Pedoman Pelayanan PPI

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 118

PEDOMAN PELAYANAN TIM PENCEGAHAN

DAN PENGENDALIAN INFEKSI RS HELSA


TAHUN 2018/2019
DAFTAR ISI

Surat Keputusan Direktur Tentang PPI


BAB 1 PENDAHULUAN
…………………………………………………………………………………………….....
6
A. Latar Belakang
………………………………………………………………………………………….……..
6
B.
Tujuan…………………………………………………………………………………………
…….…………….. 8
C. Ruang Lingkup
…………………………………………………………………………………………………
. 8
D. Batasan Operasional
……………………………………………………………………………………….. 9
E. Jenis Penyakit Menular
…………………………………………………………………………..…….…. 12
1. AIDS
……………………………………………………………………..…………………………. 12
2. SARS
………………………………………………………………………………………………… 14
3. TBC
………………………………………………………………………………………………….. 17
4. MRSA
…………………………………………………………………………………………….… 19
F. Kegiatan PPIRS
……………………………………………………………………………………………….…. 22
1. Surveilens
………………………………………………………………………………..……… 22
2. Kebersihan Tangan
………………………………………………………………………….. 41
3. APD
…………………………………………………………………………………….…………… 45
4. CSSD
………………………………………………………………………………………..………. 52
5. Dekontaminasi
……………………………………………………………………………..…. 61
6. Kwaspadaan standart dan berdasarkan transmisi……………….…….……..
61
7. Management RISK PPI
…………………………………………………………………….. 63
8. Kohorting
………………………………………………………………………………………… 66
9. Pengelolaan Kebersihan lingk
…………………………………………………….…….. 71
10. Pengelolaan linen
……………………………………………………………………….……. 75
11. Antibiogram
……………………………………………………………………………….……. 79
12. Upaya kesehatan karyawan
……………………………………………………………… 79
13. Pemeriksaan swab dan kultur
…………………………………………………………… 70

BAB II STANDART KETENAGAAN


……………………………………………………….……………….………. 92
A. Kualifikasi Ketenagaan
………………………………………………………………………….………... 92
B. Uraian Tugas
…………………………………………………………………………………………..……
…. 93
C. Distribusi Ketenagaan
………………………………………………………………………….…………. 98
BAB III STANDART FASILITAS
……………………………………………………………………………….……. 99
A. Fasilitas bagi Petugas
……………………………………………………………..…………………. 99
B. Fasilitas bagi Pelayanan
……………………………………………………………………………… 107
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
…………………………………………………………..……………… 108
BAB V LOGISTIK
……………………………………………………………………………….……………………
….. 109
BAB VI KESELAMATAN KERJA
…………………………………………………………………………………… 112
BAB VII KESELAMATAN PASIEN
………………………………………………….……………………………. 113
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
………………………………………………………………….…………… 115
BAB IX PENUTUP
……………………………………………………………………………….……………… 122
Lampiran – lampiran
Lamp 1. Gambar penanganan tumpahan darah
Lamp 2. Tabel desinfeksi
Lamp 3. Tabel cara membuat larutan clorin
Lamp 4. Tabel ASA score
Lamp 5. Tabel Daftar tilik penyakit menular
Lamp 6. Tabel daftar tilik penggunaan APD
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit, perlu dilakukan
pengendalian infeksi, diantaranya adalah pengendalian infeksi nosokomial. Infeksi
nosokomial masih banyak dijumpai di rumah sakit dan biasanya merupakan indikator bagi
pengukuran tentang seberapa jauh rumah sakit tersebut telah berupaya mengendalikan
infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial dipelopori oleh Nightingale, Simmelweis, Lister
dan Holmes melalui praktek-praktek hygiene dan penggunaan antiseptik. Tantangan dalam
pengendalian infeksi nosokomial semakin kompleks dan sering disebut disiplin epidemiologi
rumah sakit.
Kerugian ekonomik akibat infeksi nosokomial dapat mencapai jumlah yang besar,
khususnya untuk biaya tambahan lama perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat lain
serta peralatan medis dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif berkurang, kebjiakan
penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta sentralisasi sterilisasi perlu
dipatuhi dengan ketat.
Tekanan-tekanan dari perubahan pola penyakit infeksi nosokomial dan pergeseran
resiko ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang sistematik
dalam penggunaan infeksi nosokomial, dengan adanya Komite Pengendalian Infeksi dan
profesi yang terlatih untuk dapat menjalankan program pengumpulan data, pendidikan,
konsultasi dan langkah-langkah pengendalian infeksi yang terpadu. Keberhasilan program
pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh efektivitas proses komunikasi untuk
menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian infeksi tersebut kepada seluruh
karyawan rumah sakit baik tenaga medis maupun non medis, para penderita yang dirawat
maupun berobat jalan serta para pengunjung RS HELSA.
Upaya pengendalian infeksi nosokomial di RS HELSA bersifat multidisiplin, hal-
hal yang perlu diperhatikan:
1) Discipline: perilaku semua karyawan harus didasari disiplin yang tinggi untuk
mematuhi prosedur aseptik, teknik invasif, upaya pencegahan dan lain-lain.
2) Defence mechanisme: melindungi penderita dengan mekanisme pertahanan yang
rendah supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.
3) Drug: pemakaian obat antiseptik, antibiotika dan lain-lain yang dapat mempengaruhi
kejadian infeksi supaya lebih bijaksana
4) Design: rancang bangun ruang bedah serta unit-unit lain berpengaruh terhadap resiko
penularan penyakit infeksi, khususnya melalui udara atau kontak fisik yang
dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup memadai.
5) Device: peralatan protektif diperlukan sebagai penghalang penularan, misalnya
pakaian pelindung, masker, topi bedah dan lain-lain.

B. Tujuan .
1. Tujuan umum .
Meningkatkan mutu pelayanan RS HELSA melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi yang dilaksanakan oleh semua departemen / unit dengan meliputi kualitas
pelayanan, management resiko, clinical governace, serta kesehatan dan keselamatan
kerja.

2. Tujuan Khusus
1) Sebagai pedoman pelayanan bagi staf PPIRS dalam melaksanakan tugas,
wewenang dan tanggung jawab secara jelas.
2) Menggerakan segala sumber daya yang ada dirumah sakit dan fasilitas kesehatan
lain secara efektif dan efisien.
3) Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit secara bermakna.
4) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pelayanan PPIRS RS HELSA Cikampek .

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
1) Kewaspadaan standart dan berdasarkan transmisi
2) Pelayanan surveilens PPI
3) Hand Higiene sebagai bariier protection.
4) Penggunaan APD
5) Pelayanan CSSD
6) Pelayanan Linen
7) Pelayanan Kesehatan karyawan
8) Pelayanan Pendidikan dan edukasi kepada staf, pengunjung dan pasien
9) Pelayanan pemeriksaan baku mutu air bersih dan IPAL bekerja sama dengan IPSRS.
10) Pelayanan pengelolaan kebersihan lingkungan
11) Pelayanan management resiko PPI
12) Antibiogram dan pola kuman RS HELSA
13) Penggunaan bahan single use yang di re-use

D. Batasan Operasional.
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi kegiatan sbb :
1. Konsep dasar penyakit
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia termasuk
indonesia ,ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari ( Community acquaired
infection) atau berasal dari ( Hospital Acquired infektion). Karena seringkali tidak bisa
secara pasif ditentukan asal infeksi maka istilah infeksi nosokomial (Hospital Acqured
infeksi) diganti (HAIs) yaitu healthcare –assosiated infections dengan arti lebih luas
tidak hanya terjadi dirumah sakit juga bisa terjadi fasilitas kesehatan yang lain juga tidak
terbatas pada pasien namun infeksi juga dapat terjadi pada petugas yang didapat saat
melakukan tindakan medis atau perawatan . Batasan
a. Kolonisasi :
merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, namun tanpa disertai adanya
respon imun atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh pejamu tidak dalam keadaan
suspectibel pasien dan petugas dapat mengalami kolonisasi dengan dengan kuman
patogen tanpa mengalami rasa sakit tetapi menularkan kuman tersebut ke orang lain
(sebagai carrier).
b. Infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme )
dimana terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi
Merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme)
yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.

d. Penyakit menular
Adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang
lain secara langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen yang ditandai adanya dolor,
kalor, rubor ,tumor dan fungsiolesa.
f. SIRS (Sistem Inflamtory Respon Syndroma).
Merupakan sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang
merupakan respon tubuh (imflamasi) yang bersefat sitemik.kriteria SIRS bila
ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermia, (2)
takikardia sesuai usia ,(3) takipneu sesuai usia, (4) leukositosis atau leukopenia atau
pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang ) lebih dari 10 %.SIRS dapat
terjadi karena infeksi atau non infeksi seperti luka bakar, pankreatitis, atau gangguan
metabolik. SIRS yang disebabkan oleh infeksi disebut sepsis.

Rantai penularan .
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan,apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan.
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia
,dapat berupa bakteri,virus,riketsia,jamur, dan parasit.ada 3 faktor yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : virulensi,patogenesis,jumlah dosis obat.
b. Reservoir atau tempat hidup dimana agen infeksi dapat hidup,tumbuh,berkembang
biak dan siap ditularkan pada orang lain,reservoir yang paling umum adalah
manusia,binatang,tumbuhan,tanah,air dan bahan bahan organik.
c. Pintu keluar adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan reservoir ,pintu
keluar meliputi kulit yang tidak utuh dan membran mukosa,
d. Transmisi adalah bagaiman mekanisme penularan meliputi (1) kontak; langsung dan
tidak langsung, (2) droplet ,(3) airborne.
e. Pintu masuk adalah sama dengan tempat pintu keluar yaitu melalui kulit yang tidak
utuh dan membrane mukosa.
f. Pejamu (host) yang suspectibel adalah orang yang tidak tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi ,faktor yang mempengaruhi umur, usia
,status gisi, ekonomi, pekerjaan, gaya hidup, terpasang barrier (kateter, implantasi ),
dilakukan tindakan operasi.

` Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi.


a. Peningkatan daya tahan pejamu.
Dengan pemberian imunisasi (vaksin Hepatitis B), promosi kesehatan nutrisi
yang adekuat.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Menggunakan metoda fisik maupun kimia contoh fisik dengan pasteurisasi atau
sterilisasi ataupun memasak makanan hingga matang. kalau kimia dengan
pemberian clorin pada air dan desinfeksi .
c. Memutus rantai penularan.
Dengan menerapkan tindakan pencegahan dengan menerapkan kewaspadaan
isolasi meliputi kewaspadaan transmisi dan kewaspadaan standar.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan.
Hal ini berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
dan cairan tubuh lain yang dikarenakan tertusuk jarum bekas pakai utamanya
hepatitis B,C dan HIV.
E. Jenis Penyakit Menular.
1. AIDS
1) Pengertian

Adalah Penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh yang didapat karena terinfeksi
HIV( human Imunodefisiency Virus).

2) Penyebab

Virus HIV tergolong retrovirus yang terdiri atas 2 tipe ,tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2
(HIV-2)

3) Klasifikasi Infeksi AIDS

a. Infeksi Akut.
a) Hampir 30-50 % pasien sudah terinfeksi HIV.
b) pasien sudah terjadi pemaparan virus dan dapat berlangsung 6 minggu
setelah kontak.
c) patogenesis kurang jelas tetapi sangat mungkin terjadi reaksi imunitas
terhadap masuknya HIV. Saat ini pemeriksaaan terhadap antibodi terhadap
virus HIV masih ( - ) tetapi pemeriksaan Ag p24 sudah (+) sangat infeksius.

b. Infeksi Kronik ASIMTOMATIK


a) Lamanya dapat bertahun tahun .
b) Tanpa gejala ,kemungkinan tubuh masih dapat mengkompensasi

c. PGL( PERSISTREN GENERALIZED LYMPHADENOPATHY)


Terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang semetris. sering terjadi
pembesaran limpa di leher posterior dan anterior. Kelompok ini berkembang
menjadi AIDS kira2 10-30 % dalam jangka waktu 24- 60 bulan.
4) CARA PENULARAN HIV.
a. Penularan melalui hubungan seksual
b. Penularan melalui darah.
c. Penularan secara perinatal.

Cairan tubuh yang dapat mengandung HIV yaitu;

 Cairan vagina.
 ASI.
 Air mata.
 Air liur.
 Air seni.
 Air ketuban.
 Dan cairan cerebrospinal.

5) Gejala dan tanda

Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang terinfeksi HIV dalam
waktu 5 sampai 10 tahun , Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara bermakna baru
AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala – gejala spt :

 Diare yang berkelanjutan .


 Penurunan berat badan secara drastis.
 Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak.
 Batuk terus menerus.

2. Flu burung.
1) Pembagian
Dibagi menjadi 4 sbb :
a. Seseorang dalam penyelidikan
b. Kasus suspek.
c. Kasus probabel
d. Kasus konfirmasi
a. Seseorang dalam penyelidikan
Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi
kemungkinan terinfeksi H5N1,mis orang sehat namun kontak erat dengan kasus
atau penduduk sehat namun tinggal didaerah flu burung ,adapun gejala yang
ditimbulkan :

a) Batuk
b) Sakit tenggorokan
c) Pilek
d) Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :
 Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak
erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti merawat,
berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam jarak  1 meter.
 Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak
erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti memasak,
menyembelih atau membersihkan bulu ).
 Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak
erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) seperti
membersihkan kotoran ,bahan atau produk lain.
 Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak
erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) mengkonsumsi
produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna.
 Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak
erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) memegang atau
menangani sampel hewan atau manusia yang dicurigai mengandung
H5N1.
 Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat kontak
erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm) atau binatang
selain unggas yang terinfeksi (babi atau kucing.)
 Ditemukan leukopeni.
 Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI
menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A tanpa
subtipe.
 Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk
pada serial foto.

b. Kasus Suspek
a) Infeksi selaput mata
b) Diare atau gangguan pencernaan.
c) Fatigue

c. Kasus probabel flu burung.

Dengan kriteria :

a) Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan pemeriksaan


uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.
b) Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi spesifik H5dalam
spesimen serum tunggal ) menggunakan uji netralisasi dikirim kelab rujukan.

d. Kasus Flu burung terkonfirmasi.

Dengan kriteria :

a) Isolasi virus H5N1 positif


b) Hasil PCR H5N1 positif.
c) Peningkatan  4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen.
d) Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil  7 hari setelah
awitan gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi konvalesen harus pula 
1/80 .
e) Titer antibodi mikronetralisasi H5N1  1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke  stelah awitan disertai hasil positif uji serologi lain,mis
titer HI sel darah merah kuda  1/160 atau western blot spesifik H5 positif.
2) Pencegahan :

a. Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi, atau burung terinfeksi.


b. Menghindari peternakan unggas.
c. Hati hati ketika menangani unggas.
d. Memasak ddengan suhu 60C selama 30 menit, atau 80C selama 1 menit)
e. Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan :
 Setelah memgang unggas.
 Setelah memegang daging unggas.
 Setelah memasak.
 Sebelum memasak

3) Pengobatan.

Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi gejala dan
komplikasi yang terinfeksi.

Macam obat :

a. Amantadine.
b. Rimatadine
c. Oseltamivir(tamiflu)
d. Zanavir(relenza)

3. TUBERKULOSIS (TBC)
1) Penyebab

TBC disebabkan oleh kuman /basil tahan asam (BTA) yakni micobactpi derium
tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis
micobakterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada manusia (matipik).
Hampir semua oirgan tubuh dapat terserang bakteri ini seperti kulit, otak, ginjal,
tulang dan paling sering paru.

2) Epidemiologi

Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah India


dan Cina,diperkirakan penduduk dunia terinfeksi Tb secara laten. Di indonesia
diperkirakan terdapat 583 000 kasus baru dengan 140 000 kematian setiap tahun.

Faktor resiko TB ; HIV, DM, Gisi kurang, kebiasaan merokok.

3) Cara penularan.

Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak.

4) Masa Inkubasi

Sejak masuknya kuman sampai timbul gejala lesi primer atau reaksi tes
tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2 -10 minggu . Resiko menjadi TB
paru dan TB ekstrapulmuner progresif infeksi primer umumnya terjadi pada tahun
pertama dan kedua.Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup.Pada pasien dengan imun
defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.

5) Masa penularan

Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya mengandung


BTA,penularan berkurang apabila pasien menjalani pengobatan adekuat selama min 2
minggu, sebaliknya pasien yang tidak diobati secara adekuat dan pasien dengan
persisten AFB positif dapat menjadi sumber penularan sampai waktu lama.

Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan,virulensi


kuman,terjadinya aerosolisasi waktu batuk/bersin,dan tindakan medis beresiko tinggi
seperti intubasi dan bronkoskopi.
6) Gejala klinis :

 Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu /lebih.


 Batuk berdahak
 sesak napas
 nyeri dada
 Sering demam
 nafsu makan menurun.
 penurunan berat badan .
 BTA (+)

7) Pengobatan :
 Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT) dengan
metoda DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi poleh pengawas
minum obat.
 Untuk pasien baru TB BTA (+) ,WHO menganjurkan pemberian 4 macam obat
setiap hari selama 2 bulan berturut terdiri rif ,inh,pza,dan etambutol diikuti inh
dan rif 3 kali seminggu selama 4 bulan.

8) Pencegahan.

 Penemuan dan pengobatan TB


 Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi.
 Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi.

4. MRSA (Methicilin Resistent Stapylococcuc Aereus)


Adalah salah satu tipe bakteri stayloccus yang ditemukan pada kulit dan hidung dan kebal
terhadap antibiotika.jumlah kematian MRSA lebih banyak dibandingkan AIDS.
1) Tipe
Saat ini ada 2 tipe :

a. Health care asosiated (HA –MRSA)


Biasanya ditemukan difasilitas kesehatan terutama rumah sakit..

b. Community asosiated (CA-MRSA)


Yang baru ini ditemukan ditempat –tempat umum, fitness, loker-loker,
sekolah dan perabotan rumah tangga. Biasanya menginfeksi orang dan anak-anak
yang daya tahan tubuhnya lemah, jika daya tahan tubuh baik tidak akan
menimbulkan gejala . Bakteri yang dibawa sipasien menyebar dan berpindah
pada orang lain dengan cara kontak kulit dan menyentuh barang yang
terkontaminasi . Stapylococcus menimbulkan gejala seperti infeksi kulit
,jerawat, bisul, abses atau gigitan serangga,ini biasa menyebabkan bengkak,
merah dan nyeri.bakteri ini dapat menembus kulit sampai dengan menimbulkan
infeksi ditulang, sendi, aliran darah ,jantung dan paru yang bias mengancam
jiwa.

