Professional Documents
Culture Documents
Laporan PKL Kel 5
Laporan PKL Kel 5
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Diajukan oleh:
1. Rohana Andhyna Pasaribu NPM 3102170717
2. Ronaldo Sanjaya Hutagalung NPM 3102170519
3. Sarwan Muhris Harahap NPM 3102170184
4. Yakub Nababan NPM 3102170540
5. Zefanya Riahdo Saragih NPM 3102170999
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
MAHASISWA PROGRAM STUDI D I KEPABEANAN DAN CUKAI
Pembimbing
Praktik Kerja Lapangan
ii
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatNya yang telah menyertai dan memberi kami kesempatan dalam
menyelesaikan praktik kerja lapangan serta menyusun laporan praktik kerja
lapangan (PKL) yang kami buat ini.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan serta mempengaruhi kelulusan bagi para
Mahasiswa Program Diploma I Kepabeanan dan Cukai dari Politeknik Keuangan
Negara STAN.
Praktik kerja ini merupakan salah satu upaya dalam menambah
pengetahuan dan wawasan mahasiswa serta melihat, mengetahui dan menerapkan
teori ilmu pengetahuan di bidang kepabeanan dan cukai. Kami juga berharap
praktik kerja dan laporan PKL ini tidak sekadar untuk syarat kelulusan kami,
tetapi dapat menjadi referensi dan memberi manfaat bagi pembacanya.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa
selesainya laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini tidak terlepas dari
dukungan, semangat, serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka, kami
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1.Bapak Bagus Nugroho Tamtomo Putro, sebagai Kepala KPPBC TMP B
Kualanamu
2.Bapak Bosker Edward Hutabarat, sebagai Pembimbing Laporan PKL
3. Para pejabat dan pegawai yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
4. Orangtua mahasiswa penulis
5. Teman-teman sebagai rekan PKL
Penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini disusun dengan
sebaik-baiknya, namun masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan
PKL ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak, semoga laporan PKL ini juga dapat bermanfaat
bagi pembaca serta menambah pengetahuan kami.
iii
Contents
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
BAB I ...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................. 13
3.2 Alur Proses penyampaian inward manifest oleh penyelenggara pos ... 18
BAB IV ................................................................................................................. 23
PENUTUP ............................................................................................................ 23
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Salah satu fokus utama Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
TMP B KUALANAMU adalah mengawasi dan melayani kegiatan pengangkutan
barang kiriman tersebut. Barang Kiriman adalah barang impor yang dikirim oleh
pengirim tertentu di luar negeri kepada penerima tertentu di dalam negeri. Dalam
menjalankan pegangkutan kegiatan barang kiriman, diperlukan beberapa dokumen
sah yang diakui oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai seperti Rencana Kedatangan
Sarana Pengangkut (RKSP), Inward Manifest, PIB, PIBK maupun
CN.Pengangkutan barang kiriman juga memiliki beberapa sistem penjaluran,
yaitu jalur merah (SPJM) dan Jalur Hijau.
Proses bisnis kegiatan kepabenan baik impor maupun ekspor atas barang
kiriman tidak dapat dipisahkan dengan ketentuan yang mengatur proses
pengangkutannya, meliputi saat akan masuk ke dalam daerah pabean, setelah tiba
di daerah pabean, dan saat akan berangkat meninggalkan daerah pabean. Terlebih
dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158 Tahun 2017
tentang Tatalaksana Penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut, Manifes Kedatangan Sarana Pengangkut, dan Manifes
Keberangkatan Sarana Pengangkut, penyelenggara pos sebagai pihak yang
menjalankan pengiriman barang kiriman, diberikan kewajiban dalam hal
penyampaian manifes atas barang kirimannya ke Bea dan Cukai.
Oleh karena itu, penulis akan menuliskan laporan praktik kerja lapangan
berdasarkan analisis saat kerja lapangan yang berjudul “TINJAUAN
TERHADAP PENERAPAN PMK 158/PMK.04/2017 DI KPPBC TMP B
KUALANAMU”
1.2 Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Tujuan
a. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mencapai kelulusan dari
Program Diploma 1 Kepabeanan dan Cukai
b. Untuk mengaplikasikan dan membandingkan teori – teori yang
dipelajari selama masa pendidikan dengan kenyataan di lapangan
terutama penerapan PMK dalam penerapannya.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan dan permasalahan yang
muncul dan menemukan solusinya.
