The document discusses the current and future management of uterine fibroids. It describes the risk factors, clinical symptoms, and diagnosis of uterine fibroids. Currently, surgical intervention is primarily used to manage fibroids, though choices depend on the patient's age and desire to maintain fertility. Surgical techniques include hysteroscopic and laparoscopic myomectomy. Non-surgical options like uterine artery embolization and MRgFUS are also possible but pregnancy desire is a relative contraindication. Newer medical treatments using selective progesterone receptor modulators like UPA show promise and may provide alternatives or adjuvants to surgery depending on age and symptoms. Management depends on various factors and the FIGO classification of fibroid type and volume.
The document discusses the current and future management of uterine fibroids. It describes the risk factors, clinical symptoms, and diagnosis of uterine fibroids. Currently, surgical intervention is primarily used to manage fibroids, though choices depend on the patient's age and desire to maintain fertility. Surgical techniques include hysteroscopic and laparoscopic myomectomy. Non-surgical options like uterine artery embolization and MRgFUS are also possible but pregnancy desire is a relative contraindication. Newer medical treatments using selective progesterone receptor modulators like UPA show promise and may provide alternatives or adjuvants to surgery depending on age and symptoms. Management depends on various factors and the FIGO classification of fibroid type and volume.
The document discusses the current and future management of uterine fibroids. It describes the risk factors, clinical symptoms, and diagnosis of uterine fibroids. Currently, surgical intervention is primarily used to manage fibroids, though choices depend on the patient's age and desire to maintain fertility. Surgical techniques include hysteroscopic and laparoscopic myomectomy. Non-surgical options like uterine artery embolization and MRgFUS are also possible but pregnancy desire is a relative contraindication. Newer medical treatments using selective progesterone receptor modulators like UPA show promise and may provide alternatives or adjuvants to surgery depending on age and symptoms. Management depends on various factors and the FIGO classification of fibroid type and volume.
Penatalaksanaan Fibroid Uteri: Saat ini Hingga Masa Depan
Alvin Armando Santoso/ NIM 16710293
Fibroid uteri (juga dikenal sebagai leiomyoma atau myoma) adalah tumor rahim jinak yang paling umum. Faktor risiko fibroid uteri antara lain adalah ras (wanita Afrika-Amerika memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit ini pada usia muda), usia, menarke dini, paritas (fungsi protektif), kafein dan alkohol, genetik, dan keadaan kesehatan umum seperti obesitas dan tekanan darah tinggi. Kebanyakan kasus fibroid uteri adalah asimptomatis. Gejala klinis penyakit ini antara lain adalah perdarahan abnormal, massa pelvis, nyeri pelvis, infertilitas, dan komplikasi obstetri. Kematian dapat disebabkan oleh perdarahan uteri abnormal (perdarahan menstruasi berat hingga menyebabkan anemia) dan penekanan pada pelvis (gejala saluran kemih, konstipasi, dan tenesmus). Diagnosis penyakit ini diperoleh melalui pemeriksaan fisik area pelvis, ultrasonografi, histeroskopi, serta MRI. Saat ini, strategi penatalaksanaan terutama melibatkan intervensi bedah, namun pemilihan pengobatan tergantung pada usia pasien dan keinginan untuk mempertahankan fertilitas atau menghindari pembedahan radikal seperti histerektomi. Penatalaksanaan fibroid uteri juga tergantung pada jumlah, ukuran, serta lokasi fibroid. Pendekatan bedah maupun non-bedah lainnya meliputi myomektomi dengan histeroskopi, myomektomi dengan laparotomi atau laparoskopi, embolisasi arteri uteri dan intervensi dengan panduan radiologi atau ultrasonografi untuk menginduksi ablasi termal fibroid uteri. Hanya ada sedikit uji coba acak yang membandingkan berbagai metode terapi untuk fibroid. Myomektomi dengan histeroskopi disebut sebagai teknik yang efektif dan aman dan sebaiknya menjadi teknik pilihan untuk myoma tipe I. Teknik ini efektif dalam kontrol perdarahan, namun kadang terjadi kegagalan dan sering berhubungan dengan pertumbuhan myoma di area lain. Dalam hal fungsi reproduksi, angka kehamilan setelah