Konsul

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 2

Alhamdulillah Ash-sholatu wassalamu ‘ala rasulillah waba’du.

Keputihan atau Fluor


Albus merupakan sekresi vaginal pada wanita. Keputihan pada dasarnya dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu keputihan normal (fisiologis) dan keputihan
abnormal (patologis). keputihan fisiologis adalah keputihan yang biasanya terjadi setiap
bulannya, biasanya muncul menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi ataupun
masa subur. Keputihan patologis dapat disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan
rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar. Yang sering
menimbulkan keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur atau juga parasit. Infeksi ini
dapat menjalar dan menimbulkan peradangan ke saluran kencing, sehingga
menimbulkan rasa pedih saat si penderita buang air kecil (Wikipedia.org)

Persoalan keputihan adalah persoalan yang senantiasa dialamai wanita sepanjang masa
termasuk di masa Rasulullah, akan tetapi sepengetuhuan kami belum ada riwayat yang
secara jelas menyebutkan tentang masalah ini, tidak ditemukan riwayat para shahabiah
(sahabat wanita) yang menanyakan masalah ini kepada rasulullah, sehingga para ulama’
pun berbeda pendapat menyikapi masalah keputihan ini. Imam as-Syafii menurut salah
satu keterangan, as-Saerozi; ulama madzhab Syafiiyah, al-Qodhi Abu Ya’la; ulama
madzhab hambali, dan beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa keputihan adalah
najis. Sedangkan menurut hanafiyah, dan Ibnu Qudamah; ulama madzhab hambali
berpendapat bahwa keputihan adalah suci.

Keputihan dalam fiqih dikategorikan sebagai “ruthubatul farji” (cairan basah vagina).
Sedangkan hukum dari keputihan diperinci sebagai berikut :
1. Apabila cairan tersebut keluar dari luar farji (bagian vagina yang nampak ketika
jongkok), maka hukumnya suci.
2. Apabila cairan tersebut keluar dari farji (bagian vagiana yang tidak wajib dibasuh
ketika istinja’ (cebok) dan terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya
suci menurut pendapat yang ashoh.
3. Apabila cairan tersebut keluar dari balik farji (vagina bagian dalam yang tidak
terjangkau penis saat bersenggama), maka hukumnya najis dan menyebabkan
batalnya wudlu.
Karena cairan keputihan bukanlah termasuk darah haidh atau nifas, maka wanita yang
sedang mengalami keputihan tidak diwajibkan melakukan mandi besar, dan tidak
diberlakukan hukum wanita haidh dan nifas baginya. apabila cairan yang keluar
termasuk dalam kategori cairan yang najis (No.3) maka hukum-hukum yang berlaku bagi
wanita tersebut adalah hukum-hukum yang berlaku bagi wanita yang mengeluarkan
darah istihadhoh.
apabila cairan itu keluar terus menerus seperti orang beser, maka berlaku hukum seperti
orang yang beser (dharurat). Cara yang harus dilakukan adalah dengan mensucikan
kemaluan/ms.V setelah itu disumbat dengan pembalut atau kapas. Barulah kemudian
berwudlu dengan menyegerakan shalat

Hal tersebut berkaitan dengan pembahasan tentang status cairan keputihan, apakah
termasuk benda najis ataukah bukan?, pembahasan berikutnya adalah bekaitan dengan
apakah keluar keputihan menyebabkan batalnya wudhu atau tidak ?
Di kitab syarh Al-Taqrib dalam fasal perkara-perkara yang membatalkan wudlu
dijelaskan bahwa sesuatu yang keluar dari salah satu jalan dua, yaitu qubul (penis dan
vagina) dan dubur (anus) dari orang punya wudlu’, hidup dan normal kelaminnya-baik
yang keluar itu hal biasa, seperti air kencing, kotoran atau yang tidak biasa seperti darah
(termasuk keputihan,pent) atau kerikil baik itu najis atau suci (seperti ulat) adalah
termasuk yang membatalkan wudlu’. Wallahu a’lam bish-showab

You might also like