2) Penyebaran MRSA.
a. Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
b. Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah tangga
yang MRSA
c. Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih
d. Menyentuh hidung dari penderita MRSA

3) Tanda dan gejala :

a. Infeksi luka
b. Bisul
c. Folikel rambut yang terinfeksi
d. Impetigo
e. Kulit yang sakit seperti digigit serangga
4) Diagnose :
Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsy dikirim ke laborat dan dikultur
untuk S aureus. Juka S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring pantry) bakteri
tersebut kemudian terkena antibiatik yang berbeda termasuk Meticilin dan S aureus
tumbuh dengan baik di Meticilin dalam kultur yang disebut MRSA. Prosedur yang
sama juga dilakukan untuk menentukan apakah seseorang merupakan pembawa
MRSA (Screning untuk carrier) tetapi sample kulit atau selaput lender hanya diswab
tidak dibiopsi.

5) Pengobatan MRSA :
Minor infeksi MRSA kadang kadang dapat mengalami komplikasi serius seperti
menyebar infeksi kejaringan sekitar darah, tulang dan jantung. Karena MRSA yang
tahan terhadap antibiotic banyak akan sulit untuk mengobati namun beberapa
antibiotic berhasil mengendalikan infeksi tapi jarang.

6) Tindakan pencegahan :
a. Kebersihan tangansesering mungkin terutama setelah menyentuh hidung anda.
b. Bila batuk terapkan etika batuk

c. Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan ditutup
kain kasa, ganti ferban sesering mungkin terutama jika basah.
d. Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juda melalui feces dan
urine
e. Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita MRSA.
f. Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang lainnya.
g. Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengan sabun dan
clorin 0,5%.
F. Kegiatan pelayanan PPIRS
1. Surveilens
1) Pengertian
PENGERTIAN SURVEILENS ADALAH :

Suatu pengamatan yang sistematis ,efektif dan terus menerus terhadap


timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan
atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko
terjadinya penyebaran penyakit :

a. Pada saat pasien masuk rumah sakit tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
b. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien dirawat dirumah sakit apabila tanda-
tanda infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai dirawat ,maka perlu
diteliti masa inkubasi dari infeksi tersebut.
c. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda dari mikroorganisme saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme
penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
d. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah
sakit.

2) Keadaan bukan infeksi nosokomial


Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.

a. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah
ada pada waktu masuk rumah sakit.
b. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis
toxoplasmosis,sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa
kelahiran .
3) Keadaan bukan infeksi
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :

a. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput lender,luka


terbuka ) yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis.
b. Imflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jejas atau rangsangan zat
non infeksi seperti zat kimia.

4) Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain :
a. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit, sehingga jumlah dan
jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
b. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
c. Dirumah sakit sering orang dilakukan tindakan invasive mulai dari yang paling
sederhana seperti pemasangan infuse sampai tindakan operasi.
d. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat
penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
e. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien,petugas ke lingkungan yang
dapat menularkan kuman pathogen.
f. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman.

5) Sumber-sumber infeksi yang terjadi di rumah sakit dapat berasal dari :


a. Petugas rumah sakit.
b. Pengunjung pasien.
c. Antar pasien itu sendiri.
d. Peralatan yang dipakai dirumah sakit.
e. Lingkungan.
6) Pencegahan
a. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan.
b. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
c. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
d. Melindungi petugas.
e. Menyakinkan bahwa rumah sakit tempat yang aman bagi pasien dan petugas
a. Pneumonia
a) HAP (hospital aquared pneumonia) dan VAP (Ventilator associated pneumonia).

HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pasien dirawat dirumah sakit setelah 48 jam tanpa dilakukan intubasi dan
sebelumnya tidak menderita penyakit infeksi saluran napas bawah. HAP dapat
diakibatkan karena tirah baring yang lama (koma ,tidak sadar tracheostomi, refluk
gaster).

b) VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pemakaian ventilasi mekanik lebih dari 48 jam dan sebelumnnya tidak ditemukan
tanda – tanda infeksi saluran napas.

Kriteri pneumonia :

1. Bunyi pernapasan yang menurun /pekak, ronchi basah pada daerah paru.
2. Produksi sputum banyak dan purulen.
3. Hasil X – ray adanya densitas paru (infiltrate).
4. Demam >38  C dan batuk.
5. Pemeriksaan cedían sputum ditemukan peningkatan lekosit (>25/LPK)
Pada orang dewasa dan anak >12 bulan didapatkan :

1. Bunyi napas menurun pekak, ronkhi basah pada daerah paru.


 Sputum purulens baru dan perubahan warna sputum.
 Biakan kuman dan biakan darah ()
 Isolasi kuman patogen atau aspirasi trakea.

2. Hasil X – Ray ada infiltrasi paru, konsolidasi, cavitasi, efusi pleura baru secara
progrsif ditambah salah satu ini :
 Sputum purulen dan perubahan dan perubahan sputum.
 Isolasi kuman dan biakan darah (+).
 Isolasi kuman patogen aspirasi tracea ,sikatan brokus atau biopsy (+).
 Titer IgM atau IGG spesifik meningkat
 Isolasi antigen virus (+) sekresi saluran pernapasan .
Pada umur kurang dari 12 tahun :

Didapatkan 2 atau = apneu,takipneu bradikardia, wheesing, ronchi basah, batuk ditambah


satu diantaranya sbb:

1) produksi sputum atau sekresi pernapasan meningkat dan purulen.


2) Isolasi kuman dan biakan kuman (+).
3) Isolasi kuman aspirasi tracea /brokus/biopsi (+).
4) Isolasi/antigen virus (+) dalam sekresi saluran pernapasan.
5) Titer IgM dan IgG spesifik meningkat 4x .
6) Tanda pneumonia pada pemeriksaan hispatologi.

Faktor penyebab :
1) Lingkungan
 Legionella, klebsiella, P aerogenesa, Amuba baumi.
 Makanan ;Muntahan.
2) Peralatan .
 NGT
 ET
 Suktion kateter.

Peralatan bronchospi
 Peralatan pernapasan
3) Manusia.
 Haemofilus influenza.
 Stapilococus Aereus
 Stapilococcus pnemonia.
 MDR stains.

Faktor-faktor resiko :

1) Kondisi pasien sendiri.


 Usia > 70 tahun.
 Pembedahan (thorakotomi,abdomen)
 penyakit kronis.
 Penyakit jantung kongestif.
 Penyakit paru obstruksi kronis.
 Perokok.
 koma.
 CVD.

2) Faktor pengobatan .
 Sedasi.
 Anestesi umum.
 intubasi tracea.
 Pemakaian ventilator mekanik yang lama.
 Penggunaan antibiotika .
 penggunaan imunosupresif dan citostatika.

Prinsip dasar pencegahan :

 Bila memungkinkan obati penyakit parunya baru melakukan tindakan operasi.


 Tinggikan posisi kepala 30- 45 .
 Bila tidak diperlukan hindari pembersihan jalan napas menggunakan suction kateter.
 Lakukan oral higiene menggunakan chlorhexidine 0,2 % setiap ganti shif.
 Ajarkan latihan batuk efektif dan napas dalam sebelum dan sesudah operasi.
 Lakukan perkusi dan postural drainage untuk merangsang batuk dan mengeluarkan
lendir .
 Mobilisasi dini setelah operasi.
3) Peralatan ventilator.

 Bersihkan permukaan alat secara rutine dengan menggunakan detergent netral.


 Penggunaan close suction diganti setiap 7 hari atau jika kotor.
 Breathing sirkuit,humidifier dan bakterial filter diganti 7 hari sekali atau jika
kotor.
 Termovent hepafilter diganti setiap hari.
Populasi beresiko HAP .

a. Semua pasien tirah baring lama yang dirawat dirumah sakit.


b. Numerator adalah jumlah kasus HAP perbulan.
c. Denominator adalah jumlah hari rawat pasien tirah baring perbulan.
Infeksi rate HAP =

Numerator x 1000=.....%

Denominator

 kasus HAP perbulan x 1000=.......%

 Hari rawat tirah baring perbulan.

Populasi beresiko VAP :

a. Terfokus spesifik diruang ICU,NICU,PICU.


b. Semua pasien yang terpasang ventilasi mekanik.
c. Numerator adalah jumlah kasus yang terpasang ventilasi mekanik perbulan.
d. Denominator adalah jumlah hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

Clinical Pulmonari Infection score ( CPIS)

Indikator Score

1 2 3

Sekresi trakea sedikit sedang banyak

Infiltrat Tidak ada Difus Terlokalisir

Suhu >36.5 & <38.4 >38.5 & 8.9 >39 &<36

Lekosit /mm >4000 &<11.000 <4000 atau 11.000 -

Pa O2 /FiO2 >240 /ARDS - <240 & bukan


ARDS
Infeksi rate VAP =

Numerator x 1000= .....%

Denominator

 kasus VAP perbulan x 1000 =........%

 Hari pemasangan ventilasi mekanik perbulan.

b. ILI ( Infeksi Luka Infus )

Infeksi luka infus harus memenuhi minimal 1 dari kriteria sbb :


a) Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi.
b) Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat operasi atau berdasarkan
bukti hispatologik.
c) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan terlihat tanda berikut tanpa ditemukan
penyebab lainnya :
 Demam (>38° C) ,nyeri,eritema,atau panas pada vaskular yang terlihat.
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni
mikriba.
 Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
d) Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlihat.
e) Untuk pasien ≤ 1 tahun,minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa
ditemukan penyebab lain :
 Demam (>38°C rektal),hipotermia (<37 °C), apneu, bradikardia, letargia, atau
nyeri, atau panan pada vaskular yang terlibat dan
 Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intravaskular tumbuh >15 koloni
mikroba
 Kultur tidak dilakukan atau hasil negatif
Petunjuk pelaporan ILI :
 ILI purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari ujung
kateter,tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah maka dilaporkan
sebagai ILI bukan sebagai IADP.
 Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak ditemukan
infeksi lain dari bagian tubuh.
 Infeksi intravaskular dengan hasil kultur darah positif dilaporkan sebagai IADP
 Penggantian IV LINE untuk dewasa dilakukan setiap 3 (tiga) hari sekali,
sedangkan IV LINE untuk bayi dan anak-anak setiap 5 (lima) hari sekali.
a. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
b. Jika pasien terpasang infus dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
c. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi.
d. Golden standart penegakan kasus infeksi adalah melalui kultur darah ,setiap 3 bulan
sekali dilakukan kultur 3 responden setiap ruangan.

Cara menghitung ILI


Numerator x 1000 = ..........%
Denominator
Jumlah kasus ILI x 1000 = ........ %
Jumlah hari pemakaian alat

Populasi beresiko ILI :


1) Semua pasien yang menggunakan iv line dengan kurun waktu 2x24 jam.
2) Lama penggunaan kateter ,lama hari rawat ,pasien dengan immunocompromise,
malnutrisi, luka bakar atau luka operasi tertentu.

Pencegahan ILI :
1) Lakukan kebersihan tangan aseptik sebelum melakukan tindakan.
2) Gunakan teknik aseptik saat melakukan tindakan.
3) Ganti set infus dan dressing setiap 3 hari sekali atau setiap kali diperlukan (lembab
atau kotor )
Lepas atau hentikan akses pemasangan kateter vena sentral sesegera mungkin jika tidak
diperlukan lagi.

c. ISK ( Infeksi Saluran kemih )


a) Pengertian

Infeksi saluran kemih nosokomial ialah infeksi saluran kemih yang pada pasien
masuk rumah sakit belum ada atau tidak dalam masa inkubasi dan didapat sewaktu
dirawat atau sesudah dirawat.

b) Kebijakan
 Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
 Jika pasien terpasang Kateter urine dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
 Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah
responden terpenuhi.

c) Infeksi saluran kemih dapat disebabkan :


 Endogen : - Perubahan flora normal.
 Eksogen : - Prosedur yang tidak bersih / steril
- Tangan yang tidak dicuci sebelum prosedur.

2.1 Infeksi Saluran Kemih Simtomatik.

Dengan salah satu kriteria dibawah ini :


Salah satu gejala ini :
 Demam > 380C
 Disuria
 Nikuria ( urgency )
 Polakisuria
 Nyeri Suprapubik.
Dan biakan urin > 100.000 kuman / ml dengan tidak lebih dari dua jenis mikroorganisme
:
Dua dari gejala :
 Demam 380C
 Disuria
 Nikuria
 Polakisuria
Nyeri Suprapubik
Dan salah satu tanda :
 Tes carik celup ( dipstick ) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit.
 Pluria ( 10 lekosit/ml atau > 3 lekosit /LPB pada urine yang tidak disentrifus.
 Mikroorganisme positif pada pewarnaan gram pada urine yang tidak disentlifus.
 Biakan urine dua kali dengan hasil kuman uropatogen yang sama dengan jumlah >
100.000 kuman/ml dari urin yang diambil secara steril.
 Biakan urin dengan hasil satu jenis kuman uropatogen dengan jumlah 100.000
kuman/ml dan pasien diberi antibiotic yang sesuai.
 Diagnosis oleh dokter.
 Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

2.2. Infeksi saluran kemih asimtomatik


Dengan salah satu criteria dibawah ini :
Memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dan tak ada gejala :

 Demam 380C
 Disuria
 Nikuria
 Polakisuria
 Nyeri suprapubik
Biakan urin dengan jumlah > 100.000 kuman/ml urin dengan tak lebih dari dua jenis
kuman.

tidak memakai kateter dower selama 7 hari sebelum biakan urin dengan dua kali hasil
biakan > 100.000/ml dengan mikroorganisme yang sama yang tak lebih dari dua jenis dan
tak ada gejala :
 Demam 380C
 Disuria
 Nikuria
 Polakisuria
 Nyeri Suprapubik

3.3 Infeksi Saluran Kemih lain.

( dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra atau jaringan retroperito neal atau rongga
perinefrik ) dengan salah satu criteria dibawah ini :
 Biakan positif dari cairan atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai.
 Ditemukan abses atau tanda infeksi pada pemeriksaan atau operasi atau secara
hispatologis.
 Dua dari gejala :
 Demam 380C
 Nyeri local pada daerah yang dicurigai.
 Nyeri tekan pada daerah yang bersangkutan.
 Dan salah satu dari tanda :
 Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
 Biakan darah positif
 Radiologi terdapat tanda infeksi
 Diagnosis dokter
 Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai
 Pasien berumur < 12 bulan dengan salah satu gejala :
 Demam 380C
 Hipotermia
 Apneu
 Bradikardi
 Disuria
 Letargi
 Muntah
 Dan salah satu dari tanda :
 Drenase purulen dari daerah yang dicurigai.
 Biakan darah positif
 Radiologi terdapat tanda infeksi
 Diagnosis dokter
 Dokter memberikan terapi antibiotika yang sesuai.

2.4. Infeksi Saluran Kemih pada neonates


 Bayi tampak tidak sehat, kuning, muntah, hipertermi/ hipotermi, gagal tumbuh (
gejala sama dengan sepsis ).
 Infeksi ini dapat pula disebabkan oleh sepsis.
 Laboratorium : pemeriksaan mikroskopik dan biakan urin dari punksi suprapubik.
Biakan urin positif kalau ditemukan kuman lebih dari 100.000/ml urin.

2.5. Infeksi Saluran Kemih pada Anak


 Dapat dengan atau tanpa gejala. Makin muda usia anak makin tidak khas.
 Gejala : panas, nafsu makan berkurang, gangguan pertumbuhan, kadang –
kadang diare atau kencing yang sangat berbau.
 Pada usia prasekolah gejala klinis berupa sakit perut, muntah, panas, sering
kencing dan ngompol. Pada anak yang lebih besar gejala spesifik makin jelas
seperti ngompol, sering kencing, sakit waktu kencing atau nyeri pinggang.
 Gejala infeksi timbul sesudah dilakukan punksi suprapubik, kateterisasi buli –
buli.
 Apabila biakan kuman dalam urin pada waktu masuk dan saat diperiksa
berbeda.
 Diagnosis : Klinik dan laboratorik.
 Laboratorik : hasil biakan urin yang diambil melalui suprapubik dikatakan positif
apabila jumlah kuman sama atau lebih dari 200/ml urin. Dan apabila melalui urin
pancaran tengah atau kateterisasi kandung kemih maka jumlah kuman dalam urin
100.000 atau lebih/ml urin.
Pemeriksaan lainnya : sediment urin terdapat piuria.

d. Infeksi Aliran Darah Primer ( IADP )

3.1. Definisi Infeksi Aliran Darah Primer

Infeksi Aliran Darah Primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau
jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Criteria infeksi aliran darah primer
dapat ditetapkan secara klinis dan laboratories dengan gejala / tanda berikut :

3.1.1. Klinis
1) Untuk Dewasa dan anak > 12 bulan.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
 Suhu > 380C, bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian
antipiretika.
 Hipotesi, sistolik < 90 mmHg.
 Oliguri, jumlah urin < 0,5 cc/kbBB/jam
Dan
Semua gejala / tanda yang disebut dibawah ini :
 Tidak ada tanda – tanda infeksi di tempat lain.
 Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.

