Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

PATOFISIOLOGI SISTEM JANTUNG

A. Pengertian Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari

jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan

mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan

dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak

mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas

tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas

jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak

di arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi

memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri (Syaifuddin, 2002).

B. Letak dan Bagian Jantung

C. Mekanisme Kerja Jantung Pada Ibu Hamil

Perubahan pada sistem kardiovaskuler selama kehamilan ditandai dengan adanya

peningkatan volume darah, curah jantung, denyut jantung, isi sekuncup, dan

penurunan resistensi vaskuler. Hemodinamik yang pertama kali berubah selama masa

kehamilan adalah terjadinya peningkatan denyut jantung. Bermula antara dua sampai

lima minggu kehamilan hingga trimester ketiga. Isi sekuncup dan denyut jantung

meningkat pada usia awal kehamilan dan menurun pasca persalinan. Perubahan

lainnya yang terjadi adalah rendahnya tekanan darah arteri dan peningkatan volume

plasma, volume darah, dan volume sel darah merah, sementara tekanan vena sentral
(tekanan di dalam atrium kanan pada vena besar dalam rongga toraks) konstan, yaitu

3-8 cmH2O.

Curah jantung juga meningkat selama kehamilan 30-40% lebih tinggi daripada kondisi

tidak hamil pada trimester pertama dan meningkat 40-50% pada trimester ketiga.

Peningkatan curah jantung pada awal kehamilan dipengaruhi oleh estrogen dan

menyebabkan banyak bagian dari sistem kardiovaskuler yang mengalami dilatasi,

seperti dilatasi jantung, dilatasi aorta, resistensi pembuluh darah ginjal, resistensi

plasenta, dan dilatasi sistem vena. Semua perubahan yang terjadi mendukung perfusi

ke tubuh ibu hamil. Dilatasi jantung meningkatkan isi sekuncup secara langsung, dilatasi

aorta meningkatkan kerentanan pada dinding pembuluh aorta, dilatasi perifer

meningkatkan aliran darah, dan dilatasi vena meningkatkan volume darah.

Curah jantung bergantung pada kecepatan denyut jantung dan isi sekuncup.

Peningkatan curah jantung menambah beban bagi jantung, terutama bila dikaitkan

dengan peningkatan denyut jantung. Dalam hal ini, pengeluaran energi jantung

meningkat ketika suplai oksigen menurun. Peningkatan pengeluaran energi jantung

disebabkan oleh peningkatan laju aliran darah, terutama aliran turbulensi pada kasus

stenosis katup. Adaptasi sistem kardiovaskuler selama kehamilan meningkatkan risiko

terjadinya kelainan kardiovaskuler, atau pada beberapa kasus ibu hamil dengan riwayat

penyakit jantung sebelum hamil dapat berpotensi menjadi gagal jantung.

D. Studi Kasus
Ny. Z seorang ibu hamil dengan usia kehamilan 34 minggu. Kehamilan

ini merupakan yang pertama. Mengunjungi bidan untuk memeriksakan

kehamilannya dengan keluhan sulit melakukan aktivitas normal dan mudah lelah,

ibu sulit bernafas dan merasakan nyeri pada daerah dada bagian kiri serta sering

BAK. Riwayat ANC Ny.Z yaitu pertama pada trimester I sebanyak 1 kali di

puskesmas dengan keluhan sering BAK dan mual, pada trimester II Ny.Z

melakukan pemeriksaan di rumah sakit sebanyak 2 kali dengan tidak ada

keluhan. Kemudan pada trimester III Ny.Z telah melakukan ANC 2 kali di rumah

sakit dengan keluhan kelelahan, sering pusing dan kaki kadang bengkak. Ny. Z

mengatakan janinnya bergerak aktif sebanyak 10-20 kali dalam 24 jam.

