicilin
mengaku
07.00 WIB Nadi :80 x/menit
tidak ada RR :20 x/menit 3x500 mg
Temp : 36,70 C Asam
keluhan
TFU : 2 jari dibawah mefenamat
pusat 3x500 mg
Kontraksi : Baik Inbion 1x1
Lokhia Rubra: + Boleh pulang
ASI (+) Banyak
A : P2A1 post partum
spontan hari kedua
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini dilaporkan seorang Pasien wanita berusia 28 tahun datang ke
IGD RSMP pada tanggal 07-07-2018 pukul 06.00 WIB. Berdasarkan anamnesa,
Pasien mengaku keluar air-air berwarna jernih dari vagina sejak 1,5 jam SMRS.
Pasien mengaku ganti celana dalam sudah 3 kali. Menanyakan waktu keluarnya
air ketuban sangat penting karena akan mempengaruhi prognosis, komplikasi
infeksi dan penanganan. Keluhan perut mules, keluar darah dan lendir dari vagina
disangkal. Riwayat coitus sehari sebelumnya tidak ada, riwayat hipertensi
sebelum/saat tidak hamil tidak ada, riwayat trauma tidak ada, riwayat maag
34
disangkal, riwayat demam disangkal, riwayat batuk, flu dan sakit gigi disangkal,
riwayat sakit saat berkemih dan keputihan disangkal. Gerakan janin masih dapat
dirasakan. Berdasarkan pengakuan pasien hari pertama haid terakhirnya pada
tanggal 11-10-2017. Penentuan tanggal taksiran persalinan pasien ini berdasarkan
rumus Neagle jatuh pada tanggal 18-07-2018. Pasien ini didiagnosa dengan
G3P1A1 Hamil aterm (38-39 minggu) belum inpartu dengan KPSW 1,5 jam janin
tunggal hidup presentasi kepala. Pasien di diagnosa hamil karena memenuhi
beberapa kriteria kehamilan, diantaranya tanda-tanda tidak pasti kehamilan yaitu:
amenorrhea sejak bulan oktober 2017, perut membesar, pigmentasi kulit pada
areola mammae, striae gravidarum pada kulit abdomen. Dan tanda pasti
kehamilan yaitu: adanya gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang dapat teraba
bagian besar dan kecil janin, terdapat denyut jantung janin. Usia kehamilan pada
status pasien adalah aterm yang artinya usia kehamilan ibu sudah cukup bulan
(antara 37-42 minggu), jika menggunakan kalender kehamilan diselaraskan
dengan HPHT ibu maka didapatkan usia kehamilan pasien sekitar 38-39 minggu,
yang artinya sudah cukup bulan (aterm). Pemeriksaan tinggi fundus uteri 3 jari
dibawah processus xipoiedeus (32 cm) dengan taksiran berat janin 3100 gram
dengan menggunakan Formula Johnson Thossack, menunjukkan bahwa
kehamilan pasien ini belum cukup bulan. Janin tunggal hidup dinilai dari
pemeriksaan Leopold yang memberi kesan adanya satu janin dengan letak
membujur sesuai sumbu ibu dimana teraba bokong di bagian fundus, punggung di
sebelah kanan dan ekstremitas di sebelah kiri, serta kepala berada di bagian bawah
namun belum masuk PAP serta DJJ (+) dengan frekuensi 138x/menit.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 120/80 mmHg,
nadi 86 x/m, pernapasan 20x/menit, suhu 36.5 0C. Saat dilakukan pemeriksaan
luar obstetri, belum teraba HIS, DJJ 138x/menit dan reguler. Untuk pemeriksaan
dalam portio lunak, posisi medial, pembukaan 1cm, pendataran 10 %, selaput
ketuban (-) dan pemerikssan nitrazin test positif. Pada hasil pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dan urin rutin, nilai abnormal adalah neutrophil
segmen 79,1%, LED 45 mm/jam. Dari hasil evaluasi awal pada penderita ini
maka didapatkan hal-hal sebagai berikut:
35
1. Persentasi kepala
2. Perkiraan berat janin yang masih dalam batas normal (3.100 gram)
3. Tidak ada kelainan letak pada tali pusat
4. Adanya pecah ketuban 1,5 jam yang lalu namun tidak didapati
leukositosis pada kasus
5. Belum ada his
6. Denyut jantung janin yang baik yaitu 138 x/menit (regular)
Dengan adanya tanda-tanda diatas penderita ini dilakukan observasi
selama 4 jam, kemudian direncanakan USG pukul 10.00 wib. Setelah dilakukan
USG pukul 12.00 wib direncanakan untuk melanjutkan observasi kemajuan
persalinan dan partus pervaginam. Dengan pemeriksaan USG adanya ketuban
pecah dini dapat dikonfirmasikan dengan oligohidramnion.