CATATAN :
 Suhu badan diukur secara aksiler selama 5 menit dan diulang setiap 3 jam.
 Apabila pasien menunjukkan gejala, suhu tubuh diukur secara oral atau rectal.
2) Untuk bayi umur 12 bulan. Ditemukan salah satu gejala / tanda berikut
tanpa penyebab lain :
 Demam > 380C
 Hipotermi < 370C
 Apnea
 Bradikardi < 100x/mnt
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
 Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
 Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

3) Untuk Neonatus
Dinyatakan menderita infeksi aliran darah primer apabila terdapat 3 atau lebih
diantara enam gejala berikut :
 Keadaan umum menurun antara lain : malas minum, hipotermi (< 370C)
hipertermi ( 380C ) dan sklerema.
 Sistem kardiovaskuler antara lain :
tanda renjatan yaitu takikardi, 160/mnt atau bradikardi, 100/mnt dan sirkulasi
perifer buruk.
 Sistem pencernaan antara lain : distensi lambung, mencret, muntah dan
hepatomegali.
 Sistem pernafasan antara lain : nafas tak teratur, sesak, apnea dan takipnea.
 Sistem saraf dan pusat antara lain : hipertermi otot, iritabel, kejang dan letargi.
 Manifestasi hematology antara lain : pucat, kuning, splenomegali dan
perdarahan.
Dan
Semua gejala / tanda di bawah ini :
 Biakan darah tidak dikerjakan atau dikerjakan tetapi tidak ada pertumbuhan
kuman.
 Tidak terdapat tanda – tanda infeksi ditempat lain.
 Diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.
3.1.2. Laboratorik
Untuk orang dewasa dan anak umur > 12 bulan.
Ditemukan satu diantara 2 kriteria berikut :
1) Kuman pathogen dari biakan darah dan kuman tersebut tidak ada
hubungannya dengan infeksi ditempat lain.
2) Ditemukan satu diantara gejala klinis berikut :
 Demam > 380C.
 Menggigil
 Hipotensi
 Oliguri
Dan
Satu diantara tanda berikut :
 Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman
tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan
) lain.
 Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan
alat intravascular ( kateter intravena ) dan dokter telah memberikan
antimikroba yang sesuai dengan sepsis.

Untuk bayi < 12 bulan, ditemukan satu diantara gejalaberikut :

 Demam > 380C


 Hipotermi < 370C
 Apnea
 Bradikardi < 100/mnt
Dan
Satu diantara tanda berikut :
 Terdapat kontaminan kulit dari 2 biakan berturut – turut dan kuman
tersebut tidak ada hubungannya dengan infeksi ditempat ( organ / jaringan
lain )
 Terdapat kontaminan kulit dari biakan darah pasien yang menggunakan
alat intravaskuler ( kateter intravena ) dan dokter telah memberikan
antimikroba yang sesuai dengan infeksi

CATATAN :
Untuk neonatus digolongkan infeksi nosokomial apabila :
1) Pada partus normal di rumah sakit infeksi terjadi setelah lebih dari
3 hari.
2) Terjadi 3 hari setelah partus patologik, tanpa didapatkan pintu
masuk kuman.
3) Pintu masuk kuman jelas misalnya luka infuse.

Cara penghitungan

Numerator x 1000 = ..........%

Denominator

Jumlah kasus ISK x 1000 = ........ %

Jumlah hari pemakaian alat kateter urine

e. ILO (Infeksi Luka Operasi)

Pengertian SSI
a. ILO superfisial terjadi bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan )
b. ILO profunda bila insisi terjadi mengenai jaringan lunak yang lebih dalam (fasia dan
lapisan otot)
c. ILO organ bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai rongga dalam tubuh.
Kategori operasi :
1) Operasi bersih,adalah operasi dilakukan pada daerah /kulit yang pada kondisi pra
bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka traktus
respiratorius,gastroinestinal,orofaring,urinarius,atau traktus biliaris atau operasi
terencana dengan penutupan kulit primer atau tanpa pemakaian drain tertutup.

Kebijakan
a. Kriteria ILO superfisial :
 Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi.
 mengenai hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)
 Terjadi hal 2 sbb:
 Drainase bahan purulen dari insisi superficial
 Dapat diisolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan yang diambil
secara aseptic dari tempat insisi superficial.
 Sekurang kurangnya terdapat :
- satu tanda atau gejala infeksi sbb: rasa nyeri, pembengkakan yang
terlokalisir, kemerahan, atau hangat pada perabaan.
- insisi superficial terpaksa harus dibuka oleh dr bedah dan hasil biakan positif
atau tidak dilakukan biakan. Hasil biakan yang negatif tidak memenuhi
kriteria ini.
 Diagnosi ILO superficial oleh dokter bedah atau dokter yang menanggani pasien
tersebut.

b. Faktor Risiko ILO


 Kondisi pasien sendiri, misal usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score, karier
MRSA,
 lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit keganasan.
 Prosedur operasi : Cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan, antibiotik
profilaksis,
 lama operasi, tindakan lebih dari 1 jenis, benda asing, transfusi darah, mandi
sebelum
infeksi luka operasi.
c. Survey dilakukan 30 % dari populasi setiap ruangan perawatan.
d. Jika pasien tindakan operasi dari luar rumah sakit tidak dilakukan survey.
e. Survey dilakukan pada pasien baru sampai beberapa hari hingga jumlah responden
terpenuhi.

Kategori resiko :
1. Jenis luka
 Luka bersih dan bersih kontaminasi skor : 0
 Luka bersih kontaminasi dan kotor skor : 1
Keterangan :
 luka bersih : nontrauma ,operasi luka tidak infeksi,tidak membuka saluran
 pernapasan dan genitourinari.
 Bersih kontaminasi : operasi yang membuka saluran pernapasan dan
 genitourinari .
 Kontaminasi luka terbuka : trauma terbuka .
 kotor dan infeksi : trauma terbuka,kontaminasi fecal.
2. Lama operasi : waktu mulai dibuka insisi sampai penutupan kulit.
Setiap jenis operasi berbeda lama opearasinya
 Lama operasi sesuai atau kurang dengan waktu yang ditentukan. Skor 0
 Bila lebih dari waktu yang ditentukan skor : 1.
3. ASA score .
 ASA 1-2,skor :0
 ASA 3-5, skor :1
= X/Y x 100%
X : jumlah kasus infeksi yang terjadi dalam waktu tertentu.
Y : jumlah pasien operasi pada waktu tertentu.

Pencegahan ILO :
1. Pra bedah..
a. Persiapan pasien sebelum operasi.
 Jika ditemukan tanda -tanda sembuhkan dulu infeksinya sebelum hari operasielektif
dan jika perlu ditunda sampai tidak ada infeksi.
 Jangan mencukur rambut , pencukuran hanya dilakukan bila daerah sekitar operasi
terdapat rambut yang dapat mengganggu jalannya operasi (pencukuran dilakukan 1
jam sebelum operasi dengan menggunakan alat cukur elektric.
 Kendalikan kadar gula darah pada pasn diabetes dan hindari kadar gula darah yang
terlalu rendah sebelum operasi.
 Sarankan pasien untuk berhenti merokok min 30 hari sebelum hari elektif operasi.
 Mandikan pasien dengan cairan sabun yang mengandung chlorhexidine 2 % min 1
jam sebelum operasi.

b. Antiseptik tangan dan lengan untuk tim bedah :


 Kuku harus pendek dan jangan menggunakan kuku palsu.
 Lakukan kebersihan tangan bedah dengan chlorhexidine 4 % setelah kebersihan
tangan tangan harus tetap mengarah ke atas dan dijauhkan dari tubuh agar air
mengalir dari ujung jari menuju siku,keringkan tangan dengan handuk steril ,pakai
saung tangan dan gaun steril.

c. Tim bedah yang terinfeksi atau terkolonisasi.


 Anjurkan agar melapor jika terdapat tanda infeksi agar mendapatkan pengobatan.

d. Profilaksis anti mikroba .


 Pemberian anti mikroba hanya bila diindikasikan dan pilihlah yang paling efektif
terhadap patogen yang umum yang menyebabkan ILO pada operasi jenis tersebut
yang direkomendasikan.
 Berikan dosis profilaksi awal melalui intravena 1 jam sebelum operasi sehingga sat
dioperasi konsentrasi bakterisida pada serum dan jaringan maximal.

2. Intra Bedah.
a. Ventilasi .
 Pertahankan tekanan (+) ruangan kamar bedah .
 Jangan menggunakan fogging dan sinar UV dikamar operasiuntuk mencegah ILO.
 Pintu kamar bedah harus selalu tertutup kecuali diperlukan untuk lewatnya peralatan
bedah.
 Batasi jumlah orang yang masuk kamar bedah.

b. Membersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan.


 Bila tampak darah atau cairan tubuh lain gunakan chlorine 0,5 % dan biarkan 10
menit kemudian bersihkan cairan tadi .
 Tidak perlu pembersihan khusus /penutupan kamar bedah setelah selesai operasi
kotor.
 Pel dan keringkan lantai kamar bedah dengan menggunakan detergennt normal.

c. Sterilisasi instrumen bedah.


 Sterilisasikan instrumen bedah sesuai petunjuk.
 Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrumen yang harus digunakan segera
seperti instrumen jatuh saat operasi.
d. Pakaian bedah /drapes .
 Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung bila memasuki kamar bedah saat
operasi berjalan .
 Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala.
 Jangan menggunakan caver shoes untuk mencegah ILO Ganti gaun bila tampak kotor
dan terkontaminasi percikan cairan tubuh pasien.
 Gunakan gaun dan drape yang kedap air.

e. Teknik aseptik dan bedah.


 Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan CVP,kateter anestesi spinal /
epidural/ dan bila menyiapkan obat- obatan steril.
 Siapkan peralatan dan larutan steril sasaat sebelum digunakan.
 Perlakukan jaringan dengan lembut dan lakukan homeostasis yang
efektif,minimalkan jaringanyang mati atau ruang kosong (dead space) pada lokasi
operasi.
 Bila diperlukan drainage gunakan drain penghisap tertutup,letakan drain pd lokasi
tubuh yang terpisahdari insisi tubuh,lepas drain sesegera mingkin bila sudah tidahk
dibutuhkan.

3. Paska Bedah;
 Jika terjadi rembesan darah atau cairan pada daerah operasi segera laukakan
penggantian verban.
 Lakukan mobilisasi sedini mungkin.
 Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga untuk mengkonsumsi makanan
bergizi.

2. Kebersihan tangan
Pedoman menkebersihan tangan telah memberikan anjuran tentang kapan dan
bagaimana melakukan kebersihan tangan atau menggosok tangan untuk pembedahan,
telah mengalami perubahan secara cepat pada masa 15 tahun terakhir, dengan munculnya
AIDS pada tahun 1980 an.

Kebersihan tangan dengan sabun biasa dan air sama efektifnya dengan kebersihan
tangan memakai sabun antimicrobial (Pereira, Lee dan Wade 1990).

Pittet dan kawan-kawan pada tahun 2000, melaporkan hasil penelitian tentang
kepatuhan tenaga kesehatan dalam menkebersihan tangan, bahwa ada 4 alasan mengapa
kepatuhan menkebersihan tangan masih kurang, yaitu:

 Skin irritation
 Inaccessible handwashing supplies
 Being too bussy
 No thinking abut it

Kepatuhan menkebersihan tangan di ICU (Spraot, I,J, 1994) kurang dari 50%, sedangkan
Galleger 1999 melaporkan bahwa kepatuhan menkebersihan tangan tersebut :
Individu Patuh % Tidak Patuh %
Dokter 33 67
Perawat 36 64
Tenaga kesehatan lainya 43 57
Mahasiswa perawat 0 100

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat


dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial yang menular dan penyebaran
mikroorganisme multiresisten serta diakui sebagai kontributor yang penting terhadap
timbulnya wabah (Boyce dan Pittet, 2002), hal ini disebabkan karena pada lapisan kulit
terdapat flora tetap dan sementara yang jumlahnya sangat banyak.

Flora tetap hidup pada lapisan kulit yang lebih dalam dan juga akar rambut, tidak
dapat dihilangkan sepenuhnya, walaupun dengan dicuci dan digosok keras. Flora tetap,
berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi nosokomial, namun lapisan dalam tangan
dan kuku jari tangan sebagian besar petugas dapat berkolonisasi dengan organisme yang
dapat menyebabkan infeksi seperti : s.Auresus, Basili Gram Negative, dan ragi.
Sedangkan flora sementara, ditularkan melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan
lainya, atau permukaan yang terkontaminasi. Organisme ini hidup pula pada permukaan
atas kulit dan sebagian besar dapat dihilangkan dengan mencucinta memakai sabun biasa
dan air. Organisme inilah yang sering menyebabkan infeksi nosokomial (JHPIEGO,
2004).

 Kebersihan tangan adalah Proses membuang kotoran dan debris secara mekanis dari
kulit kedua belah tangan dan mereduksi jumlah mikroorganisme transient dengan
menggunakan bahan tertentu.
 Flora transien dan flora residen pada kulit .
Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien ,petugas lain,atau
permukaan lingkungan (meja, tensi, stetoskop atau toilet), organisme ini tinggal
dilapisan luar kulit dan terangkat saat kebersihan tangan. Flora residen tinggal
dilapisan kulit yang lebih dalam serta didalam folikel rambut dan tidak hilang
seluruhnya saat dilakukan pencucian dan pembilasan keras dengan sabun dan air
mengalirUntungnya pada sebagian kasus ,flora residen kemungkinan kecil terkait
dengan penyakit infeksi menular melalui udara seperti flu burung .Tangan atau kuku
petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang
menyebabkan infeksi seperti S .Aureus,batang gram negatif.
 Sabun
Produk pembersih yang bergua untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga
membantu melepaskan kotoran,debris dan mikroorganisme yang meempel
sementara di tangan.sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan
mikroorganisme secara mekanik,sementara sabun anti septik disamping
membersihkan juga dapat membunuh kuman
 Agen antiseptik
Bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh
mikroorganisme baik yang transien atau residen.
 Emolient
Cairan organik seperti gliserol,propilen glikol atau sorbitol yang ditambahkan
pada handrub berguna sebagai melunakkan kulit dan membantu mencegah
kerusakan kulit.
 Air mengalir
Air yang secara alami atau kimia yang digunakan untuk kebersihan tangan
merupakan air bersih bebas mikroorganisme ,memiliki turbiditas rendah (jernih
,tidak berbau )

1) Tujuan.
a. Membersihkan kedua tangan dari kotoran ,
b. Mereduksi jumlah microorganisme transient

2) Jenis kebersihan tangan ada 4 macam;


a. Kebersihan tangan surgical.
b. Kebersihan tangan Aseptik
c. Kebersihan tangan sosial
d. Kebersihan tangan handrub
3) 5 moment kebersihan tangan :
a. Sebelum menyentuh pasien.
b. Sebelum melakukan tindakan aseptik.
c. Setelah tersentuh cairan tubuh pasien.
d. Setelah menyentuh pasien.
e. Setelah menyentuh lingkungan disekitar pasien

4) Menggunakan 6 langkah kebersihan tangan


a. Petugas menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan
dan sebaliknya.sebanyak 4x
b. Petugas menggosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari sebanyak 4x.
c. Jari –jari sisi dalam dari kedua tangan petugas saling mengunci sebanyak 4x
d. Petugas menggosok ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya sebanyak 4x
e. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya sebanyak 4x
f. Petugas menggosok dengan memutar ujung jari – jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya sebanyak

5) Hal yang perlu diperhatikan dalam kebersihan tangan :


a. Kuku harus seujung jari tangan.
b. Cat kuku tidak diperkenankan
c. Bila tangan luka atau tidak intak ,harus diobati dan dibalut dengan balutan yang
kedap air.
d. Jam tangan dan cicncin tidak diperkenankan dipakai

3. ALAT PELINDUNG DIRI


Protective barrier umumnya diacu sebagai Alat Pelindung Diri (APD), telah
digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat pada staf yang bekerja pada suatu unit perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini,
adanya AIDS dan HCV dan resurgence tuberkulosis di banyak negara, memicu
penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi staf .

Termasuk Alat pelindung Diri a.l: sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata
(perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron dan barang lainnya. Di banyak negara kap,
masker, gaun dan tirai terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif,
bagaimanapun, terbuat dari kain yang diolah atau bahan sintetik yang menahan air atau
cairan lain (darah atau cairan tubuh) menembusnya. Bahan-bahan tahan cairan ini,
bagaimanapun, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak negara, kain katun yang
enteng (dengan hitungan benang 140/in²) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian
bedah (masker, kap dan gaun) dan tirai. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan
tahanan efektif, karena cairan dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat
kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk
ditembus uap (yaitu, sulit disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk
dikeringkan. Bila bahan kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan
kontaminasi dapat terlihat.

Macam APD :

a. Masker

b. Sarung tangan

c. Kaca mata,

d. Topi

e. Apron/celemek

f. Pelindung kaki

g. Gaun pelindung
h. Helm
1) Sarung tangan.
a. Tujuan memakai sarung tangan :

Melindungi tangan dari kontak dengan darah, cairan tubuh, secret, eksekreta,
mukosa, kulit yang utuh dan benda-benda yang terkontaminasi.

b. Jenis sarung tangan :


a) Sarung tangan steril:

 Digunakan di IKO, poli gigi atau poli bedah

 Digunakan saat pembedahan atau prosedur invasif

 Penggunaanya sekali pakai.

b) Sarung tangan tidak steril

 Digunakan di rawat inap, IPSRS, kebersihan

 Digunakan saat akan bersentuhan dangan cairan atau mukosa tubuh atau
bahan berbahaya

c) Sarung tangan rumah tangga

 Digunakan di linen, gizi, IPAL

 Digunakan untuk menyentuh bahan bahan yang memerlukan perlakuan


khusus (piring yg licin, mencuci linen yang tebal, dll)

c. 3 saat petugas menggunakan sarung tangan :

a) Sebagai barieer protekif dan mencegah kontaminasi yang berat (saat akan
menyentuh cairan tubuh, sekresi, ekskresi, mukosa membran dan kulit yang
tidak utuh.

b) Untuk menghindari transmisi mikroba ditangan petugas ke pada pasien (saat


akan melakukan tindakan aseptik atau menangani benda – benda yang
terkontaminasi .
c) Untuk mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien lain
(saat penggunaan sarung tangan yang benar,krn sarung tangan belum tentu
tidak berlubang walaupun kecil)

d. Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sarung tangan;


 Kebersihan tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.
 Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien .
 Hindari jamahan pada benda-benda lain.
 Teknik menggunakan dan melepas sarung tangan harus dipahami.

2) Pelindung Wajah
a. Tujuan
Melindungi selaput lendir ,hidung,mulut,dan mata .
b. Jenis alat :
 Masker.
 Kaca mata.
 Face sheild.
a) Masker
1. Jenis masker:
1.1 Masker bedah

 Masker yang digunakan saat pembedahan di kamar operasi, poli gigi,


poli bedah, VK

 Di ganti bila basah atau selesai pembedahan

 Masker harus bisa menutupi hidung, muka bagian bawah, rahang dan
semua rambut muka

 Digunakan untuk menahan tetesan keringat yang keluar sewaktu


bekerja ,bicara, batuk atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan
darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung
atau mulut.
1.2 Masker khusus

 Digunakan pada saat penanganan pasien, air bone disease, pasien


yang mendapatkan imunosupresan atau petugas atau pasien yang sakit
batuk.

