Professional Documents
Culture Documents
Pengertian Apartemen
Pengertian Apartemen
Fakultas Teknik
Universitas Udayana
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Udayana
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat
karunia-Nyalah, dapat menyelesaikan tugas Perancangan Persimpangan Sebidang ini
tepat pada waktunya.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam
mengenai Mata Kuliah Perancangan Persimpangan Sebidang dan untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti perkuliahan Perancangan Persimpangan Sebidang. Dan
di samping itu juga untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dalam menerapkan
pemahaman terhadap Perancangan Persimpangan Sebidang.
Ucapan terima kasih kepada Bapak selaku dosen yang telah memberikan
bimbingan untuk tugas yang akan dikerjakan.
Telah disadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena itu permohonan maaf diucapkan apabila terdapat kesalahan di dalam
laporan ini. Harapannya semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua kedepannya.
Bukit Jimbaran,
Penulis
DAFTAR ISI
2.3.3 Komposisi Lalu Lintas dan Prosentase LHR pada Jam Puncak ( k ) .. 10
2.5.4 Perhitungan Rasio Belok dan Rasio Arus Jalan Minor ......................... 17
3.7.1 Masukkan Data Geometrik dan Lingkungan Pada Formulir SIG-I ...... 77
3.7.2 Masukkan Data Distribusi Arus (VJP) Pada Formulir SIG-II .............. 78
3.7.3 Masukan Data Waktu Kuning, All Red dan Fasenya Pada SIG-III ...... 79
3.7.4 Perhitungan Waktu Siklus APILL dan Alokasi Waktu Hijau Masing-
masing Fase Pada SIG-IV ................................................................................... 80
BAB I
PENDAHULUAN
Perancangan Simpang Sebidang merupakan salah satu terapan dari ilmu Teknik Lalu
Lintas. Untuk aplikasi ilmu Teknik Lalu Lintas ini maka diberikan tugas Perancangan
Simpang Sebidang sebagai implementasi dari mata kuliah Teknik Lalu Lintas. Pada tugas
ini mahasiswa diberikan tugas untuk membuat analisis lalu lintas dan menghitung VJP pada
tahun jalan dibuka serta pada tahun rencana, memilih tipe simpang dan tipe pengendalian
simpang serta standar Geometri, membuat gambat perancangan Geometri simpang,
membuat gambar perancangan titik lokasi APILL, membuat gambar marka dan rambu lalu
lintas, serta membuat gambar detail marka dan rambu lalu lintas. Maka diharapkan setelah
selesai membuat tugas ini mahasiswa dapat merancang suatu simpang sesuai dengan
standar aturan yang berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Persimpangan jalan adalah daerah atau tempat dimana dua atau lebih jalan raya
yang berpencar, bergabung, bersilangan dan berpotongan, termasuk fasilitas jalan dan
sisi jalan untuk pergerakan lalu lintas pada daerah itu. Fungsi operasional utama dari
persimpangan adalah untuk menyediakan perpindahan atau perubahan arah perjalanan.
Masalah-masalah yang saling terkait pada persimpangan adalah:
a. Volume dan kapasitas (secara langsung mempengaruhi hambatan).
b. Desain geometrik dan kebebasan pandang.
c. Perilaku lalu lintas dan panjang antrian.
d. Kecepatan.
e. Pangaturan lampu jalan.
f. Kecelakaan dan keselamatan.
g. Parkir.
Tujuan utama perencanaan simpang adalah mengurangi konflik antara kendaraan
bermotor serta tidak bermotor (gerobak, sepeda) dan penyediaan fasilitas yang memberikan
kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan terhadap pemakai jalan yang melalui
persimpangan. Menurut Departemen P.U. (1997) terdapat empat jenis dasar dari alih gerak
kendaraan yang berbahaya seperti berikut :
Persimpangan jalan terdiri dari dua kategori utama yaitu persimpangan sebidang dan
persimpangan tak sebidang (Saodang, 2004).
Yaitu pertemuan dua atau lebih jalan raya dalam satu bidang yang mempunyai
elevasi yang sama. Desain persimpangan ini berbentuk huruf T, huruf Y,
persimpangan empat kaki, serta persimpangan berkaki banyak. Simpang jalan pada
pertemuan sebidang ini sangat potensial untuk menjadi:
Yaitu persimpangan dimana jalan yang satu dengan yang lainnya tidak saling
bertemu dalam satu bidang dan mempunyai beda tinggi antara keduanya. Tujuan
pembangunan simpang tidak sebidang ini adalah menghilangkan konflik dan
mengurangi volume lalu lintas yang menggunakan daerah yang digunakan secara
bersama-sama (shared area), memperbesar kapasitas, menambah keamanan.
