Professional Documents
Culture Documents
Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
PJK adalah istilah umum untuk penumpukan plak di arteri jantung yang dapat
PJK juga disebut penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung iskemik
(IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari akumulasi plak
PJK terjadi ketika zat yang disebut plak menumpuk di arteri yang memasok
darah ke jantung (disebut arteri koroner), penumpukan plak dapat menyebabkan angina,
kondisi ini menyebabkan nyeri dada dan tidak nyaman karena otot jantung tidak
mendapatkan darah yang cukup, seiring waktu, PJK dapat melemahkan otot jantung,
hal ini dapat menyebabkan gagal jantung dan aritmia (Centers for Disease Control and
Prevention, 2009).
yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung
pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat memompa darah ke seluruh
tubuh, jantung akan bekerja baik jika terdapat keseimbangan antara pasokan dan
pengeluaran. Jika pembuluh darah koroner tersumbat atau menyempit, maka pasokan
timbullah nyeri dada (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi pangan& Kesehatan, 2009)
sistem ini memiliki tiga komponen utama yaitu jantung, pembuluh darah dan darah
itu sendiri. Jantung adalah alat pemompa dan pembuluh darah adalah rute
pengiriman, darah dianggap sebagai cairan yang mengandung oksigen dan nutrisi
yang dibutuhkan tubuh dan membawa limbah yang perlu dibuang (Virtual Medical
Centre, 2013).
Jantung adalah otot seukuran kepalan tangan dan berbentuk kerucut dengan
panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm, terletak di antara dua paru-paru di sebelah
kiri dari tengah dada, memiliki empat ruang yaitu atrium kiri, atrium kanan, ventrikel
2.2.1.2 Fungsi
Centre, 2013).
Jantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang keluar dari
aorta yaitu right coronary artery dan left main coronary artery, dinamakan koroner
karena bersama dengan cabangnya melingkari jantung seperti crown (mahkota corona).
Arteri koroner meninggalkan aorta lebih kurang ½ inci di atas katup semilunar aorta,
Left main coronary artery bercabang menjadi dua, yaitu left anterior descendens yang
memberikan perdarahan pada area anterior luas ventrikel kiri, septum ventrikel dan
area lateral ventrikel kiri dan area right coronary artery dominan kiri. Right coronary
kanan, ventrikel kiri inferior, ventrikel kiri posterior dan muskulus papillaris posterior
(Kasma, 2011).
Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu: intima,
media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel endotel yang
menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel menutupi seluruh bagian
dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m2 dan berat 1,5 kg. Sel endotel memiliki
permukaannya dengan sulfat heparan dan melalui produksi derivat prostaglandin seperti
Endotelial yang licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin aliran darah
koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien akan memudahkan masuknya
arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit dan jaringan
(LDL) dalam darah akan menyerang endotel dan dioksidasi oleh radikal-radikal
bebas pada permukaan endotel, lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak,
makroskopik berbentuk bercak berwarna kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang
disebut foam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang
Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup jaringan ikat
(cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe yaitu Stable fibrous
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke
tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri
aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat
terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel
lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam
lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh
darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,
termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke
area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian
memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area
cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial
yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah
putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai
yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang
otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. Selain itu
kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas
lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan
lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit
meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh
diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah,
hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan
parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos
dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat
jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah
kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark (Corwin, 2009).
Patofisiologi PJK
Permeabelitas
Kematian
Reaksi inflamasi
Asam laktat terbentuk
Proinflamatori
monosit makrofag
sel otot polos tumbuh pembuluh kaku & sempit Aliran darah
1. Dada terasa sakit, terasa tertimpa beban, terjepit, diperas, terbakar dan tercekik.
Nyeri terasa di bagian tengah dada, menjalar ke lengan kiri, leher, bahkan
2. Sesak nafas
3. Takikardi
4. Jantung berdebar-debar
5. Cemas
6. Gelisah
9. Keringat dingin
10. Lemah
11. Pingsan
Tapi kebanyakan orang yang menderita PJK tidak mengalami beberapa gejala
di atas, tiba-tiba saja jantung bermasalah dan dalam kondisi yang kronis (UPT-Balai
berikut:
Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya suatu
ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau lengan yang sulit
dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas fisik atau stres emosional dan
menghilang dalam 5-15 menit dengan istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin
sublingual (Yusnidar, 2007). Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri yang timbul
disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya
2. Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis ekuivalen
b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset
c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau lebih
datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG (yusnidar, 2007).
dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan kondisi lebih
kronis dari pada angina stabil. Angina tidak stabil merupakan bagian dari sindrom
koroner akut, dimana tidak ada pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard.
Angina dari sindrom koroner akut (SKA) cenderung merasa lebih parah dari angina
stabil, dan biasanya tidak berkurang dengan istirahat beberapa menit atau bahkan
hanya berlangsung selama waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi dan ruptur plak
pada lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan
keduanya tidak berbeda. Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika pasien dengan
manifestasi klinis angina tidak stabil menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya
(Kasma, 2011).
Elevasi ST
Tanpa Elevasi ST
1. Disfungsi ventricular
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel
6. Syok kardiogenik
8. Perikarditis
tidak hanya menyerang laki-laki saja, namun wanita juga berisiko, meskipun
kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur > 65 tahun
Penyakit jantung adalah penyakit negara maju atau negara industri, lebih
tepatnya, penyakit ini disebut sebagai penyakit masyarakat modern, dengan pola
hidup modern. Karena itu penyakit jantung tidak saja monopoli negara maju, tetapi juga
penyebab penyakit jantung berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju
misalnya tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok dan
cenderung meningkat sebagai modernisasi yang meniru gaya hidup negara sudah
berkembang. PJPD pada dasarnya bukanlah penyakit menular yang disebabkan oleh
sehingga penyakit ini ada yang menyebut sebagai ‘new communicable disease’.
Menurut WHO (1990), kematian karena PJPD adalah sebesar 12 juta jiwa pertahun,
sehingga dianggap sebagai pembunuh nomor satu umat manusia jika dibandingkan
dengan kematian yang disebabkan oleh penyakit lain seperti diare 5 juta jiwa, kanker
4,8 juta jiwa, dan TBC 3 juta jiwa/tahun. Padahal dikatakan bahwa PJPD ini adalah
suatu prevantable disease (penyakit yang dapat dicegah), di mana 50% kematian dini
Menurut PERKI (2004), PJPD saat ini menempati urutan pertama sebagai
(SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh departeman kesehatan menunjukkan bahwa
PJPD memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada
tahun 1993 dan meningkat menjadi 24,4% pada tahun 1998 (Muttaqin, 2009).
Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi dua atau
lebih faktor risiko yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable factors)
dan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable factors), Faktor yang dapat dimodifikasi
yaitu; merokok, aktivitas fisik, diet, dislipidemia, obesitas, hipertensi dan DM.
Sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, suku/ras,
2.9.1.1 Keturunan
peran terhadap kejadian PJK, Sebuah studi yang dipimpin oleh Profesor Kristina
yang diterbitkan dalam American Heart Journal. Penelitian ini dimulai pada tahun
1973 sampai 2008, terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah 80.214
responden yang diadopsi pada tahun≤ 1932. Penelitian ini mengungkapkan bahwa
individu yang memiliki setidaknya satu orang tua biologis yang menderita PJK
memiliki risiko 40-60% terkena PJK jika dibandingkan dengan anak yang orang
tuanya tidak memiliki riawayat PJK, meskipun kedua orang tua angkatnya menderita
menunjukkan bahwa risiko PJK tidak ditransfer melalui gaya hidup yang tidak sehat
dalam keluarga, melainkan melalui gen. Akan tetapi bukan berarti gaya hidup
seseorang bukanlah faktor risiko terhadap peningkatan kejadian PJK (Medical New
Today, 2011).