 Digunakan untuk pencegahan penyakit H5N1,TBC di ruang isolasi.

 Karena saat ini rumah sakit belum memiliki masker N95 maka untuk
penggunakan diruang isolasi TBC menggunakan masker bedah
rangkap 2.

1.3 Masker biasa.

 Digunakan dalam keiatan sehari- hari kegiatan yang menimbulkan bau


(saat pengelolaan sampah,kamar mandi,ipal dll)

 Digunakan saat menderita batuk pilek.


 Dugunakan saat timdakan perawatan yang menimbulkan bau (personal
higiene,Membantu Bab,Bak,perawatan luka)

3) Gogless (kacamata)

 Digunakan untuk melindungi dari cipratan darah atau cairan tubuh lainnya yang
terkontaminasi. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yang jernih, kacamata
pengaman, pelindung muka dan visor.

 Digunakan untuk prosedur bedah dan kemoterapi,mengosongkan drinage.

4) Apron (Clemek)

 Apron steril digunakan untuk prosedur pembedahan atau yang beresiko terjadi
cipratan atau kontak dengan cairan tubuh pasien.

 Digunakan untuk melindungi dari cairan atau bahan kimia di ruang linen , dapur,
IPAL, Laboratorium, VK.
 Saat menangani pencucian peralatan bekas digunakan pasien
(instrumen,urinal,pispot,bemgkok dll)

5) Gaun.
a) Tujuan :

Melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan
tubuh lainnya yang dapat mencemari baju.

b) Jenis Gaun :
 Gaun pelindung tidak kedap air.
 Gaun pelindung kedap air.
 Gaun steril.
 Gaun non steril.
c) Indikasi penggunaan gaun :
 Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran
/kontaminasi pada pakaian petugas seperti ;

 Seperti membersihkan luka bakar.

 Tindakan drainage.

 Menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC


atau Toilet.

 Menangani pasien perdarahan masif.

 Tindakan bedah.

 Perawatan gigi.

 gaun segera diganti jika terkontaminasi cairan tubuh pasien.


6) Pelindung kaki
a. Tujuan :

Melindungi kaki petugas dari tumpahan /percikan darah atau cairan tubuh lainnya
dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhann alkes.

b. Digunakan dalam operasi dan menolong persalinan>


c. Terbuat dari plastik yang menutupi seluruh ujung dan telapak kaki digunakan
untuk melindungi kaki dari:
a) Cairan atau bahan kimia yang berbahaya
b) Bahan atau peralatan yang tajam
7) Topi (penutup kepala)

 Digunakan untuk melindungi rambut dan kepala dari cairan tubuh atau bahan
berbahaya.

 Mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas
terhadap alat-alat di daerah steril dan juga sebaliknya melindingi kepala petugas
dari bahan – bahan berbahaya dari pasien.

 Digunakan saat melakukan tindakan yang memerlukan area steril yang luas
(operasi,pemasangan kateter vena sentral.)

8) Helm

 Terbuat dari plastik

 Digunakan untuk melindungi kepala dan digunakan pekerjaan yang berhubungan


dengan bangunan.

9) Kegiatan lainya tentang kapan kebersihan tangan dan penggunaan alat pelindung
dilakukan ?
No. Kegiatan Cuci Sarung Jubah/ Masker/
tangan tangan Celemek Google
Steril biasa
Perawatan umum

1. Tanpa luka
 Memandikan / √ √
bedding
 Reposisi √ √
2. Luka terbuka
 Memandikan / √ √ K/P
bedding
 Reposisi √ √ K/P
3. Perawatan perianal √ √ √
4. Perawatan mulut √ √ K/P K/P
5. Pemeriksaan fisik √ K/P
6. Penggantian balutan
 Luka operasi √ √ K/P K/P
 Luka decubitus √ √ K/P K/P
 Central line √ √ K/P K/P
 Arteri line √ √ K/P K/P
 Cateter intravena √ √ K/P K/P
Tindakan Khusus.

7. Pasang cateter urine √ √ K/P K/P


8. Ganti bag urine / ostomil √ √ K/P K/P
9. Pembilasan lambung √ √ K/P K/P
10. Pasang NGT √ √ √ K/P
11. Mengukur suhu axilia √ K/P
12. Mengukur suhu rectal √ √
13. Kismia √ √ K/P K/P
14. Memandikan jenazah √ √ K/P K/P
Perawatan saluran nafas

15. Tubbing ventilator √ √ K/P


16. Suction √ √ K/P √ K/P
17. Mengganti plaster ETT √ √ K/P √ K/P
18. Perawatan TT √ K/P √√
19. PF dengan stethoscope √ K/P
20. Resusitasi √ √ √ √√
21. Airway management √ √ √
Perawatan Vasculer

22. Pemasangan infuse √ Lebih √ K/P K/P


baik
23. Pengambilan darah vena √ Lebih √ K/P K/P
baik
24. Punksi arteri √ Lebih √ K/P K/P
baik
25. Penyuntikan IM / IV / SC √ √
26. Penggantian botol infuse √
27. Pelesapan dan penggantian √ √
selang infuse
28. Percikan darah / cairan tubuh √ √ √
29. Membuang sampah medis √ √ √
30. Penanganan alat tenun. √ √ √ K/P

4. Sterilisasi
Adalah membunuh semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial Adala
Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan suatu otoklaf atau dry heat dengan
menggunakan oven adalah metode yang paling tersedia saat ini yang digunakan untuk
proses sterilisasi.

Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang paling murah dan
efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum
2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi
instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.
Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi dengan sebuah
sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya
sebagai sumber panas.

Kondisi Standar Sterilisasi Panas

Sterilisasi uap (Gravitas): Suhu harus berada pada 121ºC; tekanan harus berada pada 106
kPa; 20 menit untuk alat tidak terbungkus 30 menit untuk alat terbungkus. Atau pada
suhu yang lebih tinggi pada 132ºC, tekanan harus berada pada 30 lbs/in²; 15 menit untuk
alat terbungkus.

Catatan: Setting tekanan (Kpa atau lbs/in²) dapat agak berbeda bergantung pada
sterilisator yang digunakan. Bila mungkin, ikuti anjuran pabrik.
Panas kering:

 170ºC selama 1 jam (total cycle time-meletakkan instrumen-instrumen di oven,


pemanasan hingga 170ºC, selama 1 jam dan kemudian proses pendinginan 2-2,5 jam),
atau

 160ºC selama 2 jam (total cycle time dari 3-3.5 jam).

Ingat:

 Waktu paparan mulai hanya setelah sterilisator telah mencapai target

 Jangan memuat sterilisator untuk alat tidak terbungkus dengan metode ini lebih
pendek, hanya butuh waktu 4 menit. Metode kilat ini biasanya digunakan untuk alat-
alat individual.

1) Kegiatan di unit CSSD :


a. Unit CSSD berada diinstalasi kamar operasi
b. Jam penerimaan bahan yang akan disteril lagi dari ruangan
 Pagi pukul 07.00-08.00 WIB
 Siang pukul 14.00 -15.00 WIB
c. Ruangan CSSD terdiri dari 4 area, seperti yang terlihat pada. Area ini adalah:
a) area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor”,
Di area ini, peralatan kotor diterima, dibongkar dicuci, dibilas dan
dikeringkan.
Area penerimaan/pembersihan “hal-hal kotor” harus memiliki:

 sebuah konter penerimaan;1

 dua sinks bila mungkin (satu untuk membersihkan dan satu untuk membilas)
dengan suplai air bersih; dan

 sebuah konter peralatan yang bersih untuk pengeringan


b) area kerja “bersih”

Di area kerja bersih, peralatan bersih:

 diperiksa barangkali ada catat atau kerusakan;

 dipak (bila terindikasi), baik disterilisasi maupun DTT; dan

 dikirim untuk disimpan seperti dalam bentuk dipak atau diangin-anginkan


untuk dikeringkan dan dimasukkan dalam wadah steril atau DTT.

Area kerja bersih harus mempunyai:

 meja besar;

 rak-rak penyimpanan peralatan bersih dan yang sudah dipak; dan

sterilisator uap tekanan tinggi, oven panas tinggi, steamer, atau boiler.

c) area penyimpanan peralatan bersih, dan Simpanlah peralatan bersih di area ini.
Staf CSD juga harus memasuki CSD melalui area ini. Lengkapi peralatan area
ini dengan:
rak-rak (lebih baik tertutup) untuk menyimpan peralatan bersih, dan ruangan
tersendiri

d) area penyimpanan steril atau DTT.

Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau
DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat.

 Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di


kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup lebih
baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu dan
debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses terbatas
dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)

 Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain
tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.
 Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus disimpan
dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan
15-20 cm dari dinding luar.

Area Penyimpanan Steril atau DTT

Simpanlah pak-pak yang sudah disterilisasi dan wadah tertutup yang steril atau
DTT di area ini, pisahkan dari daerah suplai steril pusat.

 Batasi akses ke area penyimpanan ini dan/atau simpanlah peralatan di


kabinet atau rak-rak yang tertutup. (Rak-rak atau kabinet yang tertutup
lebih baik karena hal ini melindungi pak-pak dan wadah-wadah dari debu
dan debris. Rak-rak terbuka dapat diterima apabila area ini punya akses
terbatas dan urusan rumah tangga dan ventilasi terkontrol.)
 Menjaga area penyimpanan tetap bersih, kering, bebas debu dan bebas kain
tiras (lint-free) sesuai dengan jadwal urusan rumah tangga reguler.
 Pak-pak dan wadah-wadah dengan peralatan steril atau DTT harus
disimpan dengan jarak 20 hingga 25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-
langit, dan 15-20 cm dari dinding luar.
 Jangan mempergunakan kardus untuk tempat penyimpanan. (Kardus
melepaskan debu dan debris serta dapat menjadi sarang serangga.)

 Buatlah tanggal dan rotasi suplai. Proses ini berfungsi sebagai peringatan
bahwa paket itu rentan atas proses kontaminasi dan menghemat ruang
penyimpanan, tetapi hal ini tidak menjamin sterilitas.

 Pak-pak akan tetap steril sepanjang integritas paket itu dipertahankan.

 Wadah-wadah steril atau DTT tetap dalam kondisi tersebut hingga dibuka.

 Barang steril dan DTT dari area ini didistribusikan

Sistem Shelf Life:


 Shelf life dari peralatan steril yang dipak terkait dengan peristiwa dan bukan
terkait dengan waktu. Sebuah peristiwa dapat membahayakan integritas dan
efektivtas pak tersebut.

Peristiwa yang dapat membahayakan atau menghancurkan sterilitas pak

 mencakup berbagai penanganan, berkurangnya integritas pak, penetrasi


kelembaban, dan kontaminasi udara.

 Sterilitas hilang ketika pak telah terkoyak di pembungkusnya, telah basah,


terjatuh di lantai, berdebu atau tidak tersegel.

 Shelf life sebuah pak steril akan bergantung pada kualitas pengepakan,
kondisi selama penyimpanan dan pengangkutan, dan jumlah penanganan
sebelum digunakan.

 Menyegel pak-pak steril di kantong-kantong plastik dapat mencegah


kerusakan dan kontaminasi.

 Sebagian besar peristiwa yang berkontaminasi terkait dengan penanganan


pak secara berlebihan atau kurang tepat. Idealnya sebuah peralatan harus
ditangani tiga kali: (1) ketika mengeluarkan dari sterilizer cart dan
menempatkan di rak penyimpanan, (2) ketika mengangkutnya ke tempat
peralatan itu akan digunakan, dan (3) ketika memilihnya dibuka untuk
digunakan.

Lima faktor yang kemungkinan besar menghancurkan sterilitas atau


membahayakan efisiensi barier bakterial atas materi yang sedang dipak
adalah:

 Bakteri di udara

 Debu

 Kelembaban

 Berlubang, pecah atau terkoyak segelnya


 Terbukanya pak tersebut.

Sebelum menggunakan peralatan yang telah disimpan, periksalah pak tersebut


untuk memastikannya tidak terkontaminasi.

Penanganan dan pengangkutan hasil sterilisasi


 Pisahkan instrumen dan peralatan lain yang bersih, steril, dan DTT dari
peralatan kotor dan peralatan yang harus dibuang. Jangan memindahkan
atau menyimpan peralatan ini bersama-sama.

 Memindahkan instrumen dan peralatan lain yang steril dan DTT ke prosedur
atau ruang operasi dengan kereta tertutup atau wadah dengan penutup
untuk mencegah kontaminasi.

 Pindahkan suplai dari seluruh karton dan kotak pengiriman sebelum


membawa suplai ini ke dalam ruang prosedur, ruang operasi, atau area kerja
CSD yang bersih. (Shipping boxes mengeluarkan debu dan menjadi tempat
bersarang serangga yang dapat mengontaminasi area ini.)

 Mengangkut suplai dan instrumen kotor ke area penerimaan/pembersihan di


CSD dengan tong sampah tertutup dan antibocor.

 Mengangkut sampah yang terkontaminasi ke tempat pembuangan dengan


tong sampah tertutup dan antibocor.

 (Untuk informasi tambahan berkenaan dengan penanganan dan pengelolaan


peralatan yang akan dibuang)

Pemeriksaan indikator mutu sterilisasi :

1. Indikator mekanik
2. Indikator Kimia
3. Indikator biologi
4. Indikator mikrobiologi
Sumber : Perkins 1983
5. Dekontaminasi
Merupakan langkah pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang
telah tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat dan
benda lain yang mungkin terkena darah atau duh tubuh. Segera setelah digunakan, alat
harus direndam di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dapat
menginaktivasi HBV, HCV, dan HIV serta dapat mengamankan petugas yang
membersihkan alat tersebut (AORN 1990; ASHCSP 1986).
Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi derajat kontaminasi
oleh kuman pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh Nyström
(1981) menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat yang tadinya
tercemar dan dari 100 mikroorganisme pada 98% alat yang telah dibersihkan dan
didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan agar alat dan benda-
benda lain yang dibersihkan dengan tangan, didekontaminasi terlebih dulu untuk
meminimalkan risiko infeksi .
Proses desinfeksi barang use yang di reuse

Proses desinfeksi alat medis dapat dikategorikan menjadi :

Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat untuk
steril,rongga,alira harus kering. tindakan
n darah -kemasan tidak invasif.
robek
-Bungkusan
harus dibuat
dengan
menghambat
bioefektif
selama
penyimpanan.
.simpan alat
steril pada area
steril guna
melindungi dari
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai

Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang


kritis dengan selaput steam/termal daerah bersih berhubungan
lendir dan dengan dan kering guna dengan
cairan melindungi dari respiratori :
desinfektan kontaminasi -LM laringeal
tingkat tinggi lingkungan mask.
-Vaginal
speculum.
-endotrakeal
non kinkin.
-probe invasif
ultrasonic
(trans vaginal
probe).
-Fleksible
*colonoscope
- Breast
pump
Non Alat yang kontak Bersihkan alat Simpan dalam -alatnon
kritis dengan kulit dengan keadaan bersih invasif
menggunakan ditempat yang equipment:
detergent dan kering * Bedpan dan
air .jika urinal.
menggunakan * Manset
desinfektan tekanan
gunakan yang darah.
compatibel * bed
*
Termometer.
* Tourniket
* Tensi meter

Desinfeksi lingkungan rumah sakit


 Permukaan lingkungan : lantai, dinding dan permukaan meja, trolly didesinfeksi
dengan detergen netral
Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfeksi
tingkat menengah
6. Kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi
Pedoman-pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi hal-hal
sebagai berikut.namun yang terbaru menyatukan universal precaution dab body substance
isolasi (BSI) menjadi kewaspadaan isolasi dengan komponen sbb :

 Pencegahan /kewaspadaan standar, diterapkan pada semua klien dan pasien yang
mengunjungi fasilitas layanan kesehatan, meliputi :

 Kebersihan tangan.

 Penggunaan APD (alat pelindung diri )

 Peralatan perawatan pasien.

 Pengendalian lingkungan.

 Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.

 Kesehatan karyawanan /perlindungan petugas kesehatan.

 Penempatan pasien.

 Higiene respirasi/etika batuk.

 Praktek menyuntik yang aman.

 Praktek untuk lumbal punksi.

KOMPONEN UTAMA DAN PENGGUNAANNYA

Komponen utama Pencegahan Baku dan penggunaannya terdapat dalam Tabel 2-1.
Penggunaan pelindung (barier) fisik, mekanik, atau kimiawi di antara
mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan kehamilan, pasien rawat
inap atau petugas layanan kesehatan, merupakan alat yang sangat efektif untuk
mencegah penularan infeksi (barier membantu memutuskan rantai penyebaran
penyakit). Contohnya, tindakan berikut memberikan perlindungan bagi pencegahan
infeksi pada klien, pasien dan petugas layanan kesehatan serta menyediakan sarana
bagi pelaksanaan Pencegahan Baku yang baru:
 Setiap orang (pasien atau petugas layanan kesehatan) sangat berpotensi
menularkan infeksi.
 Kebersihan tangan—prosedur yang paling penting dalam pencegahan
kontaminasi silang (orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang).
 Pakai Sarung Tangan (kedua tangan) sebelum menyentuh kulit yang terluka,
selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang kotor
dan sampah yang terkontaminasi, atau sebelum melakukan prosedur invasif.

7. Management Resiko PPI


Pengelolaan rumah sakit yang begitu komplek permasalahan ,memerlukan perhatian dan
tindakan yang baik .Terutama pencegahan dan pegendalian infeksi yang merupakan
acuan mutu rumah sakit,sehingga memerlukan tindakan yang baik.