Gambar 2.2 Konflik – konflik pada simpang tiga lengan Simpang Prioritas
Keterangan:
● = Titik konflik persilangan (3 titik)
∆ = Titik konflik penggabungan (3 titik)
ᴼ = Titik konflik penyebaran (3 titik)
Gambar 2.3 Konflik – konflik pada simpang empat lengan Simpang APILL
Keterangan:
● = Titik konflik persilangan (16 titik)
∆ = Titik konflik penggabungan (8 titik)
ᴼ = Titik konflik penyebaran (8 titik)
Pada Gambar 2.4 dan 2.5 ini menunjukkan konflik-konflik pada simpang
APILL:
Gambar 2.5 Konflik – konflik utama dan kedua pada Simpang APILL dengan empat
lengan
LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu
jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.
2.3.3 Komposisi Lalu Lintas dan Prosentase LHR pada Jam Puncak ( k )
Komposisi lalu lintas terdiri dari kendaraan ringan (KR), kendaraan berat
(KB) dan sepeda motor (SM) yang biasanya diperoleh dari survey pencatatan lalu
lintas (traffic counting) selama 24 jam dalam 3 hari.
Sedangkan nilai persentase jam puncak (k) dapat diambil 8 – 12 % dan faktor
jam puncak – peak hour faktor (PHF) adalah 0,9-0,95.
1. Arus minimal lalu lintas yang menggunakan persimpangan rata-rata di atas 750
kendaraan/jam, terjadi secara kontinu 8 jam sehari.
2. Waktu tunggu atau hambatan rata-rata kendaraan di persimpangan melampaui 30 detik.
3. Persimpangan digunakan oleh rata-rata lebih dari 175 pejalan kaki/jam, terjadi secara
kontinue 8 jam sehari.
4. Sering terjadi kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan.
5. Pada daerah yang bersangkutan dipasang suatu sistem pengendalian lalu lintas terpadu
(Area Traffic Control / ATC), sehingga setiap persimpangan yang termasuk didalam
daerah yang bersangkutan harus dikendalikan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas.
Syarat-syarat yang disebut di atas tidak baku dan dapat disesuaikan dengan situasi
dan kondisi setempat. Persimpangan bersinyal umumnya dipergunakan dengan beberapa
alasan antara lain:
Pemilihan tipe simpang tak bersinyal dengan pengaturan hak jalan digunakan di daerah
pemukiman perkotaan dan daerah pedalaman untuk simpang antara jalan local dengan arus
lalu lintas rendah. Untuk simpang dengan kelas dan atau fungsi jalan yang berbeda, lalu
lintas pada jalan minor harus diatur dengan “yield” atau “stop”. Simpang tak bersinyal yang
paling efektif adalah apabila ukurannya kecil dan daerah konflik lalu lintas ditentukan
dengan baik.
a. Kondisi Geometrik
Sketsa pola geometrik jalan yang dimasukkan ke dalam formulir USIG-I. Harus
dibedakan antara jalan utama dan jalan minor dengan cara pemberian nama. Untuk
simpang lengan tiga, jalan yang menerus selalu dikatakan jalan utama. Pada sketa jalan
harus diterangkan dengan jelas kondisi geometrik jalan yang dimaksud seperti lebar
jalan, lebar bahu, dan lain-lain.
c. Kondisi Lingkungan
Berikut data kondisi lingkungan yang dibutuhkan dalam perhitungan:
Tabel 2.2 Panduan untuk memilih tipe simpang tak bersinyal yang paling ekonomis di
daerah perkotaan, konstruksi baru
Dimana :
A+C
PMI = ( 2.8)
A+B+C+D
e. Perhitungan rasio arus minor P MI yaitu arus jalan minor dibagi arus total dan
dimasukkan hasilnya pada formulir USIG-I.
Dimana:
f. Perhitungan rasio arus belok kiri dan belok kanan (P LT, PRT)
PLT = Q LT/QTOT ; PRT = QRT/QTOT (2.11)
Dimana:
Dimana:
lebar pendekat pada persimpangan dibagi dengan jumlah lengan yang terdapat pada
simpang tersebut. Parameter geometrik berikut diperlukan untuk analisa kapasitas.
Lebar rata-rata pendekatan minor dan utama W AC, WBD, dan lebar rata - rata
pendekat W I (simpang empat lengan).
a) Perhitungan lebar rata-rata pendekat pada jalan minor dan jalan utama.
WAC = (WA + WC) /⅀ Pendekat ;
Dimana :
322 3 2 2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4
322 2700
342 2900
422 2900
median (FM)
f. Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak
bermotor, FRSU dihitung dengan menggunakan Tabel 2.8. Variabel masukan adalah
tipe lingkungan jalan (RE), kelas hambatan samping (SF) dan rasio kendaraan tak
bermotor (PUM).