2.9.1.2 Umur
usia semakin besar kemungkinan untuk menderita PJK dan menderita serangan
jantung fatal. Setelah umur 40 tahun risiko terkena PJK adalah 49% untuk laki-laki
dan 32% untuk perempuan. Lebih dari 4/5 atau 81% orang-orang yang meninggal
akibat PJK adalah ≥ 65 tahun. Data statistik ini melaporkan bahwa bertambahnya usia
menggunakan studi kasus kontrol dengan tingkat kepercayaan 95% (CI 95%), jumlah
hingga > 2,2 kali pada kelompok umur > 55 tahun, 2,49 kali pada kelompok umur >
wanita dewasa menderita PJPD, sejak tahun 1984 jumlah kematian akibat PJPD pada
perempuan lebih tinggi dari pada pada laki-laki. sekitar tiga juta wanita memiliki
riwayat serangan jantung akibat PJK. 38% wanita yang menderita serangan jantung
akan meninggal lebih awal dalam waktu satu tahun dibandingkan dengan laki-laki
hanya 25%, meskipun wanita memiliki serangan jantung pada usia yang lebih tua
menderita PJK. Namun 64% dari wanita yang meninggal mendadak akibat PJK tidak
mengalami gejala sebelumnya. Peningkatan kejadian PJK pada wanita itu terjadi setelah
menopause dan kematian 2-3 kali lebih besar daripada wanita sebelum menopause.
Oleh karena itu, wanita pasca-menopause harus ekstra waspada terhadap PJK. Usia
rata-rata untuk laki-laki yang memiliki serangan jantung pertama akibat PJK adalah
usia 65,8 tahun sedangkan usia rata-rata untuk perempuan adalah 70,4
perempuan 32%, meskipun kejadian PJK bagi perempuan lebih lambat 10-20 tahun
dari pada laki-laki, namun pada wanita yang lebih serius mengalami serangan jantung
tinggi dari pada laki-laki. Hasil SKRT (2001) menunjukkan prevalensi penyakit jantung
pada populasi semua umur lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (4,9% vs
3,4%), hasil SKRT (2004), prevalensi penyakit jantung menurut gejala pada populasi
umur ≥ 15 tahun juga lebih tinggi pada perempuan (2,3% vs 1,3%), Bahkan hasil
gambaran di rumah sakit saat itu, ternyata prevalensi penyakit jantung iskemik
2.9.1.4 Ras/Etnis
kejadian PJK. Pada orang Afrika, Meksiko, India, Hawaii asli dan beberapa orang
Asia memiliki risiko lebih tinggi untuk PJK dari pada pada orang Kaukasia (Inggris)
dan Jepang (Asia Timur). Hal ini terjadi karena orang kulit hitam (terutama Afrika)
memiliki faktor risiko kelebihan berat badan dan obesitas lebih tinggi, DM dan
hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling serius bagi PJK (Garko dan
Michael, 2012).
2.9.2.1 Merokok
Merokok dalam jangka waktu yang lama akan meningkatkan risiko PJK dan
penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko PJK dengan cara
menurunkan level kolesterol HDL (Hight density lifid). Semakin banyak merokok
semakin besar risiko terkena serangan jantung. Studi menunjukkan jika berhenti
merokok selama setahun maka akan menurunkan setengah dari risiko serangan
risiko terbesar pada penyakit tidak menular. Menurut data Susenas tahun 2001,
jumlah perokok di Indonesia sebesar 31,8%. Jumlah ini meningkat menjadi 32% pada
tahun 2003, dan meningkat lagi menjadi 35% pada tahun 2004. Pada tahun 2006, The
Global Youth Survey (GYTS) melaporkan 64,2% atau 6 dari 10 anak sekolah yang
disurvei terpapar asap rokok selama mereka di rumah. Lebih dari sepertiga (37,3%)
pelajar biasa merokok dan yang lebih mengejutkan lagi adalah 30,9% atau 3 diantara
10 pelajar menyatakan pertama kali merokok pada umur dibawah 10 tahun. Data
merokok. Jumlah perokok aktif umur > 15 tahun adalah 35,4% (65,3% laki-laki dan
5,6% perempuan), berarti 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif. Lebih bahaya
lagi 85,4 % perokok aktif merokok dalam rumah bersama anggota keluarga sehingga
Menurut laporan WHO (2002), tingkat merokok di Asia pada laki-laki (sekitar