6
1.2.2 Manfaat
a. Teoritis
Untuk mengembangkan keilmuan yang telah kami dapatkan dibangku
perkuliahan dalam bidang kepabeanan dan cukai.
b. Praktis
1. Bagi Pemerintah
Dapat dijadikan bahan evaluasi Pemerintah
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai referensi untuk penelitian dan ilmu pengetahuan selanjutnya
7
BAB II
LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN
8
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 168/PMK.01/2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
yang dalam Lampiran II menyebutkan akan didirikannya KPPBC Tipe Madya
Pabean B Kualanamu dengan ruang lingkup tugas di wilayah Bandara
Internasional Kualanamu.
Peraturan Menteri Keuangan tersebut ditindaklanjuti oleh Direktur
Jenderal Bea dan Cukai dengan mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea
dan Cukai nomor KEP-63/BC/2015 pada tanggal 1 April 2015 tentang
Pembentukan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya
Pabean B Kualanamu yang melaksanakan pengawasan dan pelayanan di Bandara
Internasional Kualanamu Deli Serdang terhitung mulai tanggal 1 Juli 2015.
Struktur Organisasi
9
Logo dan Filosofi Kantor
10
Maskot Kantor
Maskot KPPBC TMP B Kualanamu adalah BEKNO
11
Visionion : Berwawasan dan berusaha menjadi terdepan.
Totality : Kesungguhan hati dari seluruh SDM yang didasari adanya
perencanaan dan tujuan akhir serta dibubuhi rasa tidak mudah menyerah.
12
BAB III
PEMBAHASAN
13
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh PJT / Penyelenggara Pos adalah
mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan
ketersedian Tempat Penimbunan Sementara (TPS) beserta lay out nya.
Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/ atau lapangan atau
tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun
barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
Penyelenggara Pos bertanggung jawab atas kewajiban membayar bea
masuk, cukai, dan/ atau pajak dalam rangka impor terkait dengan impor Barang
Kiriman. Dalam hal pemberitahuan pabean impor Barang Kiriman berupa PIBK
atau PIB, Penerima Barang bertanggung jawab atas kewajiban pembayaran bea
masuk, cukai, dan/ atau pajak dalam rangka impor.
Dalam melaksanakan kegiatan impor barang kiriman, pihak yang
bersangkutan haruslah melengkapi dokumen sebagai syarat administratif dalam
memenuhi ketentuan pabean. Dokumen yang dimaksud yaitu Dokumen
Pemberitahuan Pabean dan Dokumen Pelengkap Pabean.
Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam
rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan
dalam undang-undang kepabeanan, sedangkan Dokumen Pelengkap Pabean
adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan
pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifes,
Consignment Note, dokumen pemenuhan ketentuan larangan atau pembatasan,
dan/ atau dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
Penyelesaian Impor atas Barang Kiriman dapat dilakukan dengan
menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan
Impor Barang Khusus (PIBK) dan Consignment Note (CN).
Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat PIB adalah
pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor yang diimpor untuk
dipakai. Pemberitahuan Impor Barang Khusus yang selanjutnya disingkat PIBK
adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang impor tertentu yang
dikirim melalui Penyelenggara Pos. Dokumen Pengiriman Barang yang
selanjutnya disebut Consignment Note merupakan dokumen perjanjian
pengiriman barang antara pengirim barang dengan Penyelenggara Pos untuk
14
mengirimkan Barang Kiriman kepada Penerima Barang. Apabila dari hasil
penelitian ternyata barang kiriman memiliki nilai di atas FOB USD 100 maka
pemilik barang diberikan keleluasaan untuk memilih, menggunakan CN dan
dikenakan tarif 7,5% atau menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang
Khusus (PIBK) untuk non badan usaha dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
untuk badan usaha, dengan dikenakan tarif sesuai jenis barang oleh petugas Bea
Cukai. Adapun untuk barang kiriman dengan nilai di atas FOB USD 1.500,
penerima barang harus menggunakan dokumen PIBK atau PIB.