Tabel 2.8 Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor (FRSU)
Kelas tipe Rasio kendaraan tak bermotor P UM
Kelas hambatan
lingkungan
samping SF 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25
jalan RE
Tinggi,
Rendah
Tabel 2.9 Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor (Dep. P. U.,1997).
IT FMI P MI
424 16,6 × P MI4 – 33,3 × P MI3 + 25,3 × P MI2 – 8,6 ×PMI + 1,95 0,1 – 0,3
324 16,6 × P MI4 – 33,3 × P MI3 + 25,3 × P MI2 – 8,6 × P MI + 1,95 0,1 – 0,3
DS = QTOT / C (2.16)
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan
C = Kapasitas (smp/jam)
2.5.7 Tundaan
Tundaan (D) rata-rata adalah rata-rata waktu tunggu tiap kendaraan yang masuk
dalam pendekat.
Dimana:
DTMI = Tundaan untuk jalan minor.
DTMA = Tundaan untuk jalan mayor .
QTOT = Volume arus lalu lintas total pada persimpangan (smp/jam)
QMA = Volume arus lalu lintas pada jalan mayor.
QMI = Volume lalu lintas pada jalan minor.
d. Tundaan geometrik simpang (DG)
Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk simpang, DG dihitung dari rumus berikut:
Untuk DS < 1, 0 ;
Untuk DS≥1,0 : DG = 4.
Dimana :
DS = derajat kejenuhan.
Dimana :
Cara yang cepat untuk menilai hasil adalah dengan melihat derajat kejenuhan
(DS) untuk kondisi yang diamati, dan membandingkannya dengan pertumbuhan lalu
lintas tahunan dan “umur” fungsional yang diinginkan dan simpang tersebut. Jika nilai
DS yang diperoleh terlalu tinggi (>0,85), pengguna manual mungkin ingin merubah
anggapan yang berkaitan dengan lebar pendek dan sebagainya dan membuat
perhitungan yang baru. Hal ini akan membutuhkan formulir yang baru dengan soal yang
baru.
2. Menjamin agar kendaraan yang terakhir pada phase hijau yang baru saja diakhiri
memperoleh waktu cukup untuk keluar dari daerah konflik sebelum kendaraan dari
phase berikutnya memasuki daerah yang sama.
Untuk analisa operasional dan perencanaan, disarankan untuk membuat suatu
perhitungan rinci dari suatu waktu pengosongan (semua merah) dan waktu hilang total.
Pada analisa yang dilakukan untuk keperluan perancangan, waktu antar hijau (kuning +
merah semua) dapat dianggap sebagai nilai-nilai normal. Untuk nilai normal waktu antar
hijau dapat dilihat pada Tabel 2.11 berikut.
Gambar 2.16 Titik konflik dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
Sumber Departemen P.U.(1997)
Titik konflik kritis pada masing-masing phase (i) adalah titik yang menghasilkan
waktu merah semua sebesar:
𝐿𝐸𝑉 + 𝑙𝐸𝑉 𝐿𝐴𝑉
MERAH SEMUA = − (2.20)
𝑉𝐸𝑉 𝑉𝐴𝑉
Dimana :
LEV , LAV : Jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk
kendaraan yang berangkat dan datang. (m)
lEV : Panjang kendaraan yang berangkat. (m)
VEV , VAV : Kecepatan konflik masing-masing untuk kendaraan yang
berangkat dan datang. (m)
Nilai-nilai yang dipilih untuk VEV , VAV dan lEV tergantung dari komposisi lalu lintas
dan kondisi keceoatan pada lokasi . Nilai-nilai sementara berikut dapat dipilih dengan
ketiadaan aturan di Indonesia akan hal ini.
Perhitungan dilakukan untuk semua gerak lalu lintas yang bersinyal (tidak termasuk
belok kiri jalan terus). Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir phase
telah ditetapkan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari
waktu-waktu antar hijau :
Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya
adalah 3,0 detik (Departemen P.U., 1997)
= Wa - WLTOR
Jumlah lajur dalam satu kaki persimpangan ditentukan dari lebar jalur efektif (Wce)
untuk segmen jalan, sesuai pada Tabel 2.12 berikut ini :
b. Pendekat dengan tipe O (arus terlawan), SO (arus jenuh dasar) pada tipe ini ditentukan
berdasarkan Gambar 2.24 dan Gambar 2.25 seperti berikut ini:
Gambar 2.24 SO untuk pendekat tipe O tanpa lajur belok kanan terpisah
Sumber: Departemen P.U. (1997)
Gambar 2.25 SO untuk pendekat tipe O dengan lajur belok kanan terpisah
Sumber: Departemen P.U. (1997)
Arus jenuh ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan arus
belok kanan pada pendekat tersebut. Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi
sebenarnya dengan ukuran kota, hambatan samping, kelandaian dan parkir.