Air-air berwarna jernih yang keluar berbau amis merupakan tanda telah
terjadinya KPSW. Namun diagnosis KPSW harus ditegakkan dengan pemeriksaan
nitrazin test. Pada kasus ini nitrazin test (+) yang memberikan makna bahwa
cairan tersebut adalah cairan ketuban. Dimana nilai pH ketuban adalah 7.1-7.3.
Nitrazin test dimaknai positif, apabila kertas lakmus yang berwarna merah
berubah menjadi biru. Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban
pecah sebelum waktunya adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes.
Sesuai dengan teori yang ada bahwa diagnosis ditegakkan berdasarkan
keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah dilakukan.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum 37 minggu disebut ketuban pecah dini
pada kehamilan prematur, sedangkan pada kasus ini, ketuban pecah pada
kehamilan cukup bulan dengan usia kehamilan 38-39 minggu yang menandakan
bahwa ketuban pecah dini pada usia kehamilan aterm. Menurut Manuaba Ketuban
pecah dini adalah ketuban yang pecah sebelum terdapat atau dimulainya tanda
inpartu dan setelah ditunggu satu jam belum ada tanda inpartu. KPSW adalah
suatu keadaan pecahnya selaput ketuban baik dalam kehamilan maupun dalam
persalinan sebelum pembukaan 3 cm atau sebelum fase aktif dan masih dalam
fase laten. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini
maka diagnosis pada kasus ini yaitu G3P1A1 hamil aterm belum inpartu dengan
36
KPSW 1,5 jam janin tunggal hidup presentasi kepala. Ketuban pecah dalam
persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior menjadi rapuh, bukan
karena seluruh selaput ketuban rapuh. Selaput ketuban sangat kuat pada
kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah.
Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan
aterm merupakan hal yang fisiologis. Pemeriksaan untuk memastikan usia
kehamilan sangatlah penting pada kasus KPSW karena berkaitan dengan tindakan
yang akan dilakukan selanjutnya, sebaiknya pemeriksaan usia kehamilan
dilakukan dengan USG, dan pada kasus ini sudah dilakukan pemeriksaan USG
untuk mengetahui usia kehamilan serta kondisi atau volume cairan ketuban untuk
menentukan rencana tindakan selanjutnya.
Pada kasus ini, penatalaksanaan yang diberikan berupa pemantauan
keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin dan HIS kemudian dilanjutkan
pemasangan IVFD RL gtt 20x/menit dan pemberian ceftriaxone 1x1 gr (1x order),
pantau kemajuan persalinan, rencana USG dan direncanakan partus pervaginam.
Dalam penatalaksanaan KPSW ada beberapa hal yang harus dipastikan antara
lain: Pastikan diagnosis, tentukan umur kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi
maternal dan janin, apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Penanganan kasus KPSW terbagi menjadi 2 yakni penanganan konservatif dan
aktif. Penangan konservatif dan aktif dipilih berdasarkan usia kehamilan pada
saat terjadi KPSW. Pemberian cairan Ringer Lactat bertujuan untuk menggantikan
maupun mengantisipasi kehilangan cairan yang terjadi akibat perdarahan pada
saat partus maupun bertujuan untuk memasukkan obat-obatan injeksi. Pasien
kemudian diberikan antibiotik berupa Ceftriaxone, yakni antibiotik cephalosporin
generasi ke 3 yang dapat digunakan untuk profilaksis atau pencegahan infeksi.
Pada kasus ini pemberian ceftriaxone sudah tepat sebagai profilaksis, dikarenakan
diagnosis KPSW dapat ditegakkan. Pemberian antibiotik pada pasien ketuban
pecah sebelum waktunya dapat menekan infeksi neonatal dan memperpanjang
37
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1. Penegakkan Diagnosa KPSW membutuhkan pemeriksaan yang
komprehensif, melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam
obstetri, serta perlunya pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Diagnosa pasien pada kasus ini sudah tepat, yakni G3P1A1 hamil aterm
dengan KPSW janin tunggal hidup presentasi kepala
3. Tatalaksana dan rencana tindakan pada kasus ini sesuai mengikuti
protokol tatalaksana, yaitu observasi pasien dan pemberian antibiotik,
pemeriksaan USG dan rencana partus pervaginam karena usia kehamilan
sudah cukup, tidak ada tanda-tanda infeksi maternal dan intrauterine. Dan
tidak dilakukan proses induksi karena skor bishop <5 sehingga hanya
menunggu kemajuan persalinan pervaginam.
5.2. Saran
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam mendiagnosis dan penatalaksanaan kasus KPSW haruslah tepat
agar kondisi pasien tidak memburuk.
2. Perlunya pemeriksaan yang teliti untuk menentukan tatalaksana
lanjutan yang tepat bagi pasien hamil yang mengalami KPSW
39
40
DAFTAR PUSTAKA
2. Saifudin A.B. 2009. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
5. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Ketuban Pecah Dini. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal :
310- 313.
10. Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI Mother Day . Kementrian Kesehatan Jakarta.