> 40%) jauh lebih tinggi dari pada laki-laki di Barat (30-40%). Sebaliknya, tingkat
merokok di Asia pada perempuan (< 20%) jauh lebih rendah dibandingkan pada wanita
Barat (20-40 %). Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke dan PJK. Menurut
metode Prospektive Cohort Study dengan jumlah 648.346 laki-laki Korea usia ≥10
tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah rokok yang
dihisap perhari semakin tinggi risiko terjadinya PJK dan penyakit penyakit lain
Dari gambar diatas maka dapat dijelaskan bahwa ada kecenderungan linier
yang kuat dari peningkatan risiko stroke iskemik, perdarahan subarachnoid dan MI
akibat dari banyaknya jumlah rokok yang dihisap per hari. Namun merokok tidak
Pacific Cohort Studies Collaboration) tahun 2005 dengan desain studi kohort dan CI
95% membandingkan antara perokok dengan bukan perokok, hasil penelitian tersebut
1,72) untuk PJK. Ada hubungan dosis-respons yang jelas antara jumlah rokok dihisap
per hari dengan kejadian stroke dan PJK. Untuk mantan perokok, dibandingkan dengan
perokok saat ini dengan hasil RR 0,84 (0,76-0,92) untuk stroke dan 0,71 (0,64-
0,78) untuk PJK, jadi dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa berhenti merokok
Menurut penelitian Supriyono (2008), dengan design kasus kontol, dari hasil
signifikan dengan kejadian PJK (p = 0,011), kebiasaan merokok juga berisiko untuk
terjadinya PJK pada usia > 45 tahun sebesar 2,4 kali dibandingkan dengan yang tidak
mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10x lebih besar dari pada bukan
perokok dan pada perempuan perokok 4,5x lebih tinggi dari pada bukan perokok. Hal
ini disebabkan meningkatnya beban miokard yang dipicu oleh katekolamin dan
merubah 5-10% Hb menjadi karboksi -Hb. Semakin sering menghisap rokok akan
menyebabkan kadar HDL kolesterol makin menurun. Efek merokok ini akan
hipertensi, sehingga orang yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses
iskemik) pada orang Asia. Karena tingkat merokok pada orang Asia jauh lebih tinggi
darah dan membakar kalori dalam tubuh (Hermansyah, 2012). Aktivitas fisik secara
teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan
dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan
secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Namun hampir
2007).
peredaran darah, otot-otot dan sendi-sendi. Suatu latihan olahraga yang dilakukan
secara teratur akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tubuh kita. Latihan
fisik dengan pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan
PJK meskipun hanya 11% laki-laki dan 4% perempuan (Salim dan Nurrohmah,
2013).
orang yang tidak mempunyai kebiasaan olahraga beresiko lebih besar terkena PJK
daripada orang yang mempunyai kebiasaan olahraga, serta olahraga teratur bisa
menyebutkan bahwa responden yang tidak rutin melakukan olah raga berisiko
mengalami kejadian PJK 2.250 lebih besar dibandingkan dengan responden yang
Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan
yaitu:
a. Berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja
b. Lari ringan/jogging
c. Push-up
f. Berkebun
g. Menimba air
h. Berkebun/bercocok tanam
i. Mencangkul
j. Bermain tenis
m. Senam aerobik
n. Berenang
o. Bersepeda
q. Mendaki gunung
Diet dapat didefenisikan sebagai usaha seseorang dalam mengatur pola makan
1. Diet sehat
dalam darah. Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang
tinggi sehingga kadar kolesterol cenderung tinggi, sedangkan orang Jepang umumnya
berupa nasi, sayur-sayuran dan ikan sehingga orang Jepang rata-rata memiliki kadar
kolesterol rendah sehingga prevaleni PJK lebih rendah di Jepang dari pada Amerika
(Malau, 2011).