2. Arus Jenuh Nyata ( S )
Yang dimaksud dengan arus jenuh nyata adalah hasil perkalian dari arus jenuh dasar
(SO) untuk keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari
kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan
sebelumnya (smp/jam hijau) (Departemen P.U.,1997).
Arus Jenuh Nyata (S) = SO x F1 x F2 x ………. Fn (2.22)
Dimana :
Tabel 2.14 Kelas hambatan samping dan faktor penyesuaian hambatan samping atau Side
Friction (FSF)
Jumlah Berbobot
Kelas Hambatan
Kode Kejadian per 200 m Kondisi Khusus
Samping (SFC)
per jam (dua sisi)
Daerah permukiman;
Sangat rendah VL <100 jalan dengan jalan
samping.
Daerah permukiman;
Rendah L 100 – 299 beberapa kendaraan
umum dsb.
Daerah industri,
Sedang M 300 – 499 beberapa toko di sisi
jalan.
Daerah komersial,
Tinggi H 500 – 899 aktivitas sisi jalan
tinggi.
Daerah komersial
Sangat tinggi VH >900 dengan aktivitas pasar
di samping jalan.
Dimana:
Dimana:
Nilai kritis FRcrit (maksimum) dari rasio arus yang ada dihitung rasio arus pada simpang
dengan penjumlahan rasio arus kritik tersebut:
Perlu diperhatikan:
a. Jika LTOR harus dikeluarkan dari analisa hanya gerakan-gerakan lurus dan belok
kanan saja yang dimaksud dalam nilai Q.
b. Jiak We = Wkeluar hanya gerakan lurus saja yang dimasukkan dalam nilai Q.
c. Jika suatu pendekat mempunyai sinyal hijau dalam dua phase, yang satu untuk terlawan
(O) dan yang satu untuk arus terlindung (P), gabungan arus lalu lintas sebaiknya
dihitung sebagai smp rata-rata berbobot untuk kondisi terlawan dan terlindung,
hasilnya dimasukkan kedalam baris gabungan phase tersebut.
Waktu siklus yang didapat kemudian disesuaikan dengan waktu siklus yang
direkomendasikan seperti pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15 Pengaturan waktu siklus
Tipe Pengaturan Waktu Siklus yang Layak
(detik)
2 Phase 40-80
3 Phase 50-100
4 Phase 80-130
Sumber: Departemen P.U. (1997)
Jika waku siklus lebih rendah dari nilai yang disarankan, akan menyebabkan
kesulitan bagi para pejalan kaki untuk menyebrang jalan. Waktu siklus yang melebihi 130
detik harus dihindari kecuali pada kasus sangat khusus (simpang sangat besar), karena hal
itu sering kali menyebabkan keugian dalam kapasitas keseluruhan. Jika perhitungan
menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari batas yang disarankan, maka hal ini
menandakan bahwa kapasitas dari denah simpang tersebut adalah tidak mencukupi.
Waktu hijau adalah waktu nyala hijau dalam suatu pendekat (Alamsyah, 2005).
Perhitungan waktu hijau untuk tiap phase dijelaskan dengan rumus:
gi = (cua-LTI) X PRi ≥ 10 detik (2.30)
Dimana:
gi = Tampilan waktu hijau pada phase I (detik)
cua = Waktu siklus (detik)
LTI = Waktu hilang total per-siklus (detik)
PRi = Rasio Fase FRcrit / ∑( FRcrit)
Syarat untuk waktu hijau minimal adalah 10 detik, kalau lebih kecil dari 10 detik dapat
mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi pejalan
kaki untuk menyeberang jalan, dan bila disesuaikan harus dimasukkan dalam waktu
siklus.
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus jenuh (smp/jam hijau)
g = Waktu hijau (detik)
c = panjang siklus (detik)
Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (QLT, QRT, dan QST) dikonversi dari
kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan
ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan
terlawan.
Dimana:
GR = Rasio hijau.
Maka panjang antrian kendaraan adalah dengan mengalikan NQmax dengan luas rata
– rata yang dipergunakan per smp (10 m2) kemudian dibagi dengan lebar masuknya. NQmax
didapat dengan menyesuaikan nilai NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk
terjadinya pembebanan lebih POL (%) dengan menggunakan Gambar 2.20. untuk
perencanaan disarankan POL ≤ 5%, untuk operasi suatu nilai POL = 5 – 10 % mungkin dapat
diterima :
Dimana :
c = Waktu siklus (dtk).