Oleh sebab itu kita harus tahu dulu :

1) Resiko adalah :
 Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan
(AS/NZS 4360:2004)
 Efek ketidak pastian tujuan (ISO 3100:2009)
2) Management Resiko adalah :

 Budaya, proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang –peluang
sambil mengelola efek yang tidak diharapkan. (AS/NZS 4360:2004)
 Kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi
berkaitan dengan resiko (ISO 3100:2009)
3) Identifikasi Resiko
Adalah proses mengenal ,menemukan dan mendiskripsikan resiko .
Hal pertama yang dilakukan untuk mengelola resiko adalah mengidentifikasi
,identifikasi ini juga dibagi 2 secara Proaktif dan Reaktif.
a. Identifikasi secara proaktif. adalan kegiatan identifikasi yang dikakukan proaktif
mencari resiko yang menghalangi rumah sakit mencapai tujuan. Jika faktor
resikonya belum muncul dan bermanifestasi metoda yang dapat dilakukan dengan
cara, audit, brainstorming, pendapat ahli, FMEA, analisa swot.
b. Identifikasi secara Reaktif adalah kegiatan identifikasi setelah resiko muncul dan
bermanifestasi dalam bentuk insiden dan gangguan .Metoda yang digunakan adalah
pelaporan insiden.tentu saja kita akan melaksanakan prinsip identifiksi proaktif
karena belum menimbulkan kerugian.

4) Analisa Resiko .
Adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan peringkat resiko,analisa
dilakukan dengan cara menilai :
a. seberapa sering peluang resiko muncul,
b. berat ringannya dampak yang ditimbulkan

tabel

Descripsi 1 2 3 4

Jarang Intermediate Sering Selalu


terjadi

Frekuensi

Probability

Dampak

occurence

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi dikalikan tujuannya mendapatkan


peringkat sehingga dapat menentukan skala prioritas penangannnya .

Tabel.

Peringkat Resiko .

a. Ekstrim ( 15-25)
b. Tinggi (8-12)
c. Sedang (4-6)
d. Resiko rendah (1-3)

5) Evaluasi Resiko.

Adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko dengan kriteria resiko
untuk menentukan apakah resiko dan /besarnya dapat diterima atau ditolelir.
Sedangkan kriteria resiko adalah kerangka acuan untuk mendasari pentingnya
resiko dievaluasi .Dengan evaluasi resiko ini setiap resiko dilelola oleh orang
yang bertanggung jawab sesuai denga resiko ,dengan demikian tidak ada resiko
yang terlewat.

6) Penanganan Resiko

Adalah proses memodifikasi Resiko :

1. Menghindari resikodengan memutuskan untuk tidak memulai atau


melanjutkan aktivitas yang menimbulkan resiko.
2. Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapatkan peluang (lebih
baik,baik)
3. Mengubah kemungkinan.
4. Menghilangkan sumber infeksi.
5. Mengubah konsekuensi.
6. Berbagi resiko dengan pihak lain.
7. Mempertahankan resiko dengan informasi pilihan

8. Ruang Isolasi (kohorting)


Penerapan Isolasi Precaution di Rumah Sakit
Isolation precaution merupakan bagian integral dari program pengendalian infeksi
nosokomial.
Tujuan

Isolation Precaution bertujuan untuk mencegah transmisi mikroorganisme pathogen


dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya.
Karena agen dan host lebih sulit dikontrol maka pemutusan mata rantai infeksi dengan
cara Isolation Precaution sangat diperlukan.

1) Airborne Precaution
a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang mempunyai persyaratan sebagai
berikut:

 Tekanan udara kamar negative dibandingkan dengan area skitarnya.


 Pertukaran udara 6 – 12 kali/jam.
 Pengeluaran udara keluar yang tepat mempunyai penyaringan udara yang
efisien sebelum udara dialirkan ke area lain di rumah sakit.
 Selalu tutup pintu dan pasien berada di dalam kamar
 Bila kamar tersendiri tidak ada, tempatkan pasien dalam satu kamar dengan
pasien lain dengan infeksi mikroorganisme yang sama atau ditempatkan
secara kohort.
 Tidak boleh menempatkan pasien satu kamar dengan infeksi berbeda.

b. Respiratory Protection
 Gunakan perlindungan pernapasan (N 95 respirator) ketika memasuki rungan
pasien yang diketahui infeksi pulmonary tuberculosis
 Orang yang rentan tidak diberarkan memasuki ruang pasien yang diketahui
atau diduga mempunyai measles (rubeola) atau varicella, mereka harus
memakai respiratory protection (N 95) respirator.
 Orang yang immune terhadap measles (rubeola), atau varicella tidak perlu
memakai perlindungan pernafasan.
c. Patient Transport
 Batasi area gerak pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya tujuan yang
penting saja.
 Jika berpindah atau transportasi gunakan masker bedah pada pasien

2) Droplet Precaution
a. Penempatan Pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila pasien tidak mungkin di kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
 Bila hal ini tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan jarak 3 ft dengan
pasien lainya
b. Masker
 Gunakan masker bila bekerja dengan jarak 3 ft
 Beberapa rumah sakit menggunakan masker jika masuk ruangan
c. Pemindahan pasien
 Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar pasien, kecuali untuk
tujuan yang perlu
 Untuk meminimalkan penyebaran droplet selama transportasi, pasien
dianjurkan pakai masker

3) Contact Precaution
a. Penempatan pasien
 Tempatkan pasien di kamar tersendiri
 Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan pasien secara kohart
b. Sarung tangan dan kebersihan tangan.
 Gunakan sarung tangan sesuai prosedur
 Ganti sarung tangan jika sudah kontak dengan peralatan yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme
 Lepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan
 Segera kebersihan tangan dengan antiseptic / antimicrobial atau handscrub
 Setelah melepas sarung tangan dan kebersihan tangan yakinkan bahwa tangan
tidak menyentuh peralatan atau lingkungan yang mungkin terkontaminasi,
untuk mencegah berpindahnya mikroorganisme ke pasien atau lingkungan
lain.
c. Gaun
 Pakai gaun bersih / non steril bila memasuki ruang pasien bial diantisipasi
bahwa pakaian akan kontak dengan pasien, permukaan lingkungan atau
peratalan pasien di dalam kamar atau jika pasien menderita inkontaneia, diare,
fleostomy, colonostomy, luka terbuka
 Lepas gaun setelah meninggalkan ruangan.
 Setelah melepas gaun pastikan pakaian tidak mungkin kontak dengan
permukaan lingkungan untuk menghindari berpindahnya mikroorganisme ke
pasien atau lingkungan lain
d. Transportasi pasien
 Batasi pemindahan pasien dan transportasi pasien dari kamar, hanya untuk
tujuan yang penting saja. Jika pasien harus pindah atau keluar dari kamarnya,
pastikan bahwa tindakan pencegahan dipelihara untuk mencegah dan
meminimalkan resiko transmisi mikroorganisme ke pasien lain atau
permukaan lingkungan dan peralatan.

Peralatan Perawatan Pasien

 Jika memungkinkan gunakan peralatan non kritikal kepada pasien sendiri, atau secara
kohort
 Jika tidak memungkinkan pakai sendiri atau kohort, lakukan pembersihan atau desinfeksi
sebelum dipakai kepada pasien lain.
Recommendation Isolation Precaution

“administrative Controls”

a) Pendidikan
Mengembangkan system pendidikan tentang pencegahan kepada pasien, petugas, dan
pengunjung rumah sakit untuk meyakinkan mereka dan bertanggung jawab dalam
menjalankanya.

Adherence to Precaution (ketaatan terhadap tindakan pencegahan)

b) Secara periodic menilai ketaatan terhadap tindakan pencegahan dan adanya perbaikan
langsung.

Dengan mengelompokan satu jenis penyakit berdasarkan cara penularannya :


a) Setiap pasien yang menular harus dirawat di ruang isolasi tersendiri.
b) Saat ini RS HELSA Cikampek belum memiliki ruang isolasi tersendiri, kedepannya
akan direncakan untuk pengadaan ruang isolasi pasien menular yang sesuai ketentuan
,untuk merawat pasien ,RS HELSA Cikampek menggunakan cara Pengelompokan
(Kohorting ) pasien menular TBC, diare berat, varicella perdarahan tak terkontrol,
luka lebar dengan cairan keluar.
c) Setiap pasien harus memakai masker bedah (surgical mask rangkap 2) atau masker
N 95 (bila mungkin) pada saat petugas berada diruangan tersebut. Ganti masker setiap
4-6 jam dan buang di tempat sampah infeksius. Pasien tidak boleh membuang ludah
atau dahak di lantai – gunakan penampung dahak/ludah tertutup sekali pakai
(disposable)
d) Setelah selesai melakukan tindakan jas tersebut harus dilepaskan dengan hati-hati dan
masukkan kedalam tempat tertutup dilengkapi dengan laundry bag yang berlabel
ISOLASI. Tempat tersebut diletakkan di dekat pintu keluar ruang isolasi. Setelah itu
petugas harus kebersihan tangan di dalam ruang isolasi.
e) Setiap ruang isolasi harus dilengkapi dengan peralatan:
 Termometer
 Stetoskop
 Tensimeter
 Wadah/bed pan (jika tidak ada kamar mandi sendiri)
 Tempat pembuangan limbah infeksius:
 Jas
 Instrumen
 Sampah termasuk sisa makanan, alat makan
 Fasilitas kebersihan tangan di dalam ruang kohorting
 Barrier atau penghalang .
 APD yang sesuai.

9. Pengelolaan kebersihan lingkungan Rumah Sakit


Pengelolaan rumah tangga meliputi pembersihan umum rumah sakit dan klinik, yang
meliputi lantai, dinding, alat-alat, meja, dan permukaan lain. Maksud pengelolaan rumah
tangga adalah :

 mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat menulari pasien, tamu, staf, dan
masyarakat sekitar,

 mengurangi risiko kecelakaan, dan

 mengupayakan lingkungan yang bersih dan menyenangkan untuk pasien dan staf

Umumnya ruangan-ruangan di rumah sakit dan klinik, seperti ruang tunggu dan kantor
administrasi, tergolong risiko rendah sehingga cukup dibersihkan dengan sabun dan air.
Sedangkan beberapa ruangan seperti toilet/WC, pembuangan darah atau duh tubuh lain,
tergolong risiko tinggi memerlukan disinfektan seperti klorin 0.5% atau fenol 1% yang
ditambahkan pada larutan pembersih (SEARO 1988). Penggunaan disinfektan selain
sabun dan air dianjurkan pula di ruangan-ruangan seperti ruangan operasi, kamar pulih,
dan ruang perawatan intensif

10. Peralatan yang single use yang di Re-use


Dengan berkembangnya teknologi dan tuntutan patient safety, maka peralatan yang
digunakan baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi keselamatan
pasien.Hal ini terkait kontaminasi yang ditimbulkan jika digunakan kembali , oleh sebab
itu dilakukan aturan peralatan yang use dan re-use sbb;

1) Peralatan yang use (sekali pakai)


 Berupa benda tajam
 Yang bersentuhan langsung dengan cairan tubuh pasien
 Yang penggunaannya dilakukan secara septic.
 Dibagi menjadi peralatan kritikal, semi kritikal dan non kritikal.

Kategori Alat-alat medis :

Tingkat Penerapan Proses Penyimpanan Contoh alat


resiko
Kritis Alat yg Sterilisasi Sterilisasi harus -Alat yang
masuk,penetrasi steam,sterad dijaga : digunakan
dalam jaringan atau DDT -bungkusan alat untuk tindakan
steril,rongga,aliran harus kering. invasif.
darah -kemasan tidak -endoskopidan
robek assesoris yang
-Bungkusan dipakai dlm
harus dibuat tindakan
dengan invasif:
menghambat - alat ERCP
bioefektif -Laparoskopi
selama - Broncoskopi
penyimpanan. - instrument
.simpan alat bedah/operasi
steril pada area
steril guna
melindungi dari
kontaminasi
lingkungan.
-Alat steril yang
tidak dibungkus
harus segera
dipakai

Semi Alat yang kontak Sterilsasi Simpan pada Alat yang


kritis dengan selaput steam/termal daerah bersih berhubungan
lendir atau dengan dan kering guna dengan
cairan melindungi dari respiratori :
desinfektan kontaminasi -LM laringeal
chlorine 0,5 lingkungan mask.
% -Vaginal
speculum.
-endotrakeal
non kinkin.
-probe invasif
ultrasonic (trans
vaginal probe).
-Fleksible
endocopes:
*colonoscope
*sigmoideskope
- Breast pump
Non Alat yang kontak Bersihkan Simpan dalam -alatnon invasif
kritis dengan kulit alat dengan keadaan bersih equipment:
menggunakan ditempat yang * Bedpan dan
detergent dan kering urinal.
air .jika * Manset
menggunakan tekanan darah.
desinfektan * bed
gunakan yang * Termometer.
compatibel * Tourniket
* Tensi meter
* Pot obat
pasien.
* kontainer
darah

Batas penggunaan alat medis

Alat medis Frekuensi Dengan Proses kontrol


penggunaan melihat
ulang&proses
Laringeal 40x 1. Catat jumlah re-use
mask steam pada kartu
pemeliharaan .
2. Setelah 40x alat
langsung dibuang.
3. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Nasal 5x 4. Catat jumlah re-use
spray steam pada kartu
pemeliharaan .
5. Setelah 40x alat
langsung dibuang.
6. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Endotracea 40x 7. Catat jumlah re-use
tube non steam pada kartu
kinkin pemeliharaan .
8. Setelah 40x alat
langsung dibuang.
9. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Respiratory 30x 10. Catat jumlah re-use
valve steam pada kartu
pemeliharaan .
11. Setelah 30x alat
langsung dibuang.
12. Bila alat rusak
sebelum waktunya
segera dibuang
Beast
pump

3. hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi

a. Alat instrumen yang dapat disterilisasi ulang adalah :


a) Fisik peralatan setelah proses sterilisasi ulang peralatan tidak berubah
keutuhan, fungsional, baik perubahan fisik, kimia biologis.
b) Proses pembersihannya mampu menjamin membersihkan semua jenis kotoran
biologis dari setiap pemakaian yang sebelumnya dan peralatan bebas dari zat
Pyrogenis, Tes Pyrogenisitas dari pabrik
c) Bahan yang digunakan tidak menimbulkan zat toksik akibat reaksi kimia
dengan pelarut atau zat pembersih
d) Produsen alat yang bersangkutan menerapkan siklus-siklus peralatan
bersertifikat yang merupakan cara-cara yang telah ditentukan dan diabsahkan
untuk pemastian kesterilan, uji-uji untuk keutuhan kemasan, pemeriksaan dan
pengendalian prosedur dengan pencatatan pemakaian alat tersebut
b. Semua permohonan untuk memakai kembali peralatan disposible/Re-use atau
sekali pakai saja harus tercatat, diketahui dan disetujui oleh PPI (ICN) RS
HELSA Cikampek untuk memungkinkan pengembangan protokol langkah demi
langkah untuk proses ulang
c. Tidak ada peraturan dan undang-undang untuk indonesia dan prosedur untuk
menangani alat-alat yang sudak kadaluarsa, hal ini akan dikonsultasikan ke
HICMR sesuai dengan kondisi

11. Pengelolaan linen


Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk
mengumpulkan, membawa, dan memilih (menyortir) linen kotor dan membinatu
(mencuci, mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan
mendistribusikannya. Memproses linen secara aman dari berbagai sumber adalah suatu
proses yang rumit. Prinsip-prinsip dan langkah-langkah utamanya tercantum dalam Staf
yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa dan memilih linen kotor harus sangat
berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah tangga
untuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk pecahan gelas
. Staf yang bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus memakai sarung
tangan utiliti, alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet.

12. Pengelolaan Lingkungan dan bangunan


Upaya pengendalian lingkungan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk dapat
mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS
dengan cara :

 Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari lingkungan


kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana kesehatan
sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan mempertimbangkan cost efektif
 Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman
 Mencegah terjadinya kecelakaan kerja

Ruang lingkup pengelolaan lingkungan :


a. KONSTRUKSI BANGUNAN
b. UDARA
c. AIR
d. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
e. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN DI R.GIZI
f. PEMBERSIHAN DI RUANG LAUNDRY

Konstruksi dan renovasi bangunan harus memperhatikan .

1) Pengertian
Cara melakukan perubahan bentuk, penambahan ruangan pada lokasi tertentu
yang meliputi design interior, eksterior, civil dan medical.

Definisi dari kegiatan konstruksi :


Tipe kegiatan renovasi ada 4 type :
a. Tipe A pemeriksaan dan kegiatan pemeliharaan umum.
Termasuk namun tidak terbatas pada: penghapusan ubin langit-langit untuk
inspeksi visual (terbatas pada 1genteng per 5 m2), lukisan (tetapi tidak
pengamplasan); mencakup instalasi dinding; kerja trim listrik; pipa kecil; setiap
kegiatan yang tidak menghasilkan debu atau memerlukan pemotongan dinding
atau akses ke langit-langit selain untuk inspeksi visual.

b. Tipe B skala kecil dan jangka pendek,yang menghasilkan debu sedikit.


Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, instalasi pemasangan kabel telepon dan
komputer, akses ke ruang chase,memotong dinding atau langit-langit di mana
migrasi debu dapat dikendalikan.

c. Tipe C kerja apapun yang menghasilkan debu sedang atau tingkat


tinggi.Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pembongkaran atau penghapusan
komponen bangunan built-in atau rakitan, pengamplasan dinding untuk lukisan
atau mencakup dinding, meliputi penghapusan lantai / wallpaper, ubin dan
casework langit-langit, konstruksi dindingbaru, ductwork kecil atau pekerjaan
listrik di atas langit- langit, kegiatan pemasangan kabel utama.
d. Tipe D penghancuran besar dan proyek konstruksi
Termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penghancuran berat, penghapusan
sistem plafon yang lengkap, dan konstruksi baru.

2) Tujuan.
Menurunkan terjadinya kontaminasi infeksi yang diakibatkan pembangunan dan
renovasi bangunan.

3) Kebijakan
a. Identifikasi kelompok resiko renovasi bangunan.

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4


Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi
 Area  Perawatan  UGD
kantor pasien dan  Radiology  Area klinis
 Tanpa tidak tercakup  Recovery  Kamar
pasien/ dalam Grup 3 Rooms Operasi
area atau 4  Ruang  Kamar
resiko  Laundry Maternitas / prosedur
rendah  Kantin VK invasif pasien
yang tidak  Manajemen  Kamar bayi rawat jalan
terdaftar Material  Lab  Area
dimanapu  Penerimaan/Pe Microbiolog Anastessi &
n mulangan i pompa
 Laboratorium  Farmasi jantung
tidak spesifik  Semua
seperti Grup Intensive Care
3Koridor Unit (kecuali
Umum (yang yang tertulis
dilewati pasien, di Grup 4)
suplai, dan
linen)

b. Pedoman kontrol infeksi.