rendah kalori, kaya serat vitamin dan mineral untuk menjaga kesehatan (Dewi, 2013).
buah-biahan secara universal (Ogden, 2010). Data frekuensi dan porsi asupan sayuran
dan buah dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu
dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Penduduk dikategorikan cukup konsumsi
hari (400 g) selama 7 hari dalam seminggu. Dikategorikan kurang apabila konsumsi
penduduk umur > 10 tahun kurang konsumsi sayuran dan buah-buahan sebesar
Riskesdas (2007), menyebutkan bahwa hanya 5,5 % warga Sumatera Utara usia
> 10 tahun yang mengonsumsi Sayuran dan buah yang mengandung serat sesuai anjuran
dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 150 – 200 gram dan porsi
buah yang dianjurkan sehari untuk dewasa adalah sebanyak 200-300 gram (Gustiara,
2012).
menyebabkan penyakit kronis misalnya hipertensi, kanker, PJK, diabetes dan obesitas
(Ogden, 2010). Dalam penelitan studi meta-analisis, yang diterbitkan pada tahun
1992 dan 2004 menunjukkan bahwa konsumsi > 5 porsi buah dan sayuran/hari (>
391 g) menyebabkan 17% penurunan risiko PJK (p < 0,001). kemudian penelitian
serupa yang dilakukan He dkk (2007), dengan menggunakan metode studi meta-
analisis yang diterbitkan tahun sebelumnya menunjukkan bahwa konsumsi buah dan
sayuran > 5 porsi/hari akan menyebabkan penurunan risiko PJK sebesar 4% (Produse
terdiri dari 290 responden (67% laki-laki dan 33% perempuan usia 23-79 tahun), dari
sayuran (< 1 cawan per minggu p < 0,01) akan mengalami 3 kali kemungkinan lebih
tinggi terkena PJK jika dibandingkan dengan subjek yang mengkonsumsi lebih dari satu
cawan perhari dan untuk buah/jus buah, studi meta-analisis independen menunjukkan
bahwa orang yang mengkonsumsi sedikit buah/jus buah akan mengalami 1,78
kali terjadinyan PJK (P < 0,05 , < 0.001) jika dibandingkan dengan orang yang banyak
mengkonsumsi buah/jus buah (>1 porsi perhari) (Produse for Better Health Foudatian,
2011).
Pada buku Hurst’s dijelaskan bahwa kolesterol merupakan prasyarat terjadi PJK,
kolesterol akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika
hal tersebut terus berlangsung maka akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri
abnormal lipoprotein dalam darah, hal ini disebabkan karena meningkatnya LDL dan
tinggi, sedangkan di negara-negara Asia, kolesterol total (TC) umumnya lebih rendah
dan kejadian PJK juga rendah. Namun dengan adanya industrialisasi dan
mmol/L) meningkat dari 2,8% menjadi 25,8% pada pria dan dari 6,6% menjadi
Asia dapat dikaitkan dengan peningkatan dalam asupan makanan yang berlemak.
hubungan kolesterol dengan risiko PJPD. Studi kohort yang dilakukan oleh Korean
National Health selama 11 tahun yang terdiri dari 787.442 pria dan wanita berusia
30-64 tahun, untuk hubungan antara kolesterol dengan peningkatan kejadian stroke
(1,16-1,24) untuk stroke iskemik, HR 0,91 (0,87-0,95) untuk stroke hemoragik dan
HR 1,48 (1,43-1,53) untuk infark. Penelitian APCSC dengan design studi kohort
(1,26-1,44), stroke iskemik fatal dan stroke iskemik non fatal dengan RR 1,25 (1,13-
Kiyohara, 2013).