Ny.Z mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung sebelum

kehamilan, sehingga pada saat periksa di puskesmas pertama kali, bidan

puskesmas merujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan selanjutnya. Selama awal

kehamilan NY.Z belum merasakan gangguan apapun, akan tetapi mulai usia

kehamilan 32 minggu, ibu mulai merasakan sesak nafas jika melakukan aktifitas

berat, terkadang disertai nyeri dada.

Setelah dilakukan pemeriksaan, didapat hasil dengan keadaan umum sulit

bernafas, kesadaran composmentis, tanda-tanda vital TD 160/110 mmHg, N 70

x/menit, RR 12x/menit, suhu 37oC, status emosional cemas. Muka tidak terdapat

oedem, sianosis, konjungtiva sedikit pucat, dada simetris dan pergerakan dada

tidak teratur, kaki oedem.

1. Apakah faktor resiko terjadinya gangguan jantung yang dialami Ny. Z?


2. Bagaimana patofisiologi gangguan jantung yang dialami Ny.Z?

3. Apakah upaya pencegahan yang dapat dilakukan?

4. Apakah terapi yang harus diberikan?

5. Apakah tujuan pengobatan tersebut?

Jawab :

1. Kehamilan dengan penyakit jantung

Keperluan janin yang sedang tumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan bertambah

dalam berlangsungnya kehamilan yang harus dipenuhi melalui darah ibu. Untuk itu

banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih

berat.

Perubahan hemodinamik yang ditimbulkan oleh kehamilan memiliki efek besar

pada penyakit jantung yang diderita oleh wanita hamil. Pertimbangan paling

penting adalah bahwa selama kehamilan curah jantung meningkat hingga 30 – 50

%. Hampir separuh dari peningkatan total tersebut terjadi pada 8 minggu dan

maksimal pada pertengahan kehamilan. Peningkatan dini curah jantung terjadi

akibat meningkatnya isi sekuncup disertai berkurangnya resistansi vaskular dan

penurunan tekanan darah. Pada tahap kehamilan selanjutnya juga terjadi

peningkatan denyut nadi istirahat dan isi sekuncup semakin meningkat akibat

meningkatnya pengisian diastolik akibat meningkatnya volume darah.

Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi

selama kehamilan, akan tetapi jantung yang sakit tidak. Akibat perubahan tersebut,
frekuensi denyut jantung akan meningkat rata-rata mencapai 88 per menit dalam

kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan lanjut prekordium mengalami

pergeseran ke kiri dan juga sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan

katup pulmonal.

Wanita dengan disfungsi jantung yang berat dapat mengalami perburukan gagal

jantung sebelum pertengahan kehamilan akibat perubahan hemodinamik yang

signifikan. Pada wanita yang lain, gagal jantung terjadi pada trimester ketiga saat

hipervolemia normal pada kehamilan mencapai puncaknya. Akan tetapi, pada

sebagian besar kasus, gagal jantung terjadi peripartum saat timbul tambahan

beban hemodinamik. Kondisi ini merupakan saat kemampuan fisiologis jantung

mengubah curah jantung secara cepat, sehingga sering mengalami kesulitan dalam

menghadapi penyakit jantung struktural.

Perubahan volume darah yang terjadi pada penderita penyakit jantung merupakan

hasil dari proses adaptasi sebagai upaya kompensasi untuk mengatasi kelainan

yang ada, dimana perubahan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kelainan yang

ada dan jangka waktu kelainan tersebut timbul. Penderita dengan gangguan

kardiovaskular mempunyai toleransi yang sangat buruk terhadap penurunan

volume darah dan pada saat yang sama juga tidak beradaptasi terhadap kelebihan

volume sirkulasi. Volume darah yang terdapat dalam sirkulasi penderita berada

dalam keseimbangan sesuai dengan kelainan yang ada.

2. Patofisiologi Penyakit Jantung pada Kehamilan


Selama kehamilan, risko terjadinya gangguan jantung akibat perubahan

hemodinamika tersebut cukup kerap terjadi. Di RS Soetomo Surabaya, Sebesar

46,74 % ibu mengalami komplikasi jantung saat hamil (Suyono dan Karyono, 2010).