Kelas I - Jalankan pekerjaan dengan metode untuk meminimalkan


peningkatan debu dari operasi konstruksi
- Mengganti genteng langit-langit untuk inspeksi visual
secepatnya
Kelas II - Penyediaan aktif berarti untuk mencegah debu udara
menyebaran ke atmosfir
- Segel pintu yang tidak digunakan dengan lakban.
- Konstruksi yang mengandung limbah sebelum ditransportasi
harus dalam wadah tertutup rapat.
- Pel basah / atau vakum dengan vakum HEPA ber-filiter.
- Tempatkan lap kaki di pintu masuk dan keluar dari area kerja
dan mengganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi proses
kerja.
- Isolasi sistem HVACdi daerah mana pekerjaan yang sedang
dilakukan/kohort dengan tekanan negatif
- Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek selesai.
Kelas III  Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan
tengah dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari
sistem saluran.
 Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum
konstruksi dimulai.
 Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja
menggunakan unit ventilasi saringan HEPA atau metode
lain untuk mempertahankan tekanan negatif.
Keselamatan umum akan memonitor tekanan udara
 Jangan menghilangkan barriers dari area kerja sampai
proyek lengkap dibersihkan.
 Pel basah atau vakum dua kali per 8 jam periode kegiatan
konstruksi atau sesuai yang diperlukan dalam rangka
untuk meminimalkan jejak.
 Singkirkan bahan penghalang dengan hati-hati untuk
meminimalkan penyebaran kotoran dan puing-puing
yang terkait dengan konstruksi. Bahan barrier harus
diusap basa, Vakum dengan menggunakan HEPA atau
berikan kabut air agar lembab sebelum disingkirkan.
 Tempatkan limbah konstruksi dalam wadah tertutup rapat
sebelum ditransportasi.
 Tempatkan keset kaki di pintu masuk dan keluar dari area
kerja dan diganti atau dibersihkan saat tidak ada lagi
aktifitas kerja
 Usap casework dan permukaan horizontal saat proyek
telah selesai.
Kelas IV - Isolasi sistem HVAC di wilayah di mana pekerjaan tengah
dilakukan untuk mencegah kontaminasi system saluran.
- Lengkapi semua barriers pembangunan sebelum konstruksi
dimulai.
- Jaga tekanan udara negatif dalam tempat kerja menggunakan
unit ventilasi saringan HEPA atau metode lain untuk
mempertahankan tekanan negatif. Keselamatan umum akan
memonitor tekanan udara
- Beri segel pada luban, pipa, saluran dan tusukan untuk
mencegah migrasi debu.
- Bangun anteroom dan mengharuskan semua personil melewati
ruangan. Pel basah atau vakum HEPA anteroom tiap hari.
- Selama pembongkaran, kerja yang menghasilkan debu atau
bekerja di langit-langit, sepatu sekali pakai dan baju harus
dipakai dan dibuang di anteroom ketika meninggalkan area
kerja.
- Jangan menghilangkan barriers dari area kerja hingga selesai
proyek dibersihkan
- Singkirkan bahan penghalang hati-hati untuk meminimalkan
penyebaran kotoran dan puing-puing yang terkait dengan
konstruksi.

13. Antibiogram
Dengan pemeriksaan kultur akan didapatkan hasil resistensi kuman terhadap antibiotika
yang digunakan untuk menentukan pola kuman rumah sakit

14. Pengelolaan bahan atau obat kadaluwarsa


Bekerja sama dengan farmasi dalam melakukan pengawasan obat atau bahan yang telah
kadaluwarsa

15. Upaya pencehan dan kesehatan karyawan


Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat kerja, juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan lain.

Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
terinfeksi apa saja dan status imunisasinya, imunisasi yang dianjurkan hepatitis B, bila
memungkinkan haemophilus influenza campak, tetanus, difteri, rubella, mantoux test.
Alur pasca pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV, HBV, HCV.

Pedoman ini merupakan strategi preventif terhadap infeksi yang didapatkan dari rumah
sakit.meliputi :
a. Monitoring dan suppprt kesehatan petugas.
b. Edukasi pada seluruh staf rumah sakit tentang PPIRS
c. Vaksinasi dan imunisasi bila dibutuhkan .
d. Menyediakan antivirus profilaksis.
e. surveilens ILI mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran napas akut dari manusia
ke manuasia.
f. terapi dan follow up
g. Rencanakan pertugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran resiko bila terkena
infeksi.
h. upayakan support psikososial.

1) Tujuan:
a. Menjamin keselamatan petugas dilingkungan rumah sakit.
b. Memelihara kesehatan petugas kesehatan.
c. Mencegah KLB.

Unsur yang dibutuhkan .

a. petugas yang berdedikasi.


b. SPO yang jelas dan tersosialisi dengan baik.
c. Koordinasi yang baik antar unit.
d. Penanganan pasca pajanan infeksius.
e. Pelayanan konseling dan privasi.

Pelaksanaan :
a. Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi hepatitis B, iminisasi
masal dan diulang tiap 5 tahun pasca imunisasi .
b. Management pasca pajanan.
 tes pada pasien sebagai sumber pajanan.
 tes HBS Ag dan Anti HBs petugas.
 Pemberian immunoglobulin hepatitis B pasca pajanan sebelum 48 jam
2) Evaluasi

a. dilakukan sebelum dan sesudah pajanan.


b. Status imunisasi .
c. Riwayat kesehtan yang lalu.
d. Terapi saat ini.
e. Pemeriksaan fisik.
f. Pemerisaan lab dan radiologi.
g. Edukasi :
 SPO PPI
 Kewaspdaan isolasi
 Kewaspadaan transmisi
h. Pelaporan yang meliputi :
 Informasi resiko ekspos.
 Alur mangemen dan tindak lanjut.
 Penyimpanan data
Pajanan dan tindakan :

Pajanan dan tindakan :


a. Virus H5N1

Bila terjadi pajanan diberikan oseltaivir 2x 75 mg selama 5 hari.

b. Virus HIV.

Resiko terpajan 0,2 – 0,4 % per injuri.Profilaksis diberikan dalam waktu 4 jam
pasca pajanan dengan pemberian ARV, AZT, 3TC dan Indinavir sesuai
pedoman.pasca pajana harus dilakukan pemeriksaan HIV seroologidan dicatat
sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutan nya.

c. Virus Hepatitis B.

Resiko terpajan Hepatitis B 1,9-40 % per pajanan, segera pasca pajanan dilakukan
pemeriksaan ,dapat terinfeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg.
3) Berikut tata laksana penyakit menular dan pencegahannya :

Peny Masa Menular Cara transmisi Kewaspad Masa Tindakan


akit inkuba selama/ virus aan yang petugas
si shedding perlu diliburkan/
dijalankan tindakan
Abses Selama luka kontak Kontak konserfatif
mengeluarkan
cairan tubuh
Acine Luka bakar Flora N kulit Standar
tobact yang di manusia, mukus dan kontak
er hydroterapi menbran dan
baum tanah. Bertahan
anii di tempat
lembab dan
kering sampai
berbulan,
menular melalui
peralatan rawat
respirasi, tangan
petugas,
humidifier,
stetoscop,
termometer,
matras, bantal,
prmk TT, mop,
gorden, tempat
mandi luka
terbuka
Aden 6-9 hari Sekret saluran Droplet, Konserfatif
ovirus nafas kontak
type
1-7
Asper Infeksi jar Inhalasi stadium Kontak dan
gilosi luas dengan airbone, conidia airbone
s cairan
berlebihan
candi Standar,
diasis kontak
Chla Standar,
midia kontak,
C termasuk
tracho seksual
matis
Cong Sampai umur Kontak dengan Standar, Restriksi 7
enital 1 tahun bahan nasofaring kontak hari
rubell dan urin
a
Conju 5- 12 14 hari stl Kontak dengan Kontak Sampai mata Pengobatan
ngtivi hari onset tangan, alat standar tidak kluar
tis terkontaminasi kotoran
*aden
ovirus
type 8
Camp 5-21 3-4 hr stl Droplet yang Transmisi Restriksi 7 Pengobatan
ak hari bercak timbul besar (kontak udara hari setelah simtomatik
mel dekat) & udara bercak merah
nasofaring timbul (yg
imun) 5hr stl
ekspos- 21 hr
stl ekspos
Camp Standar
ilobac
ter
Closrt kontak
idium
diffici
le
Cyto Tidak Tahan di Kontak dg Standar Tidak perlu
megal diketah lingkungan sekresi &eksresi hand
o ui dlm wkt : saliva dan urin hygiene
virus pendek
Difter Sekresi dr mulut Droplet, Sampai Pengobatan
ia mengandung c kontak terapi simtomatik dan
difteriae antibiotika virus.
telah lengkap Minum eritromicin
dan sampai 2 3x 1 tb sampai 7
kultur hari
berjarak 24
jam
dinyatakan
negatif, perlu
imunisasi
tiap 10 tahun
Gastr Kontak px, Standar Tidak
oenter konsumsi atau kontak mengolah
itis makanan/ air makanan sp
*salm terkontaminasi 2x jarak
onella 24jam kultur
*shin feses negatif
gella
*yent
erocol
itica
Glard Feses Kontak
ia
lambi
lia

Hepat 15- 50 2 minggu, Fekal oral Standar Libur di area Vaksinasi hepatitis
itis A hari kadang2 sp 6 melalui feses perawatan/ a
bulan pengolahanm
(prematur) akanan,i
minggu
setelah sakit
kuning
imunisasi
paksa ekspos
Hepat B:6- Akut atau Perkutaneus Standar Tidak perlu -segera periksa
itis 24mgg kronik dg mukosa, kulit yg dibatasi smp HbsAg atau
B,D D: 3-7 HbsAg positif tdk utuh kontak HbeAg HbeAg,tidak perlu
mgg dgn darah, negatif. divaksin bila
semen, cairan petugas telah
vagina, cairan mengandung Anti
tubuh yg lain HBs ≥ 10 mliu/ml
Hepat Perkutaneus Standar Restriksi
itis mukosa kulit yg sampai
C,F,G tdk utuh kontak kondisi
gdn darah, membaik
semen, cairan / sampai
vagina, cairan HceAg
tubuh yg lain negatif
Herpe 2-14 hr Asiptomatik Kontak dgn Standar, Retriksi tidak
s dpt ludah karier kontak perlu, tp
simpl mengeluarkan mengandung tangan dibatasi
ex virus virus langsung/ kontak dgn
lwt sekresi luka px
aberasi/ cairan
vesikel
HIV Perkutaneus Standar Kurang dari 4 jam
mukosa, kulit yg paska pajanan
tdk utuh kontak
dgn darah, -diberikan arv,azt
semen, cairan dan 3 tc.
vagina, cairan -dilakukan
yubuh yg lain pemeriksaan
HIVserologi dan
menitor setelah 3
bln,9bln,11 bln
Helic Standar
obact
er
pylori
MDR Kontak luka Kontak
O
(MRS
A,
VRE,
VISA
,
ESBL
, Srep
pneu
monia
Influe 1-5hr Infeksius pd Airbone, kontak kontak Vaksinasi pd
nsa 3hr pertama langsung/ petugas yg
sakit.Virus droplet dgn rentan.
dpt sekresi saluran Amantadin
dikeluarkan napas untuk kontak
sblm gejala dgn influensa
timbul smp A
7hr stlh
dimulai sakit,
lebih panjang
pd anak dan
orang
Hemo Standar
philus droplet
Influe
nzae
Dewa
sa
Anak

Batuk non Droplet sekret Kontak


Huma produktif, respirasi Droplet
n kongesti nasal
Meta whezing,
pneu bronkhiolitis,
mo pneumonia
virus pada anak
(HMP + 11,5 tahun
V)
Novir 12-48 Diare, KLB Makanan, air Kontak,
us jam terkontamibasi makanan,
feses air
N 2-10 hr Kontak dgn Trasmisi Libur spm -perlu profilaksis
menin sekret saluran mel droplet 24jam stlh dgn Rif2x600 mg
gitis napas terapi paska selama 2 hari ,dan
ekspos. dosis tunggal
Rifampin2x6 cipro1x1,atau
00mg, 2hr; ceftriaxone 250
ciprofloxacin mg IM
1x500mg
atau
ceftriaxon25
0mg IM
Paroti 16-18hr Community Kontak dengan Trasmisi Vaksinasi
tis, (12- acquired, droplet atau droplet efektif,
Mum 25hr) virus berada langsung dgn MMR
ps dlm saliva 6- sekret sal napas, Restriksi sp
7hr sbl yi saliva, hidung 9hr stlh onset
parotitis sp dan mulut parotitis.
9hr stl onset Petugas
Px renyan : 12hr
immunokomp paska ekspos
romls pertama sp
25 hr stlh
ekspos
terakhir
Parvo 6-10hr Menular sblm Kontak dgn Transmisi Tidak perlu
virus/ bercak merah droplet besar, drolpet restriksi
B19 sp 7hr stlh muntahan
onset
Pertus 7-10 hr F catarrhal Kontak dgn Transmisi Vaksin
is sangat sekresi sal droplet sp 5 direkomen
menular napas, droplet hr umur 11-64
besar kontak menerima th petugas
dekat antibiotik dgn pertusis:
restriksi fase
catarrhal sp
mg 3 stl onst
/ 5 hr stlh tx
antibiotik
kontak saja
tidak perlu
retriksi
Pollo Nonpar Sal napas Kontak cairan Transmisi Imunisasi
myeli alitik: 1mgg stlh sal napas, benda kontak direkomenda
tis 3-6hr; gejala terkontaminasi sikan
paraliti muncul, dlm fese
k 7- feses bbrp
12hr mgg-bulan
stlh gejala
muncul
Rubel 12- Sangat Kontak dgn Transmisi 5hr stlh
la 23hr, menular saat droplet droplet dan bintik keluar
bintik bintik merah nasofaring px kontak dgn : petugas
merah keluar, virus cairan sal rentan 7hr stl
timbul lepas 1mgg napas ekspos
14-16hr sblm smp 5- pertama sp
stlh 7hr stl onset, 21hr stl
ekspos congenital ekspos
rubella bisa terakhir
melepas virus
berbulan-
bertahun2
RSV 2-8hr Orang sakit Tangan Transmisi Batasi kontak
(infek (terseri dapat terkontaminasi kontak erat dgn pasien
si ng mengeluarkan saat merawat dhn droplrt rawat dan
virus 4-6hr) virus selama pasien atau atau lingkungan
respir 3-8hr. Tp pd menyentuh aerosol bila ada KLB
atorik bisa anak 3- benda mati, partikel RSV
) 4mgg transmisi RSV kecil Restriksi
bila menyentuh sampai gejala
mata atau hidung akut hilang
MRS Kontak Strandar Retriksi
A dengan transmisi perawatan
petugas, kontak, pasien dan
mungkn dapat pengolahan
karier nares airbone makanan bila
anterior, petugas
tangan, axilla, dengan lesi
perineum, kulit basah
nasofaring, tidak perlu
orofaring retriksi bila
kolonisasi
Strept Kontak sisi Kulit, faring Standar Retriksi
ococ terinfeksi & rektum, vagina berdasar perawatan
A mensekresi transmisi pasien &
pengolahan
makanan sp
24 jam stl
mendapat
antibiotik
Tidak perlu
retriksi
petugas dg
kolonisasi
Salm Orang- orang
onella lewat fekal oral
, air/ makanan
Shing terkontaminasi
ella
Sypili Kontak langsung Kontak
s dg lesi primer
atau sekunder
sypilis
Tuber Sp 1 bl Inhalasi droplet Airbone, Sampai -petugas yg
kolosi minum OAT nuklei kontak terbukti non terexpose perlu
s (mengeluar infeksius tes mantoux bila
kan c tubuh indurasinya> 10
infeksius) mm perlu
profilaksis INH
sesuai
rekomendasi lokal
Varic Sp lesi kering Airbone, 8 hari pasca Vaksinasi varicella
ella & berkusta kontak, kontak sp 21
standar hari paska
kontak, beri
imuno
globulin IV
paska
kontak,
imunisasi
petugas
paska
pajanan
dalam 4 hari
Vibri Kontak feces
o
kolera

Zoste Tutupi lesi, Retriksi


r jangan kontak sampai lesi
*lokal dg pasien mengering
rawat dan
mengelupas
* Jangan kontak Retriksi
meny dg pasien sampai
eluru semua lesi
h atau kering dan
orang mengelupas
immu
no
komp
romai
s
* Jangan kontak Dari hr ke 10
paska dg pasien paska
pajan rawat pajanan
an pertama sp
(perso hari ke 21
n atau hr 28
yang bila di beri
rentan lagi atau
) sampailesi
kering dan
mengelupas

A. Tindakan pertama pada pasca pajanan bahan kimia atau cairan tubuh.
a. Pada mata : Bilas dengan air mengalir selama 15 menit.
b. Pada Kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit.
c. Pada Mulut : segera kumur-kumur selama 1 menit
d. Lapor ke komite PPI atau K3RS atau dokter karyawan

B. Tata laksana bila petugas terpajan sumber infeksius Hepatitis B dari jarum bekas

Orang yang terkena Sumber HbsAg (+) Sumber HbsAg (- Sumber tidak diketahui
)
Tidak divaccin HIBG 1x dan Beri vaksinHB Bila sumber merupakan resiko
diberikan vaksin HB tinggi,dapat diperlakukan sebagai
sumber HBsAg
Pernah diberi vaksin Tes untuk HBs: Tidak ada Tidak ada pengobatan
tapi tidak diketahui 1.jika titernya cukup pengobatan
serokonversinya tidak perlu perlu
terapi.
2.jika tidak cukup
titernya beri boosster
HB dalam waktu 7
hari.
Diketahui non HBIG 1x(dalam Tidak ada Jika sumbermerupakan resiko tinggi
serokonversinya waktu 72 jam)+ 1x pengobatan dapat diperlakukan sebagai sumber
dosis vaksin HbsAg (+)
HB(dalam waktu 7
hari)
Tidak diketahui Tes untuk HBs : Tidak ada Tes untuk anti HBs :
serokonversinya 1.jika (-) obat seperti pengobatan 1.jika (-) ,obati seperti non
non serokonversi. serokonversi.
2.jika titer tidak 2.jika titer tidak cukup booster
cukup HBIG 1x + vaksin HB.
booster vaksin HB 3.jika tter cukup tidak perlu diobati.
dan ulangi
pemeriksaan setelah
4 minggu.
3.Jika titer
cukup,tidak perlu
diobati
-HBIG (Human B imunoglobulin)dosis untuk dewasa 400 unit.
-Titer (antibodi) yang sudah cukup berada pada level 10 mIU/ml

C. Pengobatan jika sumber positif HIV sbb :

Orang yang Sumber positif HIV Sumber Sumber tidak diketahui


terkena negatif HIV
HIV(-) Rujuk ke dokter Tidak ada Konsultasi dengan spesilais mikrobiologi
internis aagar pengobatan /internist mungkin diobati seperti pasien HIV
mendapatkan (+),jika resiko tinggi.
nasehat.
Setelah kejadian
diketahui dari pasien
HIV (+) staf harus
dirujuk kefasilitas
post exposur
propilaksis(PEP)
dalam waktu 2 jam
setelah pajanan.
Tes ulang saat itu 6
minggu,3,6dan 12
bulan .