infark pada otak nonembolic dan PJK megalami peningkatan pada responden dengan
LDL yang tinggi, tetapi tidak ada hubungan yang jelas dengan kejadian stroke
hemoragik. Penelitan arteriosklerosis yang dilakukan di Jepang pada tahun 2010 dengan
(non- HDL) lebih dapat dipercaya sebagai prediktor untuk peningkatan terjadinya MI
akut dari pada TC, singkatnya, hiperkolesterolemia umumnya merupakan faktor risiko
untuk penyakit aterosklerotik seperti stroke iskemik dan MI pada orang Asia. Karena
terakhir, oleh karena itu pentingnya manajemen kolesterol untuk mencegah penyakit
apabila :
Obesitas sudah menjadi sebuah epidemi di negara maju, ukuran objektif obesitas
biasanya dinilai dari nilai IMT, dimana ukuran international untuk obesitas adalah IMT
hubungan yang erat dengan tingginya kejadian PJPD. Obesitas dapat meningkatkan
kadar trigliserida yang buruk untuk kesehatan jantung dan menurunkan kadar HDL
2009).
Indonesia sebesar 9,4% dengan pembagian pada laki-laki mencapai 2,5% dan pada
Indonesia yang obesitas hanya 4,7% (±9,8 juta jiwa).Ternyata hanya dalam 8 tahun,
prevalensi obesitas di Indonesia telah meningkat dua kali lipat, Sehingga kita perlu
mewaspadai peningkatan yang lebih pesat dikarenakan gaya hidup sekarang yang
teknologi. Obesitas merupakan faktor risiko terhadap kejadian PJPD. Kelebihan berat
LDL, trigliserida, tekanan darah, kadar gula darah dan menurunkan kadar HDL serta
faktor utama untuk menurunkan resiko PJPD. (Dinkes Prov Yogyakarta, 2014).
mempunyai berat badan optimal, maka akan terjadi penurunan kejadian PJK
sebanyak 25% dan stroke/cerebro vascular accident (CVA) sebanyak 3,5%. Penurunan
2011).
normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Di
Indonesia istilah Body Mass Indeks diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh
(IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan,
mencapai usia harapan hidup lebih panjang penggunaan IMT berlaku untuk orang
PJK, berhubungan erat dengan kadar kolesterol serum, tekanan darah, dan toleransi
lebih banyak yang menderita PJK dari pada kontrol (Arief, 2011).
2.9.2.6 Hipertensi
menetap (Dorlan, 2002). Pada tahun 2003, JNC VII mengklasifikasikan tekanan
darah sistolik normal < 120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg (Fuster
dkk, 2010). menurut Eighth Joint National Committee (JNC VIII), tekanan darah
dikatakan tinggi apabila tekanan sistolik ≥ 140 dan diastolik ≥ 90 mmHg (Culpeper,
2013).
merupakan faktor risiko yang kuat terhadap kejadian stroke dan PJK. Prevalensi
hipertensi pada usia dewasa berjumlah 38,3% di Jepang, 27,7% di Cina, 23,7% di
Taiwan, 21,7% di Thailand, 23,8 % di India Utara (urban) dan 30,7% di India Barat
(daerah perkotaan). Prevalensi hipertensi di Jepang tampaknya lebih tinggi dari pada
karena metode untuk pengumpulan data dan pengukuran tekanan darah yang tidak
standar antara studi memeriksa masalah ini. Dalam hal apapun kita dapat
menyimpulkan secara kasar bahwa seperempat atau sepertiga dari populasi orang
untuk hipertensi di masa depan, dan lebih jauh lagi, sudah ada beberapa studi yang telah
APCSC lebih dari 7 tahun dengan jumlah responden yang cukup besar, mengunakan
(Cina, Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Singapura dan Thailand) dan
Oceania (Australia dan Selandia Baru) untuk mencari pengaruh tekan darah tinggi
terhadap kejadian stroke dan PJK. Penelitian ini menggunakan kategori tekan darah
normal (TDS (tekanan darah sistolik) < 120 mmHg dan TDD (tekanan darah