Hasil yang lebih kecil diperoleh pada studi lain di luar Indonesia. Stangl dan kawan-

kawan melaporkan bahwa sebesar 12, 9 % ibu hamil dengan penyakit jantung

mengalami kejadian penyakit jantung selama kehamilannya. Sementara hasil

systematic review dari Drenthen dan kawan-kawan hanya sebesar 11 %

(Drenthen,2007). Komplikasi karena gangguan jantung ini mengakibatkan 26 % ibu

yang tercatat di European Registry on Pregnancy and Heartdiseaseharus di rawat di

Rumah Sakit saat kehamilannya (Roos-Hesselink, 2012). Hampir seluruh kejadian

komplikasi terkait dengan kardiovaskular ini terjadi pada trimester ketiga dan 30, 7

% diantara menyebabkan terjadinya persalinan segera (Stangl, 2008).

Di samping itu, wanita hamil dengan penyakit jantung juga mempunyai risko untuk

mengalami komplikasi neonatal, komplikasi yang terjadi pada bayi yang

dikandungnya. komplikasi neonatal tersebut berisko enam kali lipat pada bayi yang

terlahir dari ibu yang mempunyai gangguan jantung daripada kontrolnya (Siu,

2002). Komplikasi ini menyebabkan bayi mengalami kelahiran prematur, Small For

Gestational Age (SGA), dan lahir mati. Studi dari Avila menunjukkan bahwa 13 %

bayi dengan ibu penyakit jantung terlahir premature dan 2.9 % lainnya terlahir

dalam keadan mati (Avila, 2003). Angka kematian bayi yang lebih kecil terjadi pada

studi pada peserta European Registry on Pregnancy and Heart disease yang
dilakukan Roos-Hesselink dan kawan-kawan, yaitu sebesar 1,7 % (Roos-Hesselink,

2012).

Walaupun demikian, studi lain menyatakan bahwa ibu yang meninggal akibat

penyakit jantung saat hamil hanya 1 % - 4 %. Artinya, 96 - 99 % ibu hamil yang

mempunyai penyakit Jantung mempunyai kesempatan untuk bertahan hidup

dalam masa kehamilannya. Selain itu, sebagian besar kehamilan dari wanita

dengan penyakit jantung dapat berakhir dengan persalinan pervaginam. Sebesar 65

% wanita hamil dalam studi Avila melahirkan melalui vagina (Avila, 2003).

Sementara studi lain menyatakan 59 % waniat hamil dengan penyakit jantung

dapat melahirkan dengan normal (Roos-Hesselink, 2012). Oleh karena itu,

walaupun berisko tinggi, wanita dengan penyakit jantung memiliki peluang untuk

hamil dengan aman.

3. Upaya Pencegahan

Langkah pertama yang harus dilakukan wanita dengan penyakit jantung adalah

pengenalan terhadap risko jantung yang dimilikinya dengan melakukan konseling

sebelum konsepsi. Pada saat itu, evaluasi terhadap status kardiologi harus

dilakukan. Salah satu instrumen yang dapat menjadi panduan evaluasi tersebut

adalah penilaian risiko World Health Organization (WHO) dengan kategori sebagai

berikut :