15
Pada pasal 2 ayat (2) PMK 158 Tahun 2017 pengangkut terdiri atas :
a. Operator Sarana Pengangkut atau kuasanya
b. Kuasa Operator (Shipping Agent, Ground Handling)
Kuasa operator Sarana Pengangkut yaitu perusahaan yang merupakan
perwakilan atau agen dari perusahaan pelayaran; dan/ atau perusahaan yang
memberikan pelayanan di darat untuk perusahaan penerbangan.
c. NVOCC. Pengangkut Kontraktual (Non Vessel Operator Common Carrier)
adalah badan usaha jasa pengurusan transportasi yang melakukan negosiasi
kontrak dan kegiatan lain yang diperlukan untuk terlaksananya pengiriman
dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan udara dan
mengkonsolidasikan muatan.
d. Penyelenggara Pos. Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang
menyelenggarakan pos, contohnya : DHL dan TNT.
Pada Pasal 7 PMK 158 Tahun 2017 disebutkan bahwa Penyelenggara Pos
yang sarana pengangkutnya datang datang dari luar Daerah Pabean, atau dalam
Daerah Pabean yang mengangkut barang impor, barang ekspor, dan/atau barang
asal Daerah Pabean untuk diangkut ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui
luar Daerah Pabean, wajib menyerahkan pemberitahuan Inward Manifest dalam
Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris ke Kantor Pabean kedatangannya.
Pemberitahuan manifes tersebut disampaikan oleh Penyelenggara Pos sesuai
dengan dokumen pengangkutan yang diterbitkannya.
Penyerahan pemberitahuan Inward Manifest tersebut dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum kedatangan Sarana
Pengangkut, untuk Sarana Pengangkut melalui laut, dalam hal waktu
tempuh dari tempat keberangkatan menuju ke tempat kedatangan 24 (dua
puluh empat) jam atau lebih;
b. paling lambat sebelum kedatangan Sarana Pengangkut, untuk:
1) Sarana Pengangkut melalui laut, dalam hal waktu tempuh dari
tempat keberangkatan menuju ke tempat kedatangan kurang dari 24
(dua puluh empat) jam; dan
16
2) Sarana Pengangkut melalui udara; atau
c. paling lambat pada saat kedatangan Sarana Pengangkut, untuk Sarana
Pengangkut darat.
Pemberitahuan Inward Manifest di atas paling sedikit memuat elemen data
sebagai berikut:
a. nama Sarana Pengangkut;
b. nomor pelayaran (voyage) / nomor penerbangan (flight);
c. nomor International Maritime Organization (IMO), dalam hal
Sarana Pengangkut diwajibkan terdaftar di International Maritime
Organization (IMO), dan/ atau nomor Maritime Mobile Service
Identity (MMSI) /nomor registrasi;
d. tanda panggil (call sign);
e. bendera;
f. pelabuhan asal, transit, dan bongkar;
g. tanggal perkiraan tiba / Estimated Time Arrival (ETA);
h. nomor dan tanggal Master Bill of Lading (B/L), Master Airway Bill
(AWB), atau dokumen pengangkutan lainnya;
i. nomor dan tanggal House Bill of Lading (B/L), House Airway Bill
(AWB), atau dokumen pengangkutan lainnya;
j. nama pengirim (shipper);
k. nama penerima (consignee);
l. Nomor Pokok Wajib Pajak penerima (consignee), dalam hal
wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
m. kelompok pos;
n. jumlah dan berat kemasan atau jumlah barang dalam hal barang
curah;
o. jumlah, ukuran, dan nomor peti kemas, dalam hal menggunakan peti
kemas;
p. uraian barang;
q. nama Pengangkut; dan
r. Nomor Pokok Wajib Pajak Pengangkut.
17
Penyelenggara Pos dapat melakukan perbaikan atas pemberiahuan Inward
Manifest yang telah disampaikan ke Bea dan Cukai sepanjang dapat dibuktikan
dengan dokumen pendukung.