operasi berkisar antara 16.7% hingga 76.9%, dengan rata-rata 45%. Myomektomi dengan laparoskopi dianggap lebih sulit dilakukan oleh sebagian besar dokter bedah ginekologi, namun dengan keuntungan yang besar: morbiditas pascaoperasi lebih ringan, pemulihan lebih cepat, dan fungsi reproduksi yang tidak jauh berbeda. Namun, terdapat laporan mengenai ruptur uteri setelah dilakukannya prosedur ini, sehingga perlu perhatian khusus dalam penutupan defek myometrium. Histerektomi dengan laparoskopi telah lama dianggap sebagai perawatan bedah standard untuk fibroid submucosa dan intramural yang simptomatis, terutama untuk wanita yang tidak ingin untuk hamil atau wanita usia premenopaus. Teknik bedan lainnya, seperti kriomyolisis dengan laparoskopi, termokoagulasi, atau oklusi arteri uteri jarang dipakai. Intervensi non-bedah seperti embolisasi arteri uterina (UAE/uterine artery embolization), MRgFUS (Magnetic Resonance-Guided Focused Ultrasound Surgery), serta oklusi vagina dari arteri uterina juga memungkinkan, namun keinginan untuk hamil di masa depan merupakan kontraindikasi relatif. Metode pengobatan fibroid saat ini terutama menggunakan teknik bedah yang mahal. Dari 600.000 histerektomi yang dilakukan setiap tahun di AS, 200.000 di antaranya adalah untuk pengobatan fibroid. Dalam sebuah studi oleh Flynn et al (2006), biaya yang dikeluarkan untuk penatalaksanaan leiomyoma diperkirakan lebih dari 2 milyar dolar per
Uterine Fibroid Management : From the
Present to the Futur | Donnez, Domans tahun. Dampak ekonomi penyakit ini cukup signifikan sehingga diperlukan pengembangan. Alternatif juga diperlukan terutama ketika mempertahankan fertilitas merupakan tujuan utama. Dengan menginduksi kondisi hipoestrogenisme dan menopause sementara dengan amenore, Agonis GnRH telah digunakan untuk memperkecil fibroid dan mengembalikan tingkat hemogloblin pada wanita yang simptomatis. Namun GnRH tidak dapat digunakan untuk jangka panjang karena efek sampingnya, seperti muka kemerahan dan pengeroposan tulang. Saat ini terdapat semakin banyak bukti peran penting progesterone dalam jalur patofisiologi fibroid uteri karena penggunaan modulator reseptor progesteron selektif (SPRM/Selective Progesteron Receptor Modulator). SPRM adalah senyawa sintetis yang dapat mengeluarkan efek agonis maupun antagonis terhadap reseptor progesterone (PR/Progesterone Receptor). UPA (salah satu anggota keluarga senyawa SPRM) telah diteliti dalam uji coba klinis besar dan pemberian berkala jangka panjangnya telah dievaluasi, dengan hasil yang menjanjikan sebagai perspektif pengobatan baru. Telah ditemukan bahwa pemberian UPA dalam jangka waktu 3 bulan memaksimalkan potensinya dalam mengontrol perdarahan dan mengurangi ukuran fibroid. Sehingga, tergantung pada usia dan gejala (infertilitas, perdarahan, dll), SPRM perlu dipertimbangkan sebagai alternatif terapi bedah, atau setidaknya sebagai adjuvan pembedahan. Pemilihan metode terapi bergantung pada berbagai faktor, seperti usia, keparahan gejala, keinginan untuk mempertahankan fertilitas, dan lokalisasi fibroid menurut klasifikasi FIGO serta volume myoma. Pendekatan berdasarkan klasifikasi FIGO yaitu myoma tipe 0 ditangani dengan myomektomi dengan histeroskopi, myoma tipe 1 dengan ukuran <3 cm dapat dilakukan myomektomi dengan histeroskopi, sedangkan untuk ukuran >3 cm atau jika pasien mengalami anemia, dapat dilakukan premedikasi sebelum myomektomi dengan GnRH atau SPRM. Pada myoma tipe 2 atau tipe 2-5, pendekatan didasarkan pada keinginan untuk hamil. Jika tidak ada keinginan untuk hamil, terapi berkala jangka panjang (4 kali dalam 2 bulan) dapat dilakukan. Apabila terjadi respon baik terhadap ukuran dan/atau perdarahan, pengobatan dihentikan dan hanya dilanjutkan apabila gejala muncul kembali. Pembedahan sebisa mungkin hanya diindikasikan apabila pasien ingin hamil dalam waktu dekat, dan jika terdapat myoma besar (ukuran lebih dari 3-4 cm) yang mendistorsi rongga uteri. Fibroid asimptomatis tidak memerlukan pengobatan saat diagnosis telah dikonfirmasi dengan ultrasonografi atau MRI. Pasien harus diinformasikan mengenai semua metode pengobatan yang bisa dilakukan (medikamentosa, radiologis, dan bedah) dan mengapa metode tersebut cocok atau tidak cocok. Ginekolog saat ini memiliki alat-alat baru dalam armamentariumnya yang membuka strategi dalam penatalaksaan fibroid uteri.