diastolik) < 80 mmHg ) , prehipertensi (TDS 120-139 mmHg dan TDD 80-89
mmHg), hipertensi diastolik terisolasi (TDS < 140 mmHg dan DB≥P 90 mmHg ),
hipertensi sistolik terisolasi (TDS ≥ 140 mmHg dan DBP < 90 mmHg ) dan hipertensi
dengan CI 95%, maka kejadian PJK adalah 1,41 (1,31-1,53) untuk prehipertensi, 1,81
dibandingkan dengan tekanan darah yang normal. Dalam analisis yang lain, keadaan
PJPD seperti stroke iskemik, stroke hemoragik dan PJK. Hisayama Study (2012)
melakukan penelitian dengan design cohort study selama 19 tahun yang dimulai pada
tahun 1988 dengan total responden 2.634 usia ≥ 40 tahun menggunakan standar JNC7
untuk klasifikasi tekanan darah dengan CI 95%, melaporkan bahwa adanya hubungan
antara tingkatan tekanan darah dengan kejadian PJPD dengan hasil RR 1,58 (1,11–
2,26) untuk penderita prehipertensi, 1,70 (1,18–2,44) pada responden yang memiliki
tekanan darah prehipertensi, 1,93 kali (1,37–2,72) pada responden yang menderita
hipertensi derajat satu, 2,78 (1,93–4,01) pada responden yang menderita hipertensi
derajat dua jika dibandingkan dengan responden yang tidak menderita hipertensi,
setelah dilakukan standarisari dari faktor perancu. Hipertensi lebih sering megakibatkan
stroke hemoragik dari pada stroke iskemik dan PJK. Temuan ini menunjukkan bahwa
tidak hanya hipertensi tetapi juga prehipertensi merupakan faktor risiko penting
untuk PJPD di Asia. Untuk itu modifikasi gaya hidup seperti diet rendah garam, latihan
fisik dan berhenti merokok dianjurkan untuk mengurangi prevalensi prehipertensi dan
2013).
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat
untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju
DM, Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM,
1/3 tetap dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT seringkali berhubungan dengan
resistensi insulin, pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi
melalui pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) atau kadar glukosa darah puasa (GDP)
dengan puasa paling sedikit 8 jam, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) stándar setelah pemberian glukosa 75 gr pada orang dewasa atau 1,75
gr/kgBB untuk anak-anak, kemudian diperiksa kadar glukosa darahnya setelah 2 jam
aterosklerosis dan diyakini bahwa lebih dari dua pertiga kematian pasien DM akibat
penyakit arterial. Pada satu penelitian Helsinki policeman study, menjelaskan bahwa
angka kematian PJK 3x lipat lebih tinggi pada pasien DM daripada individu normal.
pembuluh darah (Malau,2011). Penelitian Anwar (2004) menunjukkan bahwa laki- laki
yang menderita DM berisiko mengalami PJK sebesar 50% lebih tinggi dari pada orang
Malaysia, 5,7% di Indonesia, 8,2% di Singapura, 9,6% di Thailand, 9,7% di Hong Kong
dan 10,5% di Korea Selatan. Dalam penelitian Hisayama Study pada penduduk Jepang
dengan total 2.421 responden yang diikuti selama selama 14 tahun untuk
1. Toleransi glukosa normal (puasa glukosa < 6.1 mmol/L dan 2 jam setelah makan <
7,8 mmol/L)
2. Gangguan glikemia puasa (6,1-6,9 mmol/L dan 2 jam setelah makan > 7,8
mmol/L)
3. Toleransi glukosa puasa terganggu < 7,0 mmol/L dan 2 hpg 7,8-11,0 mmol/L)
Menurut penelitian APCSC diikuti selama 5,4 tahun untuk mencari hubungan
berdasarkan riwayat medis dengan menggunakan CI 95% maka nilai RR 2.02 (1,57-
2,59) untuk stroke fatal, 2.19 (1,81-2,66 ) untuk PJK Fatal, 2,09 (1,65-2,64) untuk
total (fatal dan nonfatal ) stroke dan 1,73 ( 1,34-2,22 ) untuk total PJK. Untuk semua
hasil adalah sama pada populasi Asia baik yang pesisir maupun non-pesisir.