Penyelenggara Pos kemudian dapat melanjutkan proses kepabenan barang
kiriman yang telah memiliki data manifes yang benar dengan menuangkannya
dalam dokumen pemberitahuan pabean, memenuhi ketentuan larangan dan
pembatasan dalam hal memerlukan izin tertentu dari instansi teknis terkait,
melunasi pungutan negara berupa Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka
Impor (PDRI) dalam hal terdapat pungutan negara, hingga akhirnya mendapatkan
surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB).
18
- Proses X-ray di Tempat Penimbunan Sementara( TPS ) Penyelenggara Pos
sekaligus pencacahan untuk mengetahui secara pasti nama consignee dan
kebenaran jumlah kemasan sesuai pemberitahuan inward oleh
Penyelenggara Pos
- Proses Penjaluran atas barang kiriman
a. Dalam hal Jalur Hijau segera diterbitkan SPPB
b. Dalam hal Jalur Merah dilakukan pemeriksaan fisik dan jika sesuai
maka akan terbit Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) dan
barang akan langsung dapat dikeluarkan.
19
3.3. Analisis Kasus
Dalam Praktiknya dilapangan pernah terjadi beberapa kali bahwa barang
kiriman yang telah disampaikan inward manifestnya oleh Penyelenggara Pos
ditemukan berbeda dengan aktual fisik barang yang diterima, perbedaan tersebut
berupa perbedaan jumlah kemasan dan/atau jumlah consignee (penerima barang).
Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi adalah atas barang kiriman
milik PT Birotika Semesta ( DHL EXPRESS ) yang tiba dengan penerbangan Silk
Air dengan nomor penerbangan MI234 tanggal 19 Agustus 2018.Dalam Inward
manifes yang disampaikan oleh kuasa operator sarana pengangkut ( PT JAS )
terdapat barang impor POS 01 MAWB 618-58903471 sebanyak 21 koli / 210 kg.
Disatu sisi PT Birotika Semesta telah menyampaikan inward manifest yang
merinci MAWB 618-58903471 menjadi 14 subpos ( 14 consignee ) yang terdiri
dari 19 kemasan. Dalam dokumen PLP dilaporkan jumlah barang impor yang
dipindahlokasikan adalah sebanyak 21 koli/210 kg sebagaimana terdapat dalam
MAWB. Pada saat dilakukan X-ray dan pencacahan, ditemukan terdapat 4
HAWB ( 4 consignee ) yang terdiri dari 7 kemasan yang tidak diberitahukan
sebelumnya oleh Birotika Semesta dalam inward manifestnya dikarenakan tidak
lengkapnya data yang diterima dari DHL Singapura. Atas ketidaksesuaian data
manifes dengan aktual fisik barang PT Birotika Semesta mengajukan permohonan
perubahan data dan penambahan subpos inward manifest
Atas permohonan perubahan data dan penambahan subpos inward
manifest yang disampaikan PT Birotika Semesta telah dibuatkan nota dinas oleh
seksi perbendaharaan kepada seksi Penindakan dan Penyidikan untuk dapat
dilakukan penelitian mendalam apakah terdapat pelanggaran ketentuan peraturan
di bidang kepabeanan.
Seksi Penindakan dan Penyidikan menanggapi nota dinas seksi
perbendaharaan dengan mengkategorikan kejadian tersebut sebagai pelanggaran
dikarenakan dalam undang-undang nomor 17 tahun 2006 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan Pasal 8A ayat 1
“Pengangkutan barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat
penimbunan berikat dengan tujuan tempat penimbunan sementara atau tempat
penimbunan berikat lainnya wajib diberitahukan ke kantor pabean.” Kemudian
20
pada ayat (3) berbunyi “Pengusaha atau importir yang telah memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang impor yang
dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya,
dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah).” karena pemberitahuan yang dimaksud pada pasal tersebut
mengacu kepada inward manifest (BC 1.1) pada saat pemberitahuan di SKP.
Namun berdasarkan analisis dari seksi perbendaharaan kasus ini tidak
dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dikarenakan dalam undang-undang
nomor 17 tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 Tentang Kepabeanan Pasal 8A ayat (1) “Pengangkutan barang impor dari
tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat dengan tujuan
tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat lainnya wajib
diberitahukan ke kantor pabean.” Kemudian pada ayat 3 terdapat bunyi
“Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tetapi jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari
yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan
bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).”