Saran :
Lakukan pencegahan
penularan .

Tunda proses
kehamilan selama 3
bulan.
Jangan memberikan
donor darah .

Suntikan zidovudine
selama 4 minggu
(250 mg 3x/hari)
atau 150 mg
2x/hari(untuk tablet)

Tidak perlu
pemberian
pengobatan
propilaksis

HIV (+) Tidak perlu


diobati

D. Pengobatan jika sumber (+) Hepatitis C

Orang yang Sumber HbsAg (+) Sumber Sumber tidak diketahui


terkena HbsAg (-)
Hepatitis C Berikan nasehat Tidak perlu Tidak perlu diobati konsul dokter internist jika
negatif untuk melakukan diobati perlu.
pemeriksaan 0,3,6,12
bln pemeriksaan
HVC dengan PCR
dan diperiksa LVT
untuk mengetahui
status infeksinya

Sarankan untuk
meminalkan
penularan

Tidak ada
chemopropilaksis
tersdia ,rujuk pada
dokter penyakit
menular

E. Petunjuk penggunaan ARV


1. ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam.
2. Termasuk didalamnya pajanan tehadap darah,cairan serebrospinal,semen,vagina,amnion
dari pasien dengan positif HIV.
3. Tes HIV diulang setelah 6 minggu ,3 bulan dan 6 bulan.

F. Status HIV pasien.

Pajanan Tidak diketahui Positif Positif Resiko Rejimen


tinggi
Kulit utuh Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP Tidak perlu PPP -
Mukosa/kulit Pertimbangkan Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300mg/12
tidak utuh rejimen 2 obat 2 obat 2 obat jam x 28
hari,3TC 150
mg/12 jam 28
hari
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen AZT 300mg/12
tajam solid obat. 2 obat. 3 obat jam x 28
hari,3TC 150
mg/12 jam 28
- Tusukan benda Berikan rejimen 2 Berikan rejimen Berikan rejimen hari,Lop/r
tajam berongga obat 3 obat 3 obat 400/100mg/12
jam x28 hari.

16. Pemeriksaan swab dan kultur,merupakan saran pemeriksaan swab kuman pada
a. lantai,dinding dan ,AC
b. Tangan petugas gizi dan perawat ruang rawat inap.
c. Kultur darah pada surveilens ILI
BAB II

STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi Ketenagaan.

Jenis ketenagaan menurut Peraturan Pemerintah RI tahun No .32 Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan

No Jenis tenaga Pendidikan formal sertifikat Jumlah


1 IPCO Dokter Umum PPI lanjut 1
2 IPCN D-3 PPI dasar 1/150 TT
PPI Lanjut
3 Perawat D-3 cssd 1
4 Sanitasi linen D-3 Management linen 1
5 Sanitasi gizi D-3 Management Gizi 1
6 farmasi D-3 1
7 Laborat D-3

Kualifikasi ketenagaan PPI

1. Karyawan yang berminat dalam bidang PPI.


2. Minimal pendidikan D3
3. Mempunyai sertipikat PPI (basic maupun advand)
4. Bekerja purna waktu

B. Uraian Tugas :
1. Direktur.

 Membentuk Komite dan TIM PPIRS dengan surat keputusan


 Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap penyelenggaraan
upya PPI
 Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana termasuk
anggaran yang dibutuhkan.
 Menentukan kebijakan PPI
 Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari panitia PPIRS
 Dapat menutup suatu unit perawatan /instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai saran dari PPIRS.
 Mengesahkan SPO untuk PPIRS.

2. IPCO ketua komite PPI


2.1 Kriteria IPCO ;
 Ahli atau dokter yang berminat dalam PPI
 mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI.
 memiliki kemampuan leadership.

Tugas IPCO sbb;

 Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi.


 Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilens.
 Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi antibiotika.
 Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan
deteksi dini KLB.
 Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
 Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan lain dalam merawat pasien.

3. IPCN
3.1 Kriteria IPCN :
 Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi pelatihan PPI
 Memiliki komitmen di bidang PPI
 Memiliki pengalaman sebagai kepala Ruangan atau setara.
 Memiliki kemampuan leadership,inovatif dan confident
 Bekerja purna waktu.
3.2 Uraian tugas :

 Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang


terjadi diruang perawatan.
 Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO, kepatuhan petugas dalam
menjalankan kewaspaan isolasi.
 Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia PPIRS.
 Melaksanakan pelatihan PPIRS.
 Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI
memperbaiki kesalahan.
 Memonitor kesehatan petugas sesuai gugus tugas .
 Bersama panitia menganjurkan prosedur isolasi dan memberikan konsultasi
PPI
 Audit PPI termasuk pentalaksanaan limbah, laundry, Gizi dengan
menggunakan daftar tilik.
 Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiótica yang rasional.
 Membuat laboran surveilens.
 Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip PPI.
 Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman penggunaannya.
 Melakukan pertemuan berkala termasuk evaluasi kebijakan.
 Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM PPIRS.
 Menerima laporan dari TIM PPI dan membuat laporan kepada direktur.
 Berkoordinasi dengan unit terkait lain. Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
 Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
 Menyusun dan mentapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
 Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
 Membuat SPO PPI
 Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program tersebut.

4. IPCLN
4.1 Kriteria IPCLN :
 Perawat dengan pendidikan min D3 dan memiliki sertifikasi PPI.
 Memiliki komitmen di bidang PPI
 Memiliki kemampuan leadership
4.2 Tugas IPCLN :

 Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien diruang


perawatan kemudian menyerahkan nya pada IPCN saat pasien pulang.
 Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB.
 Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan standart isolasi
 Berkoordinasi dengan unit terkait lain.Melakukan pengawasan terhadap
tindakan tindakan yang menyimpang dari SPO.
 Melakukan investigasi menetapkan dan melaksanakan infeksi bila ada KLB.
 Bekerja sama dengan TIM PPI dalam melakukan investigasi masalah KLB
(HAIs).
 Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara PPI.
 Memberi konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit .

5. Tugas Anggota laboratorium

 Melaksanakan penyuluhan dan pendidikan tentang materi materi yang berkaitan


dengan pengendalian infeksi nosokomial kepada petugas laborat.
 Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien
 Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai SPO
 Melaksanakan tugas lain dari ketua panitia pengendali infeksi nosokomial.

6. Tugas Anggota linen:

 Memisahkan linen infeksius dan non infeksius


 Melaksanakan pemeriksaan swab linen bersih.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai aturan.
 Memantau kegiatan hand higiene diruang linen.
7. Tugas Anggota gisi :

 Memantau kegiatan hand higiene diruang gizi.


 Membantu pelaksanaan pemeriksaan bahan makanan dan swab petugas gisi.
 Memantau penggunaan bahan desinfektan gizi.
8. Tugas Anggota IPSRS :

 Memantau pelaksanaan hand higiene petugas IPSRS.


 Memantau penggunaan bahan desinfektan.
 Membantu mempersiapkan uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.
 Memantau proses pembakaran incenerator.
 Menyiapkan bahan2 hasil pemeriksaan laboratorium

C. Distribusi Tenaga.
Tim PPI merupakan unit pelayanan yang melakukan kegiatan secara komprehensif dari
setiap unit pelayanan di rumah sakit ;
 IGD, Poli rawat jalan, Unit Rawat inap, Sekretariat, akuntansi, IPSRS, Gisi, lien,
farmasi, SMF ,laborat.
 ICU, (CS).
BAB III

STANDART FASILITAS

A. Fasilitas bagi petugas.


1. Denah
Ruangan PPIRS terintegrasi dengan ruangan perkantoran dengan komite lain Rumah
sakit

2. Standart Fasilitas.

No Fasilitas Jumlah
A Fisik /bangunan
Gedung perkantoran lantai 3 1

B Peralatan
Meja 1
Kursi 3
Komputer 1
Line internet 1
Almari kaca 1
Peralatan tulis 2
Buku perpustakaan PPI 10

B. Fasilitas pelayanan .
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan petugas kesehatan ,petugas
laboratorium,relawan dan pihak lain.
2. Memastikan ketersediaan perlengkapan yang diperlukan untuk menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang direkomendasikan dan tindakan-tindakan
keamanan biologis (APD)
3. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa fasilitas
tersebut telah ditetapkan .
4. Memastikan bahwa pelacakan kontak ,pembatasan dan karantina jika diperlukan
misalnya:
 Penetapan tempat khusus bagi penderita yang disolasi
 Pastikan peyanan medis,pasokan makanan, dukungan sosial dan bantuan
psikologi
 Pastikan transportasi yang memadai tersedia ke dan dari tempat tersebut (rumah
sakit /kamar jenazah)

5. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi.

6. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit


menular,dengan menyediakan lokasi diluar ugd, sebagai tempat pemeriksaan awal
,identifikasi sebagai pengobatan darurat, pasien yang perlu dirujuk untuk penatalaksaan
selanjutnya.
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

Merupakan langkah- langkah pelayanan pencegahan dan pengendalian Infeksi di masing –


masing unit kerja sbb :

A. Tata laksana pelayanan unit surveilens


1. Penanggung jawab
 IPCN
 IPCLN ruangan yang dilakukan surveilens
 Petugas laborat
2. Perangkat kerja
 Status medis
 Form survei harian PPI
 Form survei bulanan PPI
 Form PPI
3. Tata laksana pelayanan
 ICN mengumpulkan IPCLN untuk diberikan pengarahan suveilens
 ICN membagikan form survei harian ,bulanan dan form SPO
 IPCLN melakukan monitoring survei harian sesuai ruangan.
 ICN melakukan konfirmasi bila terjadi infeksi saat survei ,dan divalidasi oleh
dokter penaggungjawab pasien.
 ICN merekap hasil survei harian yang dilakukan oleh IPCLN.
 ICN melaporkan hasil survei kepada Komite PPI.
 Komite PPI melaporkan hasil surveilens kepada Direktur tembusan ke QMR
 Dan dilaporkan kepada DKK setempat
4. Tata laksana pengambilan swab dan kultur.
a. Penanggungjawab.
 ICN
 Petugas Laborat.
 Petugas yang dilakukan survei (swab tanga petugas)
 Petugas IPSRS
b. Perangkat kerja
 Status medis
 Form permintaan swab
 Ruangan perawatan
 AC
 Pasien
5. Tata laksana pelayanan
 ICN mengajukan pemeriksaan swab dan kultur pada dokter penanggung jawab
pasien, kemudian mengajukan permohonan pemeriksaan kepada petugas laborat.
 ICN dan IPCLN mempersiapkan pasien atau petugas yang akan dilakukan swab /
kultur.
 Mendampingi petugas laborat dalam melaksanakan swab atau kultur.
 Jika hasil sudah jadi maka mereka melaporkan kepada komite PPI.

6. Tatalaksana monitoring kebersihan lingkungan


a. Penanggung jawab
 ICN, IPCLN
 Petugas kebersihan (SSC)
b. Perangkat kerja
 Buku pedoman pembersihan
 Daftar bahan-bahan desinfeksi
c. Tatalaksana pembersihan
 ICN dan SSC melakukan pertemuan rutin, membahas dan evaluasi kinerja staf
SSC
 Memberikan evaluasi bahan desinfeksi yang relevan dan ramah lingkungan
 Memberikan pengarahan cara pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh
 Memberikan pengarahan cara pembersihan lantai, dinding dan ruangan
 Memberikan pengarahan pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh pasien.
 Memberikan pengarahan penggunaan APD
7. Tatalaksana Pelayanan CSSD
a. Penanggung jawab
 ICN, petugas ruangan
 Petugas CSSD
 Administrasi CSSD
 Petugas OK
b. Perangkat kerja
 Kalibrasi autoclave
 Buku expedisi sterilisasi ruangan dan CSSD
 Kertas indikator bouwie dict tes
 Indikator mekanik
 Kertas indikator kimia `
 Tabung mikro biologi
c. Tatalaksana pelayanan CSSD
 Petugas ruangan yang akan mensterilkan alat mengisi dibuku expedisi diruangan
yang bersangkutan dan buku expedisi di OK
 Petugas CSSD memberikan identifikasi peralatan atau instrumen sesuai ruangan
yang mensterilkan
 Sebelum melakukan proses sterillisasi petugas CSSD melalukan bouwie dict tes
pada mesin autoclav terlebih dahulu (untuk mengetahui kesiapan mesin autoclave
.
 Jika hasil bouwdict tes baik petugas CSSD memberikan indikator kimia pada
setiap peralatan yang akan disterilkan
 Petugas CSSD melakukan penyetirilan sesuai SPO
 Setelah selesai proses sterilisasi lihat indikator kimia, jika hasil baik lakukan
penyimpanan peralatan yang sudah steril dialmari
 Petugas ruangan yang akan mengambil sterilisasi dicocokan dengan buku
expedisi ruangan dan CSSD
 Setiap minggu petugas CSSD melakukan uji mikro biologi terhadap hasil
sterilisasi
8. Tatalaksana Linen
a. Penanggung jawab
 Petugas linen
 Petugas ruangan
b. Perangkat kerja
 Linen
 Buku penyerahan linen kotor
 Buku penyerahan linen bersih
c. Tatalaksana linen
 Petugas ruangan mengantarkan linen kotor setiap pagi
 Petugas linen mencocokan linen kotor yang diantarkan petugas ruangan ditulis
pada buku penyerahan linen kotor
 Petugas linen mengidentifikasi linen infeksius dan non infeksius
 Untuk linen infeksius dilakukan dekontaminasi dengan cairan clorin 0,5% dan
deterjen selama 10 menit
 Kemudian lakukan pencucian sesuai SPO
 Untuk linen non infeksius dilakukan pencucian sesuai.
 Penyediaan linen 2 x shift untuk menjaga ketersediaan linen
 Menyediakan kebutuhan linen seluruh Rumah Sakit.
 Swab linen bersih

9. Tatalaksana formularium antibiogram


a. Penanggung jawab
 Komite PPI
 Komite farmasi
 SMF
 Petugas laborat
b. Perangkat kerja
 Pasien yang akan dilakukan kultur
 Form surveilens PPI
c. Tata laksana
 Surveilens PPI untuk pengambilan kultur dilakukan Tiap 6 bulan .
 ICN mengajukan pemeriksaan sesuai kebijakan surveilen yang diindikasikan
untuk dilakukan pemeriksaan kultur kepada dokter penaggung jawab
 Medis memberikan advist untuk dilakukan pemeriksaan kultur pasien.
 Petugas laborat melakukan pengambilan sample dan proses selanjutnya sesuai
SPO kultur
 Bila hasil telah jadi,petugas petugas laborat memberikan hasil kepada ruangan
yang mempunyai pasien(dokter penanggung jawab ) dan kpian kepada ICN
 ICN merekap dan menganalisa hasil kultur masing – masing kegiatan.
 Hasil dibahas dikomite PPI dan selanjutnya diteruskan kepada direktur dan SMF
10. Pelayanan kesehatan karyawan.
a. Penanggung jawab
 Komite PPI
 HRD
b. Perangkat kerja
 Buku /data pemeriksaan kesehatan yang ada di HRD
 Data kesehatan karyawan.
c. Tata laksana
 HRD mengeluarkan pemberitahuan pemeriksaan kesehatan setiap hari ulang
tahun.
 Komite PPI mengidentifikasi unit yang harus dilakukan pemeriksaan kesehatan
Ruang kohort airborne : petugas dilakukan pemeriksaan TB setiap 3 bulan sekali
Ruang iko dan icu : petugas dilakukan pemeriskasaan TB, Hepatitis B setiap
tahun
Sekali.
Unit Gisi : pemeriksaan tipoid tiap 1 tahun sekali
 Karyawan melakukan pemeriksaan kesehatan yang sesuai ketentuan.
 Hasil diidentifikasi
 Bersama HRD melakukan analisa dan pencatatan kesehatan.
 Komite PPI dan HRD melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan kepada
direktur dan SMF.