Q = Arus lalu lintas (smp/jam).
Dimana :
Dj = Tundaan rata – rata pendekat j (dtk/smp).
DTj = Tundaan lalu lintas rata – rata pendekat j (dtk/smp).
DGj = Tundaan geometric rata – rata pendekat.
1. Tundaan lalu lintas (DT) yaitu akibat interaksi antar lalu lintas pada persimpangan
dengan faktor luar seperti kemacetan pada hilir (pintu keluar) dan pengaturan manual
oleh polisi, dengan rumus :
0,5 𝑥(1−𝐺𝑅𝑗 )2 𝑁𝑄1 𝑥 3600
DTj = c x (1−𝐺𝑅 𝑥 (2.41)
𝑗 𝑥 𝐷𝑆𝑗 ) 𝐶𝑗
Atau,
𝑁𝑄1 𝑥 3600
DTj = c x A + (2.42)
𝐶𝑗
Dimana :
0,5 𝑥(1−𝐺𝑅𝑗 )2
A = (1−𝐺𝑅 (2.43)
𝑗 𝑥 𝐷𝑆𝑗 )
C = Kapasitas (smp/jam).
DS = Derajat kejenuhan.
2. Tundaan geometrik (DG) adalah tundaan akibat perlambatan percepatan pada simpang
atau akibat terhenti karena lampu merah.
DGj = ( 1 – Psv ) x PT x 6 + ( Psv x 4 ) (2.44)
Dimana :
a. Tingkat pelayanan A berarti operasi pada simpang memiliki tundaan yang sangat
rendah kurang dari 5,0 detik perkendaraan. Hal ini terjadi bila sebagian besar
kendaraan datang pada saat hijau sehingga banyak kendaraan yang tidak berhenti.
Panjang siklus yang pendek juga dapat menghasilkan tundaan rendah.
b. Tingkat pelayanan B berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang
5,1 – 15,0 detik perkendaraan. Biasanya hal ini terjadi bila panjang siklus pada
simpang pendek. Kendaraan berhenti lebih banyak dari tingkat pelayanan A,
menghasilkan tundaan rata – rata sedang dan tidak terjadi kemacetan.
c. Tingkat pelayanan C berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang
15,1 – 25,0 detik perkendaraan. Tundaan yang lebih besar ini di hasilkan dari dari
lebih panjangnya siklus. Pada tingkat ini jumlah kendaraan yang berhenti adalah
signifikan, meski tetap cukup banyak kendaraan yang terus melalui simpang tanpa
harus berhenti.
d. Tingkat pelayanan D berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang
25,1 – 40,0 detik perkendaraan. Pada tingkat pelayanan D pengaruh dari kemacetan
sudah lebih terlihat. Tundaan yang lebih besar dapat dihasilkan dari kombinasi
panjang siklus yang lebih rendah. Banyak kendaraan yang harus berhenti pada
simpang.
e. Tingkat pelayanan E berarti operasi pada simpang memiliki tundaan dalam rentang
40,1 – 60,0 detik perkendaraan. Pada tingkat pelayanan E ini dijadikan sebagai batas
tundaan yang sudah tidak bisa diterima. Tundaan besar ini dihasilkan dari panjang
siklus yang panjang, serta rasio Q/Cyang tinggi, dan kemacetan terjadi disetiap kaki
persimpangan.
f. Tingkat pelayanan F berarti operasi pada simpang memiliki tundaan lebih besar dari
60,0 detik peerkendaraan. Pada tingkat pelayanan F ini tundaan sudah tidak dapat
diterima, hal ini biasanya karena terjadinya kejenuhan pada simpangakibat arus
melalui simpang melampaui kapasitas simpang dan dapat juga karena panjang siklus
yang terlalu panjang.
2. Marka serong
Marka ini ditempatkan pada perkerasan jalan setelah marka garis pendekat dan sebelum
halangan atau pulau jalan.
4. Marka Membujur
a. Marka membujur garis utuh
Marka membujur berupa garis utuh berfungsi sebagai larangan bagi kendaraan
melintasi garis tersebut. Marka membujur berupa satu garis utuh juga dipergunakan untuk
menandakan tepi jalur lalu lintas.
Gambar 2.30 Marka membujur garis utuh untuk menandakan tepi jalur lalu lintas
Sumber: Bina Marga No.12/S/BNKT/1990
Berfungsi sebagai garis sumbu pada jalan berjalur jamak (multi line) tanpa median
(digambarkan dengan 2 garis sejajar).