Pada kata “pemberitahuan” itu mengacu pada pemberitahuan PLP (pindah lokasi
pabean) sedangkan pada pemberitahuan PLP tidak terdapat kesalahan karena
dalam pemindahan JAS ke DHL pada satuan koli yang sama, sedangkan
kesalahan terdapat ketika pembongkaran di DHL untuk diubah ke beberapa koli
sesuai penerima akhir yang baru diketahui kemudian setelah kemasan/koli pada
MAWB dibongkar. Sehingga menurut analisa seksi perbendaharaan belum ada
pasal yang tepat dalam UU nomor 17 tahun 2006 tentang kepabeanan untuk
mengenakan sanksi administrasi berupa denda atas kesalahan pemberitahuan
inward manifest oleh penyelenggara pos.
Kesalahan perincian subpos oleh penyelenggara pos ini tidak lepas dari
pemberlakuan PMK 158 tahun 2017 dimana penyelenggara pos wajib
21
menyerahkan inward manifest berupa rincian detail yang memuat data HAWB
sebelum kedatangan sarana pengangkut. Berbeda dengan sebelum pemberlakuan
PMK 158 tahun 2017, penyelenggara pos mengajukan pemecahan pos ke bea dan
cukai setelah proses x-ray dan cacah dilakukan, sehingga sangat kecil terjadi
kesalahan pemberitahuan rincian HAWB.
Atas permasalahan tersebut di atas, kepala kantor KPPBC Tipe Madya
Kualanamu pada akhirnya sependapat dengan analisis seksi perbendaharaan
dengan tidak mengenakan sanksi administrasi berupa denda namun tetap
melakukan perubahan data untuk proses pengeluaran barang impor sebagaimana
mestinya.
Dari kasus ini, kami menganalisis beberapa hal yaitu :
1. Kasus ini terjadi akibat tidak adanya kepastian dasar hukum untuk
menjerat stakeholder yang melakukan kesalahan dan stakeholdernya
dengan bijak mencari celah hukum untuk masalah ini sehingga stakeholder
sedikit diuntungkan atas kejadian ini.
2. Dalam kasus ini terjadi kesalahan dalam penginputan data tanpa adanya
pelanggaran kepabeanan karena waktu yang diperlukan oleh
penyelenggara pos yang relatif sangat singkat memungkinkan terjadinya
perbedaan data final yang dikirim oleh DHL EXPRESS dgn DHL yang di
Singapura.
3. Kasus ini tidak dapat dijerat dengan Pasal 8A karena pada pasal 8A ayat
(1) dan (3) mengatur mengenai pemberitahuan pemindahan barang dari
satu TPS atau TPB ke TPS atau TPB lainnya, sementara pada kasus ini
pemberitahuan yang digunakan untuk pemindahan barang tersebut adalah
PLP. Dan pada PLP tersebut tidak terdapat kesalahan pemberitahuan
jumlah kemasan dan consignee (penerima). Sedangkan pasal 10A tidak
dapat menjerat kasus tersebut karena mengatur pembongkaran,
penimbunan dan pengeluaran barang dari sarana pengangkut ke Tempat
Penimbunan Sementara impor yaitu PT. JAS maka tidak dapat menjerat
kasus tersebut juga.
22
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil tinjauan yang telah kami paparkan permasalahan
perbedaan pendapat atas ditetapkan atau tidaknya Sanksi Admnistrasi berupa
denda kami melihatnya dari dua sisi.
Di satu sisi untuk menerapkan pasal 8 ( A ) ayat ( 1 ) dan ( 3 ) UU No 17
Tahun 2006 syarat yang terdapat didalam pasal ini telah dipenuhi antara lain
dokumen permohonan pindah lokasi penimbunan ( PLP ) telah diberitahukan dan
pemberitahuan pabean yang dimaksud dalam undang-undang tersebut adalah
inward manifest.