Tabel Klasifikasi WHO untuk risiko kardiovaskuler maternal

Kelas Risiko Risiko Kehamilan Berdasarkan Kondisi Medis


I Tidak terdeteksi peningkatan risiko mortalitas maternal dan

tanpa/peningkatan ringan dalam morbiditas

II Sedikit peningkatan risiko mortalitas maternal atau peningkatan

moderat dalam morbiditas

III Peningkatan riisiko mortalitas maternal signifikan atau morbiditas

berat. Konseling dengan ahli diperlukan. Jika diputuskan hamil,

pengawasan spesialis jantung dan kandungan secara intensif

dibutuhkan selama kehamilan, persalinan, dan nifas

IV Riisiko mortalitas maternal sangat tinggi atau morbiditas berat,

dikontraindikasikan hamil. Jika kehamilan terjadi, terminasi perlu

didiskusikan. Jika kehamilan berlanjut, dirawat seperti kelas III

Sumber : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 2012. Tatalaksana

Kehamilan Dengan Penyakit Jantung. Malang: Perkumpulan Obstetri dan

Ginekologi Indonesia

Sistem klasifikasi WHO di atas merupakan panduan yang direkomendasikan oleh

European Society of Cardiology dan paling akurat serta banyak digunakan (Pieper,

2011). Pada saat tersebut, wanita harus mendapat pengarahan akan rencana

kehamilan di masa yang akan datang. Nasihat yang adekuat seperti pemakaian

kontraspesi dan bahaya kehamilan harus diberikan. Konseling pra konsepsi ini

seharusnya dimulai saat masih remaja, beberapa waktu setelah wanita memasuki

masa aqil baligh. Hal ini ditujukan agar remaja dapat mengantisipasi bahaya

kehamilan yang akan terjadi (Thorne, 2004). Saat kehamilan datang, kelainan
kardiovaskular pada wanita hamil sangat sukar diketahui karena gejala penyakit

jantung seperti kelelahan, dispneau, ortopnea, edema tungkai, dan nyeri dada juga

terjadi pada wanita normal. Oleh karena itu, wanita dengan penyakit jantung wajib

melakukan pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC). Wanita dengan

risiko ringan dan moderate (kelasrisiko I dan II) dapat melakukan ANC setidaknya

satu kali selama trimester pertama. Sementara wanita dengan kelas risiko III dan IV

harus melakukan kunjungan antenatal setiap bulan selama kehamilannya (Piere,

2011). Kegiatan ANC pada ibu hamil dengan penyakit jantung harus meliputi

pemeriksaan jantung melalui echocardiography, MRI, dan lain sebagainya. Di

samping itu, pemantauan juga perlu dilakukan terhadap pertambahan berat badan,

anemia, dan saturasi oksigen. Saat memasuki trimester ketiga (32 -34 minggu),

wanita hamil perlu melakukan konsultasi dengan beragam dokter spesialis

(penyakit dalam, kandungan, dan jantung) untuk merencanakan persalinan.

Perencanaan tersebut meliputi penolong persalinan, jenis persalinan, dan obat-

obat yang diperlukan saat terjadi komplikasi persalinan. Pemeriksaan jantung, fetal

ultrasound, dan fetal echocardiography harus dilakukan saat kehamilan. Sebesar 91

% bayi dengan ibu yang berpenyakit jantung dan melakukan pemeriksaan tersebut

memiliki keadaan sehat saat dilahirkan (Avila, 2003). Beberapa studi menyatakan

bahwa dengan melakukan ANC, risiko kematian pada ibu dengan penyakit jantung

dapat berkurang.

Pemantauan kondisi jantung saat kehamilan dapat juga dilakukan secara mandiri di

rumah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah penggunaan ring sensor,
sebuah pemantau kondisi jantung yang dipakai di jari pasien (Yang, 1998). Cincin

pemantau kesehatan ini dapat digunakan selama 24 jam dan akan

mentransimiskan data ke pada komputer yang terhubung dengan wireless.

Persalinan merupakan saat kritis bagi ibu hamil dengan penyakit jantung. Pada saat

tersebut, hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu adalah

mengurangi tingkat stress ibu (Royal College of Obstericians and Gynaecologists,

2011). Setelah persalinan, kontrol terhadap kesehatan jantung harus tetap

dilakukan setidaknya sampai masa nifas berakhir. Untuk mencegah terjadinya

gangguan jantung yang mengancam jiwa, rawat inap pasca melahirkan menjadi

rekomendasi para dokter spesialis kandungan (Perkumpulan Obstetri dan

Ginekologi Indonesia, 2012)

You might also like