Gambar 2.31 Marka membujur garis utuh sebagai garis sumbu pada jalan berjalur jamak (multi
line) tanpa median
Sumber: Bina Marga No.12/S/BNKT/1990
Gambar 2.33 Marka membujur garis putus-putus untuk mengarahkan lalu lintas
Sumber: Bina Marga No.12/S/BNKT/1990
• Memperingatkan akan ada marka membujur berupa garis utuh di depan dan
pembatas jalur pada jalan 2 ( dua) arah
2.11.1 Lajur
Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Tabel II.6
menunjukkan lebar jalur dan bahu jalan sesuai VLHR-nya. Lebar jalur minimum adalah
4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan. Papasan dua kendaraan
besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan.
Kemudian untuk menentukan taper (ld2) dapat juga digunakan tabel panjang
minimum taper. (sumber: Tata Cara Perencanaan Geometrik Persimpangan
Sebidang)
Tabel 2. 28 Panjang minimum taper
Kecepatan Rencana Panjang Taper Minimum
(Km/Jam) (m)
60 40
50 35
40 30
30 25
20 20
BAB III
ANALISIS LALU LINTAS DAN PEMILIHAN SIMPANG
LHRT 2013
No. Ruas Jalan
kend/hari/2arah
LHRn = LHR (1 + i )n
LHR 2022 = 6500 ( 1 + 7% )9
LHRTn = 11950 kend/hari/2arah
= 5975 kend/hari/arah
Contoh perhitungan LHR jalan II (B-D) tahun 2022:
Adapun data yang dipergunakan antara lain:
LHRn = LHR (1 + i )n
LHR 2022 = 17000 ( 1 + 7% )9
LHRTn = 31254 kend/hari/2arah
= 15627 kend/hari/arah
Perhitungan selanjutnya ditabelkan.
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan LHRT n dari Tahun 2013 sampai Tahun 2022
Data yang dipergunakan dalam perhitungan Volume Jam Perencanaan (VJP) antara
lain:
1. Hasil peramalan LHR (LHRn)
2. Nilai k :8%
3. Peak Hear Factor (PHF) : 0,95
4. Direncanakan LT/RT : 10/10
= 274 kend/jam/arah
*Karena Rasio (Qma/Qmi) 3/1 tidak ada dalam tabel pemilihan simpang Prioritas dengan
ukuran kota 0,5-1 juta, maka digunakan Rasio 1/1
Berdasarkan Tabel 3.4 dan Tabel 3.5 diperoleh analisa sebagai berikut:
Untuk kasus ini diperoleh analisa bahwa tidak ada tipe simpang yang memenuhi
persyaratan. Persyaratan dari simpang yang dipilih adalah kapasitas (C) > Qtot (Tahun
2022). Jadi simpang prioritas tidak dapat digunakan. Sehingga harus menggunakan Analisa
Simpang APILL.
Berdasarkan Tabel 3.6 dan Tabel 3.7 diperoleh analisa sebagai berikut.
1. Tipe persimpangan yang dapat dipergunakan untuk Tahun 2022 adalah tipe 433L, 444,
dan 455L.
2. Tipe simpang yang dipilih untuk dianalisis selanjutnya adalah tipe 433L karena
memiliki tipe yang paling sederhana dalam segi perancangan dan desain dibandingkan
tipe yang memenuhi lainya yaitu tipe 444 dan tipe 455L.