Pasal 8 ( A ) ayat 3 diterapkan karena setelah barang tiba di Kualanamu
dilakukan X-ray dan ditemukan bahwa kedapatan kelebihan kemasan atas
shipment HAWB dengan data sebagaimana diajukan untuk penambahan subpos
sehingga dapat dikenakan Sanksi Administrasi berupa denda sebesar 25 juta- 250
juta.
Disisi lain ada perbedaan pendapat mengenai pemberitahuan pabean disisi
ini Permohonan Pindah Lokasi Penimbunan ( PLP ) dianggap sebagai
Pemberitahuan Pabean walaupun didalam Undang-Undang Kepabeanan maupun
Peraturan Menteri Keuangan belum ditemukan bahwa PLP adalah pemberitahuan
pabean. Sama halnya seperti Consigment Note yang sudah digunakan sebagai
pemberitahuan pabaean namun didalam Undang-Undang Kepabeanan belum
disebutkan dan dalam Peraturan Menteri keuangan juga belum disebutkan sebagai
pemberitahuan pabean.
Seksi Perbendaharaan memandang “ Pemberitahuan Pabean “ pada ayat (
3 ) merujuk pada dokumen pemberitahuan yang melindungi pindah lokasi barang
impor yang dalam hal ini dari satu TPS ke TPS lainnya dalam satu kawasan
pabean. Akan berbeda halnya jika perpindahan lokasi dari satu TPS ke TPB yang
akan diberitahukan dengan dokumen BC 2.3, atau perpindahan lokasi penimbunan
barang kiriman dari satu TPS ke TPS di kawasan pabean lainnya yang akan
diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan BC 1.4 outward.
23
Dalam hal PLP disamakan dengan pemberitahuan pabean, maka jumlah
kemasan yang diberitahukan pada pemberitahuan pabean ( PLP ) dengan jumlah
kemasan yang terdapat di TPS DHL adalah sesuai. Kedapatan kemasan yang lebih
dalam hasil penelitian unit P2 tidak serta merta dapat kita sandingkan dengan
jumlah kemasan dalam dokumen PLP, karena kedapatan lebih kemasan HAWB
baru ditemukan kemudian setelah proses pencacahan untuk dilakukan x-ray dan
kekurangan pemberitahuan subpos oleh DHL Express dikarenakan
ketidaklengkapan data yang diterima dari DHL Singapura, sementara di satu sisi
DHL Express wajib menyampaikan manifes inward ke Bea Cukai sebelum
kedatangan sarana pengangkut. Di samping itu, nature of business DHL express
sebagai penyelenggara pos yang peka waktu dan waktu tempuh penerbangan
Singapura – Kualanamu relatif singkat memungkinkan terdapatnya perbedaan
detail data final atas barang kiriman, ditambah berdasarkan Laporan
Pembongkaran dan Penimbunan BCL 1.2 didapati sesuai, maka tidak didapati
pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan untuk
pengenaan Sanksi Administrasi berupa denda, namun permohonan perubahan data
dan penambahan subpos yang bersangkutan dapat dilayani.
24
3. Dalam kasus ini, kami menyarankan untuk mengenakan Sanksi
Administrasi berupa denda apabila sudah ada dasar hukum yang kuat dan
jelas mengenai pengangkut, dalam hal ini pengangkut yang dimaksud
haruslah jelas, mengingat terdapat 4 (empat) kategori pengangkut
sebagaimana diuraikan dalam PMK 158 Tahun 2017. Jika dasar hukum
tersebut sudah ada dengan jelas, maka dapat digunakan untuk pengenaan
sanksi administrasi berupa denda dalam rangka memberi efek jera kepada
pengangkut yang melakukan kesalahan pelaporan manifes (dalam hal
pengangkut tersebut tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
diluar kemampuannya). Hal ini dipandang perlu untuk memberikan
kepastian hukum, dan menjadi dasar hukum yang kuat bagi pejabat Bea
dan Cukai dalam pengenaan sanksi administrasi berupa denda, sehingga
dalam hal pengguna jasa melakukan keberatan dan/atau banding, Bea dan
Cukai berada di posisi yang menang.
Demikianlah Saran yang kami perbuat semoga dapat menjadi masukan
untuk kasus tersebut apabila ada kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Terima Kasih.
25