Singkatnya, diabetes merupakan faktor risiko penting untuk stroke dan PJK pada
Untuk berhasilnya upaya pencegahan PJK, tidak hanya diperlukan tenaga medis
semata, namun perlu adanya kerja-sama dengan penderita, niat yang kuat dari penderita,
kesadaran keluarga, lingkungan dan pekerjaan sangat penting untuk berhasilnya usaha
ini. Pencegahan yang berhasil akan dapat menghemat biaya dari pemondokan di rumah
sakit, tindakan intervensi jantung baik untuk diagnosa maupun terapi bahkan tindakan
operasi jantung dan belum lagi menurunnya kemampuan fisik setelah menderita
belum memberi hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, usaha pencegahan adalah
yang paling penting untuk menaggulang PJK. Pencegahan PJK dapat dibagi menjadi
menjaga agar orang tidak menderita PJK, usah pencegahan ini harus sudah di mulai
sejak dini, yaitu pada masa remaja karena seperti yang telah di ketahui bahwa fatty
streat atau proses awal aterosklerosis sudah ditemukan pada usia remaja, sedangkan
Pencegahan sekunder adalah usaha yang dilakukan agar tidak terjadi serangan
jantung dengan segala komplikasinya bagi mereka yang sudah terkena PJK.
Berhubung aterosklerosis pada arteri koroner dipicu oleh berbagai faktor risiko
seperti stres, tekanan darah tinggi, DM dan lain-lain yang semuanya dapat diperoleh
2008).
munculnya faktor predisposisi PJK pada suatu wilayah dimana belum tampak adanya
faktor yang menjadi risiko PJK (Bustam, 2007). Dalam Noor (1997), Upaya
rokok, pencegahan hipertensi dan promosi aktivitas fisik/olah raga (Nasution, 2012).
PJK terutama pada kelompok risiko tinggi. Pencegahan primer ditujukan kepada
2007).
dilakukan yaitu:
1. Diet
a. Baca label makanan dan minuman yang dibeli untuk menentukan pilihan
yang terbaik
tambahan
d. Kurangi penggunaan garam dalam makanan dan hindari makanan yang asin,
alpukat, bawang putih, bayam, margarin dari minyak biji bunga kanola dan teh
4. Hindari merokok dan asap rokok (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi pangan
tekena PJK agar tidak berulang atau menjadi lebih berat. Disini diperlukan perubahan
pola hidup (terhadap faktor-faktor yang dapat dikendalikan) dan kepatuhan berobat bagi
mereka yang sudah menderita PJK. Pencegahan tingkat ketiga ini ditujukan untuk
komplikasi yang tidak diinginkan maka perlu dilakukan penegakan diagnosa dengan
2.10.3.1 Riwayat/Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat, tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu: gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran EKG
(elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada atau rasa
tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA. Sifat
2. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah makan
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi sehingga sulit untuk membedakan antara gejala
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut,
gejala yang tidak tipikal seperti: rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak
nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita,
dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi
dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari NSTEMI seperti: hipertensi tak terkontrol,
lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop
S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler
2006).
penunjaung diantaranya:
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris
di sandapan prekordial.
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya
perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan
mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi
1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang Q
2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam (Kulick,
2014).
Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung
jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami
d. Ekokardiogram
bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu
sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik,
2012).
Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal dengan
jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal
mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu
arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan melalui intravena selama
CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut
sebagai ultrafast CT scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT) mempunyai nilai
prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI dan TnT berkaitan
dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino dari Troponin C sama
dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda. Nilai
prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark miokard
dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari. Kadar serum creatinine kinase (CK)
dan fraksi MB merupakan indikator penting dari nekrosis miokard, risiko yang
lebih buruk pada pasien tanpa segment elevasi ST namun mengalami peningkatan
komplikasi yang lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam tingkatan ini berupa
atau pernah mengalami serangan jantung atau pasca operasi jantung (Bustam, 2007).
Dislipidemia
Keadaan sosioekonomi
Inaktivitas fisik
Sumber : Hikmawati,2011
bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa
faktor yang dianggap penting untuk masalah, kerangka konsep membahas saling
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti gambar dibawah ini.
Faktor Risiko