KONDISI LAPANGAN
Tipe Hambatan Belok kiri Jarak ke Lebar Pendekat ( m )
Kode lingkungan Samping Median kelandaian langsung kendaraan Pendekat Masuk Belok kiri lgs. Keluar
Pendekat jalan +/- % parkir (m) WA W ENTRY W LTOR W EXIT
(com/res/ra) (Tinggi/Rendah) Ya/Tidak Ya/Tidak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
A=U Perumahan M No 0 Y 80 12,00 9,00 3,00 6,00
C=S Perumahan M No 0 Y 80 12,00 9,00 3,00 6,00
B=T Perumahan M Y 0 Y 80 12,00 9,00 3,00 6,00
D=B Perumahan M Y 0 Y 80 12,00 9,00 3,00 6,00
Formulir SIG-II : Kota : Denpasar I Dewa Gde Satria Wibawa (NIM. 1504105010)
jam Terlindung Terlawan jam Terlindung Terlawan jam Terlindung Terlawan jam Terlindung Terlawan PLT PRT jam
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
3.7.3 Masukan Data Waktu Kuning, All Red dan Fasenya Pada SIG-III
Menentukan nilai LAV dan LEV :
Waktu hilang total (LTI)= Merah semua total+waktu kuning (dtk / siklus ) 10
3.7.4 Perhitungan Waktu Siklus APILL dan Alokasi Waktu Hijau Masing-
masing Fase Pada SIG-IV
1. Jumlah Fase : 2 Fase
2. Tipe Pendekat : O ( Terlawan )
3. Lebar Pendekat ( We ) :9m
4. Arus Jenuh Dasar ( S0 )
Pendekat direncanakan dengan lajur belok kanan terpisah
Jadi Arus Jenuh Dasar ( So ) untuk pendekat minor ( A dan C ) adalah 3602
smp/jam
Jadi Arus Jenuh Dasar ( So ) untuk pendekat mayor ( B dan D ) adalah 3450
smp/jam
Jadi nilai Fsf untuk Jalan Lama/ Minor (A dan C) dan Jalan Baru/Mayor (B dan D) dalah
sama yaitu 0,97
IFR = 0,393
Penyelesaian:
𝐹𝑅𝐶𝑅𝐼𝑇 1 0,107
𝑃𝑅1 = = = 0,272
𝐼𝐹𝑅 0,393
𝐹𝑅𝐶𝑅𝐼𝑇 2 0,286
𝑃𝑅2 = = = 0,728
𝐼𝐹𝑅 0,393
= 33 detik
g1 = ( 33 – 10 ) x 0,272
= 6,256 detik < 10 detik
g1 = 10 detik
g2 = ( 33 – 10) x 0,740
= 17,02 detik
≈ 17 detik
c = ∑g + LTI
c = g1 + g2 + LTI
= 10 + 17 + 10
= 37 detik
C = S x g/c
C1 = 3284 x 10/37
= 895 smp/jam
C2 = 3146 x 17/37
= 1432 smp/jam
DS = Q/C
DS1 = 351/895
= 0,392
DS2 = 900/1432
= 0,629
SIMPANG BERSINYAL Tanggal : 21/10/2017 Dikerjakan oleh : I Dewa Gde Satria Wibawa (NIM. 1504105010)
Formulir SIG-IV : PENENTUAN WAKTU SINYAL Kota : Denpasar Phase : 2 Fase
KAPASITAS Simpang : Jalan Perancangan Simpang Sebidang Periode : Simpang Tipe 433L
Distribusi arus lalu lintas(smp/jam) Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
Kode Hijau Tipe Rasio Arus RT smp/j Lebar Arus jenuh smp/jam Hijau Arus Rasio Rasio Waktu Kapa- Derajat
Pen- dalam Pen- kendaraan Arah Arah efektif Nilai Faktor Penyesuaian Nilai lalu Arus fase hijau sitas jenuh
dekat fase dekat berbelok dari lawan (m) dasar Semua tipe pendekat Hanya tipe P disesu- lintas FR = PR = det smp/j
no. (P / O) smp/j Ukuran Hambatan kelan- Parkir Belok Belok aikan smp/j C= DS=
hijau kota Samping daian Kanan Kiri smp/jam
PLTOR PLT PRT QRT QRTO WE So FCS FSF FG FP FRT FLT hijau FRCRIT
Waktu hilang total Waktu siklus pra penyesuaian c ua (det) 33 IFR = Total g = 27
LTI ( det ) 10 Waktu siklus disesuaian c (det) 37 ∑FRC RIT 0,393
GR = g/c
GR1 = 10/37
= 0,27
GR2 = 17/37
= 0,46
2. Panjang Antrian ( QL )
Waktu siklus ( c ) : 37 detik
Arus lalu lintas ( Q ) :
a. Jalan minor ( A dan C ) : 351 smp/jam
b. Jalan mayor ( B dan D ) : 900 smp/jam
Derajat kejenuhan ( DS ) :
a. Derajat kejenuhan jalan minor ( DS1 ) : 0,392
b. Derajat kejenuhan jalan mayor ( DS2 ) : 0,629
Rasio Hijau ( GR ) :
a. Jalan minor ( A dan C ) : 0,27
b. Jalan mayor ( B dan D ) : 0,46
= 0,347
1−𝐺𝑅 𝑄
𝑁𝑄2 = 𝑐 𝑥 𝑥
1−𝐺𝑅 𝑥 𝐷𝑆 3600
1 − 0,27 351
𝑁𝑄2 − 𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟 = 37 𝑥 𝑥 = 2,919