11. Pelayanan renovasi bangunan


a. Penanggung jawab
 Ketua komite PPI
 IPSRS
b. Perangkat kerja
 Papan pemberitahuan sedang dilakukan renovasi bangunan
 Pemeriksaan swab lantai
 Analisa dampak lingkungan (kebisingan dan debu)
 Papan/ alat penghalang renovasi.
c. Tata laksana
 Tim pembangunan memberitahukan kepada PPI dan IPSRS bahwa akan
dilakukan renovasi bangunan.
 Bersama mengidentifikasi dampak :
 kebisingan,debu.
 Lokasi resiko ( rendah,sedang,tinggi)
 renovasi
 Melakukan isolasi kegiatan dengan memasang papan pemberitahuan renovasi,alat
penghalang disekeliling area renovasi
 Edukasi kepada staf yang melewati area pembangunan agar dimengerti.
 Setelah selesai pembangunan bagunan dibiarkan selama 1 bulan untuk mengetes
kesiapan bangunan ,selama didiamkan dilakukan tes swab lantai dan didinding
ruangan,jika hasil baik setelah periode 1 bulan ruangan boleh digunakan
Selesai renovasi

Diamkan selama
1 bln dan uji swab

Hasil baik Hasil tak baik

Ruangan siap
Desinfeksi dinding
digunakan
dan lantai dengan
larutan chlorine 0,5 %

Lakukan swab ulang

Hasil baik ruangan siap


digunakan

12. Pelayanan pembuatan ruang kohort


a. Penanggung jawab
 Ketua komite PPI
 IPSRS
b. Perangkat kerja
 Ruangan bertekanan negatif ( exhaust fan dan ventilasi)
 APD ( terutama masker bedah rangkap 3)
c. Tata laksana
 Komite PPI mengajukan pembuatan ruangan kohort kepada direktur.
 Setelah ada disposisi kepada TIM pembangunan (IPSRS)
 Dilakukan pembuatan ruangan kohort yang bertekanan negatif
 Syarat dan denah terlampir

13. Pelayanan pemeriksaan baku mutu air dan lPAL


1. Kebersihan tangan
a. Penanggung jawab
 Ketua komite PPI
b. Perangkat kerja
 Alkohol handrub
 Air mengalir
 Wastafel
 Towel
 Sabun
 Clorhexidine 2% dan 4 %
c. Tata laksana
 Penyiapan SPO kebersihan tangan dan gambar kebersihan tangan
 Edukasi pada seluruh staf rumah sakit
 Audit kepatuhan kebersihan tangan mulai dari kepala ruang,dokter,baru staf
pelaksana
 Laporan audit kebersihan tangan
BAB V

LOGISTIK

Tata cara logistik PPIRS

1. Perencanaan barang.
a. Barang rutine :
 Kertas HVS,tinta printer,bolpoint,form survei harian,form survei bulanan,form SPO
surveilens,buku tulis.
 Bahan desinfeksi
b. Barang tidak rutine :
 Proposal pemeriksaan kultur dan swab
 Pengadaan leaflet dan banner kebersihan tangan,etika batuk,pencegahan dan
pengendalian infeksi tanggung jawab bersama.
2. Permintaan barang.
a. Barang rutine disampaikan pada bagian logistik rutine rumah sakit.
b. Barang tidak rutine disampaikan terlebih dahulu pada direktur untuk dimintakan
persetujuan.
3. Penditribusian
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian infeksi meliputi :


a. Pencegahan dan Pengendalian PPI
b. Keamanan pasien, pengunjung dan petugas

B. Keselamatan dan Kesehatan kerja Pegawai Melakukan pemeriksaan kesehatan


meliputi ;
a. Pemeriksaan kesehatan prakerja
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
c. Pemeriksaan kesehatan khusus diunit beresiko :
csd,iko,icu,laboratorium,Radiologi,sanitasi gizi,linen
d. Pencegahan dan penanganan kecelakaan kerja (tertusuk jarum bekas).
e. Pencegahan dan penanganan penyakit akibat kerja
f. Penanganan dan pelaporan kontaminasi bahan berbahaya
g. Monitoring ketersediaan dan kepatuhan pemakaian APD bagi petugas
h. Monitoring penggunaan bahan desinfeksi

C. Pengelolaan bahan dan barang berbahaya


a. Monitoring kerjasama pengendalian hama.
b. Monitoring ketentuan pengadaan jasa dan barang berbahaya.
c. Memantau pengadaan, penyimpanan dan pemakaian B3

D. Kesehatan lingkungan kerja Melakukan monitoring kegiatan :


a. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit
b. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
c. Penyehatan air
d. Pengelolaan limbah
e. Pengelolaan tempat pencucian
f. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu
g. Disinfeksi dan sterilisasi
h. Kawasan Tanpa Rokok

E. Sanitasi rumah sakit Melakukan monitoring terhadap kegiatan ;


a. Penatalaksanaan Ergonomi
b. Pencahayaan
c. Pengawaan dan pengaturan udara
d. Suhu dan kelembaban
e. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan dan minuman
f. Penyehatan air
g. Penyehatan tempat pencucian

F. Sertifikasi/kalibrasi sarana, prasarana dan peralatan Melakukan pemantauan


terhadap ;
a. Program pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis dan nonmedis
b. Sertifikasi dan kalibrasi peralatan medis dan nonmedis

G. Pengelolaan limbah padat, cair dan gas


a. Limbah padat yang meliputi
a) Limbah medis/klinis
b) Limbah domestik/sampah non medis
c) Limbah infeksius
b. Limbah cair
c. Limbah gas

H. Pendidikan dan pelatihan PPI


a. Mengadakan sosialisasi dan pelatihan internal meliputi :
 Sosialisasi sistem tanggap darurat bencana.
 Pelatihan penanggulangan bencana.
 Simulasi penanggulangan bencana
 Pelatihan penggunaan APD
 Pelatihan surveilens
 Pelatihan desinfeksi dan dekontaminasi
 Pelatihan pemadaman api dengan APAR.
 Pelatihan bagi regu pemadam
 Pelatihan ( training of trainer )spseialis penanggulangan kebakaran
 Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kontaminasi B3.
 Simulasi penanggulangan bencana dan evakuasi terpadu.
b. Mengikut sertakan pelatihan K3 yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa atau Intansi
lain bagi personil K3.
c. Upaya promotif dan edukasi
 Hand higiene menjadi kebutuhan dan budaya disemua unit pelayanan.
 Kedisiplinan Penggunaan APD sesuai dengan peruntukannya
 Surveilens
 ILI
 ILO
 ISK
 VAP
 HAP
 Kepatuhan kebersihan tangan.
 Upaya promotif PPI :
 Pemasangan anjuran kebersihan tangan disetiap ruangan publik atau wastafel
 Pemasangan cara menggunakan dan melepas APD,
 Pemasangan promotif kepatuhan membuang sampah sesuai jenisnya .
 Sosialisasi PPI pada karyawan baru dan mahasiswa praktek
 Pemasangan gambar etika batuk
 Peningkatan pelayanan Pusat sterilisasi .
 Upaya pemusatan sterilisasi rumah sakit hanya di CSSD
 Penyediaan 3 indikator mutu sterilisasi
 Pembuatan ruang kohort :
 Kohort kontak infeksi
 Kohort droplet infeksi
 Kohort air borne infeksi
 Kohort imunosupresif
 Peningkatan kewaspadaan standart disemua unit pelayanan.

I. Pengumpulan, pengelolaan dokumentasi data dan pelaporan


Meliputi :

a. Mengagendakan laporan dan rencana kerja PPI


b. Mengarsipkan surat keluar dan surat masuk.
c. Mengarsipkan semua dokumen berkaitan dengan kegiatan PPI
d. Mendokumentasikan setiap kegiatan.
e. Memberikan rekomendasi berkaitan dengan PPI kepada Direksi baik diminta atau
tidak.
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

Upaya keselamatan pasien melalui kegiatan KKPRS adalah :


1. Ketepatan identifikasi pasien
1.1 Melakukan identifikasi yang benar sesuai SPO.
2. Peningkatan komunikasi efektif
2.1 Melakukan komunikasi efektif SBAR pada saat :
2.1.1 Komunikasi antar perawat
2.1.2 Komunikasi perawat dengan dokter
2.1.3 Komunikasi antar petugas kesehatan lainnya yang bertugas di Rumah Sakit Panti
Rahayu.
2.2 Menggunakan komunikasi SBAR :
2.2.1 Saat pergantian shift jaga.
2.2.2 Saat terjadi perpindahan rawat pasien.
2.2.3 Saat terjadi perubahan situasi atau kondisi pasien.
2.2.4 Saat melaporkan hasil pemeriksaan,efek samping terapi/tindakan atau
pemburukan kondisi pasien melalui telepon kepada dokter yang merawat.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai


3.1 Melaksanakan SPO Independent Double chek,Obat kewaspadaan tinggi pada obat-obat
yang termasuk dalam daftar obat HAM.
3.2 Memberikan obat sesuai dengan prinsip 6 BENAR.

4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi


5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
5.1 Melakukan pengisian formulir data pemantauan surveilens :
5.1.1 Infeksi luka infus
5.1.2 Infeksi saluran kencing
5.1.3 Infeksi luka operasi superfisial
5.1.4 VAP ( Ventilator aquired pneumonia)
5.1.5 HAP (Hospital aquired pneumonia)
5.1.6 Kepatuhan kebersihan tangan.
5.2 Melakukan pemantauan kegiatan pengendalian infeksi.
5.3 Melakukan pelaporan dan analisa kejadian infeksi.
5.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa kejadian infeksi.
5.5 Melakukan evaluasi kegiatan pengendalian infeksi .

6. Pengurangan risiko pasien jatuh.


6.1 Melakukan pencegahan pasien jatuh dengan assessment risiko dan tindak lanjut kepada
pasien yang dirawat .
6.2 Melaporkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terjadi .
6.3 Melakukan analisa sederhana terhadap kejadian KTD yang terjadi di masing-masing
unit pelayanan.
6.4 Melakukan sosialisasi hasil analisa KTD yang terjadi.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

A. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN

a. Penerapan system pencatatan dan pelaporan di RS HELSA mempunyai tujuan:


 Mendapatkan data untuk memetakan masalah – masalah yang berkaitan
dengan keselamatan pasien
 Sebagai bahan pembelajaran untuk menyusun langkah-langkah agar KTD yang
serupa tidak terulang kembali
 Sebagai dasar analisis untuk mendesain ulang suatu sistem asuhan pelayanan
pasien menjadi lebih aman
 Menurunkan jumlah insiden keselamatan pasien (KTD dan KNC)
 Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien

b. RS HELSA mewajibkan agar setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan kepada


komite keselamatan pasien rumah sakit
c. Laporan insiden keselamatan pasien di RS HELSA bersifat :
- Non punitive (tidak menghukum)
- Rahasia
- Independen
- Tepat waktu
- Berorientasi pada sistem

d. Pelaporan insiden keselamatan pasien menggunakan lembar Laporan Insiden


Keselamatan Pasien yang berlaku di RS HELSA dan diserahkan kepada Komite
Keselamatan Pasien RS HELSA Bagian/unit mencatat kejadian IKP di buku pencatatan
IKP masing-masing.
e. Laporan insiden keselamatan pasien tertulis secara lengkap diberikan kepada
komite keselamatan pasien dalam waktu :
- 1 x 24 jam untuk kejadian yang merupakan sentinel events (berdampak kematian
atau kehilangan fungsi mayor secara permanen). Apabila pelaporan secara tertulis
belum siap, pelaporan KTD dapat disampaikan secara lisan terlebih dahulu.
- 2 x 24 jam untuk kejadian yang berdampak klinis/konsekuensi/keparahan tidak
signifikan, minor, dan moderat.

f. Tindak lanjut dari pelaporan :

- Tingkat risiko rendah dan moderat : investigasi sederhana oleh bagian/unit yang
terkait insiden (5W: what, who, where, when, why).
- Tingkat risiko tinggi dan ekstrim : Root Cause Analysis (RCA) yang dikoordinasi
oleh komite keselamatan pasien.
a. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko merah
(ekstrim) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian
tersebut kepada direksi RS HELSA dan Yayasan………………
b. Bila insiden keselamatan pasien yang terjadi mempunyai tingkat risiko kuning
(tinggi) maka komite keselamatan pasien segera melaporkan kejadian tersebut
kepada Direksi RS HELSA
c. Komite keselamatan pasien RS HELSA melakukan rekapitulasi laporan
insiden keselamatan pasien dan analisisnya setiap tiga bulan kepada direksi RS
HELSA.

B. PENERAPAN INDICATOR KESELAMATAN PASIEN.


a. Komite Keselamatan Pasien RS HELSA menetapkan indicator keselamatan
berdasarkan atas pertimbangan high risk, high impact, high volume, prone problem.
b. Komite Keselamatan Pasien RS HELSA menjelaskan definisi operasional, frekuensi
pengumpulan data, periode analisis, cara perhitungan, sumber data, target dan
penanggung jawab.
c. Komite Keselamatan Pasien RS HELSA bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
dan kesinambungan penerapan indicator keselamatan pasien
d. Komite Keselamatan Pasien RS HELSA bertanggung jawab dalam proses
pengumpulan data, analisis dan memberikan masukan kepada Direksi berdasarkan
pengkajian tersebut.
e. Indikator dikumpulkan dan dianalisis setiap bulan. Setiap tiga bulan indicator
dianalisis dan di feed back kan kepada unit terkait.
f. Jumlah indicator keselamatan pasien perlu ditinjau ulang setiap 3 tahun sekali

C. ANALISIS AKAR MASALAH

a. Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, RS HELSA menerapkan


metode root cause analysis (RCA) atau analisa akar masalah, yaitu suatu kegiatan
investigasi terstruktur yang bertujuan untuk melakukan identifikasi penyebab
masalah dasar dan untuk menentukan tindakan agar kejadian yang sama tidak terulang
kembali.
b. RCA dilakukan pada insiden medis kejadian nyaris cedera dan KTD yang sering terjadi
di RS HELSA

c. RCA dilakukan pada setiap kejadian sentinel events.


d. Insiden keselamatan pasien yang dikatagorikan sebagai level tinggi dan ekstrim
diselesaikan dalam kurun waktu paling lama 45 hari dan dibutuhkan tindakan segera
yang melibatkan Direksi.
e. Agar penemuan akar masalah dan pemecahan masalah mengarah pada sesuatu yang
benar, maka perlu dibentuk tim RCA yang berunsurkan : dokter yang mempunyai
kemampuan dalam melakukan RCA, unsur keperawatan, dan SDM lain yang terkait
dengan jenis insiden keselamatan pasien yang terjadi.
f. Dalam melakukan RCA langkah langkah yang diambil adalah membentuk tim RCA,
observasi lapangan, pendokumentasian, wawancara, studi pustaka, melakukan asesmen
dan diskusi untuk menentukan faktor kontribusi dan akar masalah.
g. Hasil temuan dari RCA ditindaklanjuti, direalisasi dan dievaluasi agar kejadian yang
sama tidak terulang kembali
STANDAR DAN INDIKATOR MUTU KINERJA KLINIK
1. Standar Mutu Klinik: RSPR harus mampu memberikan pelayanan yang terbukti
aman bagi semua orang yang berada didalamnya baik pasien maupun karyawan dari
segala bentuk kejadian yang dapat timbul karena proses pelayanan.

2. Indikator Mutu Klinik:


1). Indikator Non Bedah
a). Angka dekubitus
b). Angka kejadian infeksi jarum infus
c). Angka kejadian infeksi karena transfusi darah.
d). Target surveilens angka kejadian infeksi <1,5%
e). Tersedianya Bahan- bahan desinfeksi yang sesuai rekomendasi dan aman bagi
lingkungan.
f). Dilakukannya kegiatan pemantauan
g). Hasil swab : tangan,dinding dan lantai, AC yang memenuhi standart
(SPM)
h). Hasil kultur : Pus,darah dan ujung kateter

2). Unit CSSD :


a). indikator bouwie dict tes,kimia dan mikrobiologi dilaksanakan dan hasilnya
baik
b). maintence autoclave .
c). Kalibrasi Autoclave external baik
d). Indikator mekanik,kimia,biologi
3). Upaya kesehatan :
a). Kebersihan tangan menjadi isu dan tindakan yang menjadi kebutuhan petugas.
b). Terlaksananya pemasangan leaflet kebersihan tangan disetiap ruangan
,wastafel dan ruangan publik.
c). Edukasi PPI pada calon karyawan .
d). Edukasi PPI pada karyawan .
e). Edukasi pada mahasiswa praktek
f). Hasil survei menjadi informasi disetiap unit pelayanan melalui sistem
informasi rumah sakit
g). Pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala
h). Terlaksananya ruangan kohort dimarkisa 1 atau durian .
i). Tersediannya APD yang diperlukan
j). Terlaksananya survei complience kebersihan tangan tangan pada perawat
senior
k). Penyehatan lingkungan
l). Ruangan dan lingkungan yang bersih
m). Sampah dibuang sesuai jenisnya
n). Incenerator berfungsi dengan baik (semua sampah yang dibakar menjadi abu)
o). Terlaksananya formularium antibiotika.

3. Indikator mutu lingkungan


1). Hasil uji baku mutu air dan limbah yang dihasilkan sesuai dengan perundangan
yang berlaku (UU Lingkungan, PP, PMK, Perprop, Perda)
2). Ketersediaan instalasi pengolah limbah baik padat maupun cair.
3). Ketersediaan pengolahan limbah infeksius
4). Pelaksanaan UKL dan UPL dari Rencana Pengelolaan Lingkungan
Penurunan Angka Kuman di area pelayanan khusus

B. Formulasi dari indikator-indikator tersebut di atas adalah sebagai berikut

a) Kelompok Pelayanan Non-Bedah


1) Angka infeksi karena Jarum Infus

𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐾𝑒𝑗𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 𝐼𝑛𝑓𝑒𝑘𝑠𝑖 𝐾𝑢𝑙𝑖𝑡 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝐽𝑎𝑟𝑢𝑚 𝐼𝑛𝑓𝑢𝑠 𝑝𝑒𝑟 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛


𝑥 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑑𝑖𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑣 𝑙𝑖𝑛𝑒 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑖𝑡𝑢

2) Angka infeksi luka operasi x 100 %


Total penderita yang dioperasi dalam satu bulan
3) Angka infeksi pneumonia krn terpasang ventilator x 100%
Total Pasien yang terpasang ventilator dalam satu bulan

4) Angka i saluran kemih x 100%


Total pasien terpasang DC pada bulan tersebut.

5) Angka pneumonia karena tirah baring (HAP) x 100 %


Total pasien tirah baring dalam satu bulan
BAB IX

PENUTUP

Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi bukanlah urusan mereka yang bertugas di unit PPIRS saja. Namun juga
tanggung jawab semua pihak yang berada di Rumah Sakit Panti Rahayu Purwodadi.
Yang paling penting dilaksanakan dalam rangka Pencegahan dan pengendalian infeksi
adalah upaya-upaya edukasi PPI kepada staf ,pasien dan pengunjung Rumah sakit.,sehingga
dapat merubah perilaku yang sehat,penyaiapan sarana dan prasarana PPI .upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi disadari atau tidak memerlukan dana yang besar sehingga memerlukan
dukungan penuh dari management rumah sakit.
Demikianlah pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit
Panti Rahayu Purwodadi,lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Purwodadi,10 Februari 2014

Direktur

Dr Sunarima MKes
XVI. Landasan Hukum

1. Undang Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009tentang Rumah sakit.

2. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor.129/MenKes/SK/2008 tentang standart minimal


pelayana Rumah Sakit.

3. Surat Edaran direktur jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/II/3744/ 08 tentang
Pembentukan komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi di rumah Sakit.

4. Undang undang no 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

5. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1995 tentang tenaga kesehatan.

6. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang


standart pelayanan Rumah sakit.

7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1575/Menkes/2005 tentang Organisasi dan tata kerja
Departemen Kesehatan.

You might also like