Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

BAB IV

PROSES PRODUKSI CHEMICAL PLANT

Berdasarkan pengamatan yang telah penulis laksanakan bersama dengan bapak


Rommel Silalahi dan abangda Rizky Salaam Ritonga selama lebih kurang 14 hari,
maka penulis memperoleh berbagai informasi mengenai Chemical Plant yang ada di
PT. Toba Pulp Lestari.
Chemical plant adalah departemen yang berfungsi untuk memproduksi bahan-
bahan kimia yang dibutuhkan oleh pabrik dalam proses produksi pulp. Bahan baku
yang digunakan di chemical plant terbagi dua, yaitu bahan baku utama (garam
industri, sulfur padat (S), dan udara) dan bahan baku tambahan (sodium karbonat
(Na2CO3), flocculant, asam sulfat, sodium dikromat (NaCr2O7), dan air). Produk
yang dihasilkan di chemical plant diantaranya adalah :
 Sodium hydroxide (NaOH) : Digunakan pada bleachimg plant, insinerator,
pengolahan air, dan di chemical plant.
 Chlorine (Cl2) : Bahan baku di HCl synthesis unit
 Hydrogen (H2) : Bahan baku di HCl synthesis unit
 Sodium hypochlorite (NaOCl) : Digunakan pada pengolahan air
 Chlorine dioxide (ClO2) : Digunakan pada bleaching plant
 Hydrochloric acid (HCl) : Bahan baku pembuatan ClO2 plant, bleaching
plant, brine treatment,dan pengolahan air.
 Sulfur dioxide (SO2) : Digunakan di bleaching plant, pulp machine,
anolyte treatment, dan untuk menghilangkan
Chlorine
 Oxygen (O2) : Digunakan pada bleaching plant
 Nitrogen (N2) : Digunakan pada saat proses purging

Chemical plant merupakan pabrik terintegrasi yang didalamnya terdapat


berbagai unit plant yang memproduksi berbagai macam bahan kimia. Chemical plant
terbagi atas 2 bagian, yaitu Chlor Alkali dan Chlorine dioxide.

26
4.1 Chlor Alkali
Chlor alkali Plant merupakan plant yang terdiri atas 5 plant yaitu brine
treatment, Chlor Alkali Cell Electrolyzer, Chlorine Treatment dan Hypo Plant, PSA
Unit (Oxygen dan Nitrogen Plant) dan Sulfur Dioxide Plant. Produksi utama dari
Chlor alkali plant adalah larutan NaOH 32% dari bahan baku garam NaCl yang
melalui beberapa tahapan proses.

4.1.1 Brine Treatment


Brine treatment merupakan proses penyiapan larutan garam murni (pure brine)
yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi NaOH 32%. Proses
penyiapan larutan garam ini meliputi pelarutan garam dengan air demin hingga
pengurangan zat pengotor (impurities) di dalam brine sehingga diperoleh brine yang
lebih murni dan sesuai dengan standar brine untuk proses selanjutnya. Beberapa
standar brine yang harus dipenuhi supaya dapat digunakan untuk proses selanjutnya
diantaranya : Ca < 30 ppb; ClO3 < 20 gpl; SO4 < 10 gpl; excess CO3 (0,3 -0,7 gpl);
excess OH (0,25 – 0,8 gpl); dan konsentrasi brine (295 – 310 gpl).
Brine treatment terdiri atas 3 proses utama, yaitu:
 Primary Treatment
Perlakuan ini merupakan perlakuan awal terhadap brine yang prosesnya
terdiri atas salt dissolver, precipitation tank, settler dan gravel filter. Garam
padat diambil dari gudang penyimpanan dan dilarutkan dengan air
demineralisasi di dalam kolam yang disebut salt dissolver. Secara bersamaan
steam ditambahkan untuk meningkatkan temperatur air agar garam mudah
larut. Weak brine sisa elektrolisis juga dikembalikan ke salt dissolver dengan
penambahan NaOH dan SO2 (untuk penghilanagan klorin). Garam yang baru
ditambahkan ke kolam biasanya mengandung 96% NaCl dan sisanya
merupakan pengotor umumnya ion-ion bervalensi dua seperti Ca, Mg, Al, Fe,
Si dan sebagainya. Impuritis ini harus dikurangi kadarnya sebelum masuk ke
tahap elektrolisis untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses elektrolisa.
Larutan garam sebelum masuk ke precipitation tank terlebih dahulu akan
disaring untuk memisahkan sampah atau pengotor yang berukuran besar.
Bahan kimia pengendap disiapkan dengan melarutkan Na2CO3 dalam tangki
yang bersisi air demin dengan bantuan agitator. Larutan Na2CO3 sudah merata

27
kemudian dipompakan precipitation tank bersamaan dengan larutan garam dari
salt dissolver, larutan NaOH dan sebagian sludge hasil settler. Impurities
dalam larutan garam akan bereaksi dengan larutan soda ash (Na2CO3) dan
NaOH. Na2CO3 berfungsi untuk mengikat kalsium sedangkan NaOH berfungsi
untuk mengikat magnesium. Reaksi yang terjadi adalah :
Na2CO3 + CaCl2 2NaCl + CaCO3
2 NaOH + MgCl2 2NaCl + Mg(OH)2
Hasil reaksi dari precipitation tank kemudian dialirkan menuju settler.
Sebelum menuju settler, aliran keluar dari precipitation tank diinjeksikan
flocculant yang berfungsi untuk mempercepat pengendapan. Impurities
diendapkan di dalam settler dengan prinsip gaya gravitasi. Pada bagian luar
settler dipasang isolator untuk menghindari perubahan suhu, yang dapat
menyebabkan turbulensi didalam settler sehingga larutan keruh dan
pengendapan tidak efektif. Endapan yang terbentuk di dalam settler sebagian
besar akan dibuang ke effluent treatment melalui alkaline sewer dan sebagian
kecil akan dikembalikan ke precipitation tank sedangkan aliran larutan garam
(clear brine) yang mengalir secara overflow akan diteruskan ke gravel filter.
Partikel-partikel impurities yang tidak mengendap akan disaring di unit gravel
filter dengan media pasir karbon untuk memastikan tidak ada endapan yang
terikut ke proses selanjutnya. Pasir karbon yang sudah jenuh dapat dibersihkan
dengan cara backwash menggunakan air demineralisasi dan udara.
 Secondary Treatment
Secondary Treatment merupakan proses pemurnian brine tingkat lanjut
dengan prinsip pertukaran ion untuk memastikan larutan garam benar-benar
layak untuk masuk ke proses selanjutnya. Dalam ion exchanger terjadi proses
pemurnian garam dengan pertukaran ion dimana yang digunakan di sini adalah
penukar kation yang menggunakan resin Na-form (tangan terluar adalah Na+).
Ion yang ditukar difokuskan pada kalsium dan magnesium yang
keberadaaannya diharapkan pada level serendah mungkin (<30 ppb). Reaksi
yang terjadi di ion exchanger adalah sebagai berikut :
R-Na + Ca+  R-Ca + Na+

28
Pada saat ion kalsium melakukan kontak dengan resin makan ion tersebut
akan diikat dan digantikan dengan ion natrium. Hal ini akan terus berlangsung
sampai resin mencapai titik jenuh. Resin yang telah mencapai titik jenuh
dengan ion Ca2+ harus diregenerasi agar dapat digunakan kembali. Proses
regenerasi resin dilakukan dengan menambahkan HCl 32% dan NaOH 10%,
dengan reaksi sebagai berikut:
R-Ca + HCl  R-H + CaCl2
R-H + NaOH  R-Na + H2O
R-Na yang dihasilkan dapat digunakan kembali untuk proses pertukaran
kation. Resin alat penukar kation ini bekerja dengan baik pada temperatur 60-
80o C dan pada pH 8 -11.
Hasil yang keluaran dari ion exchanger disebut dengan pure brine. Pure
brine akan ditambah dengan HCl untuk menurunkan pH menjadi 5-6 di pure
brine baby tank karena pure brine ini akan digunakan sebagai bahan baku
dalam proses elektrolisis sel, dimana proses ini hanya bekerja pada rentang pH
5-6. Pure brine ini selanjutnya disimpan di pure brine storage tank sebelum
diumpankan ke proses selanjutnya.
Di bawah ini merupakan flowsheet Primary Treatment dan Secondary
Treatment.

Gambar 4.1Primary dan Secondary Treatment Flowsheet

29
 Anolyte Treatment
Anolyte Treatment bertujuan menghilangkan klorin terlarut dalam weak
brine (220-260 gpl) sebelum dikembalikan ke salt dissolver. Karena klorin
dapat merusak resin di ion exchanger sehingga perlu dipisahkan.

Gambar 4.2 Anolyte Treatment Flowchart


Anolyte hasil elektrolisis terdiri dari weak brine (200-260 gpl) dan Cl2. Kedua
komponen anolyte ini akan dipisahkan di anolyte separator secara fisik. Gas klorin
yang telah terpisah akan diteruskan ke chlorine treatment sedangkan weak brine
yang masih mengandung klorin terlarut (NaOCl), sebagian akan diteruskan ke
dechlorination tank untuk membebaskan gas klorin dan sebagian lagi diteruskan ke
chlorate decomposer untuk mendekomposisi klorat yang selanjutnya dikirim kembali
ke dechlorination tank.
Dalam chlorate decomposer, kadar klorat yang dikandung weak brine
dikurangi dengan penambahan steam dan HCl\sehingga menghasilkan gas Cl2, H2O,
dan NaCl . Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
NaClO3 + 6 HCl  3 Cl2 + 3 H2O + NaCl
Reaksi tersebut berlangsung pada suhu > 100oC dan pH 1,3-1,8. Kandungan
klorat dalam weak brine harus diminimalkan karena klorat tersebut dapat
terdekomposisi dan merusak resin pada unit ion exchanger. Hasil dari chlorate
decomposer ini kemudian dikirimkan ke dechlorination tank.
Klorin terikat dalam weak brine dalam bentuk NaOCl dan dalam air dalam
bentuk HOCl. Weak brine akan dideklorinasi pada dechlorination tank yang

30
diasamkan dengan HCl pada pH 1,3-1,8 dan suhu 40oC. Adapun reaksi yang terjadi
adalah :
NaOCl + 2HCl  NaCl + Cl2 + H2O
HOCl + HCl  Cl2 + H2O
Gas klorin yang dilepas akan dipisahkan dari larutan menuju hypo plant dalam
bentuk sniff gas dengan menggunakan udara yang diinjeksikan pada bagian bawah
tanki deklorinasi. Weak brine kemudian dialirkan ke salt dissolver dengan
penambahan SO2 dan NaOH untuk memastikan dan menyempurnakan reaksi
pembebasan klorin. Reaksinya adalah sebagai berikut :
SO2 + 2NaOH  Na2SO3 + H2O
Cl2 + Na2SO3 + 2NaOH  2NaCl + Na2SO4 + H2O

4.1.2 Chlor Alkali Cell Electrolyzer


Proses ini bertujuan untuk memproduksi NaOH 32% dengan menggunakan sel
elektrolisis bermembran. Di dalam electrolyzer terdapat sel anoda dan katoda yang
dipisahkan oleh sebuah membran semi permeabel berbahan perfluoropolymers.
Anoda (tempat klorin terbentuk) terbuat dari logam titanium yang bersifat non-
reaktif untuk mencegah korosi yang diakibatkan oleh klorin, sedangkan katoda
(tempat ion hidroksida terbentuk) terbuat dari logam nikel (tahan basa). Masing-
masing anoda dan katoda dilapisi coating. Jumlah sel elektrolisis yang digunakan
pada proses ini ada sebanyak 36, satu sel terdiri atas 9 anoda, 10 katoda dan
membran sebanyak 18. Membran yang digunakan pada proses ini bersifat cation
permeable selective. Selektivitas ini mengizinkan ion natrium yang bermuatan positif
melewati membran dari anoda menuju katoda dan bercampur dengan hidrasi air,
tetapi menolak dengan kuat lewatnya ion muatan negatif seperti klorida dan ion
hidroksil yang tertahan di bagian anoda.

31
Gambar 4.3Chlor Alkali Cell Electrolyzer Flowsheet
Sel elektrolisis dilengkapai dengan transformer yang berfungsi mengubah
tengangan arus listrik dari tinggi menjadi rendah dan juga dilengkapi dengan rectifier
yang berfungsi mengubah arah arus dari AC ke DC karena arus yang digunakan
dalam proses ini adalah arus direct current (DC). Setiap sel memiliki tahanan
maksimum 4,0 volt. Tekanan di anolyte 300 mmWc dan di catholyte 600 mmWc.
Pure brine (290-320 gpl NaCl) masuk ke anoda dan larutan NaOH 29-31%
masuk ke katoda masing-masing menggunakan selang bagian bawah. Pada bagian
anoda pure brine akan terelektrolisis menjadi ion Na+ dan Cl- sedangkan pada bagian
katoda H2O terelektrolisis menjadi ion H+ dan OH-. Membran penukar ion yang
berada ditengah hanya mengizinkan ion Na+ lewat ke ruang katoda, ion Na+ yang
lewat selanjutnya akan bereaksi dengan ion hidroksida (OH-) dan membentuk caustic
soda (NaOH). Ion Cl- pada bagian anoda akan dioksidasi menjadi gas klorin akibat
dari kehilangan elektron dan ion H+ yang berada pada bagian katoda direduksi
menjadi gas hidrogen. Jadi, keluaran dari ruang anoda terdiri weak brine (200-260
gpl) dan gas klorin (Cl2) sedangkan keluaran dari katoda merupakan larutan NaOH
32% dan gas hidrogen (H2).
Reaksi-reaksi yang terjadi di anoda dan katoda adalah sebagai berikut :

32
Reaksi utama :
Anoda
Elektrolisis NaCl : 2NaCl  2Na+ + 2Cl-
Oksidasi ion Cl- : 2Cl-  Cl2 + 2e-
Difusi ion Na+ : 2Na+  katoda
Katoda
Elektrolisis H2O : 2H2O + 2e-  2OH- + 2H+
Reduksi ion H+ : 2H+ + 2e- H2
Pembentukan NaOH : 2Na + 2OH-  NaOH

Reaksi total elektrolisis larutan garam NaCl (brine) adalah :


2NaCl + 2H2O  Cl2 + H2 + 2NaOH
Selain reaksi di atas, terdapat beberapa reaksi samping seperti pembentukan
klorin terlarut dan hipoklorit dari reaksi antara ion klorin dan ion hidroksida :
Cl2 + 2OH-  Cl- + ClO- + H2O
Jika suhu sistem di atas suhu 60Oc, maka klorat dapat terbentuk :
Cl- + 3H2O  ClO3 + 6H+ + 6e-
Apabila pH dalam anoda meningkat, maka air (H2O) dapat terurai membentuk gas
oksigen :
2H2O  O2 + 4H+ + 4e-
Konsentrasi gas oksigen yang melebihi 4% dapat menyebabkan oksigen mudah
bereaksi dengan gas hidrogen. Hal ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
ledakan. Untuk mencegah hal tersebut, maka pelapisan pada anoda dilakukan untuk
mengurangi reaksi di atas dengan menaikkan tegangan dan mengurangi oksidasi ion
klorida. Untuk keluaran anoda dinamakan anolyte terdiri atas weak brine (200-260
gpl) dan gas klorin (Cl2). Anolyte dialirkan menuju anolyte main header dan
dilanjutkan ke anolyte separator untuk memisahkan weak brine dengan gas Cl2. Gas
Cl2 yang keluar dari separator kemudian didinginkan di cooler stage 1 hingga
temperaturnya 30-35˚C. Kemudian dialirkan ke candle filter untuk menyaring dan
memisahkan NaCl yang masih terikut dengan gas Cl2, dan didinginkan lagi di cooler
stage 2 hingga suhu maksimalnya 18˚C, kemudian dialirkan ke pengolahan Cl2 untuk
dikeringkan.

33
Pemisahan yang terjadi di separator hanya pemisahan secara fisik, sehingga
sebagian Cl2 masih terlarut dalam weak brine. Weak brine yang masih mengandung
Cl2 tidak dapat langsung dikembalikan ke salt dissolver karena dapat merusak
resin.Untuk itu perlu dilakukan proses deklorinasi yaitu proses untuk menghilangkan
kandungan Cl2 yang terkandung di dalam weak brine.
Keluaran katoda berupa catholyte yang terdiri atas larutan NaOH 32% dan gas
hidrogen (H2) dialirkan menuju catholyte main header dan dilanjutkan ke catholyte
separator untuk memisahkan NaOH dan gas H2. Gas H2 dialirkan ke H2 cooler untuk
memisahkan kondensat uap air dari gas H2 sehingga beban pada HCl burner dapat
dikurangi. Gas H2 kemudian dialirkan ke H2 safety seal digunakan untuk menjaga
tekanan di dalam chlore alkali cell elektrolyzer ke HCl synthesis Unit..
NaOH dari separator dialirkan ke catholyte tank. Dari catholyte tank, aliran
NaOH terbagi atas 2 aliran, yaitu aliran menuju NaOH cooler dan aliran kembali ke
katoda. NaOH perlu didinginkan di cooler karena NaOH dapat merusak tangki
penyimpanan jika disimpan dalam keadaan panas. Setelah keluar dari cooler, aliran
NaOH terbagi menjadi 2 aliran, yaitu aliran ke katoda untuk mengontrol suhu inlet
katoda (80-90OC) dan aliran menuju NaOH storage tank 32%. Dari NaOH storage
tank 32%, NaOH 32% diencerkan menjadi NaOH 10% dengan menambahkan air
demin pada keluaran NaOH storage tank 32%. Selanjutnya NaOH 10% akan
disimpan di storage tank NaOH 10% dan siap didistribusikan untuk berbagai
keperluan di pabrik.

4.1.3 Chlorine Treatment


Tujuan dari chlorine treatment adalah untuk mengeringkan gas Cl2 yang masih
mengandung uap air dengan menggunakan sulfuric acid (H2SO4) karena Cl2 yang
masih basah bersifat sangat korosif dan tujuan lainnya adalah untuk mempermudah
penyimpanan dengan mengubah fasa gas klorin ke cair.

34
Gambar 4.4 Chlorine Treatment Flowsheet
Gas Cl2 yang berasal dari chlor alkali cell electrolyzer sangat panas, jenuh
dengan uap air, dan mengandung larutan garam, dan sejumlah gas sampingan yang
lain, seperti H2, O2, N2 dan CO2. Karena kondisi tersebut maka pengeringan terhadap
klorin perlu dilakukan. Proses pertama adalah pendinginan gas Cl2 di cooler stage 1
setelah keluar dari anolyte separator hingga temperaturnya 30-35˚C. Kemudian
dialirkan ke candle filter untuk menyaring NaCl yang terikut, dan didinginkan lagi di
cooler stage 2 hingga suhu maksimalnya 18˚C kemudian dialirkan ke drying tower
yang berisi saddle packing yang terbuat dari CPVC yang tidak bereaksi dengan asam
sulfat dan klorin. Pengeringan dilakukan dengan pengontakan gas Cl2 dengan H2SO4
98% dalam 2 drying tower yang disusun secara seri. H2SO4 digunakan sebagai zat
pengering karena sifatnya yang higroskopis sehingga dapat menyerap air dari gas
klorin dengan baik.
Gas Cl2 diumpankan ke bagian bawah drying tower 1 sedangkan H2SO4 80%
masuk dari bagian atas drying tower 1 dan H2SO4 98% dari drying tower 2 masuk
dari bagian bawah drying tower 1. Gas Cl2 yang keluar dari bagian atas drying tower
1 kemudian diumpan kembali ke drying tower 2 untuk pemurnian lebih lanjut
sedangkan H2SO4 yang sudah terkontak dengan Cl2 ini berkumpul di bawah drying
tower 1 dan didinginkan di cooler untuk menjaga konsentrasi H2SO4 tetap optimum
dalam mengeringkan gas Cl2 sebelum disirkulasi ke drying tower 1. Reaksi antara
H2SO4 dengan air bersifat eksotermik jadi perlu pengunaan cooler. H2SO4 yang

35
konsentrasinya sudah mencapai 78% akan dialirkan menuju ke spent acid tank.
Udara dialirkan ke dalam spent acid tank untuk membawa gas Cl2 mengalir ke hypo
plant.
Gas klorin keluaran dari drying tower 1 dikeringkan kembali ke drying tower
2 dengan mengumpankannya dari bawah drying tower 2. H2SO4 98% yang berasal
dari head tank dialirkan secara gravitasi dan dialirkan ke bagian bawah drying tower
2. Kemudian dari bawah drying tower 2 tersebut H2SO4 disirkulasikan menuju bagian
atas drying tower 2. H2SO4 yang telah terkontak dengan gas Cl2 akan terkumpul
dibawah tray namun dengan konsentrasi H2SO4 yang sudah berkurang. Setelah itu
dialirkan ke drying tower 1 untuk dikontakkan dengan Cl2 yang berasal dari cooler
stage II.
Gas Cl2 yang dihasilkan dari Drying Tower 2 akan masuk ke Cl2 compressor.
Pada pengompressan ini memanfaatkan H2SO4 98% sebagai pengisi pada mechanical
seal. H2SO4 dan gas Cl2 hangat kemudian dipisahkan oleh acid separator. H2SO4
didinginkan sebelum dikembalikan ke compressor. Proses selanjutnya adalah
pencairan Cl2 yang bertujuan untuk memperkecil volume Cl2 yang hendak disimpan
saat produksi berlebih. Proses pencairan gas Cl2 dilakukan di Cl2 liquifier unit.
Sebagai media pendingin digunakan gas freon yang bersifat mudah menguap dan
mencair. Gas freon yang dikompresi setelah diturunkan temperaturnya pada tekanan
yang sama diekspansikan ke ruang evaporator sehingga temperatur gas freon akan
turun sampai titik cairnya, pada ruangan ini terjadi proses perpindahan panas dimana
gas freon yang dingin akan mendinginkan gas Cl2, panas yang dikandung gas Cl2
akan diserap sehingga temperaturnya turun sampai ke titik cairnya sehingga gas Cl2
mencair sebaliknya gas freon akan menguap dan dikembalikan ke compressor.
Selanjutnya Cl2 yang cair disimpan di chlorine storage dan siap didistribusikan untuk
berbagai keperluan.
Sebelum digunakan kembali, cairan klorin harus dievaporasi menggunakan
steam untuk mengembangkan volumenya. Kemudian dimasukkan ke 550 header
untuk membagi-bagi aliran gas klorin sesuai keperluan, misalnya ke HCl plant.
Untuk saat ini proses Cl2 liquifier hingga Cl2 evaporator tidak digunakan lagi. Jadi
aliran gas Cl2 langsung ke 550 header.

36
4.1.4 Hypo Plant
Hypo plant disebut juga dengan environment plant di chemical plant karena
fungsinya yang menarik semua sniff gas Cl2 (klorin sisa) ke hypo plant untuk diolah
sehingga tidak ada gas Cl2 yang terbuang ke udara dan tidak mencemari lingkungan.
Gas klorin sisa akan direaksikan dengan larutan NaOH di Cl2 scrubber sehingga
membentuk sodium hipoklorit (NaOCl) yang dapat digunakan sebagai desinfektan
pada water treatment. Reaksi yang terjadi di Hypo Plant adalah ;
Cl2 + 2NaOH NaOCl + NaCl + H2O
NaOCl yang dihasilkan harus mengandung kelebihan NaOH sebanyak 5-10
gpl. Jika kelebihanNaOH < 5 gpl, maka akan terjadi reaksi dekomposisi (terurai
kembali). Dan apabila kelebihan NaOH > 10 gpl, mengindikasikan produksi tidak
ekonomis.

Gambar 4.5Hypo Plant Flowsheet


Scrubber yang digunakan di hypo plant ini ada dua disusun secara seri dan
bekerja dengan sistem sirkulasi sehingga dapat mengurangi emisi gas yang merusak
lingkungan. Scrubber yang digunakan berupa menara dengan bahan isian berbentuk
saddle, dengan material pvc.

37
Proses pengontakan antara sniff gas Cl2 dengan weak hypo berlangsung
secara counter current. Seluruh sniff gas Cl2 di chemical plant akan ditarik
menggunakan hypo blower dan masuk pada bagian bawah Cl2 scrubber 1 untuk
dikontakkan dengan weak hypo dari tank 2 yang dimasukkan dari bagian atas Cl2
scrubber 1. Hasil reaksi dari Cl2 scrubber 1 terdiri dari NaOCl, NaCl, H2O dan gas
Cl2 yang terikut. Gas klorin sisa yang tidak bereaksi dikeluarkan dari bagian atas Cl2
scrubber 1 dan dimasukkan ke bagian bawah Cl2 scrubber 2 untuk diproses kembali.
Sedangkan weak hypo keluaran Cl2 scrubber 1 dialirkan ke pipa penerima dan
dikirim ke weak hypo tank 1. Apabila Weak hypo di tank 1 sudah memenuhi standar
selanjutnya akan dikirim ke hypo storage dan jika belum maka disirkulasikan
kembali ke Cl2 scrubber 2.
Keluaran dari Cl2 scrubber 2 pada bagian atas merupakan gas yang sudah
tidak mengandung gas klorin sehingga aman dibuang ke lingkungan melalui hypo
blower, sedangkan keluaran bagian bawah merupakan weak hypo yang sudah tidak
mengandung gas klorin, weak hypo ini dikirim ke weak hypo tank 2, kemudian
dialirkan ke cooler jenis Plat HE dengan tujuan untuk menurunkan suhu weak hypo
sebelum diumpankan kembali ke Cl2 scrubber 1 karena reaksi yang terjadi pada
proses ini bersifat eksotermis. Suhu yang terlalu tinggi dapat meyebabkan terjadinya
dekomposisi dari hipoklorit.

4.1.5 Sulfur Dioxide Plant


Tujuan dari plant ini adalah untuk memperoleh larutan SO2 dari proses
pembakaran, pendinginan, dan proses absorpsi. Sulfur dioksida dipakai sebagai
penetralisir kereaktifan klorin yang tidak diharapkan dalam proses operasi. Larutan
SO2 digunakan pada bagian internal chemical plant yaitu proses akhir deklorinasi
dengan menginjeksikannya pada bagian outlet anolyte treatment dengan bantuan
NaOH 10%.
Umumnya produksi SO2 dilakukan dengan reaksi pembakaran antara sulfur
dengan udara :
S (l) + O2 (g)  SO2 (g)
Proses produksi sulfur dilakukan dengan beberapa tahap yang meliputi pencairan
sulfur, pembakaran sulfur, pendinginan pertama gas hasil pembakaran dalam cooling

38
tower, pendinginan kedua gaas hasil pembakaran dalam SO2 cooler, absorpsi gas
SO2, dan penyimpanan larutan SO2.

Gambar 4.6 SO2 Plant Flowsheet

Belerang berupa kristal padat berwarna kuning dilelehkan di dalam sulfur


melter dengan temperatur 135-145˚C dengan bantuan coil pemanas yang dialiri low
pressure steam. Pada range temperatur tersebut, viskositas sulfur (S) menjadi mudah
dialirkan. Di bawah temperatur 135˚C, viskositas sulfur (S) menjadi lebih tinggi
(kental) dan temperatur diatas 145˚C viskositas kembali tinggi.
Lelehan sulfur (S) kemudian dialirkan ke sulfur burner. Bersamaan dengan
itu, udara juga dumpankan sebagai sumber oksigen (O2). Dengan adanya segitiga api
(sulfur, api, dan O2) maka pembakaran akan terjadi di dalam burner dengan
temperatur 400-600˚C. Untuk starting-up, digunakan fuel oil sebagai bahan bakar
dan untuk selanjutnya sulfur akan terbakar dengan sendirinya disamping karena
reaksi pembakaran sulfur merupakan reaksi eksotermis. Bagian dalam sulfur burner
terbuat dari batu tahan api.
Gas SO2 hasil pembakaran kemudian dialirkan melalui duct cooler menuju
cooling tower. Di cooling tower ini, cooling water disemprotkan dari atas kemudian
dikontakkan dengan larutan SO2 yang berasal dari duct cooler dan pompa sirkulasi
SO2, sehingga gas SO2 akan mengalami penurunan suhu menjadi 70-72˚C. Di dalam
cooling tower terdapat saddle packing dengan material keramik.
Keluaran bagian atas cooling tower yang berupa gas SO2 dialirkan ke cooler
berupa shell and tube untuk mendinginkan gas SO2 hingga temperatur 25-28˚C

39
mengunakan chilled water (8-12˚C). Sedangkan dari bawah cooling tower akan
dialirkan larutan yang masih mengandung SO2 dimana sebagian larutan SO2 akan
disirkulasi kembali ke cooling tower dan sebagian lainnya dialirkan menuju bagian
bawah SO2 Absorber. Gas SO2 yang telah didinginkan di cooler dialirkan menuju
SO2 absorber untuk menyerap gas SO2. Gas SO2 dikontakkan dengan chilled water
(T= 8-12˚C) yang di semprotkan dari bagian atas absorber.
Larutan SO2 yang terbentuk keluar dari bawah absorber, alirannya dibagi
menjdi dua. Sebagian akan dikembalikan ke absorber dan sebagian lainnya disimpan
di SO2 storage tank dengan konsentrasi SO2 berkisar 3-7 gpl. Karena sifatnya yang
mudah menguap, larutan SO2 yang disimpan dalam jangka waktu lama akan
menguap dalam wadahnya. Untuk menghindari peningkatan tekanan akibat
penguapan larutan SO2, gas SO2 tersebut disirkulasi kembali ke SO2 absorber.

4.1.6 PSA (Pressure Swing Adsorption)Unit


PSA unit terbagi atas dua plant, yaitu oxygen plant bertujuan untuk
memproduksi gas oksigen (O2) dan Nitrogen plant bertujuan untuk memproduksi gas
nitrogen (N2) melalui proses absorpsi.
1. Oxygen Plant

Gambar 4.7 O2 Plant Flowsheet

40
Adsorben yang digunakan pada adsorber O2 ini adalah molecular sieve dan
Al2O3 dalam bentuk granular. Susunannya : Molecular sieve diatas dan alumina
dibawah molecular sieve. Molecular sieve berfungsi untuk mengikat nitrogen (N2)
melepas oksigen masuk ke proses selanjutnya sedangkan Al2O3 berfungsi untuk
mengikat uap air, sehingga uap air tidak menyentuh molecular sieve karena dapat
rusak apabila terkena uap air.
Mekanisme kerja unit ini yaitu, pertama udara dari atmosfer dialirkan menuju
cooler 1 melalui sebuah compressor dengan tekanan 2-4 bar dan temperatur 230˚C.
Di cooler 1, udara akan mengalami penurunan temperatur hingga menjadi 100˚C
dengan mengalirkan cooling water (T=25-30˚C). Udara yang keluar dari cooler 1
kemudian dialirkan menuju cooler 2 untuk menurunkan temperaturnya menjadi
40˚C. Udara tersebut dimasukkan ke separator untuk dipisahkan antara udara dengan
air, kemudian kondensat hasil pemisahan dibuang ke selokan. Udara dialirkan
menuju adsorber 1, 2 dan 3 yang bekerja secara otomatis untuk memisahkan O2 dan
N2. Ketiga adsorber tersebut bekerja secara bergantian untuk memisahkan O2 dan N2.
Ketika adsorber 1 mengikat nitrogen, adsorber 2 melepaskan oksigen, dan adsorber 3
regenerasi.
Pada saat meregenerasi molecular sieve yang telah jenuh mengikat N2, O2 dari
adsorber lain akan dilewatkan dari bagian atas adsorber untuk melepas N2 yang
terikat di molecular sieve, sehingga N2 dapat dibuang ke atmosfer. Setelah
dipisahkan, O2 dengan kemurnian 85-96% kemudian disimpan di oxygen receiver
tank sebelum dikirim ke bleaching plant.

2. Nitrogen Plant
Prinsip kerja plant ini sama dengan yang ada di oxygen plant yaitu pressure
swing adsorbtion. Adsorben yang digunakan juga sama, yaitu molecular sieve dan
alumina, bedanya molecular sieve di plant ini berfungsi untuk menangkap oksigen
dan nitrogen akn dilepas ke proses selanjutnya. Ukuran molecular sieve di sini lebih
kasar dan berwarna hitam sedangkan pada oxygen plant ukurannya lebih halus dan
berwarna putih.

41
Gambar 4.8 N2 Plant Flowsheet
Udara dari atmosfer dikompresikan menuju refrigerant dengan tekanan di
compressor sebesar 9-10 Bar dan temperatur 48˚C. Di refrigerant udara didinginkan
hingga temperatur 35-40˚C.
Udara yang telah didinginkan kemudian dialirkan ke adsorber. Terdapat 2
adsorber untuk N2 plant ini. Dimana adsorber ini memiliki kesamaan sistem kerja
dengan O2 adsorber yaitu sistem otomatis dan berurut berdasarkan waktu jeda yang
telah ditentukan. Di N2 plant ini, molecular sieve diregenerasi oleh N2. Setelah
diadsorpsi, N2 dikeluarkan menuju N2 buffer tank sebelum disimpan di N2 strorage
tank. Di dalam nitrogen storage terdapat analisa kadar nitrogen dan oksigen, karena
dalam proses purging tidak diinginkan adanya oksigen. Batas kadar oksigen dalam
unit ini tidak boleh lebih dari 3%.

42
4.2 Chlorine Doxide Plant
Chlorine dioxide (ClO2) merupakan bahan kimia utama dalam proses
bleaching yang berfungsi untuk memutihkan pulp. Kebutuhan ClO2 di unit bleaching
seluruhnya berasal dari Chlorine dioxide plant dalam chemical plant. Terdapat dua
chlorine dioxide plant dengan kapasitas berbeda dalam chemical plant. Plant I
dengan 16 sel elektrolisis dan plant II dengan 40 sel elektrolisis. Saat ini hanya plant
II yang beroperasi, sedangkan plant I dalam keadaan standby (tergantung kebutuhan
ClO2 di bleaching plant). Chlorine dioxide terdiri dari beberapa plant yang saling
berhubungan, yaitu chlorate cell electrolyzer, chlorine dioxide generator, HCl
synthesis unit, dan Chiller unit.
4.2.1 Chlorate Cell Electrolyzer
Proses ini bertujuan untuk memproduksi larutan sodium chlorate (NaClO3)
dengan proses elektrolisa larutan garam NaCl. Berbeda dengan sel elektrolisis di
chlor alkali plant, sel elektrolisis ini tidak menggunakan membran.
Reaksi : NaCl + 3H2O + 6e- NaClO3 + 3 H2

Gambar 4.9 Chlorate Cell Electrolyzer Flowsheet

43
Weak chlorate dari generator akan masuk melalui bagian atas tangki elektrolisa
dan disirkulasikan menuju distribution header, sel-sel elektrolisa dan degasifier
header dan kembali ke generator. NaClO3 yang telah terbentuk di sel-sel elektrolisa
akan dikeluarkan dari bagian bawah tangki elektrolisa.
Kondisi yang harus dijaga di tangki elektrolisa adalah :
 pH : 5,8 -6,4
jika pH < 5,8 Maka Cl2 yang dihasilkan lebih tinggi daripada chlorate (ClO3),
sedangkan produk yang diinginkan adalah ClO3.
Jika pH > 6,4 Maka O2 yang dihasilkan akan tinggi dan dapat memicu
terjadinya ledakan.
 Kandungan oksigen : 2 – 2,8 % v/v
Jika oksigen melebihi 2,8 akan memicu ledakan di tangki karena adanya 3 zat
pemicu ledakan (O2, H2, dan Cl2) .
 NaCl : 90 – 120 gpl
Jika NaCl < 90 gpl maka produksi NaClO3 rendah
Jika NaCl > 120 gpl maka NaCl akan mengkristal di pipa sehingga akan
mengganggu proses sirkulasi.
 NaClO3 : 400 – 450 gpl merupakan jumlah NaClO3 yang diinginkan.
 Na2Cr2O7 : 4 – 6 gpl
Jika konsentrasi sodium dichromate (Na2Cr2O7) dibawah 4 maka katoda tidak
terlindungi sempurna
Jika konsentrasi Na2Cr2O7 diatas 6 gpl tidak ekonomis.
H2 yang juga merupakan hasil reaksi elektrolisa dialirkan dari atas tangki
elektrolisa menuju H2 cooler untuk menurunkan temperaturnya hingga menjadi 20˚C
dan memisahkan kondensat dengan H2, selanjutnya dialirkan ke HCl plant.Degasifier
header berfungsi untuk menjaga temperatur sistem pada 80˚C. Pada plant ini
terdapat hydrogen safety seal.
Anoda yang terdapat di dalam sel terbuat dari titanium sedangkan katoda
terbuat dari carbonsteel. Katoda ini juga dilapisi dengan Na2Cr2O7 untuk melindungi
katoda dari korosi.
Rupture disc/ bursting disc merupakan sebuah piringan yang terdapat di bagian
cerobong tangki elektrolisa yang berfungsi sebagai penanda/menjaga tekanan di

44
dalam tangki elektrolisa. Apabila tekanan terlalu tinggi, maka rupture disc akan
terlebih dahulu pecah dan tekanan dapat berpindah ke udara sehingga tidak akan
menyebabkan tangki elektrolisa pecah.
4.2.2 ClO2 Generator
Tujuan : memproduksi larutan ClO2 sebagai bahan pemutih di bleaching plant
dengan mereaksikan NaClO3 dengan larutan HCl.
Reaksi : NaClO3 + 2 HCl NaCl + H2O + ClO2 + ½ Cl2
Konsentrasi ClO2 yang diinginkan adalah 7,4 – 8 gpl dan kandungan Cl2 adalah 1-1,8
gpl. Di bawah ini merupakan flowsheet dari ClO2 generator.

Gambar 4.10 ClO2 Generator Flowsheet


ClO2 generator memiliki 6 tray. 4 tray dibagian atas disebut tray reaktor dan 2
tray dibawah disebut tray evaporator. Sebelum masuk ke generator, NaClO3 akan
disaring terlebih dahulu di Chlorate filter. Chlorate filter berfungsi memisahkan
impurities yang dapat menyebabkan dekompos di generator. Filter yang digunakan
adalah kain teflon, NaClO3 yang telah disaring kemudian didinginkan di cooler
hingga temperatur 35–40˚C (untuk mengkondisikan temperatur NaClO3 agar sesuai
dengan temperatur pada tray 1). Kondisi temperatur di setiap tray adalah :
Tray 1 : 30-45˚C
Tray 2 : 45-55˚C

45
Tray 3 : 55-75˚C
Tray 4 : 75-85˚C
Tray 5 : 105-110˚C
Tray 6 : 105-110˚C
Reaksi pembentukan ClO2 terjadi di tray 1, 2, 3 dan 4. Hasil reaksi yang
berupa weak brine NaCl sebagai underflow dialirkan ke electrolyte tank. Sedangkan
gas Cl2 dan ClO2 dialirkan menuju menuju ClO2 absorber.
Dan air hasil reaksi di evaporasi di tray evaporator sehingga didapatkan uap air
dan ClO2 yang masih terbawa oleh air. Uap air kemudian di kondensasi di vapour
condenser dengan mengalirkan cooling water ke vapour condenser. Sehingga uap air
tersebut berubah menjadi kondensat. Kondensat yang masih mengandung ClO2 ini
kemudian didinginkan di kondensat cooler sebelum dialirkan ke ClO2 pump tank.
Sementara itu, di tray 5 dan 6 terjadi proses stripping dengan udara untuk
mendorong gas Cl2 dan ClO2 yang akan dikeluarkan melalui bagian atas generator.
Gas Cl2 dan ClO2 dialirkan ke bagian bawah ClO2 absorber dan dari bagian atas
absorber di pompakan chilled water. Kontak antara gas dan chilled water terjadi di
sepanjang absorber. Sehingga larutan yang mengandung ClO2 sebagai produk
dialirkan ke pump tank sebelum disimpan di storage tank.
Dari bagian atas ClO2 absorber,keluaran gas Cl2 akan terbagi menjadi 2
aliran. Sebagian Cl2 akan di kirim ke HCl plant dan sebagian lagi dialirkan ke Cl2
safety seal. Cl2 safety seal ini berfungsi untuk menjaga tekanan yang ada di
generator.
4.2.3 HCl Synthesis Unit
Unit ini bertujuan untuk memproduksi HCl 32% dengan mereaksikan gas Cl2
dan H2 melalui proses pembakaran. Pembakaran ini berlangsung di dalam burner
tegak berbahan grafit agar tahan korosi, sedangkan tungku api burner berbahan
keramik. Di dalam burner terdapat tube yang berfungsi sebagai tempat kontak antara
gas HCl dengan weak HCl dan dilengkapi juga dengan pendingin. Reaksinya
pembakaran adalah sebagai berikut :
H2 + Cl2  2HCl

46
Gambar 4.11HCl Synthesis Unit Flowsheet
Proses sintesis HCl ini terdiri atas 3 proses, yaitu proses pembakaran,
scrubbing dan pendinginan. Pada saat start up HCl plant, low pressure steam akan
dilewatkan melalui ejector sehingga tekanan di burner akan tertarik oleh steam
tersebut. Ejector tersebut terletak di pipa waste HCL menuju HCl scrubber. Ejector
ini berfungsi mengkondisikan burner dalam keadaan vakum.
H2 dan Cl2 dialirkan ke HCl burner untuk dibakar pada temperatur 500oC. Di
pipa masukan H2 menuju HCl Burner terdapat Flame arrestor gunanya adalah
sebagai penangkap api ketika terjadi back pressure. Gas HCl yang sudah terbentuk
dialirkan melewati ejector dan masuk ke HCl scrubber. HCl scrubber terbuat dari
bahan grafit. Didalam HCl scrubber terjadi kontak antara demin water dengan gas
HCl dan menghasilkan weak HCl dalam fasa cair. Untuk memperlama waktu kontak
di HCl scrubber dipasang buble cup. Weak HCl ini akan dipompakan ke tube-tube
yang ada disepanjang sisi burner berfungsi sebagai tempat kontak antara gas HCl
yang terbentuk dengan cooling water. Di bagian luar tube tersebut dialiri cooling
water. Keluaran dari tube ini akan disirkulasi melalui HCl scrubber secara terus
menerus hingga dicapai konsentrasi HCl 32% barulah dimasukkan ke storage tank.

47
4.2.4 Chiller Unit
Tujuan unit ini adalah untuk memproduksi air dingin dengan temperatur 8-
12˚C yang akan digunakan pada proses absorpsi dan proses pendinginan. Ada 3
jenis chiller unit yang ada di chemical plant tetapi hanya 2 unit yang dioperasikan.
1. Absorption Refrigeration Cycle Chiller
Memproduksi chilled water berdasarkan proses absorpsi dan perbedaan
tekanan dengan menggunakan Litium bromide (LiBr) sebagai absorben dan
air sebagai refrigerant.
2. Refrigeration Chiller (nonaktif)
Memproduksi chilled water dengan menggunakan freon sebagai refrigerant.
3. Steam jet chiller
Memproduksi chilled water berdasarkan perbedaan tekanan yang
menyebabkan turunnya temperatur air.

4.2.4.1 Absorption Refrigeration Cycle Chiller


Absorption Refrigeration Cycle Chiller memproduksi chilled water dari
cooling water dengan menggunakan LiBr.Karena LiBr dapat mengikat uap air pada
proses evaporasi.

Gambar 4.12 Absorption Refrigeration Cycle Chiller Flowsheet

48
Di dalam chiller unit ini terdapat 4 chamber yaitu : concentrator, condenser,
evaporator, dan absorber. Larutan LiBr dari absorber dipompakan ke concentrator
untuk dipekatkan. Di concentrator terjadi proses pemisahan air dengan LiBr dan
pemekatan larutan LiBr. Proses pemisahan air dengan LiBr terjadi melalui
penguapan air dengan bantuan steam. Uap air yang dihasilkan kemudian bergerak
menuju condenser karena antara concentrator dan condenser tidak ada pembatas
sehingga uap air bisa bergerak bebas. Uap air kemudian terkondensasi di dalam
condenser dengan adanya aliran cooling water. Kondensat yang dihasilkan kemudian
jatuh ke dalam evaporator. Keadaan disekitar evaporator telah dikondisikan menjadi
vakum. Sehingga pada saat kondensat jatuh dari condenser ke evaporator, suhunya
akan turun drastis (mencapai 3˚C). Di dalam evaporator dialirkan cooling water (T =
30˚C) sehingga pada saat berada diruangan yang vakum, cooling water berperan
sebagai fluida panas bagi kondensat. Kontak yang terjadi antara fluida panas dan
kondensat mengakibatkan terjadinya perpindahan panas. Kondensat yang awalnya
bersuhu 3˚C, suhunya kemudian naik hingga menjadi uap air. Dan cooling water
yang pada saat masuknya bersuhu 25 ˚C, kemudian suhunya turun hingga 8-12 ˚C
yang disebut chilled water.
Larutan LiBr pekat keluaran concentrator dialirkan ke pipa larutan LiBr
untuk di spraykan ke dalam evaporator. Fungsi larutan LiBr dalam evaporator adalah
untuk mengikat uap air yang ada disekitarnya agar uap air tersebut tidak menumpuk
di evaporator dan dapat mengakibatkan kondisi ruangan tidak vakum. Larutan LiBr
pekat yang telah mengikat air tentunya mengakibatkan larutan LiBr semakin encer.
Larutan LiBr kemudian disirkulasikan lagi menuju concentrator untuk dipekatkan.

49
4.2.4.2 Steam Jet Chiller

Gambar 4.13 Steam Jet Chiller Flowsheet

Steam dialirkan melalui steam ejector. Steam ini berfungsi untuk


mengkompresi vessel sehingga vessel akan vakum. Kemudian cooling water
dipompakan ke dalam vessel, sehingga temperatur cooling water akan turun seiring
menurunnya tekanan. Air tersebut mengalir ke vessel 2 yang juga telah divakumkan
oleh steamejector. Temperatur air semakin turun hingga mencapai suhu 8-12˚C
(chilled water) dan kemudian disimpan di dalam storage tank.
Condenser yang dihubungkan dengan steam ejector berfungsi untuk membantu
memvakumkan vessel. Cooling water dialirkan ke dalam condenser dengan laju alir
450 m3/jam. Dengan kecepatan aliran yang sangat tinggi sehingga mampu menarik
tekanan di dalam vessel sehingga kondensat yang keluar dari condenser menjadi
hangat. Kondensat ini kemudian dialirkan ke warm water tank dan dikembalikan ke
pengolahan air.

50

You might also like