1 − 0,27 𝑥 0,392 3600
1 − 0,46 900
𝑁𝑄2 − 𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 = 37 𝑥 𝑥 = 7,009
1 − 0,46 𝑥 0,629 3600
NQ = NQ1 + NQ2
NQ-minor = 0 + 2,919 = 2,919
NQ-mayor = 0,347 + 7,009 = 7,356
POL diambil 5 %
𝑁𝑄𝑀𝐴𝑋 𝑥 20
𝑄𝐿 =
𝑊𝑀𝐴𝑆𝑈𝐾
5,00 𝑥 20
𝑄𝐿 − 𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟 = = 11,00 𝑚
9,00
11,00 𝑥 20
𝑄𝐿 − 𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 = = 24,00 𝑚
9,00
𝑁𝑄
𝑁𝑆 = 0,9 𝑥 𝑥 3600
𝑄𝑥𝑐
2,919
𝑁𝑆 − 𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟 = 0,9 𝑥 𝑥 3600 = 0,733 𝑠𝑡𝑜𝑝/𝑠𝑚𝑝
351 𝑥 37
7,356
𝑁𝑆 − 𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 = 0,9 𝑥 𝑥 3600 = 0,721 𝑠𝑡𝑜𝑝/𝑠𝑚𝑝
900 𝑥 37
NSV = Q x NS
NSV1 = 351 x 0,733
= 258 smp/jam
NSV2 = 900 x 0,721
= 649 smp/jam
2 ( 258 + 649 )
= = 0,725 𝑠𝑡𝑜𝑝/𝑠𝑚𝑝
2 ( 351 + 900 )
4. Tundaan ( D )
Waktu siklus ( c ) : 37 detik
Kapasitas ( C )
a. Pendekat minor ( A dan C ) : 895 smp/jam
b. Pendekat mayor ( B dan D ) : 1432 smp/jam
Derajat kejenuhan ( DS ) :
a. Derajat kejenuhan jalan minor ( DS1 ) : 0,392
b. Derajat kejenuhan jalan mayor ( DS2 ) : 0,629
Rasio hijau ( GR ) :
a. Pendekat minor ( A dan B ) : 0,27
b. Pendekat mayor ( B dan D ) : 0,46
NQ1 - minor :0
NQ1 – mayor : 0,347
Tundaan rata-rata ( D ) :
D = DT + DG
SIMPANG BERSINYAL Tanggal : 21/10/2017 Dikerjakan oleh : I Dewa Gde Satria Wibawa (NIM. 1504105010)
Formulir SIG-V : PANJANG ANTRIAN Kota : Denpasar Phase : 2 Fase
JUMLAH KENDARAAN TERHENTI Simpang : Jalan Perancangan Simpang Sebidang Periode : Simpang Tipe 433L
TUNDAAN Waktu siklus : 35 detik
Kode Arus Kapasitas Derajat Rasio Jumlah kendaraan antri (smp) Panjang Angka Jumlah Tundaan
Pendekat Lalu smp / jam Kejenuhan Hijau Antrian Henti Kendaraan Tundaan lalu Tundaan geo- Tundaan Tundaan
Lintas DS= GR= NQ1 NQ2 Total NQMAX Terhenti lintas rata-rata metrik rata-rata rata-rata total
smp/jam Q/C g/c NQ= (m) stop/smp smp/jam det/smp det/smp det/smp smp.det
Q C NQ1+NQ2 liat gb e22 QL NS NSV DT DG D = DT+DG Dx Q
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
U 351 895 0,393 0,27 0,00 2,919 2,919 5,00 11 0,733 258 10,88 3,1 13,98 4911
S 351 895 0,392 0,27 0,00 2,916 2,916 5,00 11 0,733 257 10,88 3,1 13,98 4906
T 900 1432 0,629 0,46 0,35 7,009 7,356 11,00 24 0,721 649 8,50 3,1 11,64 10480
B 900 1432 0,629 0,46 0,35 7,009 7,356 11,00 24 0,721 649 8,50 3,1 11,64 10480
BAB IV
GAMBAR PERENCANAAN
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dalam perancangan dan perencanaan simpang sebidang dengan ketentuan-
ketentuan yang diberikan, maka dipilih tipe simpang Bersinyal yaitu tipe 433L.
Berdasarkan kapasitas simpang, tipe 433L ini dapat digunakan sampai batas tahun rencana
yaitu tahun 2022. Sesuai dengan analisis kinerja simpang, tingkat pelayanan dengan tipe
433L ini adalah B.
Jenis rambu yang digunakan dalam pengaturan persimpangan adalah rambu
persimpangan, rambu dilarang parkir, rambu beri kesempatandan rambu penunjuk arah
dengan tata letak sesuai dengan gambar. Jenis marka yang digunakan adalah marka
pengarah, marka terputus dan marka menerus dengan detail dan tata letak sesuai dengan
gambar.
5.2 Saran
Dalam perancangan persimpangan sebidang ini, persimpangan yang dirancang
harus sesuai dengan kriteria perancangan yang ada. Selain itu data yang diberikan dalam
perencanaan sebaiknya lebih dilengkapi sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik
LAMPIRAN GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA